BAB II
-
Upload
hendra-sandi -
Category
Documents
-
view
216 -
download
1
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori
1. Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa L.)
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Hibiscus
Jenis : Hibiscus sabdariffa L. (Anonim 2001)
b. Nama lain atau sinonim
Tanaman Hibiscus sabdariffa Linn. mempunyai habitat asli di daerah tropis
dan subtropis di seluruh dunia. Di Inggris dan di negara berbahasa inggris lainnya,
tanaman ini dikenal dengan nama roselle, rozelle, sorrel, red sorrel, white sorrel,
dan florida cranberry. Di Spanyol, tanaman ini dikenal dengan nama quimbombó
chino, sereni, rosa de jamaica, flor de jamaica, dan viñuela. Di Perancis, tanaman
ini dikenal dengan nama oseille rouge atau oseille de guinée (Maryani, 2008).
Tanaman ini dikenal dengan nama rosela di Indonesia.Mrambos hijau adalah
nama umum atau nama dagangnya. Beberapa daerah di Indonesia, contohnya di
daerah Sunda, rosela dikenal sebagai gomet balonda (Maryani, 2008).
c. Deskripsi
Hibiscus sabdariffa L. merupakan herba tahunan yang dapat mencapai
ketinggian 0,5-3 meter. Hibiscus sabdariffa L. memiliki batang yang tegak, bulat,
berkayu dan berwarna merah. Hibiscus sabdariffa L. juga memiliki daun tunggal,
berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi, dan
pangkal berlengkuk. Bunga H. sabdariffa L. merupakan bunga tunggal dan
berwarna merah. Kelopak bunga ini sering dianggap bunga oleh masyarakat.
4
5
Buahnya berbentuk kotak kerucut, berambut, terbagi menjadi 5 ruang, berwarna
merah (Maryani 2008).
d. Kandungan Kimia
Kandungan kimia tanaman ini adalah (+)-alohidroksi asam sitrat lakton,
asam malat dan asam tartrat. Antosian yang menyebabkan warna merah pada
tanaman ini mengandung delfinidin-3- siloglukosida, delfinidin-3-glukosida,
sianidin-3-siloglukosida, sedangkan flavonoidnya mengandung gosipetin dan
mucilage (rhamnogalakturonan, arabinogalaktan, arabinan) (Anonim 2010).
e. Khasiat
Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mengandung senyawa
antosianin, protocatechic acid (PCA), dan asam askorbat. Antosianin merupakan
senyawa fenolik yang mempunyai aktivitas biologi sebagai antioksidan dan
vasodilator yang sangat baik untuk kesehatan jantung (Sarbini 2005). Selain itu
bunga rosella juga berkhasiat sebagai antihipertensi, antiobesitas, anti inflamasi,
dan hepatoprotektif (Anonim 2010).
2. Ekstrak
a. Pengertian Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan yang dapat berupa kering, kental, atau cair, dibuat
dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang sesuai, di luar
pengaruh cahaya matahari secara langsung (Anonim 1979).
b. Jenis Ekstrak
Berdasarkan sifatnya ekstrak dikelompokkan menjadi empat bagian yaitu
ekstrak encer, ekstrak kental, ekstrak kering, dan ekstrak cair.
1) Ekstrak Encer (extractum tenue)
Ekstrak encer memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang.
2) Ekstrak Kental (extractum spissum)
Sediaan ini liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang. Kandungan
airnya berjumlah sampai 30%.
3) Ekstrak Kering (extractum siccum)
Ekstrak kering memiliki konsistensi kering dan mudah digosokkan. Melalui
penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk suatu
produk, yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.
6
4) Ekstrak Cair (extractum fluidum)
Ekstrak ini diartikan sebagai ekstrak cair, yang dibuat sedemikian rupa
sehingga 1 bagian simplisia sesuai dengan 2 bagian (kadang-kadang juga 1
bagian) ekstrak cair. Ekstrak ini pada umumnya diperoleh dengan cara perkolasi
(Voigt 1984).
c. Pembuatan Ekstrak
Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan adalah maserasi,
perkolasi, dan soxhletasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor
seperti sifat dari bahan mentah obat, penyesuaian dengan tiap macam metode
ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel
1989).
1) Maserasi
Maserasi merupakan salah satu metode ekstraksi yaitu dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus
dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, kemudian
zat aktif akan larut. Karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif
di dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan terpekat akan didesak ke luar.
Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan cara ini ialah pengerjaan dan
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Namun
pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Anonim 1986). Proses
maserasi paling tepat dilakukan untuk simplisia yang sudah halus dan
memungkinkan direndam hingga meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga
zat-zatnya akan larut. Proses ini dilakukan dalam bejana bermulut lebar, serbuk
ditempatkan lalu ditambah pelarut dan ditutup rapat, isinya dikocok berulang-
ulang kemudian disaring (Ansel 1989).
2) Perkolasi
Merupakan suatu proses dimana obat yang sudah halus, zatnya diekstraksi
dalam pelarut yang cocok dengan cara melewatkan perlahan-lahan melalui obat
dalam suatu kolom. Obat dimampatkan dalam alat ekstraksi khusus yang disebut
perkolator, dengan ekstrak yang telah dikumpulkan disebut perkolat (Ansel 1989).
7
3) Soxhletasi
Pada soxhletasi, bahan yang akan diekstraksi dimasukkan ke dalam sebuah
kantong ekstraksi (kertas atau karton) di dalam sebuah alat ekstraksi yang bekerja
kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantong diletakkan di atas labu suling
dan suatu pendingin aliran balik dan dihubungkan melalui pipa pipet. Labu
tersebut berisi bahan pelarut yang menguap dan jika diberi pemanasan akan
menguap mencapai ke dalam pendingin aliran balik melalui pipa pipet lalu
berkondensasi di dalamnya dan menetes di atas bahan yang diekstraksi (Voigt
1995).
d. Cairan Penyari
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak dipilih sedemikian rupa,
yaitu pelarut yang baik yang dapat melarutkan senyawa bioaktif, dengan demikian
senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan
lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa kandungan
yang diinginkan. Untuk cairan penyari, dalam Farmakope Indonesia Edisi III
disebutkan air, etanol, campuran etanol dan air atau eter sebagai cairan penyari
(Anonim 1979).
1) Air
Air sebagai cairan penyari mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan,
yaitu murah dan mudah diperoleh, tidak toksik, stabil, netral dan tidak mudah
menguap. Kerugiannya yaitu dapat terjadi reaksi hidrolisa, dapat ditumbuhi jamur,
titik didihnya 100°C (tidak cocok untuk senyawa yang terurai pada suhu tinggi),
dan untuk pengeringan diperlukan waktu yang lama (Anonim 1986).
2) Etanol
Etanol digunakan sebagai cairan penyari karena lebih selektif, kapang dan
kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya
baik, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih rendah, dan etanol dapat
campur dengan segala perbandingan (Anonim 1986).
3) Campuran Air dan Etanol
Untuk meningkatkan penyarian, biasanya digunakan campuran air dan
etanol. Perbandingan jumlah air dan etanol tergantung pada bahan yang akan
disari (Anonim 1986).
8
3. Hard Molded Lozenges
Hard lozenges adalah campuran gula dan karbohidrat lainnya dalam bentuk
nonkristalin atau bentuk yang bening (dengan kandungan air 0,5%-1,5%). (Allen
2002). Hard lozenges seharusnya tidak hancur dalam mulut, namun dimaksudkan
untuk melarut perlahan atau terkikis dalam mulut selama 5 sampai 10 menit.
Sediaan ini umumnya memiliki berat 1,5 sampai 4,5 gram (Allen 2002).
Hard molded lozenges sebaiknya mempunyai tekstur permukaan yang halus
dan bau yang enak yang dapat menutupi rasa obat/zat aktifnya. Kerugian
utamanya adalah diperlukannya suhu tinggi dalam proses pembuatannya sehingga
tidak dapat digunakan untuk zat aktif yang labil terhadap panas. Metode
pembuatan hard molded lozenges dibuat dengan metode molding mixture yaitu
meleburkan atau memanaskan gula penyusun hard molded lozenges pada suhu
yang sesuai hingga meleleh dan mencampurnya dengan bahan tambahan lainnya,
selanjutnya menuangnya ke dalam cetakan hingga menjadi massa padat dan keras
pada suhu kamar (Allen 2002).
Proses pembuatan permen atau boiled sweets meliputi 6 tahap yaitu
pelarutan bahan gula yang digunakan dalam akuades, pemanasan/pendidihan
bahan gula, pendinginan (tempering), penambahan pemberi aroma, pewarna dan
asam-asam, pembentukan produk dan pembungkusan (Alikonis 1979).
4. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan hard molded lozenges
a. Manitol
Manitol adalah alkohol alami, isomer dari sorbitol tetapi dengan
konfigurasi kimia dan sifat fisika yang berbeda. Manitol tersedia dalam bentuk
serbuk dan granular. Manitol tidak higroskopis, tidak inert dan juga resisten
terhadap perubahan warna. Rasa manisnya hanya 50% dari sukrosa, memberikan
sensasi dingin ketika melarut. Sehingga menyenangkan ketika dikonsumsi, dan
juga dapat sebagai pelega tenggorokan (Peters 1989). Karena manitol tidak
higroskopis sehingga dapat digunakan mengatur kelembapan dan stabilitas
sediaan (Nabors 2012). Pada sediaan farmasi umumnya manitol digunakan
sebagai bahan pengisi tablet (10-90%) (Rowe et al. 2009).
9
b. Corn syrup
Corn Syrup merupakan salah satu bahan dasar dalam industry confectionery
termasuk permen keras/padat. Corn Syrup dibuat dengan hidrolisis pati dengan
adanya asam dan atau enzim. Proses ini dikendalikan dengan mengukur proporsi
sirup yang dinyatakan dengan nilai dekstrosa atau DE (Dekstrosa Ekuivalen).
Corn Syrup dapat dibuat dari hampir semua sumber karbohidrat, namun
memenuhi syarat ekonomis seperti pati jagung, tapioka, kentang maupun gandum.
Sirup jagung dikatakan memiliki DE 100 bila tesusun atas 100%
dekstrosa/glukosa (hidrolisis sempurna) (Peters 1989). Corn Syrup memiliki rasa
manis yang lebih rendah dari sukrosa dan dalam confectionery berfungsi untuk
memperkecil terjadinya proses kristalisasi terutama pada saat pemanasan. Sirup
jagung digunakan untuk memberikan rasa manis, memperbaiki tekstur, menjaga
kualitas, dan menambah kepadatan serta mengatur kemanisan dari hard molded
lozenges (Alikonis 1979, Peters 1989).
c. Pelarut
Pelarut dalam penelitian ini merupakan bagian dalam pembuatan basis
hard molded lozenges yang digunakan untuk membantu melarutkan sukrosa.
Pelarut yang biasa digunakan dalam sediaan oral antara lain akuades (Allen,
2002).
d. Bahan aktif
Bahan aktif merupakan zat berkhasiat dalam hard molded lozenges, dapat
berupa bahan obat sintetis maupun herbal (Allen, 2002).
5. Monografi Bahan.
a. Manitol
Manitol atau D-manitol memiliki struktur kimia C6H14O6. Manitol
merupakan isomer dari sorbitol, berbentuk serbuk kristal putih dan tidak berbau.
Manitol biasanya digunakan sebagai pengisi, pemanis, dalam sediaan tablet
maupun kapsul, serta digunakan juga sebagai bahan aktif. Manitol banyak
digunakan dalam formulasi farmasetis dan produk makanan (Rowe et al. 2009).
b. Sirup jagung/corn syrup
Corn syrup atau dikenal juga glucose syrup memiliki rumus bangun
C6H12O6.H2O. Pemeriannya berupa cairan kental, bening, tidak berbau, tidak
10
berwarna, dan rasanya manis. Corn syrup larut mudah dalam air dan larut dalam
alkohol 90%. Corn syrup digunakan dalam formulasi sediaan oral dan produk
confectionery, dan secara umum tidak toksik dan tidak mengiritasi (Rowe et al.
2009).
6. Uji Sifat Fisiko Kimia Hard Molded Lozenges
Parameter kualitas produk yang diamati meliputi:
a. Organoleptik
Penilaian terhadap hard molded lozenges dilakukan dengan menggunakan
penilaian inderawi/ uji organoleptik. Uji inderawi atau organoleptik merupakan
cara-cara pengujian terhadap sifat karakteristik bahan pangan dengan
menggunakan indera manusia termasuk indera penglihatan, perasa, pembau,
peraba dan pendengaran (Bambang dkk 1988).
b. Tekstur
Tekstur merupakan aspek penting dalam penilaian mutu produk pangan.
Tekstur juga termasuk salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan
konsumen terhadap produk pangan. Analisis tekstur produk pangan dapat
dilakukan secara organoleptik dengan menggunakan panca indera ataupun secara
instrumen dengan menggunakan alat. Berbeda dengan analisis secara
organoleptik, analisis tekstur dengan menggunakaan alat akan menghasilkan data
yang lebih akurat karena bersifat obyektif. Analisis tekstur dapat dilakukan
menggunakan alat atau instrumen seperti LFRA Texture Analyser dan Stable
Micro System TA.XT Texture Analyser (Smewing 1999).
Texture Profile Analysis (TPA) merupakan bentuk penilaian obyektif dari
analisis tekstur secara sensori. Pada TPA, probe akan melakukan kompresi
sebanyak dua kali terhadap sampel. Hal ini dapat dianalogikan sebagai gerakan
mulut pada saat mengunyah atau menggit makanan. Oleh karena itu TPA disebut
juga sebagai “two-bite test”. Analisis menggunakan TPA merupakan analisis yang
multipoint karena dengan hanya sekali analisis akan didapatkan nilai dari
beberapa parameter tekstur (Deman 1997).
Karakteristik tekstur dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu karakteristik
mekanik (mechanical characteristics), karakteristik geometrik (geometrical
characteristics), dan karakteristik lainnya yang mencakup kelembaban (moisture)
11
dan kandungan minyak. Karakteristik mekanik terdiri dari lima parameter primer
dan tiga parameter sekunder. Parameter primer yaitu hardness, cohesiveness,
viscosity, elastisity, dan adhesiveness sedangkan parameter sekunder yaitu
brittleness (fracturability), chewiness, dan gumminess (Deman 1997).
Gambar 1. Contoh Kurva Hasil Pengukuran Tekstur (Deman 1997)
Hasil analisis TPA disajikan dalam bentuk kurva, dari kurva ini diperoleh
berbagai parameter tekstur tersebut. Hardness diukur dari ketinggian puncak
pertama. cohesiveness dinyatakan sebagai luas dibawah puncak kedua dan puncak
pertama. elastisity diukur sebagai perbedaan jarak B, diukur dari kontak cuplikan
awal kekontak cuplikan kedua. adhesiveness diukur sebagai luas puncak negatif
A3, dibawah garis alas. Selain itu parameter lainnya dapat diturunkan dari kurva
seperti, brittleness (fracturability), chewiness, dan gumminess.
c. Kadar air
Kandungan air dalam sediaan ikut menentukan acceptability, kesegaran,
dan daya tahan bahan itu. Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan beberapa
cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air
dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-1100C selama
3 jam atau sampai didapat berat yang konstan (Winarno 1991).
d. Kadar abu
Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan
komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu
dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang
digunakan (Puspitasari dkk. 1991). Kadar abu suatu bahan ditetapkan secara
12
gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral
bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot
cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu
porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu berwarna
putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida
dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang
sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain (Yunizal dkk.
1998).
e. Gula reduksi
Gula pereduksi merupakan golongan gula (karbohidrat) yang dapat
mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah glukosa dan
fruktosa. Ujung dari suatu gula pereduksi adalah ujung yang mengandung gugus
aldehida atau keto bebas. Semua monosakarida (glukosa, fruktosa, galaktosa) dan
disakarida (laktosa,maltosa), kecuali sukrosa dan pati (polisakarida), termasuk
sebagai gula pereduksi. Ada banyak cara yang dapat digunakan untuk
menentukan kandungan karbohidrat dalam bahan pangan, misalnya dengan cara
kimiawi, fisik, enzimatis, biokimia, maupun kromatografi. Penentuan kandungan
karbohidrat dengan cara kimia didasarkan pada reaksi oksidasi cupri menjadi
cupro. Metode penetapan secara kimia meliputi: luff schoorl, munson-walker,
lane eynon, nelson-somogy, oksidasi ferri, iodometri (Winarno 1991).
B. Kerangka Berfikir
Kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mengandung senyawa
fenolik yaitu antosianin dan protocatechic acid (PCA), serta asam askorbat.
Kandungan tersebut memiliki aktivitas antioksidan, sehingga dapat menangkal
radikal bebas (Sarbini 2005). Bunga rosella dapat digunakan secara praktis dan
efektif dengan dibuat sediaan hard molded lozenges. Pada pembuatan hard
molded lozenges, basis memegang peranan penting terhadap sifat fisik dan rasa.
Basis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah corn syrup dan manitol.
Kombinasi ini dipilih karena sediaan hard molded lozenges yang hanya
mengandung corn syrup murni akan liat dan higroskopis sehingga yang dapat
menyebabkan kelengketan (Peters 1989). Maka perlu kombinasi dengan bahan
lain untuk mencegah penarikan kelembapan yang berlebihan antara lain dengan
13
dikombinasikan bersama manitol. Karena manitol tidak higroskopis sehingga
dapat digunakan mencegah kelengketan, mengatur kelembapan dan stabilitas
sediaan (Nabors 2012). Manitol juga memberikan sensasi dingin ketika melarut,
sehingga menyenangkan ketika dikonsumsi, dan juga dapat sebagai pelega
tenggorokan (Peters 1989).
Peningkatan perbandingan jumlah corn syrup dan manitol dalam
pembuatan sediaan ini berpengaruh terhadap kualitas fisik hard molded lozenges
meliputi organoleptis, tekstur (kekerasan dan kelengketan), kadar air, kadar abu,
dan jumlah gula reduksi.
C. Hipotesis
Peningkatan kombinasi corn syrup dan manitol dapat meningkatkan
kekerasan dan menurunkan kelengketan sediaan hard molded lozenges ekstrak
kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.).