Bab ii..
-
Upload
septian-muna-barakati -
Category
Devices & Hardware
-
view
115 -
download
0
Transcript of Bab ii..
9
BAB II
TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN : EFUSI PLEURA
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai
15ml) berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Hadi, 2010).
Efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang
terletak dipermukaan visral dan periental, adalah proses penyakit primer yang
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terdapat penyakit
lain. Secara normal, ruang pleura mengundang sejumlah kacil cairan (5 sampai
15 ml) berfungsi sebagai pelumas yang memunginkan permukaan pleural
bergerak tanpa adanya friksi (Price, 2005).
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis
(Muttaqin, 2008)
9
10
2. Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan
tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari
metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
a. Anatomi sistem pernapasan
Gambar 1. Anatomi sistem pernapasan (Syaifuddin, 2006).
Secara sistematis sistem pernapasan dibagi menjadi saluran
pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Saluran pernapasan atas
terdiri atas hidung, faring dan laring. Sedangkan saluran pernapasan bawah
terdiri atas trakea, semua segmen dari percabangan bronkus
1) Saluran pernapasan atas
a) Hidung
Hidung terdiri atas bagian internal dan eksternal. Bagian
eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan
11
kartilago. Nares anterior (lubang hidung) merupakan ostium sebelah
luar dari rongga hidung.
Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang
dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi
vertikal yang sempit, yang disebut, septum. Masing-masing rongga
hidung dibagi menjadi tiga saluran oleh penonjolan turbinasi (juga
disebut konka) dari dinding lateral. Rongga hidung dilapisi dengan
membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang
disebut mukosa hidung. Lendir disekresikan secara terus menerus
oleh sel-sel goblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan
bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia.
Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke
dan dari paru-paru. Jalan napas ini berfungsi sebagai penyaring
kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup
ke dalam paru-paru. Hidung bertanggung jawab terhadap olfaktori
(penghidup) karena reseptor olfaksi terletak dalam mukosa hidung.
Fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia.
b) Faring
Faring atau tenggorok adalah tuba muscular yang terletak di
posterior rongga nasal dan oral dan di anterior vertebrata
servikal.Bagian sebelah atas faring dibentuk oleh badan tulang
sfenoidalis dan bagian dalam berhubungan dengan esophagus Secara
deskriptif, faring dapat dibagi menjadi tiga segmen yaitu:
12
(1) Nasofaring adalah saluran yang hanya dilewati oleh udara, tetapi
bagian lainnya dapat dilalui baik oleh udara maupun makanan,
namun tidak untuk keduanya pada saat yang bersamaan.
(2) Orofaring adalah bagian faring yang dapat terlihat pada saat
mulut terbuka dengan lebar dan
(3) Laringofaring adalah bagian paling inferior dari faring yang
membuka kearah anterior ke dalam laring dan ke arah posterior
ke dalam esofagus.
c) Laring
Laring, atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang
menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk
memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan
napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
Laring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :
(1) Epiglotis, daun katup kartilago yang menutupi ostium kearah
laring selama menelan
(2) Glotis, ostium antara pita suara dalam laring
(3) Kartilago tiroid, kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari
kartilago ini membentuk jakun
(4) Kartilago trikoid, satu satunya cincin kartilago yang komplit
dalam laring
(5) Kartilago aritenoid, digunakan dalam gerakan pita suara dengan
kartilago tiroid
13
(6) Pita suara, ligament yang dikontrol oleh gerakan otot yang
menghasilkan bunyi suara : pita suara melekat pada lumen laring
(Syaifuddin, 2006).
2) Saluran pernapasan bawah
a) Trakhea
Trakhea adalah saluran udara tubular yang mempunyai
panjang sekitar 10-13 cm dengan lebar sekitar 2,5 cm. Trakhea
terletak di depan esophagus dan saat palpasi teraba sebagai struktur
yang keras dan kaku, tepat di permukaan anterior leher.
Trakhea terdiri dari 16-20 kartilago berbentuk C yang
dihubungkan oleh jaringan fibrosa. Konstruksi trakea sedemikian
rupa sehingga tetap terbuka pada semua posisi kepala dan leher.
b) Bronkhial dan alveoli
Ujung distal trakea membagi menjadi bronki primer kanan
dan kiri yang terletak di dalam rongga dada. Di dalam paru-paru
masing-masing bronkhus primer sedikit memanjang dari trakhea
kearah paru-paru membentuk cabang menjadi bronkhus sekunder,
meski perpanjangan ini tidak simetris.
Fungsi percabangan bronkhial untuk memberikan saluran bagi
udara antara trakhea dan alveoli. Sangat penting artinya untuk
menjaga agar jalan udara ini tetap terbuka dan bersih. Unit fungsi
paru atau alveoli berjumlah sekitar 300 sampai 500 juta di dalam
paru-paru pada rata-rata orang dewasa. Fungsinya sebagai satu-
14
satunya tempat pertukaran gas antara lingkungan eksternal dan aliran
darah.
c) Paru-paru
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut
dan letaknya di dalam rongga dada atau toraks. Kedua paru-paru
saling terpisah oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apeks
dan basis. Pembuluh darah paru-paru dan bronkial, saraf dan
pembuluh limfe memasuki tiap paru-paru pada bagian hilus dan
membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar dari pada
paru-paru kiri dan dibagi menjadi tinga lobus oleh fisura interlobaris.
Paru-paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus tersebut dibagi lagi
menjadi beberapa segmen seusai dengan segmen brokusnya. Paru-
paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru kiri dibagi
menjadi 9 (Price, 2005).
b. Fisiologi sistem pernapasan
Proses fisiologi pernapasan di mana oksigen dipindahkan dari udara
ke dalam jaringan jaringan dan karbon dioksida dikeluarkan ke udara
ekspirasi dapat dibagi enjadi tigas stadium.
Peran sistem pernapasan adalah untuk mengelolah pertukaran oksigen
dan karbon dioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan oleh semua
sel untuk menghasilkan sumber energy, adenosine trifosfat (ATP). Karbon
dioksida dihasilkan oleh sel-sel yang secara metabolis aktif dan membentuk
suatu asam yang harus dibuang dari tubuh. Untuk melakukan pertukaran gas,
15
sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama. Sistem
kardiovaskular bertanggung jawab untuk perfusi darah melalui paru. Sistem
pernapasan melakukan dua fungsi terpisah yaitu : ventilasi dan respirasi.
1) Ventilasi
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik
dari otot-otot. Dinding toraks berfungsi sebagai penghembus. Perubahan
tekanan intrapleura dan tekanan intrapulmonar (saluran udara) dan
perubahan volume paru-paru selama ventilasi. Selama inspirasi, volume
toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot yaitu otot stemokleidomastoideus mengangkat
sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus
mengangkat iga. Toraks membesar ke tiga arah: anteroposterior, lateral
dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan
intrapleura, dari sekitar -4 mmHg (relatif tehadap tekanan atmosfer)
menjadi sekitar -8 mmHg bila paru-paru mengembang pada waktu
inspirasi. Pada saat yang sama tekanan intrapulmonal atau tekanan
saluran udara menurun sampai sekitar 0 mm Hg pada waktu mulai
inspirasi (Syaifuddin, 2006).
2) Perfusi
Fungsi utama sirkulasi paru adalah mengalirkan darah ke dan dari
membran kapiler alveoli sehingga dapat terjadi pertukaran gas.
Pada perfusi ada dua bagian yang penting yaitu :
a) Sirkulasi pulmonar
16
Sirkulasi pulmonar dimulai pada arteri pulmonar yang
menerima darah vena yang membawa campuran oksigen dari
ventrikel kanan. Aliran darah yang melalui sistem ini bergantung
pada kemampuan pompa ventrikel kanan, yang mengeluarkan darah
sekitar 4-6 liter / menit. Darah mengalir dari arteri pulmonar melalui
arteriol pulmonar ke kapiler pulmonar tempat darah kontak dengan
membran kapiler-alveolar dan berlangsung pertukaran gas
pernapasan. Darah yang kaya oksigen kemudian bersirkulasi melalui
venula pulmonar dan vena pulmonar kembali ke atrium kiri.
b) Distribusi
Dinding pembuluh darah pulmonar lebih tipis daripada dinding
pembuluh darah di dalam sirkulasi sistemik dan berisi lebih sedikit
otot halus karena tekanan dan tahanan yang rendah. Paru-paru
menerima curah jantung total dari ventrikel kanan dan tidak
meneruskan aliran darah dari satu daerah ke daerah lain, kecuali pada
kasus hipoksia alveolar.
3) Pertukaran gas pernapasan
Gas pernapasan mengalami pertukaran di alveoli dan kapiler
jaringan tubuh. Oksigen ditransfer dari paru-paru ke darah dan
karbondioksida di transfer dari darah ke alveoli untuk dikeluarkan
sebagai produk sampah. Pada tingkat jaringan, oksigen ditransfer dari
darah ke jaringan, dan karbon dioksida ditransfer dari jaringan ke darah
untuk kembali ke alveoli dan dikeluarkan. Transfer ini tergantung pada
proses difusi.
17
Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan
konsentrasi yang lebih tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih
rendah. Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler alveolar dan
kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membran. Pernapasan
dikontrol oleh pusat pernapasan di medulla oblongata. Akumulasi
karbon dioksida didalam darah menstimulasi kemoreseptor di arteri-
arteri besar. Impuls dihantarkan oleh saraf vagus dan saraf
glosofaringeus ke pusat pernapasan, dari pusat pernapasan oleh saraf
frenik ke diafragma dan oleh saraf interkosta ke otot interkosta. Impuls
ini menyebabkan otot berkontraksi dan terjadilah inspirasi.
Berbagai faktor yang mempengaruhi pernapasan diantaranya suhu
darah dan impuls sensori dari reseptor termal kulit dan reseptor nyeri
profunda atau superfisial :
a) Stimulus nyeri hebat mendadak menghasilkan refleks apnea, tetapi
stimulus nyeri hebat yang berkelanjutan menyebabkan respirasi lebih
cepat dan lebih dalam.
b) Stimulus dingin mendadak yang diberikan pada kulit menyebabkan
refleks apnea.
c) Stimulus faring dan laring oleh iritan kimia atau sentuhan
menyebabkan apnea temporer.
Frekuensi pernapasan normal setiap menit:
a) Bayi : 30 - 40 kali / menit
b) Anak : 20 - 30 kali / menit
c) dewasa : 16 - 20 kali / menit
18
d) lansia : 14 - 16 kali / menit (Syaifuddin, 2006).
3. Etiologi
Adapun penyebab dari efusi pleura adalah sebagai berikut :
a) Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik.
b) Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan
perikarditis.
c) Penyakit pada abnomen,seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom meigs.
d) Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial, dan parasit.
e) Trauma (Price, 2005).
4. Patofisiologi
Tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga
pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura terbentuk secara lambat sebagai
filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan
tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial dan submesotelial, kemudian
melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Proses penumpukan cairan
dalam ronga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang
disebabkan oleh kuman fiogenik akan terbentuk pus atau nanah, sehingga terjadi
empiema / piothoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura
dapat menyebabkan hemothorks.
Proses terjadinya pneumothoraks karena pecahnya elveoli dekat pleura
perietelis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura. Proses ini sering
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang
elastis lagi seperti pada emfisema paru (Hadi, 2010).
19
5. Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit
dasar. Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada
pleuritis, sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk.
Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan
menyebabkan sesak nafas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan
bunyi nafas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak
daat diperkusi. Egofani akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea menjauhi
tampat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleura yang
signifikan. Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja
tidak terjadi.
Keberadaan cairan dikuatkan dengan rontgen dada, ultrasound,
pemeriksaan fisik, dan torokosentesis. Cairan pleura dianalisis dengan kultur
bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam (untuk tuberkolosis), hitung sel darah
merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amilase, laktat dehidrogenase
(LDH), protein), analisi sitologi untuk sel – sel maligna, dan pH. Biopsi pleura
mungkin juga dilakukan (Hadi, 2010).
6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Radiologi
(1) Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan
terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan efusi lebih dari
300 ml. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
20
(2) Pemeriksaan CT Scan dada untuk mengetahui perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya sehingga memudahkan dalam menentukan
adanya efusi pleura.
(3) pemeriksaan ultrasonografi pleura dapat menentukan adanya cairan
dalam rongga pleura.
b) Pemerisaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium : analisis cairan efusi yang diambil lewat
torakosentesis (Corwin, 2009).
7. Penatalaksanaan medis
Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa
inkubasi melalui sela iga. Bila cairan pusnya kental sehingga sulit keluar atau
bila empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif. Sebelumnya dapat
dibantu dengan irigasi cairan garam fisioligis atau larutan anti septi (betadine).
Pengobatan secara sistemik hendaknya segera diberikan, tapi akan tidak berarti
bila tidak diiringi dengan pengeluaran cairan yang adekuat. Untuk mencegah
terjadinya efusi pleura setelah aspirasi dapat dilakukan pleurodosis yakni
melengketkan pleura viselaris dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai adalah
tetraciclin, bleomycin, corinebacterium parfum
Torasintesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan
specimen guna keperluan analisis, dan untuk menghilangkan dispnea. Namun
bila penyebab dasar adalah malignasi, efusi dapat terjadi kembali dengan
beberapa hari atau minggu. Torasintesis berulang mengakibatkan nyeri,
penipisan protein dan elektrolit, dan kandungan pneumothoraks. Dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan kesistim drainase
21
water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasi ruang pleura dan pengembangan
paru.
WSD adalah alat yang dipasang pada pasien traumathoraks yang
bertujuan nutuk mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul dirongga pleura
(Corwin, 2009).
8. Komplikasi
a. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang
baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura
viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan
yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut.
b. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
c. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat
paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan
jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan
peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan
fibrosis.
22
d. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan
ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar
dan mengakibatkan kolaps paru (Corwin, 2009).
9. Dampak efusi pleura terhadap sistem tubuh
Penyakit bronkopneumonia dapat berpengaruh terhadap berbagai sistem
tubuh diantaranya :
a. Sistem pernapasan
Adanya infeksi pada bronkus akan mengaktifkan respon imun dan
peradangan, sehingga dapat terjadi pembengkakan dan edema jaringan pada
area yang terinfeksi. Reaksi peradangan tersebut dapat menyebabkan
terjadinya peningkatan pembentukan sekret/lendir pada bronkus dan saluran
pernapasan lain. Hal tersebut akan mengakibatkan adanya dispnea,
pernapasan cepat dangkal, pernapasan cuping hidung, batuk produktif dan
bunyi ronchi
b. Sistem persarafan
Pusat pernapasan (medula oblongata) merespon reaksi sesak dengan
meningkatkan kerja otot-otot pernapasan, sehingga berpengaruh terhadap
RAS (Retilularis Aktivity System) yamg menyebabkan klien tetap terjaga.
Invasi kuman pada saluran pernapasan yang menimbulkan rekasi peradangan
sehingga merangsang pengeluaran serotonim, raditinin dan enzim proteulitik
kemudian merangsang impuls sarap sekitar yang dihantarkan ke thalamus
dan korteks serebri sehingga nyeri depresepsikan
23
c. Sistem kardiovaskuler
Kapasitas vital dan compliance paru yang menurun, dan aliran darah
mengalami konsolidasi menimbulkan pirau/ shunt kanan ke kiri dengan
ventilasi perousi yang mismatch, sehingga berakibat pada hipoksia, dan kerja
jantung mengalami peningkatan menyebabkan nadi kuat dan cepat sera
tekanan darah meningkat
d. Sistem pencernaan
Penurunan suplai oksigen ke otak merangsang nervus dalam
menyampaikan refleksi lokal ke vaso, impuls dibawa ke medula oblongata
lalu dihantarkan ke efferent thalamus bagian medial sebagai pusat kenyang
maka terjadi anoreksia dan berat badan yang menurun. (Price, 2005).
e. Sistem muskuloskeletal
Penurunan suplai oksigen ke jaringan akan menghambat
pembentukan ATP dan ADP sehingga menyebabkan kurangnya energi dan
terjadi kelemahan otot
f. Sistem perkemihan
Reaksi radang menyebabkan demam, sehingga terjadi diaforesis,
proses diaforesis menyebabkan peningkatan dalam pelepasan Anti Diuretik
Hormon dari hifosis sehingga aliran darah medula menurun hipertonisitas
interstisial meningkat menyebabkan hipernatremia, urin kental warnanya
lebih pekat
g. Sistem integumen
Apabila sejumlah besar hemogoblin dalam darah tidak berikatan
maksimum dengan molekul oksigen maka mengakibatkan terjadinya
24
sianosis. Proses infeksi pada saluran pernapasan akan menimbulkan reaksi
peradangan seperti demam dan diaporesis (Price, 2005).
B. Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam
praktek keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving
yang memerlukan ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan klien/keluarga
Tujuan proses keperawatan secara umum adalah untuk membuat kerangka
konsep berdasarkan kebutuhan individu, keluarga dan masyarakat sehingga dapat
terpenuhi
Proses keperawatan terdiri dari pengkajian (assessment), perumusan diagnosa
keperawatan, perencanaan (nursing care plan), tindakan keperawatan (nursing
intervention), evaluasi (nursing evaluation). Beberapa ahli keperawatan
menyatakan bahwa proses keperawatan mempunyai 5 lima tahapan dengan
menambahkan diagnosa keperawatan. Pada karya tulis ini penulis menggunakan
metode proses keperawatan dengan 5 lima tahap (Basford & Slevin, 2006).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Basford
& Slevin, 2006).
25
a. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan adalah data objektif dan subjektif, data
subjektif didapat dengan cara interview/wawancara sedangkan data objektif
didapat dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Adapun data yang dikumpulkan antara lain :
1) Indentitas
a) Identitas klien
Identits klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, status agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, nomor register dan diagnosa medik.
b) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat dan hubungan dengan klien
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat sebelum masuk rumah sakit
Pada umumnya masuk rumah sakit dengan keluhan sesak yang
dirasakan sebelum masuk rumah sakit, sehingga klien dibawah ke
rumah sakit untuk mendapatkan perawatan yang secepatnya.
b) Keluhan utama
Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian.
Pada anak dengan efusi pleura keluhan utama adalah seperti sesak,
c) Riwayat keluhan utama
Merupakan informasi mengenai hal-hal yang menyebabkan
klien mengalami keluhan, hal apa saja yang mendukung dan
mengurangi, kapan, dimana dan seberapa jauh keluhan tersebut
26
dirasakan klien. Hal tersebut dapat diuraikan dengan metode
PQRST.
Paliative/Provokatif : Apa yang menyababkan gejala sesak
meningkat, biasanya disebabkan oleh
peningkatan sputum dijalan napas.
Qualitatif/Quantitatif : Bagaimana tingkat keparahan keluhan
sesak dirasakan dan sejauh mana gejala
dirasakan
Region/ Radiasi : Lokas keluhan yang dirasakan, Pada
penderita merasakan sesak pada dadanya
Skala/Severity : Tingkat keparahan dari keluhan yang
dirasakan, pada rentang nilai berapa sesak
terjadi. Pada penderita keluhan yang
dirasakan sangat mengganggu aktivitas
keseharian, dimana pernapasan cepat yaitu
lebih dari 30-40 x/menit.
Timing : Kapan gejala mulai timbul, seberapa
sering gejala yang dirasakan, tiba-tiba atau
bertahap. Seberapa lama gejala dirasakan.
Pada penderita keluhan dirasakan pada
saat melakukan aktivitas.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Pada pasien biasanya adanya riwayat infeksi saluran pernapasan
sebelumnya seperti batuk, pilek, demam, anoreksia, sukar menelan,
27
mual dan munta, riwayat penyakit yang berhubungan dengan
pernapasan cuping hidung, cepat dang dangkal
4) Riwayat kesehatan keluarga
Dengan menggunakan genogram tiga generasi dapat memperoleh
informasi mengenai kesehatan keluarga, seperti apakah dalam keluarga
klien ada yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien, apakah
ada yang mengalami penyakit menular, apakah ada yang mempunyai
penyakit keturunan.
5) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis guna memperoleh data
tentang klien. Yang dikaji pada klien dengan kasus efusi pleura meliputi
beberapa cara yaitu : inspeksi, auskultsi, palpasi dan perkusi.
Hal-hal yang perlu dikaji atau diperiksa adalah :
a) Keadaan umum : biasanya lemah
b) Kesadaran : composmentis
c) Tanda-tanda vital
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah
meningkat apabila anak menangis, pernapasan 30 – 60 x/menit, suhu
aksila 36,5 0C – 37 0C, nadi apikal 120 – 140 x/menit.
d) Sistem pernapasan.
Bentuk dan kesimetrian pergerakan dada, adanya retraksi dinding
dada atau tidak, kaji frekuensi pernapasan, irama pernapasan dan
bunyi paru. Pada klien efusi pleura biasanya ditemukan bunyi ronchi
saat auskultasi, adanya retaksi dinding dada, frekuensi napas lebih
28
dari 40 kali permenit, pernapasan cuping hidung, biasanya
ditemukan sianosis akibat kurangnya suplai oksigen kejaringan.
e) Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya suara tambahan atau tidak saat auskultasi dan diperkusi.
Pada klien anak dengan efusi pleura biasanya tidak ditemukan suara
tambahan,
f) Sistem pencernaan
Pada klien dengan efusi pleura biasanya ditemukan nafsu makan
menurun, ketidakmampuan untuk makan karena distensi pernapasan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk.
g) Sistem indera
Yang perlu dikaji pada pasien efusi pleura adalah fungsi
pengindaraan baik serta tidak adanya nyeri tekan. Pada bayi baru
lahir sistem ini belum sempurnanya berfungsi, sehingga belum
diketahui apakah ada gangguan atau tidak, Konjungtiva pada klien
dengan biasanya tampak pucat akibat intake nutrisi yang tidak
adekuat.
h) Sistem muskuloskeletal
Yang perlu dikaji adalah apakah simetris kiri dan kanan, apakah
terdapat nyeri tekan atau tidak, apakah ada edema atau tidak,
biasanya pasien nampak terpasang infus pada tangan kanan atau kiri.
pada pasien tidak terdapat gangguan pada sistem ini.
i) Sistem integumen
29
Yang perlu dikaji adalah warna kulit, keadaan kulit. Pada paien efusi
pleura nampak pucat akibat kekurang oksigen.
j) Sistem endokrin
Yang perlu dikaji adalah apakah terjadi pembesaran kelenjar thyroid
atau tidak. Pada pasien efusi pleura tidak terdapat gangguan.
k) Sistem perkemihan
Yang perlu dikaji adalah apakah ada kesulitan dalam berkemih. Pada
pasien efusi pleura biasanya tidak ada kesulitan dalam berkemih,
warna urine jernih, tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas pada
palpasi ginjal.
l) Sistem reproduksi
Yang perlu dikaji adalah meatus uretra normal atau tidak, apakah
ada kesulitan miksi, apakah terjadi nyeri tekan atau tidak. Biasanya
pada pasien efusi pleura tidak ditemukan gangguan.
6) Pola aktivitas sehari-hari
a) Nutrisi : Terjadi perubahan dan adanya masalah dalam memenuhi
kebutuhan nutrisi karena rasa sesak dan kurang nafsu makan
b) Eliminasi : tidak terjadi perubahan pola eliminasi
c) Personal hygiene : Karena adanya penurunan kemampuan atau
peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
d) Aktivitas dan olahraga : Pada klien dengan bronchopneumonia
terjadi kelelahan, kelemahan, malaise, ketidakmampuan melakukan
aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, mudah lelah ataupun
30
intoleran terhadap aktivitas. Tidak dapat melakukan olahraga karena
sesak.
e) Istirahat dan tidur : Terjadi kesulitan tidur pada malam hari karena
batuk, sesak, demam dan berkeringat.
f) Aktivitas sehari-hari : seperti kegiatan olah raga.
7) Data psikososial
Dapat dijumpai ketidakstabilan emosi klien terhadap penyakitnya,
pasien menyatakan adanya perubahan citra diri, rasa takut
penolakan/reaksi orang lain dan perasaan negatif tentang tubuh, serta
adanya rasa cemas/ansietas dan kurang pengetahuan. Klien biasanya
menjadi tidak peduli dan lebih banyak diam akan lingkungan sekitarnya
karena malu terhadap keadaan penyakitnya.
8) Data penunjang
a) Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui
sela iga.
b) Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
c) Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah
aspirasi.
d) Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen
(analisis), menghilangkan dispnea.
e) Water seal drainage (WSD)
f) Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan
gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 –
1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah meningkatnya
31
edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran
cairan berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
g) Antibiotika jika terdapat empiema.
h) Operatif.
9) Penatalaksanaan medis
b. Pengelompokan data
Pengelompokkan data adalah pengelompokan data-data klien atau
keadaan tertentu dimana klien mengalami permasalahan kesehatan atau
keperawatan berdasarkan kriteria permasalahannya. Setelah data
dikelompokkan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah keperawatan
klien dengan merumuskanya
Adapun data dikelompokkan berdasarkan data subyektif dan obyektif
sebagai berikut :
1) Data subyektif
Data subyektif adalah data yang diperoleh dari pengkajian yang menurut
ungkapan yang dirasakan klien.
2) Data obyektif :
Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui keadaan fisik klien
serta melalui pengkajian fisik meliputi palpasi, inspeksi, auskultasi dan
perkusi.
c. Analisa data
Analisa data adalah proses intelektual yaitu kegiatan mentabulasi,
menyelidiki, mengklasifikasi dan mengelompokkan data serta
mengaitkannya untuk menentukan kesimpulan dalam bentuk diagnosa
keperawatan, biasanya ditemukan data subjektif dan data objektif.
32
Pembuat analisa data terdiri dari tiga, yaitu :
1) Problem/masalah adalah kesimpulan dari data-data yang sudah
dikumpulkan yang di atur sesuai dengan rasional.
2) Etiologi adalah penyebab suatu masalah yang saling berkaitan dan dan
secara tersusun.
3) Symptom atau data adalah hasil suatu pelaksanaan pengkajian yang telah
dilakukan (Basford & Slevin, 2006).
d. Prioritas masalah
Setelah masalah dianalisa diprioritaskan sesuai dengan kriteria
prioritas masalah untuk menentukan masalah yang harus segera diatasi.
(1) Masalah yang dapat mengancam jiwa klien
(2) Masalah aktual
(3) Masalah potensial atau resiko tinggi (Basford & Slevin, 2006).
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yaitu pernyataan yang merupakan respon insani
(status kesehatan atau perubahan pola interaksi aktual/potensial) individu atau
kelompok, dimana perawat dapat membuat pernyataan resmi dan intervensi yang
pasti demi kelestarian status kesehatan atau mengurangi dan menghilangkan,
mencegah perubahan-perubahan (Basford & Slevin, 2006).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan efusi pleura
adalah :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi
trakeabronkhial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri
pleuretik, penurunan energi, kelemahan.
33
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler (efek inflamasi).
c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler
terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen, kelemahan umum, kelelahan yang berhubungan
dengan gangguan pola tidur, ketidak nyamanan batuk berlebihan dan
dispnea.
f. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.
g. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan utama.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah acuan tertulis sebagai intervensi keperawatan yang
direncanakan dapat mengatasi diagnosa keperawatan sehingga klien dapat
terpenuhi kebutuhan dasarnya (Basford & Slevin, 2006).
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien
dengan efusi pleura maka perencanaan yang akan dilakukan untuk masing-
masing diagnosa keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakea
bronkhial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri
pleuretik, penurunan energi, kelemahan.
34
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukan perilaku mencapai
bersihan jalan napas.
Dengan kriteria hasil :
1) Menunjukan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih.
2) Tidak ada dispnea sianosis.
Tabel 2. Intervensi dan rasional bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakhea bronkhial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum, nyeri pleuretik, penurunan energi dan kelemahan.
Intervensi Rasional1. Kaji frekuensi dan kedalalaman
pernapasan dan gerakan dada. (respirasi normalnya 20 – 30 kali/menit).
2. Auskultasi area paru, cacat area penurunan/tidak ada aliran darah dan bunyi napas adventus misal krekels, mengi.
3. Penghisapan sesuai indikasi.
4. Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterafi dan misal perkusi, drainase postural.
5. Berikan obat sesuai indikasi : mukolotik ekspetoran, bronkodilator, analgesik.
6. Berikan cairan tambahan, (cairan tambahan biasanya diberikan campuran antara dektrose 5% dan NaCL 0.9%
7. Awasi seri sinar X dada, GDA nadi oksimetri.
8. Bantu bronkoskopi / torasentesis bila diindikasikan.
Takpinea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena ketidaknymanan gerakan dinding dan atau cairan paru.
Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan. Bunyi napas bronkhial (normal pada bronkus) dapat juga pada area konsolidasi.
Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan karena batuk tidak efektif atau penurunan timgkat kesadaran.
Memudahkan dalam pengenceran dan pembuangan sekret.
Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan menurunkan produksi sekret.
Cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan cairan dan memobilisasi sekret.
Mengevaluasi kemajuan dan efek proses penyakit dan memudahkan pilihan terapi yang diperlukan.
Kadang-kadang diperlukan untuk membuang perlengketan mukosa, mengeluarkan sekresi parulen atau mencegah atelektasis
35
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar-kapiler (efek inflamasi).
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan menunjukan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan dalam rentang normal dan tidak ada distres pernapasan.
Dengan kriteria hasil :
1) Klien tidak sesak.
2) Tidak ada pernapasan cuping hidung.
Tabel 3. Intervensi dan rasional kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi).
Intervensi Rasional1. Kaji frekuensi kedalaman dan
kemudahan bernapas (respirasi normalnya 30-50 x/menit).
2. Obeservasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis sektral (sirkumoral).
3. Kaji status mental.
4. Awasi frekuensi jantung atau irama.
5. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi, bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil, misal :kompres hangat
6. Atur posisi klien senyaman mungkin (posisi tidur semi fowler).
7. Observasi penyimpangan kondisi, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran dispnea berat, gelisah.
8. Berikan terapi oksigenasi 1-2 liter/ menit.
9. Awasi GDA dan nadi oksimentri.
Manisfestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi dekat keterlibatan paru dan status kesehatan klien.
Sianosis kuku menunjukan vasokontriksi atau respons tubuh terhadap demam/menggigil.
Gelisah mudah terangsang bingung dan somnolen dapat menunjukan hipoksemia/penurunan oksigenasi serebal.
Takikardia biasanya ada sebagai akibat demam/dehidrasi tetapi dapat sebagai respon terhadap hipoksemia.
Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial influenza) sangat mengakibatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen.
Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
Syok dan edema paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan membutuhkan intervensi medik segera.Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 61 mmHg.
Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
36
c. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler
terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam beberapa hari menyatakan
nyeri hilang/terkontrol.
Dengan kriteria hasil :
1) Menunjukan rilex,
2) Istirahat / tidur
3) Peningkatan aktivitas yang tepat
Tabel 4. Intervensi dan rasional nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru, reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin, batuk menetap.
Intervensi Rasional1. Tentukan karakteristik nyeri misal :
tajam konstan, ditusuk. Selidiki perubahan lokasi/intensitas nyeri.
2. Pantau tanda vital.
3. Berikan tindakan nyaman, misal : pijatan punggung, perubahan posisi dengan cara di gendong oleh orang tuanya.
4. Lakukan pembersihan mulut dengan sering.
5. Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada bropneumonia, timbul komplikasi perkarditus dan endokarditis.
Perubahan frekuensi jantung atau tekanan darah menunjuk kan bahwa pasien mengalami nyeri.
Tindakan nonalgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terafi analgesik.
Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membrane mukosa, potensial ketidaknyamanan umum
Dapat menekan batuk non produktif/ proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/ istirahat umum.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam beberapa hari menunjukan
peningkatan nafsu makan.
37
Dengan kriteria hasil :
1) Mempertahankan / meningkatkan berat badan.
Tabel 5. Intervensi dan rasional nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan peningkatan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Intervensi Rasional1. Identifikasi faktor yang
menimbulkan mual/muntah misal : sputum banyak, pengobatan aerosol, dispnea berat nyeri.
2. Bantu kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan drainase postural, dan sebelum makan.
3. Jadwalkan pengobatan sedikitnya 1 jam sebelum makan.
4. Auskultasi bunyi usus. Observasi palpasi distensi abdomen (bising usus normalnya 4-12 kali/menit).
5. Evaluasi status nutrisi umum ukur berat badan dasar.
6. Barikan makan porsi kecil dan sering.
Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah.
Meningkatkan rasa bau dari lingkungan pasien, dapat menurunkan mual dan menjaga kebersihan mulut.
Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini.
Bunyi usus mungkin menurun/ tidak ada bila proses infeksi berat/. Distensi abdomen terjaid sebagai akibat menelan udara atau menunjukan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastrointestinal.
Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, dan atau/ lambatnya respons terhadap terapi.
e. Intoleransi aktivitas berhungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, gangguan pola tidur, ketidak nyamanan batuk berlebihan
dan dispnea.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam beberapa hari menunjukan
peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Dengan kriteria hasil :
1) Tidak adanya dispnea
2) Kelemahan berlebihan
3) Tanda vital dalam rentang normal.
38
Tabel 6. Intervensi dan rasional intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, gangguan pola tidur, ketidaknyamanan batuk berlebihan dan dispneu.
Intervensi Rasional1. Bantu aktivitas perawatan diri yang
diperlukan.
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
4. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atur tidur
5. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.catat laporan dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Menetapkan kemampuan kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metaboli, menghemat energi untuk penyembuhan.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala dingin.
Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
f. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam beberapa hari menunjukan
keseimbangan cairan
Dengan kriteria hasil :
1) Membran mukosa lembab
2) Turgor kulit baik
3) Pengisian kapiler cepat
4) Tanda vital stabil.
Tabel 8. Intervensi dan rasional resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebihan, penurunan masukan oral.
Intervensi Rasional1. Beri obat sesuai indikasi, misal :
antipiretik, antiemetik.
2. Kaji turgor kulit, kelembaban
Peningkatan suhu/ memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan malalui evaporasi.
Indikator keadekuatan volume cairan,
39
membran mukosa (bibir, lidah).
3. Catat laporan mual/muntah.
4. Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tampak. Ukur berat badan sesuai indikasi.
5. Kaji perubahan tanda vital (peningkatan suhu/ demam memanjang, (suhu normal 36,5-37,5oC) takikardia, (normal nadi 120-160 kali/menit) hipotensi ortostastik).
6. Barikan cairan tambahan IV sesuai keperluan, (cairan tambahan biasanya diberikan campuran antara dektrose 5% dan NaCL 0.9%
meskipun membran mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
Adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
Memberikan informasi tentang keadekuatan volume ciran dan kebutuhan penggantian.
Berguna menurunkan kehilangan cairan.
Pada adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat memperbaiki/ mencegah kekurangan
g. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan utama
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam beberapa hari mengurangi
resiko penyebaran infeksi.
Kriteria hasil :
1) Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi,
2) Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah dan menurunkan resiko
infeksi.
Tabel 9. Intervensi dan rasional resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama.
Intervensi Rasional1. Pantau vital dengan ketat, khususnya
selama awal terapi
2. Batasi pengunjung sesuai indikasi
3. Lakukan isolasi pencegahan sesuai individual.
Selama periode waktu ini resiko komplikasi fatal (hypotensi/syok) dapat terjadi..
Menurunkan pemajanan terhadap patogen infeksi lain.
Memudahkan proses penyembuhan dan meningkatkan tahanan alamiah.
40
4. Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas dengan aktivitas sedang, tingkatan masukan nutrisi adekuat.
5. Berikan antimikrobial sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum dan darah, misalnya penisilin, eritromisin.
Tanda perbaikan kondisi harus terjadi dalam 44-48 jam.
Obat ini digunakan untuk membunuh kebanyakan mikrobakterial pneumonia
4. Implementasi
Implementasi adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan meliputi tindakan-tindakan yang telah direncanakan, melaksanakan
anjuran-anjuran dokter dan menjalankan ketentuan-ketentuan rumah sakit.
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah ditetapkan
dengan harapan mengatasi masalah yang dihadapi klien. Catatan yang dibuat
dalam implementasi merupakan sumber yang ditujukan untuk evaluasi
keberhasilan tindakan perawatan yang telah direncanakan sebelumnya
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditunjukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang
telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Basford & Slevin, 2006).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk
menilai kemajuan atau kemunduran kesehatan setelah dilakukan asuhan
keperawatan. Evaluasi bisa diambil dari respon yang ada, bentuk catatan
perkembangan yang perawat lakukan selama tiga hari
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir yaitu sebagai berikut:
41
S : Respon subjektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
O: Respon objektif klien terhadap intervensi yang dilaksanakan.
A: Analisa ulang atas data subjektif dan data objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau ada masalah baru atau mungkin terdapat
data yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon.
Ada 2 komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan keperawatan
yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi
aktifitas dari proses keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan
keperawatan. Sedangkan evaluasi sumantif adalah evaluasi hasil terhadap
perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan perawatan
klien dan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan umum yang
telah di tentukan
Pada asuhan keperawatan klien dengan efusi pleura harus dievaluasi
tujuan dari setiap diagnosa keperawatan sehingga dapat dibuat penilaian apakah
masalah teratasi, teratasi sebagian, atau belum teratasi sesuai dengan pencapaian
kriteria hasil yang telah ditentukan pada tujuan berdasarkan diagnosa. Hal ini
harus dievaluasi untuk kasus efusi pleura ini diantaranya adalah keefektifan jalan
napas, keefektifan pola napas, keadekuatan pertukaran gas, keseimbangan
cairan, kecemasan orang tua anak, pengetahuan orang tua, toleransi aktivitas
klien, dan keadekuatan nutrisi (Basford & Slevin, 2006).