II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kunir Putih (Curcuma mangga Val.)eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5308/3/BAB...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kunir Putih (Curcuma mangga Val.)eprints.mercubuana-yogya.ac.id/5308/3/BAB...
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kunir Putih (Curcuma mangga Val.)
Kunir putih (Curcuma mangga Val.) merupakan salah satu jenis tanaman
yang tumbuh di Indonesia. Kunir putih dapat dijumpai didaerah sekitar ekuatorial
lainnya seperti Malaysia (dikenal dengan sebutan temu pauh) dan Thailand (kha
min khao) (Tedjo dkk, 2005). Masyarakat Indonesia mengenal kunir putih
dengan beberapa nama yang berbeda antara lain temu mangga, temu lalab, temu
pauh, koneng joho, koneng lalab, koneng pare, dan temu paoh (Juheini dkk,
2002).
Kunir putih merupakan tanaman tahunan golongan semak-semak
mempunyai tinggi 1-2 m. Batang semu, tegak, lunak, batang di dalam tanah
membentuk rimpang hijau. Daunnya tunggal, berpelepah, berbentuk lonjong, tepi
daun rata, ujung dan pangkal meruncing, panjang daun kurang lebih 1 m dan
lebar 10-20 cm, pertulangan menyirip dan berwarna hijau. Kunir putih
mempunyai bunga majemuk berada ketiak daun, berbentuk tabung, ujung bunga
terbelah, benang sari menempel pada mahkota dan berwarna putih, putik
berbentuk silindris, kepala putik bulat dan berwarna kuning, mahkota lonjong
berwarna putih. Buahnya berbentuk kotak, bulat, berwarna hijau kekuningan., biji
bulat dan berwarna putih, akar serabut berwarna putih (Hutapea, 1993).
Cara pembiakan tanaman kunir putih adalah rimpang atau anakan rimpang
yang telah berumur 9 bulan. Tanaman kunir putih tumbuh subur jika ditanam
dimedia tanam atau tanah gembur yang mengandung bahan organik tinggi dan
sinar matahari yang cukup atau ditempat yang terlindung (Sudewo, 2004). Kunir
6
putih seperti halnya temu-temuan lain dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik
didataran rendah sampai pada ketinggian 1000 m di atas permukaan air laut, dan
ketinggian optimum 300-500 m. Kondisi iklim yang sesuai untuk budidaya kunir
putih yaitu dengan curah hujan 1000-2000 mm (Gusmaini dkk, 2004).
Menurut Hutapea (1993) kedudukan tanaman kunir putih dalam sistem
diklasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberates
Familia : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma mangga Val.
Gambar 1. Kunir putih (Curcuma mangga Val.)
Sumber : (https://id.wikipedia.org/wiki/Temu_mangga)
7
Gambar 2. Tanaman kunir putih (Curcuma mangga Val.)
Sumber : (Arifianto, 2015)
Kunir putih (Curcuma mangga Val.) memiliki rimpang berbentuk bulat,
renyah, dan mudah dipatahkan. Kulit kunir putih dipenuhi semacam akar serabut
yang halus hingga menyerupai rambut. Rimpang utamanya keras, bila dibelah
tampak daging buah berwarna kekuning-kuningan dibagian luar dan putih
kekuningan di bagian tengahnya. Rimpang berbau aromatis seperti bau mangga,
dan rasanya mirip mangga sehingga masyarakat menyebutnya temu mangga
(Syukur, 2003). Rimpang kunir putih (Curcuma mangga Val.) biasa
dimanfaatkan sebagai bumbu rempah, diolah menjadi makanan maupun
minuman fungsional. (Darwis, 1991). Komposisi kimia kunir putih disajikan
pada Tabel 1.
Kunir putih berkhasiat sebagai penurun panas (antipiretik), penangkal
racun (antitoksik), pencahar (laksatif), dan antioksidan. Kunir putih juga memiliki
khasiat untuk mengatasi kanker, sakit perut, mengecilkan rahim setelah
melahirkan, mengurangi lemak perut, menambah nafsu makan, gatal (pruritis),
luka, radang saluran napas (bronchitis), demam, kembung, dan masuk angin
(Hariana, 2006).
8
Tabel 1. Komposisi kimia kunir putih dan bubuk kunir putih dalam 100 g bagian
yang dapat dimakan
Komponen Kunir Putih Bubuk Kunir Putih
Energi (Kal) 349,00 390,00
Air (g) 13,10 5,80
Protein (g) 6,30 8,60
Lemak (g) 5,10 8,90
Total karbohidrat (g) 69,40 69,90
Serat kasar (g) 2,6 6,90
Abu (g) - 6,80
Kalsium (mg) 0,15 0,20
Fosfor (mg) 0,28 0,26
Natrium (mg) 0,03 0,01
Kalium (mg) 3,30 2,50
Besi (mg) 18,60 47,50
Thiamin (mg) 0,03 0,09
Riblovlavin (mg) 0,05 0,19
Sumber: Lukman, 1984 dalam Nurhayati, 2013
Kunir putih kaya akan kandungan kimia seperti tanin, kurkuminoid,
amilum, gula, minyak atsiri, damar, saponin, flavonoid, dan protein toksik yang
dapat menghambat perkembangbiakan sel kanker (Hariana, 2006).
Senyawa aktif yang terkandung dalam kunir putih adalah kurkuminoid,
yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan telah banyak diteliti pada
beberapa spesies kurkuma. Kurkuminoid merupakan pigmen penting yang
memberikan warna kuning dan terdapat pada beberapa tanaman famili
Zingeberaceae. Kurkuminoid berbentuk serbuk kristalin, rasa sedikit pahit
dengan aroma khas dan memilki pigmen oranye. Pigmen ini merupakan
campuran dari 3 komponen analog yaitu, kurkumin, demetoksi kurkumin dan
bisdemetoksi kurkumin (Tonnesen dan Karlsen, 1985).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Tonnessen dan Karlsen (1985)
menunjukan bahwa kunir putih mengandung kurkuminoid yang terdiri atas
kurkumin, dimetoksi-kurkumin dan bis-demetoksi kurkumin. Senyawa-senyawa
9
tersebut diketahui sebagai senyawa aktif yang dapat dapat digunakan untuk
mengeliminasi radikal hidroksi, radikal superoksida, nitrogen dioksid dan
nitrogen monooksida, serta mencegah turunan dari radikal superoksid, selain itu,
kurkuminoid terutama fraksi kurkumin diketahui berpotensi dalam menghambat
proses oksidasi Low Density Lipoprotein (LDL) dan peroksidasi plasmatik yang
berperan penting dalam patogenesis penyakit (Quiles dkk, 2002).
Gambar 3. Struktur kimia kurkuminoid
Sumber : Milis dan Bone (2000)
Keterangan dari Gambar 3. disajikan dalam tabel 2.
Tabel 2. Senyawa pada kurkuminoid
Senyawa R1 R2
Kurkumin OCH3 OCH3
Demetoksikurkumin OCH3 H
Bisdemetoksikurkumin H H
Sumber : Milis dan Bone (2000)
Kurkuminoid adalah komponen yang memberikan warna kuning yang
bersifat sebagai antioksidan dan berkhasiat antara lain sebagai hipokolesteromik,
kolagogum, koleretik, bakteriostatik, spasmolitik, antihepatotoksik, dan
antiinflamasi (Winarti dan Nurdjanah, 2005).
10
B. Jahe (Zingiber offcinale Rosc.)
Nama ilmiah jahe adalah Zingiber officinale Rosc. Kata Zingiber berasal
dari bahasa Yunani yang pertama kali dilontarkan oleh Dioscorides pada tahun
77 M. Nama inilah yang digunakan Carolus Linnaeus seorang ahli botani dari
Swedia untuk memberi nama latin jahe (Anonim, 2007).
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) berasal dari Asia Tropik, yang tersebar
dari India sampai Cina, oleh karena itu, kedua bangsa itu disebut sebagai bangsa
yang pertama kali memanfaatkan jahe, terutama sebagai bahan minuman,
bumbu masakan, dan obat-obatan tradisional (Santoso, 1994).
Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang telah lama digunakan
sebagai bahan baku obat tradisional. Kandungan senyawa metabolit sekunder
yang terdapat pada tanaman jahe terutama golongan fenol, flavonoid, terpenoid,
dan minyak atsiri (Benjelalai, 1984). Adapun komposisi kimia jahe dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tanaman jahe termasuk Famili Zingiberaceae yang merupakan tanaman
herba menahun, berakar serabut, dan termasuk kelas monokotil atau berkeping
satu. Tanaman jahe mempunyai daya adaptasi yang luas di daerah tropis,
sehingga dapat tumbuh di daratan rendah sampai pegunungan. Namun, untuk
tumbuh dan berproduksi secara optimal, tanaman jahe membutuhkan kondisi
lingkungan tumbuh yang sesuai. Jahe cocok ditanam di daerah tropis dengan
kisaran suhu 20-35 oC, suhu optimum 25-30
oC. Jahe tumbuh subur di ketinggian
10-1500 m dpl, kecuali jenis jahe gajah di ketinggian 500-950 m dpl. Suhu yang
diperlukan untuk pertumbuhan jahe optimal adalah 25-30°C (Januwati dan
11
Herry, 1997).
Tanaman jahe merupakan terna tahunan, berbatang semu dengan tinggi
antara 30-75 cm. Berdaun sempit memanjang menyerupai pita, dengan panjang
15-23 cm, lebar lebih kurang 2,5 cm, tersusun teratur dua baris berseling.
Tanaman jahe hidup merumpun, beranak pinak, menghasilkan rimpang dan
berbunga. Menurut Rukmana (2000) kedudukan tanaman jahe dalam sistematika
(taksonomi) tumbuhan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Rosc.
Gambar 4. Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
12
Tabel 3. Komponen zat gizi jahe (Zingiber officinale Rosc.) per 100 g
Komponen Jumlah
Jahe segar (bb) Jahe kering (bk)
Energi (KJ) 184,0 1424,0
Protein (g) 1,5 9,1
Lemak (g) 1,0 6,0
Karbohidrat (g) 10,1 70,8
Kalsium (mg) 21 116
Phospat (mg) 39 148
Besi (mg) 4,3 12
Vitamin A (SI) 30 147
Thiamin (mg) 0,02 -
Niasin (mg) 0,8 5
Vitamin C (mg) 4 -
Serat kasar (g) 7,53 5,9
Total abu (g) 3,70 4,8
Magnesium (mg) - 184
Natrium (mg) 6,0 32
Kalium (mg) 57,0 1342
Seng (mg) – 5
Sumber: Koswara (1995)
Berdasarkan ukuran dan warna rimpangnya, jahe dapat dibedakan menjadi
3 jenis, yaitu: jahe gajah (Zingiber officinale var. Officinale) yang ditandai dengan
ukuran rimpang yang besar, berwarna muda atau kuning, berserat halus dan
sedikit beraroma maupun berasa kurang tajam; jahe emprit (Zingiber officinale
var. Amarum) yang ditandai dengan ukuran rimpang yang termasuk kategori
sedang, dengan bentuk agak pipih, berwarna putih, berserat lembut, dan beraroma
serta berasa tajam; jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) yang ditandai
dengan ukuran rimpang yang kecil, berwarna merah jingga, berserat kasar,
beraroma serta berasa sangat tajam (Rukmana, 2000). Adapun Karakteristik tiga
jenis utama jahe dapat dilihat pada Tabel 4.
13
Tabel 4. Karakteristik 3 jenis jahe
Bagian Tanaman Jahe gajah Jahe emprit Jahe merah
Struktur rimpang Besar berbuku Kecil berlapis Kecil berlapis
Warna irisan Putih
kekuningan
Putih
kekuningan
Jingga muda
sampai merah
Berat per rimpang(kg) 0.18-2.08 0.10-1.58 0.20-1.40
Diameter rimpang(cm) 8.47-8.50 3.27-4.05 4.20-4.26
Kadar minyak atsiri(%) 0.82-1.66 1.50-3.50 2.58-3.90
Kadar pati (%) 55.0 54.70 44.99
Kadar serat (%) 6.89 6.59 -
Kadar abu (%) 6.60 7.39-8.90 7.46
Sumber : Rostiana dkk, (1991)
Jahe mengandung komponen senyawa kimia yang terdiri dari minyak
menguap (volatile oil), minyak tidak menguap (non volatile oil), dan pati. Minyak
atsiri termasuk jenis minyak menguap dan merupakan suatu komponen yang
memberi bau yang khas, sedangkan kandungan minyak yang tidak menguap
disebut oleoresin (Muhlisah, 2005). Rimpang jahe mengandung 2 komponen,
yaitu:
1. Volatile oil (minyak menguap)
Volatile oil disebut juga minyak atsiri merupakan komponen pemberi
aroma yang khas pada jahe, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut
dalam air. Minyak atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama jahe.
Jahe kering mengandung minyak atsiri 1-3%, sedangkan jahe segar yang tidak
dikuliti kandungan minyak atsirinya lebih banyak dari jahe kering. Bagian tepi
dari umbi atau atau dibawah kulit pada jaringan epidermis jahe mengandung lebih
14
banyak minyak atsiri dari bagian tengah demikian pula baunya. Kandungan
minyak atsiri juga ditentukan umur panen dan jenis jahe, jahe yang panen muda
kandungan minyak atsirinya tinggi, sedangkan pada umur tua, kandungannya pun
makin meyusut walau baunya semakin menyengat.
2. Non-volatil (minyak tidak menguap)
Non-volatil disebut juga oleoresin salah satu senyawa kandungan jahe yang sering
diambil dan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Sifat pedas tergantung dari
umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa pedas dan pahit. Oleoresin
merupakan minyak berwarna coklat tua dan mengandung oleoresin 15-35% yang
diekstraksi dari bubuk jahe. Adapun komponen volatil dan non-volatil rimpang
jahe dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Komponen volatil dan non volatil rimpang jahe
Fraksi Komponen
Volatil (-)-zingeberene, (+)-ar-curcume, (-)-β-sesquiphelandrene, -
bisaboline, -pinene, bornyl acetat, borneol, camphene, -cymene,
cineol, cumene, β-elemene, farnesene, β-phelandrene, geraneol,
limonene, linalool, myrcene, β-pinene, sabinene.
Non-volatil Gingerol, shogaol, gingediol, gingediasetat, Gingerdion,
Gingerenon.
Sumber: Anonim (1999)
Komponen utama dari jahe adalah senyawa homolog fenolik keton yang
dikenal sebagai gingerol. Gingerol merupakan senyawa turunan fenol. Gingerol
sangat tidak stabil dengan adanya panas dan pada suhu tinggi akan berubah
menjadi shogaol. Shogaol lebih pedas dibandingkan gingerol (Mishra, 2009).
Gingerol sebagai komponen utama jahe dapat terkonversi menjadi shogaol atau
15
zingerone. Shogaol terbentuk dari gingerol selama proses pemanasan. Kecepatan
degradasi dari (6)-gingerol menjadi (6)-shogaol tergantung pada pH dan suhu,
pada suhu 100°C dan pH 1, degradasi perubahan relatif cukup cepat (Wohlmuth et
al., 2005).
Gambar 5. Struktur kimia gingerol
Sumber : Wohlmuth et al., (2005)
Gambar 6. Struktur kimia shogaol.
Sumber: Sazalina (2005)
Gambar 7. Struktur kimia zingerone.
Sumber: Sazalina (2005)
16
Menurut (Purnomo dkk., 2010) jahe mengandung senyawa yang bersifat
antioksidan. Kemampuan jahe sebagai antioksidan alami tidak terlepas dari kadar
komponen fenolik total yang terkandung di dalamnya, jahe memilki kadar fenol
yang tinggi dibandingkan kadar fenol yang terdapat pada tomat dan mengkudu.
Komponen antioksidan jahe yang terindentifikasi sebagai komponen antioksidan
fenolik jahe adalah gingerol dan shogaol (Kusumaningati, 2009). Gingerol dan
shogaol mampu bertindak sebagai antioksidan primer terhadap radikal lipida.
Gingerol dan shogaol mempunyai aktivitas antioksidan karena mengandung
cincin benzene dan gugus hidroksil (Zakaria, 2000).
Berdasarkan hasil penelitian Ahmed dkk., (2000) menyatakan bahwa jahe
memiliki daya antioksidan yang sama dengan vitamin C. Menurut Nybe dkk.,
(2007), komponen-komponen ini berbeda pada tiap jahe tergantung dari kesegaran
jahe (jahe segar atau jahe kering) dan juga usia jahe ketika dipanen. Jahe yang
berumur 5-7 bulan mengandung sedikit serat dan komponen pungent pada jahe
tidak tajam, sementara pada usia 9 bulan, komponen volatil dan pungent jahe
mencapai maksimum begitu juga dengan kandungan serat jahe yang semakin
bertambah seiring dengan bertambahnya usia jahe.
Senyawa kimia yang terdapat pada rimpang jahe menentukan aroma dan
tingkat kepedasan jahe. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi komposisi
kimia rimpang jahe adalah antara lain: jenis jahe, tanah sewaktu jahe ditanam,
umur rimpang saat dipanen, pengolahan rimpang jahe (dijadikan bubuk, manisan,
atau kristal jahe), dan ekosistem tempat jahe berada (Rismunandar, 1988).
17
Berkaitan dengan unsur kimia yang dikandungnya, jahe dapat
dimanfaatkan dalam berbagai macam industri, antara lain industri minuman (sirup
jahe, instan jahe), industri kosmetik (parfum), industri makanan (permen jahe,
awetan jahe, enting-enting jahe), industri obat tradisional atau jamu, industri
bumbu dapur (Prasetyo, 2003).
C. Minuman Instan
Minuman serbuk instan adalah minuman yang berupa serbuk yang
terbuat dari bahan rempah, buah-buahan, biji-bijian dan daun yang dapat
langsung diminum dengan cara diseduh dengan air matang baik dingin maupun
panas. Produk ini memiliki sifat porus, sehingga mudah direhidrasi dalam air
dingin, hangat atau panas. Rehidrasi merupakan suatu peristiwa penyerapan air
oleh suatu bahan setelah mengalami dehidrasi sehingga bahan kembali ke
bentuk semula (Raharjo, 2009).
Menentukan kelayakan minuman instan sebagai minuman kesehatan
diperlukan parameter tertentu yang menjadi dasar atau landasan penerimaan
masyarakat terhadap produk tersebut. Parameter tersebut ditetapkan agar
keamanan dan konsistensi produk tersebut terjamin sehingga produk tersebut
aman dan sehat untuk dikonsumsi sebagai produk pangan, kelayakan minuman
instan kunir putih dengan penambahan jahe ditinjau dari persyaratan kesehatan
Syarat Minuman Instan (SNI 01-4320-1996). Standar mutu serbuk minuman
penyegar dapat dilihat pada Tabel 6.
18
Tabel 6. Syarat mutu minuman instan tradisional menurut standar nasional
indonesia 01-4320-1996
No. Kriteria uji Satuan Persyaratan
1 Warna Normal
2 Bau Normal,khas rempah
3 Rasa Normal,khas rempah
4 Kadar air, b/b % 3,0-5,0
5 Kadar abu, b/b % Maksimal 1,5
6 Jumlah gula (dihitung sebagai
sakarosa)
% Maksimal 85%
7 Bahan tambahan pangan
8.1 Pemanis buatan
Sakarin Tidak boleh ada
Siklamat Tidak boleh ada
8.2 Pewarna tambahan Sesui SNI 01-0222-
1995
9 Cemaran logam
9.1 Timbal (Pb) Mg/kg Maksimal 0,2
9.2 Tembaga (Cu) Mg/kg Maksimal 2,0
9.3 Seng (Zn) Mg/kg Maksimal 50
9.4 Timah (Sn) Mg/kg Maksimal 40
10 Merkuri (Hg) Mg/kg Tidak boleh ada
11 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maksimal 0,1
12.1 Cemaran mikrobia
12.2 Angka lempeng total Koloni/g 3 x 103
12.3 Coliform APM/g < 3
Sumber: (Anonim, 1996)
Proses pembuatan serbuk instan dapat dilakukan dengan cara tradisional
ataupun cara modern. Sebuk instan dengan cara tradisional diperoleh dengan
pemasakan larutan bahan yang disertai dengan pengadukan hingga diperoleh
serbuk kering atau dengan proses pengeringan sederhana dengan penjemuran
dibawah sinar matahari (Desrosier, 1988).
Keuntungan dari suatu bahan ketika dijadikan minuman serbuk adalah
mempermudah dalam penyajian, transportasi maupun masalah penyimpanan.
minuman instan dalam kemasan jumlah air dikurangi sehingga mutu produk
lebih terjaga serta terjangkit bibit penyakit (Widiatmoko dan Hartomo, 1993).
19
Menurut Verral (1984) minuman serbuk (pangan instan) dapat diproduksi
dengan biaya lebih rendah dari pada minuman cair, minuman instan juga
didefinisikan sebagai produk yang tidak atau sedikit sekali mengandung air
dengan berat dan volume yang rendah. Serbuk instan yang diperoleh harus
memenuhi syarat, yaitu mudah untuk dituang tanpa tersumbat, tidak
higroskopis, tidak menggumpal, mudah dibasahi, dan cepat larut. Pembuatan
serbuk instan dilakukan dengan penambahan komponen lain atau bahan
tambahan pangan, seperti gula. Penambahan gula ini bertujuan untuk
mendorong proses kristalisasi, bahan pengawet, pemanis, serta penambahan
energi.
Metode yang efektif digunakan dalam pembuatan instan yaitu dengan
menggunakan metode atau prinsip kristalisasi yaitu proses yang dilakukan
dengan pemberian panas pada bahan sampai terbentuk kristal. Kristalisasi adalah
suatu proses pemisahan dimana terjadi alih massa dari fase cair menjadi
kristalisasi padat murni. Komponen-komponen yang dapat larut dalam larutan
beralih melalui kondisi yang disesuaikan menjadi larutan lewat jenuh sehingga
terjadi pembentukan kristal, umumnya terjadi melalui penurunan temperatur atau
pemekatan larutan (Earle, 2000).
Rimpang-rimpangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah rimpang
kunir putih (Curcuma mangga Val.) dan rimpang jahe (Zingiber offcinale Rosc.)
yang diolah menjadi bubuk instan. Proses pengolahan rimpang-rimpangan
menjadi instan memerlukan pengetahuan tentang kandungan senyawa aktif dan
teknik formulasi, agar cita rasa yang dihasilkan dapat diterima masyarakat serta
20
fungsinya bagi kesehatan dapat dipertanggungjawabkan (Anonim, 2012 dalam
Rifkowaty dan Martanto 2016). Minuman instan yang melalui pengolahan
tertentu tidak akan memengaruhi kandungan atau khasiat dalam bahan (Rengga
dan Handayani, 2004).
D. Antioksidan
Menurut Winarsi (2007) antioksidan adalah senyawa/zat yang dalam
konsentrasi kecil dapat mencegah reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas
dan molekul yang sangat reaktif. Senyawa antioksidan merupakan senyawa yang
mampu menangkap radikal bebas yang menjadi penyebab berbagai penyakit yang
berkaitan dengan oksidasi, seperti kardiovaskuler dan kanker. Radikal bebas
sendiri merupakan suatu molekul yang mempunyai kumpulan elektron yang tidak
berpasangan pada suatu lingkaran luarnya. Antioksidan dilaporkan dapat
memperlambat proses yang dapat diakibatkan oleh radikal bebas seperti adanya
senyawa tokoferol, askorbat, flavonoid dan adanya likopen (Andriani, 2007).
Indigomarie (2009) menjelaskan jika disuatu tempat terjadi reaksi oksidasi
dimana reaksi tersebut menghasilkan hasil samping berupa radikal bebas (OH)
maka tanpa adanya kehadiran antioksidan radikal bebas ini akan menyerang
molekul molekul lain disekitarnya. Hasil reaksi ini akan dapat menghasilkan
radikal bebas yang lain yang siap menyerang molekul yang lainnya sehingga akan
terbentuk reaksi berantai yang sangat membahayakan. Berbeda halnya bila
terdapat antioksidan. Radikal bebas akan segera bereaksi dengan antioksidan
membentuk molekul yang stabil dan tidak berbahaya.
21
Reaksi tanpa adanya antioksidan.
Reaktan Produk + OH
OH + (DNA, Protein, Lipid) Produk + Radikal bebas yang lain.
Reaksi tanpa adanya antioksidan.
Reaktan Produk + OH
OH + antioksidan Produk yang stabil.
Antioksidan cenderung bereaksi dengan radikal bebas terlebih dahulu
dibandingkan dengan molekul yang lain karena antioksidan bersifat sangat mudah
teroksidasi atau bersifat reduktor kuat dibanding dengan molekul yang lain.
Keefektifan antioksidan bergantung dari seberapa kuat daya oksidasinya
dibanding dengan molekul yang lain. Semakin mudah teroksidasi maka semakin
efektif antioksidannya.
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu
antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia)
dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Beberapa contoh
antioksidan sintetik yang diijinkan penggunaannya secara luas diseluruh dunia
untuk digunakan dalam makanan adalah Butylated Hidroxyanisol (BHA),
Butylated Hidroxytoluene (BHT), Tert-Butylated Hidroxyquinon (TBHQ) dan
tokoferol (Buck, 1991).
Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat digolongkan
menjadi 2 golongan, yaitu pertama golongan zat gizi (vitamin A dan karotenoid,
vitamin E, vitamin C, Vitamin B2, seng (Zn), tembaga (Cu), Selenium (Se) dan
protein) dan yang kedua terdapat sebagai golongan non zat gizi (senyawa fenol
22
misalnya gingerol, zingeron, tirisol, hidroksitirol, vanillin, asam vanilat, timol dan
karpakrol) (Agustinisari, 1998).
Senyawa antioksidan yang terdapat dalam tubuh kita misalnya enzim
Superoksida Dismutase (SOD), gluthatione, dan katalase. Antioksidan juga dapat
diperoleh dari asupan makanan yang banyak mengandung vitamin C, vitamin E
dan betakaroten serta senyawa fenolik. Bahan pangan yang dapat menjadi
sumber antioksidan alami, seperti rempah, coklat, biji-bijian, buah-buahan, sayur-
sayuran seperti buah tomat, pepaya, jeruk dan sebagainya (Frei, 1994 ; Trevor,
1995).
Produksi antioksidan di dalam tubuh manusia terjadi secara alami untuk
mengimbangi produksi radikal bebas. Antioksidan tersebut kemudian berfungsi
sebagai sistem pertahanan terhadap radikal bebas, namun peningkatan produksi
radikal bebas yang terbentuk akibat faktor stress, radiasi UV, polusi udara dan
lingkungan mengakibatkan sistem pertahanan tersebut kurang memadai, sehingga
diperlukan tambahan antioksidan dari luar (Muchtadi, 2013).
Antioksidan berfungsi sebagai senyawa yang dapat menghambat reaksi
radikal bebas penyebab penyakit karsinogenis, kardiovaskuler dan penuaan dalam
tubuh manusia. Antioksidan diperlukan karena tubuh manusia tidak memiliki
sistem pertahanan antioksidan yang cukup, sehingga apabila terjadi paparan
radikal berlebihan, maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen (berasal dari
luar) (Muchtadi, 2013).
23
Trilaksani (2003) dalam Apriandi (2011) menambahkan, antioksidan juga
dapat berperan dalam menekan prolifersi (perbanyakan sel kanker) karena
antioksidan berfungsi menutup jalur pembentukan sel ganas (blocking agent).
Suryowinoto (2005) dalam Apriandi (2011) menyatakan antioksidan juga berperan
sebagai antiaging yang melindungi kulit dari proses pengerusakan oleh paparan
sinar matahari dan radikal bebas, yang dapat menimbulkan keriput dan penuaan
pada kulit. Antioksidan pada produk pangan berperan untuk mempertahankan
mutu dalam berbagai kerusakan, kerusakan tersebut seperti ketengikan, perubahan
nilai gizi, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lain pada produk
pangan (Lulail, 2009).
Sumber antioksidan alami yang terdapat banyak pada bahan pangan
misalnya yaitu rempah, teh, coklat, dedaunan, biji-biji serealia, sayuran, sumber
bahan pangan yang kaya akan enzim dan protein. Tumbuhan pada umumya
merupakan sumber senyawa antioksidan alami yang berupa senyawa fenolik yang
terletak pada hampir seluruh bagian tumbuhan yaitu pada kayu, biji, daun, buah,
akar, bunga ataupun serbuk sari (Sarastani dkk, 2002).
Penelitian terdahulu terhadap kandungan kunir putih melaporkan bahwa
kunir putih mengandung kurkuminoid sebesar 132 ppm (Pujimulyani, 2003),
tanin (Pujimulyani dan Sutardi, 2003) yang terbukti dapat menurunkan laju
oksidasi lemak. Pada kunir putih diketahui mengandung minyak atsiri yang
terdiri atas curdione dan curcumol yang berkhasiat sebagai antioksidan yang
mencegah kerusakan gen penyebab timbulnya kanker serta dapat meningkatkan
sel darah merah. Rimpang kunir putih memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.
24
Kusumaningati (2009) menyatakan bahwa kemampuan jahe sebagai
antioksidan alami tidak terlepas dari kadar komponen fenolik total yang
terkandung di dalamnya, jahe memiliki kadar fenol total yang tinggi
dibandingkan kadar fenol yang terdapat dalam tomat dan mengkudu. Gingerol
dan shogaol telah diidentifikasi sebagai komponen antioksidan fenolik jahe.
E. Serat Pangan
Serat pangan atau yang sering disebut dengan dietary fiber merupakan
bagian dari sel tanaman yang tidak dapat dicerna oleh enzim dalam tubuh. Serat
pangan tersebut meliputi polisakarida, oligosakarida, lignin dan bagian tanaman
lainnya (Trowell, 1972).
Berdasarkan sifat kelarutannya serat pangan dibedakan menjadi serat larut
(soluble fiber) dan serat tidak larut (insoluble fiber) yang ternyata juga memiliki
perbedaan dalam sifat fisiologisnya. Secara kimiawi serat tidak larut terutama
terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin, sedang serat larut terdiri dari pektin
dan polisakarida lain misalnya gum (BNF, 1990). Kedua jenis serat ini memiliki
sifat yang berbeda serta memberikan efek fisiologis yang berbeda pula (Marsono,
1995).
Serat kasar adalah serat yang tidak larut dalam air. kadar serat kasar dalam
suatu makanan dapat dijadikan indeks kadar serat makanan, karena umumnya
didalam serat kasar ditemukan sebanyak 0,2 - 0,5 bagian jumlah serat makanan.
Winarno (1997) menyatakan bahwa total serat yang tidak dapat larut adalah 1/5 –
1/2 dari jumlah total serat.
25
Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau bahan pertanian
yang terdiri dari selulosa dan lignin setelah diperlakukan dengan asam dan alkali
mendidih (Apriyantono dkk, 1989). Serat kasar tidak memiliki nilai gizi bagi
manusia karena manusia tidak memiliki enzim selulase untuk mencernanya
(Fardiaz dkk, 1997) namun serat kasar berperan menghindari terjadinya konstipasi
(susah buang air besar), mengencerkan zat-zat beracun dalam kolon dan
mengabsorbsi zat karsinogenik dalam pencernaan yang kemudian akan terbuang
dari dalam tubuh bersama feses (Silalahi, 2006).
Serat tidak larut dianggap sebagai serat yang menyehatkan usus. Serat
kasar adalah serat yang tidak larut dalam air, sehingga serat ini melewati saluran
pencernaan relatif utuh, dan mempercepat perjalanan makanan dan limbah melalui
usus. Serat tidak larut sangat bermanfaat bagi tubuh karena membantu
melancarkan buang air besar sehingga mengurangi konstipasi dan diare. Serat
tidak larut juga membantu menghilangkan toksin (racun) dari usus besar, dan
mengurangi resiko kanker usus besar karena serat tidak larut membantu
mempertahankan pH (derajat keasaman) usus (Anonim, 2009).
Selulosa merupakan salah satu komponen penyusun serat kasar. Selulosa
(C6H10O5)n adalah senyawa seperti serabut liat, tidak larut di dalam air, dan
ditemukan di dalam dinding sel pelindung tumbuhan. Senyawa ini merupakan
homopolisakarida linear tidak bercabang terdiri dari 10.000 atau lebih unit
Dglukosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosida (Lehninger, 2005). Berat
molekul selulosa kira-kira 300.000. Bila dihidrolisis sempurna, selulosa
menghasilkan glukosa, tetapi pada hidrolisis sebagian menghasilkan selobiosa
26
(Sastrohamidjojo, 2005). Suatu molekul tunggal selulosa merupakan polimer lurus
dari 1,4-β-D-glukosa (Fessenden dan Fessenden, 2006).
Selulosa adalah polisakarida yang tidak dapat dicerna oleh tubuh, tetapi
berguna dalam mekanisme alat pencernaan antara lain merangsang alat
pencernaan untuk mengeluarkan enzim, membentuk volume makanan sehingga
menimbulkan rasa kenyang, serta memadatkan sisa-sisa gizi yang tidak diserap
lagi oleh dinding usus (Muchtadi, 1989).
Komponen lain penyusun serat kasar adalah lignin. Menurut Muchtadi et
al., (1992) lignin merupakan senyawa yang menyusun dinding sel tanaman dan
menyebabkan dinding sel menjadi keras. Fuller (1994) menjelaskan bahwa lignin
dapat digambarkan sebagai jaringan tiga dimensi yang tersusun dari unit
fenilpropana. Pembentukan jaringan ini dimulai dengan terjadinya proses
polimerisasi dehidrogenasi kompleks dari sinamil alkohol, koniferil alkohol,
sinapil alkohol, dan p-kumaril alcohol.
F. Fenolik
Fenolik merupakan senyawa yang banyak di temukan pada tumbuhan.
Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi (OH-)
dan gugus-gugus lain penyertanya. Senyawa fenolik adalah senyawa yang
sekurang kurangnya memilki satu satu gugus fenol (Vermerris dan Nicholson,
2006). Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama senyawa induknya, yaitu
fenol. Senyawa fenol dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu fenol
27
sederhana dan polifenol (Marinova et al., 2005).
Gambar 8. Struktur kimia fenol
Sumber : (Vermerris dan Nicholson, 2006)
Kandungan fenolik total dapat ditetapkan dengan menggunakan pereaksi
Folin-Ciocalteu (Lee et al., 2003). Mekanisme dari metode ini berdasarkan
kekuatan mereduksi dari gugus hidroksi fenolik. Semua senyawa fenol termasuk
fenol sederhana dapat bereaksi dengan reagen Folin-Ciocalteu (Huang et al.,
2005).
Senyawa-senyawa fenolik telah dilaporkan mempunyai aktivitas
antioksidan karena sifat-sifat redoksnya. Senyawa fenolik bereaksi sebagai agen
pereduksi, pemberi hidrogen, peredam oksigen singlet, dan juga sebagai
pengkelat logam yang potensial (Rohman dkk, 2007). Senyawa fenol bisa
berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya meniadakan radikal-
radikal bebas dan radikal peroksida sehingga efektif dalam menghambat
oksidasi lipida (Kinsella et al., 1993). Fenol menghambat oksidasi lipid dengan
menyumbangkan atom hidrogen kepada radikal bebas. Fenol dalam keadaan
solid maupun liquid memiliki titik lebur rendah (41°C). Fenol sedikit larut
dalam air, kelarutan fenol dalam air bervariasi antara suhu 0-65°C, sebaliknya
28
fenol sangat larut dalam pelarut organic. Fungsi utama fenol adalah sebagai
antioksidan dan disenfektan (Chen et al., 1996).
Aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan fenol total, semakin tinggi
kandungan fenol dalam suatu bahan semakin tinggi pula aktivitasnya sebagai
antioksidan (Huang et al., 2005). Hal ini juga didukung oleh penelitian
Hadriyono (2011) tehadap kulit manggis (Garcinia mangostana L.) yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang berbanding lurus antara
kandungan fenol total dan aktivitas antioksidan.
Tanaman dari famili zingiberaceae seperti jahe dan kunir putih memiliki
senyawa fenolik. Kunir putih memiliki kurkumin sebagai senyawa fenolik
antioksidannya. Kurkumin pada kunir putih memilki sifat yang tahan terhadap
suhu tinggi. Komponen komponen fenol pada jahe seperti gingerol dan shogaol
dikenal memilki aktivitas antioksidan (Nakatani, 1992). Senyawa fenol jahe
merupakan bagian komponen oleoresin jahe yang berpengaruh pada sifat pedas
jahe (Kusumaningati, 2009).
Gouvindarajan (1982) dalam Irfan (2008) menyatakan komponen fenol
dalam ekstrak jahe seperti gingerol daan shogaol selain memberikan rasa pedas
khas jahe, juga berperan sebagai antioksidan alami. Antioksidan alami telah
lama diketahui menguntung untuk digunakan dalam bahan pangan karena lebih
aman dalam penggunaannya bila dibandingkan dengan antioksidan sintetik.
Antioksidan alami digunakan sebagai suplemen makanan ataupun pengawet
bahan pangan (Halliwel et al., 1995). Gingerol dan shogaol merupakan
komponen antioksidan dan fenolik pada jahe karena mengandung cincin
29
benzene yang mengandung gugus hidroksil. Senyawa bioaktif yang terdapat
pada jahe (misalnya gingerol) merupakan senyawa termolabil sehingga tidak
tahan terhadap pengolahan dengan suhu tinggi, akan tetapi dalam larutan berair
gingerol dapat bertahan sampai suhu 100°C (Septiana dkk, 2006).
Berdasarkan penelitian Rehman et al., (2011) senyawa fenol dapat
berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya meniadakan radikal bebas
dan radikal perioksida sehingga efektif dalam menghambat oksidasi lipida. Jahe
banyak mengandung komponen phenollic aktif seperti gingerol dan shogaol
yang memiliki efek sebagai antioksidan dan antikanker. Menurut Oboh et al.,
(2012) dalam Susanti dan Panunggal (2015) kandungan total fenol jahe merah,
jahe putih dan jahe emprit berurutan yaitu sebesar 95,34 mg/100 g, 47,7 mg/100
g, dan 61,89 mg/100 g.
G. Hipotesis
Penambahan ekstrak jahe diduga mempengaruhi kadar serat kasar dan
kadar fenolik total terhadap minuman instan kunir putih (Curcuma mangga
Val.).