CEDERA KEPALA
-
Upload
melanie-zytka -
Category
Documents
-
view
20 -
download
2
Transcript of CEDERA KEPALA
Mata Kuliah : Sistem Neurobehavior
Dosen : Herman, S.Kep.Ns
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA
DISUSUN OLEH :
NAMA : DEDI ARI TARUK
NIM : NH 0215043
KELAS : S1 KEPERAWATAN B LOKAL A
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI HASANUDDIN MAKASSAR
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
karunia dan nikmatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Cedera Kepala”
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak menemukan kendala dan
hambatan, namun atas dorongan dan motivasi yang tak henti-hentiya dari berbagai
pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang
telah di tentukan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu
dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan-masukan berupa saran
dan kritikan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis mengucapkan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan
imbalan yang setimpal atas jerih payah semua pihak yang telah memberikan bantuan
kepada penulis dan semoga yang kita perbuat bernilai ibadah di sisi-Nya.
Makassar, Mei 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Sampul
Kata Pengantar.............................................................................................................
Daftar Isi........................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN ..........................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................
B. Rumusan Masalah...............................................................................................
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................
D. Manfaat Penulisan...............................................................................................
BAB II : KONSEP MEDIS..........................................................................................
A. Definisi................................................................................................................
B. Anatomi dan Fisiologi.........................................................................................
C. Etiologi ...............................................................................................................
D. Klasifikasi Cedera Kepala...................................................................................
E. Patofisiologi .......................................................................................................
F. Manifestasi Klinis...............................................................................................
G. Pemeriksaan Diagnostik......................................................................................
H. Penatalaksanaan .................................................................................................
I. Komplikasi..........................................................................................................
BAB III : KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...................................................
A. Pengkajian...........................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan.......................................................................................
C. Intervensi.............................................................................................................
D. Implementasi Keperawatan ................................................................................
E. Evaluasi...............................................................................................................
BAB IV : PENUTUP.....................................................................................................
A. Kesimpulan ........................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurang lebih 40% dan korban dengan multiple trauma mengalami cedera
susunan saraf pusat (SPP). Kelompok ini mempunyai angka kematian 2 kali lebih
besar daripada korban tanpa cedera SPP (2,5% : 175). Cedera kepala merupakan
25% dari semua kematian akibat trauma dan lebih dari setengah kecelakaan
kendaraan bermotor. Sebagaimana cedera yang lain penatalaksanaan yang tepat
dan tepat memungkinkan penderita untuk sembuh sempurna.
Untuk dapat menangani korban cedera kepala secara efektif, kita harus
mengetahui dan menguasai anatomi dan fisiologi dasar dari kepala dan otak.
Trauma kepala dapat berupa laserasi jaringan otak disertai edema dan peningkatan
tekanan intracranial (TIK), trauma pembuluh darah dengan perdarahan dan
peningkatan TIK atau luka tembus tengkorak yang langsung merusak jaringan
otak. Kita harus menganggap bahwa edema kepala selalu disertai dengan cedera
vertebra servikalis dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah dalam
makalah ini adalah bagaimana Pengkajian pada kasus Cedera Kepala.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah :
1. Tujuan umum
Dapat menuliskan dalam Makalah gangguan sistem Neuro : Cedera Kepala
2. Tujuan khusus
a. Dapat memahami konsep-konsep dan teori yang terdapat pada kasus
gangguan sistem Neuro: Cedera kepala
b. Dapat melaksanakan pengkajian sesuai dengan masalah yang muncul pada
kasus gangguan sistem Neuro: Cedera kepala
c. Dapat merumuskan diagnosa Keperawatan yang paling sering muncul
pada kasus gangguan sistem Neuro: Cedera Kepala
d. Dapat menyusun perencanaan dan implementasi Keperawatan pada kasus
gangguan sistem Neuro: Cedera Kepala
e. DapatomengevaluasiohasilodariotindakanoKeperawatanoyang
dilaksanakan pada kasus gangguan sistem Neuro: Cedera Kepala.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bidang akademik
Sebagai bahan bacaan ilmiah dan sumber informasi bagi rekan – rekan dan
praktisi keperawatan dalam meningkatkan mutu pendidikan di masa yang
akan datang dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan bidang
keperawatan.
2. Manfaat Tenaga keperawatan
Dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik dan tepat pada pasien
dengan Cedera Kepala.
3. Manfaat bagi penulis
Sebagai pembelajaran dalam mengembangkan kemampuan diri penulis
khususnya dalam menerapkan asuhan keperawatan pada gangguan sistem
Neuro cedera Kepala.
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala,
tengkorak, dan otak. (Morton, 2012)
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degenerative, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kognitif dan fungsi
fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Kulit Kepala
Kulit kepala menutupi cranium/tengkorak yang terdiri dari lima lapis jaringan
yaitu kulit (skin), jaringan ikat (connective tissue), galea aponeurotica
(aponeurosis epicranialis), jaringan ikat jarang (loose connective tissue), dan
pericranium.
2. Tengkorak Otak
Terdiri dari tulang-tulang yang dihubungkan satu sama lain oleh tulang
bergerigi yang disebut sutura banyaknya delapan buah dan terdiri dari tiga
bagian, yaitu :
a. Gubah tengkorak, terdiri dari:
1) Tulang dahi (os frontal)
2) Tulang ubun-ubun (os parietal)
3) Tulang kepala belakang (os occipital)
b. Dasar tengkorak, terdiri dari :
1) Tulang baji (os spheinoidale)
2) Tulang tapis (os ethmoidale)
c. Samping tengkorak, dibentuk dari tulang pelipis (os temporal) dan
sebagian dari tulang dahi, tulang ubun-ubun, dan tulang baji.
Fraktur tengkorak dianggap mempunyai kepentingan primer
sebagai penanda dari tempat dan keparahan cidera.
Gambar 1. Anatomi tulang kepala (tengkorak)
3. Otak
Otak merupakan satu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer dari semua alat tubuh. Otak terdapat dalam rongga tengkorak
yang melindungi otak dari cedera.
Berdasarkan daerah atau lobusnya otak terbagi menjadi 4 lobus yaitu :
frontalis (untuk berpikir) temporalis (menerima sensasi yang datang dari
telinga), parietalis (sensasi perabaan, perubahan temperatur) oksipitalis
(menerima sensasi dari mata).
Otak selain dilindungi oleh tengkorak juga dilindungi selaput yang
disebut munigen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi,
mendukung dan memelihara otak. Munigen terdiri dari 3 lapisan yaitu:
a. Durameter
Membran luar yang liat, tebal, tidak elastis.Dura melekat erat
dengan permukaan dalam tengkorak oleh karena bila dura robek dan
tidak segera diperbaiki dengan sempurna maka akan timbul berbagai
masalah. Dura mempunyai aliran darah yang kaya. Bagian tengah dan
posterior di suplay oleh arteri munigen yang bercabang dari arteria
karotis interna dan menyuplay fasa arterior arteria munigen yaitu
cabang dari arteria oksipitalis menyuplay darah ke fasa posterior.
b. Arachnoid
Merupakan bagian membran tengah bersifat tipis, halus, elastis
dan menyerupai sarang laba-laba. Membran ini berwarna putih karena
tidak dialiri darah. Pada dinding araknoid terdapat pleksus khoroid yng
bertanggung jawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Terdapat
juga membran araknoid villi yang mengabsorbsi CSS. Pada orang
dewasa normal CSS yang diproduksi 500 ml perhari, tetapi 150 ml
diabsorbsi oleh villi.
c. Piameter
Piameter adalah membran yang sangat lembut dan tipis. Lapisan
ini melekat pada otak. Piameter mengandung sedikit serabut kolagen
dan membungkus seluruh permukaan sistem saraf pusat dan vaskula
besar yang menembus otak.
Membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis,
transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah
otak dan sangat kaya dengan pembuluh darah.
Otak merupakan organ kompleks yang dominasi cerebrum. Otak
merupakan struktur kembar yaitu lateral simetris dan terdiri dari 2 bagian
yang disebut hemisferium.Belahan kiri dari cerebrum berkaitan dengan
sisi kanan tubuh dan belahan kanan cerebrum berkaitan dengan sisi kiri
tubuh. Otak terbagi menjadi 3 bagian besar :
1) Cerebrum (otak besar)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus.
Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan
substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada
prinsipnya komposisi substansia grisea yang terbentuk dari badan-
badan sel saraf memenuhi kortex serebri, nukleus dan basal gangglia.
Substansia alba terdiri dari sel-sel syaraf yang menghubungkan
bagian–bagian otak yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri
(telesefalon) tensi jaringan SSP. Area inilah yang mengontrol fungsi
motorik tertinggi yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensia.
2) Batang otak (trunkus serebri), terdiri dari :
a) Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara
serebelum dan mesensepalon. Diensepalon berfungsi untuk
vasokontruktor (mengecilkan pembuluh darah), respiratory
(membantu proses pernapasan), mengontrol kegiatan reflek dan
membantu pekerjaan jantung.
b) Mesensefalon, berfungsi sebagai membantu pergerakan mata dan
mengangkat kelopak mata, memutar mata dan pusat pergerakan
mata.
c) Pons varoli, sebagai penghubung antara kedua bagian serebellum
dan juga medula oblongata dengan serebellum pusat saraf nervus
trigeminus.
d) Medula oblongata, bagian batang otak yang paling bawah yang
berfungsi untuk mengontrol pekerjaan jantung, mengecilkan
pembuluh darah, pusat pernapasan dan mengontrol kegiatan
refleks.
3) Serebelum
Terletak dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentoreum yang memisahkan dari bagian
posterior serebrum. Semua aktivitas serebrum berada dibawah
kesadaran fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah
tenus-tenus kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan
dan sikap tubuh.
Gambar 2. Anatomi otak
C. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi,
akselerasi-deselerasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional.
1) Cedera Akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak (mis, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang
ditembuskan ke kepala.
2) Cedera Deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek diam,
seperti pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca
depan mobil.
3) Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.
4) Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak yang berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur.
Sebagai contoh pasien dipukul bagian belakang kepala.
5) Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya
neuron dalam substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak denganbagian dalam rongga tengkorak.
D. Klasifikasi Cedera Kepala
Berdasarkan patologi :
1) Cedera kepala primer
Merupakan akibat cedera awal. Cedera awal menyebabkan gangguan
integritas fisik, kimia, dan listrik dari sel di area tersebut, yang menyebabkan
kematian sel.
2) Cedera kepala sekunder
Cedera ini merupakan cedera yang menyebabkan kerusakan otak lebih lanjut
yang terjadi setelah trauma sehingga meningkatkan TIK yang tak terkendali,
meliputi respon fisiologis cedera otak, termasuk edema serebral, perubahan
biokimia, dan perubahan hemodinamik serebral, iskemia serebral, hipotensi
sistemik, dan infeksi local atau sistemik
Menurut jenis cedera
1) Cedera kepala terbuka : menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
sekunder. Trauma ini menembus tengkorak dan jaringan otak
2) Cedera kepala tertutup : sama seperti dengan pasien gegar otak ringan dengan
cedera serebra yang luas
Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cedera kepala ringan/minor (commotio cerebri)
a) GCS 14-15
b) Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio serebral, hematoma
2) Cedera kepala sedang (contusio cerebri)
a) GCS 9-13
b) Kehilangan kesadaran dan anemsia > 30 menit tetapi < 24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
d) Diikuti kontusia serebral, laserasi dan hematoma intracranial.
3) Cedera kepala berat
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intracranial
Buka Mata (Eye) Skor
Mata terbuka dengan spontan 4
Mata terbuka dengan perintah 3
Mata terbuka dengan rangsang nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon Verbal
Menjawab pertanyaan dengan benar 5
Salah menjawab pertanyaan 4
Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3
Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya (mengerang) 2
Tidak memberi respon 1
Respon Motorik
Menurut perintah 6
Melokalisir rangsang nyeri 5
Menjauhi rangsang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Extensi abnormal 2
Tidak memberi respon 1
E. Patofisiologi
Trauma kapitis menyebabkan cedera pada kulit kepala, tulang kepala,
jaringan otak. Cedera otak bisa berasal dari trauma langsung dan trauma tidak
langsung pada kepala.Kerusakan neurologis langsung disebabkan oleh suatu
wbenda atau serpihan tulang yang menembus dan merobek jaringan otak, oleh
pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak.
Riwayat kerusakan yang disebabkan oleh beberapa hal tergantung pada
kekuatan yang menimpa. Kekuatan akselerasi dan deselerasi menyebabkan isi
dalam tengkorak yang keras, bergerak, dengan demikian memaksa otak
membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan (counter
coup) karena ada benturan keras ke otak maka bagian ini dapat merobek dan
mengoyak jaringan, kerusakan diperhebat bila ada rotasi tengkorak. Bagian otak
yang paling keras mengalami kerusakan adalah bagian anterior dari lobus frontalis
dan temporalis, bagian posterior lobus oksipitalis dan bagian atas mesencefalon.
Efek sekunder trauma yang menyebabkan perubahan neurologik berat
disebabkan oleh reaksi jaringan terhadap cedera. Setiap kali jaringan mengalami
cedera, responnya dapat mempengaruhi perubahan isi cairan intrasel dan
ekstrasel. Peningkatan suplay darah ke tempat cedera dan mobilisasi sel-sel untuk
memperbaiki kerusakan sel. Neuron dan sel-sel fungsional dalam otak tergantung
dari suplay nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan O2 dan sangat peka
terhadap cedera metabolik apabila suplay terhenti. Sebagai akibat cedera, sirkulasi
otak dapat kehilangan kemampuannya untuk mengatur volume darah yang
tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa tempat tertentu dalam otak.
F. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang umum muncul pada trauma kapitis, yaitu:
1) Nyeri yang menetap atau setempat, biasa menunjukkan adanya fraktur,
seperti;
a. Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak di daerah sekitar fraktur
b. Fraktur dasar tengkorak dicuragai ketika CSS keluar dari telinga dan
hidung
c. Laseri atau kontusio otak ditunjukkan dengan cairan spinal berdarah
2) Muntah proyektil
3) Papil edema
4) Kesadaran menurun
5) Tanda-tanda vital menurun
6) Pupil un-isokor
Selain itu, tanda dan gejala trauma kapitis dibagi dalam beberapa bagian, seperti;
1) Commotio Cerebri
a. Tidak terjadi kerusakan jaringan otak, namun kehilangan funsi otak sesaat
(pingsan < 10 menit)
b. Amnesia pasca cedera kepala
2) Contosio Cerebri
a. Tidak sadar lebih dari 10 menit
b. Amnesia anterograde
c. Mual dan muntah
d. Penurunan tingkat kesadaran
e. Gejala neurologi, seperti parese
f. LP berdarah
3) Laserasio Serebri
a. Jaringan robek akibat fragmen taham
b. Pingsan maupun tidak sadar selama berhari-hari/berbulan-bula
c. Kelumpuhan anggota gerak
d. Kelumpuhan saraf otak
4) Epidural hematom
5) Subdural hematom
6) Subarachnoid hematom
7) Intracerebral hematom
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
a. Skull X-ray (foto polos tengkorak)
b. CT-scan kepala
c. MRI
d. Angiografi cerebral
e. Cek laboratorium : elektrolit, AGD, dan Darah Lengkap
H. Penatalaksanaan
Penanganan pada pasien mengalami cedera kepala (trauma kapitis) yang
mengalami trauma awal, yaitu diusahakan segala usaha untuk tidak terjadinya
cedera sekunder. Lakukan pencegahan terhadap adanya episode hipoksia,
hipotensi, dan hipotermi.
1) Amankan jalan nafas. Bila GCS ≤ 8, walaupun pasien memiliki jalan nafas
yang paten, maka sebaiknya intubasi segera dilakukan
a) Antisipasi intubasi dari mulut untuk menghindari kemungkinan fraktur
wajah dan intubasi melalui fraktur tulang ini
b) Slang orogastrik sebaiknya dipasang untuk mencegah aspirasi
c) Selama tindakan intubasi secara cepat (rapid sequence intubation),
suksinilkolin yand diberikan dapat meningkatkan tekanan intracranial.
Untuk itu gunakan etonidat dan vekuronium
2) Cegah timbulnya hipoksia! Berikan FiO2 100% dan pertahankan PO2 > 100
mmHg dengan saturasi (SaO2) > 95 %
a) Pertahankan PCO2 = 35-38 mmHg, dengan tingkat normal rendah. Hindari
keadaan hiperventilasi pada penangan awal trauma terutama yang
diberikan pompa secara manual
b) Segera mungkin atasi komplikasi masalah pernapasan seperti
pneumothoraks
c) Pertimbangkan untuk memberikan blockade neuromuscular dan sedasi
setelah pemeriksaan neurologi awal dan mempertahankan kesinkronan
ventilasi tanpa timbulnya agitasi
d) Berbagai aktivitas yang dapat meningkatkam beban kebutuhan akan
oksigen dan sebaiknya diminimalisir adalah sebagai berikut;
Hipoksia
Hipotensi, hipovolemia, anemia
Nyeri
Menggigil
Agitasi
Kejang
Demam
3) Cegah adanya hipotensi dengan cara meletakkan 2 jalur infus dengan jarum
berukuran besar dan menggunakan cairan isotonic (normal salin atau ringer
laktat) serta produk darah. Hindari cairan yang hipotonik seperti glukosa 5%
yang dapat meningkatkan edema serebral dengan cara menurunkan
osmolaritas. Hiperglisemia dapat menimbulkan prognosi yang buruk, sehingga
cairan yang mengandung glukosa sebaiknya dihindari saat resusitasi.
a) Kontrol sumber perdarahan yang berasal dari kulit kepala
b) Pertahankan MAP antara 70-90 mmHg dengan tekanan perfusi serebral >
60 mmHg
c) Untuk menentukan oksigenasi optimal, Hb harus ≥ 10 (hematocrit ≥ 30).
Pantau kougulasi
d) Setiap episode hipotensi yang terjadi (tekanan darah < 90 mmHg) dapat
menyebabkan prognosis buruk bagi cedera kepala berat.
4) Hangatkan tubuh pasien untuk mempertahankna normotermia
a) Setiap peningkatan 10C akan menyebabkan perubahan metabolism 5-10%
b) Temperature otak sekitar 1-20 C diatas suhu tubuh inti
5) Setelah survey trauma sekunder dan manajemen sesuai, maka CT-Scan kepala
merupakan standar manajemen cedera kepala ini bergantung pada tekanan
intracranial, adanya lesi yang memerlukan pembedahan, atau adanya herniasi
otak.
6) Usahakan pasien tetap bedrest
Selain itu ada penanganan yang dikenal dengan “6B”, yaitu :
1) Breathing
Perlu diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernafasan penderita.
Adanya obstruksi jalan nafas perlu segera dibebaskan dengan tindakan-
tindakan : suction, inkubasi, trakheostomi. Oksigenasi yang cukup atau
hiperventilasi bila perlu, merupakan tindakan yang berperan penting
sehubungan dengan edema cerebri.
2) Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium
darah (Hb, leukosit). Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi yang
menurun mencirikan adanya suatu peninggian tekanan intracranial, sebaliknya
tekanan darah yang menurun dan makin cepatnya denyut nadi menandakan
adanya syok hipovolemik akibat perdarahan (yang kebanyakan bukan dari
kepala/otak) dan memerlukan tindakan transfusi.
3) Brain
Penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mata,
motorik dan verbal (GCS). Perubahan respon ini merupakan implikasi
perbaikan/perburukan kiranya perlu pemeriksaan lebih mendalam mengenai
keadaan pupil (ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya) serta gerakan-
gerakan bola mata.
4) Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan (pemasangan kateter)
mengingat bahwa kandung kemih yang penuh merupakan suatu rangsangan
untuk mengedan sehingga tekanan intracranial cenderung lebih meningkat.
5) Bowel
Seperti halnya di atas, bahwa yang penuh juga cenderung dapat
meninggikan TIK.
6) Bone
Mencegah terjadinya dekubitus, kontraktur sendi dan sekunder infeksi.
I. Komplikasi
Hal-hal yang terburuk dari kejadian trauma kapitis adalah :
1) Syok
2) Peningkatan tekanan intracranial
3) Meningitis
4) Edema pulmonal
5) Koma
6) Meninggal
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Secara Umum
Data Dasar Pengkajian Klien (Doenges, 2000). Data tergantung pada tipe,
lokasi dan keperahan, cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada
organ-organ vital.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia,
cara berjalan tidak tegang.
b. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
c. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan
impulsif.
d. Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : Muntah, gangguan menelan
e. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami
gangguan fungsi.
f. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan
penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
h. Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)
i. Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-
ulang, disartria.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan cidera biologis kontraktur (terputusnya
jaringan tulang).
2. Hambatan mobititas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi/kognitif,
terapi pembatasan/kewaspadaan keamanan, mis tirah baring, immobilisasi.
3. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia, gangguan neurologis.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan
napas, ditandai dengan dyspnea.
5. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan penurunan
ruangan untuk perfusi serebral, sumbatan aliran darah serebral.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri akut
Defenisi : pengalaman
sensori dan emosional
yang tidak menyenangkan
yang muncul akibat
kerusakan jaringan yang
aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa
(international Association
for the study of Pain) :
awitan yang tiba-tiba atau
lambat dari intensitas
ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi
dan berlangsung <6 bulan.
Batasan karakteristik :
Perubahan selera
makan
Perubahan tekanan
darah
Perubahan frekuensi
jantung dan frekuensi
pernapasan
NOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria hasil:
Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali
nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Tanda vital dalam
rentang normal
Tidak mengalami
NIC :
Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
Diaforesis
Mengekspresikan
perilaku (mis : gelisah,
merengek, menangis)
Sikap melindungi area
nyeri
Dilatasi pupil
Melaporkan rasa nyeri
secara verbal
Gangguan tidur
Faktor yang
berhubungan:
Agen cedera (mis :
biologis, zat kimia,
fisik, psikologis)
gangguan tidur menentukan
intervensi
Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi: napas
dala, relaksasi,
distraksi, kompres
hangat/ dingin
Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri: ……...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri
akan berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
Hambatan mobilitas fisik
Defenisi : keterbatasan pada
pergerakan fisik tubuh atau satu
atau lebih ekstermitas secara
mandiri dan terarah.
Batasan karakteristik :
Penurunan waktu reaksi
Kesulitan membolak-balik
posisi
Melakukan aktivitas lain
sebagai pengganti pergerakan
(mis: meningkatkan perhatian
pada aktivitas orang lain,
mengendalikan perilaku,
focus pada
ketunadayaan/aktivitas
sebelum sakit).
Dyspnea setelah beraktivitas
Perubahan cara berjalan
Gerakan bergetar
Keterbatasan kemampuan
melakukan keterampilan
motorik halus dan motorik
kasar.
Keterbatasan rentang
NOC :
Joint Movement :
Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer performance
Kriteria Hasil :
Klien meningkat
dalam aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Memverbaalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah
Memperagakan
penggunaan alat
Bantu untuk
mobilisasi
NIC :
Monitoring vital sign
sebelum/sesudah latihan
dan lihat respon pasien saat
latihan
Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah
terhadap cedera
Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi
Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
Berikan alat bantu jika
klien memerlukan
Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
pergerakan sendi.
Ketidakstabilan postur
Pergerakan lambat dan tidak
terkoordinasi
Factor yang berhubungan :
Gangguan kognitif
Gangguan musculoskeletal
Kerusakan integritas tulang
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
Kerusakan memori
Defenisi : ketidakmampuan
mengingat beberapa informasi
atau keterampilan perilaku
Batasan karakteristik :
Lupa melakukan perilaku
pada waktu yang telah
dijadwalkan
Ketidakmampuan
mempelajari informasi baru
Ketidakmampuan
melakukan keterampilan
yang telah dipelajari
sebelumnya
Ketidakmampuan mengingat
peristiwa dan informasi
factual
NOC :
Tissue perfusion
cerebral
Acute confusion level
Environment
interpretation
syndrome impaired
Kriteria Hasil :
Mampu untuk
melakukan proses
mental yang
kompleks
Orientasi kognitif :
mampu untuk
mengidentifikasi
orang, tempat, dan
NIC :
Memantau ukuran pupil,
bentuk, simetri, dan
reaktivitas
Memantau tingkat
kesadaran
Mamantau tingkat orientasi
Memantau tren Glascow
Coma Scale
Memonitor memori masa
lalu, suasana hati,
mempengaruhi, dan
perilaku
Memonitor tanda-tanda
vital, suhu, tekanan darah,
denyut nadi, pernapasan
Catatan keluhan sakit
Ketidakmampuan mengingat
perilaku tertentu yang
pernah dilakukan
Ketidakmampuan
menyimpan informasi baru
dan menetrasi keterampilan
bar
Mengeluh mengalami lupa.
Faktor yang berhubungan :
Anemia
Penurunan curah jantung
Ketidakseimbangan
elektrolit
Gangguan lingkungan
berlebihan
Ketidakseimbagan cairan
dan elektrolit
Hipoksia
Gangguan neurologis
waktu secara akurat
Kondisi neurologis :
kemampuan sistem
saraf perifer dan
sistem saraf pusat
untuk menerima,
memberi respon
terhadap stimuli
internal dan
eksternal.
Kondisi neurologis :
kesadaran
Menyatakan mampu
mengingat lebih
baik.
kepala
Patau respon terhadap obat
Hindari kegiatan yag
meningkatkan tekanan
intracranial.
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas.
Defenisi : ketidakmampuan
untuk membersihkan sekresi
atau obstruksi dari saluran
pernapasan untuk
mempertahankan kebersihan
NOC:
Respiratory status :
Ventilation
Respiratory status :
Airway patency
Aspiration Control
NIC :
Pastikan kebutuhan oral /
tracheal suctioning.
Berikan O2 ……l/mnt,
metode………
Anjurkan pasien untuk
jalan napas.
Batasan karakteristik :
Tidak ada batuk
Suara napas tambahan
Perubahan frekuensi napas
Sianosis
Kesulitan berbicara atau
mengeluarkan suara
Penurunan bunyi napas
Dispneu
Sputum dalam jumlah
berlebihan
Batuk yang tidak efektif
Orthopneu
Gelisah
Mata terbuka lebar
Faktor yang berhubungan :
Lingkungan
- Perokok pasif
- Mengisap asap
- Merokok
Obstruksi jalan napas
- Spasme jalan napas
- Mokus dalam jumlah yang
berlebihan
- Eksudat dalam jalan
alveoli
- Adanya jalan napas buatan
- Sekresi dalam bronki
Fisiologis
- Jalan napas alergik
Krkiteria hasil:
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum, bernafas
dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan
dalam rentang
normal, tidak ada
suara nafas
abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah faktor
yang dapat
menghambat jalan
napas
istirahat dan napas dalam
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
Berikan bronkodilator bila
diperlikan
Monitor status
hemodinamik
Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl Lembab
Berikan antibiotik :
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status
O2
Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk
mengencerkan sekret
Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang
penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.
- Asma
- Penyakit obstruksi kronik
- Hiperplasi dinding
bronkial
- Infeksi
- Disfungsi neuromuscular
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Intervensi
Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan otak
Defenisi : berisiko mengalami
penurunan sirkulasi jaringan
otak yang dapat mengganggu
kesehatan.
Batasan karakteristik :
Massa tromboplastin
parsial
Massa protrombin
abnormal
Ateroklerosis aerotik
Diseksi arteri
Fibrilasi atrium
Miksoma atrium
Tumor otak
Stenosis carotid
Aneurisme serebri
Koagulopati (mis: anemia
sel sabit)
NOC :
Circulation status
Tissue prefusion :
cerebral
Kriteria hasil :
Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang
ditandai dengan :
Tekanan systole dan
diastole dalam
rentang yang
diharapkan
Tidak ada
ortostatikhipertensi
Tidak ada tanda
penungkatan tekanan
intracranial (tidak
lebih dari 15 mmHg)
Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif
NIC :
Monitor adanya daerah
tertentu yang hanya peka
terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
Monitor adanya paretese
instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada
lesi atau laserasi
Gunakan sarung tangan untuk
proteksi
Batasi gerakan pada kepala,
leher dan punggung
Monitor kemampuan BAB
Kolaborasi pemberian
analgetik
Monitor adanya
tromboplebitis
Diskusikan mengenai
Kardiomiopati dilatasi
Koagulasi intravaskuler
diseminata
Embolisme
Trauma kepala
Hipertensi
Endocarditis infeksi
Neoplasma otak
yang ditandai
dengan :
Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai kemampuan
Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
Memproses
informasi
Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori
cranial yang utuh :
tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-gerakan
involunter.
penyebab perubahan senssasi.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan mandiri dasar berdasarka ilmiah masuk akal
dalam melaksanakan tindakan keperawatan yang bermanfaat bagi klien, berhubungan
dengan diagnosa keperawatan dan tunuan yang telah ditetapkan. Pelaksanaan merupakan
pengelolaan dan bermujudan dari rencana tindakan keperawatan yang dilakukan pada
klien dapat berupa tindakan mandiri maupun kolaborasi.
Dalam melaksanakan tindakan, langka-langka yang dilakukan adalah mengkaji kembali
kadang klien, validasi rencana keperawatan, menentukan kebutuhan yang diberikan serta
menetapkan strategi tindakan yang dilakukan. Dalam pendokumentasian catatan
keperawatan hal yang perlu dilakukan, tindakan dan respon klien serta diberi tanda
tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang dilakukan.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang berguna untuk
mengurur seberapa jauh tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai berdasarkan
standard/criteria yang telah ditetapkan.
Evaluasi keperawatan ada dua macam yaitu evaluasi formatik (proses) yaitu evaluasi
yang dilakukan segera setelah tindakan yang dilakukan didokumentasikan pada catatn
keperawatan. Sedangkan evaluasi sematik (hasil) hasil evaluasi yang dilakukan untuk
mengukur sejauh mana pencapaian tujuan yang ditetapkan dan dilakukan pada akhir
pemberian asuhan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala merupakan komplikasi trauma yang serius. Agar dapat
memberikan kesempatan terbesar untuk sembuh, kita harus menngetahui anatomi bagian
penting dari kepala dan susunan saraf pusat, serta memahami gambaran klinis diberbagai
bagian kepala. Yang terpenting dalam penatalaksanaan cedera kepala ialah :
- Penilaian yang cepat.
- Penanganan penurunan kesadaran dengan hiperventilasi dan penanganan saluran
napas yang baik.
- Transport ke trauma center dengan cepat serta penilaian ulang sesering mungkin.
- Tidak ada perawatan trauma lain, dimana pencatatan dan penilaian ulang sangat
penting dalam pengambilan keputusan selanjutnya.
B. Saran
Adapun saran yang ingin disampaikan penulis antara lain:
1. Bagi perawat
Agar dalam memberikan tindakan keperawatan kepada pasien,juga harus dilakukan
tindakan-tindakan mandiri perawat.
2. Bagi Rumah Sakit
Agar dalam pemberian pelayanan disiapkan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk
menunjang pemeriksaan,kususnya pada pasien cedera kepala, seperti CT-Scan.
3. Bagi penulis
Agar terus mengembangkan pengetahuan yang telah didapat tentang cedera kepala
sedang serta membagikannya kepada orang lain sehingga tindakan pencegahan dan
penanganan dapat dilakukan secara optimal
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elisabeth.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran, EGC:
Jakarta.
Nayduch, Donna. 2014. Nurse to Nurse Trauma Care. Penerbit Salemba: Jakarta.
Nuratif, Amin Hudaa & Kusumaa Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 1. Mediaction: Jogjakarta.
Oktavianus. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem Neurobehavior. Graha Ilmu: Jogjakarta.