Diuretik Fix

download Diuretik Fix

of 23

description

farmakologi

Transcript of Diuretik Fix

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGIPERCOBAAN VDIURETIK

Disusun oleh :Golongan 1 , Kelompok 1Kurnia Okta Valensi(G1F012002)Wildatus Sholihah(G1F012004)Jauvita Alvica Madyawati(G1F012006)Farah Khairunnisa(G1F012008)Rizky Tris Irianto(G1F012018)Panggih Saputro(G1F012040)

Tanggal Praktikum : 5 Juni 2013Dosen Pembimbing : Esti Dyah Utami , M.Sc., Apt.Asisten Praktikum: Nurlaili A Nurina K.S

JURUSAN FARMASIFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANPURWOKERTO2013

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGIPERCOBAAN VDIURETIK

I. PENDAHULUANA. Latar belakangDiuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Diuresis juga merupakan senyawa yang dapat meningkatkan ekskresi air dan natrium. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambaha volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air. Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan udem yang berarti mengubah keseimbangan cairan sedemikian rupa sehingga volume cairan ekstrasel menjadi normal (Nugroho, 2011). Obat- obat diuretik merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi Na+ dan ion lain seperti Cl- memasuki urin dalam jumlah banyak dibandingkan dalam keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan keseimbangan osmotik. Perubahan osmotik dimana dalam tubulus menjadi meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urin, dan mengikat air lebih banyak di dalam tubulus ginjal, produksi urin menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretik meningkatkan volume urin dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion di dalam urin dan darah (Anonim, 2011).Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana cara kerja atau efek obat obat diuretik tersebut pada manusia, maka perlu dilakukan suatu uji praklinik terhadap hewan coba mencit, Untuk membuktikan apakah obat diuretik yang digunakan benar-benar efektif dalam memeperlancar pembuangan urin.

B. Tujuan PercobaanMengenal, mempraktekan dan membandingkan efek diuretik dari furosemid dan hidroklortiasid.C. Dasar TeoriDiuretik berasal dari kata diuretikos yang berarti merangsang berkemih atau merangsang pengeluaran urin (Dorland, 1996). Dengan kata lain diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah diuresis memiliki arti diproduksi dan menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air (Sunaryo, 1995).Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :1. Penghambat Karbonik AnhidraseKarbonik anhydrase terdapat di berbagai lokasi pada nefron, tapi lokasi utama enzim ini adalah di membrane lumen TCP. Di segmen ini, karbonik anhidrase akan mengkatalisasi dehidrasi H2CO3, seperti telah dijelaskan diatas . Dengan menyekat karbonik anhydrase, penghambat menyekat reabsorpsi NaHCO3 dan menyebabkan diuresis ( Katzung, 2010).Prototipe penghambat karbonik anhydrase adalah acetazolamide , dichlorophenamide dan meathazolamide ( Katzung, 2010).Farmakokinetik : Penghambat karbonik anhydrase diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral. Peningkatan pH urin akibat diuresisHCO3- tampak dalam waktu 30 menit, maksimal setelah 2 jam, dan bertahan selama 12 jam setelah pemberian dosis tunggal. Obat diekskresi melalui sekresi segmen S2 tubulus proksimal sehingga dosis obat harus diturunkan pada insufisiensi ginjal ( Katzung, 2010).Farmakodinamik: Inhibisi aktivitas karbonik anhydrase sangat menekan reabsorpsi HCO3- di TCP. Pada dosisnya yang paling aman, penghambat karbonik anhydrase menghambat 85 % kapasitas reabsorpsi HCO3- oleh TCP superfisial. Beberapa HCO3- tetap dapat diabsorpsi di tempat lain di nefron melalui mekanisme yang tidak bergantung pada karbonik anhydrase sehingga hanyalah sebesar 45 % dari seluruh reabsorpsi HCO3- di ginjal. Walaupun demikian, inhibisi karbonik anhydrase menyebabkan pelepasan HCO3- dan asidosis metabolic hiperkloremik yang signifikan. Karena penurunan kadar HCO3- dalam filtrrat glomerulus dan fakta bahwa deplesi HCO3- menyebabkan peningkatan reabsorpsi NaCl di segmen nefron llain, efektifitas diuretic acetazolamide menurun secara signifikan setelah digunakan selama beberapa hari ( Katzung, 2010).Indikasi klinis : Glaukoma, alkalinisasi urine, alkalosis metabolic, penyakit gunung akut ( acute mountain sickness) ( Katzung, 2010).2. Diuretik loopDiuretik ini secara menghambat reabsorpsi NaCl di CAT. Karena segmen ini memiliki kapasitas absorpsi NaCl yang besar dan fakta bahwa efek diuretiknya tidak dibatasi oleh asidosis, seperti pada kasus penghambat karbonik anhydrase, diuretic loop adalah salah satu diuretic yang paling efektif yang tersedia ( Katzung, 2010).Dua obat prototype yang termasuk kelompok ini adalah furosemide dan asam etakrinat. Selain furosemid, bumetanid dan torsemid adalah diuretic loop golongan sulfonamide (Katzung, 2010).Farmakokinetik : Diuretik loop cepat diabsorpsi dan sieliminasi oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tuubulus. Absorpsi torsemid oral lebih cepat ( 1 jam ) daripada furosemide ( 2-3 jam ) dan absorpsinya hamper penuh pada pemberian intravena. Durasi efek furosemid biasanya 2-3 jam dan torsemid biasanya 4-6 jam. Waktu- paruhnya bergantung pada fungsi ginjal. Karena agen loop bekerja pada sisi lumen tubulus, aktivitas diuretiknya berkaitan dengan sekresinya di tubulus proksimal. Penurunan sekresi diuretic loop dapat terjadi akibat pemberian berbagai agen, seperti OAINS atau probenesid, yang mengurangi sekresi asam lemah di tubulus proksimal. Metabolit asam etakrinat dan furosemide telah diketahui, tetapi belum diketahui apakah metabolit-metabolit ini mempunyai aktivitas diuretic. Torsemid mempunyai setidaknya satu metabolit aktif yang memiliku waktu-paruh yang lebih panjang dari senyawa induknya ( Katzung, 2010).Farmakodinamik : Obat ini menghambat NKCC2, yakni transporter Na+/ K+/ 2Cl- di lumen, dalam cabang asenden tebal ansa henle. Dengan menghambat transporter ini, diuretic loop menurunkan reabsorpsi NaCl dan juga mengurangi potensial positif di lumen akibat siklus kembali K+ (Katzung, 2010).Indikasi Obat : Diuretik loop terutama diindikasikan untuk edema paru akut, keadaan edema lain, dan hiperkalsemia akut. Indikasi lain meliputi hyperkalemia, gagal ginjal akut, dan overdosis anion (Katzung, 2010).3. TiazidSeperti penghambat karbonik anhydrase dan kebanyakan diuretic loop, semua tiazid memiliki gugus sulfonamide yang tidak tersubstitusi ( Katzung, 2010).Obat-obat diuretik yang termsuk golongan ini adalah : bendroflumetiazid, klorotiazid, klortalidon, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, indapamid, metiklotiazid, metolazon, politiazid, quinethazon, dan triklormetiazid (Katzung, 2010).Famakokinetik : Semua tiazid dapat diberikan per oral, tetapi terdapat perbedaan dalam metabolismenya. Klortiazid, yakni senyawa induk kelompok ini, bersifat kurang larut dalam lemak dan harus diberikan dalam dosis yang relatif besar. Klortalidon diabsorpsi secara perlahan dan durasi kerjanya lebih panjang. Meskipun indapamid terutama diekskresi lewat ginjal cukup untuk menimbulkan efek diuretiknya di TCD. Semua tiazid dieksresikan oleh system sekresi asam organic di tubulus proksimal dan bersaing dengan sekresi asam urat oleh system sekresi tersebut. Akibatnya, penggunaan tiazid dapat menurunkan sekresi asam urat dan meningkatkan kadar asam urat serum (Katzung, 2010).Farmakodinamik : Tiazid menghambat reabsorbsi NaCl dari sisi lumen sel epitel TCD dengan memblokade transporter Na+/ Cl- (NCC). Tiazid sangat meningkatkan reabsorpsi Ca2+, peningkatan ini diperkirakan terjadi akibat efek tiazid pada tubulus contortus proximalis dan distalis (Katzung, 2010).Indikasi Obat : Indikasi utama diuretic tiazid meliputi hipertensi, gagal jantung, nefrotiasis akibat hiperkalsiuria idiopatik, dan diabetes insipidus nefrogenik (Katzung, 2010).4. Diuretik Hemat-KaliumDiuretik ini mencegah sekresi K+ dengan melawan efek aldosterone pada tubulus collingens renalis kortikal dan bagian distal akhir. Inhibisi dapat terjadi melalui antagonism farmakologi langsung pada reseptor mineralokortikoid (spironolakton , eplerenon) atau inhibisi influx Na+ melalui kanal ion di membrane lumen ( amilorid, triamtere ) ( Katzung, 2010).Farmakokinetik : Spironolakton merupakan steroid sintetik yang bekerja sebagai antagonis kompetitif terhadap aldosterone. Awitan dan durasi kerjanya ditentukan oleh kinetic respons aldosterone di jaringan sasaran. Spironolakton sebagian besar diinaktivasi di hati. Secara keseluruhan, awitan kerja spironolakton agak lambat, membutuhkan beberapa hari sebelum efek penuh terapi tercapai. Eplerenon adalah analog spironolakton yang lebih selektif terhadap reseptor aldosterone (Katzung, 2010).Farmakodinamik : diuretic hemat-kalium menurunkan absorpsi Na+ di tubulus dan ductus colligentes. Absorpsi Na+ ( dan sekresi K+) pada tempat ini diatur oleh aldosterone, seperti yang dijelaskan di atas. Antagonis aldosterone mempengaruhi proses ini. Efek serupa diamati pada pengaturan H+ oleh sel interkalararis tubulus coligens renalis. Hal ini turut menjelaskan terjadinya asidosis metabolic akibat penggunaan antagonis aldosterone. Spironolonakton dan eplerenon dengan reseptor aldosterone dan dapat pula menurunkan pembentukan metabolit aktif aldosterone di dalam sel. Amilorid dan triamterene tidak memblokade reseptor aldosterone tetapi langsung mempengaruhi masuknya Na+ melalui kanal ion natrium epitel (ENaC) pada membrane apical tubulus colligns renalis. Karena sekresi K+ digabung dengan masuknya Na+ pada segmen ini, agen-agen ini juga merupakan diuretic hemat kalium yang efektif (Katzung, 2010).Indikasi obat : Diuretik hemat-kalium sangat bermanfaat pada keadaan berlebihnya mineralokortikoid atau hiperaldosteronisme (juga disebut aldosteronisme), akibat hipersekresi primer (sindrom Conn, produksi hormone adrenokortikotropik ektopik) atau aldosteronisme sekunder (dipicu oleh gagal jantung, sirosis hepatic, sindrom nefrotik, atau kondisi lain yang erat kaitannya dengan hilangnya efektivitas volume intravaskuler) (Katzung, 2010).5. Diuretik OsmotikTubulus proksimal dan cabang desenden ansa Henle sangat permeable terhadap air. Agen apapun yang aktif secara osmotic yang difiltrasi glomerulus tapi tidak direabsorpsi menyebabkan retensi air di segmen ini sehingga menimbulkan diuresis air. Agen seperti demikian dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intracranial dan untuk cepat menghilangkan racun ginjal. Manitol adalah prototype diuretic osmotic (Katzung, 2010).Farmakokinetik : Diuretik osmotic sulit diabsorpsi, artinya, obat ini harus diberikan secara parenteral. Jika diberikan per oral, manitol menyebabkan diare osmotic . Manitol tidak dimetabolisasi dan diekskresi melalui filtrasi glomerulus dalam waktu 30 60 menit, tanpa adanya reabsorpsi ataupun sekresi tubular yang berarti (Katzung, 2010).Farmakodinamik : Diuretik osmotic terutama bekerja di tubulus proksimal dan cabang desenden ansa Henle. Melalui efek osmotic, diuretic in melawan kerja ADH di tubulus renalis colligens. Adanya bahan yang tidak dapat direabsorpsi, seperti manitol, mencegah absorpsi normal air dengan menimbulkan tekanan osmotic yang melawan keseimbangan. Akibatnya, volume urin meningkat. Peningkatan laju aliran urin menurunkan waktu kontak antara cairan dan dan epitel tubulus sehingga menurunkan reabsorbsi Na+ dan juga reabsorpsi air (Katzung, 2010).Indikasi obat : Diuretik osmotic digunakan untuk profilaksis gagal ginjal akut, suatu keadaan yang dapat timbul akibat operasi jantung, luka traumatik berat, atau tindakan operatif dengan penderita yang juga menderita ikterus berat, serta menurunkan tekanan maupun volume cairan intraokuler atau cairan serebrospinal.

II. ALAT DAN BAHANAlat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaituspuit injeksi (0,1-1 ml), jarum sonde/ ujung tumpul/ membulat, Urine Volumeter, timbangan tikus, neraca analitik dan alat-alat gelas.Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah aquabidest, suspensi Furosemid dalam aquabidest, suspensi Hidroklortiazid dalam aquabidest, suspensi Spironolacton dalam aquabidest, hewan coba (tikus), kapas, dan alkohol.

III. CARA KERJA1. Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan2. Bila belum tersedia, buat larutan dan suspensi dari bahan-bahan uji yang diperlukan. Setiap golongan dibagi menjadi 4 kelompok. Masing-masing kelompok memperoleh 2-3 ekor tikus.3. Tandai tikus dari masing-masing kelompok sebagai berikut : Kelompok I (kontrol) diberi aquabidest secara per oral Kelompok II diberi suspensi Furosemid dalam aquabidest secara per oral Kelompok III diberi suspensi Hidroklortiasid dalam aquabidest secara per oral Kelompok IV diberi suspensi Spironolacton dalam aquabidest secara per oral4. Setelah diberi larutan kontrol dan larutan uji, letakkan tikus-tikus tersebut ke dalam alat Urine Volumeter.5. Amati dan catat jumlah urine yang dikeluarkan selama dua jam.

Skema Kerja :Semua peralatan yang dibutuhkan

HasilDiberi suspensi spironolacton dalam aquabidest secara p.oDiletakkan di dalam Urine VolumeterDiamati dan dicatat jumlah urin yang dikeluarkan selama dua jamKel. 4Diberi suspensi Hidroklortiasid dalam aquabidest secara p.oDiletakkan di dalam Urine VolumeterDiamati dan dicatat jumlah urin yang dikeluarkan selama dua jamKel. 3Diberi suspensi Furosemid dalam aquabidest secara p.oDiletakkan di dalam Urine VolumeterDiamati dan dicatat jumlah urin yang dikeluarkan selama dua jamKel. 2Diberi aquabidest secara p.oDiletakkan di dalam Urine VolumeterDiamati dan dicatat jumlah urin yang dikeluarkan selama dua jamKel. 1DitimbangDiberi tanda masing-masing kelompokLarutan/suspensi bahan-bahan uji- disiapkan

IV. HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGANHasil percobaan:KelompokPerlakuanVolume UrinDaya Diuretik

1furosemid--

2HCT2ml150 %

3Spironolakton3,7ml362,5 %

4Kontrol0.8ml

Perhitungan:1. Kelompok 1 (Furosemid )Dosis manusia: 80 mg/ 70 kg BB manusiaDosis tablet: 40 mgBobot tikus: 250 gramBobot tablet: 153 mg Dosis konversi = f .konversi x dosis manusiaBB tikus standar= 0,018 x 80 mg 200 gr BB tikus = 1,44 mg/ 200 gr BB tikus Larutan stok= dosis konversi 2 x Vmax= __1,44___ 2 x 5 ml= 0,144 mg/ml 1,44 mg / 10 ml obat yang diambil= larutan stok x bobot tabletdosis tablet= _1,44 x 153 40= 5,508 mg dimasukkan ke dalam labu takar kemudian isi aquades hingga 10 ml Volume pemberian= BB tikus x 1 x Vmax 100 gr2= 250 x 1 x 5 ml 100 2= 6,25 ml

2. Kelompok 2 (Hidroklortiasid)Dosis manusia: 50 mg/ 70 kg BB manusiaDosis tablet: 25 mgBobot tikus: 215 gramBobot tablet: 0,228 g = 228 mg Dosis konversi= f .konversi x dosis manusiaBB tikus standar= 0,018 x 50 mg 200 gr BB tikus = 0,9 mg/ 200 gr BB tikus Larutan stok= dosis konversi 2 x Vmax= __0,9___ 2 x 5 ml= 0,09 mg/ml = 0,9 mg/10ml

obat yang diambil= larutan stok x bobot tabletdosis tablet= 0,9 x 228 mg 25= 8,208 mg dimasukkan ke dalam labu takar kemudian isi aquades hingga 10 ml Volume pemberian= BB tikus x 1 x Vmax 100 gr2= 215 x 1 x 5 ml 100 2= 5, 375 ml

3. Kelompok 3 (Spironolacton)Dosis manusia: 100 mg/ 70 kg BB manusiaDosis tablet: 100 mgBobot tikus: 205 gramBobot tablet: 484 mg = 0,1859 gram Dosis konversi= f .konversi x dosis manusiaBB tikus standar= 0,018 x 100 mg 200 gr BB tikus = 1,8 mg/ 200 gr BB tikus Larutan stok= dosis konversi 2 x Vmax= __1,8___ 2 x 5 ml= 0,18 mg/ml = 1,8 mg/10ml

obat yang diambil= larutan stok x bobot tabletdosis tablet= 1,8 x 484 100= 8,712 mg dimasukkan ke dalam labu takar kemudian isi aquades hingga 10 ml

Volume pemberian= BB tikus x 1 x Vmax 100 gr2

= 205 x 1 x 5 ml 100 2 = 5,125 ml4. Kelompok 4 (kontrol)Bobot tikus: 210 gramVolume pemberian : BB tikus x 1 x Vmax 100 gr 2= 210 x 1 x 5 ml 100 2= 5,25 mlPresentase Daya Diuretik Furosemid

HCT

Spironolakton

V. PEMBAHASANMonografi bahan-bahan yang digunakan :1. Aquades Nama Resmi: AQUA DESTILLATANama Lain: Air suling.Rumus Molekul: H2OBerat Molekul: 18,02Rumus Struktur: H O HPemerian: Cairan jenuh, tidak berwarna, tidak berbau tidak mempunyai rasa.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapatKegunaan: Sebagai pelarut dalam larutan tonisitas sel (Anonim, 1979).2. Spironolakton

Nama resmi: SPIRONOLACTONUMNama lain : SpironolaktonRM/BM : C24H32O4 S / 416, 60Pemerian : Serbuk, kuning tua, tidak berbau atau berbau asamtioasetat lemah; rasa agak pahit.Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air,larut dalam 80 bagian etanol(95%)P, dalam 3 bagian kloroform P dan dalam 100bagian eter P.Penyimpanan : Terlindung dari cahayaKegunaan : Sebagai diuretikum (Anonim, 1979).

3. HCT (Hidroklortiazida)

Nama resmi: HYDROCHLORTHIAZIDUMNama lain: HidroklortiazidaRM/BM: C7H8ClN3O4S2/297,74 g/molPemerian: Serbuk hablur; putih atau hampirputih; tidak berbau; agak pahitKelarutan : Praktis tidak larut dalam air,dalam kloroform P dan dalam eter P; larut dalam 200 bagianetanol (95%) P dan dalam 20 bagian aseton P; larut dalam larutan alkali hidroksida.Penyimpanan: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya.Kegunaan: Sebagai diuretikum (Martindale, 2005).

4. Furosemid

Nama resmi: FUROSEMIDUMNama lain: Furosemida/frusemidaRM/BM: C12H11ClN2O5S/ 330,74 g/molPemerian: Serbuk hablur; putih atau hampirputih; tidak berbau; tidak berasa.Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, dalam kloroform P; larut dalam 75 bagian etanol (95%) P dan dalam 580 bagian eter P; larut dalam larutan alkali hidroksida. Penyimpanan: Dalam wadah tertutup baik.Kegunaan: Sebagai diuretikum (Anonim, 1979).

Pada praktikum ini dilakukan uji diuretik terhadap tikus. Mula-mula menyiapkan semua peralatan dan bahan yang dibutuhkan. Bila belum tersedia, dibuat larutan dan suspensi dari bahan bahan uji yang diperlukan. Bahan uji yang digunakan adalah obat furosemid, spironolacton, dan hidroclortiazida. Kemudian masing masing kelompok diberikan 1 ekor tikus. Kelompok 4 sebagai kelompok kontrol tikus diberi aquabidest sebanyak 5,25 ml secara per oral, kelompok 1 tikus diberi suspensi furosemid dalam aquabidest sebanyak 6,25 ml secara per oral, kelompok 2 tikus diberi suspensi hidroclortiazid dalam aquabidest sebanyak 5,375 ml secara per oral, dan kelompok 3 tikus diberi suspensi spironolacton dalam aquabidest sebanyak 5,125 ml secara per oral. Setelah diberikan larutan uji, tikus diletakkan didalam alat Urine Volumeter. Kemudian diamati jumlah urine yang dikeluarkan selama 2 jam. Data jumlah urin tikus kemudian diolah dan didapatkan data persentase daya diuretik setiap jenis larutan uji/obat. Daya diuretik yang diperoleh pada obat furosemid 21,64%, hidroclortiazida -45,94% dan spironolactum 18,92%.Berdasarkan literatur, obat diuresis yang memiliki daya diuresis dari yang terkuat ke yang terendah yaitu furosemid, hidroclortiazid, dan spironolacton. Pada praktikum kali ini data yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur, karena spironolaton lebih kuat efek diuresisnya dibandingkan hidroclortiazid. Faktor yang dapat menyebabkan perbedaan data dengan literatur adalah kemungkinan terjadinya kesalahan pada saat penyuntikan dan lama waktu yang digunakan, serta kesalahan dalam pengamatan dan perhitungan.Furosemida asam 4-kloro-N-furfuril-5-sulfamoil antranilat merupakan suatu derivat asam antranilat yang efektif sebagai diuretic dan digolongkan sebagai diuretic kuat.Obat-obat ini berkhasiat kuat dan pesat tetapi agak singkat (4-6 jam). Hal ini sebagian besar ditentukan oleh factor farmakokinetik dan adanya mekanisme kompensasi. Banyak digunakan pada keadaan akut, misalnya pada udema otak dan paru-paru.Mekanisme kerja furosemida adalah menghambat penyerapan kembali (reabsorpsi) dan transport elektrolit natrium, klorida, dan kalium pada lengkung Henle bagian asendens dengan epitel tebal. Sehingga furosemida meningkatkan pengeluaran air, natrium, klorida, dan kalium,tetapi tidak mempengaruhi tekanan darah yang normal. Tempat kerjanya di permukaan sel epitel bagian luminal. Bioavailabilitas furosemid adalah 65%. Diuretic kuat terikat pada protein plasma secara ekstensif, sehingga tidal difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali disekresi melalui system transport asam organic di tubuli proksimal. Furosemida efektif untuk pengobatan berbagai edema seperti: Edema karena gangguan jantung. Edema yang berhubungan dengan ganguan ginjal dan sirosis hati. Supportive measures pada edema otak. Edema yang disebabkan luka bakar. Untuk pengobatan hipertensi ringan dan sedang. Pendukung diuresis yang dipaksakan pada keracunan (Katzung, 2002).Furosemid adalah diuretik kuat yang bekerja cepat dan singkat, sehingga menghasilkan urin terbanyak dari diuretik lainnya. Furosemid lebih banyak digunakan daripada diuretik kuat lainnya karena gangguan saluran cerna yang lebih ringan dan kurva dosis responsnya kurang curam. Sebaiknya diberikan secara per oral, kecuali diperlukan diuresis yang segera, maka dapat diberikan secara intravena atau intramuscular (Tierney, 2004).Efek samping jarang terjadi dan relatif ringan seperti : mual, muntah, diare, ruam kulit, pruritus dan penglihatan kabur.Pemakaian furosemid dengan dosis tinggi atau pemberian dengan jangka waktu lama dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan elektrolit, Hiperglikemia, dan reaksi dermatologik seperti : urtikaria dan eritema multiforma.Gangguan hematologik seperti : agranulositosis, anemia, trombositopenia (Tierney, 2004).Salah satu golongan obat diuresis yaitu obat yang bereaksi langsung pada sel nefron. Golongan obat ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1. Loop diureticsObat ini bereaksi menghambat co-transporter Na+/K+/2Cl- pada ascending limb lengkung henle sehingga menghambat reabsorpsi Na+ dan Cl-. Obat ini termasuk diuresis paling poten. Contoh obat : furosemid, bumetanid, piretanid,torasemid, dan asam etakrinat.

2. Distal tubule diureticsObat ini bereaksi menghambat co-transporter Na+/Cl- pada tubulus distal sehingga menghambat reabsorpsi Na+ dan Cl- obat ini merupakan lini pertama dalam daya diuresisnya. Contoh obat : hidroklortiazid, klorotiazid

3. Diuretik hemat kaliumObat ini bereaksi pada duktus kolektivus, dan efekdiuresisnya sangat lemahtidak digunakan dalam bentuk tunggal. Contoh obat : spironolacton (Nugroho, 2012).

VI. KESIMPULAN1. Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin.2. Pada praktikum diuretik kali ini obat yang memiliki daya diuretik dari yang terkuat ke yang terlemah adalah furosemid, sppironolacton, dan hidroclortiazid. Seharusnya hidroclortiazid lebih kuat dibandingkan spironolacton.3. Presentase daya diuretik yang diperoleh pada obat furosemid 21,64%, hidroclortiazida -45,94% dan spironolactum 18,92%.

VII. DAFTAR PUSTAKAAnonim, 2011. Diuretik. ebookbrowse.com/diuretik-doc-d270688610. Diakses tanggal 14 Juni 2013.Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik, Terjemahan FKKatzung, Betram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGCMartindale. 2005. Comp's Drug Information 34th Edition. New York : Lexi.Nugroho, Agung Hendro. 2011. Farmakologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.Nugroho, Agung Endro. 2012. Farmakologi obat obat penting dalam Pembelajaran ilmu Farmasi dan Dunia Kesehatan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Sunaryo.1995. Perangsang Susunan Saraf Pusat, dalam Farmakologi Dan Terapi dalam Ganiswara Edisi Keempat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Tierney,L.M., and Stephen, J. 2004. Current Medical Diagnosis Treatment. Jakarta: Lange Medical Book. UNAIR. Jakarta: Salemba Medika.

VIII. LAMPIRANTUGAS1. Ada berapa macam diuretik? Jelaskan dan berikan contohnya.Jawab :Obat diuretik dibagi menjadi 2 yaitu:a. Beraksi langsung pada sel nefronObat golongan ini dibagi menjadi 3: Loop diureticsObat ini beraksi menghambat co-transporter Na+/K+/2Cl- pada ascending limb lengkung Henle sehingga menghambat reabsorpsi Na+ dan Cl-. Peningkatan Na+ dalam filtrat nefron ketika berada bagian tubulus kolektivus akan mengakibatkan sekresi K+ dan H+ sehingga menyebabkan hipokalemia. Contoh : furosemid, bumetanid,npiretanid, torasemid, dan asam etakrinat. Distal tubule diureticsObat ini beraksi menghambat co-transporter Na+/Cl- pada tubulus distal sehingga menghambat reabsorpsi Na+ dan Cl-. Obat ini juga menyebabkan hipokalemia. Contoh : klorotiazid, hidroklothiazid. Diuretika hemat kalium (potassium-sparing diuretics)Obat ini beraksi pada duktus kolektivus, dan efek diuresisnya sangat lemah sehingga tidak digunakan dalam bentuk tunggal. Contoh : spironolakton.b. Tidak beraksi secara langsung pada sel nefron Diuretik osmosisObat ini bersifat inert, dapat difiltrasi melalui gromerulus namun tidak mengalami reabsorpsi pada nefron. Obat ini ketika melintasi nefron, mempengaruhi osmolaritas dalam nefron sehingga menghambat reabsorpsi air pada bagian tubulus proksimal, descending limb lengkung Henle, dan tubulus kolektivus sehingga menghasilkan efek diuresis. Contoh : manitol, gliserol, urea. Carbonic anhidrase inhibitorsObat ini bekerja pada tubulus proksimal, beraksi menghambat enzim karbonat anhidrase sehingga mencegah reabsorpsi bikarbonat, dan diiringi penghambatan Na+ , K+ dan air sehingga meningkatkan volume aliran urin basa dan metabolit asidosis. Contoh : asetazolamid.2. Bagaimana proses terjadinya dieresis? Jelaskan!Jawab :Proses diuresis dimulai dengan mengalirnya darah ke dalam glomerulus yang terletak di bagian luar ginjal (korteks). Dinding glomerulus ini bekerja sebagai saringan halus yang secara pasif dapat dilintasi air,garam dan glukosa. Hasil filtari ditampung di Kapsul Bowman dan disalurkan ke tubuli. Tubuli ini terdiri dari bagian proksimal, distal yang dihubungkan oleh Henles Loop. Disisni terjadi penarikan kembali secara aktif air dan komponen lain seperti glukosa, garam-garam antara lain ion Na+. Zat ini dikembaliakan pada darah melalui kapiler yang mengelilingi tubuli. Sisanya yang tak berguna yaitu ureum untuk sebagian besar tidak diserap kembali. Filtrat dari semua tubuli ditampung di saluran pengumpul dan terjadi penyerapan air kembali. Filtrat disalurkan ke kandung kemih, ditimbun sebagai urin.