BAB II

15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori 1. Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) a. Klasifikasi Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Malvales Suku : Malvaceae Marga : Hibiscus Jenis : Hibiscus sabdariffa L. (Anonim 2001) b. Nama lain atau sinonim Tanaman Hibiscus sabdariffa Linn. mempunyai habitat asli di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Di Inggris dan di negara berbahasa inggris lainnya, tanaman ini dikenal dengan nama roselle, rozelle, sorrel, red sorrel, white sorrel, dan florida cranberry. Di Spanyol, tanaman ini dikenal dengan nama quimbombó chino, sereni, rosa de jamaica, flor de jamaica, dan viñuela. Di Perancis, tanaman ini dikenal dengan nama oseille rouge atau oseille de guinée (Maryani, 2008). Tanaman ini dikenal dengan nama rosela di Indonesia.Mrambos hijau adalah nama umum atau nama dagangnya. Beberapa daerah di Indonesia, contohnya di 4

description

bab two

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori

1. Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)

a. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Malvales

Suku : Malvaceae

Marga : Hibiscus

Jenis : Hibiscus sabdariffa L. (Anonim 2001)

b. Nama lain atau sinonim

Tanaman Hibiscus sabdariffa Linn. mempunyai habitat asli di daerah tropis

dan subtropis di seluruh dunia. Di Inggris dan di negara berbahasa inggris lainnya,

tanaman ini dikenal dengan nama roselle, rozelle, sorrel, red sorrel, white sorrel,

dan florida cranberry. Di Spanyol, tanaman ini dikenal dengan nama quimbombó

chino, sereni, rosa de jamaica, flor de jamaica, dan viñuela. Di Perancis, tanaman

ini dikenal dengan nama oseille rouge atau oseille de guinée (Maryani, 2008).

Tanaman ini dikenal dengan nama rosela di Indonesia.Mrambos hijau adalah

nama umum atau nama dagangnya. Beberapa daerah di Indonesia, contohnya di

daerah Sunda, rosela dikenal sebagai gomet balonda (Maryani, 2008).

c. Deskripsi

Hibiscus sabdariffa L. merupakan herba tahunan yang dapat mencapai

ketinggian 0,5-3 meter. Hibiscus sabdariffa L. memiliki batang yang tegak, bulat,

berkayu dan berwarna merah. Hibiscus sabdariffa L. juga memiliki daun tunggal,

berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi, dan

pangkal berlengkuk. Bunga H. sabdariffa L. merupakan bunga tunggal dan

berwarna merah. Kelopak bunga ini sering dianggap bunga oleh masyarakat.

4

Page 2: BAB II

5

Buahnya berbentuk kotak kerucut, berambut, terbagi menjadi 5 ruang, berwarna

merah (Maryani 2008).

d. Kandungan Kimia

Kandungan kimia tanaman ini adalah (+)-alohidroksi asam sitrat lakton,

asam malat dan asam tartrat. Antosian yang menyebabkan warna merah pada

tanaman ini mengandung delfinidin-3- siloglukosida, delfinidin-3-glukosida,

sianidin-3-siloglukosida, sedangkan flavonoidnya mengandung gosipetin dan

mucilage (rhamnogalakturonan, arabinogalaktan, arabinan) (Anonim 2010).

e. Khasiat

Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mengandung senyawa

antosianin, protocatechic acid (PCA), dan asam askorbat. Antosianin merupakan

senyawa fenolik yang mempunyai aktivitas biologi sebagai antioksidan dan

vasodilator yang sangat baik untuk kesehatan jantung (Sarbini 2005). Selain itu

bunga rosella juga berkhasiat sebagai antihipertensi, antiobesitas, anti inflamasi,

dan hepatoprotektif (Anonim 2010).

2. Ekstrak

a. Pengertian Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental, atau cair, dibuat

dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, di luar

pengaruh cahaya matahari secara langsung (Anonim 1979).

b. Jenis Ekstrak

Berdasarkan sifatnya ekstrak dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu

ekstrak encer, ekstrak kental, ekstrak kering, dan ekstrak cair.

1) Ekstrak Encer (extractum tenue)

Ekstrak encer memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang.

2) Ekstrak Kental (extractum spissum)

Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan

airnya berjumlah sampai 30%.

3) Ekstrak Kering (extractum siccum)

Ekstrak kering memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan. Melalui

penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk suatu

produk, yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

Page 3: BAB II

6

4) Ekstrak Cair (extractum fluidum)

Ekstrak ini diartikan sebagai ekstrak cair, yang dibuat sedemikian rupa

sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang juga 1

bagian) ekstrak cair. Ekstrak ini pada umumnya diperoleh dengan cara perkolasi

(Voigt 1984).

c. Pembuatan Ekstrak

Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah maserasi,

perkolasi, dan soxhletasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor

seperti sifat dari bahan mentah obat, penyesuaian dengan tiap macam metode

ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel

1989).

1) Maserasi

Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yaitu dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus

dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, kemudian

zat aktif akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan terpekat akan didesak ke luar.

Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara

larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan cara ini ialah pengerjaan dan

peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Namun

pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Anonim 1986). Proses

maserasi paling tepat dilakukan untuk simplisia yang sudah halus dan

memungkinkan direndam hingga meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga

zat-zatnya akan larut. Proses ini dilakukan dalam bejana bermulut lebar, serbuk

ditempatkan lalu ditambah pelarut dan ditutup rapat, isinya dikocok berulang-

ulang kemudian disaring (Ansel 1989).

2) Perkolasi

Merupakan suatu proses dimana obat yang sudah halus, zatnya diekstraksi

dalam pelarut yang cocok dengan cara melewatkan perlahan-lahan melalui obat

dalam suatu kolom. Obat dimampatkan dalam alat ekstraksi khusus yang disebut

perkolator, dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat (Ansel 1989).

Page 4: BAB II

7

3) Soxhletasi

Pada soxhletasi, bahan yang akan diekstraksi dimasukkan ke dalam sebuah

kantong ekstraksi (kertas atau karton) di dalam sebuah alat ekstraksi yang bekerja

kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantong diletakkan di atas labu suling

dan suatu pendingin aliran balik dan dihubungkan melalui pipa pipet. Labu

tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan jika diberi pemanasan akan

menguap mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa pipet lalu

berkondensasi di dalamnya dan menetes di atas bahan yang diekstraksi (Voigt

1995).

d. Cairan Penyari

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak dipilih sedemikian rupa,

yaitu pelarut yang baik yang dapat melarutkan senyawa bioaktif, dengan demikian

senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan

lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan

yang diinginkan. Untuk cairan penyari, dalam Farmakope Indonesia Edisi III

disebutkan air, etanol, campuran etanol dan air atau eter sebagai cairan penyari

(Anonim 1979).

1) Air

Air sebagai cairan penyari mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan,

yaitu murah dan mudah diperoleh, tidak toksik, stabil, netral dan tidak mudah

menguap. Kerugiannya yaitu dapat terjadi reaksi hidrolisa, dapat ditumbuhi jamur,

titik didihnya 100°C (tidak cocok untuk senyawa yang terurai pada suhu tinggi),

dan untuk pengeringan diperlukan waktu yang lama (Anonim 1986).

2) Etanol

Etanol digunakan sebagai cairan penyari karena lebih selektif, kapang dan

kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya

baik, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih rendah, dan etanol dapat

campur dengan segala perbandingan (Anonim 1986).

3) Campuran Air dan Etanol

Untuk meningkatkan penyarian, biasanya digunakan campuran air dan

etanol. Perbandingan jumlah air dan etanol tergantung pada bahan yang akan

disari (Anonim 1986).

Page 5: BAB II

8

3. Hard Molded Lozenges

Hard lozenges adalah campuran gula dan karbohidrat lainnya dalam bentuk

nonkristalin atau bentuk yang bening (dengan kandungan air 0,5%-1,5%). (Allen

2002). Hard lozenges seharusnya tidak hancur dalam mulut, namun dimaksudkan

untuk melarut perlahan atau terkikis dalam mulut selama 5 sampai 10 menit.

Sediaan ini umumnya memiliki berat 1,5 sampai 4,5 gram (Allen 2002).

Hard molded lozenges sebaiknya mempunyai tekstur permukaan yang halus

dan bau yang enak yang dapat menutupi rasa obat/zat aktifnya. Kerugian

utamanya adalah diperlukannya suhu tinggi dalam proses pembuatannya sehingga

tidak dapat digunakan untuk zat aktif yang labil terhadap panas. Metode

pembuatan hard molded lozenges dibuat dengan metode molding mixture yaitu

meleburkan atau memanaskan gula penyusun hard molded lozenges pada suhu

yang sesuai hingga meleleh dan mencampurnya dengan bahan tambahan lainnya,

selanjutnya menuangnya ke dalam cetakan hingga menjadi massa padat dan keras

pada suhu kamar (Allen 2002).

Proses pembuatan permen atau boiled sweets meliputi 6 tahap yaitu

pelarutan bahan gula yang digunakan dalam akuades, pemanasan/pendidihan

bahan gula, pendinginan (tempering), penambahan pemberi aroma, pewarna dan

asam-asam, pembentukan produk dan pembungkusan (Alikonis 1979).

4. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan hard molded lozenges

a. Manitol

Manitol adalah alkohol alami, isomer dari sorbitol tetapi dengan

konfigurasi kimia dan sifat fisika yang berbeda. Manitol tersedia dalam bentuk

serbuk dan granular. Manitol tidak higroskopis, tidak inert dan juga resisten

terhadap perubahan warna. Rasa manisnya hanya 50% dari sukrosa, memberikan

sensasi dingin ketika melarut. Sehingga menyenangkan ketika dikonsumsi, dan

juga dapat sebagai pelega tenggorokan (Peters 1989). Karena manitol tidak

higroskopis sehingga dapat digunakan mengatur kelembapan dan stabilitas

sediaan (Nabors 2012). Pada sediaan farmasi umumnya manitol digunakan

sebagai bahan pengisi tablet (10-90%) (Rowe et al. 2009).

Page 6: BAB II

9

b. Corn syrup

Corn Syrup merupakan salah satu bahan dasar dalam industry confectionery

termasuk permen keras/padat. Corn Syrup dibuat dengan hidrolisis pati dengan

adanya asam dan atau enzim. Proses ini dikendalikan dengan mengukur proporsi

sirup yang dinyatakan dengan nilai dekstrosa atau DE (Dekstrosa Ekuivalen).

Corn Syrup dapat dibuat dari hampir semua sumber karbohidrat, namun

memenuhi syarat ekonomis seperti pati jagung, tapioka, kentang maupun gandum.

Sirup jagung dikatakan memiliki DE 100 bila tesusun atas 100%

dekstrosa/glukosa (hidrolisis sempurna) (Peters 1989). Corn Syrup memiliki rasa

manis yang lebih rendah dari sukrosa dan dalam confectionery berfungsi untuk

memperkecil terjadinya proses kristalisasi terutama pada saat pemanasan. Sirup

jagung digunakan untuk memberikan rasa manis, memperbaiki tekstur, menjaga

kualitas, dan menambah kepadatan serta mengatur kemanisan dari hard molded

lozenges (Alikonis 1979, Peters 1989).

c. Pelarut

Pelarut dalam penelitian ini merupakan bagian dalam pembuatan basis

hard molded lozenges yang digunakan untuk membantu melarutkan sukrosa.

Pelarut yang biasa digunakan dalam sediaan oral antara lain akuades (Allen,

2002).

d. Bahan aktif

Bahan aktif merupakan zat berkhasiat dalam hard molded lozenges, dapat

berupa bahan obat sintetis maupun herbal (Allen, 2002).

5. Monografi Bahan.

a. Manitol

Manitol atau D-manitol memiliki struktur kimia C6H14O6. Manitol

merupakan isomer dari sorbitol, berbentuk serbuk kristal putih dan tidak berbau.

Manitol biasanya digunakan sebagai pengisi, pemanis, dalam sediaan tablet

maupun kapsul, serta digunakan juga sebagai bahan aktif. Manitol banyak

digunakan dalam formulasi farmasetis dan produk makanan (Rowe et al. 2009).

b. Sirup jagung/corn syrup

Corn syrup atau dikenal juga glucose syrup memiliki rumus bangun

C6H12O6.H2O. Pemeriannya berupa cairan kental, bening, tidak berbau, tidak

Page 7: BAB II

10

berwarna, dan rasanya manis. Corn syrup larut mudah dalam air dan larut dalam

alkohol 90%. Corn syrup digunakan dalam formulasi sediaan oral dan produk

confectionery, dan secara umum tidak toksik dan tidak mengiritasi (Rowe et al.

2009).

6. Uji Sifat Fisiko Kimia Hard Molded Lozenges

Parameter kualitas produk yang diamati meliputi:

a. Organoleptik

Penilaian terhadap hard molded lozenges dilakukan dengan menggunakan

penilaian inderawi/ uji organoleptik. Uji inderawi atau organoleptik merupakan

cara-cara pengujian terhadap sifat karakteristik bahan pangan dengan

menggunakan indera manusia termasuk indera penglihatan, perasa, pembau,

peraba dan pendengaran (Bambang dkk 1988).

b. Tekstur

Tekstur merupakan aspek penting dalam penilaian mutu produk pangan.

Tekstur juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan

konsumen terhadap produk pangan. Analisis tekstur produk pangan dapat

dilakukan secara organoleptik dengan menggunakan panca indera ataupun secara

instrumen dengan menggunakan alat. Berbeda dengan analisis secara

organoleptik, analisis tekstur dengan menggunakaan alat akan menghasilkan data

yang lebih akurat karena bersifat obyektif. Analisis tekstur dapat dilakukan

menggunakan alat atau instrumen seperti LFRA Texture Analyser dan Stable

Micro System TA.XT Texture Analyser (Smewing 1999).

Texture Profile Analysis (TPA) merupakan bentuk penilaian obyektif dari

analisis tekstur secara sensori. Pada TPA, probe akan melakukan kompresi

sebanyak dua kali terhadap sampel. Hal ini dapat dianalogikan sebagai gerakan

mulut pada saat mengunyah atau menggit makanan. Oleh karena itu TPA disebut

juga sebagai “two-bite test”. Analisis menggunakan TPA merupakan analisis yang

multipoint karena dengan hanya sekali analisis akan didapatkan nilai dari

beberapa parameter tekstur (Deman 1997).

Karakteristik tekstur dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu karakteristik

mekanik (mechanical characteristics), karakteristik geometrik (geometrical

characteristics), dan karakteristik lainnya yang mencakup kelembaban (moisture)

Page 8: BAB II

11

dan kandungan minyak. Karakteristik mekanik terdiri dari lima parameter primer

dan tiga parameter sekunder. Parameter primer yaitu hardness, cohesiveness,

viscosity, elastisity, dan adhesiveness sedangkan parameter sekunder yaitu

brittleness (fracturability), chewiness, dan gumminess (Deman 1997).

Gambar 1. Contoh Kurva Hasil Pengukuran Tekstur (Deman 1997)

Hasil analisis TPA disajikan dalam bentuk kurva, dari kurva ini diperoleh

berbagai parameter tekstur tersebut. Hardness diukur dari ketinggian puncak

pertama. cohesiveness dinyatakan sebagai luas dibawah puncak kedua dan puncak

pertama. elastisity diukur sebagai perbedaan jarak B, diukur dari kontak cuplikan

awal kekontak cuplikan kedua. adhesiveness diukur sebagai luas puncak negatif

A3, dibawah garis alas. Selain itu parameter lainnya dapat diturunkan dari kurva

seperti, brittleness (fracturability), chewiness, dan gumminess.

c. Kadar air

Kandungan air dalam sediaan ikut menentukan acceptability, kesegaran,

dan daya tahan bahan itu. Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa

cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air

dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-1100C selama

3 jam atau sampai didapat berat yang konstan (Winarno 1991).

d. Kadar abu

Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan

komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu

dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang

digunakan (Puspitasari dkk. 1991). Kadar abu suatu bahan ditetapkan secara

Page 9: BAB II

12

gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral

bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot

cawan berisi abu dan cawan kosong.  Apabila suatu sampel di dalam cawan abu

porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu berwarna

putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida

dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang

sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain (Yunizal dkk.

1998).

e. Gula reduksi

Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat

mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan

fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus

aldehida atau keto bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan

disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk

sebagai gula pereduksi. Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk

menentukan kandungan karbohidrat dalam bahan pangan, misalnya dengan cara

kimiawi, fisik, enzimatis, biokimia, maupun kromatografi. Penentuan kandungan

karbohidrat dengan cara kimia didasarkan pada reaksi oksidasi cupri menjadi

cupro. Metode penetapan secara kimia meliputi: luff schoorl, munson-walker,

lane eynon, nelson-somogy, oksidasi ferri, iodometri (Winarno 1991).

B. Kerangka Berfikir

Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mengandung senyawa

fenolik yaitu antosianin dan protocatechic acid (PCA), serta asam askorbat.

Kandungan tersebut memiliki aktivitas antioksidan, sehingga dapat menangkal

radikal bebas (Sarbini 2005). Bunga rosella dapat digunakan secara praktis dan

efektif dengan dibuat sediaan hard molded lozenges. Pada pembuatan hard

molded lozenges, basis memegang peranan penting terhadap sifat fisik dan rasa.

Basis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah corn syrup dan manitol.

Kombinasi ini dipilih karena sediaan hard molded lozenges yang hanya

mengandung corn syrup murni akan liat dan higroskopis sehingga yang dapat

menyebabkan kelengketan (Peters 1989). Maka perlu kombinasi dengan bahan

lain untuk mencegah penarikan kelembapan yang berlebihan antara lain dengan

Page 10: BAB II

13

dikombinasikan bersama manitol. Karena manitol tidak higroskopis sehingga

dapat digunakan mencegah kelengketan, mengatur kelembapan dan stabilitas

sediaan (Nabors 2012). Manitol juga memberikan sensasi dingin ketika melarut,

sehingga menyenangkan ketika dikonsumsi, dan juga dapat sebagai pelega

tenggorokan (Peters 1989).

Peningkatan perbandingan jumlah corn syrup dan manitol dalam

pembuatan sediaan ini berpengaruh terhadap kualitas fisik hard molded lozenges

meliputi organoleptis, tekstur (kekerasan dan kelengketan), kadar air, kadar abu,

dan jumlah gula reduksi.

C. Hipotesis

Peningkatan kombinasi corn syrup dan manitol dapat meningkatkan

kekerasan dan menurunkan kelengketan sediaan hard molded lozenges ekstrak

kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.).