BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP...

44
20 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP SEKULARISASI A. Latar Belakang Kemunculan Sekularisasi Jika ditinjau dari sejarah perkembangannya, sekularisme, menurut Muhammad Qutb, seperti dikutip oleh Pardoyo, termasuk konsep politiknya, muncul dari Dunia Barat, terutama sejarah Eropa dalam khazanah agama Kristen. 1 Menurut Bernard Lewis, pemikir politik paling berpengaruh di Amerika Serikat sesudah berakhirnya perang dingin, seperi dikutip Adian Husaini, “Sejak awal mula, kaum kristen diajarkan –baik dalam persepsi maupun praktis- untuk memisahkan antara Tuhan dan Kaisar dan dipahamkan tentang adanya kewajiban yang berbeda antara keduanya. 2 Karena itulah dalam sejarah gereja muncul ungkapan yang dihubungkan dengan al-Masih, “Berikan kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah. Sebagaimana yang diceritakan dalam Injil, yang dikutip oleh Qutb, walaupun menurutnya, riwayat ini sangat diragukan kebenarannya: “Pada suatu saat, ketika Yesus berkhotbah, majulah seorang Yahudi dan berkata, ‘Wahai Sang Guru, kamu mengatakan kepada kami, jangan sekali-kali engkau taat kepada siapa pun kecuali ia percaya kepada Kitab yang diturunkan oleh Allah. Inilah dia, si Kaisar yang tidak beriman kepada Kitab Suci yang diturunkan kepadamu, dia memaksa kami membayar pajak. Apakah kami harus membayarnya?’ Yesus menjawab, ‘Tunjukan mata uang itu, gambar apa yang ada di situ?’ Orang Yahudi itu menjawabnya, ‘Gambar Kaisar’. Maka Yesus 1 Pardoyo, Sekularisasi dalam Polemik, Jakarta: PT. Temprint, 1993, hlm. 17 2 Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, Jakarta: Gema Insani, 2005, hlm. 28

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP...

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

20

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP SEKULARISASI

A. Latar Belakang Kemunculan Sekularisasi

Jika ditinjau dari sejarah perkembangannya, sekularisme, menurut

Muhammad Qutb, seperti dikutip oleh Pardoyo, termasuk konsep

politiknya, muncul dari Dunia Barat, terutama sejarah Eropa dalam

khazanah agama Kristen.1

Menurut Bernard Lewis, pemikir politik paling berpengaruh di

Amerika Serikat sesudah berakhirnya perang dingin, seperi dikutip

Adian Husaini, “Sejak awal mula, kaum kristen diajarkan –baik dalam

persepsi maupun praktis- untuk memisahkan antara Tuhan dan Kaisar

dan dipahamkan tentang adanya kewajiban yang berbeda antara

keduanya.2

Karena itulah dalam sejarah gereja muncul ungkapan yang

dihubungkan dengan al-Masih, “Berikan kepada Kaisar apa yang

menjadi hak Kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah.

Sebagaimana yang diceritakan dalam Injil, yang dikutip oleh Qutb,

walaupun menurutnya, riwayat ini sangat diragukan kebenarannya:

“Pada suatu saat, ketika Yesus berkhotbah, majulah seorang Yahudi dan berkata, ‘Wahai Sang Guru, kamu mengatakan kepada kami, jangan sekali-kali engkau taat kepada siapa pun kecuali ia percaya kepada Kitab yang diturunkan oleh Allah. Inilah dia, si Kaisar yang tidak beriman kepada Kitab Suci yang diturunkan kepadamu, dia memaksa kami membayar pajak. Apakah kami harus membayarnya?’ Yesus menjawab, ‘Tunjukan mata uang itu, gambar apa yang ada di situ?’ Orang Yahudi itu menjawabnya, ‘Gambar Kaisar’. Maka Yesus

1 Pardoyo, Sekularisasi dalam Polemik, Jakarta: PT. Temprint, 1993, hlm. 17 2 Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat, Jakarta: Gema Insani, 2005, hlm. 28

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

21

menjawab, ‘Berilah kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah.’ ”3

Dalam bukunya, Christianity in World History, Arend Theodor ven

Leeuwen, seperti dikutif Adian Husaini, penyebaran Kristen di Eropa

membawa pesan sekularisasi. Kata Leeuwen, “Kristenisasi dan

sekularisasi terlibat bersama dalam suatu hubungan yang dialektikal.”

Maka menurutnya, persentuhan antara kultur sekuler Barat dengan kultur

tradisional religius di Timur tengah dan Asia, adalah bermulanya babak

baru dalam sejarah sekularisasi.4

Lalu bagaimana untuk menelusuri latar belakang dari sekularisasi?

Fenomena sekularisasi sebenarnya dapat ditelusuri dari proses sejarah

yang panjang yang dialami oleh peradaban Kristen Barat dan juga

dengan penelusuran terhadap sejarah sekularisasi yang terjadi di Dunia

Timur. Namun, biasanya proses yang terjadi pada sekularisasi di Dunia

Barat diglobalkan dan dipromosikan ke agama-agama lainnya, termasuk

Islam.

Untuk menjembatani hal tersebut di atas, khususnya bagi pemikir

Barat dan Timur, menurut pandangan al-Attas, ada sebuah perbedaan

jika kita memahami sekularisasi yang terjadi di Dunia Barat dan Timur.

Sekularisasi yang terjadi dalam masyarakat Muslim tidaklah sama

dengan apa yang terjadi pada masyarakat Kristen Barat. Oleh karena itu,

al-Attas mengingatkan agar masyarakat muslim, tidak hanya mengenal

3 Pardoyo, op. cit., hlm. 79 4 Adian Husaini, op. cit., hlm. 28

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

22

sekularisasi yang terjadi pada masyarakat Kristen saja, melainkan juga

tetap melihat contoh sekularisasi yang terjadi pada masyarakat Muslim. 5

Namun demikian, al-Attas juga menyarankan agar kita tetap mengetahui

sekularisasi yang terjadi pada masyarakat Kristen Barat, karena

pengalaman mereka atas hal itu dan sikap mereka terhadapnya adalah

sangat berguna untuk dipelajari kaum Muslimin di seluruh Dunia.6

Oleh karena itu, penulis tidak hanya mencoba mengurai latar

belakang sekularisasi dalam sejarah Kristen Barat saja, melainkan juga

sejarah Dunia Timur.

1. Latar Belakang Kemunculan Sekularisasi di Barat

Setidaknya, ada tiga faktor penting yang menjadi latar belakang

kemunculan sekularisasi; Pertama, trauma sejarah, khususnya yang

berhubungan dengan dominasi agama dan politik di zaman pertengahan.

Kedua, Problema teks Bible. Dan Ketiga, problema teologis Kristen.

Ketiga problema itu terkait satu dengan yang lainnya, sehingga

memunculkan sikap traumatis terhadap agama, yang pada ujungnya

melahirkan sikap berpikir sekuler liberal dalam sejarah tradisi pemikiran

Barat modern. Dalam pembahasan latar belakang kemunculan

sekularisasi di Barat, penulis sengaja hanya menulis secara sekilas dalam

pembahasan Problema Teks Bible dan Problema Teologis Kristen, hal

ini dikarenakan, tema ini lebih cocok pada jurusan akidah dan filsafat,

5 Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, Islam dan Sekularisme, 1981, Penerjemah: Karsidjo Djojosoewarno, hlm. 17

6 Al-Attas, op. cit., hlm. 18

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

23

walau secara tidak langsung politik tetap dimainkan oleh para teolog dan

filsuf, sehingga penulis lebih memfokuskan pembahasan dalam tema

Trauma Sejarah.

a. Trauma Sejarah

Ketika berbicara masalah trauma sejarah, maka hal ini tidak akan

mungkin bisa lepas dari sejarah kekristenan, Bernard Lewis

menggambarkan, bahwasanya, sejarah kekristenan, banyak diwarnai

dengan konflik politik antar kelompok yang berujung pada peperangan

atau penindasan. Konflik politik ini bermula sejak zaman Konstantin

Agung, dimana terjadi konflik politik antara Gereja Konstantinopel

dengan Alexandria dan Roma, antara Katolik dan Protestan, dan antara

berbagai sekte dalam Kristen. Setelah konflik berdarah banyak terjadi,

maka muncul kalangan Kristen yang berfikir untuk menghilangkan

kekuasaan Gereja serta campur tangan Negara terhadap Gereja.7

Zaman itu dimulai sejak ketika imperium Romawi Barat runtuh

pada tahun 476 dan mulai munculnya Gereja Kristen sebagai sebuah

institusi dominant dalam masyarakat Kristen Barat samapi dengan

masuknya zaman Renaissance (lahir kembali) sekitar abad ke-14.

Mereka seperti merasa, bahwa ketika hidup di bawah cengkeraman

kekuasaan Gereja, mereka mengalami kematian 8

Lalu dimana letak trauma sejarah atau problema Kristen yang pada

akhirnya menjadi salah satu penyebab lahirnya sekularisasi. Untuk

7 Adian Husaini, op. cit., hlm. 30 8 Ibid.

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

24

memahami latar belakang tentang trauma sejarah atau problema Kristen

maka penting bagi kita untuk menelaah sejarah mengapa dan bagaimana

gereja di tengah zaman pertengahan membangun kekuatan

hegemoniknya, salah satunya di bidang politik.

Hal ini bisa dilihat dari awal abad pertengahan ketika gereja

melakukan pembentukan institusi Kepausan, yaitu masa dimana agama

Kristen mendapatkan peluang kebebasan setelah beratus-tahun

mengalami penindasan di bawah imperium Romawi dari kaisar

Konstantin, sehingga pada tahun 392 M, agama Kristen, secara politik,

memegang posisi sebagai agama Negara “State Religion” dari imperium

Romawi.9

Selama beratus-ratus tahun, tepatnya pada tahun 590-604, gereja

Romawi mulai terorganisasi dengan baik, yaitu di zaman Paus

Gregorius, yang dikenal sebagai “The Great”. Dialah yang membangun

awal mula birokrasi kepausan dan memperkuat kekuasaan kepausan

“Papacy’s Power”. Oleh karena itu, Gregorius dipandang sebagai

“penyusun kekuatan politik kepausan”. Inilah sejarah ringkas dari awal

terbentuknya kekuasaan politik kepausan. Pada masa awal, kekuasaan

kepausan tidak mengalami masalah yang serius. 10

9 Ibid. hlm. 31-32 10 Banyak usaha yang dilakukan oleh Paus Gregorius, diantaranya adalah:

mengorganisasikan kekayaan gereja di Italia, Sisilia, Sardinia, Gaul dan wilayah lainnya, ia juga memperkuat otoritas kepausan atas uskup dan pastor yang lainnya, ia juga mengirimkan misionaris ke Inggris untuk menaklukan Anglo Saxons, dan melakukan aliansi dengan Perancis. Selain itu ia juga melakukan aktifitas ekonomi dengan mengimpor gandum untuk memberi makan prajurit Romawi dan mengirimkan pasukan melawan kelompok heretic lombards. Ibid. hlm. 32-33

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

25

Namun, pada abad paruh ke-11, terjadi konflik politik keagamaan,

hal ini dikarenakan terjadinya pemisahan tanggung jawab dan sumber

legitimasi kekuasaan dari dua institusi tersebut: Negara dan Gereja.

Contoh yang menarik adalah terjadinya konflik politik antara Paus

Gregorius VII dan Raja Henry IV.11 Sebuah konflik politik yang

menunjukan keefektifan kekuasaan Paus atas pemerintah.

Pada akhirnya, gereja secara tidak langsung, bertindak sebagai

wakil Tuhan, dan mengatasnamakan Tuhan. Hal ini salah satu yang

mendorong Marthin Luther melakukan pemberontakan terhadap paus

karena melakukan praktik jual beli surat pengampunan dosa.12

Dendam masyarakat Barat terhadap keistimewaan para tokoh

agama tersebut dapat dilihat dalam sejarah feodalisme dan dominasi

gereja pada abad pertengahan di Eropa.13 Pada saat struktur masyarakat

didominasi oleh kelas aristokrat, kaum gereja dan rakyat rendahan,

kaum penguasa dan pemilik tanah. Kaum gereja memainkan fungsi dan

pemegang otoritas religius bagi para penganutnya. Rakyat jelata

11 Ibid. hlm. 33. Perlu dicatat, bahwa konflik ini bermula ketika Gregorius VII melarang

keterlibatan Raja dalam pengangkatan pejabat Gereja. Paus beranggapan, bahwa Paus sendiri yang berhak mengangkat dan memberhentikan para uskup, mengadakan suatu sidang umum dan mengeluarkan peraturan moral dan keagamaan.Jika Paus mengucilkan seorang penguasa, maka penguasa itu berarti telah berdiri di luar kekristenan, dan oleh karena itu, maka ia tidak dapat menjadi penguasa di Wilayah Kristen (Christendom). Raja Henry IV menolak klaim Paus tersebut, dan menyatakan bahwa kekuasaan raja juga dating langsung dari Tuhan. Menghadapi tentangan itu, Gregorius menyerukan kepatuhan pasif terhadap Henry IV. Pada akhir pertarungan, Henry IV takluk dan dipaksa menemui Gregorius di Cannosa pada 1077 M.

12 Ibid. hlm. 37. Pada tanggal 31 Oktober 1517, Marthin Luther (1483-1546) memberontak pada kekuasaan Paus dengan cara menempelkan 95 poin pernyataan di pintu gerejanya, di Jerman.

13 Choirul Anam, Sekularisme: Antara Mimpi Indah dan Realita, Majalah Justicia, hlm. 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian Churches, vol. I, ter. Olive Wyon, Newyork, macmilan, 1931, hlm. 349

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

26

memerankan diri sebagai penggarap tanah, serta “obyek yang

terdominasi”.14

Hal ini pada akhirnya, menurut Robert Audi, yang menyebabkan

terjadinya sekularisasi, yaitu setelah masyarakat Barat mengalami rasa

trauma yang amat sangat di abad pertengahan, ketika itu gereja dan

Negara “kelas aristokrat” berkolaborasi mendominasi dalam berbagai

macam aspek kehidupan masyarakat. Mulai pada hal-hal yang privasi

seperti teologi, keluarga, seni, ilmu pengetahuan, sampai hal-hal urusan

publik seperti ekonomi, politik, dan sosial. Di sini, semuanya harus

tunduk pada arus otoritas gereja. Implikasi yang terjadi adalah kerugian

luar biasa atas kemanusiaan di segala bidang, salah satunya dalam

bidang politik.15

Contoh kecil di ataslah yang mendorong perubahan sikap Barat

dalam memandang agama. Persepsi tentang agama Kristen semacam itu

yang kemudian membentuk persepsi kolektif tentang perlunya dilakukan

“sekularisasi”.16

b. Problema Teks Bible

Menurut Adnin Armas, bahwasanya salah satu penyebab terjadinya

sekularisasi di Dunia Barat adalah problema Bible yang mengandung

14 Ibid. 15 Muhammad Shiddiq al-Jawi, Politisasi Agama dan Sekularisme dalam www. Ppi-

india.da.ru 16 Adian Husaini, op. cit., hlm. 40-41

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

27

hal-hal yang kontradiktif dengan akal.17 Pertentangan antara akal dan

Bible ini mulai mengkristal pada zaman modern. 18

Problema ini berkaitan dengan otensitas teks Bible dengan makna

yang terkandung di dalamnya. Hal ini bukan hanya otensitas Perjanjian

Lama yang masih menyisakan misteri, siapa yang sebenarnya menulis

kitab ini termasuk di dalam teksnya yang banyak dijumpai kontradiksi.

Tetapi juga mengenai Perjanjian Baru yang juga banyak menghadapi

problem otensitas teks.19

Prof. Bruce M. Metzger, guru besar bahasa Perjanjian Baru,

menulis di pembukaan bukunya seperti dikutip Adian Husaini, ada dua

kondisi yang selalu dihadapi oleh penafsir Bible, yaitu; Pertama, Tidak

adanya dokumen Bible yang original saat ini, dan, Kedua, Bahan-bahan

yang ada pun sekarang ini bermacam-macam berbeda satu dengan yang

lainnya.20

Menurut S. M. N. Al-Attas21 dalam bukunya Islam dan

Sekularisme, karena arus modernisasi yang kuat dan tak dapat dibendung

lagi, maka para teolog Barat menafsirkan Bible dengan tafsiran baru.

Oleh karena itu, maka mulai bergulirlah gagasan sekularisasi.22

17 Armas Adnin, op. cit., hlm. 3 18 Ibid. hlm. 4 19 Adian Husaini. op. cit., hlm. 41 20 Ibid. Hlm. 42-43 21 Al-Attas merupakan salah satu tokoh Muslim yang mengkaji masalah sekularisasi

secara holistik, yakni dari tinjauan historis mengenai latar belakang Kristen di Barat hingga permasalahan dewasa ini.

22 Al-Attas, op. cit., hlm. 16, lihat juga Armas Adnin, op. cit., hlm. 3 Dari pembahasan ini perlu dijelaskan, menurut Harvey Cox, dalam bukunya, “Why Christianity Must Be Sekularized”, dalam The Great Ideas Today 1967, seperti dikutif Adnin Armas bahwasanya “dengan penafsiran baru ini, berarti menolak penafsiran lama yang menyatakan adanya alam lain yang lebih hebat dan

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

28

Ketika berbicara masalah tafsiran Bible “Injil”, maka sudah barang

tentu para tokoh Barat dan umat Kristiani berpandangan bahwasanya

sekularisasi mempunyai akar-akarnya dalam kepercayaan Injil dan

merupakan buah ajaran Injil. Tidak halnya dengan al-Attas, menurutnya,

sekularisasi tidak mempunyai dasar dalam kepercayaan kitab Injil, tetapi

di dalam tafsiran atas kepercayaan kitab Injil dari orang barat. Hal itu

bukanlah buah dari ajaran Injil, tetapi buah dari sejarah panjang sengketa

filosofis dan metafisis antara pandangan dunia Barat yang religius dan

yang sama sekali rasionalistis.23

c. Problema Teologis Kristen

Sepanjang sejarah peradaban Barat, terjadi banyak persoalan serius

dalam perdebatan teologis. Di zaman pertengahan, rasio harus

disubordinasikan dengan kepercayaan Kristen. Akal dan filosofi di

zaman pertengahan tidak digunakan untuk mengkritisi atau menentang

doktrin–doktrin kepercayaan Kristen, tetapi sebaliknya, yaitu, digunakan

untuk mengklarifikasi, menjelaskan, dan menunjangnya.24

Problema yang kemudian muncul adalah ketika para ilmuwan dan

pemikir diminta mensubordinasikan dan menundukkan semua

pemikirannya kepada teks Bible dan otoritas Gereja, justru pada kedua

hal itulah terletak problem itu sendiri. Di samping menghadapi probem

otensitas, Bible juga memuat hal-hal yang bertentangan dengan akal dan

lebih agamis dari pada alam ini. Penafsiran baru ini sekaligus membantah peran dan sikap gerejawan yang mengklaim bahwa gereja memiliki keistimewaan sosial, kekuatan dan property khusus.”

23 Al-Attas, op. cit., hlm. 24 24 Adian Husaini, op. cit., hlm. 47

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

29

perkembangan ilmu pengetahuan. Jika para ilmuwan dipaksa untuk

tunduk kepada doktrin teologis yang mereka sendiri sulit memahaminya,

tentu muncul benturan pemikiran.25

Latar belakang “terjadinya sekularisasi” pada Kristen Barat secara

garis besar, Menurut al-Attas, disebabkan karena dua peran pokok yaitu

peran teolog dan filsuf. Ketika berbicara dalam dataran teolog, yaitu

teolog Kristen, khususnya dari kalangan Protestan, para teolog menerima

kenyataan adanya krisis agama dan teologi, yang kemudian dengan

landasan teologis baru membangun Kristen baru yang telah

disekulerkan. Dalam pandangan Weber, kalangan inilah yang dikenal

sebagai protestantisme. Mereka ingin agar Kristen tetap sejalan dengan

peristiwa masa kini di Barat. Karena itu mereka mendukung proses

sekularisasi.26

Sementara itu jika berbicara tentang filsuf, maka para filsuf juga

mempunyai peranan penting dalam proses sekularisasi. Pemikiran para

filsuf yang tidak hanya ingin membuat agar kehidupan sejalan dengan

peristiwa masa kini, tetapi lebih dari itu, mereka berorientasi pada suatu

reformasi baru dalam proses perubahan. Masing-masing filsuf

mempunyai versinya sendiri dalam mengubah dunia. Walaupun tidak

semua, namun ada beberapa filsuf yang meragukan eksistensi Tuhan.

Ketika berbicara masalah tafsiran Bible “Injil”, maka sudah barang tentu

para tokoh Barat dan umat Kristiani berpandangan bahwasanya

25 Ibid. hlm. 48 26 Al-Attas, op. cit,. hlm. 18-23

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

30

sekularisasi mempunyai akar-akarnya dalam kepercayaan Injil dan

merupakan buah ajaran Injil. Tidak halnya dengan al-Attas, menurutnya,

sekularisasi tidak mempunyai dasar dalam kepercayaan kitab Injil, tetapi

di dalam tafsiran atas kepercayaan kitab Injil dari orang barat. Hal itu

bukanlah buah dari ajaran Injil, tetapi buah dari sejarah panjang sengketa

filosofis dan metafisis antara pandangan dunia Barat yang religius dan

yang sama sekali rasionalistis.27

d. Problema Teologis Kristen

Sepanjang sejarah peradaban Barat, terjadi banyak persoalan serius

dalam perdebatan teologis. Di zaman pertengahan, rasio harus

disubordinasikan dengan kepercayaan Kristen. Akal dan filosofi di

zaman pertengahan tidak digunakan untuk mengkritisi atau menentang

doktrin–doktrin kepercayaan Kristen, tetapi sebaliknya, yaitu, digunakan

untuk mengklarifikasi, menjelaskan, dan menunjangnya.28

Problema yang kemudian muncul adalah ketika para ilmuwan dan

pemikir diminta mensubordinasikan dan menundukkan semua

pemikirannya kepada teks Bible dan otoritas Gereja, justru pada kedua

hal itulah terletak problem itu sendiri. Di samping menghadapi probem

otensitas, Bible juga memuat hal-hal yang bertentangan dengan akal dan

perkembangan ilmu pengetahuan. Jika para ilmuwan dipaksa untuk

27 Al-Attas, op. cit., hlm. 24 28 Adian Husaini, op. cit., hlm. 47

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

31

tunduk kepada doktrin teologis yang mereka sendiri sulit memahaminya,

tentu muncul benturan pemikiran.29

Latar belakang “terjadinya sekularisasi” pada Kristen Barat secara

garis besar, Menurut al-Attas, disebabkan karena dua peran pokok yaitu

peran teolog dan filsuf. Ketika berbicara dalam dataran teolog, yaitu

teolog Kristen, khususnya dari kalangan Protestan, para teolog menerima

kenyataan adanya krisis agama dan teologi, yang kemudian dengan

landasan teologis baru membangun Kristen baru yang telah

disekulerkan. Dalam pandangan Weber, kalangan inilah yang dikenal

sebagai protestantisme. Mereka ingin agar Kristen tetap sejalan dengan

peristiwa masa kini di Barat. Karena itu mereka mendukung proses

sekularisasi.30

Sementara itu jika berbicara tentang filsuf, maka para filsuf juga

mempunyai peranan penting dalam proses sekularisasi. Pemikiran para

filsuf yang tidak hanya ingin membuat agar kehidupan sejalan dengan

peristiwa masa kini, tetapi lebih dari itu, mereka berorientasi pada suatu

reformasi baru dalam proses perubahan. Masing-masing filsuf

mempunyai versinya sendiri dalam mengubah dunia. Walaupun tidak

semua, namun ada beberapa filsuf yang meragukan eksistensi Tuhan.

29 Ibid. hlm. 48 30 Al-Attas, op. cit,. hlm. 18-23

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

32

Nietche, Marx tidak hanya meragukan eksistensi Tuhan, tetapi mereka

telah mengesampingkan sama sekali konsep-konsep tentang Tuhan.31

Demikianlah secara ringkas, latar belakang sekularisasi yang

terjadi di Dunia Barat, mengutif Al-Attas, bahwasanya sekularisasi yang

terjadi dalam masyarakat Muslim tidaklah sama dengan apa yang terjadi

pada masyarakat Kristen Barat, maka alangkah lebih baiknya jika kita

juga mengetahui latar belakang sekularisasi yang terjadi di Dunia Timur.

2. Latar Belakang Kemunculan Sekularisasi di Timur

Pada latar belakang ini penulis, hanya akan mengambil contoh

studi kasus sekularisasi di Turki.

Secara manusiawi, sebagaimana kata-kata terkenal Ibnu Khaldun,

seperti dikutip Adian Husaini, memang ada kecenderungan orang-orang

yang kalah untuk menjiplak pemenang. Sepanjang sejarah, fenomena itu

banyak terjadi, termasuk di kalangan Muslim. Hal ini dikarenakan,

terlalu kagumnya kalangan Muslim terhadap kemajuan fisik peradaban

Barat, sehingga terdapat asumsi, bahwa jalan satu-satunya kaum Muslim

untuk maju dan bangkit adalah menjiplak Barat. Eksperimen yang terjadi

31 Arah kecenderungan para pemikir filsafat ini membawa konsekuensi yang

mengakibatkan keragu-raguan. (Skeptis). Sebagai konsekuensi radikalnya, kecenderungan ini bahkan sampai meragukan eksistensi Tuhan. Oleh karena itu, mereka berniat untuk mengesampingkan sama sekali paham tentang Tuhan dan menyerahkannya kepada proses sejarah yang senantiasa mengalami perkembangan. Menurut Pardoyo, gejala seperti ini merupakan benih-benih yang lebih nyata, apalagi dengan tampilnya seorang filsuf Jerman di abad ke-19, Friedrich Nietche yang menyetakan setidak-tidaknya di Dunia Barat Tuhan telah mati. Baca: Pardoyo, op. cit., hlm. 6

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

33

di Turki adalah contoh yang paling menarik untuk dikaji dalam soal

ini.32

Salah seorang tokoh Gerakan Turki Muda pernah mengatakan,

“Yang terunggul hanya ada satu peradaban, dan itu adalah peradaban

Eropa. Karena itu, kita harus meminjam peradaban Barat, baik bunga

mawarnya maupun durinya sekaligus.”33

Bahkan dalam kasus sekularisme yang terjadi di Turki, Mustafa

Kemal Ataturk,34 tanpa segan-segan menyatakan, hanya dengan

melakukan Westernisasi, maka satu Negara akan selamat. Dalam acara

pembukaan fakultas Hukum di Ankara, tahun 1925, ia menyatakan

revolusi Turki telah menyebabkan terjadinya perubahan besar, yakni

menggantikan kesatuan politik lama yang berlandaskan pada agama

dengan landasan Nasionalisme. Bangsa Turki, kata Ataturk, telah

menerima prinsip bahwa satu-satunya cara untuk selamat dan eksis

dalam percaturan dunia Internasional saat ini adalah kesediaan untuk

menerima peradaban Barat Kontemporer.35

32 Adian Husaini, op. cit., Hlm. 271 33 Ibid. 34 Mustafa Kemal dilahirkan tahun 1881 di daerah Salonika. Ayahya Ali Riza, bekerja

sebagai pegawai kantor di kota itu, dan ibunya, Zubaidah, seorang yang taat beragama dan selalu memakai purdah. Maryam Jameelah, dalam bukunya, Islam dan modernisasi mencatat bahwa Ali Riza adalah seorang pecandu alcohol. Sebagian penulis Barat menyebutkan, bahwa Kemal adalah anggota Free Masonry, organisasi rahasia Yahudi yang didirikan di London, 1717. Dalam bukunya, Islam Versus The West, (Abdul Kasim Publishing House, 1994:32), Maryam Jameela mencatat perbedaan antara dua tokoh sekularis Turki, yaitu Ziya Gokalp dan Ataturk. Ziya Gokalp, menurut Jameela, selalu tampil sebagai muslim yang baik. Sedang Ataturk tidak menyembunyikan dirinya sebagai seorang Ateis. Ataturk meninggal pada 10 November 1938 pada usia 57 tahun. Jenazahnya disimpan di Museum Etnografi Ankara hingga tahun 1953, lalu disimpan ke Musoliumnya.

35 Ibid. Hlm. 272

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

34

Turki kemudian dikenal sebagai Negara yang mencoba semaksimal

mungkin menjiplak Barat dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk

dalam aspek politik. Setelah tumbangnya Khilafah Utsmaniyah, 1923,

laju imitasi Barat semakin kencang. Mereka berfikir, dengan menjiplak

Barat dan meninggalkan Islam, Turki akan menjadi bangsa yang kuat

dan besar. Turki secara tegas menyebut dirinya sbagai Negara sekuler.

Hal ini dapat dilihat dari UUD Turki pasal 1 yang menegaska, Turki

adalah Negara;

1. Republik

2. Nasionalis

3. Kerakyatan

4. Kenegaraan

5. Sekularis

6. Revolusioneris36

Penjiplakan proses sekularisasi yang dilakukan oleh Turki secara

politik dimulai dari pandangan hidup dan sistem kemasyarakatan dengan

melakukan proses sekularisasi secara besar-besaran, bahkan sudah

dimulai dengan proklamasi Negara Republik Turki pada tanggal 29

Oktober 1923. Mustafa Kemal terpilih sebagai presiden pertama. Ia

kemudian mengganti nama menjadi Kemal Ataturk (Bapak bangsa

Turki).37

36 Ibid 37 Ibid.

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

35

Setelah berkuasa, secara politik, ia melakukan sekularisme yang

radikal, dan hal itu merupakan sebuah pengalaman yang janggal di dunia

Muslim.38 Ia melakukan reformasi dalam bidang agama. Salah satu

reformasi tersebut adalah upaya mengganti bacaan shalat dengan bahasa

Turki, namun hal itu tidak dapat diwujudkan. Selain itu upaya yang tidak

dapat dilakukan adalah, upaya untuk mengubah Masjid menjadi gereja

Islam. Namun, ada beberapa kebijakan penting yang diambil oleh

Ataturk dan dapat dilaksanakan dalam bidang keagamaan, diantaranya:

1. Azan untuk pertama kalinya secara resmi dikumandangkan dengan

menggunakan bahasa Turki pada bulan Januari 1932. Bahkan pada

tahun 1933, keluar keputusan pemerintah yang menyatakan bahwa

azan dalam bahasa Arab merupakan pelanggaran hukum.

2. Fakultas Teologi ditutup dan diganti dengan Institut Riset Isla pada

tahun itu juga, 1932.

3. Libur mingguan hari Jum’at diganti dengan libur mingguan mulai

pukul 01.00 hari Sabtu sampai hari Senin pagi.

4. Kesultanan atau kekhilafahan yang universal diganti dengan

Negara nasionalis Turki.

5. Perubahan Aya Sofya (Hagia Sophia), gereja Bizantium, yang

diubah menjadi museum.

6. Dalam perkawinan, tidak lagi dilakukan dengan syari’at Islam,

tetapi dilakukan sesuai hukum sipil yang diadopsi dari Swiss.

38 Yudi Latif, Sekularisasi Masyarakat dan Negara Indonesia, dalam Komarudin hidayat,

ahmad Gaus AF ( EDS.), Islam Negara Dan Civil Society, Jakarta: Paramadina, 2005, hlm. 125

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

36

Wanita mendapat hak cerai sama dengan laki-laki, Poligami

dilarang, wanita Muslimah mendapat hak untuk menikah dengan

pria non-Muslim.39

7. Selain dalam azan, Ataturk juga mnegganti khutbah jum’at dari

bahasa Arab menjadi bahasa Turki.40

Ataturk juga melakukan sekularisme dalam bidang kenegaraan,

yaitu pemisahan agama dari Negara. Menurut Ataturk, pemisahan agama

dengan Negara akan menyelamatkan bangsa dari malapetaka. Hal ini

dimulai pada tahun 1928, yaitu dengan menghapus artikel 2 dari

konstitusi Turki yang menyebutkan bahwa agama Negara adalah Islam.

Sebelumnya, tahun 1924, Biro Syaikh al-Islam juga dihapus. Begitu juga

kementrian Syari’at dan Mahkamah Syari’at. Sehingga Negara, secara

politik, tidak ada lagi hubungannya dengan agama, bahkan, pada tahun

1937, prinsip sekularisme dimasukkan ke dalam konstitusi Turki,

sehingga Turki menjadi Negara Republik Sekuler.41

Di bidang pendidikan, pada tahun 1924, dikeluarkan UU

Penyatuan Pendidikan yang mewajibkan seluruh sekolah berada di

bawah pengawasan Kementrian Pendidikan. Madrasah-madrasah ditutup

dan pendidikan agama ditiadakan. Pelajaran bahasa Arab dan Persia

dihapuskan, dan tulisan Arab diganti dengan tulisan Latin.42

39 Adian Husaini, loc. cit. 40 Yudi Latif, op. cit., hlm. 148 41 Adian Husaini, op. cit., hlm 273-274 42 Ibid., hlm. 274

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

37

Namun dalam bidang pendidikan, sekolah-sekolah Islam, baik

pesantren maupun madrasah, sama halnya dengan bidang keagamaan

berkembang dengan pesat di daerah pinggiran, jika di daerah perkotaan

hal ini dapat dilakukan, maka tidak demikian dengan di pedesaan, justru

pendidikan keagamaan berlangsung dengan marak.43

Di bidang budaya, proses sekularisasi dilakukan antara lain dengan

pelarangan penggunaan topi adat Turki, Torbus, pada tahun 1925.

sebagai gantinya dianjurkan pemakaian Topi Barat. Pakaian keagamaan

juga dilarang dan rakyat Turki, baik pria maupun wanita, diharuskan

menggunakan pakaian Barat.44

B. Definisi Sekularisasi

Mengingat masalah arti merupakan hal yang teramat penting,

kiranya sangat tepat jika sebelum menguraikan lebih lanjut penulisan

skripsi ini kepada tema sekularisasi, terlebih dahulu dilakukan

penjelasan mengenai beberapa istilah yang tampaknya hampir sama,

akan tetapi sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda.

Terhadap satu istilah, terkadang sudah timbul perdebatan . hal yang

sama juga berlaku pada istilah “sekularisasi”. Di Indonesia pada

dasawarsa 1970-an, istilah “sekularisasi” ini telah mengundang

43 Pardoyo, op. cit., hlm. 129-130. 44 Adian Husaini, op. cit., hlm 273-274

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

38

perdebatan antara Rasjidi dan Nurcholish Madjid yang dianggap sebagai

tokoh kontroversial pada saat itu.45

Suatu perdebatan biasanya hanya berupa salah pengertian yang

disebabkan karena perbedaan persepsi atau sudut pandang. Begitu pula

dengan istilah “sekularisasi”, harus diketahui dari sudut pandang mana

orang melihatnya. Melihat dengan kacamata Barat tentu saja akan

berlainan dengan kacamata kita orang Indonesia, begitu pula kalau yang

digunakan adalah kacamata orang lain, karena masing-masingnya

dilatarbelakangi oleh kultur, politik, maupun sejarah yang berlainan.46

Untuk memudahkan pemahaman dan penjabaran pada tema dan

bab selanjutnya, penulis merasa perlu untuk tidak hanya memberikan

definisi pada kata “sekularisasi” saja, melainkan juga sekitar definisi dari

kata sekular, sekularisme, hal ini penting, dikarenakan adanya

konsistensi di antara kata tersebut.

1. Sekuler

Istilah sekuler berasal dari kata Latin saeculum yang berarti ganda,

ruang dan waktu. Ruang menunjuk pada pengertian duniawi, sedangkan

waktu menunjuk pada pengertian sekarang atau zaman kini. Jadi kata

saeculum berarti masa kini atau zaman kini. Dan masa kini atau zaman

kini menunjuk pada peristiwa di dunia ini, atau berupa peristiwa masa

45 Pardoyo, op. cit., hlm. 17. 46 Ibid.

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

39

kini.47 Atau bisa dikatakan bahwa makna “sekuler” lebih ditekankan

pada waktu atau periode tertentu di dunia. Hal ini dipandang akibat latar

belakang, kultur, politik maupun sejarah.48

Konotasi ruang dan waktu (spatio-temporal) dalam konsep sekuler

ini secara historis terlahirkan di dalam sejarah Kristen Barat. Di Barat

pada Abad pertengahan, secara politik, telah terjadi langkah-langkah

pemisahan antara hal-hal yang menyangkut masalah agama dan

nonagama (bidang sekuler). Sebagaimana langkah awal di Barat, sedikit

demi sedikit urusan keduniawian memperoleh kemerdekaan dari

pengaruh gereja.49

Dalam perkembangannya, pengertian sekuler pada abad ke-19

diartikan bahwa kekuasaan, Gereja tidak berhak ikut campur dalam

bidang politik, ekonomi, dan ilmu pengetahuan.50

Dalam kamus kontemporer, sekuler diartikan: 1. Berkenaan dengan

hal-hal duniawi. 2. Tidak diabdikan untuk kepentingan agama.51

47 Pardoyo, op. cit., hlm. 18, Lihat juga: Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, op. cit.,

hlm. 18-19, lihat juga: Nurcholish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaan, Bandung: Mizan, 1987, hlm.216, lihat juga: Adian Husaini. op. cit., hlm. 259

48 Pardoyo, loc. cit.. 49 Perlu diingat bahwa pada saat itu di Barat pengertian Gereja adalah agama Kristen

Ortodoks (Katolik Romawi) sedangkan agama Protestan belum lahir. Baru setelah urusan duniawi terlepaskan dari pengawasan Gereja, terjadilah reformasi, yaitu lahirnya agama Protestan yang antara lain dipelopori oleh Marthin Luther (1483-1546).

50: Faisal Ismail, “Tentang Sekuler, Sekularisme, dan Sekularisasi” dalam Percikan Pemikiran Islam, 1984, hlm. 10, juga pernah dimuat dalam harian Kedaulatan Rakyat, 5 Februari, 1981.

51 Peter Salim, The Contemporary English-Indonesia Dictionary, Jakarta: Modern English Press, 1986. hlm. 1745

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

40

2. Sekularisasi

Pengertian sekularisasi sering diartikan sebagai pemisahan antara

urusan Negara (politik) dan urusan agama, atau pemisahan antara urusan

duniawi dan ukhrawi (akhirat). Seorang pengamat sosial politik Barat

menulis, “The trend a way seculer and rational interpretation is known

as ‘sekularization’.”52 (Kecendrungan mengenai cara melakukan

interpretasi yang bersifat sekuler dan rasional itulah yang dikenal

sebagai sekularisasi).

Dalam kamus kontemporer, sekularisasi diartikan memisahkan diri

dari lembaga keagamaan, mengambil alih milik gereja.53

Menurut Surjanto Poepowardojo, pada hakikatnya sekularisasi

menginginkan adanya pembebasan tajam antara agama dan ilmu

pengetahuan, dan menganggap ilmu pengetahuan otonom pada dirinya.54

Dengan demikian, manusia mempunyai otonomi, sehingga ia dapat

berbuat bebas sesuai dengan apa yang dikehendaki berdasarkan rasio.

Atas dasar orientasi ilmiah, manusia berusaha untuk menemukan hal-hal

yang baru, dan dengan metode ilmiah empiris, yang telah berkembang

sejak abad 18, manusia menjadi mempunyai kreativitas, untuk

menangkap dan mengungkapkan realitas yang konkret.55

52 Pardoyo, op. cit., hlm 20. Baca: Paul H. Landis, Sosial Policies in the Making, 1952,

hlm. 92 53 Peter Salim, op. cit., hlm., 1745 54 Baca: Soerjanto Poepowardojo, Strategi Kebudayaan, Jakarta: Gramedia, 1989 hlm. 79 55 Pardoyo., op. cit., hlm. 20

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

41

3. Sekularisme

Cox, seperti dikutip Harun Nasution, memberikan perbedaan

esensial antara sekularisme dan sekularisasi. Sekularisme, menurut Cox,

merupakan ideologi yang mengandung ajaran-ajaran mengikat, dan

sebagai ideologi mempunyai sifat tertutup, hal ini tentu bertolak

belakang dengan sekularisasi yang mempunyai sifat terbuka dan

kebebasan. Dengan kata lain, kalau sekularisme sebagai ideologi bersifat

statis dan tidak mengalami perubahan, maka sekularisasi sebaliknya,

bersifat dinamis dan membawa kepada perubahan dan pembaruan.56

Istilah sekularisme sendiri pertama diperkenalkan oleh George

Jacob Holyoake pada tahun 1846. Menurut pendapatnya, “Sekularism is

an ethical sistem founded on the principle of natural morality and

independent of revealed or supernaturalism”.57

(Sekularisme adalah suatu sistem etik yang didasarkan pada prinsip

moral alamiah dan terlepas dari agama-wahyu atau supernaturalisme).

Dalam sebuah kamus yang dikutif oleh H. Oemar Bakri ditulis,

“Sekularism is the view that the influence of religious organizations

should be reduced as much as possible, and that morality and education

should be separated from religion”. 58

56 Harun Nasution, Islam Rasional, Jakarta: Mizan, 1989, hlm. 190 57 Baca: Grolier International, dalam The Encyclopedia Americana vol. 24, 1980, hlm.

521 (cf. Paul M. Van Buren, Op. Cit Hlm. 194. Ibid. hlm. 21 58 Baca: A. Hornby, E.V. Gatenby, H. Wakefield, The Advanced Learner’s Dictionary of

Current English, yang dikutif oleh H. Oemar Bakri dalam Islam menentang Sekularisme, 1984, hlm. 17

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

42

(Sekularisme adalah suatu pandangan bahwa pengaruh organisasi

agama harus dikurangi sejauh mungkin, dan bahwa moral dan

pendidikan harus dipisahkan dari agama).

Manusia yang menganut faham sekularisme berusaha menikmati

kehidupan dan kemajuan selama ini seolah-olah tanpa campur tangan

Tuhan, dan menganggap Tuhan tidak perlu lagi.

Dalam kamus kontemporer, sekularisme diartikan pengabaian

kewajiban menjalankan syari’at agama, penentangan diajarkannya ajaran

agama pada sekolah-sekolah umum.59

Menurut Altaf Gauhar, Islam merupakan antitesis dari

sekularisme, hal ini sama dengan apa yang dikatakan oleh al-Bahy,

bahwa, Islam merupakan kebalikan dari sekularisme.60

Menurut Muhammad Qutb, sekularisme cenderung diartikan

sebagai membangun struktur kehidupan tanpa dasar agama.61

C. Karakteristik Sekularisasi

Jika kita melihat tipologi Donald Eugene Smith62, yang biasanya

dijadikan acuan dalam memandang dan melihat aspek/karakteristik

59 Peter Salim, op. cit., hlm. 1745 60 Pardoyo, op. cit., hlm. 77 61 Ibid., hlm. 78 62 Secara umum, dalam pembahasan masalah ini biasanya menggunakan redaksi

Karakteristik Sekularisasi atau dengan redaksi Aspek sekularisasi. Pada pembahasan ini, penulis hanya menggunakan tipologi D. E. Smith, karena menurut penulis, tipologi ini yang membahas secara komprehensif. Selain oleh Smith, hal ini juga digagas oleh al-Bahy yang membagi sekularisasi menjadi 2 periode, tetapi secara aspek, tidak berbeda jauh karena mengenai pemisahan agama di bidang pendidikan, hukum, sosial, ekonomi, politik, dari kekuasaan Negara. Selain itu, yang membahas masalah ini adalah Muhammad Qutb, yang membagi pemisahan meliputi bidang politik, kehidupan ekonomi, pemisahan ilmu pengetahuan, dan moral, karena tidak terdapat

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

43

sekularisasi, secara garis besar sekularisasi ditandai oleh empat

aspek/karakteristik:

1. Sekularisasi Pemisahan Pemerintah

Dalam pengertian ini, sekularisasi pemisahan (separasi) antara

pemerintah dan ideologi keagamaan, tercakup pemisahan kaitan atau

keputusan untuk tidak menciptakan hubungan antara agama dan

pemerintah atau Negara (politik).63 Hal ini, secara politik, dilakukan

dengan maksud untuk memisahkan ikatan-ikatan institusional baru agar

pemerintah dapat mengontrol agama.64

Di Indonesia, transformasi umat yang terjadi secara gradual serta

proyek Belanda untuk memisahkan Islam dari dunia politik menandai

permulaan dari proses sekularisasi pemisahan pemerintah. Suatu proses

sekularisasi yang membawa pemisahan pemerintah dari agama; sistem

politik tidak memperoleh legitimasi dari agama, lantas simbol dan

struktur yang menghubungkan keduanya dirobohkan.65

Trayek sekularisasi dalam jurusan ini terus dilakukan oleh rezim

pemerintah pasca-kolonial. Pola kehidupan resmi yang biasa dilakukan

oleh umat Islam dipinggirkan dari ranah politik. Sensitif terhadap bahaya

potensial Islam, setiap rezim dari Negara Indonesia merdeka berusaha

meredam tingkah laku yang bisa menyulut semacam ketegangan

perbedaan konsep yang mendasar, maka penulis hanya menggunakan tipologi D. E. Smith. Secara lengkap, karakteristik/ aspek sekularisasi, baca: Donald Eugene Smith, Agama di Tengah Sekularisasi Politik, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1985

63 Pardoyo, op. cit., hlm. 57 64 Yudi Latif, op. cit., hlm. 174 65 Ibid., hlm. 120

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

44

keagamaan. Kebhinekaan negeri ini telah mendorong penekanan

terhadap simbol-simbol kebangsaan ketimbang keIslaman.

Menurut smith, ada tiga pola sekularisasi pemisahan pemerintah

yang ditemukan di berbagai Dunia ketiga:

a. Pemisahan Revolusioner

Dalam tipe pemisahan ini, seluruh aparat pemerintahan yang relatif

modern dan sekuler adalah pengganti besar-besaran dari apa yang ada

pada rezim keagamaan. Pemisahan pemerintahan model ini sebenarnya

hanya dilihat sebagai langkah pertama, karena setelah itu tuntutan

ideologi revolusioner benar-benar membutuhkan kontrol totaliter Negara

guna melenyapkan elemen-elemen tradisional yang bertentangan dengan

perubahan sosial radikal.66

b. Pemisahan Konstitusional

Dalam tipe pemisahan ini, agama dan Negara (politik), dipisahkan

akan tetapi keduanya tetap utuh setelah hubungan-hubungan diantara

keduanya rusak berat. Terdapat kontak antara institusi eklesiastik dan

lembaga politik baik sebelum maupun sesudah pemisahan. Proses

hubungan ini berkaitan dengan modernisasi sistem-sistem politik

keagamaan, khususnya dengan fenomena Kristen barat tentang

pemisahan antara gereja dan Negara.67

c. Tanpa Pemisahan

66 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 98-100 67 Ibid., hlm. 101-102

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

45

Dalam pengertian ini, terdapat suatu masalah pilihan yang harus

disadari, karena tidak ada agama yang secara resmi berkaitan dengan

pemerintah. Karena itu hal ini erat kaitannya dengan evolusi ideologis,

seperti yang terjadi pada Negara-negara Dunia ktiga dalam perjuangan

menentang imperialisme Eropa.68 Smith menunjukan contoh di

Indonesia, bahwa organisasi nasional besar yang pertama, Sarikat Islam

(SI) yang berlandaskan keagamaan (Islam), telah didirikan pada 1912,

namun kemerdekaan diperoleh di bawah sekularisasi, yaitu di bawah

Soekarno dan Syahrir. Padahal Undang-Undang persiapan yang

dirancang oleh para pemimpin ini secara sederhana dalam pasal 29

menyebutkan, “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Namun pengertian Ketuhanan dari pidato Soekarno tidak

mengkhususkan pada nilai kandungan Islam, dan sebagai sebuah konsep

yang telah dirancang, ini telah tidak diakui.69

2. Sekularisasi Ekspansi Pemerintah

Aspek sekularisasi ekspansi pemerintah, yaitu pemerintah

memerintah wewenang kekuasaannya ke dalam wilayah kehidupan

sosial ekonomi yang semula diatur oleh struktur keagamaan. Ada empat

wilayah utama yang menjadi sasaran yaitu:

a. Sekularisasi Hukum

68 Penjabaran lengkap tentang hal ini telah dibahas oleh Donald Eugene Smith dalam

karyanya Religion, Politics and Sosial Change in The Third World, hlm. 42-91 69 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 102, baca juga Pardoyo, op. cit., hlm. 58

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

46

Sekularisasi hukum merupakan jantung sekularisasi di dunia

muslim, ekspresi kolektif keagamaan yang terpenting diperankan oleh

syari`ah, yang mengatur seluruh masyarakat. Dalam konteks ini,

sekularisasi hukum akan membawa pengaruh yang signifikan terhadap

perkembangan religio-politik umat Islam.70

Sekularisasi yang berlangsung di bidang hukum merupakan proses

yang panjang dan terus berlangsung dengan langkah-langkah yang

berbeda di bagian Dunia ketiga. Di Indonesia pada awal kerajaan-kerjaan

Islam di Nusantara (awal abad ke-17) telah mengembangkan lembaga-

lembaga regular untuk penerapan hukum Islam. Konsolidasi kontrol

Koloni Belanda terhadap wilayah-wilayah Nusantara, secara politik

memerankan sebuah peranan yang cukup signifikan, pada pertengahan

abad ke-19 Kepala hakim Islam ditunjuk oleh sultan setidaknya sejak

awal tersebut hingga kedudukan ini dihapus karena Konsolidasi kontrol

Koloni Belanda tersebut. Meskipun begitu, hingga pertengahan abad ke-

19, syari`ah masih tetap bertahan di wilayah-wilayah yang dikuasai

pemerintah Islam. Namun, penaklukan Belanda terhadap Wilayah-

Wilayah di kemudian hari membuat yuridiksi Syari`ah perlahan-perlahan

surut. Sejak itu, hukum-hukum kriminal dan dagang hampir sepenuhnya

disekularisasikan, sedangkan hukum keluarga masih berada di bawah

kendali syari`ah. 71

70 Yudi Latif, op. cit., hlm. 125 71 Ibid., hlm. 125-126

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

47

Pernah ada upaya sekularisasi hukum dalam bidang perkawinan–

yang oleh Smith dicontohkan dengan upaya melontarkan Undang-

Undang perkawinan pada 1974, menurut Smith, seperti dikutip Pardoyo,

sekularisasi di bidang hukum keluarga di masyarakat Islam adalah yang

paling alot, bahkan hampir tidak mungkin. Bahkam, hukum keluarga

oleh kaum Muslimin, menurut Anderson, dianggap sebagai soko guru

agama.72

Sejarah intervensi Negara dalam menyekulerisasikan hukum Islam

berakar pada keputusan kepentingan konsevatif politik kolonial. Fakta

bahwa rantai silsilah keberadaan pengadilan agama di Indonesia saat ini

bermula dari keputuasan Kerajaan Belanda pada 1882; menunjukan

bahwa proyek sekularisasi ini bersumber dari ketegangan dalam interaksi

antara Negara dan komunitas Islam dalam rentang sejarah panjang.73

b. Sekularisasi Pendidikan

Dalam berbagai bidang, sekularisasi berlangsung secara bertahap,

hal ini juga terjadi dalam bidang pendidikan. Di berbagai dunia ketiga,

terutama di Indonesia, sekularisasi tidak terlepas dari politik

imperialisme Barat. 74

Pendidikan memang memegang peranan penting dalam perjuangan

Islam agar dapat diterima, termasuk di wilayah Nusantara. Dalam Islam,

sekolah-sekolah Islam memainkan peran kunci dalam mengembangkan

72 Lihat Pardoyo, op. cit., hlm. 59., Lihat juga: Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 104 73 Yudi Latif, op. cit., hlm. 126 74 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 111-116, lihat juga, Pardoyo, op. cit., hlm. 59

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

48

identitas keislaman yang jelas dan positif serta sarana penting bagi

pengajaran doktrin-doktrin Islam. Fakta bahwa pendidikan merupakan

agen yang paling kuat dalam mensosialisasikan doktrin Islam

mendorong pemerintahan kolonial untuk memberi perhatian yang serius

terhadap bidang ini. 75 Namun, pemerintahan kolonial mempromosikan pendidikan Barat

di Indonesia, sekolah-sekolah misi Kristen yang telah terlebih dahulu

berkembang dicoba digabungkan dengan sistem pendidikan umum. Hal

ini dilakukan karena pemerintahan kolonial memandang rendah terhadap

sekolah-sekolah Islam, sehingga mendorong pemerintah kolonial untuk

mengucilkan sistem pendidikan Islam.76

Walau demikian, sekolah-sekolah Islam tetap bertahan. Akibat

modernisasi yang tidak dapat dielakkan dan terilhami oleh gerakan

modernisme Islam di Timur Tengah serta kehadiran sekolah-sekolah

Barat di Nusantara, kemudian muncul jenis sekolah Islam baru yang

mengkombinasikan antara pengajaran agama dan umum yang dikenal

sebagai “madrasah”. Disini, mulai diperkenalkan pelajaran-pelajaran

“sekuler”, menggunakan metode dan teknologi modern, serta

mempekerjakan pengajar-pengajar non-ulama bahkan guru perempuan.77

Pandangan umum memperkirakan bahwa sistem madrasah pada

akhirnya akan menuju sistem sekolah. Kemungkinan meleburnya sistem

madrasah dan sekolah, menurut Yudi Latif, masuk akal. Hal ini

75 Yudi Latif, op. cit., hlm. 132 76 Ibid. hlm. 135 77 Ibid. hlm. 135-136

Page 30: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

49

dikarenakan beberapa alasan. Pertama, sejak 1967, pelajaran agama juga

telah diwajibkan bagi pelajar-pelajar di sistem sekolah, sejak SD hingga

Perguruan Tinggi.78 Kedua, Perubahan orientasi studi dari lulusan

sekolah-sekolah agama yang secara tradisional membanjiri perguruan

tinggi Islam, tetapi dalam perkembangannya banyak juga yang

mendaftar di Universitas-universitas sekuler.79

Sedang sekularisasi di bidang ini dalam Kristen, ditandai dengan

munculnya para cendekiawan yang memproklamirkan diri mereka untuk

tidak tunduk kepada aturan agama atau gereja. Akibatnya muncul

kebebasan berfikir. Hal ini disebabkan oleh perbenturan antara agama

dan ilmu pengetahuan.80 Pada akhirnya, perkembangan ilmu

pengetahuan sampai lepas kendali hingga ke tingkat menghapus nilai

moral dan agama.81

c. Sekularisasi Struktur Sosial

Sekularisasi dalam struktur sosial bermula “ketika bagian-bagian

dari elit kuasa pribumi atau elit kuasa asing menolak dasar keagamaan

mengenai ketidaksetaraan dan berusaha menghadirkan perubahan sosial

menuju kesetaraan melalui intervensi Negara/pemerintah.82

78 Hal ini didasarkan pada keputusan MPRS No. II/1967, juga dikukuhkan secara lebih

kuat oleh Undang-Undang Pendidikan tahun 2003. 79 Ibid. hlm. 137 80 Bahkan pada tahap ini muncul sebuah ungkapan: “Jika anda ingin menjadi ilmuwan

maka anda jangan menjadi agamawan, begitu juga sebaliknya jika anda menjadi agamawan maka jangan menjadi ilmuwan.”

81 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 111-116, lihat juga Pardoyo, op. cit., hlm. 80-81. Tokoh yang mendobrak penghapusan nilai moral dan agama, salah satunya adalah Freud, ia mendobrak pembelengguan seksual, yang mengakibatkan pergaulan bebas (Free Sex).

82 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 116-118, lihat juga Yudi Latif, op. cit., hlm. 137

Page 31: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

50

Bertolak dari kepincangan sosial dalam masyarakat, baik agama

Hindu, Budha, Katholik, maupun Islam, pemerintah berusaha mengatur

dan mengadakan pembaruan. Bahkan, kecendrungan ideologis pada

suatu tatanan masyarakat menjadi tanggung jawab utama Negara.83

Dalam konteks Islam, secara teoritis, sebenarnya terdapat

kesetaraan sosial antara orang-orang mukmin, tidak ada perbedaan.

Dalam agama Islam tidak terdapat sistem kasta dan sistem gereja, namun

pada prakteknya, tidak berarti bahwa sistem hierarki sosial tidak

ditemukan pada masyarakat muslim. Ulama sejak lama menikmati status

minoritas terhormat. Namun, dengan proyek sekularisasi yang dilakukan

pemerintah kolonial, otonomi serta pengaruh politik mereka setidaknya

sejak abad 20 mengalami kemunduran secara drastis.84

Pada tahun 1912, sejak berdirinya Sarekat Islam, elit Islam non-

ulama makin meraih peran-peran penting sebagai pemimpin dan

penerjemah doktrin-doktrin keagamaan, sehingga terjadilah pergeseran

otoritas keagamaan secara perlahan dari elit ulama menuju elit non-

ulama. Dengan kemunculan elit-elit inteligensia berpendidikan yang

memandang elit agama tradisional ‘baik ulama maupun pendeta’ tidak

mampu melakukan penyesuaian yang diperlukan terhadap dunia modern.

Hal ini mencapai puncaknya pada tahun 1970.85

d. Sekularisasi Ekonomi

83 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 117, lihat juga Pardoyo, op. cit., hlm. 59 84 Yudi Latif, op. cit., hlm. 138 85 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 118, lihat juga Yudi Latif, op. cit., hlm 138-139

Page 32: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

51

Pada mulanya lembaga-lembaga tradisional keagamaan lebih kaya

dibanding perbendaharaan Negara, hal ini dapat dilihat dengan adanya

sistem sedekah serta zakat dalam agama Islam, adanya sistem tuan tanah

dalam agama Budha, dan berbagai penumpukan kekayaan di dalam

gereja. Sekularisasi di bidang ekonomi mulai dilakukan oleh kaum

liberal yang berusaha melumpuhkan Gereja secara ekonomis dengan

berpegang pada landasan politik. 86

Dalam konteks Islam, apresiasi Islam terhadap aspek material tidak

dapat diragukan, Islam memandang kekayaan tidaklah bertentangan

dengan tujuan-tujuan keagamaan, bahkan Nabi Muhammad dulunya

adalah pedagang. Antara Islam dan berdagang sebenarnya pernah

berhubungan erat di Nusantara. Hal ini ditandai penyebaran agama di

Nusantara dilakukan oleh para pedagang.87

Islam sangat memperhatikan masalah ekonomi, hal ini ditandai

dengan aturan yurisdiksi Islam soal warisan. Namun, kepentingan

pemimpin-pemimpin nasionalis sekuler dalam reformasi ekonomi, yang

kemudian diperluas dengan adanya aturan hukum dagang yang telah

sepenuhnya tersekularisasikan, lenyapnya yurisdiksi Islam atas masalah

warisan di Nusantara, menunjukan contoh yang jelas sekularisasi

ekspansi pemerintah dalam bidang ekonomi.88

Selain itu, sekularisasi ekonomi ditandai dengan munculnya

revolusi industri, yang pada akhirnya menjurus ke ekonomi kapitalis dan

86 Donald Eugene Smith, loc. cit, lihat juga, Pardoyo, loc. cit. 87 Yudi Latif, op. cit., hlm. 139 88 Ibid. hlm. 139-140

Page 33: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

52

ekonomi sosialis, sehingga hal ini menjauhkan kedua bidang tersebut

dari peran agama.89

Walau pada 1993, tatkala MUI dan ICMI mensponsori pendirian

Bank Islam (Bank Muamalat) dengan aturan Islam, ide tentang ekonomi

yang berorintasi Islam kembali bergema. Namun, bisakah ekonomi versi

syari’at ini dapat bertahan menghadapi gempuran hebat dari ekonomi

sekuler berbasis pasar bebas (kapitalis).90

3. Sekularisasi Penilaian Silang

Sekularisasi penilaian silang mengandung sekularisasi budaya

politik dalam proses gradual di mana faktor-faktor non-pemerintah

berperan penting dan krusial.Sekularisasi budaya politik sendiri

merupakan persoalan yang jauh lebih kompleks ketimbang karakteristik

sebelumnya.91

Yang mendasari sekularisasi kultur politik yaitu kemerosotan nilai-

nilai keagamaan yang umumnya meliputi keseluruhan masyarakat.

Bahkan, orang-orang tidak lagi banyak berfikir tentang agama. Disini

terdapat pertumbuhan toleransi keagamaan, pertumbuhan relativisme

berdasarkan skeptisisme atas tuntutan kebenaran semua agama. Gejala

semacam ini begitu meluas, bukan hanya terjadi dunia Barat, tetapi juga

terjadi di Dunia ketiga. Dengan anggapan bahwa agama merupakan

masalah pribadi, maka masyarakat yang mempunyai pendapat demikian

89 Donald Eugene Smith, op. cit.,hlm. 120, lihat juga: Pardoyo, op. cit., hlm. 80 90 Yudi Latif, op. cit., hlm. 139-140 91 Ibid. hlm. 147

Page 34: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

53

telah siap meninggalkan segi-segi dalam sistem keagamaan tradisional,

sehingga pandangan dunianya telah mengalami sekularisasi radikal.92

Dalam sekularisasi kultur politik dapat dikatakan merupakan

sekularisasi yang membutuhkan persetujuan massa, hal ini dapat terjadi

karena melibatkan perubahan mendasar dalam tata nilai, tidak bisa

diarahkan secara efektif oleh elit penguasa dalam tempo yang singkat.

Dalam Kristen, sejarah mencatat, terjadi sebuah reaksi keras

terhadap kekuasaan paus. Jika semula otoritas raja masih berada di

bawah otoritas paus, kini raja melepaskan diri dari campur tangan paus.

Dengan demikian, politik dikeluarkan dari wawasan agamis, dalam arti

tidak tunduk kepada kekuasaan paus lagi. Kemudian politik tumbuh

tanpa akar agama.93

Untuk memeriksa hingga sejauh mana taraf sekularisasi ini di

Indonesia, amat penting untuk melihat dua segi utama sekularisasi

budaya politik, yaitu:

a. Sekularisasi Basis Legitimasi

Sekularisasi basis legitimasi bermula ketika agama tak lagi menjadi

sumber yang kuat bagi legitimasi pemerintah, politisi atau gerakan

politik. Proses ini dalam konteks ini mulai berlangsung sejak abad ke 19

ketika pemerintah kolonial Belanda mencoba memisahkan antara

pemerintah dan otoritas Islam. Menghalau agama sebagai basis

legitimasi politik jauh lebih problematic dalam agama yang menganut

92 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 120, lihat juga, Pardoyo, op. cit., hlm. 60 93 Donald Eugene Smith, loc.. cit.

Page 35: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

54

monoteisme seperti Islam. Komunitas-komunitas muslim dari madzhab

dan tradisi apa pun setuju bahwa “tauhid” merupakan inti keyakinan,

tradisi dan amalan Islam.94

Dengan dasar tauhid inilah, banyak kalangan muslim berpendapat

bahwa kedaulatan bukanlah milik manusia melainkan milik Allah.

Sepanjang sejarah Indonesia, para pendukung Negara Islam terus

berjuang untuk mempertahankan kedaulatan Tuhan sebagai basis utama

legitimasi politik. Jika yang menjadi ukuran adalah konstitusi, maka

perjuangan tersebut sejauh ini gagal. Karena menurut UUD 1945, secara

politik, Islam bukanlah agama Negara dan kedaulatan tidaklah berasal

dari Tuhan melainkan dari rakyat.95

b. Sekularisasi Identitas Kelompok

Menurut Verba, seperti dikutip D. E. Smith, bahwa masalah utama

yang terpelik yang harus dipecahkan dalam pembentukan suatu kultur

politik adalah mengenai identitas nasional “kelompok”. Yang menjadi

faktor utama adalah faktor identitas atau kesetiaan, di mana kesetiaan

bangsa (nasionalisme) modern telah menggeser agama sebagai faktor

utama dalam hubungan antara sesama manusia. Dengan demikian, suatu

aspek fundamental sekularisasi kultur politik adalah pembentukan suatu

identitas nasional.96

Ketegangan antara identitas nasional sekular dan identitas agama

masih menjadi sebab utama perpecahan kehidupan politik di dunia

94 Yudi Latif, op. cit., hlm. 143 95 Ibid. 96 Donald Eugene Smith, loc. cit.

Page 36: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

55

muslim, terutama pada masyarakat plural, termasuk di Indonesia. Di

Indonesia, ada beberapa alasan yang membuat sulit disatukannya

identitas antara komunitas nasional agama dan komunitas nasional

sekular: yaitu:

1. Struktur internal Islam sebagai sistem keagamaan organik yang

membuatnya nyaris tidak mungkin “secara teoritis” untuk

memisahkan antara yang suci dengan yang sekular.

2. Realitas Indonesia sebagai masyarakat plural dengan potensi

konflik identitas yang subur, membuat agama menjadi sumber

yang kuat bagi pembentukan identitas kelompok.

3. Adanya trauma akan kecenderungan-kecenderungan diskriminatif

dalam kebijakan pemerintah.

4. Lemahnya keberadaan civil society, yang menghambat penguatan

identitas dan budaya sekular dari politik nasional.97

Kemunculan kembali partai-partai Islam dalam ruang public saat

ini merefleksikan ketahanan identitas Islam berhadapan dengan identitas

nasional (sekular).

4. Sekularisasi Kekuasaan Pemerintah

Sekularisasi tipe ini98 dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk

sekularisasi yang menekankan dominasi polity atas keyakinan, praktik,

97 Yudi Latif, op. cit., hlm. 145-146 98 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 126-131

Page 37: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

56

dan struktur keagamaan melalui pemaksaan oleh Negara, sebagai upaya

untuk menghancurkan basis-basis politik keagamaan.99

Dibanding ketiga aspek dimensi atau aspek yang telah diuraikan

diatas, sekularisasi kekuasaan pemerintah adalah yang paling keras,

karena, secara politik, tidak sekedar membuat batas pemisah terhadap

agama, akan tetapi secara terbuka menyerang basis-basis keagamaan,

dan secara paksa memberlakukan ideologi sekuler terhadap kultur

politik. Pemerintah mengambil alih agama untuk mengurangi secara

drastis pengaruh agama (atau bahkan menghapusnya), atau untuk menata

kembali dan mereformasikannya. Jadi membawanya ke dalam garis yang

sama dengan program modernisasi rezim penguasa. Dalam

mengantisipasi otonomi bidang keagamaan, Negara bersikap totaliter.100

Smith, seperti dikutip Yudi latif, dalam menggambarkan perbedaan

diantara ketiga sekularisasi yang sudah diuraikan sebelumnya lebih

lengkap, menurutnya:

Apabila Sekularisasi Pemisahan Pemerintah memisahkan ikatan-ikatan institusional baru untuk dapat mengontrol agama sedang jika sekularisasi kekuasaan pemerintah adalah menciptakan ikatan-ikatan institusional baru untuk dapat mengontrol agama; Jika Sekularisasi Ekspansi Pemerintah menyiratkan pertumbuhan polity dengan kerugian Negara dalam mengatur masyarakat sedang jika sekularisasi kekuasaan pemerintah beranjak melampaui hal itu untuk menolak agama sebagai area otonom; Jika Sekularisasi Penilaian Silang mengandung sekularisasi budaya politik dalam proses gradual di mana faktor-faktor non-pemerintah berperan penting dan krusial, sedang jika sekularisasi kekuasaan pemerintah melibatkan serangan pemerintah secara terbuka terhadap basis agama dari budaya secara umum dan pemaksaan ideology sekuler terhadap budaya politik. Pemerintah mengambil alih agama, guna mereduksi pengaruhnya secara drastic (bahkan bermaksud menghapusnya) atau untuk merestrukturisasi dan mereformasinya, jadi membawanya ke dalam garis program modernisasi yang dijalankan rezim. Dalam menyangkal otonomi bagi bidang keagamaan.101

99 Yudi Latif, op. cit., hlm. 147 100 Pardoyo, op. cit., hlm. 61 101 Yudi Latif, loc. cit.

Page 38: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

57

Fenomena sekularisasi macam ini telah terjadi di Perancis, Turki,

Rusia, Cina, Mexico selama periode pergolakan revolusioner. Menurut

al Bahy, seperti dikutif Pardoyo, sekularisasi macam ini dikatakan

sebagai periode sekularisme ekstrem102 yang juga disebut sebagai

periode “Revolusi Sekuler”.103

Di dunia Muslim, pengalaman Turki merupakan pengecualian.

Selama Revolusi Turki (1923-1928), Kemal Ataturk (sebagai pemimpin)

mengerahkan berbagai upaya untuk melenyapkan kekhalifahan dan

syari’ah serta memperkenalkan berbagai perubahan legislasi yang

menunjukkan praktik kekuasaan pemerintah dengan berbagai perubahan

yang telah dilakukan.104

D. Pandangan Islam terhadap Sekularisasi

Karena salah satu unsur yang terkait dalam sekularisasi adalah

Agama dan Negara (politik), maka alangkah lebih baiknya jika sebelum

berbicara pandangan Islam terhadap sekularisasi, mengutip pandangan

Munawir Sadzali, di mana ia berpandangan ketika berbicara hubungan

Islam dan Negara 105 setidaknya ada tiga aliran yang berkembang dewasa

ini. Aliran pertama, berpendapat bahwa Islam adalah agama seperti

pandangan Barat, yaitu agama tidak ada hubungannya dengan urusan

103 Pardoyo, loc. cit. 104 Yudi Latif, op. cit., hlm. 148. Baca: di latar belakang dunia Timur 105 Munawir Sadzali, Islam dan Tata Negara ajaran, sejarah dan pemikiran, Jakarta: UII

Press, 1990, hlm. 5, penulis merasa perlu untuk memasukan hubungan Islam dan Negara, bukannya agama dan Negara, hal ini terkait dengan tema yang penulis ambil yaitu pandangan Islam terhadap sekularisasi

Page 39: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

58

kenegaraan. Menurut aliran ini, Nabi Muhammad hanyalah seorang

Rosul biasa seperti halnya Rosul-Rosul sebelumnya, dengan tugas

tunggal yaitu mengajak manusia kembali kepada kehidupan yang mulia

dengan menjunjung tinggi budi pekerti luhur dan Nabi tidak pernah

dimaksudkan untuk mendirikan dan mengepalai suatu Negara.106

Aliran kedua, berpandangan bahwa Islam bukan semata-mata

dalam pengertian Barat, tetapi sebaliknya Islam adalah suatu agama yang

sempurna dan lengkap dengan pengaturan bagi segala aspek kehidupan

manusia termasuk kehidupan bernegara.107

Aliran Ketiga, yaitu yang menolak pendapat bahwa Islam adalah

suatu agama yang serba lengkap dan bahwa Islam terdapat sistem

ketatanegaraan. Aliran ini juga menolak anggapan bahwa Islam adalah

agama yang hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhan,

tetapi aliran ini berpendirian bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem

ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai dan etika bagi

kehidupan bernegara.108

106 Tokoh-tokoh aliran ini, antara lain: Ali Abd al-Raziq dan Thaha Husein 107 Para penganut aliran ini biasanya berpendirian bahwa, pertama, Islam adalah agama

yang serba lengkap, didalamnya terdapat pula antara lain, sistem kenegaraan atau politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu/ bahkan justru meniru sistem ketatanegaraan Barat. Kedua, Sistem ketatanegaraan atau politik Islam yang harus ditelaani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi Muhammad dan Khulafaur Rosyiun. Tokoh-tokoh pada aliran ini antara lain Syekh Hasan al-Banna, Sayyid Qutb, Syrkh Muhammad Rasyid Ridha, dan yang paling keras adalah Maulana A. Maududi.

108 Tokoh-tokoh aliran ini yang terkenal adalah Moh. Husein Haikal, aliran ini nampaknya banyak diikuti oleh banyak pemikir di Indonesia seperti, Nurcholish Madjid, Abdurrahman Wahid, dan Amien Rais. Aliran ini oleh Kuntowijoyo disebut dengan politik sapsialisasi, dimana agama memiliki tempatnya sendiri dalam urusan kenegaraan, tetapi antara keduanya terpisah secara jelas. Dengan kata lain, agama hanya urusan personal bukan urusan publik. Agama berpengaruh pada person, dan pada gilirannya person berpengaruh pada Negara.

Page 40: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

59

Dari pengertian sekuler, sekulerisme dan sekularisasi yang telah

dijelaskan di atas, lalu bagaimana sebenarnya Islam memandang tentang

konsep tersebut diatas?

Sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Munawir Sadzali,

maka Islam paling tidak mempunyai minimal tiga aliran, oleh karena itu,

sudah sebuah kewajaran pula apabila terjadi sebuah perbedaan pendapat

di antar para tokoh yang memandang masalah ini dari kaca mata Islam..

Hal ini juga dikarenakan, ketika berbicara masalah sudut pandang

dan persepsi dalam memahami makna sebuah pengertian, terkadang

timbul sebuah perdebatan. Begitu pula dengan istilah “sekularisasi”,

harus diketahui dari sudut pandang mana orang melihatnya. Melihat

dengan kacamata Barat tentu saja akan berlainan dengan kacamata kita

orang Indonesia, begitu pula kalau yang digunakan adalah kacamata

orang lain, karena masing-masingnya dilatarbelakangi oleh kultur,

politik, maupun sejarah yang berlainan.109

Maka sudah sewajarnya, jika terjadi sebuah perbedaan pendapat

ketika berbicara masalah bagaimana sebenarnya Pandangan Islam

terhadap konsep sekularisasi?

Namun, hal itu tidak terjadi ketika yang ditanyakan adalah

bagaimana sebenarnya Pandangan Islam tentang konsep sekuler dan

sekularisme, Islam secara total menolak penerapan mengenai konsep

sekuler maupun sekularisme karena konsep tersebut bertentangan Baca: Hamid Basyaibdan Hamid Abidin, Mengapa partai Islam kalah? Perjalanan Politik Islam dari Pra Pemilu ‘99, sampai pemilihan Presiden, Jakarta: Alvabet, 1999, Hlm. 89.

109 Ibid

Page 41: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

60

dengan pandangan agama Islam. Sebab, dalam Islam mengajarkan

tentang adanya hari kemudian (akhirat), dan karena itu bersumber dari

Al-Qur’an maka orang Islam wajib mengimaninya.

Gambaran tentang kaum sekuleris kita dapati dalam al-Qur’an di

banyak tempat. Mereka selalu digolongkan ke dalam orang-orang

kafir.110 Gambaran itu antara lain, kita dapati dalam surat al_jatsiyah,

ayat 24:

Artinya: ”Mereka (orang-orang kafir) itu berkata: Tidak ada kehidupan kecuali kehidupan dunia ini saja. Kita mati dan kita hidup, dan tidak ada sesuatu yang membinasakan kita, kecuali masa.’ Padahal mereka tidak mempunyai pengetahuan yang pasti tentang hal itu. Mereka hanyalah menduga-duga saja.

Menurut Altaf Gauhar, Islam merupakan antitesis dari sekularisme,

senada yang diutarakan al-Bahy, bahwa, posisi Islam kebalikan dari

sekularisme. Islam dan sekularisme merupakan dua hal yang

antagonistik.111

Hal ini hampir sama dengan apa yang diungkapkan oleh Al-Attas,

bahwasanya Islam memandang bahwasanya segala bentuk sekularisme

ditolak oleh Islam. Dan semua tokoh muslim sependapat dengan hal ini,

karena Islam mempunyai nilai-nilai yang antagonistik terhadap

sekularisme. 112

110 Nurcholish, op. cit., hlm. 219 111 Pardoyo, op. cit., hlm., 77 112 Syed Muhammad Naquib Al-Attas, op. cit., hlm. 33

Page 42: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

61

Hal ini jelas bahwasanya ketika berbicara masalah sekuler dan

sekulerisme, maka Islam dengan tegas menolak segala bentuk sekuler

dan sekulerisme. Namun, hal itu berbeda ketika berbicara mengenai

sekularisasi.

Lalu bagaimana pendapat berbagai tokoh Muslim? Dalam tema

Pandangan Islam terhadap Sekularisasi ini, menulis akan memberikan

beberapa pendapat tokoh, baik yang pro maupun yang kontra dengan

Nurcholish tentang sekularisasi.

1. Muhammad al-Bahy

Dalam pengkajian masalah sekularisasi, al-Bahy memandang bahwa

tidak ada bedanya antara sekularisasi dengan sekularisme. Menurut al-

Bahy, dalam kacamata Islam, posisi Islam sebenarnya kebalikan dari

sekularisme. Islam dan sekularisme merupakan dua hal yang

antagonistik. Sehingga, ia pun menyamakan bahwasanya sekularisasi

atau sekularisme pada dasarnya antagonistic dengan Islam.113

2. Muhammad Qutb

Qutb tidak menggunakan istilah sekularisasi dalam pembahasan kajian,

tetapi menggunakan kata sekularisme, menurut Qutb, sekularisasi adalah

sebuah proses menuju sekularisme. Jadi orang yang berpandangan

sekularisasi adalah orang yang sedang berproses menuju sekularisme.

Qutb menilai bahwa umat Islam terasing dari bumu Islam, karena bumi

ini telah dikuasai oleh setan-setan, dalam arti oleh sekularisme dan

113 Pardoyo, op. cit., hlm., 77

Page 43: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

62

ateisme yang akan mengeluarkan umat Islam dari agama. Inilah

tantangan yang paling berbahaya bagi Islam. Dengan demikian, secara

nyata sekularisme merupakan musuh Islam. Qutb menegaskan bahwa

sekularisme menurut pandangan Islam adalah batil.114

3. Syed Muhammad Naquib al-Attas

Islam secara total menolak penerapan apa pun mengenai konsep-konsep

sekuler, sekularisasi, maupun sekularisme, karena semuanya itu

bukanlah milik Islam dan berlawanan dengan Islam dalam segala hal.115

4. HM. Rasjidi

Menurut Rasjidi, Nurcholish telah salah dalam penggunaan istilah

sekularisasi, karena menurutnya, terjadi perbedaan antara sekularisasi

dan sekularisme, dan Islam menentang ke-duanya, Rasjidi menganjurkan

kepada Nurcholish agar pemakaian istilah sekularisasi diganti dengan

istilah yang lebih tepat.116

5. Amien Rais

Menurut Amien Rais, anjuran untuk menjalankan sekularisasi, misalnya

untuk memperbaharui ajaran Islam, adalah suatu ajakan yang tidak

mempunyai dasar di dalam Islam, dan akan membuat kemerosotan umat

menjadi lebih parah.117

6. Dawam Rahardjo

114 Ibid. hlm. 79-81 115 Syed Muhammad Naquib Al-Attas, op. cit., hlm. 33 116 M. Rasjidi, Koreksi terhadap Drs. Nurcholish Madjid tentang sekularisasi, Jakarta:

Bulan Bintang, 1972, hlm. 21 117 Pardoyo, op. cit., hlm. 103

Page 44: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/27/jtptiain-gdl-s1... · 76, diambil dalam buku Ernest Troeltsch, The Sosial Theaching, of Christian

63

Dawam Rahardjo adalah salah satu yang mendukung konsep sekularisasi

yang ditawarkan oleh Nurcholish, walaupun Dawam pada dasarnya

menganggap kurang pas istilah sekularisasi, namun esensi dan isi yang

ditawarkan oleh Nurcholish adalah salah satu yang dapat membuat umat

Islam lebih maju dan tidak tertinggal dari budaya barat.

7. Komaruddin Hidayat

Komaruddin Hidayat juga yang mendukung konsep yang ditawarkan

Nurcholish, menurutnya, umat Islam dan Islam membutuhkan

pembaruan. Menurut Komarudin Hidayat, sekularisasi dalam kontek

Islam yang dimaksudkan Cak Nur tidak seperti sekulerisme.

Setelah penulis mengemukakan beberapa pendapat tokoh, sungguh

menarik jika sebelum melangkah ke bab. III, penulis mengemukakan

pendapat tokoh yang akan menjadi kajian dalam skripsi ini, yaitu

Nurcholish Madjid. Menurutnya, sekularisasi merupakan sebuah

keharusan bagi setiap umat beragama, khususnya umat Islam.

Nurcholish menyandarkan kepada teks al-Qur’an Surah al-Qashash, ayat

77:

Artinya: “Dan carilah dalam anugerah Tuhan kepada kamu itu kebahagiaan akherat, namun janganlah kamu melupakan nasibmu di dunia, dan perbuatlah kebajikan, sebagaimana Allah telah memperbuat kebaikan kepadamu, dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi ini. Sesungguhnya, Tuhan tidak suka kepada kaum perusak.”