Bab ii..

51
9 BAB II TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : EFUSI PLEURA A. Konsep Dasar 1. Pengertian Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Hadi, 2010). Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak dipermukaan visral dan periental, adalah proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terdapat penyakit lain. Secara normal, ruang pleura mengundang sejumlah kacil cairan (5 sampai 15 ml)

Transcript of Bab ii..

9

BAB II

TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : EFUSI PLEURA

A. Konsep Dasar

1. Pengertian

Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang

terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang

terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.

Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai

15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural

bergerak tanpa adanya friksi (Hadi, 2010).

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang

terletak dipermukaan visral dan periental, adalah proses penyakit primer yang

jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terdapat penyakit

lain. Secara normal, ruang pleura mengundang sejumlah kacil cairan (5 sampai

15 ml)  berfungsi sebagai pelumas yang memunginkan permukaan pleural

bergerak tanpa adanya friksi (Price, 2005).

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan

dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya

ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis

(Muttaqin, 2008)

9

10

2. Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan

tubuh untuk metabolisme sel  dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari

metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

a. Anatomi sistem pernapasan

Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan (Syaifuddin, 2006).

Secara sistematis sistem pernapasan dibagi menjadi saluran

pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Saluran pernapasan atas

terdiri atas hidung, faring dan laring. Sedangkan saluran pernapasan bawah

terdiri atas trakea, semua segmen dari percabangan bronkus

1) Saluran pernapasan atas

a) Hidung

Hidung terdiri atas bagian internal dan eksternal. Bagian

eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan

11

kartilago. Nares anterior (lubang hidung) merupakan ostium sebelah

luar dari rongga hidung.

Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang

dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi

vertikal yang sempit, yang disebut, septum. Masing-masing rongga

hidung dibagi menjadi tiga saluran oleh penonjolan turbinasi (juga

disebut konka) dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan

membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang

disebut mukosa hidung. Lendir disekresikan secara terus menerus

oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan

bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.

Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke

dan dari paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring

kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup

ke dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori

(penghidup) karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung.

Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia.

b) Faring

Faring atau tenggorok adalah tuba muscular yang terletak di

posterior rongga nasal dan oral dan di anterior vertebrata

servikal.Bagian sebelah atas faring dibentuk oleh badan tulang

sfenoidalis dan bagian dalam berhubungan dengan esophagus Secara

deskriptif, faring dapat dibagi menjadi tiga segmen yaitu:

12

(1) Nasofaring adalah saluran yang hanya dilewati oleh udara, tetapi

bagian lainnya dapat dilalui baik oleh udara maupun makanan,

namun tidak untuk keduanya pada saat yang bersamaan.

(2) Orofaring adalah bagian faring yang dapat terlihat pada saat

mulut terbuka dengan lebar dan

(3) Laringofaring adalah bagian paling inferior dari faring yang

membuka kearah anterior ke dalam laring dan ke arah posterior

ke dalam esofagus.

c) Laring

Laring, atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang

menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk

memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan

napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.

Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :

(1) Epiglotis, daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah

laring selama menelan

(2) Glotis, ostium antara pita suara dalam laring

(3) Kartilago tiroid, kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari

kartilago ini membentuk jakun

(4) Kartilago trikoid, satu satunya cincin kartilago yang komplit

dalam laring

(5) Kartilago aritenoid, digunakan dalam gerakan pita suara dengan

kartilago tiroid

13

(6) Pita suara, ligament yang dikontrol oleh gerakan otot yang

menghasilkan bunyi suara : pita suara melekat pada lumen laring

(Syaifuddin, 2006).

2) Saluran pernapasan bawah

a) Trakhea

Trakhea adalah saluran udara tubular yang mempunyai

panjang sekitar 10-13 cm dengan lebar sekitar 2,5 cm. Trakhea

terletak di depan esophagus dan saat palpasi teraba sebagai struktur

yang keras dan kaku, tepat di permukaan anterior leher.

Trakhea terdiri dari 16-20 kartilago berbentuk C yang

dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Konstruksi trakea sedemikian

rupa sehingga tetap terbuka pada semua posisi kepala dan leher.

b) Bronkhial dan alveoli

Ujung distal trakea membagi menjadi bronki primer kanan

dan kiri yang terletak di dalam rongga dada. Di dalam paru-paru

masing-masing bronkhus primer sedikit memanjang dari trakhea

kearah paru-paru membentuk cabang menjadi bronkhus sekunder,

meski perpanjangan ini tidak simetris.

Fungsi percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi

udara antara trakhea dan alveoli. Sangat penting artinya untuk

menjaga agar jalan udara ini tetap terbuka dan bersih. Unit fungsi

paru atau alveoli berjumlah sekitar 300 sampai 500 juta di dalam

paru-paru pada rata-rata orang dewasa. Fungsinya sebagai satu-

14

satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan aliran

darah.

c) Paru-paru

Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut

dan letaknya di dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru-paru

saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan

beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks

dan basis. Pembuluh darah paru-paru dan bronkial, saraf dan

pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan

membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar dari pada

paru-paru kiri dan dibagi menjadi tinga lobus oleh fisura interlobaris.

Paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus tersebut dibagi lagi

menjadi beberapa segmen seusai dengan segmen brokusnya. Paru-

paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru kiri dibagi

menjadi 9 (Price, 2005).

b. Fisiologi sistem pernapasan

Proses fisiologi pernapasan di mana oksigen dipindahkan dari udara

ke dalam jaringan jaringan dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara

ekspirasi dapat dibagi enjadi tigas stadium.

Peran sistem pernapasan adalah untuk mengelolah pertukaran oksigen

dan karbon dioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan oleh semua

sel untuk menghasilkan sumber energy, adenosine trifosfat (ATP). Karbon

dioksida dihasilkan oleh sel-sel yang secara metabolis aktif dan membentuk

suatu asam yang harus dibuang dari tubuh. Untuk melakukan pertukaran gas,

15

sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama. Sistem

kardiovaskular bertanggung jawab untuk perfusi darah melalui paru. Sistem

pernapasan melakukan dua fungsi terpisah yaitu : ventilasi dan respirasi.

1) Ventilasi

Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih

tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik

dari otot-otot. Dinding toraks berfungsi sebagai penghembus. Perubahan

tekanan intrapleura dan tekanan intrapulmonar (saluran udara) dan

perubahan volume paru-paru selama ventilasi. Selama inspirasi, volume

toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat

kontraksi beberapa otot yaitu otot stemokleidomastoideus mengangkat

sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus

mengangkat iga. Toraks membesar ke tiga arah: anteroposterior, lateral

dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan

intrapleura, dari sekitar -4 mmHg (relatif tehadap tekanan atmosfer)

menjadi sekitar -8 mmHg bila paru-paru mengembang pada waktu

inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan

saluran udara menurun sampai sekitar 0 mm Hg pada waktu mulai

inspirasi (Syaifuddin, 2006).

2) Perfusi

Fungsi utama sirkulasi paru adalah mengalirkan darah ke dan dari

membran kapiler alveoli sehingga dapat terjadi pertukaran gas.

Pada perfusi ada dua bagian yang penting yaitu :

a) Sirkulasi pulmonar

16

Sirkulasi pulmonar dimulai pada arteri pulmonar yang

menerima darah vena yang membawa campuran oksigen dari

ventrikel kanan. Aliran darah yang melalui sistem ini bergantung

pada kemampuan pompa ventrikel kanan, yang mengeluarkan darah

sekitar 4-6 liter / menit. Darah mengalir dari arteri pulmonar melalui

arteriol pulmonar ke kapiler pulmonar tempat darah kontak dengan

membran kapiler-alveolar dan berlangsung pertukaran gas

pernapasan. Darah yang kaya oksigen kemudian bersirkulasi melalui

venula pulmonar dan vena pulmonar kembali ke atrium kiri.

b) Distribusi

Dinding pembuluh darah pulmonar lebih tipis daripada dinding

pembuluh darah di dalam sirkulasi sistemik dan berisi lebih sedikit

otot halus karena tekanan dan tahanan yang rendah. Paru-paru

menerima curah jantung total dari ventrikel kanan dan tidak

meneruskan aliran darah dari satu daerah ke daerah lain, kecuali pada

kasus hipoksia alveolar.

3) Pertukaran gas pernapasan

Gas pernapasan mengalami pertukaran di alveoli dan kapiler

jaringan tubuh. Oksigen ditransfer dari paru-paru ke darah dan

karbondioksida di transfer dari darah ke alveoli untuk dikeluarkan

sebagai produk sampah. Pada tingkat jaringan, oksigen ditransfer dari

darah ke jaringan, dan karbon dioksida ditransfer dari jaringan ke darah

untuk kembali ke alveoli dan dikeluarkan. Transfer ini tergantung pada

proses difusi.

17

Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan

konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih

rendah. Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler alveolar dan

kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membran. Pernapasan

dikontrol oleh pusat pernapasan di medulla oblongata. Akumulasi

karbon dioksida didalam darah menstimulasi kemoreseptor di arteri-

arteri besar. Impuls dihantarkan oleh saraf vagus dan saraf

glosofaringeus ke pusat pernapasan, dari pusat pernapasan oleh saraf

frenik ke diafragma dan oleh saraf interkosta ke otot interkosta. Impuls

ini menyebabkan otot berkontraksi dan terjadilah inspirasi.

Berbagai faktor yang mempengaruhi pernapasan diantaranya suhu

darah dan impuls sensori dari reseptor termal kulit dan reseptor nyeri

profunda atau superfisial :

a) Stimulus nyeri hebat mendadak menghasilkan refleks apnea, tetapi

stimulus nyeri hebat yang berkelanjutan menyebabkan respirasi lebih

cepat dan lebih dalam.

b) Stimulus dingin mendadak yang diberikan pada kulit menyebabkan

refleks apnea.

c) Stimulus faring dan laring oleh iritan kimia atau sentuhan

menyebabkan apnea temporer.

Frekuensi pernapasan normal setiap menit:

a) Bayi : 30 - 40 kali / menit

b) Anak : 20 - 30 kali / menit

c) dewasa : 16 - 20 kali / menit

18

d) lansia : 14 - 16 kali / menit (Syaifuddin, 2006).

3. Etiologi

Adapun penyebab dari efusi pleura adalah sebagai berikut :

a) Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.

b) Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan

perikarditis.

c) Penyakit pada abnomen,seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom meigs.

d) Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial, dan parasit.

e) Trauma (Price, 2005).

4. Patofisiologi

Tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga

pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura terbentuk secara lambat sebagai

filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan

tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial dan submesotelial, kemudian

melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Proses penumpukan cairan

dalam ronga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang

disebabkan oleh kuman fiogenik akan terbentuk pus atau nanah, sehingga terjadi

empiema / piothoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura

dapat menyebabkan hemothorks.

Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya elveoli dekat pleura

perietelis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura. Proses ini sering

disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang

elastis lagi seperti pada emfisema paru (Hadi, 2010).

19

5. Manifestasi Klinis

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit

dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada

pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk.

Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan

menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan

bunyi nafas  minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak

daat diperkusi. Egofani akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea menjauhi

tampat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleura yang

signifikan. Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja

tidak terjadi.

Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound,

pemeriksaan fisik, dan torokosentesis. Cairan pleura dianalisis dengan kultur

bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk tuberkolosis), hitung sel darah

merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amilase, laktat dehidrogenase

(LDH), protein), analisi sitologi untuk sel – sel maligna, dan pH. Biopsi pleura

mungkin juga dilakukan (Hadi, 2010).

6. Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

(1) Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan

terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan efusi lebih dari

300 ml. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.

20

(2) Pemeriksaan CT Scan dada untuk mengetahui perbedaan densitas cairan

dengan jaringan sekitarnya sehingga memudahkan dalam menentukan

adanya efusi pleura.

(3) pemeriksaan ultrasonografi pleura dapat menentukan adanya cairan

dalam rongga pleura.

b) Pemerisaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium : analisis cairan efusi yang diambil lewat

torakosentesis (Corwin, 2009).

7. Penatalaksanaan medis

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa

inkubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau

bila empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Sebelumnya dapat

dibantu dengan irigasi cairan garam fisioligis atau larutan anti septi (betadine).

Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tapi akan tidak berarti

bila tidak diiringi dengan pengeluaran cairan yang adekuat. Untuk mencegah

terjadinya efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodosis yakni

melengketkan pleura viselaris dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah

tetraciclin, bleomycin, corinebacterium parfum

Torasintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan

specimen guna keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dispnea. Namun

bila penyebab dasar adalah malignasi, efusi dapat terjadi kembali dengan

beberapa hari atau minggu. Torasintesis berulang mengakibatkan nyeri,

penipisan protein dan elektrolit, dan kandungan pneumothoraks. Dengan

pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan kesistim drainase

21

water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan

paru.

WSD adalah alat yang dipasang pada pasien traumathoraks yang

bertujuan nutuk mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul dirongga pleura

(Corwin, 2009).

8. Komplikasi

a. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang

baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura

viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas

dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan

yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu

dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.

b. Atalektasis

Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang

disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.

c. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat

paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan

jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan

peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat

menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan

fibrosis.

22

d. Kolaps Paru

Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan

ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar

dan mengakibatkan kolaps paru (Corwin, 2009).

9. Dampak efusi pleura terhadap sistem tubuh

Penyakit bronkopneumonia dapat berpengaruh terhadap berbagai sistem

tubuh diantaranya :

a. Sistem pernapasan

Adanya infeksi pada bronkus akan mengaktifkan respon imun dan

peradangan, sehingga dapat terjadi pembengkakan dan edema jaringan pada

area yang terinfeksi. Reaksi peradangan tersebut dapat menyebabkan

terjadinya peningkatan pembentukan sekret/lendir pada bronkus dan saluran

pernapasan lain. Hal tersebut akan mengakibatkan adanya dispnea,

pernapasan cepat dangkal, pernapasan cuping hidung, batuk produktif dan

bunyi ronchi

b. Sistem persarafan

Pusat pernapasan (medula oblongata) merespon reaksi sesak dengan

meningkatkan kerja otot-otot pernapasan, sehingga berpengaruh terhadap

RAS (Retilularis Aktivity System) yamg menyebabkan klien tetap terjaga.

Invasi kuman pada saluran pernapasan yang menimbulkan rekasi peradangan

sehingga merangsang pengeluaran serotonim, raditinin dan enzim proteulitik

kemudian merangsang impuls sarap sekitar yang dihantarkan ke thalamus

dan korteks serebri sehingga nyeri depresepsikan

23

c. Sistem kardiovaskuler

Kapasitas vital dan compliance paru yang menurun, dan aliran darah

mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/ shunt kanan ke kiri dengan

ventilasi perousi yang mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia, dan kerja

jantung mengalami peningkatan menyebabkan nadi kuat dan cepat sera

tekanan darah meningkat

d. Sistem pencernaan

Penurunan suplai oksigen ke otak merangsang nervus dalam

menyampaikan refleksi lokal ke vaso, impuls dibawa ke medula oblongata

lalu dihantarkan ke efferent thalamus bagian medial sebagai pusat kenyang

maka terjadi anoreksia dan berat badan yang menurun. (Price, 2005).

e. Sistem muskuloskeletal

Penurunan suplai oksigen ke jaringan akan menghambat

pembentukan ATP dan ADP sehingga menyebabkan kurangnya energi dan

terjadi kelemahan otot

f. Sistem perkemihan

Reaksi radang menyebabkan demam, sehingga terjadi diaforesis,

proses diaforesis menyebabkan peningkatan dalam pelepasan Anti Diuretik

Hormon dari hifosis sehingga aliran darah medula menurun hipertonisitas

interstisial meningkat menyebabkan hipernatremia, urin kental warnanya

lebih pekat

g. Sistem integumen

Apabila sejumlah besar hemogoblin dalam darah tidak berikatan

maksimum dengan molekul oksigen maka mengakibatkan terjadinya

24

sianosis. Proses infeksi pada saluran pernapasan akan menimbulkan reaksi

peradangan seperti demam dan diaporesis (Price, 2005).

B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam

praktek keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving

yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk

memenuhi kebutuhan klien/keluarga

Tujuan proses keperawatan secara umum adalah untuk membuat kerangka

konsep berdasarkan kebutuhan individu, keluarga dan masyarakat sehingga dapat

terpenuhi

Proses keperawatan terdiri dari pengkajian (assessment), perumusan diagnosa

keperawatan, perencanaan (nursing care plan), tindakan keperawatan (nursing

intervention), evaluasi (nursing evaluation). Beberapa ahli keperawatan

menyatakan bahwa proses keperawatan mempunyai 5 lima tahapan dengan

menambahkan diagnosa keperawatan. Pada karya tulis ini penulis menggunakan

metode proses keperawatan dengan 5 lima tahap (Basford & Slevin, 2006).

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber

data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Basford

& Slevin, 2006).

25

a. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan adalah data objektif dan subjektif, data

subjektif didapat dengan cara interview/wawancara sedangkan data objektif

didapat dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

Adapun data yang dikumpulkan antara lain :

1) Indentitas

a) Identitas klien

Identits klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status agama,

suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah

sakit, tanggal pengkajian, nomor register dan diagnosa medik.

b) Identitas penanggung jawab

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat dan hubungan dengan klien

2) Riwayat kesehatan

a) Riwayat sebelum masuk rumah sakit

Pada umumnya masuk rumah sakit dengan keluhan sesak yang

dirasakan sebelum masuk rumah sakit, sehingga klien dibawah ke

rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang secepatnya.

b) Keluhan utama

Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian.

Pada anak dengan efusi pleura keluhan utama adalah seperti sesak,

c) Riwayat keluhan utama

Merupakan informasi mengenai hal-hal yang menyebabkan

klien mengalami keluhan, hal apa saja yang mendukung dan

mengurangi, kapan, dimana dan seberapa jauh keluhan tersebut

26

dirasakan klien. Hal tersebut dapat diuraikan dengan metode

PQRST.

Paliative/Provokatif : Apa yang menyababkan gejala sesak

meningkat, biasanya disebabkan oleh

peningkatan sputum dijalan napas.

Qualitatif/Quantitatif : Bagaimana tingkat keparahan keluhan

sesak dirasakan dan sejauh mana gejala

dirasakan

Region/ Radiasi : Lokas keluhan yang dirasakan, Pada

penderita merasakan sesak pada dadanya

Skala/Severity : Tingkat keparahan dari keluhan yang

dirasakan, pada rentang nilai berapa sesak

terjadi. Pada penderita keluhan yang

dirasakan sangat mengganggu aktivitas

keseharian, dimana pernapasan cepat yaitu

lebih dari 30-40 x/menit.

Timing : Kapan gejala mulai timbul, seberapa

sering gejala yang dirasakan, tiba-tiba atau

bertahap. Seberapa lama gejala dirasakan.

Pada penderita keluhan dirasakan pada

saat melakukan aktivitas.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Pada pasien biasanya adanya riwayat infeksi saluran pernapasan

sebelumnya seperti batuk, pilek, demam, anoreksia, sukar menelan,

27

mual dan munta, riwayat penyakit yang berhubungan dengan

pernapasan cuping hidung, cepat dang dangkal

4) Riwayat kesehatan keluarga

Dengan menggunakan genogram tiga generasi dapat memperoleh

informasi mengenai kesehatan keluarga, seperti apakah dalam keluarga

klien ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien, apakah

ada yang mengalami penyakit menular, apakah ada yang mempunyai

penyakit keturunan.

5) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis guna memperoleh data

tentang klien. Yang dikaji pada klien dengan kasus efusi pleura meliputi

beberapa cara yaitu : inspeksi, auskultsi, palpasi dan perkusi.

Hal-hal yang perlu dikaji atau diperiksa adalah :

a) Keadaan umum : biasanya lemah

b) Kesadaran : composmentis

c) Tanda-tanda vital

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah

meningkat apabila anak menangis, pernapasan 30 – 60 x/menit, suhu

aksila 36,5 0C – 37 0C, nadi apikal 120 – 140 x/menit.

d) Sistem pernapasan.

Bentuk dan kesimetrian pergerakan dada, adanya retraksi dinding

dada atau tidak, kaji frekuensi pernapasan, irama pernapasan dan

bunyi paru. Pada klien efusi pleura biasanya ditemukan bunyi ronchi

saat auskultasi, adanya retaksi dinding dada, frekuensi napas lebih

28

dari 40 kali permenit, pernapasan cuping hidung, biasanya

ditemukan sianosis akibat kurangnya suplai oksigen kejaringan.

e) Sistem kardiovaskuler

Kaji adanya suara tambahan atau tidak saat auskultasi dan diperkusi.

Pada klien anak dengan efusi pleura biasanya tidak ditemukan suara

tambahan,

f) Sistem pencernaan

Pada klien dengan efusi pleura biasanya ditemukan nafsu makan

menurun, ketidakmampuan untuk makan karena distensi pernapasan,

penurunan berat badan, turgor kulit buruk.

g) Sistem indera

Yang perlu dikaji pada pasien efusi pleura adalah fungsi

pengindaraan baik serta tidak adanya nyeri tekan. Pada bayi baru

lahir sistem ini belum sempurnanya berfungsi, sehingga belum

diketahui apakah ada gangguan atau tidak, Konjungtiva pada klien

dengan biasanya tampak pucat akibat intake nutrisi yang tidak

adekuat.

h) Sistem muskuloskeletal

Yang perlu dikaji adalah apakah simetris kiri dan kanan, apakah

terdapat nyeri tekan atau tidak, apakah ada edema atau tidak,

biasanya pasien nampak terpasang infus pada tangan kanan atau kiri.

pada pasien tidak terdapat gangguan pada sistem ini.

i) Sistem integumen

29

Yang perlu dikaji adalah warna kulit, keadaan kulit. Pada paien efusi

pleura nampak pucat akibat kekurang oksigen.

j) Sistem endokrin

Yang perlu dikaji adalah apakah terjadi pembesaran kelenjar thyroid

atau tidak. Pada pasien efusi pleura tidak terdapat gangguan.

k) Sistem perkemihan

Yang perlu dikaji adalah apakah ada kesulitan dalam berkemih. Pada

pasien efusi pleura biasanya tidak ada kesulitan dalam berkemih,

warna urine jernih, tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas pada

palpasi ginjal.

l) Sistem reproduksi

Yang perlu dikaji adalah meatus uretra normal atau tidak, apakah

ada kesulitan miksi, apakah terjadi nyeri tekan atau tidak. Biasanya

pada pasien efusi pleura tidak ditemukan gangguan.

6) Pola aktivitas sehari-hari

a) Nutrisi : Terjadi perubahan dan adanya masalah dalam memenuhi

kebutuhan nutrisi karena rasa sesak dan kurang nafsu makan

b) Eliminasi : tidak terjadi perubahan pola eliminasi

c) Personal hygiene : Karena adanya penurunan kemampuan atau

peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.

d) Aktivitas dan olahraga : Pada klien dengan bronchopneumonia

terjadi kelelahan, kelemahan, malaise, ketidakmampuan melakukan

aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, mudah lelah ataupun

30

intoleran terhadap aktivitas. Tidak dapat melakukan olahraga karena

sesak.

e) Istirahat dan tidur : Terjadi kesulitan tidur pada malam hari karena

batuk, sesak, demam dan berkeringat.

f) Aktivitas sehari-hari : seperti kegiatan olah raga.

7) Data psikososial

Dapat dijumpai ketidakstabilan emosi klien terhadap penyakitnya,

pasien menyatakan adanya perubahan citra diri, rasa takut

penolakan/reaksi orang lain dan perasaan negatif tentang tubuh, serta

adanya rasa cemas/ansietas dan kurang pengetahuan. Klien biasanya

menjadi tidak peduli dan lebih banyak diam akan lingkungan sekitarnya

karena malu terhadap keadaan penyakitnya.

8) Data penunjang

a) Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui

sela iga.

b) Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).

c) Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah

aspirasi.

d) Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen

(analisis), menghilangkan dispnea.

e) Water seal drainage (WSD)

f) Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan

gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 –

1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya

31

edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran

cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.

g) Antibiotika jika terdapat empiema.

h) Operatif.

9) Penatalaksanaan medis

b. Pengelompokan data

Pengelompokkan data adalah pengelompokan data-data klien atau

keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau

keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data

dikelompokkan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan

klien dengan merumuskanya

Adapun data dikelompokkan berdasarkan data subyektif dan obyektif

sebagai berikut :

1) Data subyektif

Data subyektif adalah data yang diperoleh dari pengkajian yang menurut

ungkapan yang dirasakan klien.

2) Data obyektif :

Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui keadaan fisik klien

serta melalui pengkajian fisik meliputi palpasi, inspeksi, auskultasi dan

perkusi.

c. Analisa data

Analisa data adalah proses intelektual yaitu kegiatan mentabulasi,

menyelidiki, mengklasifikasi dan mengelompokkan data serta

mengaitkannya untuk menentukan kesimpulan dalam bentuk diagnosa

keperawatan, biasanya ditemukan data subjektif dan data objektif.

32

Pembuat analisa data terdiri dari tiga, yaitu :

1) Problem/masalah adalah kesimpulan dari data-data yang sudah

dikumpulkan yang di atur sesuai dengan rasional.

2) Etiologi adalah penyebab suatu masalah yang saling berkaitan dan dan

secara tersusun.

3) Symptom atau data adalah hasil suatu pelaksanaan pengkajian yang telah

dilakukan (Basford & Slevin, 2006).

d. Prioritas masalah

Setelah masalah dianalisa diprioritaskan sesuai dengan kriteria

prioritas masalah untuk menentukan masalah yang harus segera diatasi.

(1) Masalah yang dapat mengancam jiwa klien

(2) Masalah aktual

(3) Masalah potensial atau resiko tinggi (Basford & Slevin, 2006).

2. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yaitu pernyataan yang merupakan respon insani

(status kesehatan atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) individu atau

kelompok, dimana perawat dapat membuat pernyataan resmi dan intervensi yang

pasti demi kelestarian status kesehatan atau mengurangi dan menghilangkan,

mencegah perubahan-perubahan (Basford & Slevin, 2006).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan efusi pleura

adalah :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi

trakeabronkhial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri

pleuretik, penurunan energi, kelemahan.

33

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

alveolar-kapiler (efek inflamasi).

c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler

terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan

metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.

e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum, kelelahan yang berhubungan

dengan gangguan pola tidur, ketidak nyamanan batuk berlebihan dan

dispnea.

f. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.

g. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan

ketidakadekuatan pertahanan utama.

3. Perencanaan

Perencanaan adalah acuan tertulis sebagai intervensi keperawatan yang

direncanakan dapat mengatasi diagnosa keperawatan sehingga klien dapat

terpenuhi kebutuhan dasarnya (Basford & Slevin, 2006).

Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien

dengan efusi pleura maka perencanaan yang akan dilakukan untuk masing-

masing diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakea

bronkhial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri

pleuretik, penurunan energi, kelemahan.

34

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukan perilaku mencapai

bersihan jalan napas.

Dengan kriteria hasil :

1) Menunjukan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih.

2) Tidak ada dispnea sianosis.

Tabel 2. Intervensi dan rasional bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakhea bronkhial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuretik, penurunan energi dan kelemahan.

Intervensi Rasional1. Kaji frekuensi dan kedalalaman

pernapasan dan gerakan dada. (respirasi normalnya 20 – 30 kali/menit).

2. Auskultasi area paru, cacat area penurunan/tidak ada aliran darah dan bunyi napas adventus misal krekels, mengi.

3. Penghisapan sesuai indikasi.

4. Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterafi dan misal perkusi, drainase postural.

5. Berikan obat sesuai indikasi : mukolotik ekspetoran, bronkodilator, analgesik.

6. Berikan cairan tambahan, (cairan tambahan biasanya diberikan campuran antara dektrose 5% dan NaCL 0.9%

7. Awasi seri sinar X dada, GDA nadi oksimetri.

8. Bantu bronkoskopi / torasentesis bila diindikasikan.

Takpinea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena ketidaknymanan gerakan dinding dan atau cairan paru.

Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkhial (normal pada bronkus) dapat juga pada area konsolidasi.

Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan timgkat kesadaran.

Memudahkan dalam pengenceran dan pembuangan sekret.

Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan menurunkan produksi sekret.

Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan cairan dan memobilisasi sekret.

Mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit dan memudahkan pilihan terapi yang diperlukan.

Kadang-kadang diperlukan untuk membuang perlengketan mukosa, mengeluarkan sekresi parulen atau mencegah atelektasis

35

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

alveolar-kapiler (efek inflamasi).

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukan perbaikan ventilasi dan

oksigenasi jaringan dalam rentang normal dan tidak ada distres pernapasan.

Dengan kriteria hasil :

1) Klien tidak sesak.

2) Tidak ada pernapasan cuping hidung.

Tabel 3. Intervensi dan rasional kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi).

Intervensi Rasional1. Kaji frekuensi kedalaman dan

kemudahan bernapas (respirasi normalnya 30-50 x/menit).

2. Obeservasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sektral (sirkumoral).

3. Kaji status mental.

4. Awasi frekuensi jantung atau irama.

5. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi, bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil, misal :kompres hangat

6. Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi tidur semi fowler).

7. Observasi penyimpangan kondisi, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran dispnea berat, gelisah.

8. Berikan terapi oksigenasi 1-2 liter/ menit.

9. Awasi GDA dan nadi oksimentri.

Manisfestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi dekat keterlibatan paru dan status kesehatan klien.

Sianosis kuku menunjukan vasokontriksi atau respons tubuh terhadap demam/menggigil.

Gelisah mudah terangsang bingung dan somnolen dapat menunjukan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebal.

Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respon terhadap hipoksemia.

Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial influenza) sangat mengakibatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen.

Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.

Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan membutuhkan intervensi medik segera.Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 61 mmHg.

Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.

36

c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler

terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam beberapa hari menyatakan

nyeri hilang/terkontrol.

Dengan kriteria hasil :

1) Menunjukan rilex,

2) Istirahat / tidur

3) Peningkatan aktivitas yang tepat

Tabel 4. Intervensi dan rasional nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.

Intervensi Rasional1. Tentukan karakteristik nyeri misal :

tajam konstan, ditusuk. Selidiki perubahan lokasi/intensitas nyeri.

2. Pantau tanda vital.

3. Berikan tindakan nyaman, misal : pijatan punggung, perubahan posisi dengan cara di gendong oleh orang tuanya.

4. Lakukan pembersihan mulut dengan sering.

5. Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.

Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada bropneumonia, timbul komplikasi perkarditus dan endokarditis.

Perubahan frekuensi jantung atau tekanan darah menunjuk kan bahwa pasien mengalami nyeri.

Tindakan nonalgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terafi analgesik.

Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membrane mukosa, potensial ketidaknyamanan umum

Dapat menekan batuk non produktif/ proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/ istirahat umum.

d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan

metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam beberapa hari menunjukan

peningkatan nafsu makan.

37

Dengan kriteria hasil :

1) Mempertahankan / meningkatkan berat badan.

Tabel 5. Intervensi dan rasional nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan peningkatan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.

Intervensi Rasional1. Identifikasi faktor yang

menimbulkan mual/muntah misal : sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat nyeri.

2. Bantu kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan drainase postural, dan sebelum makan.

3. Jadwalkan pengobatan sedikitnya 1 jam sebelum makan.

4. Auskultasi bunyi usus. Observasi palpasi distensi abdomen (bising usus normalnya 4-12 kali/menit).

5. Evaluasi status nutrisi umum ukur berat badan dasar.

6. Barikan makan porsi kecil dan sering.

Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.

Meningkatkan rasa bau dari lingkungan pasien, dapat menurunkan mual dan menjaga kebersihan mulut.

Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini.

Bunyi usus mungkin menurun/ tidak ada bila proses infeksi berat/. Distensi abdomen terjaid sebagai akibat menelan udara atau menunjukan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastrointestinal.

Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.

Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, dan atau/ lambatnya respons terhadap terapi.

e. Intoleransi aktivitas berhungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen, gangguan pola tidur, ketidak nyamanan batuk berlebihan

dan dispnea.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam beberapa hari menunjukan

peningkatan toleransi terhadap aktivitas

Dengan kriteria hasil :

1) Tidak adanya dispnea

2) Kelemahan berlebihan

3) Tanda vital dalam rentang normal.

38

Tabel 6. Intervensi dan rasional intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, gangguan pola tidur, ketidaknyamanan batuk berlebihan dan dispneu.

Intervensi Rasional1. Bantu aktivitas perawatan diri yang

diperlukan.

2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.

3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.

4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atur tidur

5. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.

Menetapkan kemampuan kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.

Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.

Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metaboli, menghemat energi untuk penyembuhan.

Pasien mungkin nyaman dengan kepala dingin.

Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

f. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam beberapa hari menunjukan

keseimbangan cairan

Dengan kriteria hasil :

1) Membran mukosa lembab

2) Turgor kulit baik

3) Pengisian kapiler cepat

4) Tanda vital stabil.

Tabel 8. Intervensi dan rasional resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.

Intervensi Rasional1. Beri obat sesuai indikasi, misal :

antipiretik, antiemetik.

2. Kaji turgor kulit, kelembaban

Peningkatan suhu/ memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan malalui evaporasi.

Indikator keadekuatan volume cairan,

39

membran mukosa (bibir, lidah).

3. Catat laporan mual/muntah.

4. Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi.

5. Kaji perubahan tanda vital (peningkatan suhu/ demam memanjang, (suhu normal 36,5-37,5oC) takikardia, (normal nadi 120-160 kali/menit) hipotensi ortostastik).

6. Barikan cairan tambahan IV sesuai keperluan, (cairan tambahan biasanya diberikan campuran antara dektrose 5% dan NaCL 0.9%

meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.

Adanya gejala ini menurunkan masukan oral.

Memberikan informasi tentang keadekuatan volume ciran dan kebutuhan penggantian.

Berguna menurunkan kehilangan cairan.

Pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat memperbaiki/ mencegah kekurangan

g. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan

ketidakadekuatan pertahanan utama

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam beberapa hari mengurangi

resiko penyebaran infeksi.

Kriteria hasil :

1) Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi,

2) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah dan menurunkan resiko

infeksi.

Tabel 9. Intervensi dan rasional resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama.

Intervensi Rasional1. Pantau vital dengan ketat, khususnya

selama awal terapi

2. Batasi pengunjung sesuai indikasi

3. Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual.

Selama periode waktu ini resiko komplikasi fatal (hypotensi/syok) dapat terjadi..

Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.

Memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tahanan alamiah.

40

4. Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas dengan aktivitas sedang, tingkatan masukan nutrisi adekuat.

5. Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum dan darah, misalnya penisilin, eritromisin.

Tanda perbaikan kondisi harus terjadi dalam 44-48 jam.

Obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan mikrobakterial pneumonia

4. Implementasi

Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana

keperawatan meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan, melaksanakan

anjuran-anjuran dokter dan menjalankan ketentuan-ketentuan rumah sakit.

Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah ditetapkan

dengan harapan mengatasi masalah yang dihadapi klien. Catatan yang dibuat

dalam implementasi merupakan sumber yang ditujukan untuk evaluasi

keberhasilan tindakan perawatan yang telah direncanakan sebelumnya

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan

yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan

ditunjukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang

telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,

pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Basford & Slevin, 2006).

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk

menilai kemajuan atau kemunduran kesehatan setelah dilakukan asuhan

keperawatan. Evaluasi bisa diambil dari respon yang ada, bentuk catatan

perkembangan yang perawat lakukan selama tiga hari

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP

sebagai pola pikir yaitu sebagai berikut:

41

S : Respon subjektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.

O: Respon objektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.

A: Analisa ulang atas data subjektif dan data objektif untuk menyimpulkan

apakah masalah masih tetap atau ada masalah baru atau mungkin terdapat

data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.

P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon.

Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan

yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi

aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan

keperawatan. Sedangkan evaluasi sumantif adalah evaluasi hasil terhadap

perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan

klien dan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang

telah di tentukan

Pada asuhan keperawatan klien dengan efusi pleura harus dievaluasi

tujuan dari setiap diagnosa keperawatan sehingga dapat dibuat penilaian apakah

masalah teratasi, teratasi sebagian, atau belum teratasi sesuai dengan pencapaian

kriteria hasil yang telah ditentukan pada tujuan berdasarkan diagnosa. Hal ini

harus dievaluasi untuk kasus efusi pleura ini diantaranya adalah keefektifan jalan

napas, keefektifan pola napas, keadekuatan pertukaran gas, keseimbangan

cairan, kecemasan orang tua anak, pengetahuan orang tua, toleransi aktivitas

klien, dan keadekuatan nutrisi (Basford & Slevin, 2006).