II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Padi
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Padi
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman semusim yang sangat mudah
ditemukan terutama di daerah pedesaan. Tanaman padi merupakan tanaman yang
melakukan penyerbukan sendiri. Tanaman ini termasuk genus Oryza L. Menurut
(USDA, 2020) klasifikasi tanaman padi secara lengkap yaitu:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivision : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Subclass : Commelinidae
Order : Cyperales
Family : Poaceae/Gramineae
Genus : Oryza L.
Species : Oryza sativa L.
Padi termasuk dalam genus Oryza yang memiliki 22 spesies, dengan jumlah
kromosom (2n): 24 dan 48. Spesies dari genus Oryza tersebut dikenal sebagai
kerabat liar dari padi budidaya. Jumlah spesies padi liar (Oryza spp.) tercatat 87
spesies, namun yang baru diketahui genomnya sebanyak 22 spesies.
Grup spesies, jumlah kromosom, genom dan distribusi padi liar (Suhartini &
Sutoro, 2007) dapat dilihat pada Gambar 1 berikut:
7
Gambar 1. Grup Spesies, Jumlah Kromosom, Genom dan Distribusi Padi Liar
Morfologi suatu tanaman sangat berpengaruh terhadap produksinya.
Contohnya yaitu efektivitas menangkap cahaya matahari, suhu mikro tajuk
tanaman, ketersediaan air yang perakaran dan penyebarannya berbeda. Morfologi
tanaman padi terdiri dari gabah, daun, tajuk, akar, bunga, batang serta malai (A.
Karim Makarim & Suhartatik, 2009).
Gabah terdiri dari biji yang terbungkus sekam. Biji yang dikenal dengan nama
beras pecah kulit merupakan karyopsis yang terdiri dari embrio dan endosperma
yang diselimuti lapisan aleuron, kemudian tegmen dan lapisan terluar disebut
perikarb (A. Karim Makarim & Suhartatik, 2009).
8
Akar tanaman padi tergolong akar serabut, akar primer (radikula) yang tumbuh
sewaktu berkecambah bersama akar lain yang muncul dari embrio dekat bagian
buku skutellum biasa disebut dengan akar seminal, yang jumlahnya berkisar antara
1-7. Pertumbuhan akar seminal akan lebih cepat apabila terjadi gangguan fisik pada
akar primer. Kemudian, akar seminal digantikan oleh akar sekunder yang tumbuh
dari buku paling bawah dari batang tanaman. Akar ini disebut dengan akar adventif
karena tumbuh dari bagian tanaman (bukan dari embrio atau bukan dari akar
sebelumnya). Selain berperan secara fisik, akar padi juga memiliki peran penting
pada proses biokimia, kimia serta biologi di lingkungan tumbuhnya. Saat
penyerapan hara, akar dari verietas tertentu menyerap hara yang berisi kation
(muatan +) lebih banyak dibandingkan anion (muatan -) serta melepas ino H+ ke
dalam media. Akar tanaman padi dapat melepas eksudat (senyawa organik)
kedalam tanah. Senyawa ini dapat memberikan pengaruh baik dan buruk, yaitu 1.
memberi energi serta substrat bagi mikroorganisme tanah (bakteri penambat N,
pelarut P, namun juga bakteri pelepas gas metan). 2. Memperbaiki struktur tanah
(perekat dan penyekat antarfraksi tanah). Akar padi juga mempunyai kekuatan
mengoksidasi. Kemampuan ini membuat akar padi toleran terhadap keracunan zat
besi (A. Karim Makarim & Suhartatik, 2009).
Daun tanaman padi tumbuh di batang dengan susunan yang berselag seling
satu daun tiap buku. Daun padi terdiri atas helai daun, pelepah daun, telinga daun
serta lidah daun. Daun paling atas disebut daun bendera yang memiliki posisi serta
ukuran yang berbeda dengan daun yang lain. Satu daun pada awal fase tumbuh
membutuhkan waktu 4-5 untuk tumbuh secara penuh, fase tumbuh selanjutnya
9
memerlukan waktu 8-9 hari. Jumlah daun pada tiap tanaman berbeda tergantung
pada varietas. varietas terbaru di tropik memiliki 14-18 daun pada batang utama.
Suatu varietas 14 daun, maka daun ke 4 yang dihitung dari daun bendera merupakan
daun terpanjang yang terbentuk sebelum inisiasi malai. Sifat-sifat daun padi yang
dikehendaki yaitu tumbuhnya tegak, tebal, kecil serta pendek. Tajuk merupakan
kumpulan daun dengan bentuk, orientasi, dan besarnya tertentu antar varietas
sangat beragam dan rapi (A. Karim Makarim & Suhartatik, 2009).
Batang terdiri dari beberapa ruas yang dibatasi buku. Daun dan tunas tumbuh
pada buku. Permukaan stadia tumbuh batang terdiri dari pelepah daun dan ruas-ruas
yang tertumpuk. Ruas tersebut lalu memanjang dan berongga setelah memasuki
stadia reproduktif. Jumlah buku sama dengan jumlah daun yang ditambahkan dua,
yaitu buku untuk koleoptil dan buku yang menjadi dasar malai. Ruas teratas adalah
ruas terpanjang dan panjangnya akan menurun hingga ruas terbawah dekat
permukaan tanah. Perpanjangan ruas tersebut pada varietas berumur genjah mulai
saat inisiasi primordia malai. Sedangkan, varietas berumur dalam dimulai sebelum
inisiasi primordia. Batang yang dikehendaki pada pengembangan varietas unggul
tanaman padi yaitu pendek dan kaku karena tahan rebah (A. Karim Makarim &
Suhartatik, 2009).
Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap bagian bunga pada malai
disebut spikelet (tangkai, bakal buah, lemma, palea, putik, benang sari serta organ
lain yang bersifat inferior. Tiap unit bunga merupakan floret yang terdiri dari satu
bunga. Satu floret berisi satu bunga (satu pistil dan satu stamen). Terdapat dua
struktur transparan (lodikula) di dasar bunga dekat palea yaitu lodikula yang
10
menembus lemma dan palea yang terpisah sewaktu pembungaan dan lodikula yang
lemma dan palea tertutup setelah kepala sari menyerbukkan tepung sarinya (A.
Karim Makarim & Suhartatik, 2009).
Malai padi terdiri dari 8-10 buku yang menghasilkan cabang primer yang
selanjutnya menghasilkan cabang sekunder. Tangkai buah (pedicel) tumbuh dari
buku cabang primer ataupun sekunder. Hanya akan tumbuh satu cabang primer
pada buku pangkal malai, tapi dalam keadaan tertentu buku tersebut dapat
menghasilkan 2-3 cabang primer. Malai yang tersebut disebut malai betina (A.
Karim Makarim & Suhartatik, 2009).
2.2 Syarat Tumbuh Padi
Syarat tumbuh tanaman padi sebagai berikut : pada lahan basah atau sawah
irigasi, curah hujan bukanlah faktor pembatas tanaman padi, tetapi pada lahan
kering tanaman padi memerlukan curah hujan yang optimum sebesar >1.600
mm/tahun. Padi gogo memerlukan bulan basah (bulan yang mempunyai curah
hujan >200 mm dan tersebar secara normal atau setiap minggu ada turun hujan
sehingga tidak menyebabkan tanaman stress karena kekeringan) yang berurutan
minimal selama 4 bulan. Suhu yang optimal untuk pertumbuhan tanaman padi yang
baik berkisar antara 24 – 29 oC. Padi gogo biasanya ditanam pada lahan kering di
dataran rendah. Tanaman padi dapat tumbuh pada beragam tipe tanah. pH optimum
untuk pertumbuhan tanaman padi berkisar antara 5,5-7,5. Permeabilitas pada sub
horison kurang dari 0,5 cm/jam (BPTP, 2009).
Kriteria kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman padi sawah menurut (BPTP,
2009) dapat dilihat pada tabel berikut:
11
Gambar 2. Kesesuaian Lahan dan Iklim untuk Tanaman Padi Sawah
Keterangan : S1 = sangat sesuai, S2 = cukup sesuai, S3 = sesuai marginal, N = Tidak sesuai,
h = halus, ah = agak halus, s = sedang, ak = agak kasar, k = kasar.
Cara pengelolaan tanaman juga mempengaruhi keberlanjutan agribisnis padi.
Penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) sebagai upaya keberlanjutan
agribisnis padi. Saat ini hampir seluruh teknologi budidaya tanaman menggunakan
konsep PTT, termasuk budidaya padi sawah dan padi gogo (BPTP, 2009).
2.3 Fase Pertumbuhan Tanaman Padi
Tiga fase pertumbuhan pada tanaman padi menurut (A. Karim Makarim &
Suhartatik, 2009) antara lain :
a. Fase Vegetatif
12
Fase pertumbuhan organ-organ vegetatif disebut juga fase vegetatif. Organ-
organ vegetatif tersebut antara lain jumlah anakan, tinggi tanaman, bobot kering
tanaman serta luas daun .
b. Fase Reproduktif dan Fase Pematangan
Organ-organ tanaman padi yang menjadi penanda terjadinya fase reproduksi
antara lain memanjangnya ruas paling atas pada batang tanaman padi, berkurangnya
jumlah anakan dikarenakan anakan tidak produktif mati, tumbuhnya daun bendera,
bunting serta terjadinya pembungaan. Kebanyakan tanaman padi di daerah tropik,
lama fase reproduksi umumnya 35 hari dan fase pematangan 30 hari.
2.4 Mutasi Induksi Padi dengan Radiasi Sinar Gamma
Teknologi perbaikan tanaman padi menggunakan mutasi induksi dengan
iradiasi sinar gamma dapat menghasilkan mutan yang berumur genjah, tahan akan
serangan patogen, kekeringan, serta menghasilkan benih berkualitas yang disukai
konsumen (Fauziah, 2020). Iradiasi sinar gamma sering digunakan dalam usaha
pemuliaan tanaman karena dapat meningkatkan variabilitas, sehingga dapat
menghasilkan mutan (Boceng et al., 2017). Keuntungan mutasi menggunakan
teknik radiasi yaitu prosesnya lebih cepat, dapat memperbaiki satu atau dua sifat
tanaman hingga memunculkan sifat baru sehingga pemulia dapat memperoleh
varietas unggul baru berbasis varietas lokal (Fauziah, 2020).
Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang bergerak dengan
kecepatan sangat tinggi, hampir menyamai kecepatan cahaya. Arahnya tidak
dipengaruhi medan magnet dan mempunyai daya ionisasi kecil serta daya tembus
13
yang tinggi serta mempunyai panjang gelombang yang lebih pendek daripada sinar-
X sehingga mempunyai energi yang lebih tinggi (Boceng et al., 2017).
Dosis irradiasi yang diberikan untuk memperoleh mutan tergantung pada jenis
tanaman, fase pertumbuhan, ukuran, kekerasan serta bahan yang akan di mutasi
(Prastini & Damanhuri, 2017). Banyaknya penggunaan sinar gamma pada mutasi
dikarenakan keunggulannya yaitu memiliki energi iradiasi tinggi, yaitu di atas
10 MeV (Megaelektronvolt) sehingga mempunyai daya penetrasi yang kuat ke
dalam jaringan dan mampu mengionisasi atom-atom dari molekul yang
dilewatinya (Maharani et al., 2015).
Induksi mutasi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu fisik dan kimiawi.
Mutasi fisik dengan iradiasi lebih baik dikarenakan kebanyakan bahan kimia
(mutagen kimia) bersifat karsogenik yang sangat berbahaya bagi kesehatan.
Sedangkan secara fisik menggunakan alat relatif lebih aman. Mutasi dapat
menyebabkan timbulnya keragaman, akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga
menimbulkan keragaman yang tidak dikehendaki (Oktavinas, 2011).
Faktor yang mempengaruhi terbentuknya mutan adalah dosis dari perlakuan
iradiasi. Apabila dosis terlalu tinggi dapat menyebabkan materi tanaman mati dan
sterilitas, sedangkan apabila dosis rendah tanaman masih ada kemungkinan untuk
pulih, kerusakan fisologisnya juga rendah serta tidak menyebabkan kematian untuk
materi genetik yang akan dimutasi (Soedjono, 2003).
2.6 Mutasi Tanaman
Mutasi dapat didefinisikan sebagai perubahan mendadak materi genetik yang
diwariskan pada generasi berikutnya serta perubahan tersebut bukan disebabkan
14
oleh fenomena umum dari segregasi atau rekombinasi genetik (Syafi’ie &
Damanhuri, 2018). Pemuliaan mutasi sangat bermanfaat untuk perbaikan beberapa
sifat saja dengan tidak merubah sebagian besar sifat tanaman aslinya yang sudah
disukai (Warman et al., 2015). Sumbangan mutasi pada budidaya tanaman,
khususnya tanaman pangan, sudah mulai dirasakan manfaatnya jauh sebelum ilmu
pemuliaan tanaman dipahami manusia (Sobrizal & Ismachin, 2006).
Tujuan mutasi adalah untuk memperbesar variasi suatu tanaman yang dimutasi.
Hal itu ditunjukkan misalnya oleh variasi kandungan gizi atau morfologi dan
penampilan tanaman. Semakin besar variasi, seorang pemulia atau orang yang
bekerja untuk merakit kultivar unggul, semakin besar peluang untuk memilih
tanaman yang dikehendaki (Boceng et al., 2017).
2.7 Perbedaan Mutasi dengan Persilangan pada Tanaman Padi
Secara konvensional, persilangan untuk memperbaiki sifat dilakukan antar
spesies, varietas, genera atau kerabat yang memiliki sifat yang diinginkan.
Persilangan dapat diterapkan pada tanaman yang berbunga, berbuah, berbiji serta
berkembang untuk melanjutkan keturunannya (Prastini & Damanhuri, 2017).
Tanaman padi tergolong tanaman hermaprodit (penyerbukan sendiri) serta
memiliki putik dan benang sari dalam satu bunga. Masa anthesis benang sari dan
masa reseptif putik pada bunga padi terjadi secara bersamaan yaitu pada saat bunga
mekar. Persilangan silang pada tanaman padi dapat dilakukan, akan tetapi harus
melakukam emaskulasi agar penyerbukan secara alami tidak terjadi. Emaskulasi
ialah kegiatan pembuangan benang sari dengan menggunakan alat pinset yang
15
dilakukan sebelum bunga padi mekar yang umumnya dilakukan satu hari sebelum
bunga mekar sekitar pukul 06.00 WIB pagi (Prastini & Damanhuri, 2017).
Perbaikan sifat melalui mutasi induksi yang disebut mutasi spontan atau mutasi
imbas dapat digunakan untuk tanaman yang tidak dapat diperbaiki melalui
persilangan. Perubahan sifat karena pengaruh alam disebut mutasi spontan.
Mulanya, para pemulia tanaman menganggap mutasi induksi merupakan teknik
pemuliaan yang kurang meyakinkan. Namun, dengan perkembangan teknologi,
keberhasilan melalui teori totipotensi dan terbentuknya variasi somaklonal, mutasi
induksi merupakan terobosan dalam pemuliaan yang sangat berpotensi. Teknik
tersebut dapat menunjang perolehan varietas unggul bagi perkembangan dunia
(Prastini & Damanhuri, 2017). Mutasi adalah perubahan pada materi genetik (DNA
maupun RNA) suatu makhluk yang terjadi secara tiba-tiba dan acak serta
merupakan dasar bagi sumber variasi makhluk hidup yang bersifat terwariskan
(heritable) (Soeranto, 2003). Jadi, pada intinya persilangan adalah perkawinan dari
spesies yang sama, sedangkan, mutasi adalah perubahan pada bahan genetik (DNA
dan RNA).
Sulit membedakan hasil persilangan dengan hasil mutasi. Mutasi hanya dapat
diketahui dari sejarahnya (silsilah), salah satu metode yang dapat digunakan yaitu
dengan menggunakan metode pedegree. Metode pedigree merupakan metode yang
tergeolong ekonomis dan relatif mudah untuk menyeleksi genotipe tetua dan telah
banyak dipergunakan untuk mengetahui perkiraan jarak genetik. Informasi pedigree
dapat diperoleh dengan cara menghubungi pemulia dari tanaman tersebut secara
16
langsung untuk mendapatkan informasi detail atas genotipe yang disilangkan,
karena informasi tersebut tidak tersedia untuk umum (Dewi, 2016).
2.8 Tipe – Tipe Mutasi
Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam (spontaneous mutation) dan dapat
juga terjadi melalui induksi (induced mutation). Tipe mutasi berdasarkan bahan
mutagen yang sering digunakan dalam penelitian pemuliaan tanaman digolongkan
menjadi dua kelompok yaitu:
a. Mutagen kimia (chemical mutagen) dan mutagen fisika (physical
mutagen). Mutagen kimia pada umumnya berasal dari senyawa alkyl
(allcylating agents) contohnya ethyl methane sulphonate (EMS), diethyl
sulphate (dES), methyl methane sulphonate (MMS) dan lain-lain
(Soeranto, 2003).
b. Mutagen fisika bersifat sebagai radiasi pengion (ionizing radiation) dan
termasuk diantaranya adalah sinar-X, radiasi Gamma, radiasi beta,
neutrons, dan partikel dari aseleratorsnya (Soeranto, 2003).
Mutagen kimia maupun mutagen fisika memiliki energi nuklir yang dapat
merubah struktur materi genetik tanaman. Proses mutasi dapat menimbulkan
perubahan pada sifat-sifat genetik tanaman baik ke arah positif maupun negatif, dan
kemungkinan mutasi yang terjadi dapat juga menjadi normal kembali. Mutasi yang
terjadi ke arah positif dan terwariskan (heritable) ke generasi-generasi berikutnya
merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya
(Soeranto, 2003).
17
2.9 Heritabilitas
Perbandingan keragaman genetik dengan keragaman fenotipe digunakan untuk
menganalisis nilai heritabilitas (Ishak, 2012). Rasio keragaman genetik di dalam
suatu populasi yang diwariskan dari tetua kepada turunannya disebut dengan
heritabilitas. Nilai heritabilitas memberikan informasi dari suatu sifat yang muncul
atau tampak lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau lingkungan. Tingginya
faktor genetik dapat ditunjukkan dari nilai heritabilitas yang tinggi dan tingginya
faktor lingkungan dapat dilihat dari rendahnya nilai heritabilitas itu sendiri
(Suprapto & Kairudin, 2007). Terdapat dua jenis heritabilitas antara lain :
a. Heritabilitas arti luas (broad-sense heritability)
Heritabilitas arti luas yang mempertimbangkan semua kemungkinan yang
disebabkan oleh faktor genetik terhadap keragaman fenotipe dari suatu
tanaman. Sifat-sifat tanaman yang banyak dikendalikan oleh faktor genetik
dapat ditunjukkan dari nilai heritabilitas arti luas yang tinggi (Suprapto &
Kairudin, 2007).
b. Heritabilitas arti sempit (narrow-sense heritability)
Perbandingan keragaman genetik aditif terhadap keragaman fenotipe
menunjukkan heritabilitas arti sempit. Adanya keragaman alel indidividu yang
merupakan efek dari suatu gen merupakan penyebab keragaman genetik aditif.
Dasar untuk melakukan seleksi agar mendapatkan alel terbaik pada tanaman
padi dengan sifat-sifat yang diharapkan seperti toleran kekeringan, umur
genjah, dan tahan terhadap penyakit adalah keragaman genetik (Ishak, 2012).
18
Sifat yang muncul dan dikendalikan oleh gen aditif dapat ditunjukkan dari nilai
heritabilitas arti sempit yang tinggi (Suprapto & Kairudin, 2007).
Penelitian yang dilakukan (R. A. Hadi & Budiasih, 2015) menunjukkan
terdapat perbedaan nilai heritabilitas pada karakter-karakter penting padi
sawah yang mengalami cekaman salinitas tinggi. Karakter dengan nilai
heritabilitas tinggi yaitu umur panen 0,52, jumlah anakan produktif 0,95, bobot
100 butir sebesar 0,81. Karakter yang memiliki nilai heritabilitas sedang yaitu
tinggi tanaman sebesar 0,31 dan umur bunga sebesar 0,42. Karakter yang
memiliki nilai heritabilitas rendah yaitu bobot gabah per rumpun sebesar 0,11.
Penelitian ini menggunakan heritabilitas dalam arti luas. Heritabilitas arti
luas yang artinya perbandingan variasi genotipe total dan variasi fenotipe (Sari
et al., 2014). Nilai heritabilitas dapat dihitung jika nilai ragam genotipe dan
ragam fenotipe diketahui, nilai keragaman genotipe dan fenotipe dapat
diketahui dari hasil analisis ragam. Ragam genotipe dapat dihitung dengan
menggunakan rumus σ2g =KTg−KTε
r, Sedangkan rumus ragam fenotipe yaitu
σ2p = KTg + ε/r, Setelah itu menghitung nilai heritabilitas dengan rumus h2
=σ2g
σ2p (Priyanto et al., 2018).
Keterangan :
a. H2 : heritabilitas
b. σ2g : ragam genotipe
c. σ2p : ragam fenotipe
d. KTg : kuadrat tengah genotipe
e. KTε : kuadrat tengah galat
19
f. r: ulangan
Kriteria heritabilitas antara lain tergolong tinggi jika nilai heritabilitas lebih
dari 0,50, sedang jika nilai heritabilitasnya sama dengan 0,20 hingga kurang
dari 0,50, rendah jika nilai heritabilitasnya kurang dari 0,2 (Kurniawan et al.,
2018).
2.10 Padi MSP13
Padi MSP13 sudah lama dibudidayakan di beberapa daerah di Indonesia
terutama di Provinsi Lampung (Danu, 2018). Pengembang dari galur MSP13 ini
bernama Surono Danu (Sutikno, 2018). Galur padi MSP13 adalah galur padi yang
diperoleh dari hasil persilangan Sirendah Sekam Kuning X Sirendah Sekam Putih
X Dayang Rindu (Saputra, 2019).
Galur MSP13 memiliki potensi produksi yang tinggi yaitu sebanyak 12 ton per
ha. Padi ini mempunyai luas daun lebar, batang yang kuat, rata-rata jumlah anakan
sebanyak 60-70, panjang malai tidak terlalu pendek dan tidak pula terlalu panjang,
jumlah bulir padi pada tanaman ini sebanyak 200-350 bulir padi, bulir tanaman ini
juga tahan rontok serta memiliki tekstur yang pulen. Padi ini tergolong padi yang
toleran terhadap cekaman biotik dan abiotik, misalnya; hama wereng coklat, walang
sangit, pH yang rendah, cekaman kekeringan serta bisa dibudidayakan pada dataran
rendah hinga sedang yaitu 100 -500 mdpl (Sutikno, 2018).
2.11 Deskripsi Varietas IR64 dan Ciherang
a. Deskripsi Varietas IR64
20
Varietas IR64 pertama kali dilounching tahun 1986, varietas ini sangat
digemari oleh para petani dan konsumen. Hal ini dapat terlihat dari masih
banyaknya petani memakai varietas ini untuk ditanam. Varietas ini disukai
karena rasa nasinya yang enak, mutu giling yang bagus, responsif terhadap
pemupukan, umur tanamannya genjah yaitu 110-120 hari, tahan hama dan
penyakit serta potensi hasil yang cukup tinggi yaitu sebesar 6 ton/ha. Varietas
IR64 merupakan varietas yang paling banyak digunakan petani karena memiliki
sifat yang adaptif dan mudah dibudidayakan di Indonesia (S. Hadi et al., 2005).
Padi IR64 memiliki kekurangan karena tidak dapat tumbuh dengan baik jika
ditanam pada lahan dengan kandungan Fe tinggi (Maharani et al., 2015).
Deskripsi IR64 menurut (Suprihatno et al., 2009) adalah sebagai berikut :
Nomor seleksi : IR18348-36-3-3
Asal persilangan : IR5657/IR2061
Golongan : Cere
Umur tanaman : 110 – 120 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 115 – 126 cm
Anakan produktif : 20 – 35 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna
Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
21
Muka daun : Kasar
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Ramping, panjang
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Tahan
Kerebahan : Tahan
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 23%
Indeks Glikemik : 70
Bobot 1000 butir : 24,1 g
Rata-rata hasil : 5,0 t/ha
Potensi hasil : 6,0 t/ha
Ketahanan terhadap
Hama Penyakit • Tahan wereng coklat biotipe 1, 2 dan agak
tahan wereng coklat biotipe 3
• Agak tahan hawar daun bakteri strain IV
• Tahan virus kerdil rumput
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran
rendah sampai sedang
Pemulia : Introduksi dari IRRI
Dilepas tahun : 1986
b. Deskripsi Varietas Ciherang
22
Kelebihan dari padi Ciherang yaitu memiliki nasi dengan tekstur pulen, tahan
terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 dan tahan terhadap
hawar daun bakteri strain III dan IV dengan rata-rata hasil sebesar 6,0 t/ha dan
potensi hasil sebesar 8,5 t/ha (Suprihatno et al., 2009). Deskripsi varietas Ciherang
adalah sebagai berikut:
Nomor seleksi : S3383-1D-PN-41-3-1
Asal persilangan : IR18349-53-1-3-1-3/3*IR19661-131-3-1- 3//4
*IR64
Golongan : Cere
Umur tanaman : 116-125 hari
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 107-115 cm
Anakan produktif : 14-17 batang
Warna kaki : Hijau
Warna batang : Hijau
Warna telinga daun : Tidak berwarna
Warna lidah daun : Tidak berwarna
Warna daun : Hijau
Muka daun : Kasar pada sebelah bawah
Posisi daun : Tegak
Daun bendera : Tegak
Bentuk gabah : Panjang ramping
Warna gabah : Kuning bersih
23
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Sedang
Tekstur nasi : Pulen
Kadar amilosa : 23%
Indeks Glikemik : 54
Bobot 1000 butir : 28 g
Rata-rata hasil : 6,0 t/ha
Potensi hasil : 8,5 t/ha
Ketahanan terhadap
Hama Penyakit • Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2
dan agak tahan biotipe 3
• Tahan terhadap hawar daun bakteri strain
III dan IV
Anjuran tanam : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran
rendah sampai 500 m dpl.
Pemulia : Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi dan
Aan A. Daradjat
Dilepas tahun : 2000