Epidemiologi PJBL 1

3
1. Epidemiologi Faringitis Faringitis merupakan penyakit umum pada dewasa dan anak-anak. National Ambulatory Medical Care dan National Hospital Ambulatory Medical Care Survey telah mendokumentasikan antara 6,2-9,7 juta kunjungan anak-anak dengan faringitis ke klinik dan departemen gawat darurat setiap tahun, dan lebih dari 5 juta kunjungan orang dewasa per tahun (Mary T. Caserta, 2009). Menurut National Ambulatory Medical Care Survey, infeksi saluran pernapasan atas, termasuk faringitis awal, dijumpai 200 kunjungan ke dokter per 1000 penduduk per tahun di Amerika Serikat (Alan L. Bisno, 2001). Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15-30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa terjadi pada musim sejuk adalah akibat dari infeksi Group A Streptococcus. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari 3 tahun (John R Acerra, 2013). 2. Epidemiologi Tonsilitis Tonsillitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang terjadi pada anak-anak muda dengan usia lebih dari 2 tahun. Tonsillitis yang disebabkan oleh spesies streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5- 15 tahun, sedangkan tonsillitis virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda. Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit tonsillitis kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier group A streptococcus yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6% usia 45 tahun ke atas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering penderita tonsillitis kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50%. Sedangkan kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita tonsillitis

description

epidemiologi project based learning

Transcript of Epidemiologi PJBL 1

Page 1: Epidemiologi PJBL 1

1. Epidemiologi FaringitisFaringitis merupakan penyakit umum pada dewasa dan anak-anak.

National Ambulatory Medical Care dan National Hospital Ambulatory Medical Care Survey telah mendokumentasikan antara 6,2-9,7 juta kunjungan anak-anak dengan faringitis ke klinik dan departemen gawat darurat setiap tahun, dan lebih dari 5 juta kunjungan orang dewasa per tahun (Mary T. Caserta, 2009). Menurut National Ambulatory Medical Care Survey, infeksi saluran pernapasan atas, termasuk faringitis awal, dijumpai 200 kunjungan ke dokter per 1000 penduduk per tahun di Amerika Serikat (Alan L. Bisno, 2001).

Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15-30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang dewasa terjadi pada musim sejuk adalah akibat dari infeksi Group A Streptococcus. Faringitis jarang terjadi pada anak-anak kurang dari 3 tahun (John R Acerra, 2013).

2. Epidemiologi TonsilitisTonsillitis paling sering terjadi pada anak-anak, namun jarang terjadi

pada anak-anak muda dengan usia lebih dari 2 tahun. Tonsillitis yang disebabkan oleh spesies streptococcus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsillitis virus lebih sering terjadi pada anak-anak muda. Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit tonsillitis kronis merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi karier group A streptococcus yang asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% usia 15-44 tahun, dan 0,6% usia 45 tahun ke atas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia tersering penderita tonsillitis kronis adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50%. Sedangkan kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita tonsillitis kronis terbanyak sebesar 294 (62%) pada kelompok usia 5-14 tahun.

3. Epidemiologi EmpyemaEfusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang,

salah satunya di Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis. Bila di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di Amerika efusi pleura menyerang 1,3 juta org/th. Di Indonesia TB Paru adalah peyebab utama efusi pleura, disusul oleh keganasan. 2/3 efusi pleura maligna mengenai wanita. Efusi pleura yang disebabkan karena TB lebih banyak mengenai pria. Mortalitas dan morbiditas efusi pleura ditentukan berdasarkan penyebab, tingkat keparahan dan jenis biochemical dalam cairan pleura.

4. Epidemiologi PneumoniaPneumonia dapat terjadi di semua Negara tetapi data untuk

perbandingan sangat sedikit, terutama di Negara-negara berkembang. Di

Page 2: Epidemiologi PJBL 1

amerika pneumonia merupakan penyebab kematian ke empat pada usia lanjut. Di rumah sakit pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar daripada penderita usia muda. Sekitar 38 orang pneumonia usia lanjut yang didapatkan di masyarakat, 43% diantaranya disebabkan oleh bakteri dan 57% tidak dapat diidentifikasi karena sulitnya pengumpulan specimen dan sebelumnya telah diberikan antibiotic. Berdasarkan data WHO/UNICEF tahun 2006, Indonesia menduduki peringkat ke enam dunia untuk kasus pneumonia pada balita dengan jumlah penderita mencapai 6 juta jiwa. Diperkirakan sekitar separuh dari total kasus kematian pada anak yang menderita pneumonia di dunia disebabkan oleh bakteri pneumococcus.

5. Epidemiologi PPOKMenurut data Surkernas tahun 2001, penyakit pernafasan (termasuk

PPOK) merupakan penyebab kematian ke-2 di Indonesia. Prevalensi PPOK meningkat dengan meningkatnya usia. Prevalensi ini juga lebih tinggi pada pria daripada wanita. Prevalensi PPOK lebih tinggi pada negara-negara dimana merokok merupakan gaya hidup, yang menunjukan bahwa rokok merupakan faktor risiko utama. Di AS, penyakit ini merupakan penyebab kematian ke-4, di mana angka kesakitannya meningkat dengan usia dan lebih besar pada pria daripada wanita. Kematian akibat PPOK sangat rendah pada pasien usia dibawah 45 tahun, dan meningkat dengan bertambahnya usia.

6. Epidemiologi ARD7. Epidemiologi Avian Influenza

Laporan dari WHO bertanggal 18 Februari 2004 menyebutkan bahwa Influenza A (H5N1) telah menyebabkan wabah Avian influenza di Thailand, Vietnam, China, Jepang, Korea, Kamboja, Laos dan Indonesia. Bahkan di Thailand flu burung sudah menulari manusia dengan jumlah kasus 9 orang, 7 diantaranya meninggal dunia. Vietnam yang lebih parah terserang wabah ini melaporkan adanya 22 kasus pada manusia, 15 diantaranya meninggal dunia. Jelas bahwa wabah flu burung ini bukan hanya menyebabkan kematian pada hewan tetapi juga pada manusia. (WHO., 2004)

Pada Januari 2004, di beberapa provinsi di Indonesia, terutama di Bali, Lombok, Jabotabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat, dilaporkan adanya kasus-kasus kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut diduga disebabkan karena virus New Castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung atau Avian Influenza (AI).

Walaupun sampai saat ini di Indonesia masih belum ada laporan terjadinya penularan manusia ke manusia, tetapi kewaspadaan harus selalu ditingkatkan oleh karena sifat virus influenza ini yang dapat berubah menjadi ganas dalam waktu yang relatif cepat. (Depkes., 2005)