Laporan Perkembangan Program Kerja Kemenperin 2004-2012

download Laporan Perkembangan Program Kerja Kemenperin 2004-2012

of 94

description

Laporan Perkembangan Program Kerja Kemenperin 2004-2012

Transcript of Laporan Perkembangan Program Kerja Kemenperin 2004-2012

  • LAPORAN PERKEMBANGAN KEMAJUAN PROGRAM KERJA

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2004-2012

    KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN2013

  • DAFTAR ISI

    I. PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

    II.KEBIJAKAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2005-2014 .............................. 5

    A. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJPN 2005-2025 .......................................... 5

    B. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2005-2009 ......................................... 6

    C. KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL (KIN) ................................................................. 9

    D. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2010-2014 ....................................... 10

    E. AKSELERASI INDUSTRIALISASI 2012-2014 ........................................................... 12

    III. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2004-2012 ........... 13

    A. KINERJA MAKRO INDUSTRI TAHUN 2004-2012 .................................................... 13

    B. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2004-2012 .............. 20

    1. Program Revitalisasi dan Pengembangan Basis Industri Manufaktur ................... 202. Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro .......................................... 353. Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi ................... 444. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah ....................................... 53

    C. KINERJA PROGRAM PENDUKUNG PELAKSANAAN PROGRAM PRIORITAS TAHUN 2004-2012 .................................................................................................... 59

    1. Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri ....................................... 592. Program Pengembangan Perwilayahan Industri .................................................. 683. Program Kerjasama Industri Internasional ............................................................ 724. Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya ............ 785. Peningkatan akuntabilitas Keuangan dan Reformasi Birokrasi .............................. 88

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 1

    I. PENDAHULUAN

    Secara umum perkembangan ekonomi Indonesia periode 1999-2005 atau pasca krisis ekonomi Asia telah mulai membaik karena adanya pengaruh positif dari berbagai faktor,antara lain: perkembangan ekonomi dunia yang cukup baik, perkembangan sosial politik dalam negeri yang kondusif serta situasi moneter yang stabil. Hal ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang diterapkan Pemerintah pada saat itu, seperti kebijakan moneter yang ketat yang ditujukan untuk menyerap likuiditas agar tidak menahan tekanan terhadap inflasi dan nilai tukar rupiah, penyelesaian masalah perburuhan, dan lain sebagainya.

    Jika dilihat dari kebijakan makro ekonomi Pemerintah baik dari sudut kebijakan fiskal maupun moneter, dapat terlihat bahwa sektor industri memegang peranan strategis dalam upaya mencapai sasaran pembangunan ekonomi. Pembangunan sektor industri menjadi sangat penting karena kontribusinya terhadap pembentukan PDB sangat besar. Pada tahun 2004-2012, industri pengolahan (migas dan non-migas) memberikan kontribusi yang signifikan terhadap PDB, dimana pada tahun 2004 mencapai 28,07% dan pada tahun 2012 sebesar 23,98%. Meskipun mengalami penurunan, peranan sektor industri pengolahan terhadap PDB tetap yang paling besar, diikuti sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan sebesar 14,44%, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 13,90%, pertambangan dan penggalian sebesar 11,78%, sektor jasa-jasa sebesar 10,78%, serta sektor konstruksi/bangunan sebesar 10,45%.

    Sektor industri mampu berperan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (prime mover) karena kemampuannya dalam peningkatan nilai tambah yang tinggi. Industri juga dapat membuka peluang untuk menciptakan dan memperluas lapangan pekerjaan, yang berarti meningkatkan kesejahteraan serta mengurangi kemiskinan. Dengan jumlah tenaga kerja pada tahun 2012 sekitar 14 juta orang (termasuk industri mikro, kecil dan menengah), tenaga kerja sektor industri turut memberikan kontribusi sebesar 12-13% terhadap total tenaga kerja nasional.

    Peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional juga tercermin dari dampak kegiatan ekonomi sektor riil bidang industri dalam komponen konsumsi maupun investasi. Pada tahun 2012, nilai investasi PMDN dan PMA di sektor industri masing-masing memberikan kontribusi sebesar 54,12% terhadap total investasi PMDN dan 47,91% terhadap total investasi PMA di Indonesia. Investasi di sektor industri tersebut akan berperan sebagai pemicu kegiatan ekonomi lain yang berdampak ekspansif atau meluas ke berbagai sektor jasa keteknikan, penyediaan bahan baku, transportasi, distribusi atau perdagangan, pariwisata dan sebagainya.

    Mengingat peran sektor industri yang sangat besar terhadap perekonomian nasional, maka pembangunan sektor industri, khususnya industri pengolahan non-migas menjadi agenda yang penting. Kebijakan pembangunan industri nasional sejak tahun 1967 hingga saat ini telah mengalami berbagai perkembangan khususnya dalam menghadapi tantangan perekonomian nasional maupun internasional yang menyertainya. Pada periode rehabilitasi dan stabilitasi (tahun 19671972), serta periode terjadinya booming minyak (tahun 19731981), kebijakan yang diterapkan adalah mendorong tumbuhnya industri substitusi impor, seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT), kertas, semen, makanan dan minuman.

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 2

    Dengan membaiknya harga minyak (oil boom), Pemerintah melakukan investasi pada berbagai BUMN dan mengupayakan agar industri mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Hal itu tentunya dengan harapan selain dapat menghasilkan produk-produk konsumsi untuk mensubstitusi barang impor, juga dapat menimbulkan dampak pembangunan kepada kegiatan-kegiatan ekonomi lainnya yang terkait (trickle-down effect). Peran Pemerintah yang tinggi tidak terlepas masih terbatasnya kemampuan swasta nasional.

    Dengan melemahnya harga minyak pada era tahun 19821996, kebijakan dari tujuan yang semula hanya untuk pengembangan industri substitusi impor, dikembangkan dengan menambah misi baru dari Pemerintah, yakni pengembangan industri berorientasi ekspor yang harus didukung oleh usaha pendalaman dan pemantapan struktur industri. Kebijakan ini mulai diterapkan pada industri kimia, logam, kendaraan bermotor, industri mesin listrik/peralatan listrik dan industri alat/mesin pertanian.

    Adapun langkah-langkah kebijakan yang diterapkan sejak tahun 1997 sampai tahun 2004 adalah melaksanakan program Revitalisasi, Konsolidasi dan Restrukturisasi industri. Kebijakan ini ditempuh dengan tujuan untuk mengembalikan kinerja industri yang terpuruk akibat goncangan krisis ekonomi yang berlanjut dengan krisis multidimensi. Industri-industri yang direvitalisasi adalah industri yang mempekerjakan banyak tenaga kerja serta yang memiliki kemampuan ekspor.

    Setelah itu, kebijakan pembangunan industri tidak lepas dari desain besar pembangunan ekonomi nasional jangka panjang dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. Lima tahun pertama periode ini merupakan periode pemulihan dan pembangunan kembali sektor industri nasional untuk mencapai visi pembangunan industri nasional jangka panjang.

    Visi Pembangunan Industri Indonesia pada tahun 2025 sebagaimana tercantum di dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Perindustrian 2010-2014 adalah menjadikan Indonesia sebagai Negara Industri Tangguh di dunia. Untuk mencapai visi tersebut, ditetapkan visi antara untuk tahun 2020 yaitu Indonesia menjadi negara industri maju baru, dan visi tahun 2014 yaitu memantapkan daya saing bagi industri manufaktur yang berkelanjutan (sustainable) serta terbangunnya pilar industri andalan masa depan.

    Sesuai dengan Visi tahun 2014 di atas, maka misi lima tahun sampai dengan 2014 adalahsebagai berikut: (1) Mendorong peningkatan nilai tambah industri, (2) Mendorong peningkatan perluasan pasar domestik dan internasional, (3) Mendorong peningkatan industri jasa pendukung, (4) Memfasilitasi penguasaan teknologi industri, (5) Memfasilitasi penguatan struktur industri, (6) Mendorong penyebaran pembangunan industri ke luar pulau Jawa, dan (7) Mendorong peningkatan peran IKM terhadap PDB.

    Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, Pemerintah telah menyusun serangkaian kebijakan dan strategi pembangunan industri melalui Perpres Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN). Dalam rangka pembangunan industri nasional tersebut, strategi yang dilakukan adalah melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan Top-Downmelalui pengembangan 35 klaster industri prioritas, serta pendekatan Bottom-Up melalui penetapan Industri Unggulan Provinsi (IUP) dan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID).

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 3

    Implementasi kebijakan pembangunan industri nasional tersebut mesti dilaksanakan dalam kerangka besar pembangunan nasional, sebagaimana dituangkan dalam RPJMN 2010-2014, dimana pembangunan industri diarahkan untuk mencapai:1. Pertumbuhan Industri, melalui pengembangan dan penguatan 35 klaster industri

    prioritas (pro growth);2. Pemerataan Industri, melalui pengembangan dan penguatan industri kecil dan

    menengah (pro growth dan pro job);3. Persebaran Industri, melalui pengembangan industri unggulan di 33 provinsi dan

    Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota (pro job dan pro poor); serta4. Menjaga Keseimbangan Lingkungan, melalui pengembangan industri hijau (pro

    environment).

    Sejak periode pemerintahan Kabinet Indonesia Bersatu I tahun 2004 hingga saat ini, Pemerintah telah menjalankan RPJMN tahun 2005-2009 dan sedang menjalankan RPJMN 2010-2014. Pada kurun waktu tersebut, pembangunan di sektor industri telah dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian melalui berbagai program dan kegiatan, baik program pengembangan industri prioritas maupun program pendukung pelaksanaan program prioritas, dengan hasil-hasil utama yang dicapai pada tahun 2004-2012 antara lain sebagai berikut.

    Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur menghasilkan: (1) Revitalisasi Industri Pupuk melalui penyediaan suplai gas sebagai bahan baku industri pupuk dan pembangunan pabrik pupuk baru; (2) Peningkatan investasi dan pembangunan pabrik petrokimia butadiena, kosmetika, acrylic acid, asam nitrat, super absorbent polyer, dan pembangunan Center of Excellence Industri Petrokimia di Cilegon, Banten; (3) Terdapat investasi baru industri baja nasional, antara lain di Batu Licin, Cilegon, dan Kulonprogo; serta (4) Restrukturisasi Industri TPT dan Alas Kaki sejak tahun 2007-2012 dengan total nilai bantuan sebesar Rp 976 milyar dan menghasilkan investasi sebesar Rp 9,96 triliun.

    Pada Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro, hasil-hasil utamanya antara lain: (1) Revitalisasi Industri Gula yang menghasilkan peningkatan jumlah pabrik gula dan jumlah produksi gula kristal rafinasi (GKR) dari 722 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 2,74 ton pada tahun 2012; (2) Meningkatnya utilisasi Industri Minyak Goreng/Refinery dalam negeri, pada tahun 2010 hanya sekitar 45% meningkat menjadi 70% pada awal tahun 2012 dan Investasi di bidang industri hilir kelapa sawit dengan total komitmen investasi hingga tahun 2014 mencapai Rp. 20 Triliun; (3) Meningkatnya jumlah industri pengolahan kakao menjadi 16 perusahan di tahun 2012 dengan kapasitas produksi mencapai 660.000 ton/tahun, utilisasi mencapai 60,6% dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 4.300 tenaga kerja; (4) Investasi industri karet berupa pembangunan pabrik ban Hankook kapasitas 5,3 juta ban KBM roda 4 per tahun dan 840 ribu ban truk/radial pertahun dengan nilai investasi USD 1,1 miliar di Jawa Barat; serta (5) Meningkatnya ekspor produk furniture rotan pada tahun 2012 mencapai USD 151 juta dibandingkan tahun 2011 yang mencapai USD 128 juta.

    Sementara itu, Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi menghasilkan: (1) Peningkatan investasi dan produksi kendaraan otomotif, menghasilkan peningkatan jumlah penjualan KBM R-2 dari 5,1 juta unit di tahun 2005 menjadi 7,1 juta unit di tahun 2012 dan KBM R-4 dari 533 ribu unit di tahun 2005 menjadi

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 4

    1,1 juta unit di tahun 2012; dan (2) Peningkatan kemampuan produksi galangan kapal baru sampai 50 ribu DWT dengan kapasitas produksi 900 ribu DWT pertahun, serta kemampuan perbaikan/reparasi sampai 150 ribu DWT dengan kapasitas reparasi 12 juta DWT pertahun.

    Khusus mengenai Penumbuhan dan Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM), telah dilakukan pembinaan klaster industri di 63 lokasi, pembinaan OVOP pada 127 sentra di 114 lokasi, pelatihan wirausaha baru kepada 5.300 orang dan 18 kelompok usaha, sertabantuan permesinan IKM kepada 222 IKM dengan nilai bantuan Rp 30,61 milyar.

    Selain itu, hasil-hasil utama untuk program pendukung pelaksanaan program prioritas tahun 2004-2012 antara lain: (1) Telah disusun 645 RSNI dimana 540 di antaranya ditetapkan sebagai SNI dan 210 di antaranya telah menjadi SNI Wajib, serta terfasilitasinya 20 judul litbang untuk mendapatkan HKI (paten); (2) Telah direalisasikannya fasilitas insentif bagi industri berupa tax holiday bagi 2 perusahaan, tax allowance bagi 83 perusahaan, dan BMDTP bagi 273 perusahaan.

    Dalam rangka kerjasama industri internasional, telah difasilitasi bantuan teknik dan bantuan proyek luar negeri sebanyak 21 proyek dari 10 negara, serta fasilitasi perundingan bilateral, regional dan multilateral termasuk pengambilalihan PT Inalum.

    Selain itu, untuk pengembangan SDM industri dan aparatur, telah dilatih dan diluluskannya 6.975 SDM industri, 21.101 lulusan pendidikan industri, 1.238 TPL industri, 236 guru dan dosen, serta 6.055 SDM Aparatur Kementerian Perindustrian.

    Kementerian Perindustrian juga telah membentuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) sejak tahun 2011. Dalam hal akuntabilitas pengelolaan keuangan, Kementrian Perindustrian telah mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas laporan keuangan oleh BPK sejak tahun 2009 hingga 2012, sertatelah melaksanakan Reformasi Birokrasi sejak tahun 2005 hingga mendapatkan tunjangan kinerja (remunerasi) mulai tahun 2012.

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 5

    II. KEBIJAKAN UMUM INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2005-2014

    A. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJPN 2005-2025

    Arah kebijakan industri tahun 2005-2025 berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 adalah sebagai berikut:

    1. Struktur perekonomian diperkuat dengan mendudukkan sektor industri sebagai motor penggerak yang didukung oleh kegiatan pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan yang menghasilkan produk-produk secara efisien, modern, dan berkelanjutan serta jasa-jasa pelayanan yang efektif, yang menerapkan praktik terbaik dan ketatakelolaan yang baik agar terwujud ketahanan ekonomi yang tangguh.

    2. Efisiensi, modernisasi, dan nilai tambah sektor primer terutama sektor pertanian dalam arti luas, kelautan, dan pertambangan ditingkatkan agar mampu bersaing di pasar lokal dan internasional serta untuk memperkuat basis produksi secara nasional.

    3. Pembangunan industri diarahkan untuk mewujudkan industri yang berdaya saing, baik di pasar lokal maupun internasional, dan terkait dengan pengembangan industri kecil dan menengah, dengan struktur industri yang sehat dan berkeadilan serta mendorong perkembangan ekonomi di luar Pulau Jawa.

    4. Struktur industri dalam hal penguasaan usaha akan disehatkan dengan meniadakan praktik-praktik monopoli dan berbagai distorsi pasar melalui penegakan persaingan usaha yang sehat dan prinsip-prinsip pengelolaan usaha yang baik dan benar.

    5. Struktur industri dalam hal skala usaha akan diperkuat dengan menjadikan industri kecil dan menengah sebagai basis industri nasional yang sehat, sehingga mampu tumbuh dan terintegrasi dalam mata rantai pertambahan nilai dengan industri hilir dan industri berskala besar.

    6. Dalam rangka memperkuat daya saing perekonomian secara global, sektor industri perlu dibangun guna menciptakan lingkungan usaha mikro (lokal) yang dapat merangsang tumbuhnya rumpun industri yang sehat dan kuat melalui:a. pengembangan rantai pertambahan nilai melalui diversifikasi produk

    (pengembangan ke hilir), pendalaman struktur ke hulunya, atau pengembangan secara menyeluruh (hulu-hilir);

    b. penguatan hubungan antarindustri yang terkait secara horizontal termasuk industri pendukung dan industri komplemen, termasuk dengan jaringan perusahaan multinasional terkait, serta penguatan hubungan dengan kegiatan sektor primer dan jasa yang mendukungnya; dan

    c. penyediaan berbagai infrastruktur bagi peningkatan kapasitas kolektif yang, antara lain, meliputi sarana dan prasarana fisik (transportasi, komunikasi, energi, serta sarana dan prasarana teknologi; prasarana pengukuran, standardisasi, pengujian, dan pengendalian kualitas; serta sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan tenaga kerja industri).

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 6

    B. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2005-2009

    Sasaran dan Kebijakan Pembangunan Industri pada RPJMN 2005-2009 sebagaimana tercantum dalam Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2005-2009 Bab 18 Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur adalah sebagai berikut.

    1. Sasaran Pembangunan Industri 2005-2009

    a. Sektor industri manufaktur (non-migas) ditargetkan tumbuh rata-rata 8,56% per tahun, dengan tingkat utilisasi meningkat dari 60% pada tahun 2003, menjadi 80% dalam dua sampai tiga tahun pertama, terutama untuk industri yang dinilai memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif.

    b. Target penyerapan tenaga kerja dalam 5 tahun adalah sekitar 500 ribu orang per tahun (termasuk industri pengolahan migas), dengan perkiraan kebutuhan investasi mencapai 40-50 triliun rupiah per tahun.

    c. Terciptanya iklim usaha yang lebih kondusif baik bagi industri yang sudah ada maupun investasi baru dalam bentuk tersedianya layanan umum yang baik dan bersih dari KKN, sumber-sumber pendanaan yang terjangkau, dan kebijakan fiskal yang menunjang.

    d. Meningkatnya pangsa sektor industri manufaktur di pasar domestik, baik untukbahan baku maupun produk akhir.

    e. Meningkatnya volume ekspor produk manufaktur dalam total ekspor nasional. f. Meningkatnya proses alih teknologi dari Foreign Direct Investment (FDI) yang

    dicerminkan dari meningkatnya pemasokan bahan antara dari produk lokal.g. Meningkatnya penerapan standardisasi produk industri manufaktur sebagai faktor

    penguat daya saing produk nasional. h. Meningkatnya penyebaran sektor industri manufaktur ke luar Pulau Jawa,

    terutama industri pengolahan hasil sumber daya alam.

    2. Kebijakan Pembangunan Industri 2005-2009

    a. Pada tingkat makro, menjaga stabilitas ekonomi makro, mewujudkan iklim usaha dan investasi yang sehat dan berdaya saing serta pengelolaan persaingan usaha secara sehat. Koordinasi dengan instansi-instansi terkait dan kemitraan dengan swasta perlu terus ditingkatkan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ditemukan.

    b. Untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan, yaitu 8,56% per tahun, maka dalam 5 tahun mendatang pengembangan sektor industri manufaktur difokuskan pada pengembangan sejumlah sub-sektor yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Pengembangan sektor industri manufaktur diarahkan lebih banyak pada upaya untuk memperkuat struktur industri, meningkatkan dan memperluas pemanfaatan teknologi, serta meningkatkan nilai pengganda (multiplier) di masing-masing sub-sektor yang telah ditetapkan.

    c. Kriteria sub-sektor industri manufaktur yang akan diprioritaskan adalah sebagai berikut: (i) menyerap banyak tenaga kerja; (ii) memenuhi kebutuhan dasar dalam negeri (seperti makanan-minuman dan obat-obatan); (iii) mengolah hasil pertanian dalam arti luas (termasuk perikanan) dan sumber-sumber daya alam lain dalam

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 7

    negeri; dan (iv) memiliki potensi pengembangan ekspor. Atas dasar kriteria tersebut di atas, maka industri manufaktur yang diprioritaskan adalah: (1) industri makanan dan minuman; (2) industri pengolah hasil laut; (3) industri tekstil dan produk tekstil; (4) industri alas kaki; (5) industri kelapa sawit; (6) industri barang kayu (termasuk rotan dan bambu); (7) industri karet dan barang karet; (8) industri pulp dan kertas; (9) industri mesin listrik dan peralatan listrik; dan (10) industri petrokimia.

    3. Program Pembangunan Industri 2005-2009

    Dalam upaya mencapai pertumbuhan sektor industri manufaktur yang ditargetkan RPJMN 20052009, pengembangan sektor industri manufaktur difokuskan pada Perkuatan Struktur dan Daya Saing. Adapun program pokok pengembangan industri manufaktur dan program penunjang adalah sebagai berikut:

    a. Program Pokok Pengembangan Industri Manufaktur

    1) Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM)

    Agar dapat menjadi basis industri nasional, program Pengembangan IKM antara lain: a) Pengembangan sentra-sentra potensial dengan fokus pada 10 sub-sektor

    yang diprioritaskan.b) Pengembangan industri terkait dan industri penunjang IKM.c) Perkuatan alih teknologi proses, produk, dan desain bagi IKM dengan

    fokus kepada 10 sub-sektor prioritas.d) Pengembangan dan penerapan layanan informasi yang mencakup

    peluang usaha, kebutuhan bahan baku, akses permodalan, iklim usaha, dan akses peningkatan kualitas SDM.

    2) Program Peningkatan Kemampuan Teknologi Industri

    Dalam rangka peningkatan kemampuan teknologi industri, pemerintah akan melaksanakan beberapa fasilitasi dan dukungan program antara lain: a) Meningkatkan dukungan kegiatan penemuan dan pengembangan

    teknologi di industri baik dalam bentuk insentif pajak, asuransi teknologi terutama untuk usaha kecil, menengah, dan koperasi.

    b) Mendorong pengembangan dan pemanfaatan manajemen produksi yang memperhatikan keseimbangan dan daya dukung lingkungan hidup, serta teknik produksi yang ramah lingkungan (clean production).

    c) Perluasan penerapan standar produk industri manufaktur yang sesuai (compliance) dengan standar internasional.

    d) Perkuatan kapasitas kelembagaan jaringan pengukuran, standardisasi, pengujian, dan kualitas (MSTQ/measurement, standardization, testing, and quality).

    e) Pengembangan klaster industri berbasis teknologi. f) Revitalisasi kebijakan dan kelembagaan Litbang di sektor produksi agar

    mampu mempercepat efektivitas kemitraan antara litbang industri dan

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 8

    lembaga litbang pemerintah dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya teknologi nasional yang tersebar di berbagai litbang pemerintah, perguruan tinggi, lembaga-lembaga swasta, dan tenaga ahli perorangan.

    3) Program Penataan Struktur Industri

    Untuk memperkuat struktur industri terutama di dalam memfasilitasi terjalinnya jaringan pemasok industri hilir, pemerintah melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok yang antara lain mencakup: a) Pengembangan sistem informasi potensi produksi dari industri penunjang

    dan industri terkait. b) Mendorong terjalinnya kemitraan industri penunjang dan industri terkait. c) Pengembangan industri penunjang dan industri terkait terutama pada 10

    sub-sektor prioritas. d) Perkuatan kapasitas kelembagaan penyedia tenaga kerja industrial yang

    terampil terutama sesuai kebutuhan 10 sub-sektor industri prioritas. e) Memfasilitasi pengembangan prasarana klaster industri, terutama

    prasarana teknologinya. dan f) Memfasilitasi dan mengkoordinasikan pengembangan pada pusat-pusat

    pertumbuhan klaster industri di luar Pulau Jawa, khususnya Kawasan Timur Indonesia.

    b. Program Penunjang

    1) Program Pembentukan HukumProgram tersebut dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang kondusif di bidang industri melalui penyusunan ketentuan teknis hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi dalam rangka mengaturperilaku individu dan lembaga serta penyelesaian sengketa yang terjadi untuk menjamin kepastian berusaha di sektor industri.

    2) Pengelolaan Sumber Daya Manusia AparaturProgram ini dimaksudkan untuk membina dan meningkatkan kemampuan aparatur industri, Sumber Daya manusia yang berkompetensi dan mewujudkan aparatur negara yang profesional dan berkualitas dalam melaksanakan pemerintahan umum dan pembangunan.

    3) Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur NegaraProgram ini dimaksudkan untuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang pembangunan dengan meningkatkan dan memperluas sarana dan prasarana kerja guna meningkatkan keamanan, kenyamanan, ketertiban dan kelancaran kerja serta pelayanan umum yang baik.

    4) Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur NegaraProgram ini dimaksudkan untuk menunjang program pembangunan nasional yang tertuang dalam program pengawasan aparatur negara guna meningkatkan sistem pengawasan aparatur pemerintah, peningkatan

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 9

    profesionalisme aparatur, terwujudnya sistem pengawasan dan audit yang akuntabel.

    5) Peningkatan Kapasitas Infrastruktur dan Fasilitas Sektor IndustriProgram ini dimaksudkan untuk merumuskan kebijakan yang tepat dalampemberian fasilitas dalam bentuk insentif fiskal dan non fiskal.

    C. KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL (KIN)

    Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional (KIN) menetapkan strategi pembangunan industri melalui 2 (dua) pendekatan, yaitu top downmelalui penetapan 35 klaster industri prioritas serta bottom-up melalui penetapan Industri Unggulan Provinsi (IUP) dan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID).

    1. Pengembangan Klaster Industri Prioritas

    Dalam jangka panjang pembangunan industri diarahkan pada penguatan, pendalaman dan penumbuhan klaster kelompok industri prioritas sebagai berikut:

    a. Basis Industri Manufaktur yang terdiri atas kelompok-kelompok industri:1) Industri Material Dasar; yang terdiri dari: (a) Industri Besi dan Baja, (b)

    Industri Semen, (c) Industri Petrokimia, (d) Industri Keramik;2) Industri Permesinan; yang meliputi: (a) Industri Peralatan Listrik dan Mesin

    Listrik, (b) Industri Mesin dan Peralatan Umum;3) Industri Manufaktur Padat Tenaga Kerja; merupakan penghasil produk

    sandang, pangan, bahan bangunan, kesehatan dan obat, dan sebagainya, yang meliputi antara lain: (a) Industri Tekstil dan Produk Tekstil (b) Industri Alas Kaki (c) Industri Farmasi dengan Bahan Baku dalam Negeri.

    b. Kelompok Industri Agro yang meliputi cabang-cabang industri pengolahan: (1) Industri Kelapa Sawit; (2) Industri Karet dan Barang Karet; (3) Industri Kakao dan Coklat; (4) Industri Kelapa; (5) Industri Kopi; (6) Industri Gula; (7) Industri Tembakau; (8) Industri Buah-buahan; (9) Industri Kayu dan Barang Kayu; (10) Industri Hasil Perikanan dan Laut; (11) Industri Pulp dan Kertas; (12) Industri Pengolahan Susu;

    c. Kelompok Industri Alat Angkut; yang meliputi industri-industri: (1) Industri Kendaraan Bermotor, (2) Industri Perkapalan, (3) Industri Kedirgantaraan, (4) Industri Perkereta-apian;

    d. Kelompok Industri Elektronika dan Telematika; meliputi Industri Elektronika, Industri Perangkat Keras Telekomunikasi dan Pendukungnya, Industri Perangkat Penyiaran dan Pendukungnya, Industri Komputer dan Peralatannya, Industri Perangkat Lunak dan Konten Multimedia, Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK);

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 10

    e. Kelompok Industri Penunjang Industri Kreatif dan Industri Kreatif Tertentu; yang meliputi industri perangkat lunak dan konten multimedia, fashion, dan kerajinan dan barang seni.

    f. Industri Kecil dan Menengah Tertentu; yang meliputi industri-industri pengolahan: Industri Batu Mulia dan Perhiasan, Industri Garam Rakyat, Industri Gerabah dan Keramik Hias, Industri Minyak Atsiri dan Industri Makanan Ringan.

    2. Pengembangan Industri Unggulan Provinsi dan Kompetensi Inti Industri Kabupaten/Kota

    Pendekatan pengembangan industri di tingkat kabupaten/kota dilakukan melalui pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah (KIID), dan pengembangan industri di tingkat provinsi dilakukan melalui pengembangan Industri Unggulan Provinsi (IUP), yang masing-masing ditetapkan melalui Peraturan Menteri Perindustrian.

    D. ARAH KEBIJAKAN INDUSTRI PADA RPJMN 2010-2014

    1. Arah Pembangunan RPJMN 2010-2014 di Sektor Ekonomi

    Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1,RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segalabidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusiatermasuk pengembangan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian.

    Daya saing perekonomian meningkat melalui penguatan industri manufaktur sejalan dengan penguatan pembangunan pertanian dan peningkatan pembangunan kelautan dan sumber daya alam lainnya sesuai dengan potensi daerah secara terpadu serta meningkatnya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; percepatanpembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerja sama antara pemerintahdan dunia usaha; peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan; serta penataankelembagaan ekonomi yang mendorong prakarsa masyarakat dalam kegiatanperekonomian.

    Dalam kerangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan, pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup makin berkembang melaluipenguatan kelembagaan dan peningkatan kesadaran masyarakat yang ditandai dengan berkembangnya proses rehabilitasi dan konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup yang disertai dengan menguatnya partisipasi aktif masyarakat.

    2. Sasaran Pembangunan Dalam RPJMN Tahun 2010-2014 di Bidang Ekonomi

    Sasaran pembangunan RPJMN tahun 2010-2014 dalam Bidang Ekonomi adalah: pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,3-6,8%, tersedianya kesempatan kerja sebanyak 9,6 juta-10,7 juta orang, serta pertumbuhan industri pengolahan non-migas rata-rata sebesar 6,1-6,7%.

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 11

    3. Program Prioritas Dalam RPJMN Tahun 2010-2014

    Sesuai Visi dan Misi pemerintah 2010-2014, program pengembangan industri pengolahan non-migas yang masuk dalam 11 program prioritas nasional meliputi:

    a. Prioritas Nasional 5 : Ketahanan Pangan1) Revitalisasi Industri Pupuk2) Revitalisasi Industri Gula

    b. Prioritas Nasional 7 : Iklim Investasi dan Iklim UsahaFasilitasi Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

    c. Prioritas Nasional 8 : Energi1) Penumbuhan dan pengembangan Klaster industri berbasis migas 2) Fasilitasi Penggunaan Gas Sebagai Bahan Bakar Angkutan Umum untuk

    diversifikasi BBM ke BBG melalui penyediaan konverter kit.

    d. Prioritas Nasional 9 : Lingkungan Hidup dan Pengelolaan BencanaPengkajian Industri Hijau dan Lingkungan Hidup melalui penyediaan fasilitas/infrastruktur pengembangan industri hijau dan peningkatan konservasi dan diversifikasi energi sektor industri.

    e. Prioritas Nasional 10 : Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik1) Fasilitasi pengembangan industri di daerah tertinggal, terdepan, terluar dan

    pasca konflik.2) Pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM) di Provinsi Papua dan

    Papua Barat.3) Fasilitasi pengembangan kawasan industri di Provinsi Papua dan Papua

    Barat.

    f. Program Prioritas Kementerian Perindustrian1) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Basis Industri Manufaktur 2) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Agro3) Program Penumbuhan Industri Unggulan Berbasis Teknologi Tinggi4) Program Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Kecil Menengah5) Program Pengembangan Perwilayahan Industri6) Program Kerjasama Industri Internasional7) Program Pengkajian Kebijakan, Iklim dan Mutu Industri8) Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian

    Perindustrian9) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya

    Kementerian Perindustrian10) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Kementerian

    Perindustrian

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 12

    E. AKSELERASI INDUSTRIALISASI 2012-2014

    Dalam rangka mencapai visi pembangunan industri tahun 2025, Pemerintah merasa perlu untuk mendorong pertumbuhan industri yang lebih tinggi pada jangka menengah (2012-2014), sebagai basis bagi pencapaian pertumbuhan yang tinggi pada jangka panjang.

    Upaya percepatan ini dilakukan dengan mengidentifikasi berbagai potensi kekuatan dan hambatan, menentukan strategi pokok akselerasi industri, menetapkan fokus akselerasi industri pada kelompok industri prioritas tertentu, membuat rencana aksi (action plan) inisiatif stratejik sesuai fokus akselerasi dimaksud, serta menentukan kebijakan afirmatif untuk mendukung pengembangan Industri Kecil dan Menengah (IKM).

    Akselerasi Industrialisasi dilaksanakan melalui 5 (lima) strategi utama, yaitu:

    1. Mendorong Partisipasi Dunia Usaha Dalam Pembangunan Infrastruktur;2. Percepatan Proses Penyelesaian Hambatan Birokrasi (Debottlenecking);3. Reorientasi Kebijakan Ekspor Bahan Mentah dan Sumber Energi;4. Mendorong Peningkatan Produktivitas & Daya Saing;5. Meningkatkan Integrasi Pasar Domestik.

    Pada tahap pelaksanaannya, kelima strategi utama di atas dijalankan melalui penerapan pada 6 (enam) area kebijakan, yaitu:

    1. Kebijakan Pengamanan Industri Dalam Negeri, 2. Pembangunan Infrastruktur, 3. Peningkatan Kualitas Pelayanan Birokrasi, 4. Penyempurnaan Dan Harmonisasi Regulasi, 5. Kebijakan Fiskal, 6. Pembangunan SDM Industri.

    Untuk lebih mengoptimalkan potensi sektor industri nasional, akselerasi industrialisasi akan difokuskan pada 15 subsektor industri, yang dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kelompok industri prioritas, yaitu:

    1. Industri Berbasis Hasil Tambang:a. Industri Konversi Batubara; b. Industri Pemurnian dan Pengilangan Minyak Bumi;c. Industri Kimia Dasar (termasuk petrokimia);d. Industri Logam Dasar.

    2. Industri Berbasis Hasil Pertanian:a. Industri Minyak dan Lemak Nabati;b. Industri Gula Berbasis Tebu;c. Industri Pengolahan Kakao dan Pembuatan Coklat;d. Industri Bubur Kayu (pulp) dan Kertas;e. Industri Barang Dari Karet.

    3. Industri Berbasis Sumber Daya Manusia dan Pasar Domestik:a. Industri Tekstil dan Pakaian Jadi dan Alas Kaki; b. Industri Mesin dan Peralatan;

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 13

    c. Industri Komponen Elektronika dan Telematika;d. Industri Komponen dan Aksesoris Kendaraan dan Komponen Mesin

    Kendaraan Bermotor;e. Industri Galangan Kapal; f. Industri Furniture.

    4. Industri Kecil dan Menengah.

    III. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR TAHUN 2004-2012

    A. KINERJA MAKRO INDUSTRI TAHUN 2004-2012

    1. Pertumbuhan Ekonomi dan Industri Non-Migas

    Pada tahun 2004, industri pengolahan non-migas tumbuh sebesar 7,51%, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB yang sebesar 5,03%. Sementara itu, pada periode 2005-2009, industri non-migas mengalami perlambatan pertumbuhan dan mencapai perlambatan pertumbuhan terendah pada tahun 2009 yaitu sebesar 2,56%, jauh di bawah pertumbuhan PDB yang mencapai 4,63%. Mulai tahun 2010, industri pengolahan non-migas kembali tumbuh tinggi dan pada tahun 2011, untuk pertama kali sejak 5 (lima) tahun terakhir tumbuh sebesar 6,74%, lebih tinggi dari pertumbuhan PDB yang sebesar 6,49%. Pada tahun 2012, pertumbuhan industri pengolahan non-migas sedikit melambat menjadi 6,40%, namun masih lebih tinggi dari pertumbuhan PDB yang sebesar 6,23%.

    Tabel 3.1 Pertumbuhan Sektor-sektor Ekonomi(tahun dasar 2000, persen)

    LAPANGAN USAHA 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

    1. PERTANIAN, PETERNAKAN,2,82 2,72 3,36 3,47 4,83 3,96 3,01 3,37 3,97

    KEHUTANAN DAN PERIKANAN

    2. PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN -4,48 3,20 1,70 1,93 0,71 4,47 3,86 1,39 1,49

    3. INDUSTRI PENGOLAHAN 6,38 4,60 4,59 4,67 3,66 2,21 4,74 6,14 5,73

    a. Industri Migas -1,95 -5,67 -1,66 -0,06 -0,34 -1,53 0,56 -0,94 -2,71

    b. Industri Non Migas 7,51 5,86 5,27 5,15 4,05 2,56 5,12 6,74 6,40

    4. LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH 5,30 6,30 5,76 10,33 10,93 14,29 5,33 4,82 6,40

    5. K O N S T R U K S I 7,49 7,54 8,34 8,53 7,55 7,07 6,95 6,65 7,50

    6. PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN 5,70 8,30 6,42 8,93 6,87 1,28 8,69 9,17 8,11

    7. PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI 13,38 12,76 14,23 14,04 16,57 15,85 13,41 10,70 9,98

    8. KEUANGAN, PERSEWAAN & JASA PERSH. 7,66 6,70 5,47 7,99 8,24 5,21 5,67 6,84 7,15

    9. JASA - JASA 5,38 5,16 6,16 6,44 6,24 6,42 6,04 6,75 5,24

    PRODUK DOMESTIK BRUTO 5,03 5,69 5,50 6,35 6,01 4,63 6,22 6,49 6,23

    PRODUK DOMESTIK BRUTO TANPA MIGAS 5,97 6,57 6,11 6,95 6,47 5,00 6,60 6,98 6,81

    Sumber : BPS diolah Kemenperin

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 14

    2. Pertumbuhan Cabang-Cabang Industri Pengolahan Non-Migas

    Pada tahun 2004-2012, cabang-cabang industri yang secara umum mengalami tren pertumbuhan positif antara lain: (1) Industri Makanan, Minuman dan Tembakau; (2) Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki; (3) Industri Pupuk, Kimia & Barang dari karet; (4) Industri Semen & Barang Galian Bukan logam; (5) Industri Logam Dasar Besi & Baja; serta (6) Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya. Keenam industri tersebut memberikan kontribusi bagi PDB industri pengolahan non-migas sebesar 90,45%.

    Sedangkan cabang-cabang industri yang mengalami tren pertumbuhan negatif pada tahun 2004-2012 antara lain: (1) Industri Barang Kayu & Hasil Hutan Lainnya; (2) Industri Kertas dan Barang Cetakan; serta (3) Industri Barang Lainnya. Ketiga cabang industri ini memberikan kontribusi terhadap PDB industri pengolahan non-migas sebesar 9,55%.

    Tabel 3.2 Pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas

    No Cabang IndustriPertumbuhan (%)

    2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

    1Makanan, Minuman dan Tembakau

    1,39 2,75 7,21 5,05 2,34 11,22 2,78 9,14 7,74

    2Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki

    4,06 1,31 1,23 -3,68 -3,64 0,60 1,77 7,52 4,19

    3 Brg. kayu & Hasil hutan lainnya.

    -2,07 -0,92 -0,66 -1,74 3,45 -1,38 -3,47 0,35 -2,78

    4 Kertas dan Barang cetakan

    7,61 2,39 2,09 5,79 -1,48 6,34 1,67 1,40 -5,26

    5 Pupuk, Kimia & Barang dari karet

    9,01 8,77 4,48 5,69 4,46 1,64 4,70 3,95 10,25

    6 Semen & Brg. Galian bukan logam

    9,53 3,81 0,53 3,40 -1,49 -0,51 2,18 7,19 7,85

    7Logam Dasar Besi & Baja

    -2,61 -3,70 4,73 1,69 -2,05 -4,26 2,38 13,06 6,45

    8 Alat Angk., Mesin & Peralatannya

    17,67 12,38 7,55 9,73 9,79 -2,87 10,38 6,81 6,94

    9 Barang lainnya 12,77 2,61 3,62 -2,82 -0,96 3,19 3,00 1,82 -1,00

    Total Industri Pengolahan Non Migas

    7,51 5,86 5,27 5,15 4,05 2,56 5,12 6,74 6,40

    Sumber : BPS diolah Kemenperin

    Tabel 3.3 Peran Tiap Cabang Industri Terhadap PDB Industri Non-Migas (dalam %)

    Cabang Industri 2007 2008 2009 2010 2011 2012

    1). Makanan, Minuman dan Tembakau 29,80 30,40 33,16 33,60 35,20 36,33

    2). Tekstil, Brg. kulit & Alas kaki 10,56 9,21 9,19 8,97 9,23 9,11

    3). Brg. kayu & Hasil hutan lainnya. 6,19 6,43 6,33 5,82 5,44 4,99

    4). Kertas dan Barang cetakan 5,12 4,56 4,82 4,75 4,47 3,89

    5). Pupuk, Kimia & Barang dari karet 12,50 13,53 12,85 12,73 12,21 12,59

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 15

    Cabang Industri 2007 2008 2009 2010 2011 2012

    6). Semen & Brg. Galian bukan logam 3,70 3,53 3,43 3,29 3,27 3,38

    7). Logam Dasar Besi & Baja 2,58 2,57 2,11 1,94 2,00 1,95

    8). Alat Angk., Mesin & Peralatannya 28,69 28,97 27,33 28,14 27,47 27,09

    9). Barang Lainnya 0,85 0,80 0,77 0,76 0,73 0,67

    3. Perkembangan Realisasi Investasi

    Investasi PMDN di sektor industri pengolahan non-migas mengalami peningkatan, dari Rp 10,52 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 49,89 triliun pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 374,24% pada periode tersebut. Sektor industri yang nilai investasi PMDN besar antara lain: Industri Makanan, Industri Tekstil, Industri Kertas & Percetakan, Industri Kimia dan Farmasi, Industri Karet dan Plastik, Industri Mineral Non Logam, serta Industri Logam, Mesin & Elektronik.

    Tabel 3.4 Perkembangan Realisasi Investasi (PMDN) Industri (Rp Miliar)

    NO. SEKTOR2004 2005 2006 2007 2008

    P I P I P I P I P I

    1 Industri Makanan 28 3.507,9 35 4.490,8 19 3.175,3 27 5.371,7 49 8.192,9

    2 Industri Tekstil 7 70,0 22 1.640,7 7 81,7 8 228,2 20 719,6

    3Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki

    2 24,5 1 14,6 1 4,0 2 58,5 2 10,1

    4 Industri Kayu 4 888,9 9 198,8 9 709,0 3 38,8 4 306,6

    5 Ind. Kertas dan Percetakan 4 205,7 13 9.732,6 9 1.871,2 8 14.548,2 14 1.797,7

    6 Ind. Kimia dan Farmasi 10 4.284,8 17 1.945,2 10 3.248,9 14 1.168,2 23 503,7

    7 Ind. Karet dan Plastik 11 445,4 18 678,4 11 253,6 10 564,5 27 797,8

    8 Ind. Mineral Non Logam 10 524,5 4 774,6 4 218,2 2 124,2 7 845,3

    9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 19 546,6 16 1.151,5 22 3.334,2 17 3.541,6 31 2.381,1

    10Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam

    0 0,0 0 0,0 0 0,0 - - 2 7,0

    11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain

    1 19,6 6 284,6 4 116,6 8 609,4 6 314,7

    12 Industri Lainnya 0 0,0 8 79,4 0 0,0 2 36,5 4 38,4

    Jumlah 96 10.517,9 149,0 20.991,2 96 13,012.7 101 26.289,8 189 15.914,8

    NO. SEKTOR2009 2010 2011 2012

    P I P I P I P I

    1 Industri Makanan 34 5.768,5 166 16.405,4 280 8.366,7 222 11.166,7

    2 Industri Tekstil 23 2.645,7 26 431,7 60 999,1 51 4.450,9

    3Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki

    1 4,0 4 12,5 3 13,5 9 76,7

    4 Industri Kayu 2 33,5 6 451,3 15 580,3 15 57,0

    5 Ind. Kertas dan Percetakan 8 1.000,8 25 1.102,8 59 9.384,8 64 7.561,0

    6 Ind. Kimia dan Farmasi 15 5.850,1 64 3.266,0 115 2.646,5 94 5.069,5

    7 Ind. Karet dan Plastik 31 1.532,8 48 522,8 90 2.295,8 110 2.855,0

    8 Ind. Mineral Non Logam 4 786,1 13 2.264,6 47 7.440,5 37 10.730,7

    9 Ind. Logam, Mesin & Elektronik 31 1.466,8 50 789,6 90 6.804,7 81 7.225,7

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 16

    NO. SEKTOR2009 2010 2011 2012

    P I P I P I P I

    10Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam

    - - - - 1 0,0 - -

    11Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain

    3 66,5 15 362,2 17 511,3 21 664,4

    12 Industri Lainnya 6 279,5 2 3,7 7 4,8 10 31,5

    Jumlah 158 19.434,4 419 25.612 784 39.048,0 714 49.888,9

    Sumber : BKPM (2013)

    CATATAN : P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkanI : Nilai Realisasi Investasi dalam Rp. Milyar

    Investasi PMA di sektor industri pengolahan non-migas juga mengalami pertumbuhan pada tahun 2004-2012. Nilai investasi PMA pada tahun 2004 sebesar US$ 2,80 milyar menjadi US$ 11,77 milyar pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 320,36%. Sektor industri yang nilai investasi PMA besar antara lain: Industri Makanan, Industri Tekstil, Industri Kertas & Percetakan, Industri Kimia dan Farmasi, Industri Karet dan Plastik, Industri Logam, Mesin & Elektronik, serta IndustriKendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain.

    Tabel 3.5 Perkembangan Realisasi Investasi (PMA) Sektor Industri (US$ Juta)

    NO. SEKTOR2004 2005 2006 2007 2008

    P I P I P I P I P I

    1 Industri Makanan 29 574,3 46 603.2 45 354.4 53 704.1 42 491.4

    2 Industri Tekstil 24 165,5 31 71.1 61 424.0 63 131.7 67 210.2

    3 Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki

    6 13,2 6 47.8 11 51.8 10 95.9 20 145.8

    4 Industri Kayu 6 4,1 18 75.5 18 58.9 17 127.9 19 119.5

    5 Ind. Kertas dan Percetakan 16 414,5 6 9.9 16 747.0 11 672.5 15 294.7

    6 Ind. Kimia dan Farmasi 39 614,1 41 1,152.9 32 264.6 32 1,611.7 42 627.8

    7 Ind. Karet dan Plastik 16 81,0 27 392.6 33 112.7 36 157.9 50 271.6

    8 Ind. Mineral Non Logam 10 108,1 11 66.2 7 94.8 6 27.8 11 266.4

    9Ind. Logam, Mesin & Elektronik

    51 312,8 87 521.8 86 955.7 99 714.1 141 1,281.4

    10 Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam

    4 13,0 2 3.1 1 0.2 1 10.9 7 15.7

    11 Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain

    22 402,6 31 360.6 28 438.5 38 412.3 47 756.2

    12 Industri Lainnya 25 101,4 29 195.9 25 117.1 24 30.2 34 34.7

    Jumlah 248 2.804,6 335 3,500.6 363 3,619.7 390 4,697.0 495 4,515.2

    NO. SEKTOR2009 2010 2011 2012

    P I P I P I P I

    1 Industri Makanan 49 552.1 194 1,025.9 330 1097,8 347 1.782,9

    2 Industri Tekstil 66 251.4 112 154.8 196 498,3 149 473,1

    3Ind. Barang Dari Kulit & Alas Kaki

    21 122.6 31 144.1 70 249,7 73 158,9

    4 Industri Kayu 18 62.1 31 43.1 32 51 38 76,3

    5 Ind. Kertas dan Percetakan 18 68.7 33 46.4 53 258,2 57 1.306,6

    6 Ind. Kimia dan Farmasi 41 1,183.1 159 798.4 257 1.466,10 230 2.769,8

    7 Ind. Karet dan Plastik 42 208.1 97 105.0 170 371,2 147 660,3

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 17

    NO. SEKTOR2009 2010 2011 2012

    P I P I P I P I

    8 Ind. Mineral Non Logam 8 19.5 8 28.4 52 137,2 48 145,8

    9Ind. Logam, Mesin & Elektronik

    121 654.9 274 589.6 436 1.773,40 364 2.452,6

    10Ind. Instru. Kedokteran, Presisi & Optik dan Jam

    5 5.1 3 1.4 9 41,9 4 3,4

    11Ind. Kendaraan Bermotor & Alat Transportasi Lain

    52 583.4 98 393.8 164 770,2 163 1.840,0

    12 Industri Lainnya 33 120.1 56 26.2 92 64,5 94 100,2

    Jumlah 474 3,831.1 1,096 3,357 1.861 6.779,50 1.714 11.770,0

    Sumber : BKPM (2013)

    CATATAN : P : Jumlah Izin Usaha Tetap yang dikeluarkanI : Nilai Realisasi Investasi dalam US$ Juta

    4. Perkembangan Ekspor dan Impor

    Ekspor sektor industri non-migas pada tahun 2004-2012 mengalami kenaikan, dari US$ 48,66 milyar pada tahun 2004 menjadi US$ 116,15 milyar pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 138,70%. Sektor-sektor yang nilai ekspornya besar antara lain: Industri Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit, Industri Besi Baja, Mesin dan Otomotif, Industri Tekstil, Industri Pengolahan Karet, dan Industri Elektronika.

    Tabel 3.6 Perkembangan Ekspor Non Migas Tahun 2004 s/d 2012 (juta US $)

    No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

    1Pengolahan Kelapa/Kelapa Sawit

    4.840,30 5.419,19 6.407,27 5.419,2 6.407,3 10.476,8 17.253,8 23.179,2 23.396,9

    2 T e k s t i l 7.626,15 8.584,85 9.422,75 8.584,9 9.422,8 9.790,1 11.205,5 13.234,1 12.445,9

    3Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif

    4.581,84 5.949,69 7.712,68 5.949,7 7.712,7 9.606,9 10.840,0 13.194,4 14.700,6

    4 Pengolahan Karet 2.954,10 3.545,82 5.465,16 3.545,8 5.465,2 6.179,9 9.522,6 14.540,4 10.817,6

    5 Elektronika 7.142,50 7.853,03 7.200,19 7.853,0 7.200,2 6.359,7 9.254,6 9.536,3 9.445,6

    6Pengolahan Tembaga, Timah dll.

    2.165,08 3.133,52 4.133,97 3.133,5 4.134,0 6.156,0 6.506,0 7.501,0 5.395,6

    7 Pulp dan Kertas 2.817,61 3.257,48 3.983,27 3.257,5 3.983,3 4.440,5 5.708,2 5.769,0 5.517,6

    8 Kimia Dasar 2.640,07 2.750,22 3.521,44 2.750,2 3.521,4 4.492,5 4.577,7 6.119,8 4.875,1

    9 Pengolahan Kayu 4.461,62 4.476,25 4.757,59 4.476,3 4.757,6 4.485,1 4.280,3 4.474,7 4.537,5

    10 Makanan dan Minuman 1.440,12 1.647,92 1.866,00 1.647,9 1.866,0 2.374,8 3.219,6 4.504,0 4.643,4

    11Kulit, Barang Kulit dan Sepatu/Alas Kaki

    1.553,04 1.683,69 1.913,17 1.683,7 1.913,2 2.006,6 2.665,6 3.450,9 3.561,4

    12 Alat-alat Listrik 1.232,73 1.456,03 1.770,93 1.456,0 1.770,9 2.148,9 2.657,9 2.995,2 3.084,9

    Total 12 Besar Industri 43.455,17 49.757,71 58.154,42 68.517,9 79.066,1 65.376,6 87.691,8 108.498,9 102.422,2

    Total Industri 48.660,11 55.566,99 64.990,33 76.429,6 88.351,7 73.435,8 98.015,1 122.189,2 116.145,0

    Sumber : BPS, diolah Kemenperin

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 18

    Impor sektor industri non-migas pada tahun 2004-2012 juga mengalami kenaikan, dari US$ 31,55 milyar pada tahun 2004 menjadi US$ 139,71 milyar pada tahun 2012, atau meningkat sebesar 468,34%. Sektor-sektor industri dengan nilai impor besar umumnya adalah untuk kebutuhan barang modal dan bahan baku, antara lain: Industri Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif, Industri Elektronika, Industri Kimia Dasar, Industri Tekstil, dan Industri Makanan dan Minuman.

    Tabel 3.7 Perkembangan Impor Non Migas Tahun 2004 s/d 2012 (juta US $)

    No URAIAN 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

    1Besi Baja, Mesin-mesin dan Otomotif

    13.620,2 17.531,0 17.031,4 20.539,0 39.978,7 31.683,8 43.218,6 52.375,6 62.605,1

    2 Elektronika 2.048,5 2.413,5 2.488,3 4.036,0 13.444,7 10.496,7 14.176,2 16.111,8 16.700,9

    3 Kimia Dasar 5.690,6 5.935,3 6.315,4 7.115,7 10.716,7 8.095,1 11.431,5 15.413,2 16.076,4

    4 T e k s t i l 1.036,4 1.026,8 1.085,7 1.192,0 3.901,8 3.396,9 5.031,2 6.735,1 6.805,1

    5 Makanan dan Minuman 1.390,7 1.914,5 2.178,2 3.616,1 3.158,0 2.810,6 4.514,2 6.852,0 6.158,9

    6 Alat-alat Listrik 724,4 877,8 852,9 1.118,3 2.470,8 2.105,8 3.142,8 3.761,7 4.190,4

    7 Pulp dan Kertas 1.299,8 1.298,9 1.392,0 1.692,6 2.518,5 1.883,2 2.731,8 3.262,6 3.020,0

    8Barang-barang Kimia lainnya

    1.078,1 1.167,2 1.170,0 1.293,8 1.845,6 1.661,9 2.199,3 2.589,0 2.756,6

    9 Makanan Ternak - - - 1.149,5 1.741,6 1.679,1 1.871,6 2.220,5 2.799,8

    10Pengolahan Tembaga, Timah dll.

    - - - 877,6 1.699,1 1.027,1 1.822,1 2.195,1 2.376,8

    11 Plastik - - - 527,6 1.164,9 1.034,0 1.525,1 1.859,3 -

    12 P u p u k 431,99 518,87 624,65 761,8 2.337,6 929,1 1.509,2 2.707,0 2.918,3

    13 Pengolahan Aluminium - - - - - - - - 1.972,9

    Total 12 Besar Industri - - - 43.920,1 84.978,0 66.803,5 93.173,6 116.082,6 128.381,3

    Total Industri 31.550,8 37.300,3 38.624,6 48.084,1 91.800,7 72.398,1 101.115,4 125.979,0 139.714,3

    Sumber : BPS, diolah Kemenperin

    5. Perkembangan Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas

    Tenaga kerja sektor industri pengolahan non-migas pada tahun 2005-2012 mengalami kenaikan 22,04%, dimana pada tahun 2005 sebanyak 11.841.908 orang dan pada tahun 2012 sebanyak 14.452.333 orang (proyeksi). Jumlah tenaga kerja ini termasuk yang bekerja di industri besar dan sedang, mikro dan kecil, baik formal maupun informal.

    Tabel 3.8 Tenaga Kerja Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2004-2012

    NO Jenis Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012*

    1. Makanan, minuman & tembakau

    2.890.756 2.885.159 3.384.421 3.402.704 3.526.972 3.734.252 3.860.792 3.994.405

    2. Tekstil, barang kulit & alas kaki

    2.976.037 2.887.636 2.888.566 2.959.399 3.153.708 3.486.086 3.570.963 3.660.459

    3. Barang kayu & hasil hutan lainnya

    2.721.297 2.646.710 2.774.319 2.618.504 2.563.109 2.739.038 2.675.542 2.615.341

    4. Kertas dan barang cetakan

    499.946 433.199 511.757 528.585 554.923 589.547 618.124 648.539

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 19

    NO Jenis Industri 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011* 2012*

    5. Pupuk, kimia dan barang dari karet

    739.506 711.003 694.889 727.673 721.022 835.268 846.631 858.748

    6. Semen dan barang galian bukan logam

    771.868 803.506 1.007.794 1.097.667 1.102.982 977.241 1.002.763 1.029.668

    7. Logam dasar besi dan baja

    198.711 229.023 98.070 120.137 115.347 144.321 130.780 118.592

    8. Alat angkut, mesin dan peralatannya

    681.548 589.438 778.313 869.390 877.017 1.001.925 1.102.489 1.213.993

    9. Barang lainnya 310.037 268.817 210.551 200.527 193.896 288.424 283.688 279.225

    TOTAL 11.841.908 11.474.931 12.368.729 12.549.376 12.839.800 13.824.251 14.122.407 14.452.333

    Sumber: Sakernas bulan Agustus berbagai tahun (BPS)*) Tahun 2011-2012 adalah data proyeksi Rencana Tenaga Kerja Sektor (RTKS) Industri 2012-2014, dengan basis data Sakernas (BPS)

    6. Perkembangan Nilai Produksi Sektor Industri Pengolahan Non-Migas

    Nilai produksi industri pengolahan non-migas pada tahun 2006-2012 telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2006, nilai total produksi industri pengolahan non-migas adalah sebesar Rp 2.154,88 triliun dan pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 4.885,08 triliun, atau meningkat sebesar 126,70%. Peningkatan nilai produksi ini berdampak pada peningkatan pertumbuhan industri pengolahan non-migas secara nasional.

    Tabel 3.9 Nilai Produksi Sektor Industri Pengolahan Non-Migas Tahun 2006-2012 (Rp Triliun)

    No Deskripsi 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

    1Industri Makanan, Minuman dan Tembakau

    584,59 731,80 972,07 1.166,18 1.287,66 1.506,98 1.740,05

    2 Industri Tekstil, Pakaian Jadi dan Kulit 241,44 250,06 279,05 309,45 329,56 379,98 412,34

    3Industri Kayu, Bambu, Rotan, Rumput dan Sejenisnya Termasuk Perabot Rumahtangga

    104,85 129,22 172,32 188,79 189,51 198,74 201,84

    4Industri Kertas dan Barang Dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan

    102,40 116,68 133,14 156,67 167,93 177,30 169,69

    5Industri Kimia dan Barang-Barang Dari Bahan Kimia, Minyak Bumi, Batu Bara, Karet dan Plastik

    308,51 364,21 517,79 546,40 592,03 640,29 733,94

    6Industri Barang Galian Bukan Logam, Kecuali Minyak Bumi dan Batu Bara

    58,38 65,91 80,38 87,35 91,44 101,85 115,60

    7 Industri Logam Dasar 56,14 62,19 78,79 73,11 73,37 85,82 92,82

    8Industri Barang Dari Logam, Mesin dan Peralatannya

    676,79 798,24 1.002,49 1.060,84 1.177,61 1.279,77 1.383,31

    9 Industri Pengolahan Lainnya 21,78 23,20 27,94 30,07 32,23 34,54 35,49

    Jumlah Industri Non Migas 2.154,88 2.541,51 3.263,97 3.618,85 3.941,33 4.405,28 4.885,08

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 20

    B. KINERJA PENGEMBANGAN INDUSTRI PRIORITAS TAHUN 2004-2012

    1. Program Revitalisasi dan Pengembangan Basis Industri Manufaktur

    a. Industri Pupuk

    1) Gambaran Umum

    Industri pupuk adalah salah satu industri penting dalam menunjang ketahanan pangan nasional. Revitalisasi industri pupuk diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing industri pupuk nasional sebagai penunjang pertanian pangan, sehingga diharapkan dapat membantu para petani dalam menjalankan kegiatan pertanian guna mencapai ketahanan pangan nasional.

    Saat ini, sebagian besar pabrik pupuk eksisting sudah berusia tua, rata-rata diatas 20 tahun. Dari 14 pabrik urea, sebanyak 8 pabrik berusia di atas 20 tahun. Kondisi ini berdampak pada tingkat efisiensi pabrik yang rendah dimana tingkat konsumsi gas bumi per ton urea rata-rata diatas 30 mmbtu.Di sisi lain, kebutuhan pupuk di masa datang terus meningkat, dimana kebutuhan pupuk urea tahun 2014 diperkirakan mencapai 9 juta ton.

    Kebijakan pemupukan di sektor pertanian di masa mendatang tidak hanya terfokus pada penggunaan pupuk tunggal namun juga mengarah pada penggunaan pupuk majemuk dan pupuk organik.

    2) Permasalahan

    Permasalahan utama yang dihadapi pada Program Revitalisasi Industri Pupuk adalah sulitnya ketersediaan gas sebagai bahan baku industri pupuk, antara lain:a) Jaminan pasokan gas bumi untuk industri pupuk urea.b) Pasokan bahan baku industri pupuk NPK berupa Phosphate dan Kalium

    sangat tergantung dari impor.c) Bahan baku pupuk organik beraneka ragam dan lokasinya tersebar

    3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan

    a) Menyusun program revitalisasi industri pupuk yang didasarkan pada Road Map Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian Tahun 2010-2025.

    b) Koordinasi dengan instansi terkait (Kementerian ESDM, SKK. MIGAS) dan produsen pupuk untuk mendapatkan alokasi pasokan gas revitalisasi industri pupuk urea.

    c) Melakukan penjajakan ke beberapa negara penghasil Phosphate (Maroko, Tunisia, Jordania, Mesir) dan Kalium (Rusia dan Belarusia) untuk kerjasama pengadaan bahan baku pupuk NPK.

    d) Pemetaan potensi bahan baku pupuk organik di daerah.e) Menetapkan dan memberlakukan Standar Nasional Industri (SNI) Pupuk.

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 21

    4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012

    a) Telah disusun Master Plan Pengembangan Industri Pupuk NPK melalui Permenperind Nomor 141/M-IND/PER/12/2010 tentang Rencana Induk (Master Plan) Pengembangan Industri Pupuk Majemuk/NPK.

    b) Telah dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 37 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Pupuk Secara Wajib.

    c) Telah ditandatangani JVC antara PT. Petrokimia Gresik (Indonesia) dengan Jordan Phosphate Mines Company (JPMC) untuk membangun pabrik Phosphoric Acid (PA) di Gresik Jatim dengan kapasitas produksi 200.000 ton/tahun pada Januari 2010.

    d) Telah ditandatangani MoU/MoA antara Jordan Phosphate Mines Company (JPMC) dengan :(1) PT. Pusri (Persero) untuk pembangunan pabrik pupuk NPK dengan

    kapasitas 200.000 300.000 ton/tahun. MoU telah ditandatangani pada 3 November 2010.

    (2) PT. Pusri Palembang untuk pendirian pabrik Asam Phosphate dengan kapasitas 200.000 metrik ton pertahun di Palembang. MoA telah ditandatangani pada 3 November 2010.

    (3) PT. Petrokimia Gresik (Indonesia) untuk membangun pabrik Phosphoric Acid (PA) di Gresik Jatim dengan kapasitas produksi 200.000 ton/tahun

    (4) PT. Pupuk Kaltim untuk pendirian pabrik Asam Phosphate dengan kapasitas 200.000 metrik ton pertahun di Bontang. MoA telah ditandatangani pada 3 November 2010.

    e) Telah ditandatangani Natural Gas Supply Agreement (NGSPA) antara PT. Pupuk Kaltim dengan KKKS Eastkal pada 20 Juni 2011 untuk pasokan gas pabrik Kaltim-5 sebesar 80 mmscfd dengan jangka waktu 10 tahun (2012-2021).

    f) Telah ditandatangani kontrak pembangunan pabrik Kaltim-5 kapasitas 1,1 juta ton/tahun antara PT. Pupuk Kaltim dengan Konsorsium IKPT dan Toyo Engineering Corporation (TEC) pada 20 Juni 2011.

    g) Telah ditandatangani LoA antara PT Petrokimia Gresik dengan ExxonMobile pada 26 April 2012 untuk perpanjangan MoA terkait alokasi pasokan gas bumi untuk pabrik urea II PT. Petrokimia Gresik dari lapangan gas Cepu sebanyak 85 mmscfd.

    h) Telah ditandatangani PJBG dengan Pertamina EP pada 20 Desember 2012 untuk tambahan pasokan gas pabrik Pusri IIB sebesar 17 mmscfd untuk jangka waktu 2014-2017.

    i) Jaminan tambahan pasokan gas untuk pabrik Pusri IIB sebesar 17 mmscfd untuk periode 2018-2022 berdasarkan surat Dirjen Migas No. 17112/10/DJM.B/2012 tanggal 30 November 2012.

    j) Terealisasinya pasokan gas PT. Pupuk Iskandar Muda sebanyak 3 Cargo (dari kebutuhan 7 cargo selama tahun 2012).

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 22

    k) Telah tersedia Peta Potensi Bahan Baku Pupuk Organik di 111 Kabupaten/Kota.

    l) Telah diberikan bantuan mesin peralatan pabrik pupuk organik kapasitas 1.250 Kg/jam di 13 Kabupaten/Kota.

    b. Industri Petrokimia

    1) Gambaran Umum

    Industri petrokimia merupakan salah satu industri strategis yang keberadaannya sangat vital karena terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia mulai dari peralatan rumah tangga sehari-hari hingga produk farmasi. Industri petrokimia berperan dalam menghasilkan produk dasar yang dimanfaatkan sebagai bahan baku bagi industri hilirnya seperti industri tekstil, plastik, karet sintetik, kosmetik, pestisida, bahan pembersih, bahan farmasi, bahan peledak, bahan bakar, hingga kulit imitasi.

    Struktur Industri petrokimia nasional saat ini masih belum terintegrasi antara industri hulu, antara, dan hilirnya. Berdasarkan Perpres No. 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, industri petrokimia merupakan salah satu industri prioritas yang dikembangkan melalui pendekatan klaster. Pengembangan klaster industri petrokimia berdasarkan pada 3 (tiga) kelompok yakni: basis olefin, aromatik, dan methane-based. Fokus pengembangan klaster olefin berada di Banten, Aromatik di Tuban, dan Methane based di Kalimantan Timur.

    2) Permasalahan

    a) Bahan baku industri petrokimia, khususnya naphta dan kondensat, masih diimpor, sementara industri migas nasional mengekspor naphta dan kondensat;

    b) Belum terintegrasinya industri migas dengan industri kimia hulu, industri kimia antara dan industri kimia hilir;

    c) Dukungan infrastruktur kurang memadai, antara lain pelabuhan, jalan akses, pembangkit listrik, dan pipanisasi masih terbatas;

    d) Penguasaan riset dan pengembangan teknologi industri petrokimia (teknologi produk dan proses produksi) masih terbatas;

    e) Belum efektifnya keringanan dan pembebasan pajak (tax holiday) untuk investasi baru atau penambahan kapasitas dan belum ada subsidi bunga pinjaman untuk revitalisasi mesin produksi.

    3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan

    a) Koordinasi dengan instansi terkait (Kementerian ESDM, SKK. MIGAS) untuk pengamanan bahan baku industri petrokimia.

    b) Pemanfaatan bahan baku yang beragam (multiple feedstock/horizontal differentiation).

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 23

    c) Pengendalian ekspor bahan baku melalui Domestic Market Obligation bagi komoditas internasional (antara lain batubara, CPO, dsb)

    d) Pemberian insentif investasi berupa: Fasilitas Tax allowance, Tax holiday, BMDTP bagi bahan baku dan bahan penolong yang belum di produksi di dalam negeri, Fasilitas Bea Masuk, PPh dan PPN bagi industri yang berada dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Pembebasan bea masuk dan PPN untuk bahan baku dan barang modal selama masa project.

    e) Pembangunan Center of Excellence Industri Petrokimia

    4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012

    a) Telah tersedianya alokasi gas sebesar 180 mmscfd untuk pembangunan 2 pabrik pupuk urea, kapasitas masing-masing 1 juta ton/tahun di Tangguh Papua Barat;

    b) Pembangunan pabrik butadiena PT. Petrokimia Butadiene Indonesia kapasitas 150 ribu ton/tahun dan investasi Rp 1,5 T di Banten

    c) Pengembangan investasi PT. Chandra Asri dengan kapasitas produksi 1 juta ton olefin/tahun dan nilai investasi Rp 1,7 T di Banten.

    d) Pembangunan pabrik kosmetika PT. LOreal Indonesia di Cikarang, dengan nilai investasi Rp 1,25 Triliun, kapasitas produksi 200 juta unit/tahun dan menyerap tenaga kerja lebih dari 1.700 orang.

    e) Pembangunan pabrik Acrylic Acid kapasitas 80.000 ton/th dan Super Absorbent Polyer kapasitas 90.000 ton/th, PT. Nippon Shokubai Indonesia dan nilai investasi USD 332 juta.

    f) Pembangunan RCC Off Gas to Propylene Project (ROPP) di Balongan kapasitas 180 ribu ton/th oleh PT. Pertamina dan PT. Chandra Asri dan nilai vestasi USD 270 juta

    g) Tersusunnya Bisnis Plan Pengembangan industri petrokimia di Tangguh;h) Telah selesainya pembangunan tahap I Gedung Center of Excellence

    Industri Petrokimia di Cilegon, Banten;i) Telah disusunnya SNI Produk petrokimia diantaranya: polyethylene dan

    polypropylene untuk bahan baku gelas plastik menggunakan proses thermoforming;

    j) Terfasilitasinya proyek Olefin Centre PT. TPPI Tuban, Jawa Timur. k) Penguatan struktur industri petrokimia melalui realisasi investasi pabrik

    asam nitrat kapasitas 238.000 ton/th dan ammonium nitrat kapasitas 300.000 ton/th PT Kaltim Nitrat Indonesia;

    l) Penerbitan PMK No. 462/KMK.011/2012 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan dan Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Kepada PT. Petrokimia Butadiene Indonesia.

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 24

    c. Industri Besi Baja

    1) Gambaran Umum

    Industri baja merupakan industri strategis yang produknya digunakan untuk sektor konstruksi, minyak dan gas bumi serta otomotif. Saat ini, konsumsi baja masih sangat rendah dan di bawah konsumsi negara-negara di Asia Tenggara. Sehingga pengembangan industri baja perlu mendapatkan perhatian yang serius dan didukung oleh instansi pemerintah dan industri terkait lainnya.

    Namun demikian, pada tahun 2008-2011 telah terjadi ekspor besar-besaran terhadap bijih besi sebagai bahan baku industri baja, yaitu 1,5 juta ton pada 2008 menjadi 12,8 juta ton atau meningkat sebesar 750%. Dengan cadangan bijih besi sebanyak 115 juta ton, apabila tidak segera dikembangkan industri hilirnya maka bahan baku bijih besi dikhawatirkan akan habis dalam waktu 9 (sembilan) tahun.

    Untuk itu, Pemerintah mendorong hilirisasi industri berbasis bahan tambang mineral, salah satunya adalah industri besi baja. Pada kurun waktu 2011-2012, pertumbuhan industri logam dasar besi baja tumbuh sangat tinggi (13,06% dan 6,45%) setelah tahun-tahun sebelumnya sempat mengalami pertumbuhan negatif khususnya tahun 2008-2009 akibat dampak krisis ekonomi global.

    2) Permasalahan

    a) Belum optimalnya pengembangan teknologi pengolahan bahan tambang mineral.

    b) Belum ada industri baja dalam negeri yang mampu mengolah bijih/pasir besi dalam negeri.

    c) Ketergantungan bahan baku impor menjadikan posisi tawar Indonesia, baik di pasar lokal apalagi pasar global menjadi lemah.

    d) Adanya ketentuan salah satu limbah industri logam baja (slag baja) dimasukkan dalam kategori B3 sehingga mengganggu suplai bahan baku untuk industri lainnya.

    e) Ketersediaan dan kualitas infrastruktur, baik fisik maupun nonfisik masih kurang memadai.

    f) Rendahnya kemampuan daya saing produk dalam negeri terhadap produk olahan besi baja impor.

    3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan

    a) Pelarangan ekspor bijih besi dan mendorong dibangunnya industri hilir besi baja

    b) Inisiasi pembentukan Pusat Teknologi Baja untuk mengembangkan industri baja nasional

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 25

    c) Mempercepat proses pemeriksaan skrap impor di pelabuhan-pelabuhan utama di wilayah Indonesia agar tidak mengganggu operasional industri besi baja nasional

    d) Pemberlakuan SNI wajib terhadap beberapa produk industri baja (logam) dengan tujuan agar produk impor yang masuk ke Indonesia dan beredar dipasar domestik harus memenuhi persyaratan mutu SNI, dapatmemberikan jamian kualitas atas K3L kepada konsumen dan terciptanya persaingan yang sehat dan adil antra produk dalam negeri dengan impor

    e) Pemberlakuan instrumen safeguard dan Biaya Masuk Anti Dumping(BMAD) sebagai tindakan pengamanan perdagangan untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan barang impor

    f) Telah dilakukan pembahasan revisi PP no. 18 tahun 1999 jo. PP no. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) di Kementerian Lingkungan Hidup.

    4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012

    a) Telah diberlakukan 18 SNI Wajib untuk produk-produk baja,b) Telah diberikan insentif berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah

    (BMDTP) atas impor barang dan bahan guna memproduksi barang/jasa untuk industri, termasuk steel cord.

    c) Pemberlakuan instrumen safeguard untuk beberapa produk baja yaitu, kawat seng, kawat bindrat, tali kawat baja (wire rope), tali kawat baja (flattened strand), kawat bronjong dan casing & tubing seamless

    d) Pemberlakuan instrumen BMAD untuk produk Hot Rolled Coil, H Section dan I Section, Hot Rolled Plate dan Cold Rolled Coil

    e) Pembahasan revisi PP no. 18 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun (B3) menghasilkan adanya ketentuan limbah khusus untuk komoditas tertentu yang dijadikan sebagai bahan baku industri logam dalam negeri (slag baja, copper slag, fly ash, bottom ash, dll) sehingga tidak dikategorikan limbah umum yang dilarang.

    f) Terdapat beberapa investasi baru industri baja nasional, antara lain:(1) Telah beroperasinya PT. Meratus Jaya Iron & Steel yang berlokasi di

    Kalimantan Selatan yang mengolah bijih besi menjadi sponge iron dengan kapasitas produksi 315.000 Ton dengan nilai investasi sebesar Rp 1,17 Triliun.

    (2) PT. Krakatau Steel dan POSCO telah sepakat membangun pabrik baja di Cilegon dengan kapasitas total 6 juta ton per tahun untuk produk hot rolled coil, slab dan plat baja.

    (3) Telah beroperasinya PT. Indoferro secara komersial yang berlokasi di Cilegon, Provinsi Banten yang memproduksi Pig Iron dengan kapasitas 500 ribu ton/ tahun dan Nickel Pig Iron dengan kapasitas 250 ribu ton/ tahun dengan nilai investasi sebesar USD 110 juta.

    (4) Telah dilakukannya Ground Breaking PT. Batulicin Steel pada bulan Juli 2012 yang rencananya akan memproduksi baja dasar sebesar 3 juta ton/tahun dengan nilai investasi sebesar USD 1,5 Milyar, dengan

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 26

    rincian Besi Beton sebesar 1 juta ton/tahun dan Ferro Nickel sebesar 600 ribu ton/tahun pada tahap awal serta H-Beam Steel dan Pelat Baja sebesar 2 juta ton/tahun pada tahap selanjutnya.

    (5) Rencana pembangunan PT. Jogja Magasa Iron yang berlokasi di Kulon Progo, Jogjakarta yang mengolah pasir besi menjadi pig iron dengan kapasitas produksi 1 juta ton.

    d. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)

    1) Gambaran Umum

    Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Barang Kulit dan Alas Kaki merupakan industri penting di Indonesia dan salah satu komoditi andalan industri manufaktur. Industri TPT, Alas Kaki dan Penyamakan Kulit menjadi salah satu komponen utama pembangunan industri nasional, dengan tiga peran pentingnya yaitu penyumbang devisa ekspor non migas, penyerapan tenaga kerja dan pemenuhan kebutuhan sandang dalam negeri.

    Pertumbuhan Industri TPT, Barang Kulit dan Alas Kaki juga cukup signifikan, dimana setelah mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2007-2008 akibat dampak krisis ekonomi global, kini dapat tumbuh di atas 4%. Tenaga kerja yang terserap oleh industri TPT skala besar dan menengah pada tahun 2012 kurang lebih 1,5 juta, dengan nilai ekspor pada tahun 2012 mencapai US$ 12,45 milyar.

    2) Permasalahan

    a) Kenaikan upah buruh, harga BBM dan tarif listrik telah meningkatkan biaya produksi.

    b) Membanjirnya produk impor dengan harga yang sangat murah serta banyaknya produk impor ilegal, telah membuat produk dalam negeri kalah bersaing di pasar domestik, terutama sebagai dampak dari pemberlakuan ACFTA.

    c) Sekitar 80% dari populasi mesin-mesin industri benang dan kain usianya sudah di atas 20 tahun, yang mengakibatkan efisiensi, produktivitas dan kualitas produk rendah, sehingga makin tidak bisa bersaing.

    d) Tingkat Kemampuan SDM Industri yang masih rendah dibandingkan dengan Negara-negara pesaing.

    3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan

    a) Melaksanakan program restrukturisasi permesinan/peralatan Industri TPT melalui pemberian potongan harga mesin peralatan dan pemberian pinjaman/kredit dengan suku bunga rendah.

    b) Pemberian bantuan mesin/peralatan untuk meningkatkan teknologi bagi Klaster Industri TPT khususnya IKM.

    c) Meningkatkan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Garmen di Semarang dengan memberikan bantuan mesin/peralatan.

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 27

    d) Pengembangan Teknologi Produksi ITPT melalui kerjasama dengan negara berteknologi maju, sebagaimana telah diimplementasikan dalam pilot project NEDO di bidang dyeing & finishing yang hemat energi, air dan bahan kimia di PT. Daliatex Bandung

    e) Memfasilitasi industri TPT untuk memperoleh fasilitas BMDTP bagi importasi bahan baku/bahan penolong yang belum diproduksi di dalam negeri, yaitu polipropilene untuk industri karpet

    f) Mengembangkan standard produk tekstil (SNI) melalui untuk tujuan mendorong pencapaian tingkat mutu yang unggul serta keamanan dan keselamatan, serta pengembangan standard Kompetensi tenaga kerja industri tekstil (SKKNI)

    g) Mengkolaborasikan antara Produsen Tekstil dengan para Designer dalam rangka meningkatkan daya saing produk TPT Nasional baik di pasar dalam negeri maupun ekspor

    h) Mengembangkan lembaga pendidikan Tekstil yang mampu menghasilkan tamatan yang memenuhi harapan dunia kerja

    i) Promosi produk TPT melalui Pameran baik didalam maupun diluar Negeri

    4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012

    a) Dari pagu anggaran yang dialokasikan untuk Program Revitalisasi Industri TPT sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, program ini mampu menstimulus kegiatan investasi mesin/peralatan yang dilakukan oleh dunia usaha, sebagai berikut:

    Tabel 3.10 Perkembangan Program Restrukturisasi ITPT Tahun 2007-2012

    No TahunPeserta Unit

    usahaPagu Dipa

    (Rp. Milyar)Nilai Bantuan (Rp. Milyar)

    Nilai Investasi (Rp. Milyar)

    Industri Tekstil dan Produk Tekstil

    1 2007 92 255,00 152,31 1.5502 2008 175 330,00 181,71 1.7903 2009 193 240,00 170,75 1.4404 2010 151 154,15 144,37 1.5445 2011 109 133,50 133,03 1.3916 2012 142 128,40 127,73 1.562

    b) Program Revitalisasi Industri TPT pada tahun 2007-2012 telah menghasilkan penambahan tenaga kerja sebanyak 92.000 orang, peningkatan kapasitas produksi sebesar 16-21%, peningkatan produktivitas sebesar 6-10%, serta peningkatan efisiensi energi sebesar 5-9%.

    c) Pada tahun 2004-2012 telah dilakukan peningkatan kemampuan SDM dalam bentuk pelatihan industri garmen, dengan jumlah peserta sebagai berikut:

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 28

    Tabel 3.11 Jumlah Peserta Pelatihan SDM ITPT Tahun 2004-2013

    Jenis Pelatihan 2004-2010 (orang)

    2011 (orang)

    2012 (orang)

    2013 (orang)

    Total 2004-2013

    (orang)

    Pelatihan Peningkatan Kemampuan SDM Industri TPT, Alas Kaki, Kulit dan Mainan

    2.000 - - - 2.000

    Pelatihan Industri Garment - 2.520 1.300 4.050 9.270

    d) Perluasan investasi dan pembangunan pabrik baru PT. Indorama Polyester Industries di Karawang, dengan total nilai investasi US$ 400 juta.

    e. Industri Alas Kaki

    1) Gambaran Umum

    Industri Alas Kaki dan Barang Kulit termasuk industri yang menyerap banyak tenaga kerja (padat karya), dengan jumlah tenaga kerja industri menengah dan besar pada tahun 2012 mencapai 548.335 orang. Nilai ekspor produk industri alas kaki dan barang kulit pada tahun 2012 adalah sebesar US$ 3,56 milyar.

    2) Permasalahan

    a) Keterbatasan ketersediaan bahan baku kulit jadi, karena bahan baku dari industri penyamakan kulit dalam negeri cenderung diekspor dan proses/prosedur karantina terhadap impor kulit jadi masih memerlukan waktu dan biaya.

    b) Terbatasnya kemampuan dan ketersediaan SDM dalam bidang desain produk dan teknologi produksi khususnya jahit.

    c) Kurangnya promosi produk bagi industri besar dan keterbatasan kemampuan dana promosi bagi IKM baik di dalam dan luar negeri.

    d) Mesin/peralatan yang digunakan sebagian besar sudah tua diatas 20 tahun, sedangkan untuk peremajaan kesulitan dalam sumber pembiayaan karena dianggap foot loose industry.

    3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan

    a) Memfasilitasi kepesertaan dalam pameran internasional didalam negeri.b) Fasilitasi pelatihan SDM industri alas kaki bidang teknologi produksi,

    manajemen keuangan dan pemasaran serta entrepreneurship motivation. c) Fasilitasi kerjasama dengan sumber pembiayaan dalam rangka

    peningkatan akses pembiayaan. d) Fasilitasi kerjasama aliansi strategis antara perusahaan champion

    dengan mitranya baik sebagai pemasok bahan baku maupun bahan penolong dan subcontracting serta lembaga penelitian dan pengujian.

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 29

    e) Melakukan koordinasi dengan instansi terkait terutama KementerianPertanian, Ditjen Bea & Cukai dalam rangka kelancaran proses karantina impor kulit jadi.

    f) Mempersiapkan penerapan SNI wajib untuk Safety Shoes.g) Melaksanakan program restrukturisasi mesin/peralatan industri alas kaki

    dan penyamakan kulit yang dimulai dari tahun 2009 hingga sekarang

    4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012

    a) Dari pagu anggaran yang dialokasikan untuk Program Revitalisasi Industri Alas Kaki dan Penyamakan Kulit sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2012, program ini mampu menstimulus kegiatan investasi mesin/peralatan yang dilakukan oleh dunia usaha, sebagai berikut:

    Tabel 3.12 Perkembangan Program Restrukturisasi Industri Alas Kaki &

    Penyamakan Kulit Tahun 2009-2012

    No TahunPeserta Unit

    usahaPagu Dipa

    (Rp. Milyar)Nilai Bantuan (Rp. Milyar)

    Nilai Investasi (Rp. Milyar)

    Industri Alas Kaki & Penyamakan Kulit

    1 2009 26 52,50 13,60 1362 2010 24 24,45 18,30 1833 2011 19 19,00 18,38 1914 2012 19 17,00 16,76 175

    b) Program Revitalisasi Industri Alas Kaki dan Penyamakan Kulit pada tahun 2009-2012 telah menghasilkan penambahan tenaga kerja sebanyak 102.000 orang, peningkatan kapasitas produksi sekitar 35%, peningkatan produktivitas sekitar 9%, serta peningkatan efisiensi energi sebesar 4-7%.

    c) Pada tahun 2004-2012 telah dilakukan peningkatan kemampuan SDM dalam bentuk pelatihan industri garmen, dengan jumlah peserta sebagai berikut:

    Tabel 3.13 Jumlah Peserta Pelatihan SDM Industri Alas Kaki

    Tahun 2004-2013

    Jenis Pelatihan 2004-2010 (orang)

    2011 (orang)

    2012 (orang)

    2013 (orang)

    Total 2004-2013

    (orang)

    Pelatihan Peningkatan Kemampuan SDM Industri TPT, Alas Kaki, Kulit dan Mainan

    2.000 - - - 2.000

    Pelatihan Industri Alas Kaki - 480 5.100 1.050 6.630

    d) Telah memfasilitasi pameran produk-produk industri TPT, Alas Kaki & Barang Kulit pada kurun waktu 2005-2012 sebanyak 70 event baik nasional maupun internasional.

    e) Dalam rangka perlindungan terhadap produk-produk industri alas kaki dan barang kulit, telah dilakukan pemberlakuan SNI wajib untuk sepatu

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 30

    pengaman (safety shoes) dengan sistem Goodyear Welt, sol karet cetak vulkanisir, serta sol poliuretan dan termoplastik poliuretan cetak injeksi.

    f. Industri Semen

    1) Gambaran Umum

    Semen merupakan salah satu komoditi strategis sebagai penunjang dalam perekonomian nasional melalui pembangunan infrastruktur dan perumahan, gedung serta fasilitas umum lainnya. Peruntukan semen pun semakin meluas untuk membangun prasarana jalan beton yang mempunyai banyak keunggulan dibandingkan aspal.

    Pertumbuhan industri semen selama periode tahun 2004-2012 cenderung positif. Setelah mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2008 dan 2009, industri semen dan barang galian bukan logam kembali tumbuh tinggi hingga lebih dari 7% pada tahun 2011-2012. Selain berdampak pada penambahan kapasitas, pertumbuhan industri semen juga diikuti oleh upaya-upaya peningkatan daya saing yaitu diversifikasi produk semen, efisiensi energi, penggunaan batu bara kalori rendah dan bahan bakar alternatif.

    Lokasi pabrik semen saat ini masih terpusat di Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Sementara itu, permintaan/kebutuhan semen mengalami kenaikan yang cukup besar, dimana tahun 2011 meningkat 17,7%., sedangkan pada tahun 2015 kebutuhannya diperkirakan mencapai 70 juta ton.

    2) Permasalahan

    a) Konsumsi energi yang diperlukan untuk produksi semen di Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan negara lain.

    b) Beberapa produsen semen menemui kendala pada pemanfaatan lahan tambang batu kapur dan tanah liat untuk bahan baku

    c) Pasokan energi listrik dan batubara belum terpenuhi secara kontinud) Prasarana dan sarana transportasi terbatas, khususnya di Kawasan

    Timur Indonesia dimana fasilitas dermaga yang sangat terbatas dan waktu bongkar yang lama.

    3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan

    a) Mengamankan pasokan dalam rangka pemenuhan kebutuhan nasional;b) Meningkatkan efisiensi dan konservasi energi;c) Memperkuat kemitraan antara industri semen dengan industri hilir.d) Mengembangkan industri semen nasional, khususnya di Kawasan Timur

    Indonesia;e) Mengembangkan kompetensi sumber daya manusia dalam rekayasa,

    fabrikasi dan konstruksi pabrik semen;f) Mengamankan pasokan batubara melalui pemanfaatan potensi yang ada

    untuk industri semen nasional;

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 31

    g) Meningkatkan kemampuan rekayasa dan pabrikasi pabrik-pabrik semen generasi baru yang lebih efisien dan hemat energi.

    4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012

    a) Pada tahun 2004-2012, telah terjadi peningkatan kapasitas dan nilai produksi dan utilitasisasi industri semen.

    Tabel 3.14 Profil Industri Semen Nasional Tahun 2004-2012

    ASPEKTAHUN

    2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

    Kapasitas 47.490 46.090 45.090 44.890 44.890 45.890 51.850 52.940 55.940

    Produksi 33.014 33.918 33.030 35.030 38.556 38.000 37.843 45.438 38.877

    Impor 1.055 1.213 1.200 1.631 1.383 1.284 1.057 876

    Utilitas (%) 69,5 75,6 73,2 78 85,9 82,8 72,8 85,8 92,7

    Total Pemasaran - - - 34.171 38.070 36.900 40.777 47.999 39.615

    b) Realisasi pembangunan oleh PT. Semen Gresik Group:(1) Unit pengantongan semen di Sorong, Papua Barat oleh PT. Semen

    Gresik yang direncanakan mulai beroperasi pada awal tahun 2013;(2) Unit pabrik baru PT. Semen Gresik di Tuban, Jawa Timur (Tuban IV)

    dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, telah beroperasi pada pertengahan tahun 2012;

    (3) Unit pabrik baru PT. Semen Tonasa di Pangkep, Sulawesi Selatan (Tonasa V) dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, akan beroperasi pada awal tahun 2013.

    c) Realisasi pembangunan oleh PT. Semen Bosowa:(1) Unit penggilingan semen di Banyuwangi, Jawa Timur dengan

    kapasitas 1,2 juta ton per tahun. Pembangunan dimulai bulan Mei 2012, dan direncanakan selesai pada tahun 2013;

    (2) Unit pabrik baru di Maros, Sulawesi Selatan dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun. Pembangunan dimulai bulan November 2012, direncanakan selesai pada tahun 2014.

    d) Realisasi pembangunan pabrik baru oleh PT. Holcim Indonesia di Tuban, Jawa Timur, dengan kapasitas 1,7 juta ton per tahun. Saat ini dalam proses konstruksi pabrik dan direncanakan selesai pada tahun 2014.

    e) Realisasi pembangunan pabrik oleh investor baru:(1) State Development and Investment Cooperation (SDIC) di

    Manokwari, Papua Barat dengan kapasitas 1 juta ton per tahun, saat ini dalam proses pembebasan lahan.

    (2) Anhui Conch Cement Co., Ltd. di Tanjung, Kalimantan Selatan dengan kapasitas 2,5 juta ton per tahun, saat ini dalam proses pembebasan lahan.

    (3) China Trio Int. Engineering Co. Ltd. Di Subang (Jabar) dengan kapasitas 1,5 juta ton/tahun

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 32

    (4) Siam Cement (Akuisisi Boral/Jaya Readymix) di Sukabumi (Jabar) dengan kapasitas 1,8 juta ton/tahun

    (5) Wilmar, Semen Merah-Putih di Bayah (Banten) dengan kapasitas 1,2 juta ton/tahun

    (6) PT. Jui Shin Indonesia Semen Karawang/Paku Bumi di Karawang (Jabar) dengan kapasitas 2,5 juta ton/tahun

    (7) Semen Grobogan/Gajah Tunggal (China Triumph Int Eng Co. Ltd./CTIEC) di Grobogan (Jateng) dengan kapasitas 1,5 juta ton

    g. Industri Keramik

    1) Gambaran Umum

    Industri Keramik Nasional didominasi oleh keramik tile untuk keperluan bahan bangunan, kramik peralatan rumah tangga, barang seni dan kebutuhan untuk membersihkan (sanitair). Proses industri keramik yang membutuhkan proses pembakaran suhu tinggi (lebih dari 1.000C) memerlukan banyak bahan bakar dan proses pembakaran yang bersih.

    Gas memiliki komponen yang dibutuhkan industri keramik, namun sering kali terkendala dengan pasokannya yang lebih banyak diekspor ke luar negeri. Ketidakpastian akan pasokan gas bumi pada industri keramik menyebabkan ketidakpastian dalam hal produksinya. Perbankan menilai bahwa industri keramik memiliki risiko yang besar, sehingga bunga yang dibebankan pada industri keramik juga besar. Hal ini membuat daya saing industri keramik nasional kurang kompetitif dengan produk pesaing, meskipun di dunia Industri keramik Nasional menduduki peringkat ke 6 (enam).

    2) Permasalahan

    a) Tidak adanya kepastian jaminan pasokan gas untuk industri keramik nasional untuk jangka pendek dan jangka panjang.

    b) Kualitas bahan baku masih belum standar, terutama feldspar. Sedangkan kaolin, pasir kuarsa dan ball clay sudah memenuhi standar.

    c) Masih lemahnya penguasaan teknologi produksi dan desain produk keramik.

    d) Sekolah-sekolah desain keramik perlu mendekatkan diri dengan dunia usaha.

    e) Industri keramik perlu meningkatkan inovasi dalam proses produksi yang hemat energi.

    3) Langkah-langkah Yang Telah Dilakukan

    a) Koordinasi pengamanan pasokan gas untuk industri keramik;b) Promosi investasi bahan baku keramik;c) Peningkatan efisiensi energi melalui penerapan konservasi energi;d) Pengembangan desain produk industri keramik;e) Meningkatkan pengamanan dan kualitas produk keramik melalui SNI;

  • Laporan Perkembangan Program Kerja Kementerian Perindustrian 2004-2012 33

    f) Melakukan revitalisasi Unit Pelayanan Teknis (UPT) Industri Kecil dan Menengah Keramik.

    4) Hasil-hasil Yang Dicapai Tahun 2004-2012

    a) Tercapainya pengamanan kebutuhan gas untuk keperluan industri keramik di Jawa dengan PT. Perusahaan Gas Negara.

    b) Lokus klaster keramik yang akan mengembangkan pengolahan bahan baku di Kalimantan Barat.

    c) Adanya realisasi perluasan pabrik keramik PT. Arwana Citramulia. d) Jumlah Entitas kolaborasi klaster industri semen dan industri keramik

    sebanyak 104 telah tercapai.e) Dibentuknya Forum Komunikasi Pengguna Gas dalam rangka upaya

    pengamanan sumber energi gas bagi industri keramik dan kaca.f) Fasilitasi Pengembangan Unit Clay Center di Kalimantan Barat.g) Pada tahun 2008-2012, terjadi perkembangan produksi keramik nasional.

    Ubin keramik mengalami penurunan dari tahun 2008-2010, kemudian sedikit meningkat pada tahun 2011 dan 2012 namun masih lebih rendah dibanding tahun 2008. Sedangkan produksi alat makan keramik (tableware), keramik sanitary, barang keramik lainnya dan keramik untuk laboratorium mengalami kenaikan.

    Tabel 3.15 Perkembangan Produksi Industri Keramik Nasional

    Tahun 2008-2012

    Jenis Keramik Unit 2008 2009 2010 2011 2012

    Ubin keramik Ton 4.015.323 3.330.000 3.370.572 3.720.352 3.794.759

    Alat makan keramik (Table ware) Ton 40.000 40.800 41.616 42.448 43.306

    Keramik sanitary Ton 57.369 56.104 56.104 57.226 58.371

    Barang keramik lainnya Ton 57.369 56.104 56.104 57.226 58.371

    Keramik untuk laboratorium Ton 23.763 24.238 24.723 25.217 25.722

    h. Revitalisasi dan Penumbuhan Industri Barang Karet

    1) Gambaran Umum

    Indonesia memiliki perkebunan karet terluas di dunia, yaitu 3,4 juta ha pada 2012, dimana 85%-nya merupakan perkebunan karet rakyat yang banyak menyerap tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja industri karet di sektor on-farmkurang lebih 2,1 juta kepala keluarga, dan di sektor off-farm (industri pengolahan) sekitar 100 ribu orang. Produksi karet alam Indonesia adalah sebesar 3,0 juta ton pada tahun 2012 (lebih dari 80% diekspor) dengantingkat produktivitas 1 ton/ha, yang menempatkan Indonesia sebagai negara produsen karet nomor 2 (dua) dunia setelah Thailand.

    Nilai ekspor produk pengolahan karet Indonesia pada tahun 2012 mencapai US$ 10,82 milyar, meningkat 267% dibandingkan t