Laporan Hasil Praktikum Lapang
-
Upload
syafiq-ubaidillah -
Category
Documents
-
view
900 -
download
21
Transcript of Laporan Hasil Praktikum Lapang
LAPORAN HASIL PRAKTIKUM LAPANG
EKOLOGI TERESTRIAL
KARAKTERISTIK EKOSISTEM DI TAMAN NASIONAL BALURAN
OLEH:
KELOMPOK 4
IZZAY AFKARINA (111810401005)
RIKO ARISANDI (111810401010)
KIKI IKROMATUZ (111810401016)
M. ARIS HILMAN (111810401024)
WULAN NURSYIAM (111810401034)
HASA BELLA (111810401035)
ANIS BAROKAH (111810401042)
ZAENAL MAHMUDI (111810401050)
RIZA OKTAVIANA (111810401052)
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, berkat serta karunia-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan penyusunan laporan praktikum lapang yang berjudul “Laporan Hasil Praktikum Lapang Ekologi Terestrial Karakteristik Ekosistem di Taman Nasional Baluran”. Laporan ini kami buat dalam rangka memenuhi praktikum lapang ke Taman Nasional Baluran ,Situbondo.
Ucapan terima kasih tidak lupa penyusun sampaikan kepada pihak-pihak
yang turut menyelesaikan penyusunan makalah ini :
1. Yang terhormat Drs. Moh.Imron Rosyidi,Msc selaku dosen pengampu
mata kuliah Ekologi Terestrial yang telah membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini.
2. Yang tercinta kedua orang tua kami yang telah memberikan motivasinya
sehingga laporan studi lapang ini dapat terselesaikan.
3. Serta teman-teman kami yang memberikan semangat dan motivasi
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan studi lapang ini.
Penyusun menyadari dalam penyusunan laporan studi lapang ini jauh dari
kata sempurna, untuk itu kami selaku penyusun memohon saran dan kritik yang
membangun dari pembaca. Kami berharap dalam penyusunan laporan studi
lapang ini dapat memberikan informasi yang sifatnya membangun dan bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari pembaca.
Penyusun, 25 Mei 2013
Penyusun
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Taman Nasional Baluran terletak di ujung timur Propinsi Jawa Timur
atau antara 7°° 45’ – 7 56’ LS dan 113° 59’ 114° 28’ BT berada dalam
wilayah Kabupaten Situbondo. Taman Nasional Baluran memiliki area yang
luas dimana terdapat berbagai macam vegetasi yang ditemukan dan
merupakan perwakilan ekosistem hutan yang spesifik kering terdiri dari tipe
vegetasi savana, hutan mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan
pegunungan bawah, hutan rawa dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun.
Sekitar 40 persen tipe vegetasi savana mendominasi kawasan Taman Nasional
Baluran.
Taman Nasional Baluran merupakan kawasan Konservasi Sumberdaya
Alam yang didalamnya memiliki berbagai macam flora dan fauna dan
ekosistem, yang berarti di dalam kawasan Taman Nasional Baluran terdapat
pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara
bijaksana, untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Sebagai salah satu kawasan konservasi memiliki beragam manfaat baik
manfaat dalam pemanfaatan skala terbatas maupun manfaat yang berupa
produk jasa lingkungan, seperti udara bersih dan pemandangan alam. Tujuan
pembangunan konservasi sumberdaya alam yaitu mengusahakan terwujudnya
kelestarian sumberdaya alam hayatiserta keseimbangan ekosistemnya,
sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
Taman Nasional Baluran memiliki 3 fungsi utama yaitu fungsi
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa dan pemanfaatan secara lestari Sumber Daya Alam
Hayati (SDAH) beserta ekosistemnya, yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya,
rekreasi dan pariwisata. Maka dari itu tujuan pengelolaan kawasan Taman
Nasional Baluran adalah melestarikan SDAH dan ekosistemnya agar dapat
memenuhi fungsinya secara optimal. Sasaran utama pengelolaan Taman
Nasional Baluran adalah SDAH, ekosistem dan kawasannya. Tingginya
potensi keanekaragaman hayati dan indahnya panorama alam Baluran,
merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan, baik wisatawan mancanegara
maupun wisatawan nusantara untuk mengunjungi dan menikmatinya. Atas
dasar itu, kami melaksanakan Praktikum Lapang Ekologi Teristrial pada 5
ekosistem, yaitu Ekosistem Pantai Basah, Ekosistem Pantai Kering, Ekosistem
Savana, Ekosistem Hutan Musim Dan Ekosistem Hutan Evergreen di kawasan
TN Baluran.
Analisis komunitas tumbuhan merupakan suatu cara mempelajari
susunan atau komposisi jenis dan bentuk atau struktur vegetasi. Dalam
ekologi hutan, satuan vegetasi yang dipelajari atau diselidiki berupa
komunitas tumbuhan yang merupakan asosiasi konkret dari semua spesies
tetumbuhan yang menempati suatu habitat. Oleh karena itu, tujuan yang ingin
dicapai dalam analisis komunitas adalah untuk mengetahui komposisi spesies
dan struktur komunitas pada suatu wilayah yang dipelajari
(Tjitrosoepomo,2002)
Analisis vegetasi ini dengan mengamati berbagai macam tumbuhan
berupa pohon, semak dan herba. Dengan pengamatan itu didapatkan densitas,
dominansi dan frekuensi untuk mengetahui nilai penting, sehingga dapat
diketahui karakteristik dari ekosistem yang berada pada Taman Nasional
Baluran.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana karakter khusus dari 5 ekosistem (Ekosistem Pantai Basah,
Ekosistem Pantai Kering, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan Musim
Dan Ekosistem Hutan Evergreen) di kawasan TN Baluran.
Bagaimana perbedaan spesifik dari 5 ekosistem (Ekosistem Pantai Basah,
Ekosistem Pantai Kering, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan Musim
Dan Ekosistem Hutan Evergreen) di kawasan TN Baluran.
1.3 Tujuan
Mengetahui karakter khusus 5 ekosistem (Ekosistem Pantai Basah,
Ekosistem Pantai Kering, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan Musim
Dan Ekosistem Hutan Evergreen) di kawasan TN Baluran.
Mengetahui perbedaan spesifik dari 5 ekosistem (Ekosistem Pantai Basah,
Ekosistem Pantai Kering, Ekosistem Savana, Ekosistem Hutan Musim
Dan Ekosistem Hutan Evergreen) di kawasan TN Baluran.
5 ekosistem (Ekosiste pantai basah, pantai kering, savana,
hutan musim dan hutan evergreen )
Garis sumbu5 Garis transek memasuki vegetasi dengan jarak 20 meter setiap tarnsek
BAB 2 METODE KERJA
2.1 Alat dan bahan
A. Alat
Higrometer
Soil tester
Termometer
Catok
Pita berskala
Pisau besar
Kamera digital
B. Bahan
Tampar ukuran 10 meter
Kapas
Aquadest
Tissue
Talirafia
Kantong plastik
2.2 Cara Kerja
A. Pembuatan plot
- dibuat
- dibuat
GAMBAR 1 PLOT PENGAMATAN10 m
10 m5 m
1m
1m
10 m 10 m
20 m
5 m
5 m
- diukut 10 kedalam vegetasi
sebagai titik awal plot
- dibuwat
Semak HerbaPohon
Keterangan:
1. : sumbu Utama
2. : garis transek
3. : Plot Pohan
4. : Plot Semak
5. : Herba
B. Pemngamatan plot
Unsur botik
- diamati
- Dihitung
Untuk menghitung Ideks Nilai Penting (INP) setiap jenis tumbuhan
dilakukan penghitungan sebagai berikut:
a. Pohon
Plot
Jenis tumbuhan (Karakteristik)
Jenis tumbuhan (Karakteristik)
Jenis tumbuhan (Karakteristik)
INP (Indeks Nilai Penting)
-Keliling batang-Basal Area-Dominansi mutlak dan relatif-Frekuensi mutlak dan relatif
INP (Indeks Nilai Penting)
-% penutupan mutlak dan relatif-Dominansi mutlak dan relatif-Frekuensi mutlak dan relatif
INP (Indeks Nilai Penting)
-% penutupan mutlak dan relatif-Dominansi mutlak dan relatif-Frekuensi mutlak dan relatif
- diamati- diamati
- Dihitung - Dihitung
Untuk pohan dilakukan penghitungan Basal Area (BA), dominansi mutlak
dan dominansi relatif, dan frekuensi mutlak dan frekuensi relatif
D = K/∏ *) ∏ = 3,14
Basal Area (BA) = ¼ x ∏ (D)2
Dominansi Mutlak (DM) = ∑spesies A/luas area
Dominansi Relatif (DR) = (DM spesies A/∑ DM seluruh spesies) x
100%
Frekuensi Mutlak (FM) = ∑ plot yang diduduki Spesies A/∑ total
plot
Frekuensi Relatif (FR) = (∑ FM spesies A/∑ frekuensi seluruh
spesies) x 100%
INP = DR + FR
Pi = n/N
H = Pi Ln Pi
b. Semak
Untuk semak dilakukan penghitungan % Penutupan Mutlak dan Relatif,
Dominansi Mutlak dan Relatif, dan Frekuensi Mutlak dan Relatif.
% Penutupan Mutlak (PPM) = Penutupan total spesies A/luas area
% Penutupan Relatif (PPR) = (PPM spesies A/∑ % Penutupan
seluruh spesies) x 100
Dominansi Mutlak (DM) = ∑spesies A/luas area
Dominansi Relatif (DR) = (DM spesies A/∑ DM seluruh spesies) x
100%
Frekuensi Mutlak (FM) = ∑ plot yang diduduki Spesies A/∑ total
plot
Frekuensi Relatif (FR) = (∑ FM spesies A/∑ frekuensi seluruh
spesies) x 100%
INP = DR + FR
Pi = n/N
H = -(Pi Ln Pi)
c. Herba
Untuk semak dilakukan penghitungan % Penutupan Mutlak dan
Relatif, Dominansi Mutlak dan Relatif, dan Frekuensi Mutlak dan Relatif.
% Penutupan Mutlak (PPM) = Penutupan total spesies A/luas area
% Penutupan Relatif (PPR) = (PPM spesies A/∑ % Penutupan
seluruh spesies) x 100
Dominansi Mutlak (DM) = ∑spesies A/luas area
Dominansi Relatif (DR) = (DM spesies A/∑ DM seluruh spesies) x
100%
Frekuensi Mutlak (FM) = ∑ plot yang diduduki Spesies A/∑ total
plot
Frekuensi Relatif (FR) = (∑ FM spesies A/∑ frekuensi seluruh
spesies) x 100%
INP = DR + FR
Pi = n/N
H = Pi Ln Pi
Unsur abiotik
Plot
Soil TesterHigrometer
- Diukur pH, Kelembaban tanah
- Diulan 3 kali
- Setiap ulangan ujung soil tester di
cuci dengan aquadest dan di
keringkan dengan- Diukur kelembaban udara
Dengan memutar
- Diulang 3 kali
C. Pengamatan karakter fisik ekosistem
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Analisis Vegetasi Herba
NO Spesies DM DR FM FR INP PI H
1 Spesimen 1 0.066670.5555555
6 0.0666667 1.11111 1.6666667 0.0055556 0.0288498
2 Spesimen 2 0.033330.2777777
8 0.0666667 1.11111 1.3888889 0.0027778 0.0163503
3 Spesimen 3 0.033330.2777777
8 0.0666667 1.11111 1.3888889 0.0027778 0.0163503
Termometer
Daerah Plotting
Layering
- Diukur suhu 1 meter diatas permukaan
dan di pemukaan tanah
- Diulang 3 kali
- Digambar
4 Spesimen 15 0.466673.8888888
9 0.0666667 1.11111 5 0.0388889 0.126274
5 Spesimen 16 0.066670.5555555
6 0.0666667 1.11111 1.6666667 0.0055556 0.0288498
6 Spesimen 17 0.133331.1111111
1 0.1333333 2.22222 3.3333333 0.0111111 0.0499979
total 0.8 6.666667 0.4666667 7.7777814.44444
4 0.0666667 0.266672
Dominasi species adalah Spesies 15 (5%) - Spesies 2 dan 3 (1,389%)
ID<1 yaitu 0,26 sehingga data yang diambih adalah baik
Analisis Vegetasi Semak
NO. Spesies DM DR FM FR INP PI H
1spesimen 2 0.55 0.67402 0.1 1.666667
2.3406863 0.00134804 0.0089093
2Spesimen 7 24 29.41176 0.1 1.666667
31.078431 0.05882353 0.1666596
3Spesimen 10 16.3 19.97549 0.2 3.333333
23.308824 0.03995098 0.1286462
4spesimen 11 6.4 7.843137 0.1 1.666667
9.5098039 0.01568627 0.065176
5spesimen 12 11.2 13.72549 0.2 3.333333
17.058824 0.02745098 0.098696
6Spesimen 14 3.5 4.289216 0.1 1.666667
5.9558824 0.00857843 0.0408205
7Spesimen 15 4.8 5.882353 0.1 1.666667
7.5490196 0.01176471 0.0522665
8Spesimen 16 0.1 0.122549 0.1 1.666667
1.7892157 0.0002451 0.0020377
9Spesimen 17 2.4 2.941176 0.1 1.666667
4.6078431 0.00588235 0.0302106
10Spesimen 18 0.3 0.367647 0.1 1.666667
2.0343137 0.00073529 0.0053053
11Spesimen 19 0.2 0.245098 0.1 1.666667
1.9117647 0.0004902 0.0037356
12Spesimen 20 0.1 0.122549 0.1 1.666667
1.7892157 0.0002451 0.0020377
13Spesimen 21 4.7 5.759804 0.2 3.333333
9.0931373 0.01151961 0.0514201
14Spesimen 22 0.1 0.122549 0.1 1.666667
1.7892157 0.0002451 0.0020377
15Spesimen 23 0.5 0.612745 0.1 1.666667
2.2794118 0.00122549 0.0082162
16Spesimen 24 0.2 0.245098 0.1 1.666667
1.9117647 0.0004902 0.0037356
17Spesimen 25 3 3.676471 0.1 1.666667
5.3431373 0.00735294 0.0361225
18Spesimen 26 2.1 2.573529 0.2 3.333333
5.9068627 0.00514706 0.0271216
19Spesimen 27 0.8 0.980392 0.1 1.666667
2.6470588 0.00196078 0.0122243
20Spesimen 28 0.1 0.122549 0.1 1.666667
1.7892157 0.0002451 0.0020377
21Spesimen 29 0.3 0.367647 0.1 1.666667
2.0343137 0.00073529 0.0053053
total 81.65 100.061 2.5 41.6667 141.728 0.2001225 0.75272
Dominasi species adalah Spesies 7 (31,07%) - Spesies 16, 20, dan 28 (1,789%)
ID<1 yaitu 0,75 sehingga data yang diambil adalah baik
Analisis Vegetasi Pohon
No Spesies Dm Total BA DR KM KR FM FR INP pi H1 Spesimen 1 2.777781 0.3185 2.38095 0.006 2.38 0.25 4 8.7619048 0.02381 0.088992 Spesimen 2 8.333344 3.1847 7.14286 0.018 7.14 0.25 4 18.285714 0.07143 0.18853 Spesimen 3 1.388891 3.2643 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 0.052754 Spesimen 4 1.388891 3.3439 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 0.052755 Spesimen 5 1.388891 3.1051 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 0.052756 Lamtoro 4.166672 0.9554 3.57143 0.009 3.57 0.5 8 15.142857 0.03571 0.435747 Kersen 1.388891 0.9554 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 0.782498 Spesimen 10 8.333344 3.7420 7.14286 0.018 7.14 0.25 4 18.285714 0.07143 1.376479 Spesimen 11 4.166672 4.4586 3.57143 0.009 3.57 0.5 8 15.142857 0.03571 2.7001910 Spesimen 12 20.83336 22.2930 17.8571 0.045 17.9 0.25 4 39.714286 0.17857 5.3476411 Bauhinia 1.388891 21.6561 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 10.642512 Salak 2.777781 19.0287 2.38095 0.006 2.38 0.25 4 8.7619048 0.02381 20.849313 Serut 29.16671 53.4236 25 0.063 25 0.25 4 54 0.25 40.916114 Spesimen 13 1.388891 35.5892 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 80.455815 Spesimen 14 2.777781 35.8280 2.38095 0.006 2.38 0.25 4 8.7619048 0.02381 158.21116 Spesimen 15 5.555563 36.7834 4.7619 0.012 4.76 0.5 8 17.52381 0.04762 311.07517 Spesimen 16 1.388891 1.7516 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 611.50818 Spesimen 17 1.388891 1.7516 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 1202.1719 Spesimen 18 12.50002 7.8822 10.7143 0.027 10.7 0.25 4 25.428571 0.10714 2363.4220 Spesimen 19 1.388891 6.6879 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 4646.3821 liana sp. 1.388891 6.6879 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 9134.5522 Palmae 1.388891 6.6879 1.19048 0.003 1.19 0.25 4 6.3809524 0.0119 17958
Dominasi species adalah Spesies 12 (39,7%) - Spesies 5 (6,38%)
ID<1 yaitu 0,75 sehingga data yang diambil adalah baik
Stratifikasi Hutan Pantai Kering
Stratifikasi Hutan Pantai Basah (Bakau)
Stratifikasi Hutan Savana
Stratifikasi Hutan Evergreen
Stratifikasi Hutan Musim
Nb: = Herba
= semak
= pohon
3.2. Pembahasan
Taman Nasional Baluran merupakan salah satu taman nasional terbesar di
Indonesia. Pada Taman Nasional ini terdapat bnyak ekosistem di dalamnya yaitu
ekosistem hutan pantai basah, hutan pantai kering, hutan savana, hutan evergree
dan hutan musim. Dalam pembahasan ini yang menjadi focus dalam kelompok
kami adalah ekosistem hutan evegreen. Ekosistem yang lain merupakan
perbandingan untuk mengetahui karakteristik ekosistem secara umum.
A. Hutan Evergreen
Hutan hujan tropika merupakan jenis wilayah yang paling subur. Hutan
jenis ini terdapat di sekitar wilayah tropika atau dekat wilayah tropika di bumi ini
yang menerima curah hujan berlimpah sekitar 2000-4000 mm setahunnya.
Suhunya tinggi (rata-rata sekitar 25-26oC) dan dengan kelembaban rata-rata
sekitar 80%. Komponen dasar hutan tersebut adalah pohon tinggi dengan tinggi
maksimum rata-rata 30 meter (Ewusie, 1980).
Pada umumnya wilayah hutan hujan tropis dicirikan oleh adanya 2 musim
dengan perbedaan yang jelas, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Ciri
lainnya adalah suhu dan kelembapan udara yang tinngi, demikian juga dengan
curah
hujan, sedangkan hari hujan merata sepanjang tahun (Walter, 1981).
Hutan hujan tropika (tropical rain forest) memiliki ciri-ciri sebagai berikut
(Soerianegara dan Indrawan, 2002):
1. Mempunyai curah hujan yang tinggi, berkisar antara 2000 – 3000 cm / th.
2. Mempunyai perbedaan temperatur yang rendah.
3. Mempunyai kelembaban udara yang tinggi.
4. Mempunyai tajuk yang berlapis-lapis atau berstrata.
5. Mempunyai tingkat keaneka ragaman jenis atau Biodeversitas yang tinggi
6. Selalu hijau atau evergreen.
Hutan hujan tropis yang berada di Taman Nasional Baluran
berbeda dengan hutan hujan tropis yang berada di garis kahtulistiwa. Umumnya
hutan hujan tropis terlihat sejuk dan gelap karena jarang masuk cahaya matahari
pada hutan ini. Selain itu pada hutan ini membentuk kanopi atau sebuah tudung
atap yang sangat lebat sehingga menyebabkan banyak tanaman tidak bisa hidup di
bawa kanopi tersebut karena rimbunnya kanopi dan jarangnya cahaya matahari
yang masuk. Tetapi berbeda dengan hutan hujan tropis yang berada di Taman
Nasional Baluran, meskipun kanopi tumbuh sangat lebat pada hutan ini masih bisa
tumbuhan lain untuk hidup di dasar lantai hutan karena disinyalir pada air tanah
yang berasal dari mata air Gunung Baluran yang mengalir dibawah tanah karena
ada lapisan batuan kedap air dan dapat dijangkau oleh akar tanaman dan didukung
oleh tekstur tanah yang termasuk Poin Mikro mengakibatkan tanah mengikat air
yang diterimanya sehingga tidak meresap sampai ke dalam tanah.
Hutan hujan merupakan suatu komunitas yang sangat kompleks dengan
ciri yang utama adalah pepohonan dengan berbagai ukuran. Kanopi hutan
menyebabkan iklim mikro yang berbeda dengan keadaan di luarnya; cahaya
kurang dan kelembaban yang lebih tinggi dengan suhu yang rendah (Whitmore,
1998). ciri hutan hujan tropika yang mencolok yaitu penutupnya mayoritas terdiri
dari tanaman berkayu berbentuk pohon. Sebagian besar tanaman pemanjat dan
beberapa jenis epifit yang berkayu (woody). Tumbuhan bawah terdiri dari
tumbuhan berkayu, semai (seedling) dan pancang (sapling), belukar (shurb) dan
pemanjat-pemanjat muda. Tumbuhan herba yang terdapat ialah beberapa epifit
sebagai bagian dari tumbuhan bawah dalam proporsi yang relatif kecil.
Soerianegara dan Indrawan (2005) membagi formasi hutan Indonesia ke dalam
tiga zone vegetasi, yaitu :
1. Zone barat, yang berada dibawah pengaruh vegetasi Asia, meliputi pulau
Sumatera dan Kalimantan dengan jenis-jenis kayu yang dominan dari
famili Dipterocarpaceae.
2. Zone timur, berada dibawah pengaruh Australia meliputi vegetasi pulau
Maluku, Nusa Tenggara dan Irian. Jenis dominan adalah dari famili
Araucariaceae dan Myrtaceae.
3. Zone peralihan, dimana pengaruh dari kedua benua tersebut bertemu yaitu
pulau Jawa dan Sulawesi, terdapat jenis dari famili Araucariaceae,
Myrtaceae dan Verbenaceae. Sekalipun dapat dikatakan pemisahan
demikian tidaklah berarti bahwa batas tersebut merupakan garis tegas dari
penyebaran vegetasi. Selanjutnya dikemukakan bahwa penyebaran hutan
hujan tropis di Indonesia terdapat terutama di pulau Sumatera,
Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Irian.
Hutan hujan tropis terkenal karena adanya pelapisan atau stratifikasi. Ini
berarti bahwa populasi campuran didalamnya disusun pada arah vertikal dengan
jarak teratur secara tidak berkesinambungan. Meskipun ada beberapa keragaman
yang perlu diperhatikan kemudian, hutan menampilkan tiga lapisan pohon yaitu
lapisan atas (tingkat A) terdiri dari pepohonan setinggi 30-45 m dengan tajuk yang
diskontinu, lapisan pepohonan kedua (tingkat B) terdiri dari pohon dengan tinggi
sekitar 18-27 m dengan tajuk yang kontinu sehingga membentuk kanopi, lapisan
pepohonan ketiga (tingkat C) terdiri dari pepohonan dengan tinggi sekitar 8-14 m
cenderung membentuk lapisan yang rapat. Selain laisan pepohonan juga terdapat
semak belukar yang tingginya kurang dari 10 m dan yang terakhir adalah lapisan
terna yang terdiri dari tetumbuhan yang lebih kecil yang merupakan kecambah
dari pepohonan yang lebih besar dari bagia atas atau spesies terna (Ewusie, 1980).
Soerianegara dan Indrawan (2005) menyatakan bahwa di dalam
masyarakat hutan, sebagai akibat persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa
(dominan) dari jenis yang lain. Pohon-pohon tinggi dari stratum (lapisan) teratas
mengalahkan pohon-pohon yang lebih rendah, merupakan pohon yang mencirikan
masyarakat hutan yang bersangkutan. Hutan hujan tropika terkenal dengan
stratifikasinya. Ini berarti bahwa populasi campuran di dalamnya tersusun secara
vertikal dengan jarak teratur secara tidak berkesinambungan (Ewusie,1980).
Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan misalnya sebagai berikut (Soerianegara dan
Indrawan, 2005) :
1. Stratum A : Lapisan teratas, terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya
30 m keatas. Biasanya mempunyai tajuk diskontinu, batang pohon tinggi
dan lurus, batang bebas cabang (clear bole) tinggi. Jenis-jenis pohon dari
stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai hingga sapihan (seedling
sampai sapling), perlu naungan sekedarnya, tetapi cukup untuk
pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.
2. Stratum B : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya
kontinu, batang pohon bisanya banyak bercabang, batang bebas cabang
tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis ppohon dari stratum ini kurang memerlukan
cahaya atau tahan naungan (toleran).
3. Stratum C : Terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m, tajuknya
kontinu. Pohon-pohon dalam stratum ini rendah, kecil, banyak bercabang.
Di samping ketiga strata pohon tersebut terdapat pula strata perdu-semak dan
tumbuh-tumbuhan penutup tanah, yaitu :
4. Stratum D : Lapisan perdu dan semak. Tingginya 1-4 m.
5. Stratum E : Lapisan tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover),
tingginya 0-1 m.
Berdasarkan komponen penyusunnya hutan hujan tropika meliputi
(Ewusie, 1980) :
1. Komponen abiotik yang terdiri dari
a. Suhu. Iklim hutan hujan tropika ditandai oleh suhu yang tinggi dan
sangat rata. Rataan suhu tahunan berkisar antara 200C dan 280C
dengan suhu terendah pada musim hujan dan suhu tertinggi pada
musim kering. Setiap naik 100 m di pegunungan, rataan suhu itu
berkurang 0.4 – 0.70C.
b. Curah hujan. Hutan hujan tropik menerima curah hujan berlimpah
sekitar 2000 – 3000 mm dalam setahunnya.
c. Kelembaban atmosfer. Kelembaban hutan hujan tropika rata-rata
sekitar 80%. Pada tumbuhan teduhan lamanya kelembaban
maksimum bertambah dari sekitar 14 jam selam musim kering
menjadi 18 jam pada musim hujan.
d. Angin. Di wilayah tropika kecepatan angin biasanya lebih rendah
dan angin topan tidak begitu sering. Rataan kecepatan angin
tahunan di daerah hutan hujan pada umumnya kurang dari 5
km/jam dan jarang melampaui 12 km/jam.
e. Cahaya. Meskipun jumlah sinar matahari harian tidak pernah
kurang dari 10 jam dimanapun diwilayah tropika, tetapi jumlah
sinar matahari cerah sesungguhnya selalu kurang dari jumlah
tersebut diatas, karena derajat keberawanan yang tinggi.
f. Karbondioksida. Karbondioksida dianggap penting dari segi
ekologi karena bersama-sama dengan cahaya merupakan faktor
pembatas bagi fotosintesis dan perkembangan tumbuhan.
Sebelum dilakukan pengukuran komponen faktor biotik terlebih
dahulu dilakukan pengukuran faktor biotik hutan hujan tropis.
Pengukuran yang dilakukan yaitu kelembapan udara , pH tanah dan
kelembapan tanah, suhu dan kecepatan angin. Didapatkan bahwa data hasil
pengukuran lima kelompok diambil rata-rata dari pengukuran tersebut
bahwa kelembapan udara 9,14%, pH tanah 5,7, kelembapan tanah 16 %,
suhu 26,3°C dan kecepatan angin 5,6 km/jam.
Faktor abiotik ini sangat berhubungan satu sama lain dalam hal
produktivas dalam ekosistem. Seperti halnya suhu, cahaya matahari dan
curah hujan. Hutan hujan memiliki curah hujan yang sangat tinggi setiap
tahun dan hal tersebut dipengaruhi oleh suhu karena akan menghasilkan
kelembapan yang sangat tinggi untuk meningkatkan produktivitas. Pada
ekosistem ini diapatkan pH tanah bersifat asam, itu menunjukkan bahwa
kualitas tanah baik karena tanah dengan ber pH asam dapat menyediakan
hara terbanyak sehigga tumbuhan dapat tumbuh baik pada tempat tersebut.
Untuk faktor abiotik yang lain hasil yang didapatkan sudah sesauai dengan
faktor abiotik yang sesuai pada hutan hujan tropis sehingga kualitas
vegetasi juga baik.
2. Komponen biotik
Komponen dasar hutan hujan tropika adalah pepohonan yang
tergabung dalam tumbuhan terna, perambat, epifit, pencekik, saprofit, dan
parasi.
Vegetasi yang mendominasi adalah golongan semak, karena
pencahayaan di ekosistem tersebut sedikit. Sehingga tanaman yang ada
saling bersaing untuk mendapatkan cahaya.
Selain didapatkan faktor biotik berupa tumbuhan tetapi juga
didapatkan hewan pada plot ekosistem hutan hujan tropis pada Taman
Nasional Baluran yaitu hewan invertebratra dan hewan vertebrata. Hewan
invertebrata yang didapatkan pada plot (1xi) m2 yaitu cangkat bekicot,
semut hutan, hewan berkaki banyak, hewan seperti kumbang,, ulat,
bekicot, serangga, laba-laba abu-abu, nyamuk, lalat kecil, kelabang, semut
hitam, laba-laba putih, rayap, kupu-kupu, semut, laba-laba. Dan hewan
yang memiliki jumlah paling terbanyak adalah hewan berkaki banyak
dengan jumlah 186. Untuk hewan vertebrata pada plot (5x5) m2 tidak
ditemukan hewan apapun. Sehingga hewan yang mendominasi ekosistem
hutan hujan tropis adalah hewan vertebrata.
Dari hasil pengamatan biotik yang dilakukan di Taman Nasinal
Baluran dengan cara membuat plot di beberapa ekosistem, ditemukan
sejumlah spesies tanaman dari habitus pohon, semak dan herba yang
tumbuh di ekosistem evergreen. Beberapa tanaman pohon diantaranya
Serut dengan INP 54 %, Lamtoro dengan INP 15,14 %, Salak dengan INP
8,76 %, Bauhinia dangan INP 6,38 %, Kersen dengan INP 6,38 %, Liana
sp. dengan INP 6,38 %, Palmae dengan INP 6,38 %, dan beberapa
tanaman lainnya yang tidak teridentifikasi sehingga diberi nama Spesimen
1 dengan INP 8,76%, Spesimen 2 dengan INP 18,28 %, Spesimen 3
dangan INP 6,38 %, Spesimen 4 dangan INP 6,38 %, Spesimen 5 dengan
INP 6,38 %, Spesimen 10 dengan INP 18,28 %, Spesimen 11 dangan INP
15,14 %, Spesimen 12 dengan INP 39,71 %, Spesimen 13 dengan INP
6,38%, Spesimen 14 dengan INP 8,76 %, Spesimen 15 dangan INP 17,52
%, Spesimen 16 dangan INP 6,38 %, Spesimen 17 dengan INP 6,38 %,
Spesimen 18 dengan INP 25,42 %, Spesimen 19 dangan INP 6,38 %. Dari
data INP tersebut dapat diketahui bahwa Dominansi spesies adalah
Spesimen 12 (39,71 %) – spesimen 5 (6,38 %). Indeks Dominansi (ID) > 1
jadi pertumbuhan Pohon pada ekosistem Evergreen baik.
Tanaman berhabitus semak antara lain Spesimen 2 dengan INP
2,34 %, Spesimen 7 dengan INP 31,07 %, Spesimen 10 dengan INP 23,30
%, Spesimen 11 dengan INP 9,5 %, Spesimen 12 dengan INP 17,05 %,
Spesimen 14 dengan INP 5,95 %, Spesimen 15 dengan INP 7,54 %,
Spesimen 16 dengan INP 1,78 %, Spesimen 17 dengan INP 4,60 %,
Spesimen 18 dengan INP 2,03%, Spesimen 19 dengan INP 1,9 %,
Spesimen 20 dengan INP 1,78 %, Spesimen 21 dengan INP 9,09 %,
Spesimen 22 dengan INP 1,78 %, Spesimen 23 dengan INP 2,27 %,
Spesimen 24 dengan INP 1,91 %, Spesimen 25 dengan INP 5,34 %,
Spesimen 26 dengan INP 5,90 %, Spesimen 27 dengan INP 2,64 %,
Spesimen 28 dengan INP 1,78 %, Spesimen 29 dengan INP 2,03 %. Dari
data INP tersebut dapat diketahui bahwa Dominansi spesies adalah
Spesimen 7 (31,07 %) – Spesimen 16, 20, dan 28 (1,78 %). Indeks
Dominansi (ID) > 2 jadi pertumbuhan Semak pada ekosistem Evergreen
sangat baik.
Beberapa tanaman berhabitus herba antara lain Spesimen 1 dengan
INP 1,67 %, Spesimen 2 dengan INP 1,389 %, Spesimen 3 dengan INP
1,389 %, Spesimen 15 dengan INP 5 %, Spesimen 16 dengan INP 1,67 %,
Spesimen 17 dengan INP 3,33%. Dari data INP tersebut dapat diketahui
bahwa Dominansi spesies adalah Spesimen 15 (5 %) – Spesimen 2 dan
Spesimen 3 (1,389 %). Indeks Dominansi (ID) > 1 jadi pertumbuhan
Herba pada ekosistem Evergreen baik.
B. Hutan Pantai Basah ( Mangrove)
Menurut FAO, Hutan Mangrove adalah komunitas tumbuhan yang tumbuh
di daerah pasang surut di atas rawa-rawa berair payau dan dipengaruhi oleh
pasang surut air laut. Kondisi habitat tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur
berpasir. Ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang khas untuk daerah tropis
dan sub tropis, terdapat di derah pantai yang berlumpur dan airnya tenang
(gelombang laut tidak besar).
Ekosistern hutan mangrove disebut juga ekosistem hutan payau karena
terdapat di daerah payau (estuarin), yaitu daerah perairan dengan kadar
garam/salinitas antara 0,5 °/oo dan 30°/oo Ekosistem hutan bakau bersifat khas,
baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya aerasi sanilitas
tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air
laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini,
dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati
proses adaptasi dan evolusi tanah.
Mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik, tumbuh hanya
pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang. Pantai-pantai ini tepat di
sepanjang sisi pulau-pulau yang terlindung dari angin, atau serangkaian pulau atau
pada pulau massa daratan di belakang terumbu karang di lepas pantai yang
terlindung.
Menghadapi lingkungan yang ekstrim di hutan bakau, tumbuhan
beradaptasi dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove
menumbuhkan organ khas untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan
kelenjar garam di daun. Namun ada pula bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.
Pohon-pohon bakau (Rhizophora spp.), yang biasanya tumbuh di zona
terluar, mengembangkan akar tunjang untuk bertahan dari ganasnya gelombang.
Jenis-jenis api-api (Avicennia spp.) dan pidada(Sonneratia spp.) menumbuhkan
akar napas yang muncul dari pekatnya lumpur untuk mengambil oksigen dari
udara. Pohon kandeka (Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut(knee root),
sementara pohon-pohon nirih (Xylocarpus spp.) berakar papan yang memanjang
berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur,
sambil pula mendapatkan udara bagi pernapasannya. Sistem dari jenis perakaran
ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen
atau bahkan anaerob.
Vegetasi yang terdapat dalam ekosistem hutan payau didominasi oleh
tumbuh-tumbuhan yang mempunyai akar napas atau pneumatofora (Ewusie,
1990).
Di samping itu, spesies tumbuhan yang hidup dalam ekosistem hutan
payau adalah spesies tumbuhan yang memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi
terhadap salinitas payau dan harus hidup pada kondisi lingkungan yang demikian,
sehingga spesies tumbuhannya disebut tumbuhan halophytes obligat. Tumbuh-
tumbuhan itu pada umumnya merupakan spesies pohon yang dapat mencapai
ketinggian 50 m.
Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat kompleks, antara
lain sebagai peredam gelombang laut dan angin badai, pelindung pantai dari
proses abrasi dan erosi, penahan lumpur dan penjerat sedimen, penghasil detritus,
sebagai tempat berlindung dan mencari makan, serta tempat berpijah berbagai
spesies biota perairan payau, sebagai tempat rekreasi, dan penghasil kayu. Di
samping itu, ekosistem hutan payau juga sebagai tempat/habitat berbagai satwa
liar, terutama spesies burung/aves dan mamalia, sehingga kelestarian hutan payau
akan berperan dalam melestarikan berbagai satwa liar tersebut.
Sebelum mengidentifikasi faktor biotik yang hidup di hutan mangrove,
kami mengidentifikasi faktor abiotiknya terlebih dahulu. Berdasarkan hasil
pengamatan kami , kelembaban udara di daerah hutan mangrove ini berkisar ±72
% ( menunjukkan radiasi matahari di daerah ini sebenarnya cukup tinggi namun
karena adanya angin yang bertiup cukup kencang menyebabkan di daerah ini
memiliki lelembaban udara yang relative agak tinggi), ph tanah ±
6,4( menunjukkan bahwa didaerah ini memiliki tingkatan keasaman tanah yang
rendah )dengan kelembaban tanahnya ±14,56, kecepatan anginnya ±0,34 m/s,
suhu pada permukaan tanah ±28◦C dan suhu pada 1 meter diatas permukaan tanah
±28,5◦C (menunjukkan suhu didaerah ini sedang, ditandai dengan adanya
hembusan angin yang sepoi-sepoi.
Faktor biotic yang hidup disekitar hutan bakau pada plot kami diantaranya,
hutan ini dihuni oleh jenis flora pohon bakau (Rhizophora spp.), yang tumbuh di
zona terluar, dengan cirri-ciri memiliki akar tunjang sebagai perrtahanan dari
ganasnya gelombang. Untuk jenis tumbuhan lain tidak kami temukan selainnya,
baik dalam plot 1x1m, 5x5m, maupun pada plot 10x10m. untuk jenis fauna yang
kami temukan pada plot 1x1m diantaranya kecomang, keong mas, dan semut
merah (hewan invertebrate) sedangkan pada plot 5x5m dan 10x10m tidak
ditemukan jenis hewan vertebrata).
Dari perhitungan beberapa data tiap-tiap kelompok kami dapatkan data
kumulatif untuk indeks nilai penting (INP) jenis pohon bakau di hutan mangrove
ini adalah 300, dengan nilai kelimpahan mutlak (KM) 0,046, kelimpahan
relativenya (KR) 100, persentase penutupan mutlak adalah (DM) 35,595781,
persentase penutupan relatifnya (DR) 100, frekuensi mutlak jenis bakau (FM) 1
dan frekuensi relativenya (FR) 100. Sehingga dapat disimpulkan keanekaragaman
jenis tumbuhan di hutan mangrove rendah dikarenakan jenis spesies yang hidup
didaerah ini sedikit dan hanya ada spesies yang dominan.
C. Ekosiste Hutan Musim
Ekosistem hutan musim merupakan ekosistem hutan campuran yang
berada di daerah beriklim muson (monsoon), yaitu daerah dengan perbedaan
antara musim kering dan basah yang jelas. Tipe ekosistem hutan musim terdapat
pada daerah-daerah yang memiliki tipe iklim C dan D (tipe iklim menurut
klasifikasi Schmidt dan Ferguson) dengan rata-rata curah hujan 1.000-2.000 mm
per tahun dengan rata-rata suhu bulanan sebesar 21°-32°C(Kusmana & Istomo,
1995).
Penyebaran lokasi ekosistem hutan musim meliputi wilayah negara-negara
yang beriklim musim (monsoon), misalnya di India, Myanmar, Indonesia, Afrika
Timur, dan Australia Utara. Di Indonesia, tipe ekosistem hutan musim berada di
Jawa (terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur), di kepulauan Nusa Tenggara,
Maluku, dan Irian( Arief,1994).
Vegetasi yang berada dalam ekosistem hutan musim didominasi oleh
spesies-spesies pohon yang menggugurkan daun di musim kering, sehingga type
ekosistem musim disebut juga hutan gugur daun atau deciduous forest. Pada
ekosistem hutan ini umumnya hanya memiliki satu lapisan tajuk atau satu stratum
dengan tajuk-tajuk pohon yang tidak saling tumpang-tindih, sehingga masih
banyak sinar matahari yang bisa masuk hutan sampai ke lantai hutan, apalagi pada
saat sedang gugur daun. Hal ini memungkinkan tumbuh dan berkembangnya
berbagai spesies semak dan herba yang menutup lantai hutan secara rapat,
sehingga menyulitkan bagi orang untuk masuk ke dalam hutan(
Pada musim kering, mayoritas pepohonan di hutan musim menggugurkan
semua daunnya, tetapi lamanya daun gugur bergantung kepada persediaan air
dalam tanah, dan hal demikian itu dapat berbeda-beda antartempat dalam hutan
yang sama. Sebagai contoh untuk tempat-tempat yang ada di pinggir sungai yang
selalu ada cukup air, menyebabkan daun-daun pohon gugur secara bergantian,
bahkan di sini tidak setiap spesies pohon menggugurkan semua daunnya. Pada
akhir musim kering, banyak dijumpai pohon yang mulai berbunga. Transpirasi
melalui bunga sangat kecil, sehingga tidak mengganggu keseimbangan air dalam
tubuh tumbuhan. Kemudian setelah masuk musim hujan, pepohonan mampu
memproduksi daun baru, buah, dan biji, sepanjang air tanah cepat tersedia bagi
tumbuhan.
Bunga yang dihasilkan oleh pepohonan di hutan musim sering berukuran
besar dan memiliki warna yang terang, dan berbeda jika dibandingkan dengan
bunga yang dihasilkan oleh pepohonan di hutan hujan tropis (pohon yang selalu
hijau = evergreen). Bunga pohon di hutan musim umumnya kelihatan pada bagian
luar tajuk, sehingga sangat mudah dilihat oleh binatang atau serangga- serangga
penyerbuk.
Spesies pepohonan yang ada pada ekosistem hutan musim antara lain
Tectona grandis, Dalbergia latifolia, Acacia leucophloea, Schleieera oleosa,
Eucalyptus alba, Santalum album, Albizzia chinensis, dan Timonius cerysus.
Menurut ketinggian tempat dari permukaan laut, hutan musim dibedakan menjadi
dua zona atau wilayah sebagai berikut
1. Zona 1 dinamakan hutan musim bawah karena terletak pada daerah
dengan ketinggian tempat 0-1.000 m dari permukaan laut.
2. Zona 2 dinamakan hutan musim tengah dan atas karena terletak pada
daerah dengan ketinggian tempat 1.000-4.100 m dari permukaan laut.
1. Zona Hutan Musim Bawah
Spesies-spesies pohon yang merupakan ciri khas tipe ekosistem hutan
musim bawah di daerah Jawa antara lain Tectona grandis, Acacia leucophloea,
Aetinophora fragrans, Albizzia chinensis, Azadirachta indica, dan Caesalpinia
digyna. Di kepulauan Nusa Tenggara dijumpai spesies-spesies pohon yang
menjadi ciri khas hutan musim, yaitu Eucalyptus alba dan Santalum album,
sedangkan spesies pohon khas hutan musim di Maluku dan Irian antara lain
Melaleuca leucadendron, Eucalyptus spp., Corypha utan, Timonius cerycus, dan
Banksia dentata.
2. Zona Hutan Musim Tengah dan Atas
Spesies pohon yang merupakan ciri khas ekosistem hutan musim tengah
dan alas adalah sebagai berikut. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur tessrdapat
pohon Casuarina junghuhniana sebagai spesies pohon dominan dan khas untuk
tipe ekosistem hutan musim tengah dan atas. Hutan musim tengahs dan atas di
daerah Indonesia Timur mengandung spesies pohon khas untuk sekosistem
tersebut, yaitu Eucalyptus spp. Adapun spesies pohon khas untuk hutan musim
tengah dan alas di daerah Sumatra yaitu Pinus merkusii.
Karakteristik hutan musim pada taman nasioanal baluran dipengaruhi oleh
adanya factor biotik dan faktor abiotik
a. Faktor biotik
Factor biotik dicirikan oleh jenis tumbuhan dan jenis hewan yang hidup
pada ekosistem tersebut, jenis tumbuhan yang hidup pada ekosistem hutan musim
di taman nasional baluran didominasi oleh tumbuhan jenis semak seperti family
Mimosaceae dan beberapa jenis pohon dianteranya Acacia sp,
Faktor biotik lainnya adalah hewan, jenis hewan yang dapat ditemukan
pada pengamtan ekosistem hutan musim di taman nasional baluran banyak hewan
jenis hewan avertebrata seperti serangga. Hal ini menandakan hewan yang dapat
bertahan pada ekosistem hutan musim adalah hewan jenis serangga seperti jenis
semut hitam.
b. Faktor Abiotik
Faktor abiotikyangn mempengaruhi karakteristik pada ekosistem hutan
musim di taman nasional baluran antara lain kecepatan angin, PH, kelembaban
udara kelmbaban tanah, suhu udara, intensitas cahaya
Pada pengamatan ekosistem hutan musim yang telah dilakukan pada
praktikum lapang kemarin didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Plot 1X1m adalah plot yang digunakan untuk menganalisis jenis herba
yang terdapat dalam ekosistem hutan musim. Selain untuk analisis herba,
disini juga digunakan untukan untuk analisis hewan invertebrata. Dari
hasil kerja dilapanng didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Plot 1 X 1m pertama
Dalam plot 1X1m pertama didaptkan beberapa spesimen yaitu:
Spesimen 39 dengan ciri-ciri morfologi sebagai berikut:
- Batang berambut
- Ukuran daun kecil
- Bentuk daun oval
- Daun majemuk ganda dua
Spesimen 39 ini memiliki INP sebesar 30%. Dari INP yang sebesar
itu menunjukkan bahwa tumbuhan ini tidak terlalu mendominasi
dari jenis herba yang ada disana.
Spesimen 42 dengan ciri-ciri morfologi sebagai berikut:
- Daun berambut
- Bunga didominasi oleh kelopak
- Memiliki warna mahkota kuning
Spesimen 42 ini memiliki INP sebesar 65%. Sehingga dapat
dianggap bahwa spesimen ini lah yang mendominasi ekosistem
hutan musim pada plot 1X1m yang pertama dari kelompok herba.
b. Plot 1X1m kedua
Dalam plot 1X1m kedua kedua didapatkan beberapa spesimen, yaitu:
Spesimen 39 dengan ciri morfologi yang sama dengan diatas.
Adapun INP dari spesimen ini sebesar 40%. Dari hal ini
mencerminkan bahwa spesimen 39 memiliki kenaikan jumlah
dalam dominasi herba dalam plot 1X1m
Spesimen 42 dengan ciri morfologi yang sama dengan sebelumnya.
Memiliki INP 60%, dengan INP ini menunjukkan bahwa
memanglah spesimen 42 yang mendominasi ekosiste hutan musim
dari kelompok herba.
c. Plot 1X1m ketiga
Dalam plot 1X1m ketiga ini didapatkan spesimen 5 dengan ciri morfologi
sebagai berikut:
- Daun berambbut
- Daun tunggal
- Akar serabut
Pada spesimen ini didapatkan INP 100%, berarti dominasi penuh pada plot
ke 3 adalh keseluruhan spesimen 5.
Apabila ketiga spesimen ini diambil rata-rata dan dihitung dengan hukum
shanon winner didapatkan 1<H<3 maka keanekaragaman herba pada ekositem
hutan musim sedang. Karena dapat dilihat dari spesimen yang ditemukan hanya
beberapa jenis saja.
Adapun hewan invertebrata yang didapatkan dalam plot 1X1m adalah: semut,
lalat, semut hitam, lalat, tawon, dan belalang. Lalu dilakukan perhitungan untuk
mengetahui keanekaragaman invertebrata dalam plot 1X1 m. Ternyata yang
didapatkan adalah sedang, karena 1<H<3.
2. Plot 5X5 m adalah plot yang digunakan untuk analisis jenis semak yang
terdapat dalam ekosistem hutan musim. Didapat data sebagai berikut:
Plot 5X5 m didapat spesimen semak, yaitu:
Spesimen 3 dengan ciri morfologi:
- Permukaan daun kasap
- Daun tunggal
- Pertulangan daun menjari
Memiliki INP sebesar 21%, mengartikan bahwa dominasi dari jenis
ini cukup.
Spesimen 4 dengan ciri morfologi:
- Daun majemuk
- Tepi bergerigi
- Bunga muncul dinodus
- Batang berduri
- Akar tunggang
Memilliki INP sebesar 13%, berarti bahwa spesimen ini dominasi rendah
di ekosistem hutan musim.
Spesimen 7 dengan ciri morfologi:
- Tepi daun bergerigi
- Memiliki ala pada daun
- Perakaran tunggang
Memiliki INP sebesar 31%, berarti spesimen ini yang mendominasi pada
ekosistem hutan musim.
Spesimen 8 dengan ciri morfologi:
- Daun bulat lonjong
- Batang berduri
- Perakaran tunggang
Memiliki INP sebesar 27%, berarti spesimen ini cukup mendominasi pada
ekosistem hutan musim.
Spesimen 9 dengan ciri morfologi:
- Permukaan atas dan bawah daun licin
- Tepi daun bergelombang
- Daun tunggal
Memiliki INP sebesar 19%, berarti spesimen ini dominasi terhadap
ekosistem rendah.
Dari keseluruhan data diatas kemudian dihitung keragamannya, ternyata
nilai H > 2, maka keanekaragaman semak pada ekosistem hutan musim
cukup tinggi.
3. Plot 10X10 m merupakan pot yang digunakan untuk analisis pohon dan
hewan vertebrata. Adapun spesies yang diapatkan adlah sebgai berikut:
Akasia dengan ciri mofologi:
- daun tunggal
- bentuk daun jorong
- tepi daun bergelombang
memiliki INP sebesar 91.78%, berarti bahwa hutan musim untuk jenis
pohon didominasi sangat oleh akasia.
Spesimen 20 dengan ciri morfologi :
- Batang memiliki duri pada ndus
- Daun tunggal
- Daun bentuk oval, berkarang
- Permukaan daun licin
Memiliki INP sebesar 76.031, berarti spesimen ini mendominasi hutan
musim dari jenis pohon.
Spesimen 21 dengan ciri morfologi:
- Cara tumbuh merambat
- Ujung daun bertorehdalam
- Memiliki tendril
- Permukaan daun licin
Memiliki INP sebesar 29.401%, berarti dominasi dari jenis ini cukup
rendah.
Dari keseluruhan data ini kemudian dihitung keanekaragamannya.
Sehingga didapatkan hasil H<1, maka keanekaragaman pohon pada hutan
musim sangatlah rendah.
Setelah membahas tentang faktor biotik yang terdapt dalam hutan musim,
selanjutnya dibahas tentang faktor biotik dalm hutan musim. Adapun faktor-faktor
biotik yang diamati adalah sebagai berikut:
a. Kecepatan Angin
Merupakan kecepatan udara yang bergerak secara horizontal pada
ketinggian diatas tanah. Perbedaan tekanan udara antara asal dan tujuan
angin merupakan faktor yang menentukan kecepatan angin. Angin
memiliki fungsi yang besar bagi keberadaan makhluk hidup. Salah satunya
adalah untuk membangtu penyerbukan tumbuhan.
Adapun kecepatan angin yang terdapat pada hutan musim didapat sebesar
0.221m/s. Maka disini kecepatan angin sangatlah rendah, tidak salah
apabila keadaan huatn musim kering dan panas. Serta keanekaragaman
tumbuhan rendah karena minimnya proses penyerbukan.
Kecepatan angin yang ideal adalah 19-35 km/jam. Pada keadaan kecepatan
angin yang tidak kencang, serangga penyerbuk bisa lebih aktif membantu
terjadinya persarian bunga. Sedangkan pada keadaan kecepatan angin
kencang, kehadiran serangga penyerbuk menjadi berkurang sehingga akan
berpengaruh terhadap keberhasilan penangkaran benih.
b. Kelembaban Udara
Kelembaban udara adalah tingkat kebasahan udara karena dalam udara air
selalu terkandung dalam bentuk uap air. Kelembaban udara juga
berpengaruh pada keberadaan organisme karena membantu dalam proses
metabolisme tubuhnya. Pada pengamatan kelembaban udar didapatkan
hasil 70.33 mmHg disini tidak terlalu tinggi. Karena masih dalam taraf
30% kelembaban udara yang dimilki.
Adapun kelembaban udara yang baik untuk organisme adalah 6-7%.
Berarti pada hutan musim keadaannya terlalu lembab. Menyebabkan
banyak organisme yang mudah terserang penyakit dengan keadaan yang
sangat lembab.
c. pH dan Kelembaban Tanah
pH tanah adalah tingkat keasaman yang dikandung oleh tanah. pH ini
berfungsi pula untuk metabolisme organisme. Pada pengukuran pH tanah
di hutan musim didapatkan 6.333. hampir mendekati netral, maka dapt
dikatan baik keadaan tanah di hutan musim. pH yang baik untuk
pertumbuhan adalah pH netral atau mendekati alkalin.
Kelembaban tanah adalah tingkat uap keadaan uap air yang terkandung di
dalam tanah. Mempengaruhi tingkat kegemburan tanah dan penyerapan
mineral tanah. Didapatkan hasil 24.167 mmHg kelembaban tanah pada
hutan musim. Termasuk dalam tingkat sedang. Sehingga dapt dihuni oleh
organisme untuk hidup.
d. Suhu Tanah
Suhu tanah merupakan hasil dari keseluruhan radiasi yang merupakan
kombinasi emisi panjang gelombang dan aliran panas dalam tanah. Suhu
tanah juga disebut intensitas panas dalam tanah dengan satuan derajat
Celcius, derajat Fahrenheit, derajat Kelvin dan lain-lain. Dari pengukuran
didapatkan hasil 31 derajat celcius. Masih dianggap standar untuk
pertumbuhan organisme. Suhu yang baik untuk tumbuh adalah 36-37
derajat celcius atau suhu normal. Karena terlalu tinggi atau rendah suhu
akan menghambat pertumbuhan.
e. Intensitas Cahaya Matahari
Penyinaran cahaya matahari berpenngaruh pula pada keberadaan
organisme. Semakin tinggi penyinaran, maka semakin baik pula
pertumbuhan dan keberadaan organisme. Dari pengukuran di dapat 90%
cahaya matahari yang masuk plot. Maka hampir seluruh organisme
mendapat penyinaran. Sehingga baik untuk pertumbuhan organisme yang
terdapat di hutan musim. Namun, disini karena keterpaparan cahaya yang
terlalu menjadikan herba tidak dapat hidup disana.
D. Ekosistem Savana
Hutan savanna merupakan padang rumput yang mengalami musim
kemarau sangat panjang dan kering, ditumbuhi oleh pohon- pohon dengan jarak
yang berjauhan dan terdapat rerumputan yang mendominasi area tersebut. Di
Indonesia savanna terletak pada Nusa Tenggara Timur dan Irian Jaya bagian
tenggara. Savana termasuk ekosistem yang kurang stabil, Karena
keseimbangannya tergantung iklim, api, penggunaan oleh margasatwa dan lain-
lain. Savana memiliki peranan penting bagi kelestarian satwa di TN Baluran yang
terdiri dari:
a. Rusa (Cervus timorensis)
b. Kerbau liar (Bubalus bubalis)
c. Banteng Jawa (Bos javanicus)
d. Merak (Pavo muticus).
Sedangkan untuk vegetasi pada daerah savana lebih kurang ada 11 jenis
tumbuhan herba dan rumput- rumputan. Jenis yang paling mendominasi pada
wilayah Bekol- Bama adalah Dichantium caricosum, Digitaria adnascens, Eutalia
amaora, dan Fimbristylis dicotoma.
Taman Nasional Baluran memiliki beberapa savana alami yang tersebar
di berbagai tempat dengan area yang cukup luas yaitu ± 10.000 ha. Savana
tersebut diantaranya adalah Karangtekok, Balanan, Semiang, Kramat, Talpat, dan
Bekol. Berdasarkan topografi, terdapat dua jenis savanna di TN Baluran yaitu
Flat Savana (padang rumput alami datar) yang dijumpai didekat pantai dengan
ketinggian 50 m diatas permukaan laut dan Undulting Savana (padang rumput
alami bergelombang) yang tersebar didaerah gunung kelosot dan gunung kembar
(Michael,1994).
Didalam pengamatan plot didapatkan hanya jenis herba yang mendominasi
kawasan tersebut yang meliputi:
JENIS SPESIES INDEKS NILAI
PENTING
INDEKS
KEANEKARAGAMAN
Suku Poaceae 61,04% 0,37
Phylantus niruri 5,15% 0,01
Centela asiatica 5,15% 0,01
Dari indeks nilai penting yang didapatkan, diketahui kepentingan
tumbuhan dalam plot yang tertinggi adalah suku poaceae yang memiliki nilai
hingga 61,04%, sedangkan dari data tersebut didapatkan bahwa keragaman pada
savana didalam plot yang diamati relative rendah karena memiliki indeks
keragaman dibawah satu.
Dalam plot herba ditemukan jenis- jenis hewan avertebrata yang terdiri dari:
NAMA HEWAN JUMLAH INDEKS KERAGAMAN
Capung 1 0,23
Belalang 8 1,24
Tomcat 2 0,32
Kumbang 1 0,15
Semut 5 0,40
Kemudian dalam pengamatan hewan vertebrata pada plot ukuran 10x10
meter didapatkan jenis hewan yaitu burung walet sebanyak 7 ekor. Kemudian
pada pengamatan didalam plot ditemukan tinja yang diketahui merupakan tinja
dari rusa yang memiliki ciri- ciri berbutir- butir kecil dan berwarna coklat.
Dari hasil pengamatan tersebut dapat di pastikan terjadi aliran energi
antara spesies didalam plot yang dapat digambarkan sebagai berikut:
RumputRusa
Dalam pengamatan faktor abiotik diketahui bahwa dalam plot yang dibuat
mempunyai kelembaban tanah dengan rata- rata 8,27%, kemudian PH tanah
sebesar 6,82, dan kelembaban udara dalam daerah plot tersebut adalah 82,67
mmhg, sedangkan kecepatan angin dengan rata-rata 0,728 m/s. Sedangkan untuk
suhu rata- rata 1 m diatas permukaan tanah adalah 28,67°C, kemudian untuk suhu
permukaan tanah adalah 30,3°C. Dari hasil yang didapatkan tersebut diketahui
bahwa aliran energi yang terjadi pada savana yaitu siklus air terjadi sangat jarang
karena kondisinya yang relatif kering, kekurangan air, dan curah hujan sangat
rendah, namun proses evaporasi dan transpirasi pada daerah tersebut berjalan
dengan baik.
E. Ekosistem Hutan Pantai Kering
Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan
ekosistem darat. Karena hempasan gelombang dan hembusan angin membawa
pasir dari pantai membentuk gundukan kearah barat.Gundukan pasir tersebut
dinamakan hutan pantai. Hutan pantai merupakan jalur hijau daerah pantai yang
mempunyai fungsi ekologis dan sosial ekonomi.Hutan pantai dapat memecah
energi angin laut sehingga berfungsi sebagai zona penyangga.Hutan pantai juga
dimanfaatkan sebagai lahan tanaman tahunan yang diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang nyata terhadap pengurangan dampak pemanasan
global(Indriyanto, 2006).
Berdasarkan habitat vegetasinya,pantai dibedakan atas hutan yang
vegetasinya tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang sering dikenal
dengan sebutan Hutan Pantai Kering dan Hutan yang vegetasinya dipengaruhi
oleh pasang surut air laut atau lebih dikenal dengan hutan Hutan Mangrove.Hutan
pantai kering terdapat di sepanjang pantai laut berpasir dengan tanah kering,Jenis
tanahnya yakni regosol kering yang tidak pernah tergenang air. Keadaan hutan ini
telah menyesuaikan diri dengan situasi tempat tumbuh yang kering, tidak terdapat
air tawar secara terus menerus dan air hujan. Tipe ekosistem hutan pantai kering
terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir atau
berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi.Daerah ini jarang tergenang air
laut,namun sering terjadi atau terkena angin kencang dengan hembusan
garam.Pengamatan yang dilakukan pada ekosistem ini sama halnya dengan
pengamatan terhadap ekosistem lain yang diwakili oleh 1 plot berukuran 10m x
10m untuk pohon, 2 plot berukuran 5m x 5m untuk semak, serta 3 plot ukuran 1m
x 1m untuk vegetasi herba(Michael,1994).
Pada peraktikum lapang ini,hal yang diamati adalah faktor abiotik serta
faktor biotik yang meliputi struktur dan komposisi komunitas tumbuhan dan
hewan.Faktor abiotik yang diamati meliputi pH tanah,suhu udara dan suhu
tanah,kelembapan udara dan kelembapan tanah serta kecepatan angin.Pada
pengamatan faktor abiotik yang dilakukan secara berseling diketahui suhu udara
rata-rata dilingkungan ekosistem hutan pantai kering ini adalah 25,5oC.Suhu
diekosistem ini relatif konstan karena pada pengeplotan yang telah dilakukan suhu
tanah rata-rata adalah 25oC.Suhu sangat mempengaruhi komponen biotik yang
tumbuh didaerah tersebut, sehingga tumbuhan yang dapat hidup didaerah tersebut
hanya tumbuhan yang memiliki adaptasi yang sesuai. Kelembaban udara di
ekosistem ini rata-rata 73,33 %. Kondisi ini dapat dikatakan cukup lembab.Pada
dasarnya kelembaban berhubungan erat dengan suhu udara dan curah hujan.
Dengan suhu udara yang rendah mengakibatkan kelembaban tinggi akibat adanya
uap air hasil evapotranspirasi dari penyusun ekosistem.Sedangkan untuk rata-rata
kelembapan tanah adalah 8,33 %. Hal ini menunjukkan bahwa tanah pada
ekosistem hutan pantai kering relatif kering.Nilai kelembaban udara dan tanah
disuatu tempat akan membentuk karakter yang khas bagi formasi-formasi
vegetasi.Hal ini mengakibatkan adanya hewan-hewan yang khas pada lingkungan
vegetasi tertentu karena tumbuh-tumbuhan merupakan produsen yang
menyediakan makanan bagi hewan (Ewusie,1980).
Pada pengamatan selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap pH tanah dan
diperoleh rata-rata pH tanah adalah 6,8. Kondisi keasaman pada ekosistem ini
dapat dikatakan netral. Keasaman tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan suatu
tanaman, hal itu dikarenakan apabila pH tanah kurang dari 4,5 (terlalu asam) akan
menyebabkan rusaknya akar tanaman begitu juga sebaliknya apabila pH tanah
terlalu basa juga dapat menyebabkan kerusakan pada akar tanaman. pH asam
dalam tanah merupakan pengaruh dari proses oksidasi ammonium menjadi nitrit
oleh mikroba tanah yaitu Nitrosomonas.Pada pengamatan faktor abiotik yang
terakhir dilakukan pengamatan terhadap kecepatan angin dan dari data yang
diperoleh diketahui bahwa kecepatan angin rata-rata pada ekosistem ini
sebesar……kearah barat daya.Kecepatan angin ini akan berdampak pada aktivitas
hewan misalnya terbangnya serangga dan rata-rata evapotranspirasi air dari
habitat(Ryan,2008).
Setalah dilakukan proses pengamatan terhadap faktor abiotik selesai
kemudian dilanjutkan dengan proses pengaman terhadap keragaman dan
komposisi vegetasi dan hewan. metode yang digunakan adalah metode plot
dengan bentuk persegi. Digunakannya bentuk persegi bukan termasuk patokan
dalam pengambilan plot. Hanya saja teknik ini memudahkan dalam pengambilan
sample ketika di lapangan. Adapun pengambilan data vegetasi yang di amati
meliputi nama dan jenis tumbuhan, jumlah individu setiap jenis, diameter batang
yang diukur pada ketinggian kira – kira setinggi dada atau sekitar 1,3 meter,
persen penutupan setiap jenis yang terdapat di dalam. Selanjutnya dilakukan
perhitungan dan analisis data yang meliputi komposisi, kekayaan jenis, dominasi
setiap jenis, densitas atau kerapatan masing – masing jenis, frekuensi dan juga
keanekaragaman jenis(Michael,1994).
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa untuk
habitus pohon Tamarindus indica atau pohon asam adalah tumbuhan yang paling
mendominasi vegetasi dengan Basal Area (BA) sebesar 2,06%.sedangkan untuk
habitus semak yang paling mendominasi adalah specimen 1 dengan Indeks Nilai
Penting (INP) sebesar 70,09%.dan untuk habitus herba yang paling mendominasi
adalah specimen 1 dengan Indeks Nilai Penting (INP) sebesar 77,5%.sedangkan
untuk data hewan ditemukan hewan jenis hewan invertebrate seperti semut
sebanyak 10 ekor dan kupu-kupu sebanyak 1 ekor.sedangkan untuk hewan
vertebrata tidak ditemukan seekor hewanpun dalam plot.
BAB IV PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hasil studi lapang yang telah dilakukan pada kawasan Taman
Nasional Baluran Kabupaten Situbondo, terdapat 5 macam ekosistem
antara lain ekosistem hutan pantai kering, hutan musim, mangrove,
evergreen, dan savana. Akan tetapi yang menjadi fokus kelompok kami
adalah ekosistem hutan evergreen. Hutan evergreen memiliki kanopi yang
sangat lebat sehingga sedikit cahaya matahari yang masuk. Ph tanah bersifat
asam dengan kelembapan tanah juga relatif basah. Sedangkan suhu udara
yang relatif basah dengan kelembaban udara yang lembab.
Spesies yang mendominasi pada ekosistem hutan pantai kering
yaitu, untuk habitus pohon, Spesimen 12 yang mendominasi dengan Indeks
Nilai Penting (INP) sebesar (39,71 %), sedangkan untuk spesies
kodominannya adalah spesimen 5 dengan besar INP (6,38 %). Pada plot
semak, Spesimen 7 paling mendominasi dengan INP sebesar (31,07 %) .
Dan sebagai spesies kodominannya adalah Spesimen 16, 20, dan 28 dengan
INP sebesar (1,78 %). Sedangkan pada plot herba, spesies yang paling
mendominasi adalah spesimen 15 dengan prosentase INP (5 %) Dan untuk
spesies kodominannya adalah spesimen 3 dengan prosentase INP adalah
(1,389 %).
Stratifikasi tumbuhan dapat dikatakan lengkap. Terdiri dari
beberapa tingkatan, yakni lapisan paling atas terdiri dari pohon. Lapisan
tengah didominasi oleh beberapa jenis pohon pendek dan semak, seperti dan
Dan lapisan bawah adalah kelompok herba. Hewan invertebarata yang
berhasil ditemukan adalah hewan berkaki banyak yang mendominasi
ekosistem ini. Untuk hewan vertebarta tidak ditemukan hewan apapun.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 1994, Hutan Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan
Obor Indonesia Jakarta.
Ewusie JY. 1980. Pengantar Ekologi Tropika. Tanuwidjaya Usman, penerjemah.
Bandung : ITB Press. Terjemahan dari : Elements of Tropical
Ecology.
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kusmana & Istomo, 1995. Ekologi Hutan : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Michael, P..1994. Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan
Laboratorium. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Richard & Steven, 1988. Forest Ecosystem : Academic Press. San Diego.
California.
Ryan. 2008. Macam-macam bioma di Dunia. Diakses tanggal 24 Mei 2012.
http://riyn.multiply.com/journal/item/15?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal
%2Fitem
Soerianegara I dan A. Indrawan. 2005. Ekosistem Hutan Indonesia. Bogor :
Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Tjitrosoepomo, G. 2002. Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press
Whitmore TC. 1998. An Introduction to Tropical Rain Forests. Oxford Universty
Press. New York.
EVERGREEN
A. Faktor Biotik Data Vegetasi
kelompok PlotNama
spesimenDiameter
pohon(cm)∑ % penutupan
Ciri- cirri specimen yang tidak diketahuinama Jenis
1
Herba (1 x 1) pertama
Spesimen 1 - 1 1%
- Akar serabut- Daun oval- Permukaan daun
berambut- Batang berambut
Herba(1 x 1) kedua
- - - - -
Herba(1 x 1) ketiga
Spesimen 2 - 1 0,5%- Akar serabut- Daun lonjong- Daun licin
Spesimen 3 - 1 0,5 %
- Akar serabut- Daun tepi
bergelombang- Bentuk lanset
Semak (5 x 5) pertama
Spesimen 14 - 35 35/500
- Daun lonjong- Permukaan bawah
kasap- Permukaan batang
kasar- Ujung daun runcing
Spesimen 15 - 48 48/500
- Daun lonjong- Ada duri pada nodus- Tepi daun
bergelombang- Batang berkayu- Permukaan halus
Spesimen 16 - 1 1/500
- Tiap nodus 2 daun- Bentuk oval- Tepi rata- Daun halus
Spesimen 17 - 24 24/500- Nodus- Daun tunggal- Bentuk lonjong
Spesimen 18 - 3 3/500- Daun tunggal- Berstipula- Daun berambut
Spesimen 19 - 2 2/500 - Daun lonjong- Terdapat stipula- Permukaan atas dan
bawah berambut- Batang berkayu
Semak (5 x 5) kedua
Spesimen 14 - 35 35/500
- Daun lonjong- Permukaan bawah
kasap- Permukaan batang
kasar- Ujung daun runcing
Spesimen 15 - 48 48/500
- Daun lonjong- Ada duri pada nodus- Tepi daun
bergelombang- Batang berkayu- Permukaan halus
Spesimen 16 - 1 1/500
- Tiap nodus 2 daun- Bentuk oval- Tepi rata- Daun halus
Spesimen 17 - 24 24/500- Nodus- Daun tunggal- Bentuk lonjong
spesimen 18 - 3 3/500- Daun tunggal- Berstipula- Daun berambut
Spesimen 19 - 2 2/500
- Daun lonjong- Terdapat stipula- Permukaan atas dan
bawah berambut- Batang berkayu
Pohon(10x10)
Specimen 1
151
6 -
- Daun tunggal- Daun bentuk oval- Daun kaku- Permukaan daun
kasap- Batang kasar
35
16
7
7
4
Specimen 2 80 1 - - Kayu berbau khas- Batang mengelupas- Daun licin
Specimen 3 8 1 -
- Batang mengelupas- Daun tunggal- Tepi daun
bergelombang- Permukaan daun licin
Specimen 4 7 1 -
- Batang berwarna coklat
- Tepi daun bergerigi- Percabangan pada
pangkal- Daun tunggal
Specimen 5 8 1 -
- Batang mengelupas- Daun tunggal- Tepi daun
bergelombang
Lamtoro 6 1 -- Bunga bongkol- Daun majemuk
Kersen 4 1 -- Daun berambut- Daun bentuk lonjong- Buah berair
2 Herba (1 × 1)pertama
Specimen 15 - 7 7%- Daun bentuk oval- Arah tumbuh menjalar
Herba (1 x 1)kedua
- - - - -
Herba (1 × 1)ketiga
Specimen 16 - 1 1%- Akar tunggang- Batang herbaceous- Daun berkarang
Specimen 17 - 1 1%
- Akar tunggang- Terdapat pelepah- Daun tidak lengkap- Buah bulir- Termasuk anggota
poaceaeSemak (5 x 5)
pertamaSpecimen 20 - 1 1%
- Batang berduri pada nodus
- Daun tunggal,bentuk oval,berkarang,permukaan daun licin
Specimen 21 - 7 7% - Arah tumbuh merambat
- Ujung daun bertoreh dalam
- Memiliki tendril- Permukaan daun licin
Semak (5 x 5)kedua
Specimen 22 - 1 1%
- Daun tunggal,bentuk oval
- Batang segiempat- Terdapat duri pada
nodus- Tepi daun rata
Specimen 23 - 3 5%
- Daun oval permukaan kasap
- Batang berambut- Akar tunggang
Specimen 24 - 1 2%
- Daun oval- Terdapat duri pada
nodus- Daun berhadapan- Akar tunggang
Pohon (10x10)
Specimen 13 5,1 1 -
- Daun oval bergerigi- Duduk daun
berhadapan, permukaan licin
- Batang memiliki bercak hijau,daun berwarna putih
Specimen 14 3,82 2 -
- Daun beringgit, permukaan licin, duduk daun opposite
- Tepi daun berduri- Batang memiliki
bercak putih
Specimen 15 6,52 1 -
- Daun tunggal,oval, permukaan kasap,duduk daun berseling
- Permukaan daun berambut kecil
- Batang memiliki lentisel
3
Herba (1x1)pertama
Specimen 17 - 1 1%
- Akar serabut- Batang herbaceous- Batang berwarna hijau
keputihan- Daun bentuk jantung- Pertulangan daun
menjari- Permukaan daun licin
Herba (1x1)kedua
- - - - -
Herba (1x1)ketiga
- - - - -
Semak (5x5)Pertama
Specimen 25 - 23 30%
- Arah tumbuh menjalar- Batang bulat berbintil
pada batang tua- Akar serabut- Daun bentuk oval- Permukaan daun licin
Specimen 21 - 35 40%
- Arah tumbuh menjalar- Bentuk batang bulat- Terdapat tendril
disetiap nodusnya- Daun bentuk kupu-
kupu- Permukaan daun licin
Specimen 26 - 16 15%
- Arah tumbuh menjalar- Batang berduri- Daun bentuk oval- Permukaan daun licin
Semak (5x5)kedua
Specimen 27 - 2 8%
- Arah tumbuh tegak- Duduk daun
berhadapan- Permukaan daun licin- Daun bentuk oval- Batang berkayu- Akar tunggang
Specimen 2 - 1 5,5%- Akar tunggang - Daun berkayu- Arah tumbuh tegak
Specimen 26 - 2 6%
- Arah tumbuh menjalar- Batang berduri- Daun bentuk oval- Permukaan daun licin
Specimen 28 - 1 1%- Daun lebar bentuk oval- Tepi daun beringgit- Permukaan daun kasap
Specimen 29 - 2 3%- Daun bentuk oval- Daun memiliki bercak
putih
Pohon (10x10)
Lamtoro15
2-
- Batang berduri jarang- Daun majemuk
menyirip genap- Batang tua terkelupas28 -
Liana sp. 13,5 1 -- Batang membelit- Batang muda berduri
Palmae - 1 1%
- Daun bentuk bulat bertoreh dalam
- Pertulangan daun menjari
Specimen 10
54
6
-
- Batang terkelupas- Batang muda berduri- Percabangan banyak- Bentuk daun oval- Permukaan daun kasap
56 -
44 -
30 -
40 -
34 -
4
Semak (5x5)pertama
Specimen 7 - 12 240/500- Tepi daun bergerigi- Memiliki ala- Akar tunggang
Specimen 10 - 33 93/500
- Bunga bulir- Daun bentuk oval- Akar tunggang- Permukaan daun kasap
Specimen 12 - 15 85/500
- Batang berambut- Tepi daun
bergelombang- Daun bentuk oval- Ujung daun meruncing- Bunga terompet
Semak (5x5)Kedua
Specimen 10 - 48 70/500
- Bunga bulir- Daun bentuk oval- Akar tunggang- Permukaan daun kasap
Specimen 11 - 2 64/500- Tepi daun bergerigi- Memiliki ala- Akar tunggang
Specimen 12 - 7 27/500
- Batang berambut- Tepi daun
bergelombang- Daun bentuk oval- Ujung daun meruncing- Bunga terompet
Pohon (10x10)
Specimen 11Cabang 1
91
2
-
- Daun bentuk jantung besar
- Permukaan daun berambut
81 -
30 -
35 -
22 -
11 -
Spesimen 11Cabang 2
36 -
31 -
30 -
53 -
34 -
16 -
Specimen 12 -
15
-
- Daun oval bergerigi- Duduk daun
berhadapan- Permukaan daun licin
Serut5
21- - Daun tunggal
- Daun bentuk oval- Permukaan daun kasap- Batang kasar4 -
Bauhinia sp. - 1 -
- Permukaan daun atas bawah licin
- Daun bentuk kupu-kupu
- Akar tunggang
Specimen 1511
3 -- Daun tunggal,
oval,permukaan kasap, duduk daun berseling5
- Permukaan daun berambut kecil
- Batang memiliki lentisel
30
Spesimen 16 - 1 -
- Daun beringgit- Duduk daun
berhadapan- Permukaan daun licin
Specimen 17 4 1 -- Duduk daun opposite- Tepi daun
bergelombang
Specimen 18 4 9 -- Daun berhadapan - Akar tunggang- Daun bentuk oval
Specimen 19
9
1 -
- Daun kasap- Duduk daun berseling- Arah tumbuh erektus- Akar tunggang
7
6
Salak 0 2 -
- Batang berduri- Daun tunggal- Pertulangan daun
sejajar- Bentuk daun lanset
5 herba (1x1)pertama,kedua dan ketiga
- - - - -
Semak (5x5)pertama
Specimen 37 - 1 0,4%
- Daun bentuk oval- Permukaan daun licin- Batang berwarna
coklat
Specimen 21 - 1 2%
- Daun bertoreh dalam- Arah tumbuh menjalar- Permukaan atas dan
bawah daun licin- Batang licin
Specimen 38 - 1 0,4% - Batang berambut - Daun kasap- Bentuk daun oval- Ujung daun meruncing- Tumbuhan muda
berwarna hijau- Terdapat stipula
diketiak daun
Specimen 36 - 1 0,4
- Daun bentuk lanset- Terdapat duri dinodus- Permukaan daun licin- Batang licin
Semak (5x5)kedua
Specimen 21 - 2 4%
- Daun bertoreh dalam- Arah tumbuh menjalar- Permukaan atas dan
bawah daun licin- Batang licin
Pohon (10x10)
Specimen 1118
2 -
- Daun bentuk jantung besar
- Permukaan daun berambut22
Specimen 19
60
4 -
- Batang bulat berwarna coklat
- Daun bentuk oval- Permukaan daun kasap
24
82
51
Bauhinia sp
5
3 -
- Permukaan daun atas bawah licin
- Daun bentuk kupu-kupu
- Akar tunggang
1
3,5
Data Hewan
kelompok Nama Hewan∑ Hewan (ekor)
Invertebrata (1x1) m2 Vertebrata (10x10) m2
1
Cangkang bekicot 1
-Semut hutan 59
Hewan berkaki banyak 186
Hewan seperti kumbang 1
Rayap 29
Nyamuk 17
Ulat 1
Lebah 21
2 - - -
3
Bekicot 4
-
Serangga 5
Laba-laba abu-abu 1
Nyamuk 6
Lalat kecil 1
Kelabang 1
Semut hitam 2
Laba-laba putih 2
4
Rayap 67
-
Kupu-kupu 1
Nyamuk 2
Ulat 3
Semut 8
Laba-laba 1
5 - - -
B. Faktor Abiotik
kelompok
Kelembaban udara(%)
pHKelembaban
tanah (%)Suhu Kecepatan angin
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1m 0cm 10cm 1 2 3
1 92 91 92 4,5 5 5,8 6,8 5 5,4 21,7 - 28 7,04 37,6 9,9
2 85 92 92 6,2 6,5 5,5 2,5 2 4,6 27,3 27 26 0,33 14,5 15
3 92 92 92 5,8 5,7 5 2,5 3,5 5,5 28 27,5 27,8 0,05 0,1 0,02
4 92 92 92 6,6 6,4 6.2 20 23 30 25,5 25,3 - 0,06 0,15 0,01
5 92 92 92 5,6 5,7 5,7 43 42 44 27 26 25 0,17 0,21 0,23
Rata-rata90,6
91,8
92 5,7 5,8 5,6 15 15,1 18 26 26,4 26,6 1,53 10,5 5
91,4 5,7 16 26,3 5,6
Ket : suhu 0 cm : dipermukaan tanah