DAFTAR ISI - bi.go.id · pengembangan dan pengayaan produk perbankan syariah yang lebih terarah,...
Transcript of DAFTAR ISI - bi.go.id · pengembangan dan pengayaan produk perbankan syariah yang lebih terarah,...
DAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISIDAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... ......
DAFTAR ISI ................................................................................................................................. .....
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................................ ..
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................
BAB 1. Kondisi, Perkembangan dan Pelaksanaan Kebijakan Perbankan Syariah 2011 .......................... 1
1.1 Pertumbuhan Volume Usaha dan Struktur Perbankan Syariah............................................ 1
1.2. Struktur dan Pertumbuhan Sumber Dana dan Penyaluran Dana BUS dan UUS .................. 2
1.3. Perkembangan Kelembagaan BUS dan UUS ...................................................................... 4
1.4. Perkembangan Permodalan dan Rentabilitas .................................................................... 5
1.5. Perkembangan UMKM dan BPRS .................................................................................... 5
1.6. Pelaksanaan Kebijakan Perbankan Syariah 2011 ................................................................7
BAB 2. Kondisi Perekonomian, Dampak Terhadap Perbankan dan Proyeksi Pertumbuhan
Perbankan Syariah ................................................................................................... ...........11
2.1. Kondisi Perekonomian Dunia dan Domestik ................................................................... 12
2.2. Dampak Makro Ekonomi terhadap Perbankan dan Perbankan Syariah ............................ 14
2.3. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah 2012 ............................................................. 16
BAB 3. Arah Kebijakan Perbankan Syariah 2012 .............................................................................. 20
1. Penguatan Intermediasi Perbankan Syariah Kepada Sektor Ekonomi Produktif .............. ....21
2. Pengembangan dan Pengayaan Produk Perbankan Syariah yang Lebih Terarah ............. ....24
3. Peningkatan Sinergi Dengan Bank Induk Dengan Tetap Mengembangkan
Infratruktur Kelembagaan Bisnis Syariah .................................................................... ....25
4. Peningkatan Edukasi dan Komunikasi Fokus pada Parity dan Distinctiveness .................. ....27
5. Peningkatan Good Governance dan Pengelolaan Risiko ................................................ ....28
6. Penguatan Sistem Pengawasan .................................................................................... ....30
Lampiran . Indikator Perkembangan Perbankan Syariah ..........................................................
DAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIKDAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1. Perkembangan Industri Perbankan Syariah ...................................................... 11
Grafik 2.2. FDR, CAR dan NPF Perbankan Syariah 5 tahun terakhir ..................................... 15
Grafik 2.3. Break Down Pembiayaan Perbankan Syariah .................................................. 16
Grafik 2.4. Proyeksi DPK Perbankan Syariah ..................................................................... 17
Grafik 2.5. Proyeksi Pembiayaan Perbankan Syariah .......................................................... 17
Grafik 2.6. Proyeksi Total Aset, DPK dan Pembiayaan Perbankan Syariah ........................... 18
Grafik 2.7. Proyeksi Growth Aset, DPK, dan Pembiayaan Perbankan Syariah ...................... 19
Grafik 3.1. Trend Segmen Pembiayaan Perbankan Syariah ................................................ 22
Grafik 3.2. Gambaran Pertumbuhan Usaha Perbankan Syariah di Berbagai Wilayah ........... 23
Grafik 3.3 Perkembangan Share Aset Perbankan Syariah terhadap 10 BUK ...................... 25
DAFTAR TABELDAFTAR TABELDAFTAR TABELDAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Aset, DPK, dan Penyaluran Dana BUS dan UUS...........................1
Tabel 1.2 Perkembangan DPK BUS dan UUS ......................................................................2
Tabel 1.3 Penyaluran Dana BUS dan UUS ......................................................................... 4
Tabel 1.4 Jaringan Kantor ................................................................................................ 5
Tabel 2 Proyeksi PDB Dunia ............................................................................................12
OUTLOOKOUTLOOKOUTLOOKOUTLOOK
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA
2012
DIRDIRDIRDIREKTORAT PERBANKAN SYARIAH EKTORAT PERBANKAN SYARIAH EKTORAT PERBANKAN SYARIAH EKTORAT PERBANKAN SYARIAH ---- 2012012012011111
KKKKATA PENGANTARATA PENGANTARATA PENGANTARATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim,
Assalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin dan perkenan-Nya, kita
dapat melalui berbagai tantangan dan melaksanakan berbagai upaya untuk menumbuh-
kembangkan industri perbankan syariah selama tahun 2011 ini.
Dalam rangka pelaksanaan transparansi dan good governance, Bank Indonesia selaku
otoritas perbankan syariah selama ini telah berusaha secara konsisten untuk dapat menyampaikan
proyeksi perkembangan dan kebijakan perbankan syariah atau Outlook Perbankan Syariah
menjelang berakhirnya tahun, dengan tujuan untuk memberikan evaluasi kinerja, informasi
prospek beserta arah kebijakan perbankan syariah selama satu tahun ke depan.
Selama tahun 2011 perbankan syariah Indonesia mengalami salah satu masa pertumbuhan
tertinggi, dimana pada Oktober 2011 pertumbuhan aset Bank Umum Syariah dan Unit Usaha
Syariah telah mencapai 48,1% (yoy) yang merupakan pertumbuhan tahunan tertinggi selama tiga
tahun terakhir, dengan pangsa pasar mencapai ± 3,7 %. Walaupun perekonomian global
khususnya Eropa dan Amerika masih dibayangi perlambatan pertumbuhan, Bank Indonesia
memperkirakan perekonomian Indonesia di tahun depan masih tetap mengalami pertumbuhan
yang cukup tinggi dalam kisaran 6,3% - 6,7%. Dengan demikian diharapkan dampak krisis
ekonomi kepada tingkat pertumbuhan perbankan syariah cenderung minimal, terlebih dengan
tidak banyaknya portofolio aset perbankan syariah dalam valuta asing maupun di luar negeri.
Secara kelembagaan, perbankan syariah Indonesia saat ini terdiri dari 11 Bank Umum Syariah, 23
Unit Usaha Syariah dan 154 BPRS dengan total jaringan kantor sebanyak 2017. Sedangkan secara
geografis sebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah dapat menjangkau masyarakat di
lebih dari 120 kabupaten/kota di 33 propinsi di Indonesia.
Dalam rangka tetap menumbuh-kembangkan perbankan syariah, Bank Indonesia pada
akan memfokuskan kebijakan pengembangan perbankan syariah tahun 2012 pada hal-hal sebagai
berikut : (i) penguatan intermediasi perbankan syariah kepada sektor ekonomi produktif. (ii) ) ) )
pengembangan dan pengayaan produk perbankan syariah yang lebih terarah, (iii) peningkatan
sinergi dengan bank induk dengan tetap mengembangkan infrastruktur kelembagaan bisnis
syariah, (iv) peningkatan edukasi dan komunikasi dengan fokus pada kesetaraan (parity) dan
distinctiveness, dan (v) peningkatan good governance dan pengelolaan risiko kegiatan usaha
perbankan syariah, serta (vi) penguatan sistem pengawasan.
Akhir kata kami berharap semoga Outlook Perbankan Syariah 2012 ini dapat
bermanfaat bagi pengembangan industri perbankan syariah. Kritik dan saran dalam rangka
penyempurnaan ke depan tentunya akan sangat kami hargai.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk, kekuatan, dan hidayah-Nya kepada
kita semua dalam menjalankan amanah dan tanggung jawab pengembangan industri perbankan
syariah.
Billahi taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh.
Jakarta, Desember 2011
DIREKTORAT PERBANKAN SYARIAHDIREKTORAT PERBANKAN SYARIAHDIREKTORAT PERBANKAN SYARIAHDIREKTORAT PERBANKAN SYARIAH
Mulya E.Siregar Direktur
1
BAB 1. KONDISI, PERKEMBANGAN, DAN PELAKSANAAN
KEBIJAKAN PERBANKAN SYARIAH
1.1 Pertumbuhan Volume Usaha dan Struktur Perbankan Syariah
Volume usaha perbankan syariah dalam kurun waktu satu tahun terakhir, khususnya Bank
Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), mengalami pertumbuhan yang sangat
pesat. Total aset per Oktober 2011 (yoy) telah mencapai Rp127,19 triliun atau meningkat tajam
sebesar 48,10% yang merupakan pertumbuhan tertinggi sepanjang 3 tahun terakhir. Ditambah
dengan aset BPRS sebesar Rp3,35 triliun, total aset perbankan syariah per Oktober 2011 telah
mencapai Rp130,5 triliun. Marketshare perbankan syariah terhadap perbankan nasional telah
mencapai sekitar 3,8%. Tingginya pertumbuhan aset tersebut tidak terlepas dari tingginya
pertumbuhan dana pihak ketiga pada sisi pasiva dan pertumbuhan penyaluran dana pada sisi
aktiva (lihat Tabel 1.1). Penghimpunan dana pihak ketiga meningkat 52,79% dan penyaluran
dana masyarakat meningkat sebesar 46,43%.
Tabel 1. 1 Perkembangan Aset, DPK dan Penyaluran Dana BUS dan UUS (Rp Triliun)
Okt-10 Okt-11 Growth
Nominal (%)
Aset 85,85 127,19 41,34 48,10
DPK 66,48 101,57 35,09 52,79
Penyaluran Dana 83,81 122,73 38,92 46,43
Pertumbuhan aset yang tinggi tersebut terkait erat dengan ekspansi perbankan syariah
terutama pasca disahkannya Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Secara kelembagaan, jaringan perbankan syariah meningkat menjadi 11 BUS (bertambah 6 BUS
setelah lahirnya UU), dengan total jaringan kantor mencapai 1.688 kantor dan 1.277 office
chanelling. Selain itu, upaya pengembangan perbankan syariah yang dilakukan secara sinergis
antara Bank Indonesia dan pelaku industri yang tergabung dalam iB campaign baik untuk
funding maupun lending berpengaruh positif terhadap pertumbuhan aset perbankan syariah. Hal
ini juga berkat dukungan Bank Indonesia dalam bidang perijinan yaitu dengan memberikan
service excellence pada percepatan proses penyelesaian perijinan namun tetap menjaga kualitas
analisa sesuai ketentuan yang berlaku. Dengan demikian, upaya Bank Indonesia dalam
mempercepat proses perijinan pendirian bank, fit and proper test, merger atau akuisisi,
2
pembukaan jaringan kantor serta persetujuan produk-produk perbankan syariah dapat dirasakan
manfaatnya oleh industri perbankan syariah.
1.2 Struktur dan pertumbuhan Sumber Dana dan Penyaluran Dana BUS dan UUS
Penghimpunan dana perbankan syariah mengalami peningkatan yang tinggi selama satu
tahun terakhir dari Rp 66,48 triliun pada Oktober 2010 menjadi Rp 101,57 triliun pada Oktober
2011 atau meningkat 52,79%. Meskipun mengalami sedikit penurunan di awal tahun sebagai
akibat dari January effect, namun penghimpunan dana dapat dipertahankan meningkat secara
stabil pada triwulan III 2011. Laju pertumbuhan pada triwulan III 2011 yang sebesar 52,79%
(yoy) tersebut masih lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2010 sebesar
39,16%. Penghimpunan dana masyarakat sebagaimana dalam Tabel 1.2, terbesar adalah dalam
bentuk deposito yaitu Rp 62,02 triliun (61,06%) diikuti oleh Tabungan sebesar Rp27,81 triliun
(27,38%) dan Giro sebesar Rp11,05 triliun (10,88%).
Tabel 1.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga BUS dan UUS (Rp Triliun)
DANA PIHAK KETIGA
Okt-10 Okt-11 Growth
Nominal Share (%)
Nominal Share (%)
Nominal (%)
Total Dana Pihak Ketiga 66,48
100,00 101,57
100,00 35,10
52,79
Tabungan 19,33
29,07 27,81
27,38 8,49
43,93
- wadiah 2,18 4,33 2,15
98,53
- mudharabah 17,15 23,49 6,34
36,99
Deposito 39,23
59,01 62,02
61,06 22,79
58,11
Giro (wadiah) 7,12
10,70 11,05
10,88 3,94
55,31
Lainnya 0,81
1,22 0,69
0,68 (0,12)
(15,04)
Berdasarkan perkembangan pada setiap jenis produknya, produk deposito dan tabungan
merupakan produk yang stabil mengalami peningkatan sepanjang tahun 2011. Deposito
merupakan produk yang tingkat pertumbuhannya sangat tinggi yaitu sekitar 61,06% dari posisi
tahun lalu Rp39,23 triliun menjadi Rp62,02 triliun. Selain itu, produk tabungan juga meningkat
cukup tinggi yaitu sebesar 27,38% sehingga tabungan iB perbankan syariah menjadi Rp27,81
triliun dari posisi tahun sebelumnya yang tercatat Rp19,33 triliun. Disisi lain, giro merupakan
produk dengan perolehan yang berfluktuatif selama satu tahun terakhir, dimana mengalami
3
penurunan pada beberapa bulan, namun secara keseluruhan meningkat sekitar 10,88%
dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya.
Dari sisi preferensi masyarakat terhadap produk-produk perbankan syariah, masyarakat
masih cenderung memilih produk yang memberikan imbal hasil yang tinggi. Imbal hasil
deposito berfluktuasi antara 7,24% sampai dengan 9,11% (equivalent rate), sedangkan imbal
hasil tabungan sekitar 2,91% dan giro sekitar 1,47% (equivalent rate). Dengan demikian
wajarlah apabila produk simpanan berjangka (deposito) lebih diminati dibandingkan produk
tabungan. Lebih lanjut, produk deposito yang paling diminati masyarakat adalah deposito 1
(satu) bulan.
Sedangkan dari sisi penyaluran dana sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 1.3, piutang
Murabahah paling mendominasi tercatat sebesar Rp52,06 triliun atau 42,42% diikuti oleh
pembiayaan Musyarakah yang sebesar Rp17,73 triliun (14,45%) dan piutang Qardh sebesar
Rp13,02 triliun (10,61%). Penyaluran dana berupa piutang Qardh mengalami peningkatan yang
sangat tinggi yaitu sebesar 295,17% yang didominasi oleh peningkatan Qardh (gadai) emas.
Tabel 1.3 Penyaluran Dana BUS dan UUS (Rp Triliun)
PENYALURAN DANA Okt-10 Okt-11 Growth
Nominal Share (%)
Nominal Share (%)
Nominal (%)
Total Penyaluran dana 83,81 100 122,73 100 38,92 46,43
Pembiayaan 62,99 75,16 96,62 78,72 33,62 53,38
Piutang Murabahah 34,83 41,56 52,06 42,42 17,23 49,46
Piutang Qardh 3,29 3,93 13,02 10,61 9,72 295,17
Mudharabah 8,41 10,04 10,14 8,26 1,73 20,54
Musyarakah 13,42 16,01 17,73 14,45 4,31 32,11
Lainnya 3,04 3,62 3,67 2,99 0,64 20,92
Antar Bank 3,64 4,34 3,66 2,98 0,02 0,49
Penempatan di BI 11,19 13,35 16,21 13,21 5,02 44,89
Surat Berharga 5,67 6,76 5,94 4,84 0,27 4,78
Penyertaan 0,09 0,10 0,05 0,04 (0,04) (46,59)
Tagihan lainnya 0,24 0,28 0,26 0,21 0,02 9,32
Komitmen perbankan syariah untuk menggerakkan sektor riil tidak saja diimplementasikan
dengan cukup baik namun juga telah diusahakan secara terus menerus dalam mengoptimalkan
pencapaiannya. Pembiayaan sebagai upaya lembaga finansial dalam menggerakkan sektor riil
telah mendapat perhatian tinggi dari perbankan syariah. Sebesar 78,72% aktiva perbankan
syariah atau Rp 96,62 triliun diinvestasikan kedalam sektor ini. Sedangkan aktiva berupa
4
penempatan pada Bank Indonesia dan surat berharga yang dimiliki, masing-masing mempunyai
pangsa sebesar 13,21% (Rp 16,21 triliun) dan 4,84% (Rp 5,94 triliun) dari total aktiva (lihat
tabel 1.3). Dari sisi perkembangannya, portofolio perbankan syariah pada Bank Indonesia
meningkat sebesar 44,89%. Sedangkan penempatan di bank lain (PUAS) hanya mengalami
peningkatan 0,49% (± Rp 18 miliar).
Penyaluran dana masyarakat perbankan syariah meningkat tinggi sebesar 46,43% dari Rp
83,81 triliun menjadi Rp122,73 triliun. Penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan (termasuk
jenis piutang) menempati jumlah terbesar yaitu Rp 96,62 triliun atau sekitar 78,72% diikuti
penempatan pada Bank Indonesia yaitu dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS),
giro, dan Fasilitas Bank Indonesia Syariah (FASBIS) yang tercatat sebesar Rp16,21 triliun
(13,21%), sedangkan Surat Berharga yang dimiliki dan Penempatan pada Bank lain masing-
masing sebesar Rp5,94 triliun (4,84%) dan Rp3,66 triliun (2,98%).
Tingginya pertumbuhan penghimpunan dana telah dapat diimbangi dengan pertumbuhan
penyaluran dana kepada sektor riil baik berupa pembiayaan (Mudharabah dan Musyarakah),
piutang (Murabahah, Istisna, dan Qardh), dan dalam bentuk pembiayaan Ijarah. Sehingga fungsi
intermediasi perbankan dapat relatif terjaga yang tercermin dari FDR agregat perbankan syariah
tercatat cukup tinggi yaitu sebesar 95,08% meningkat jika dibandingkan posisi yang sama tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 94,76%. Selain fungsi intermediasi, untuk memberikan
pelayanan dengan jangkauan yang lebih luas bagi masyarakat, akses jaringan perkantoran
meningkat menjadi 1.688 dari 1.388 (Okt’2010) kantor pada tahun sebelumnya. Perluasan
jaringan kantor tersebut telah mampu meningkatkan pengguna bank syariah yang tercermin dari
peningkatan jumlah rekening yaitu 2,11 juta rekening dari 6,55 juta rekening menjadi 8,66 juta
rekening (yoy).
1.3 Perkembangan Kelembagaan BUS dan UUS
Jumlah Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) sampai dengan Oktober
2011 tidak mengalami perubahan, namun demikian jumlah jaringan kantor meningkat. Dengan
demikian meskipun jumlah BUS maupun UUS cenderung tetap, namun pelayanan terhadap
kebutuhan masyarakat akan perbankan syariah semakin meluas yang tercermin dari
bertambahnya Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Kas (KK). KCP bertambah 219
kantor (30,50%) dari 718 menjadi 937, sedangkan KK bertambah 23 kantor (9,50%) yaitu dari
242 menjadi 265. Secara keseluruhan jumlah kantor perbankan syariah meningkat dari 1.388
kantor (Okt’2010) menjadi 1.688 kantor, sedangkan jumlah layanan syariah (office channeling)
tetap yaitu sebesar 1.277 kantor.
5
Tabel 1.4 Jaringan Kantor
Kelompok
Bank 2009 2010
Okt
2011 Growth
Nominal %
BUS 6 11 11 0 0
UUS 25 23 23 0 0
Jumlah Kantor
BUS & UUS 1001 1477 1688 211 14,28
Jumlah Layanan
Syariah 1929 1277 1277 0 0
1.4 Perkembangan Permodalan dan Rentabilitas Perbankan Syariah (BUS + UUS)
Pada umumnya permodalan perbankan syariah dapat dijaga dalam kisaran yang memadai
untuk dapat menyerap potensi kerugian. Rasio kecukupan modal BUS dan UUS pada posisi
Oktober 2011 tercatat sebesar 15,30%. Berbagai upaya telah dilakukan bersama antara regulator
dengan industri perbankan syariah melalui berbagai kegiatan expo, penayangan iklan dan
liputan kegiatan oleh media massa telah mampu mendorong perbankan syariah secara signifikan
untuk meningkatkan penyaluran dana perbankan syariah meningkat tinggi sebesar 46,43% dari
Rp 83,81 triliun menjadi Rp122,73 triliun.
Peningkatan pembiayaan ini dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian sehingga
kisaran Non Performing Financing (NPF) dapat dijaga dalam kisaran yang stabil. Secara rerata
NPF gross menurun dari 3,95% (Sept’2010) menjadi 3,11%. Hal tersebut telah mendorong
perolehan laba yang cukup baik dan efisiensi biaya, sehingga rentabilitas dapat terjaga. Pada
gilirannya hal ini dapat meningkatkan akumulasi laba yang dapat memperkuat permodalan.
Tingkat rentabilitas perbankan syariah terhadap penggunaan asetnya cukup baik yang
tercermin dari rasio ROA dan ROE yang masing-masing sebesar 1,75% dan 17,43%. Jumlah
pembiayaan yang meningkat diiringi dengan membaiknya kinerja telah mampu menurunkan
rasio BOPO menjadi 78,03% yang pada tahun sebelumnya masih sebesar 79,10% (Sept’2010).
1.5 Perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS)
1.5.1 Perkembangan UMKM
UMKM masih memegang peranan penting dalam menggerakkan perekonomian
nasional. Rata-rata sumbangan sektor UMKM terhadap PDB nasional dalam beberapa
tahun terakhir mencapai lebih dari 50%. Selain itu sektor UMKM adalah sektor yang lekat
dengan semangat kerakyatan dan menyerap tenaga kerja yang besar. Keunggulan UMKM
6
sebagai sektor domestik yang telah mampu menggerakkan perekonomian nasional adalah
karena ketergantungannya yang sangat kuat terhadap muatan lokal. Unit usaha UMKM
menggunakan sumber daya dalam negeri baik sumber daya manusia, bahan baku dan
peralatan sehingga UMKM tidak tergantung pada ekspor. Dalam pada itu, hasil produksi
sektor UMKM lebih ditujukan untuk memenuhi pangsa pasar dalam negeri, sehingga
tidak tergantung kepada kondisi perekonomian negara lain. Oleh karena itu, sektor inilah
yang paling tahan terhadap ancaman krisis global seperti krisis Amerika dan Eropa.
Perbankan Syariah sebagai lembaga keuangan yang sangat concern terhadap
pengembangan sektor riil telah dapat memanfaatkan peluang atas kebutuhan finansial
sektor UMKM. Sebesar 55,92% atau Rp 68,66 triliun dari total pembiayaan perbankan
syariah (BUS + UUS) disalurkan ke sektor UMKM. Namun demikian, ekspansi
pembiayaan yang dapat dipenuhi oleh bank syariah terhadap kebutuhan modal sektor
UMKM masih sangat terbuka lebar. Hal ini tercermin dari outstanding pembiayaan
UMKM pada perbankan nasional di bulan Agustus 2011 telah mencapai Rp449,9 triliun.
1.5.2 Perkembangan BPRS
BPRS sebagai salah satu lembaga pembiayaan syariah juga turut menyemarakkan
transaksi syariah. Aset BPRS selama kurun waktu satu tahun terakhir meningkat sebesar
Rp732 miliar atau 27,98% dari sebelumnya Rp. 2,62 triliun menjadi Rp. 3,35 triliun per
Oktober 2011 (yoy), dengan pembiayaan merupakan 78,05% dari total aktiva. Struktur
pendanaan BPRS sama dengan bank umum yang juga didominasi oleh dana mahal yaitu
deposito yang mempunyai pangsa sebesar 58,91%, sementara tabungan sebesar 41,08%.
Sedangkan dari sisi pembiayaan, akad Murabaha masih mendominasi seperti halnya yang
terjadi pada BUS dan UUS. Akad pembiayaan Murabaha tercatat sebesar 79,25%.
Penghimpunan dana BPRS selama satu tahun terakhir mengalami peningkatan yang
tinggi selama satu tahun terakhir dari Rp 1.457 miliar menjadi Rp 1.902 miliar atau
meningkat 30,50%. Berbeda dengan BUS dan UUS, pada awal tahun BPRS tidak
mengalami January effect, melainkan penghimpunan dananya dapat dipertahankan terus
meningkat dari awal tahun hingga triwulan III 2011. Kegiatan iB campaign yang juga
diikuti oleh BPRS turut berkontribusi dalam peningkatan penghimpunan dana ini. Produk
tabungan meningkat 30,93%, sementara deposito meningkat 30,19%. Secara keseluruhan
perolehan dana masyarakat meningkat cukup tinggi sekitar 30,50% dibandingkan tahun
sebelumnya.
BPRS merupakan lembaga pembiayaan perbankan yang sangat penting berperan
dalam fungsi intermediasi perbankan. Hal tersebut tercermin dari tingginya angka
7
Financing Deposit Rasio (FDR) sehingga pertumbuhan penghimpunan dana telah
diimbangi dengan meningkatnya sisi pembiayaan. Pada tahun 2011 FDR agregat BPRS
telah mencapai 134,75%.Tingginya rasio yang tercermin dari cukup terkendalinya rasio
NPF. Selama kurun waktu satu tahun terakhir, rasio NPF membaik mengalami penurunan
dalam satu tahun terakhir yaitu dari 7,43% menjadi 7,05%.
Hal tersebut juga diimbangi oleh masih tingginya rasio permodalan yang tercermin
dari agregat rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) BPRS yang tinggi yaitu 24,75%. Selain
itu, adanya penambahan 8 BPRS baru dan keunggulan karakteristik BPRS yang
beroperasi didaerah-daerah terpencil bahkan pada daerah remote area sehingga mampu
dalam memberikan pelayanan dengan jangkauan yang lebih luas kepada masyarakat.
Sehingga hal tersebut mendorong perolehan laba dan menjaga tingkat rentabilitas. Tingkat
efektifitas penggunaan modal dari BPRS meningkat tercermin dari rasio ROE yang
meningkat dari 13,17% menjadi 19,30%. Meskipun tingkat efektifitas penggunaan
asetnya (ROA) sedikit menurun dari 3,47% menjadi 2,80%. Sedangkan efisiensi biaya
meningkat sehingga mampu menurunkan rasio BOPO dari 76,93% menjadi 75,75%.
1.6. Pelaksanaan Kebijakan Perbankan Syariah 2011
Perkembangan perbankan syariah yang cukup tinggi tidak terlepas dari kebijakan yang
dilaksanakan tahun 2011. Sejalan dengan arah kebijakan yang telah digariskan pada tahun
sebelumnya, untuk pelaksanaan kebijakan perbankan syariah di tahun 2011 meliputi hal-hal
sebagai berikut :
1. Peningkatan kualitas Human Capital bagi industri perbankan syariah
Selama tahun 2011, berbagai program pelatihan telah diselenggarakan oleh Bank
Indonesia untuk meningkatkan kompetensi SDM perbankan syariah yaitu: pelatihan
Consumer & Retail Banking untuk BUS,UUS dan BPRS, pelatihan dan sertifikasi Dewan
Pengawas Syariah serta pelatihan Pengawas Bank Syariah. Selain itu, Bank Indonesia
juga melakukan penyelenggaraan international workshop terkait perbankan dan keuangan
syariah bagi perbankan syariah Indonesia, bekerja sama dengan IFSB dan/atau bank
sentral lain seperti Bank Negara Malaysia. Pelatihan kepada para pengajar dan dosen juga
telah dilakukan di seluruh Indonesia, melalui Training for Trainers dalam rangka
meningkatkan pemahaman pengajar/dosen tentang perbankan syariah. Dengan harapan
pemahaman tersebut akan dapat disebarluaskan kepada peserta didik pelajar dan
mahasiswa, sehingga semakin meningkatkan kesiapan SDM untuk bekerja di industri
perbankan syariah.
8
Selanjutnya dalam rangka mendorong tersedianya SDM yang sesuai dengan
kebutuhan industri perbankan syariah, pada bulan April 2011 Bank Indonesia telah
memfasilitasi program “link & match” antara bank syariah sebagai end user dengan
lembaga pendidikan/universitas sebagai penyedia SDM. Program tersebut selanjutnya
dilakukan melalui kerjasama antara bank-bank syariah secara sendiri-sendiri dengan
berbagai universitas dan perguruan tinggi terkemuka. Dengan tujuan untuk menjajaki dan
mendapatkan SDM calon pegawai siap pakai (talent scouting) melalui program-program
pelatihan on-campus maupun di pusat-pusat pelatihan milik bank syariah.
2. Peningkatan kualitas sistem pengawasan
Dalam rangka memperkuat sistem pengawasan bank dan meningkatkan daya analisis
dari pengawas bank diperlukan penguatan sistim pengawasan melalui penyempurnaan
infrastruktur pengawasan, dimana selama tahun 2011 telah dilakukan antara lain : (i)
penyempurnaan LBUS beserta aplikasi LBUS, yang bertujuan untuk mengakomodasi
perubahan beberapa ketentuan seperti pernyataan standar akuntansi keuangan Syariah
(PSAKS), perkembangan produk perbankan Syariah, kualitas aktiva dan restrukturisasi
serta untuk melakukan penyesuaian terhadap ketentuan internasional Basel II, dan (ii)
penyusunan aplikasi Early Warning System BPRS sebagai alat bantu deteksi dini bagi
pengawas dalam memonitor kinerja BPRS sehingga pengawas dapat mendeteksi secara
dini perubahan kondisi suatu BPRS secara individual sehingga dapat menetapkan
tindakan pengawasan yang cepat dan tepat sebelum perubahan tersebut menjadi
permasalahan yang lebih serius dan membahayakan kelangsungan usaha BPRS, serta (iii)
pelaksanaan sistem panel dalam sistem pengawasan bank syariah yang bertujuan untuk
mempertajam kualitas pengawasan (quality assurance) sehingga efektivitas pengawasan
dapat terus ditingkatkan.
3. Penguatan infrastruktur industri
Implementasi penguatan infrastruktur industri selama tahun 2011 yang diharapkan
akan dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan likuiditas perbankan syariah, antara lain
dilakukan melalui kontribusi aktif dan keikutsertaan Bank Indonesia dalam IILM sebagai
sarana penyedia infrastruktur instrumen likuiditas regional dan global perbankan syariah.
Selain itu, dilakukan juga melalui kerjasama dengan stakeholders perbankan syariah
seperti DSN, IAI maupun bursa berjangka Indonesia dalam peluncuran komoditas syariah
sebagai infrastruktur penunjang bagi kebutuhan likuiditas perbankan syariah Indonesia,
yang fatwanya telah dikeluarkan oleh DSN-MUI pada tahun 2011 ini.
9
4. Penguatan modal dan struktur industri
Pelaksanaan kebijakan penguatan modal, antara lain dilakukan melalui kajian
terhadap permodalan BPRS yang dianggap optimal dalam mempertahankan sustainability
kegiatan usaha BPRS ke depan. Selain itu, BI juga memfasilitasi investor yang
berkeinginan untuk menanamkan dananya di perbankan syariah Indonesia seperti
penjajakan investor baru atas PT. Bank Muamalat Indonesia maupun kunjungan delegasi
United Arab Emirates Islamic Financial Services ke Indonesia pada semester II tahun
2011. Disamping melalui kebijakan penguatan modal dan memfasilitasi investor,
penguatan industri perbankan syariah juga tetap dilakukan melalui sinergi dan integrasi
pengembangan unit bisnis perbankan syariah dalam strategi BUK induknya yang
merupakan pemilik dominan BUK dan UUS.
5. Pengembangan pasar perbankan syariah
Program pengembangan pasar yang dilakukan oleh Bank Indonesia selama tahun
2011 merupakan kelanjutan dari implementasi Market Development Strategic Plan
(MDSP) yang sudah dirumuskan pada tahun 2008.
Salah satu implementasi programnya adalah memperluas jaringan layanan dan lebih
meningkatkan kualitas layanan bank syariah, dimana Bank Indonesia mendorong
kerjasama sinergis (co-opetition) antara bank syariah dengan bank konvensional
induknya/grupnya melalui pengembangan unit bisnis syariah yang terintegrasi dalam
strategi grup induknya. Hal ini antara lain telah dilaksanakan melalui delivery channel
produk perbankan syariah di kantor bank konvensional induknya, seperti yang dilakukan
BRI Syariah dan BNI Syariah.
Selain itu, telah dilakukan sosialisasi dan edukasi publik (iB Campaign) secara
intensif oleh Bank Indonesia melalui berbagai media komunikasi, baik media cetak,
elektronik, media online maupun berbagai events dan expo di Jakarta maupun di kota-kota
besar di seluruh Indonesia antara lain berupa Iklan Layanan Masyarakat “logo iB” dan
produk perbankan syariah dalam event Hari Raya Idul Fitri dan olahraga (SEA Games)
maupun dalam expo seperti International Franchise License & Business Concept Expo
(IFRA) dan Indonesia Financial Expo & Forum (IFEF) di Jakarta, serta iB Property &
Housing Finance Expo di Bandung. Dimana segmen masyarakat yang menjadi audiens iB
Campaign 2011 secara umum meliputi segmen profesional muda, segmen wanita dan
keluarga, segmen pengguna internet dan social network (netizen), dan segmen pengusaha.
Bank Indonesia juga melanjutkan edukasi melalui ulama serta akademisi dalam bentuk
seminar dan training for trainers. Disamping itu, Bank Indonesia menggandeng financial
10
planners terkemuka untuk menjelaskan kemanfaatan produk bank syariah, melalui
program iB Financial Planning dan iB Financial Tips di radio dan internet.
Selain melakukan sosialisasi tentang produk bank syariah untuk segmen pasar
consumer retail, Bank Indonesia juga mendorong bank syariah untuk melayani segmen
pasar korporasi dan sektor UMKM produktif, melalui pendekatan berbasis komunitas
berupa business gathering dan focus group, antara lain dilakukan dengan pengusaha di
sektor properti, sektor pertambangan, sektor bisnis waralaba (franchise) dan komunitas
perusahaan emiten.
11
BAB 2
KONDISI PEREKONOMIAN, DAMPAK TERHADAP PERBANKAN DAN
PROYEKSI PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH
Industri perbankan syariah secara umum terus berkembang selama tahun 2011, bahkan
pertumbuhan y-o-y tertinggi selama tiga tahun terakhir terjadi di bulan Oktober 2011 yaitu 48.10%
(lihat gambar 2.1). Perkembangan ini tentu memberikan harapan positif bagi perkembangannya pada
tahun 2012. Meskipun tahun depan secara global, ekonomi nasional diprakirakan akan menghadapi
tantangan perlambatan pertumbuhan akibat krisis utang yang dihadapi oleh negara-negara maju
khususnya negara-negara Eropa dan Amerika Serikat.
Gambar 2. 1. Perkembangan Industri Perbankan Syariah (BUS+UUS)
Namun dengan relatif terkendalinya perekonomian domestik dan kinerja sektor riil yang masih
positif, ekspansi yang dilakukan oleh bank-bank syariah diharapkan masih akan mendorong
perkembangan industri perbankan syariah ke depan. Khususnya, industri perbankan syariah telah
melakukan perbaikan infrastruktur selama 2 tahun terakhir, penguatan aspek regulasi, harmonisasi
dan koordinasi kebijakan antara pihak-pihak terkait dan koordinasi dengan pelaku usaha di sektor riil
sehingga diharapkan industri perbankan syariah nasional masih akan mengalami pertumbuhan yang
relatif tinggi pada tahun 2012.
12
2.1. Kondisi Perekonomian Dunia dan Domestik
Krisis utang yang membelit perekonomian negara-negara Eropa dan permasalahan fiskal
yang dialami Amerika Serikat, akan menjadi faktor dominan yang menghambat laju
pertumbuhan ekonomi global. Diperkirakan masalah ini akan terus menjadi isu yang
mendominasi tantangan perekonomian baik nasional maupun dunia di tahun 2012.
Perkembangan terakhir di kawasan Eropa dan Amerika Serikat yang belum menunjukkan
perubahan positif yang signifikan telah meningkatkan ketidakpastian dalam perekonomian
banyak negara di dunia. Situasi ini pun telah membuat beberapa lembaga keuangan dunia seperti
IMF dan World Bank menurunkan perkiraan pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa dan
Amerika Serikat untuk tahun 2011 dan 2012 (lihat tabel 2.1.).
Sementara itu, kinerja perekonomian domestik relatif masih kondusif di tengah menguatnya
indikasi perlambatan perekonomian dunia. Kinerja ekonomi nasional tahun 2011 diperkirakan
masih meningkat dengan pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2011 diprakirakan sebesar 6,5%,
sehingga di akhir tahun 2011 pertumbuhan ekonomi akan mencapai 6,5%. Sumber pertumbuhan
Tabel. 2
13
semakin berimbang dengan peran ekspor dan investasi yang meningkat. Disamping itu,
konsumsi rumah tangga juga diperkirakan masih akan tumbuh tinggi seiring dengan
membaiknya pendapatan masyarakat, yang antara lain bersumber dari pendapatan hasil ekspor
yang masih kuat. Kinerja konsumsi rumah tangga dan ekspor tersebut selanjutnya akan
mendorong pertumbuhan investasi. Dengan kondisi permintaan yang cenderung meningkat, baik
yang berasal dari eksternal maupun domestik, pertumbuhan impor diperkirakan juga meningkat.
Dari sisi lapangan usaha, dukungan sektor industri diperkirakan meningkat sejalan dengan
kuatnya kinerja ekspor, konsumsi rumah tangga dan investasi.
Proyeksi tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan melambat akibat
pengaruh krisis keuangan di kawasan Eropa dan Amerika Serikat. Khususnya, pertumbuhan
ekspor akan mengalami perlambatan, yang kemudian akan berdampak pada melambatnya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Di sisi lain, investasi diperkirakan masih akan tumbuh
meningkat sejalan dengan masih besarnya potensi pasar dan kuatnya fundamental perekonomian
Indonesia, perbaikan iklim investasi, serta potensi perbaikan sovereign credit rating Indonesia.
Bank Indonesia memproyeksikan prospek ekonomi Indonesia 2012 diperkirakan masih cukup
kuat, walau lebih rendah dari proyeksi semula. Tahun depan ekonomi diproyeksikan tumbuh
melambat (6,4%), utamanya bersumber dari penurunan kinerja ekspor seiring perlambatan
global dan penurunan harga. Namun, perlambatan lebih lanjut tertahan oleh adanya peningkatan
permintaan domestik a.l. karena dampak penurunan BI Rate. Neraca Pembayaran Indonesia
2012 diperkirakan masih cukup baik dengan surplus USD13,7 miyar, meskipun lebih rendah
dari proyeksi sebelumnya.
Pergerakan harga barang dan jasa secara umum sampai dengan triwulan III 2011 cukup
terkendali. Inflasi secara tahunan pada September 2011 tercatat sebesar 4,61% (year on year),
atau secara kumulatif sebesar 2,97% (year to date). Perkembangan tersebut tidak terlepas dari
upaya Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mengendalikan pergerakan harga barang dan jasa
secara umum. Bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang telah ditempuh
Bank Indonesia serta penguatan koordinasi dengan Pemerintah telah dapat menjaga
keseimbangan permintaan dan pasokan serta meredam dampak negatif kenaikan harga komodtas
internasional. Ke depan, tekanan inflasi diperkirakan masih akan terkendali dan berada dalam
kisaran target yang ditetapkan sebesar 5%±1% di tahun 2011 dan 4,5%±1% di 2012. Namun,
tekanan inflasi dapat lebih tinggi dari yang diperkirakan terutama apabila Pemerintah
mengambil pilihan kebijakan yang berdampak pada kenaikan harga barang dan jasa yang
bersifat strategis utamanya bahan bakar minyak (BBM) dan Tarif Dasar Listrik (TDL).
Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati dampak penurunan kinerja ekonomi dan
keuangan global terhadap kinerja perekonomian Indonesia ke depan. Dalam kaitan ini, Bank
14
Indonesia akan mengambil respons suku bunga serta bauran kebijakan moneter dan
makroprudensial lainnya untuk memitigasi potensi penurunan kinerja perekonomian Indonesia
Prospek Perekonomian dan Faktor Risiko ke depan tersebut dengan tetap mengutamakan
pencapaian sasaran inflasi. Di samping itu, Bank Indonesia juga akan mempererat koordinasi
kebijakan dengan Pemerintah dalam rangka mengantisipasi dampak penurunan ekonomi dan
keuangan global tersebut.
2.2. Dampak Makro Ekonomi terhadap Perbankan dan Perbankan Syariah
Perbankan ke depan masih mendominasi sistem keuangan berdasarkan total aset lembaga
keuangan di Indonesia. Dari sisi ketahanan permodalan bank, sampai dengan akhir tahun 2011
perbankan terindikasi masih mampu menyerap risiko memburuknya ekonomi Eropa dan AS.
Hal ini terutama dikarenakan jumlah eksposur aset perbankan yang berasal dari luar negeri tidak
terlalu signifikan dibandingkan total asset perbankan dari dalam negeri. Direct eksposur luar
negeri (LN) perbankan yang mencakup portofolio on and off balance sheet berupa surat-surat
berharga, penempatan pada bank lain, tagihan akseptasi, bank garansi dan irrevocable LC
mencapai sebesar Rp110 triliun (yang bersumber dari dalam negeri mencapai sebesar Rp638,30
triliun). Tagihan portofolio luar negeri tersebut hanya sebesar 3,13% dari total aset perbankan
bulan Juni 2011 yaitu Rp3.195 triliun.
Terkelola dengan baiknya risiko pasar selama Semester I-2011 diperkirakan akan terus
berlanjut di Semester II-2011. Stress test yang dilakukan untuk mengukur ketahanan modal
bank terhadap tekanan risiko pasar yang mencakup penurunan nilai surat utang negara,
pelemahan nilai tukar dan kenaikan suku bunga, secara umum menunjukkan cukup kuatnya
permodalan perbankan. Potensi kerugian perbankan yang berasal dari kenaikan suku bunga ke
depan cenderung turun dikarenakan berkurangnya posisi short perbankan untuk maturity profile
rupiah <12 bulan yaitu turun dari Rp347,3 triliun (Desember 2010) menjadi Rp337,81 triliun
(Juni 2011).
Berdasarkan hasil stress test, permodalan bank relatif tahan terhadap risiko kenaikan suku
bunga, dimana dengan skenario kenaikan suku bunga sebesar 5%, CAR berpotensi turun 70 bps.
Namun demikian, perlu dimonitor meningkatnya sensitifitas terhadap kenaikan suku bunga
seiring peningkatan posisi short pada maturity profile rupiah perbankan <1 bulan. Meningkatnya
gejolak pada pasar global menyebabkan perbankan cenderung mengurangi eksposur valas pada
Semester I-2011. Hal ini terlihat dari turunnya rasio PDN dari 3,7% (Desember 2010) menjadi
3,43% (Juni 2011) sehingga ketahanan modal bank dalam mengantisipasi risiko pelemahan nilai
tukar rupiah terindikasi cukup baik. Dengan eksposur valas tersebut, hasil stress test pelemahan
nilai tukar sebesar 50% tidak terdapat bank yang CAR-nya berpotensi turun < 8%.
15
Gambar 2. 2. FDR, CAR Dan NPF Perbankan Syariah (BUS+UUS) 5 Tahun Terakhir
Sementara itu dampak makro ekonomi berupa krisis keuangan global yang cenderung
melambatkan laju pertumbuhan ekonomi banyak negara didunia, diprakirakan memiliki
pengaruh yang minimal terhadap industri perbankan syariah nasional. Ada beberapa alasan
mengapa diyakini pengaruh krisis keuangan global tahun 2012 tidak signifikan terhadap industri
perbankan syariah nasional. Pertama, eksposure portfolio pembiayaan perbankan syariah hampir
100% tersalurkan berupa pembiayaan usaha di sektor produktif (sektor riil), dimana sektor
usaha yang menjadi konsentrasi pembiayaan perbankan syariah adalah sektor usaha domestik
yang tidak terkait langsung dengan perdagangan luar negeri. Artinya, hampir tidak ada portfolio
bank syariah berupa eksposur aset keuangan yang berasal dari luar negeri seperti surat-surat
berharga. Jika dilihat lebih mendalam pembiayaan perbankan syariah di sektor riil terkonsentrasi
di sektor konsumtif (retail), jasa bisnis dan transportasi – komunikasi. Sementara kualitas
pembiayaan perbankan syariah masih relative terjaga baik, hal ini terlihat dari rasio NPF industri
beberapa tahun ini yang masih terpelihara pada angka rata-rata 3%. Dan pembiayaan disektor
tersebut minim sekali berupa pembiayaan usaha perdagangan luar negeri. Artinya pembiayaan
perbankan syariah nasional masih dominan berada di pasar domestik. Salah satu sebabnya
adalah kapasitas pembiayaan perbankan syariah yang memang relatif terbatas.
16
Gambar 2. 3. Break Down Pembiayaan Perbankan Syariah
Kedua, secara nature berpedoman pada prinsip-prinsip syariah, perbankan syariah tidak
diperkenankan menggunakan produk-produk berbasis bunga dan spekulasi. Berdasarkan
karakteristik dasar aplikasi perbankan seperti itu, perbankan syariah diyakini tidak akan
terpengaruh oleh krisis keuangan global. Tetapi jika kondisi krisis ini berlangsung relative lama,
maka diprakirakan krisis akan mempengaruhi kinerja industri perbankan syariah nasional secara
tidak langsung. Krisis global diyakini akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi global dan
selanjutnya juga akan melambatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan demikian, secara
umum dapat dikatakan dampak makro ekonomi berupa krisis keuangan global masih dapat
dikatakan minimal terhadap perkembangan industri perbankan syariah nasional.
2.3. Proyeksi Pertumbuhan Perbankan Syariah 2012
Sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2012 dan kinerja perbankan
nasional yang masih cukup kuat untuk menahan pengaruh tekanan krisis keuangan global,
perbankan syariah tahun 2012 juga diperkirakan masih tumbuh. Sementara pertumbuhan
tahunan dana pihak ketiga di akhir tahun 2011 diperkirakan antara 40%-50%, sedangkan untuk
tahun 2012 pertumbuhan optimis dana pihak ketiga diperkirakan mencapai Rp182 triliun,
pertumbuhan pesimis hanya Rp157 triliun dan pertumbuhan moderat diperkirakan tercapai
sebesar Rp165 triliun.
17
Gambar 2. 4. Proyeksi DPK Perbankan Syariah
0
20,000,000
40,000,000
60,000,000
80,000,000
100,000,000
120,000,000
140,000,000
160,000,000
180,000,000
200,000,000
May-0
1
Nov-0
1
May-0
2
Nov-0
2
May-0
3
Nov-0
3
May-0
4
Nov-0
4
May-0
5
Nov-0
5
May-0
6
Nov-0
6
May-0
7
Nov-0
7
May-0
8
Nov-0
8
May-0
9
Nov-0
9
May-1
0
Nov-1
0
May-1
1
Nov-1
1
May-1
2
Nov-1
2
DPK aktual
DPK forecast
Proyeksi
Sedangkan untuk pertumbuhan pembiayaan pada tahun 2012, diproyeksikan pertumbuhan
optimis diperkirakan mencapai Rp173 triliun, dengan pertumbuhan pesimis hanya Rp. 149
triliun serta pertumbuhan moderat diperkirakan dapat mencapai sebesar Rp157 triliun.
Gambar 2. 5. Proyeksi Pembiayaan Perbankan Syariah
0
20,000,000
40,000,000
60,000,000
80,000,000
100,000,000
120,000,000
140,000,000
160,000,000
180,000,000
200,000,000
Jul-01
Jan-0
2
Jul-02
Jan-0
3
Jul-03
Jan-0
4
Jul-04
Jan-0
5
Jul-05
Jan-0
6
Jul-06
Jan-0
7
Jul-07
Jan-0
8
Jul-08
Jan-0
9
Jul-09
Jan-1
0
Jul-10
Jan-1
1
Jul-11
Jan-1
2
Jul-12
Pembiayaan bank syariah
Forecast
Proyeksi
18
Sebagaimana perkiraan pertumbuhan dana pihak ketiga, pertumbuhan total aset perbankan
syariah di akhir 2011 diperkirakan tumbuh antara 40%-50%. Sementara, pertumbuhan moderat
total aset tahun 2012 diperkirakan sebesar Rp187 triliun sedangkan pertumbuhan pesimis hanya
Rp178 triliun dan optimis mencapai hingga Rp206 triliun. Untuk pangsa pasar perbankan
syariah hingga mencapai 5% diperkirakan baru akan dicapai setelah tahun 2012.
Gambar 2. 6. Proyeksi Total Aset, DPK dan Pembiayaan Perbankan Syariah
Total aset Total DPK Total Pembiayaan
Pesimis* 177.80 156.84 148.99
Moderat* 187.15 165.09 156.84
Optimis* 205.87 181.60 172.52
Nopember 2011* 135.62 107.12 101.89
* triliun Rp
2012
Pertumbuhan pesimis, diasumsikan kinerja bank syariah mengalami perlambatan karena
dampak krisis global kepada perekonomian domestik, dan berdampak kepada penurunan
pembiayaan serta penurunan competitiveness perbankan syariah terhadap perbankan
konvensional. Sementara pertumbuhan moderat, terjadi apabila jumlah bank syariah tidak
bertambah namun kinerjanya tetap meningkat, dengan pola pembiayaan yang tetap didominasi
trade based financing (utamanya murabahah), lalu pembiayaan perbankan syariah tidak
meninggalkan UMKM. Kemudian didukung oleh kondisi perekonomian domestik yang masih
stabil serta masih tetap mendukung kinerja sektor riil dan sektor ekonomi produktif lainnya.
Sedangkan pertumbuhan optimis, didasari asumsi bahwa jumlah bank syariah bertambah dan
ekonomi domestik tidak terpengaruh oleh gejolak perekonomian global, serta kinerja sektor riil
yang tetap positif ditambah dengan kinerja perbankan syariah yang tetap memiliki
competitiveness dengan perbankan konvensional.
19
Gambar 2. 7. Proyeksi Growth Aset, DPK dan Pembiayaan Perbankan Syariah 2012
47%
57%
29%
54%
66%
36%
50%
82%
70%
50%55%
46%
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
Total aset Total DPK Total Pembiayaan
Pesimis
Moderat
Optimis
Nopember 2011
Sesuai dengan proyeksi ke depan, industri perbankan syariah Indonesia di tahun 2012 akan
semakin fokus kepada fungsi intermediasi yang berdampak nyata bagi sektor riil, tidak hanya
UMKM yang merupakan fokus pembiayaan bank syariah selama ini namun juga kepada target
pembiayaan lainnya. Bahkan, skim pembiayaan dimungkinkan untuk mendanai proyek-proyek
pemerintah pada program MP3EI (Master plan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi
Indonesia).
20
BAB III
ARAH KEBIJAKAN PERBANKAN SYARIAH 2012
Sebagaimana diketahui, kemajuan ekonomi Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir
dipengaruhi oleh meningkatnya peran permintaan domestik yang menandakan semakin besarnya
ukuran pasar domestik seiring peningkatan daya beli masyarakat. Di satu sisi kondisi tersebut
diyakini menyebabkan lebih kuatnya daya tahan perekonomian terhadap shock eksternal, namun
disisi lain menuntut produksi atau kapasitas supply yang lebih besar yang memungkinkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa mengorbankan stabilitas harga. Oleh karena itu upaya
pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan menyediakan infrastruktur secara masif yang
diikuti dengan penyelarasan regulasi dan birokrasi, dinilai sangat strategis untuk mengejar
ketertinggalan produksi guna memastikan pertumbuhan ekonomi yang seimbang dan berkelanjutan.
Dalam konteks ini, perbankan diharapkan mengambil peran secara komprehensif baik dalam
membiayai kegiatan konsumsi dan perdagangan, maupun kegiatan investasi sektor produktif
termasuk dalam rangka penyediaan infrastruktur. Sementara itu, dengan mempertimbangkan
komposisi pembiayaan perbankan syariah lebih dari 70% disalurkan ke UMKM, pemerintah melalui
berbagai programnya semestinya dapat lebih mendukung aktivitas perbankan syariah, yang pada
akhirnya karena karakteristik perbankan syariah yang bertumpu pada kegiatan berdasarkan sektor riil
akan lebih dapat mendukung percepatan pembangunan ekonomi Indonesia termasuk dalam program
Masterplan Percepatan Pembangunan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3I).
Prakiraan kinerja ekonomi nasional 2012 yang tetap solid, sekalipun terkena imbas
ketidakpastian ekonomi global, juga memberikan peluang bagi perbankan syariah untuk
mempertahankan atau bahkan meningkatkan pertumbuhan usaha. Hal ini didukung oleh kondisi
portfolio yang minim denominasi valas, sehingga memposisikan bank syariah pada kelompok yang
kurang terekspos risiko penurunan kinerja ekonomi dunia melalui jalur pasar keuangan. Lebih lanjut,
dampak melalui trade channel dalam bentuk penurunan kinerja sektor yang bergantung pada
permintaan eksternal (tradable) seperti sektor manufaktur, pertanian dan pertambangan juga relatif
kecil, mengingat terbatasnya alokasi pembiayaan ke sektor-sektor tersebut.
Namun demikian, untuk mencapai laju pertumbuhan yang tinggi terdapat sejumlah faktor
yang perlu terus dibenahi. Faktor pertama, penguatan institusi baik dari sisi ketersediaan sumber
daya manusia (SDM), maupun infrastruktur jaringan dan teknologi. Jaringan layanan perbankan
syariah telah mencakup ke-33 propinsi di Indonesia, namun demikian kehadirannya diperkirakan
belum banyak diketahui mengingat jumlah kantor cabang yang jauh lebih kecil dibandingkan bank
konvensional. Dalam mengatasi kendala tersebut, perbankan syariah sebenarnya dimungkinkan turut
menggunakan jaringan bank konvensional, namun kendala lainnya berupa penyediaan SDM yang
21
mampu menjual dan memberikan layanan produk-produk berbasis syariah serta koneksi jaringan IT
menjadi tantangan tersendiri yang tidak mudah untuk diatasi.
Faktor kedua adalah efisiensi. Secara alami, karakteristik aset perbankan syariah yang
didominasi oleh pembiayaan dengan fixed maturity perlu didukung oleh sumber dana yang lebih
akomodatif terhadap risiko fluktuasi income sepanjang masa pembiayaan, yaitu dana yang juga
berjangka panjang dan/atau tidak mensyaratkan return yang tinggi. Pada kenyataannya sumber dana
jangka pendek (lebih kecil atau sama dengan 3 bulan) masih sangat dominan di perbankan syariah,
pun demikian sumber dana berbentuk deposito yang juga lebih dominan dibandingkan sumber dana
lain yang tidak mengharapkan return tinggi seperti tabungan dan giro. Lebih dominannya sumber
dana yang lebih mahal tersebut, antara lain membuat pricing pembiayaan perbankan syariah kalah
bersaing dengan perbankan konvensional, sehingga apabila perbankan syariah mampu
memanfaatkan dana-dana murah pemerintah seperti dana haji diharapkan pricing pembiayaan
perbankan syariah dalam mendukung kegiatan perekonomian akan semakin baik. Selain itu,
karakter ekspansif bank-bank syariah menimbulkan konsekuensi berupa biaya operasional dan
investasi yang relatif tinggi, sehingga selain pengendalian biaya secara cermat, bank perlu memiliki
strategi untuk secara bertahap melakukan perbaikan tingkat efisiensi.
Faktor lain yang cukup penting untuk menunjang pertumbuhan perbankan syariah adalah
komunikasi (dan edukasi) baik kepada stakeholders internal maupun eksternal. Hal ini mengingat
karakteristik nasabah yang menjadi sasaran kini semakin meluas, dari sebatas nasabah yang sudah
memiliki pemahaman ke‘syariah’an dan cenderung memilih produk bank syariah, menjadi mayoritas
nasabah perbankan yang selama ini menjadi basis nasabah bank-bank beraset besar yang notabene
juga merupakan bank induk dari bank-bank syariah. Selain itu, komunikasi juga penting untuk
harmonisasi persepsi dan meningkatkan preferensi stakeholders dalam mendukung perkembangan
perbankan syariah.
Dalam rangka terus mendukung pengembangan perbankan syariah, pada tahun 2012 Bank
Indonesia memandang perlunya langkah pengembangan dan kebijakan perbankan syariah difokuskan
pada hal-hal berikut:
1. Penguatan Intermediasi Perbankan Syariah kepada Sektor Ekonomi Produktif.
Sesuai dengan karakter perekonomian Indonesia, secara umum pengembangan industri
perbankan syariah diarahkan kepada penguasaan pasar domestik yang sangat besar, namun
belum sepenuhnya dieksplorasi dan belum secara merata memanfaatkan layanan perbankan
syariah. Orientasi pada penguasaan pasar mensyaratkan industri perbankan syariah yang mampu
melayani beragam lapisan masyarakat, mulai dari segmen ekonomi mikro, usaha kecil dan
menengah hingga segmen korporasi.
22
Selain itu, sebagai ‘kelas menengah’ baru di industri perbankan nasional, bank-bank syariah
pada akhirnya akan dihadapkan pada kompetisi langsung pada segmen-segmen yang dikuasai
bank-bank besar, karena tidak lagi dapat mengandalkan niche market tertentu untuk
mempertahankan laju pertumbuhan. Jika dalam beberapa tahun terakhir, usaha perbankan syariah
lebih terfokus untuk melayani pembiayaan segmen jasa dan konsumsi yang pada 2011
mendominasi (hingga 72%) portofolio pembiayaan perbankan syariah (grafik 3.1), maka pada
tahun-tahun mendatang perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan diversifikasi
portofolio usahanya. Sebagai pembanding, kontribusi segmen jasa dan konsumsi dalam portfolio
perbankan secara nasional pada tahun 2011 sebesar 47,1%.
Grafik 3.1 Trend Segmen Pembiayaan Perbankan Syariah (BUS+UUS+BPRS)
Sehubungan dengan hal itu, mulai tahun 2012, perbankan syariah akan diarahkan untuk
mulai mengembangkan kapasitasnya dan lebih aktif melayani kebutuhan pembiayaan sektor-
sektor produksi, antara lain sektor-sektor yang mendapatkan prioritas dari pemerintah seperti
konstruksi, listrik dan gas, pertanian dan industri kreatif, bahkan jika memungkinkan membiayai
berbagai proyek yang masuk dalam inisiatif MP3EI (Master plan percepatan dan perluasan
pembangunan ekonomi Indonesia).
Bank Indonesia, sesuai kapasitasnya akan memfasilitasi proses link and match bank syariah
dengan pelaku usaha di sektor-sektor tersebut, antara lain melalui business matching dan focus
group discussion antara perbankan syariah dengan pengusaha. Proses tersebut tentunya
memerlukan komitmen penuh industri perbankan syariah, karena itu bank-bank syariah
diharapkan dapat menyiapkan rencana pengembangan bisnis ke sektor-sektor produksi.
Disamping itu, perbankan syariah juga diarahkan untuk melakukan pengendalian risiko terkait
23
konsentrasi usahanya, antara lain melalui peningkatan kualitas pelaporan produk atau aktivitas
bank. Lebih lanjut, dalam rangka mengarahkan struktur usaha yang lebih mencerminkan
karakteristik perbankan dan keuangan syariah, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan mengkaji
model bisnis perbankan syariah, termasuk mengidentifikasi perilaku bisnis dan respon kebijakan
/ regulatory incentives yang dapat mendorong perbankan syariah lebih compatible dengan model
bisnisnya, antara lain melalui kebijakan perizinan, pelaporan dan/atau penghentian produk serta
aktivitas bank.
Arah kebijakan diversifikasi segmen tersebut memiliki dimensi spatial yang menekankan
pada perluasan sebaran geografis nasabah yang dilayani perbankan syariah. Untuk itu, bank
syariah diharapkan dapat mengoptimalkan berbagai opsi dalam kebijakan pembukaan outlet
layanan, dalam rangka perluasan jaringan sekaligus meningkatkan penetrasi usaha ke berbagai
daerah di Indonesia. Terlebih lagi, perkembangan perbankan syariah di daerah-daerah seperti di
wilayah Sumatera dan Sulawesi-Maluku-Papua yang memiliki laju pertumbuhan pembiayaan
lebih tinggi dari pertumbuhan nasional (grafik 3.2).
Grafik 3.2 Gambaran Pertumbuhan Usaha Perbankan Syariah (BUS+UUS+BPRS)
di berbagai wilayah
WILAYAH PYD DPK GPYD GDPK
Sumatera 19,007 14,975 55.5% 60.5%
Kalimantan 4,760 5,010 38.1% 39.5%
Sulawesi-Maluku-Papua 4,915 3,186 59.2% 40.4%
Jawa-bali nusatenggara 70,544 80,439 52.6% 55.1%
Nasional 99,295 103,539 52.7% 52.2%
24
2. Pengembangan dan Pengayaan Produk yang Lebih Terarah
Sejalan dengan arah peningkatan diversifikasi segmen nasabah, Bank Indonesia akan
memprioritaskan dukungan bagi pengembangan produk-produk yang terkait sektor produksi.
Dukungan tersebut antara lain dapat diberikan dalam bentuk kajian produk dan penyempurnaan
regulasi dan proses perizinan produk.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, salah satu prasyarat dalam rangka mencapai laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan adalah pengembangan infrastruktur.
Sehubungan dengan hal tersebut, Bank Indonesia akan menjajaki dan melakukan kajian potensi
pengembangan skim pembiayaan proyek / infrastruktur melalui bank syariah. Pembiayaan
proyek / infrastruktur yang umumnya tergolong kategori pembiayaan komersial atau korporasi
memerlukan tidak hanya dukungan modal dan kemampuan manajemen risiko yang memadai,
namun secara ideal dibiayai dari sumber dana yang memiliki karakter yang serupa, misalnya
dari segi jangka waktu dan risk appetite pemilik. Dalam hal ini, Bank Indonesia mengharapkan
dan siap mendukung eksplorasi yang dilakukan bank atau asosiasi perbankan syariah untuk
mendapatkan pendanaan dengan produk dan target investor yang lebih sophisticated termasuk,
jika diperlukan, menjajaki opsi insentif regulatory.
Selanjutnya Bank Indonesia akan mempertimbangkan penyempurnaan regulasi terkait
produk perbankan syariah guna meningkatkan efisiensi proses perizinan produk. Bank Indonesia
juga akan melanjutkan forum kerjasama tripartite dengan Dewan Syariah Nasional dan Ikatan
Akuntan Indonesia dalam mempercepat pengembangan produk-produk baru atau non standard.
Salah satu produk yang relevan dengan kebutuhan bank dan masyarakat yang akan diagendakan
pembahasannya dalam forum tersebut adalah produk-produk lindung nilai.
Di sisi lain, setiap bank syariah diharapkan memperkuat unit kerja pengembangan produk
dalam rangka mempercepat upaya penyetaraan produk dan service level dengan bank
konvensional, agar variasi kebutuhan nasabah yang dapat dilayani secara syariah meningkat.
Dalam rangka pengembangan produk, bank kemungkinan menemukan keterbatasan tertentu
pada akad-akad syariah dibandingkan skema yang digunakan pada produk konvensional. Oleh
karena itu bank perlu melakukan inovasi produk, termasuk dalam membangun cara pandang
nasabah untuk pemenuhan kebutuhannya sesuai skema syariah.
Secara fundamental, inovasi dan pengembangan produk perbankan syariah perlu diarahkan
untuk mengantisipasi dinamika kebutuhan nasabah ke depan yang antara lain dipengaruhi oleh
perubahan demografi dan teknologi, serta arah pengembangan model bisnis perbankan syariah.
Dalam konteks ini, pada tahun 2012 Bank Indonesia akan menyusun arah strategis
pengembangan produk perbankan syariah. Sehubungan dengan hal tersebut, dalam rangka
meningkatkan pemahaman akan trend produk dan aktivitas kedepan sekaligus mendorong
25
inovasi produk, Bank Indonesia dapat menyelenggarakan workshop pengembangan dan inovasi
produk/layanan, misalnya dalam kerangka kerjasama dengan Bank Negara Malaysia
sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun 2011 ataupun dengan lembaga lain seperti IDB
group.
3. Peningkatan Sinergi Dengan Bank Induk Dengan Tetap Mengembangkan Infrastruktur
Kelembagaan Bisnis Syariah
Strategi co-opetition atau kerjasama sinergis antara bank konvensional induk dengan bank
syariah telah dicanangkan oleh Bank Indonesia pada arah kebijakan perbankan syariah tahun
2011. Melalui strategi tersebut diharapkan perbankan syariah dapat menyejajarkan tingkat
layanannya dengan bank umum konvensional (BUK) induknya antara lain melalui kerjasama
penggunaan fasilitas teknologi, jaringan kantor dan SDM.
Secara umum pertumbuhan bank-bank syariah masih lebih tinggi dibandingkan BUK induk.
Namun demikian, dampak pertumbuhan terhadap peningkatan share bank syariah cukup
bervariasi antara bank satu dengan lainnya (grafik 3.3). Dalam kenyataannya, tingkat penerapan
strategi co-opetition sebagai salah satu upaya mendorong pertumbuhan bank syariah juga masih
bervariasi. Pada beberapa bank, kerjasama yang dilakukan masih relatif terbatas baik di sisi
jenis produk maupun jumlah jaringan kantor yang digunakan, antara lain karena proses
penyesuaian infrastruktur teknologi informasi dan pengelolaan SDM yang masih berlangsung.
Namun di beberapa bank lain, one bank concept telah diterapkan secara progresif, misalnya
dalam bentuk dukungan permodalan dan ekspansi bisnis secara reguler, hingga pengembangan
cross selling dan penyetaraan produk dengan dukungan infrastruktur seperti jaringan kantor dan
IT, dan kebijakan SDM yang lebih integrated.
Grafik 3.3 Perkembangan Share Aset Bank Syariah terhadap 10 BUK induk terbesar
26
Sehubungan dengan hal itu, Bank Indonesia memandang perlu agar setiap BUK induk
mempertimbangkan kembali sinergi usaha dengan bank syariah sejalan dengan arah
diversifikasi segmen dan produk bank syariah sebagaimana penjelasan diatas. Selain itu, BUK
induk dan bank syariah perlu secara bersama mengidentifikasi permasalahan dan menyiapkan
action plan untuk memperkuat sinergi dimaksud.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam action plan tersebut adalah penilaian kinerja SDM
bank secara terintegrasi, baik untuk konvensional maupun syariah dalam mendukung bank
induk mencapai targetnya secara lebih optimal. Dengan demikian bank induk dapat
meminimalkan opportunity loss yang mungkin timbul dari kegagalan menawarkan layanan yang
terintegrasi dan komprehensif. Dalam hal ini, secara grup, perlu dilakukan upaya untuk
menjembatani perbedaan kompetensi SDM antara bank induk dengan bank syariah. Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan sharing antara kompetensi unit BUK
induk dalam mendesain dan menjual produk di satu sisi, dengan pemahaman standar/akad
syariah yang dimiliki bank syariah di sisi lain, sehingga produk dan layanan syariah dapat
diperluas untuk melayani segmen nasabah yang beragam, baik mikro, ritel maupun
komersial/korporasi. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah mengaktifkan proses edukasi
internal (kepada pegawai BUK induk) mengenai produk keuangan syariah, terutama kepada
pegawai unit-unit kerja yang diarahkan mendukung penguatan sinergi dengan bank syariah.
Selain itu, dalam konteks penguatan sinergi SDM, Bank Indonesia juga dapat memberikan
dukungan proses edukasi keuangan syariah kepada pegawai BUK Induk.
Bank Indonesia akan mempertimbangkan regulatory incentives yang diperlukan untuk
memperkuat sinergi dimaksud, antara lain melalui pengaturan kelembagaan dan jaringan kantor.
Pengaturan dimaksud, secara prinsip tetap akan memperhatikan arah kebijakan pengembangan
perbankan syariah sebagai sistem yang tunduk pada perundangan tersendiri dan memiliki
karakteristik serta infrastruktur yang spesifik. Hal ini tentu saja mesti sejalan dengan kebijakan
pengembangan perbankan syariah nasional yang telah diatur dalam UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, yang mendorong terwujudnya konsep perbankan syariah yang
bersifat full-pledged dengan mendorong UUS di-spin off dan BUS untuk mengembangkan
jaringan kantornya secara luas, serta adanya semangat dalam UU dimaksud untuk menampilkan
karakteristik khas perbankan syariah sebagai suatu sistem baru layanan keuangan.
Melalui langkah-langkah penguatan sinergi tersebut, Bank Indonesia menghendaki
peningkatan akses masyarakat terhadap layanan perbankan syariah secara signifikan dalam 1-2
tahun kedepan, demikian juga halnya dengan produk bank syariah yang semakin variatif
memenuhi kebutuhan nasabah, terutama yang selama ini tidak memiliki alternatif selain produk
BUK. Kedua aspek tersebut yaitu outreach jaringan dan variasi produk BUK dan bank syariah
27
yang sesuai kebutuhan domestik, selayaknya dipandang sebagai key strategies oleh setiap
pelaku industri perbankan nasional dalam mengantisipasi persaingan dengan bank-bank regional
yang juga tengah mengintegrasikan layanan konvensional dan syariahnya, memasuki era
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
4. Peningkatan Edukasi dan Komunikasi dengan Fokus pada Kesetaraan dan Keunikan
(Parity & Distinctiveness)
Kenaikan pesat jumlah rekening yang dikelola perbankan syariah dalam 3 tahun terakhir
(hingga mencapai 92%), selain menunjukkan tingginya demand terhadap produk dan jasa
perbankan syariah, juga menunjukkan bahwa masyarakat telah semakin mengenal dan
merasakan kemanfaatan dari kehadiran bank syariah. Menyikapi perkembangan tersebut, Bank
Indonesia memandang bahwa citra “inklusif” industri perbankan syariah, yang juga semakin
dikenali sebagai iB (ai-Bi), perlu terus dikomunikasikan. Setiap segmen masyarakat mulai dari
yang memiliki tingkat penghasilan rendah hingga sangat tinggi, tanpa dibatasi segmen rasial
atau agama tertentu, perlu dikenalkan mengenai functional benefits dan variasi skema produk
yang dimiliki bank syariah.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap produk perbankan syariah
(iB financial literacy), program sosialisasi/edukasi publik Bank Indonesia pada 2012 lebih
difokuskan pada komunikasi kesetaraan “parity” dan keunikan “distinctiveness” produk
perbankan syariah. Program dimaksud diimplementasikan melalui berbagai media yang dinilai
efektif dalam mendorong aktivasi penggunaan layanan perbankan syariah, sebagai berikut:
• Sosialisasi berbasis komunitas melalui berbagai event atau media seperti radio, micro-site
dan talkshow, yang sesuai dengan target segmen komunikasi iB yaitu komunitas muda,
wanita/keluarga, professional, dan netizen. Beberapa message yang potensial untuk
dikedepankan dalam berbagai kegiatan edukasi tersebut antara lain, kesetaraan teknologi
dibalik fasilitas iB dan perencanaan keuangan melalui iB.
• Partisipasi perbankan syariah dalam pameran/expo untuk mendekatkan masyarakat umum
dengan produk bank syariah yang sesuai kebutuhannya, antara lain expo terkait sektor
produktif seperti konstruksi, maritim dan industri kreatif.
Implementasi program tersebut di daerah akan difasilitasi dengan format “iB pavilliun”
dengan entry point expo/pameran pada bidang yang sebelumnya telah dimasuki seperti di
bidang properti, UMKM, elektronik, otomotif dan franchise.
• Dialog dengan stakeholder perbankan syariah (pengelola bank syariah, asosiasi
industri/pengusaha, pemerintah daerah, akademisi, media, pengamat ekonomi dan
28
perbankan, organisasi masyarakat) yang dilakukan untuk mengenalkan dan menyelaraskan
pandangan terhadap perbankan syariah sekaligus memfasilitasi bank syariah untuk
meningkatkan pelayanan serta mendorong inovasi produk (co-creation). Secara spesifik,
untuk segmen akademisi dan ulama juga akan dilakukan edukasi melalui pola training for
trainers di berbagai daerah.
Selain itu, sesuai strategi pengembangan pasar, komunikasi “above the line” melalui Iklan
Layanan Masyarakat dan program/rubrik khusus di berbagai media cetak, elektronik, media
online dan media luar ruang, dalam porsi lebih kecil dibandingkan program-program aktivasi
tersebut diatas juga tetap akan dilakukan.
Disamping fokus mengkomunikasikan kesetaraan produk dan layanan perbankan syariah,
Bank Indonesia pada tahun 2012 akan mulai menyiapkan program komunikasi iB tahap lanjutan
yaitu untuk mulai mengenalkan karakter iB, antara lain kemitraan. Dalam hal ini, pendekatan
kultural melalui penggalian karakter kemitraan dalam budaya nusantara (reinvent heritage) akan
diutamakan dalam merancang komunikasi karakter iB tersebut.
Dalam tahun 2012 Bank Indonesia akan memfasilitasi program pemetaan kompetensi SDM
perbankan syariah secara lebih tajam, mengacu kepada rumusan business model industri
perbankan syariah. Hasil pemetaan tersebut selanjutnya akan menjadi dasar bagi penyusunan
program pemenuhan dan peningkatan kompetensi SDM, sehingga dapat memenuhi kebutuhan
kompetensi industri di masa depan melalui berbagai program sertifikasi maupun program
pelatihan bekerjasama dengan LLP-ICDIF dan lembaga penyedia pelatihan lainnya.
5. Peningkatan Good Governance dan Pengelolaan Risiko
Periode ketika perekonomian masih cukup kondusif menopang pertumbuhan perbankan,
memberikan kesempatan terbaik untuk memperkuat ketahanan sistem perbankan menghadapi
risiko kedepan, termasuk dalam hal ini dampak ketidakpastian perekonomian global saat ini
yang dikuatirkan akan berkepanjangan. Oleh karena itu, di tahun 2012 perbankan syariah perlu
memperkuat tata kelola usaha atau good governance dan pengelolaan risiko.
Mencermati concern masyarakat terhadap berbagai kasus dan isu seputar perbankan
beberapa waktu terakhir, aspek integritas dalam pengelolaan bank menjadi sangat penting,
disamping aspek transparansi (dan edukasi) nasabah. Hal ini mengingat sistem pengelolaan
risiko maupun pengawasan yang ketat belum tentu efektif mencegah penyalahgunaan oleh
pengelola bank yang sengaja memanfaatkan celah kelemahannya. Ke depan, Bank Indonesia
akan memperkuat screening berdasarkan karakter dan integritas serta kompetensi para bankir.
Bank Indonesia juga akan memperkuat sanksi bagi mereka yang sengaja menyalahgunakan
kewenangannya. Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan pengurus bank bertanggung jawab
29
penuh, dalam batas-batas ketentuan perundangan yang berlaku, atas apa yang terjadi di bank
mereka. Selain itu, untuk BPRS Bank Indonesia merencanakan untuk menyusun ketentuan good
governance bagi BPRS, disamping melakukan review ketentuan transparansi kondisi keuangan
BPRS. Melalui kebijakan tersebut diharapkan BPRS dapat dikelola secara lebih sehat dengan
mengedepankan antara lain aspek profesionalitas dan transparansi.
Perbankan syariah juga diharapkan terus memperkuat kemampuan pengelolaan risiko,
sejalan dengan prinsip-prinsip pengelolaan risiko yang digariskan dalam regulasi Bank
Indonesia. Secara spesifik bank syariah diarahkan agar melakukan pengendalian risiko yang
memadai dengan meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko dalam rangka kepentingan
bank maupun nasabah terkait produk atau aktivitas di bank yang antara lain dilakukan melalui
peningkatan kualitas pelaporan produk atau aktivitas bank dengan tetap memperhatikan prinsip
kehati-hatian, aspek hukum, kompetensi pegawai, dan kesiapan infrastruktur.
Bank-bank syariah juga perlu memperkuat permodalannya dalam mengantisipasi
pertumbuhan dan risiko usaha. Dalam hal ini bank juga perlu memperhatikan arah regulasi
prudential internasional terutama yang terkait permodalan, antara lain perkembangan perumusan
standar permodalan, manajemen risiko likuiditas dan stress test bagi perbankan syariah yang
sedang dilakukan oleh Islamic Financial Services Board (IFSB). Terkait perkembangan tersebut,
Bank Indonesia pada tahun 2012 akan mengkaji penerapan manajemen risiko likuiditas pada
perbankan syariah sesuai dengan standar IFSB. Khusus bagi BPRS, Bank Indonesia sedang
mempertimbangkan untuk meningkatkan batasan permodalan minimum BPRS, yang dilakukan
secara paralel dengan penyempurnaan ketentuan jaringan kantor yang memberikan kemudahan
(dari sisi modal) untuk pembukaan dan atau perpindahan kantor cabang. Diharapkan BPRS dapat
memperkuat ketahanannya sekaligus meningkatkan akses komunitas nasabah yang menjadi
prioritasnya.
Sementara itu, apabila merujuk kepada besarnya peningkatan penyaluran dana yang sangat
tinggi selama setahun terakhir ini dalam bentuk piutang Qardh sebesar 295,17%, yang
didominasi oleh Qardh (gadai) emas, Bank Indonesia memandang produk ini memiliki risiko
operasional dan risiko reputasi yang dapat merugikan industri perbankan syariah apabila tidak
diantisipasi secara dini, meskipun risiko kredit produk ini relatif kecil. Selain itu, dikhawatirkan
peningkatan produk ini akan mengurangi kecepatan penyaluran pembiayaan perbankan syariah
ke sektor ekonomi yang lebih produktif, yang seharusnya menjadi fokus utama bisnis bank
syariah. Dengan demikian, selain mempergunakan supervisory approach kepada perbankan
syariah terkait hal ini, agar bank syariah memiliki Standar Operating Prosedure, dan
mengarahkan supaya portofolio produk ini bukan menjadi segmen pembiayaan utama bank,
Bank Indonesia tidak menutup kemungkinan akan melakukan pengaturan tersendiri apabila
30
dipandang perlu dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan dan keamanan nasabah, serta
memitigasi risiko-risiko yang ada terkait produk tersebut, selain juga mengacu kepada
kemanfaatan kepada perekonomian nasional dan model bisnis perbankan syariah ke depannya.
6. Penguatan Sistem Pengawasan
Sejalan dengan arah kebijakan penguatan tata kelola dan manajemen risiko perbankan
syariah, efektivitas pengawasan bank juga perlu ditingkatkan, terutama melalui penyempurnaan
infrastruktur pengawasan. Pada tahun 2012 Bank Indonesia akan mengintegrasikan sistem
informasi pengawasan bank syariah dalam single platform untuk mempermudah akses dan
meningkatkan kualitas informasi yang menjadi basis analisis pengawas. Integrasi dimaksud
antara lain mencakup aplikasi penilaian tingkat kesehatan BUS dan UUS, dan aplikasi stress test
yang sekaligus disempurnakan menurut perubahan ketentuan rencana bisnis bank pada tahun
2011. Selain itu Bank Indonesia akan mengevaluasi sistem deteksi dini atau early warning
system BPRS, sekaligus mengkaji early warning system bagi BUS dan UUS. Bank Indonesia
juga akan menyempurnakan pedoman Laporan Bulanan Bank Umum Syariah (LBUS) guna
mempersiapkan implementasi aplikasi LBUS revisi pada tahun 2013.
Selanjutnya guna mendukung penguatan penerapan prinsip kehati-hatian dan prinsip good
governance, sekaligus mendukung perkembangan kegiatan usaha bank syariah secara baik,
diperlukan sistem pencatatan akuntansi dan pelaporan keuangan yang andal untuk proses
pengambilan keputusan stakeholder dan pengawasan Bank Indonesia. Untuk itu Bank Indonesia
akan mengeluarkan revisi Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah (PAPSI) tahun 2003 yang
merupakan pedoman pelaksanaan penerapan prinsip akuntansi syariah di perbankan syariah
dengan mengakomodasi standar-standar akuntansi syariah terbaru antara lain standar akuntansi
sukuk serta beberapa standar akuntansi lain sebagai bagian dari proses konvergensi dengan
International Financial Reporting Standards (IFRS).
Selain penyempurnaan infrastruktur pengawasan, Bank Indonesia secara umum akan
meningkatkan proses penilaian risiko, pengawasan dan pemeriksaan terhadap bank syariah.
Kualitas penerapan manajemen risiko, antara lain dalam konteks pengendalian risiko produk dan
aktivitas baru, pengendalian internal dan pemahaman atas sumber daya manusia (know your
employee), akan menjadi fokus utama peningkatan pengawasan dimaksud, disamping
peningkatan keamanan dan perlindungan nasabah. Bank Indonesia juga melanjutkan upaya
peningkatan kompetensi pengawas dan quality assurance terhadap kegiatan pengawasan
perbankan syariah.