MAKALAH KAWASAKI.doc

53
KEPERAWATAN ANAK I PENYAKIT KAWASAKI PADA ANAK Disusun Oleh: KELAS C FOCUS GROUP 3 Devi Puri Sukmawati/1206218966 Ni Made K. Wardani/1206218695 Rahmatul Hidayah/1206249965 Shintia Silvana/1206240543 Tarnimatul Ummah/1206278845 Yohana Andini/1206218511

Transcript of MAKALAH KAWASAKI.doc

KEPERAWATAN ANAK IPENYAKIT KAWASAKI PADA ANAK

Disusun Oleh:

KELAS C

FOCUS GROUP 3Devi Puri Sukmawati/1206218966Ni Made K. Wardani/1206218695

Rahmatul Hidayah/1206249965Shintia Silvana/1206240543Tarnimatul Ummah/1206278845Yohana Andini/1206218511FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikantugas makalah dengan pokok bahasan Penyakit Kawasaki Pada Anak guna memenuhi tugasmata ajar Keperawatan Anak I.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Efa Apriyanti S.Kep. selaku dosen pembimbing mata ajar Keperawatan Anak Iyang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua kami yang telah memberi dukungan berupa moril dan materil. Tak lupa juga kepada teman-teman yang telah membantu penyelesaian makalah ini.Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan sebagaimana mestinya. Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu mohon kritik dan saran dari semua pihak agar penulis dapat menyempurnaan pembuatan makalah ini.

Depok, 20 Mei 2014

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDULi

KATA PENGANTARii

DAFTAR ISIiii

BAB 1 PENDAHULUAN1

1.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah11.3 Tujuan Penulisan21.4 Metode Penulisan21.5 Sistematika Penulisan2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA32.1 Definisi Penyakit Kawasaki32.2 Etiologi Penyakit Kawasaki42.3 Faktor Risiko Penyakit Kawasaki52.4 Anatomi Fisiologi Pembuluh Darah82.4.1 Sistem Pembuluh Darah82.4.2 Stuktur Dinding Pembuluh Darah102.5 Patofisiologi Penyakit Kawasaki122.6 Manifestasi Klinis Penyakit Kawasaki132.7 Komplikasi Penyakit Kawasaki15BAB 3 PEMBAHASAN163.1 Kasus163.2 Pembahasan Kasus163.3 Pengkajian173.4 Diagnosis dan Intervensi Keperawatan193.4.1 Masalah Keperawatan Pada Kasus19

3.4.2 Masalah Keperawatan Tambahan yang Dapat Muncul22

3.5 Evaluasi253.6 Perencanaan Pulang dan Perawatan Di Rumah253.7 Penatalaksanaan Medis26BAB 4 PENUTUP274.1 Kesimpulan274.2 Saran27DAFTAR PUSTAKAv

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasaki sindrom (KS), juga dikenal sebagai Penyakit Kawasaki, merupakan penyakit yang tidak biasa dengan dasar adanya peradangan pembuluh darah di seluruh tubuh. Gejalanya adalah demam beberapa hari, ruam/bercak merah, pembengkakan tangan dan kaki, mata merah, iritasi dan peradangan selaput lendir mulut, bibir dan tenggorokan serta pembengkakan kelenjar getah bening di leher. Dampak jangka pendek mungkin tidak terlalu serius, tetapi pada beberapa kasus dapat terjadi komplikasi jangka panjang termasuk kerusakan arteri koroner.

Kawasaki hampir selalu menyerang anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Anak laki laki lebih banyak terserang daripada anak perempuan, alasannya belum jelas. Penyakit Kawasaki pertama kali ditemukan di Jepang oleh Tomisaku Kawasaki pada tahun 1967, dan kasus pertama Jepang dilaporkan di Hawaii pada tahun 1976. Sejak saat itu Penyakit kawasaki paling banyak ditemukan di Jepang. Di Amerika Serikat penyakit ini ditemukan pada semua kelompok ras dan etnis tetapi lebih sering dijumpai pada keturunan Asia. Penyakit ini bukan penyakit yang jarang ditemukan. Di Amerika Serikat jumlah yang pasti belum dapat ditentukan, tetapi diperkirakan sekitar 10 dari 100.000 anak balita. Penyakit ini dapat mewabah pada suatu kelompok atau lokasi, biasanya saat musim dingin atau musim semi.1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme dan penyebab timbulnya penyakit kawasaki pada anak?

2. Apa saja faktor risiko serta tanda dan gejala dari penyakit kawasaki?

3. Bagaimana pengkajian keperawatan yang diperlukan dan masalah keperawatan yang muncul (penyakit kawasaki)?

4. Bagaimana terapi keperawatan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang timbul?1.3 Tujuan Penulisan1. Menjelaskan mekanisme dan penyebab terjadinya penyakit kawasaki.

2. Menjelaskan faktor risiko serta tanda dan gejala dari penyakit kawasaki.3. Menjelaskan pengkajian keperawatan yang diperlukan dan menganalisa masalah keperawatan yang muncul (Penyakit Kawasaki).4. Menentukan terapi keperawatan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah keperawatan yang timbul.1.4 Metode PenulisanPenulisan makalah ini yang berjudul Penyakit Kawasaki menggunakan sumber dari studi literatur, dimana penyusun mencari dan menggunakan buku yang diperlukan dan sesuai dengan materi yang akan dibahas. Selain menggunakan studi literarur, penyusun juga mengumpulkan sumber-sumber data yang relevan dari internet untuk melengkapi dan menambahkan materi.

1.5 Sistematika PenulisanMakalah ini tersusun menjadi empat bab yaitu dengan rincian bab pertama merupakan bab pendahuluan, bab kedua tinjauan pustaka, bab ketiga analisis masalah, dan yang terakhir bab empat berisi penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi Penyakit Kawasaki

Penyakit Kawasaki adalah penyakit demam akut pada anak kecil yang menyebabkan vaskulitis sistemik luas. Penyakit ini dapat dikenali dari aktivasi sistem imun nyata yang menyebabkan cedera pembuluh darah kecil dan sedang. Penyakit ini menyerang banyak sistem tubuh dan dapat menimbulkan konsekuensi kardiovaskular yang dapat mengancam hidup (Betz, 2009). Penyakit ini disebut juga mucocutaneous lymph node syndrome dan infantile periarteritis nodosa. Penyakit Kawasaki pertama kali dikemukakan pada tahun 1967 oleh Dr Tomisaku Kawasaki, yang melaporkan 50 kasus penyakit khas, dengan tanda seperti demam, ruam, infeksi konjungtiva, limfadenitis serviks, peradangan pada bibir dan rongga mulut, eritema, dan edema dari tangan dan kaki, pada anak-anak terlihat di Palang Merah Medical Center Tokyo di Jepang. Penyakit ini awalnya dianggap jinak. Namun, laporan selanjutnya menunjukkan bahwa hampir 2% dari pasien dengan penyakit Kawasaki kemudian meninggal. Kematian terjadi di kalangan anak-anak yang berusia kurang dari dari 2 tahun. Anak-anak ini meninggal saat mereka dalam masa perbaikan atau setelah mereka tampaknya pulih. Pemeriksaan postmortem mengungkapkan oklusi trombotik lengkap aneurisma arteri koroner (CAAS), dengan infark miokard (MI) sebagai penyebab langsung kematian.Penyakit Kawasaki ini merupakan penyebab utama penyakit jantung didapat pada anak-anak dan dapat menjadi faktor risiko untuk penyakit jantung iskemik dewasa. Studi ekokardiografi telah menunjukkan bahwa 20-25 % anak-anak yang tidak diobati dengan penyakit Kawasaki mengembangkan gejala sisa kardiovaskular mulai dari tanpa gejala ectasis arteri koroner atau pembentukan aneurisma CAAS dengan trombosis, MI, dan kematian mendadak . Tingkat kematian adalah 0,1-2 %.2.2 Etiologi Penyakit Kawasaki

Penyakit Kawasaki belum dipahami dengan baik dan penyebabnya belum diketahui. Namun saat ini diduga penyebabnya merupakan gangguan autoimun dan predisposisi genetik. Masalahnya mempengaruhi selaput lendir, kelenjar getah bening, dinding pembuluh darah, dan jantung (Starkebaum, 2013).1. InfeksiPenyakit Kawasaki konsisten dengan etiologi infeksi termasuk terjadinya epidemi terutama di akhir musim dingin dan musim semi dengan interval 3 tahun dan penyebaran geografis seperti gelombang epidemi tersebut. Penyakit Kawasaki tidak umum terjadi pada bayi berusia kurang dari 4 bulan, ini menunjukkan bahwa antibodi ibu dapat memberikan kekebalan pasif. Selama bertahun-tahun, beberapa agen infeksi telah diteliti sebagai pencetus atau etiologi penyakit. Adapun berdasarkan sebuah penemuan, terdapat hipotesis bahwa agen infektif penyakit Kawasaki kemungkinan besar virus RNA di mana-mana yang mengakibatkan infeksi asimtomatik pada kebanyakan individu tetapi menyebabkan penyakit Kawasaki pada individu yang memang sebelumnya memiliki predisposisi atau genetik tertentu.2. GenetikDergun et al, Newburger et al, dan Burns et al dalam Scheinfeld (2014) digambarkan keluarga dengan beberapa anggota yang terkena dengan penyakit Kawasaki. Dalam keluarga ini, penyakit Kawasaki terjadi pada 2 generasi atau dalam beberapa saudara kandung. Tidak ada pola yang jelas warisan dapat disimpulkan dari silsilah ini. Oleh karena itu, beberapa alel polimorfik mungkin mempengaruhi kerentanan penyakit Kawasaki.

Sebuah studi genom dengan Taniuchi et al dalam Scheinfeld (2014) menemukan bahwa faktor genetik dapat mempengaruhi perkembangan lesi arteri koroner pada penyakit Kawasaki. Dalam penelitian ini, DNA genom diekstraksi dari seluruh darah yang dikumpulkan dari 56 pasien dengan penyakit Kawasaki yang menerima gamma globulin pengobatan, dan genotipe untuk FCG RIIIb-NA (1,2), FCG RIIa-H/R131, dan FCG RIIIa-F/V158 ditentukan.Sekitar 23 % dari pasien dengan alel HH untuk polimorfisme FCG RIIA mengembangkan lesi arteri koroner, dibandingkan dengan 60 % dengan HR dan RR alel. HR dan RR alel dapat menjadi prediktor perkembangan lesi koroner pada penyakit Kawasaki sebelum memulai terapi gamma globulin. Selain itu, polimorfisme dalam plasma platelet-activating factor acetylhydrolase terlibat dalam perlawanan terhadap pengobatan imunoglobulin pada penyakit Kawasaki.

2.3 Faktor Risiko Penyakit Kawasaki

Penyakit Kawasaki (KD atau Kawasaki Disease) adalah vaskulitis yang terjadi pada anak-anak dan menunjukkan kecenderungan untuk terjadinya penyakit arteri koroner. Etiologinya masih belum diketahui, meskipun beberapa faktor risiko kerentanan telah ditetapkan. Kelainan ini umumnya dianggap sebagai hasil dari aktivasi kekebalan tubuh yang abnormal, tetapi pemicu respon abnormal ini tidak diketahui. Karena kasus gangguan cenderung mengelompok secara geografis dan dipengaruhi musim, peneliti menganggap bahwa infeksi mungkin terlibat. Namun, tidak ada agen infeksi (seperti virus atau bakteri) yang telah diidentifikasi. Etnis Asia merupakan faktor risiko utama (Portman, 2013). Beberapa teori telah beredar mengenai perbedaan dalam insiden etnis Penyakit Kawasaki. Teori-teori melibatkan perbedaan geentik antara populasi sebagai penyebab perbedaan ini memiliki area penyelidikan aktif didominasi dan oleh beberapa kelompok penelitian. Perbedaan dalam pola makan antara orang Asia dan Barat yang disebut-sebut sebagai alasan untuk perbedaan etnis terkait tertentu dalam kerentanan terhadap penyakit jantung dan kanker pada orang dewasa.

1. Variasi Gen ITPKC

Nama resmi dari gen ITPKC yaitu inositol-triphosphate 3-kinase C. ITPKC adalah simbol untuk memudahkan dalam mengingat dan menulisnya. Lokasi gen ini yaitu mulai pasangan basa 40.716.979 hingga pasangan basa 40.740.859 pada kromosom 19. Nama lain dari gen ITPKC antara lain:

inositol 1,4,5-triphosphate 3-kinase C

InsP 3 kinase C

insP 3-kinase C

IP3-3KC

IP3 3-kinase C

IP3KC

IP3K C

IP3KC_HUMAN

Gen ITPKC menyediakan instruksi untuk membuat satu versi (isoform) dari enzim inositol 1,4,5-triphosphate 3-kinase (ITPK). Enzim ini membantu menambahkan sekelompok atom oksigen dan fosfor (grup posfat) ke sebuah molekul yang disebut Ins(1,4,5)P3 untuk memproduksi sebuah molekul yang bernama Ins(1,3,4,5)P4. Kedua molekul ini terlibat dalam pengaturan jumlah kalsium di dalam sel.

Beberapa versi (isoform) dari enzim ITPK diproduksi dari gen yang berbeda. Mereka memainkan bermacam-macam peran dalam berbagai proses pada tubuh manusia. Isoform yang diproduksi oleh gen ITPKC disebut inositol 1,4,5-triphosphate 3-kinase (ITPKC). Isoform ini terlibat dalam sebuah mekanisme yang disebut Ca(2+)/NFAT signaling pathway, yang memengaruhi level kalsium. Mekanisme tersebut membantu membatasi aktivitas sel-sel dalam sistem imun yang bernama sel T. Sel T mengidentifikasi zat-zat asing dan mempertahankan tubuh dengan melawan infeksi. Pengurangan aktivitas sel T pada saat yang tepat akan mencegah kelebihan produksi protein imunitas, disebut sitokin, yang menyebabkan inflamasi dan lebih jauh lagi kerusakan jaringan.

Variasi gen ITPKC telah dihubungkan dengan peningkatan risiko Penyakit Kawasaki. Variasi tersebut mengubah DNA building block (nukleotida) tunggal dalam sebuah daerah pada gen yang dinamakan intron 1. Hal ini mengakibatkan efisiensi transkripsi gen ITPKC menjadi berkurang, sehingga membuat jumlah enzim ITPKC pun menjadi berkurang. Apabila jumlah enzim ITPKC berkurang, maka produksi protein sitokin akan lebih banyak. Keadaan ini menyebabkan terjadinya inflamasi (peradangan) yang dapat merusak pembuluh darah dan menghasilkan tanda dan gejala dari Penyakit Kawasaki. Tampaknya ada kemungkinan faktor-faktor lain, termasuk perubahan dalam gen lain, juga memengaruhi perkembangan gangguan kompleks ini.

2. Konsumsi Produk Berbahan Kedelai

Kacang kedelai dan produknya adalah sumber yang kaya akan isoflavon, yaitu hormon pada tumbuhan yang menyerupai hormon estrogen pada manusia. Pada banyak anak, paparan zat makanan yang mengandung isoflavon ini bermula dari konsumsi air susu ibu (ASI) dan susu formula berbahan dasar kacang kedelai. Portman berhipotesis bahwa salah satu jenis isoflavon, yang disebut genistein, dapat menghambat fungsi reseptor FcGamma. Hal ini dapat merusak sistem imun pada anak-anak dan membuat mereka menjadi lebih rentan terhadap Penyakit Kawasaki.

Data terbaru dari studi genetik telah menyoroti peran reseptor imun spesifik dalam patogenesis Penyakit Kawasaki. Fungsi reseptor Fc (FcGrs) disesuaikan dengan isoflavon dalam kedelai, khususnya genistein. Data epidemiologis dari populasi Hawaii mendukung hubungan antara konsumsi kedelai dan Penyakit Kawasaki. Observasi ini membentuk dasar dari hipotesis bahwa isoflavon berpartisipasi dalam patogenesis Penyakit Kawasaki dengan cara memodulasi (merubah suatu gelombang periodik sehingga menjadi suatu sinyal mampu membawa suatu informasi) fungsi FcGrs dan mengganggu keseimbangan antara aktivasi dan penghambatan respon inflamasi.

Portman menguraikan teori ini dalam sebuah makalah baru-baru ini di Pediatric Research. Makalah ini menjelaskan bagaimana Portman dan rekan-rekannya menganalisis data tentang konsumsi kedelai pada ribuan orang Kaukasia, Hawaii dan Jepang. Dia membandingkan data ini dengan kejadian Penyakit Kawasaki dalam populasi Hawaii. Data menunjukkan bahwa konsumsi kedelai berkaitan dengan risiko lebih tinggi terhadap Penyakit Kawasaki pada anak-anak di bawah usia 18. Hal ini dapat menjelaskan mengapa penyakit ini umunya terjadi di populasi Asia, terutama pada anak-anak Jepang. The Portman Research Group sekarang mengejar studi kasus-kontrol yang menganalisis konsumsi kedelai pada anak-anak dari latar belakang etnis yang berbeda di Amerika Serikat.

Terdapat faktor risiko atau insidensi lain terjadinya penyakit Kawasaki, diantaranya: (Scheinfeld, 2014)

Ras, meskipun penyakit Kawasaki telah dilaporkan pada anak-anak dari semua etnis, namun terjadi paling sering pada anak-anak Asia, khususnya keturunan Jepang. Jenis kelamin, penyakit Kawasaki adalah sedikit lebih umum pada laki-laki daripada perempuan. Rasio perbandingan laki-laku dan permempuan berkisar 1.3-1.83:1 Usia, sekitar 85-90 % dari kasus penyakit Kawasaki terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun (Pinna et all, 2008 dalam Scheinfeld, 2014); 90-95 % kasus terjadi pada anak-anak kurang dari 10 tahun. Penyakit Kawasaki jarang dilaporkan pada remaja dan orang dewasa.2.4 Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah

2.4.1 Sistem Pembuluh Darah

Diantara berbagai organ tubuh, pembuluh darah mungkin merupakan salah satu organ yang mempunyai peranan penting dan sistemnya sangat kompleks. Dikenal dua sistem sirkulasi di manapembuluh darah memegang peranan utama yaitu: sistem sirkulasi sistemik dan sistem sirkulasi paru-paru (Guyton, 2000). Di setiap sistem, masing-masing dikelompokkan menjadi 3 sistem yaitu sistem arterial, sistem kapiler dan sistem venosa.

Aorta adalah pembuluh darah besar bagian dari sistem sirkulasi sistemik, yang keluar dari jantung dan berfungsi untuk membawa darahjantung yang penuh berisi oksigen kepembuluh arteri. Dari pembuluh aorta yang besar kemudian bercabang menjadi beberapa pembuluh darah arteri yang ukurannya lebih kecil dan membawa darahdari percabangan aorta keseluruh tubuh, kecuali arteri paru-paru yang berfungsi sebaliknya (Guyton, 2000; High beam encyclopedia, 2008; Farlex, 2008). Di target organ, pembuluh darah arteri bercabang-cabang dan berakhir menjadi pembuluh darah yang lebih kecil yang disebut dengan arteriol. Arteriol bekerja sebagai katup pengatur di mana darah dilepaskan ke dalam kapiler.

Kapiler adalah pembuluh darah terkecil yang berfungsi untuk menukar cairan dan bahan gizi di antara darah dan ruang interstisial. Venula mengumpulkan darah dari kapiler-kapiler. Secara berangsur-angsur mereka bergabung menjadi vena-vena yang makin lama makin besar. Vena adalah pembuluh darah yang berfungsi sebagai penyalur yang membawa darah dari jaringan kembali ke jantung.

Secara histoanatomik, ketebalan dinding ketiga sistem ini berbeda, sesuai dengan fungsi utamanya masing-masing. Aorta dan pembuluh darah arteri, karena fungsinya untuk menyalurkan darah dari jantung ke seluruh tubuh, mengalami tekanan yang tinggi. Sehingga pembuluh darah arteri memiliki dinding vaskuler yang kuat dan darah mengalir dengan cepat ke jaringan-jaringan. Arteriol yang berfungsi sebagai katup pengatur dari sistem arteri, memiliki dinding otot yang kuat yang dapat menutup sama sekali arteriol tersebut sehingga memungkinkannya untuk berdilatasi beberapa kali, dengan demikian dapat mengubah aliran darah ke kapiler.

Kapiler memiliki fungsi yaitu sebagai penukar cairan dan bahan gizi, memiliki dinding yang sangat tipis dan permeabel terhadap zat yang bermolekul kecil. Selanjutnya dari kapiler darah kemudian berlanjut menuju venula-venula yang kemudian bergabung menjadi pembuluh darah vena.

Vena berfungsi mengalirkan darah kembali ke jantung, memiliki tekanan dinding yang sangat rendah dan sebagai akibatnya dinding vena tipis. Tetapi walaupun begitu, dinding vena berotot yang memungkinkannya untuk mengecil dan membesar, sehingga vena mampu menyimpan darah dalam jumlah kecil atau besar tergantung kepada kebutuhan badan.

Tabel di bawah ini menunjukkan perbedaan ketebalan dinding pembuluh darah, diameter lumen dan luas area sesuai dengan fungsinya dalam sistem.

2.4.2 Struktur Dinding Pembuluh Darah Dinding pembuluh darah terdiri dari 3 (tiga) lapisan, yaitu: lapisan terdalam yang disebut sebagai tunika intima; yang ditengah disebut sebagai tunika media dan yang terluar disebut sebagai tunika adventisia. Tunika intima terdiri dari selapis sel endotel yang bersentuhan langsung dengan darah yang mengalir dalam lumen, dan selapis jaringan elastin yang berpori-pori yang disebut membran basalis. Tunika media terdiri dari sel-sel otot polos, jaringan elastin, proteoglikan, glikoprotein dan jaringan kolagen. Dalam keadaan biasa, jumlah jaringan elastin yang membentuk tunika media aorta dan pembuluh darah besar lainnya, lebih menonjol dibandingkan dengan otot polosnya. Sebaliknya di pembuluh darah arteri lebih banyak dijumpai sel otot polos yang membentuk tunika medianya. Perbedaan sel dalam tunika media menjadi tidak jelas (tidak bisa dibedakan) bila sudah memasuki arteriol, bahkan tampaknya, dapat dikatakan bahwa di dalam arteriol jaringan ikat dari tunika adventisia menjadi lebih dominan (Guyton, 2000)

Dalam dinding kapiler pembuluh darah, tidak didapatkan lagi lapisan tunika media dan yang ada adalah lapisan sel endotel. Pada sistem venosa, komponen tunika jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sistem arterial. Tunika media tidak begitu berkembang dan hanya terdapat pada vena kava dan pembuluh darah vena besar lainnya. Pada vena-vena kecil dan venol, hanya jaringan ikat tuna adventisia yang lebih dominan. Oleh karena itu sistem venosa lebih mudah mengalami dilatasi yang ireguler dan menampung pembuluh darah paling besar.

Elastin yang bersifat hydrofobik berperan dalam mempertahankan elastisitas dinding pembuluh darah, sedangkan jaringan kolagen berperan dalam mempertahankan struktur dan bentuk pembuluh darah. Jaringan kolagen pada tunika media yang terdiri dari tiga tipe yaitu, tipe I dan tipe II mengandung sel-sel fibril dengan diameter 20-90 nm, dan tipe III yang bersifat lebih elastik. Jaringan ikat kolagen yang ada dalam tunika intima adalah jaringan kolagen tipe IV, sedangkan yang tipe V ada di membran basal. Tunika adventisia yang merupakan lapisan terluar bertindak sebagai pelindung dan terdiri dari banyak jaringan ikat, saraf otonom, pembuluh darah limfe dan vasa vasorum.2.5 Patofisiologi Penyakit Kawasaki

Perubahan patologis arteri koroner pada Penyakit Kawasaki telah diklasifikasikan oleh Fujiwara dan Hamashima menjadi empat tahap, tergantung pada durasi penyakit saat pemeriksaan. Awalnya, pembengkakan endotel disertai dengan infiltrat neutrofil. Limfosit dan sel plasma menggantikan sel-sel polimorfonuklear pada tahap subakut (dimulai 2 minggu setelah onset). Didampingi kehancuran lamina elastis internal; aneurisma arteri koroner menjadi karakteristik pertama Penyakit Kawasaki yang jelas pada saat ini. Akhirnya, selama keadaan penyembuhan dari Penyakit Kawasaki, penyembuhan lesi vaskular terjadi dengan proliferasi fibromuskular dan pembentukan bekas luka, bersama dengan perluasan aneurisma karena kekuatan hemodinamik (Fleisher, 2010).

Fase I Durasi Penyakit 50 hari

Pembentukan bekas luka (skar), kalsifikasi di arteri koroner

Stenosis dan rekanalisasi lumen pembuluh koroner

Fibrosis miokard tanpa peradangan akut

IVIG, intravena immunoglobin.

Durasi pada setiat fase dapat berkurang dengan pengobatan yang tepat menggunakan IVIG.

Banyak bukti mengarah pada peran infeksi yang menyebabkan Penyakit Kawasaki. Kenyataannya penyakit ini sering terjadi pada wabah penyakit, dimana anak laki-laki lebih rentan dibandingkan anak perempuan, dan kontak rumah tangga anak-anak dengan Penyakit Kawasaki berada pada peningkatan risiko untuk mengembangkan penyakit ini di Jepang, semuanya menunjuk ke agen menular. Meskipun demikian, banyak etiologi diduga telah diusulkan selama empat dekade, bahwa terdapat virus tertentu (EBV, coronavirus manusia, parvovirus, HIV-2) atau bakteri racun (toksin erythoregenic streptokokus, stafilokokus toksin toksin syok) yang menjadi penyebab sebagian besar kasus yang belum dibuktikan. Banyak peneliti sekarang percaya bahwa Penyakit Kawasaki merupakan jalur akhir yang umum dari peradangan pembuluh darah imun-dimediasi pada anak-anak yang rentan secara genetik dipicu oleh salah satu dari berbagai infeksi umum (Fleisher, 2010).

2.6 Manifestasi Klinis Penyakit Kawasaki

Fase Demam Akut (7 sampai 14 Hari)

Untuk didiagnosis dengan penyakit Kawasaki, seorang anak harus memenuhi lima dari enam kriteria prinsip yang utama.

1. Demam awitan demam tinggi mendadak yang berlangsung lebih dari 5 hari dan tidak responsif terhadap terapi antibiotik dan antipiretik.

2. Infeksi konjungtiva selama 1 sampai 2 minggu tanpa eksudat atau jaringan parut kornea.

3. Manifestasi orofaringeal, dengan bibir kering, merah, dan pecah-pecah; lidah stroberi, merah, kering; dan faringitis (Betz. 2002).

4. Indurasi dan edema ekstremitas, dengan eritema telapak tangan dan kaki, serta pembengkakan jari-jari.

5. Ruam tubuh eriematosa yang khas makular; dimulai pada akstremitas, menyebar ke badan dan sering kali terasa gatal (tanpa vesikel maupun petekie).

6. Limfadenopati servikal, yang biasanyanya unilateral, berukuran lebih dari 1,5 cm, dan menghilang dengan turunnya demam.

7. Miokarditis akut, penurunan fungsi ventrikel kiri, dan artritis temporer (Betz. 2002).

Fase Subakut (10 sampai 24 hari)

1. Trombosis dan hiperkoagulabilitas.

2. Artritis paling sering terjadi pada sendi-sendi besar (lutut, pinggung, dan siku).

3. Artralgia karena cairan sendi.

4. Deskuamasi ekstremitas, dimulai dari jari-jari dan kemudia mengelupas berupa lembaran-lembaran dari telapak tangan dan kaki.

5. Panvaskulitis pada arteri koronaria dan pembentukan aneurisma; inflamasi dan pembentukan trombosis dapat menyebabkan stenosis atau obstruksi (Betz. 2002).

Fase Konvalen (6 sampai 8 minggu)

1. Gejala penyakit mereda.

2. Alur transversal profunda melintasi jari tangan dan kuku jari kaki (garis Beau).

3. Nilai laboratorium abnormal peningkatan laju endap darah.

4. Kepribadian, nafsu makan, dan tingkat energi kembali normal (Betz. 2002).

Demam adalah manifestasi paling konsisten pada Penyakit Kawasaki. Hal ini mencerminkan peningkatan kadar sitokin proinfalammatory (TNF, IL-1), yang juga diyakini memediasi peradangan pembuluh darah. Diagnosis Penyakit Kawasaki harus dipertimbangkan pada semua anak jangka panjang, aeperti demam yang tidak jelas, iritabilitas, dan tanda-tanda peradangan pada pengecekan laboratorium, terutama jika ada peradangan mukokutaneus. Sebaliknya, diagnosis harus harus dicurigai dengan tidak adanya demam (Fleisher, 2010).

Sisa manifestasi utama dari Penyakit Kawasaki sangat beragam dalam frekuensi. Hingga satu-setengah dari anak-anak dengan Penyakit Kawasaki tidak memiliki limfadenopati servikal, khususnya anak dibawah 2 tahun. Saat ini, limfadenopati cenderung melibatkan kelenjar serviks anterior yang melapisi otot sternokleidomastoid. Difus limfadenopati, serta tanda-tanda lain dari yang melibatkan retikuloendotelial seperti splenomegali, harus segera mencari diagnosis alternatif (Fleisher, 2010).

Retak, bibir merah dan lidah strawberry merupakan karakteristik dari mucositis yang biasanya terlihat selama minggu pertama. Lesi oral diskrit, seperti vesikel atau ulkus, dan eksudat tonsil, sugestif infeksi virus atau bakteri. Manifestasi kulit dari Penyakit Kawasaki yang polimorf. Ruam biasanya dimulai seperti eritema perineal dan deskuamasi, diikuti oleh makula, morbilliform, atau lesi targetoid pada batang tubuh dan ekstremitas. Lesi vesikular atau bulosa jarang terjadi. Perubahan pada ekstremitas pada umumnya manifestasi klinis terakhir dari Penyakit Kawasaki untuk dikembangkan. Anak-anak menunjukkan sebuah indurasi edema dari dorsum tangan dan kaki mereka, dan eritema difus telapak tangan dan kaki mereka. Selama fase penyembuhan dari Penyakit Kawasaki, lembaran seperti deskuamasi yang dimulai di wilayah periungual dari tangan dan kaki adalah karakteristi.. Lipatan kuku linear dikenal sebagai garis Beau juga manifestasi akhir umum pada Penyakit Kawasaki (Fleisher, 2010).

2.7 Komplikasi Penyakit Kawasaki

Komplikasi yang paling ditakutkan dari Penyakit Kawasaki adalah penyakit jantung. 20%-40% penderita Kawasaki memiliki komplikasi pada jantung yang terjadi sekitar 7 hingga 8 minggu sejak terjadinya demam. Penyakit Kawasaki dapat merusak pembuluh nadi koroner yang berhubungan langsung dengan jantung. Pada awalnya, pembuluh darah melebar namun lama kelamaan akan menyempit di bagian dalam atau tersumbat.

Akibatnya, aliran darah yang membawa sari makanan terganggu sehingga terjadilah kematian otot pada jantung yang disebut myokard infark. Matinya otot jantung ini lama kelamaan bisa menyebabkan gagal jantung yang berakibat pada kematian.

BAB 3

PEMBAHASAN3.1 Kasus

Seorang ibu membawa anak A (usia 4 tahun), perempuan, ke rumah sakit karena keluhan demam batuk pilek, dan ada ruam kemerahan. Menurut ibu, demam telah berlangsung selama 4 hari, dan ruam kemerahan yang ada, tidak ditemukan di seluruh tubuh. Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh petugas, didapatkan: suhu 39,5C, frekuensi nafas 40x/menit, dan frekuensi nadi 120x/menit, TD 95/60 mmHg. Petugas melihat A tampak gelisah dan rewel, mukosa bibir kering, ada ruam disertai kulit mengelupas, lidah dan bibir tampak merah, ada pembesaran kelenjar getah bening di leher dan ada pembengkakan di telapak tangan dan kaki. Hasil pemeriksaan lab didapatkan Hb 11 g/dL, leukosit 5000/l, dan tombosit 1.400.000/l. Tentukan masalah keperawatan utama pada An. A dan intervensinya.3.2 Pembahasan Kasus

Penyakit Kwasaki merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya peradangan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, namun sering terjadi pada arteri koronaria sehingga mengakibatkan komplikasi ke arah penyakit jantung seperti infark mikard. Penyakit Kawasaki hampir selalu menyerang anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Anak laki-laki lebih banyak terserang daripada anak perempuan, alasannya belum jelas. Pada kasus pemicu, usia anak yaitu 4 tahun dengan jenis kelamin perempuan. Penyebabnya belum diketahui, namun diduga karena adanya infeksi virus atau bakteri (belum diketahui virus atau bakteri jenis apa yang menginfeksi pembuluh darah anak). Namun terdapat beberapa faktor risiko yang dapat memicu terjadinya penyakit Kawasaki, misalnya genetik, konsumsi produk kedelai, dan sebagainya (seperti yang dijelaskan di BAB 2). Sampai saat ini belum ada bukti kuat yang menyatakan bahwa penyakit Kawasaki dapat menular.

Berdasarkan tanda dan gejala yang terdapat pada data kasus, klien anak A berada pada fase demam akut dan sedikit masuk ke fase subakut. Fase demam akut pada anak A ditandai dengan adanya keluhan demam batuk pilek, yang menurut ibunya demam telah berlangsung selama 4 hari. Ruam kemerahan juga ditemukan pada permukaan kulit anak, namun tidak di seluruh tubuh. Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh petugas, didapatkan: suhu 39,5C, frekuensi nafas 40x/menit, dan frekuensi nadi 120x/menit, dan tekanan darah 95/60 mmHg. Pemeriksaan fisik tersebut menunjukkan bahwa anak A sedang mengalami demam yang serius yang membuat tubuhnya menjadi lebih giat dalam melakukan metabolisme, sehingga suhu tubuh dan frekuensi napas pun meningkat. Lalu terlihat pula anak A tampak gelisah dan rewel, serta menunjukkan tanda lidah strawberry (mukosa bibir kering, lidah dan bibir tampak merah). Pada leher anak A ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening, selain itu pembengkakan juga terjadi di telapak tangan dan kaki. Sedangkan fase subakut pada anak A ditandai dengan satu tanda dan gejala yaitu terjadinya pengelupasan kulit (deskuamasi), sehingga anak A terbilang sudah memasuki sedikit dari fase subakut.

Kemerahan pada kulit atau vaskulitis pada kasus diakibatkan oleh pembuluh darah yang cedera akibat infeksi. Infeksi yang menyerang akan merusak mukosa dari pembuluh darah sehingga akibat dari cedera pembuluh darah ini bisa dilihat melalui kulit yaitu kemerahan. Pembengkakan kelenjar getah bening, pembengkakan tangan, dan pembengkakan kaki ini disebabkan oleh terganggunya kelenjar limfe, pembengkakan kelenjar getah bening terjadi akibat respon tubuh terhadap infeksi, sehingga salah satu gejalanya adalah pembengkakan kelenjar getah bening, kemudian untuk tangan dan kaki disebabkan oleh disfungsinya pembuluh limfe, apabila terjadi gangguan pembuluh limfe akan mengakibatkan terganggunya filtrasi cairan yang kemudian keluarnya cairan ke intertisium sehingga terjadi pembengkakan atau edema.3.3 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap pertama yang dilakukan perawatan sebelum menentukan diagnosis keperawatan. Pengkajian tersebut terdiri dari anamnesa, pemeriksaan fisik, mengukur tanda-tanda vital klien, dan pemeriksaan laboratorium jika diperlukan. Pada kasus, pengkajian yang perlukan dilakukan ialah sebagai berikut.

Peengkajian pertama yaitu dilakukan anamnesa, yang terdiri dari:

1. Latar Belakang

a. Keluhan utama

Pertanyaan:

1) Apa yang membuat Ibu membawa anak Ibu ke rumah sakit?

2) Apa keluhan anak Ibu?

3) Sejak kapan keluhan tersebut muncul?

4) Bagaimana kondisi anak setelah mendapatkan keluhan tersebut?

5) Bagaimana kondisi keluhan anak Ibu saat itu dengan sekarang?

b. Keluhan berdasarkan kasus

Anak mengalami demam yang telah berlangsung selama empat hari dan ruam kemerahan.

2. Kulit

Pertanyaan:

1) Bagaimana keadaan kulit anak Ibu sekarang?

2) Bagaimana keadaan kulit anak Ibu sebelumnya?

3) Perubahan perilaku apa yang terjadi pada anak Ibu?

Berdasarkan kasus: Ada ruam disertai kulit mengelupas3. Leher

Klien tampak gelisah dan rewel karena kemungkinan merasa nyeri akibat pembengkakan kelenjar limfa pada salah satu sisi leher.

Kemudian, pemeriksaan fisik dilakukan mulai dari memeriksa tanda-tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Inspeksi dilakukan mulai dari kulit, mulut, leher, dan bagian ekstremitas. Hasil dari mengukur tanda-tanda vital pada klien, yaitusuhu 39,5 derajat C, frekuensi nafas 40x/mnt, dan frekuensi nadi 120x/mnt, TD 95/60 mmHg.Inspeksi pada kulit untuk melihat adanya ruam [tampak eritema, bentuknya (contohnya makulopapular) dan lokasinya (biasanya di telapak tangan, dada, atau di sekitar bekas injeksi vaksin BCG)]. Kemudian, inspeksi pada mulut dilakukan untuk melihat abnormalitas pada bibir (merah dan pecah) dan lidah (merah dan terdapat bintil-bintil seperti stroberi). Lalu, inspeksi pada leher dilakukan untuk melihat adanya pembengkakan kelenjar limfa di salah satu sisinya.

Selanjutnya, inspeksi pada komponen pernapasan (memakai anggota tubuh lain sebagai alat bantu bernapas atau tidak jika terindikasi takikardi). Pada kasus, klien mengalami takikardi karena frekuensi nadi lebih dari 8090x/menit (120x/menit). Lalu, inspeksi pada ekstremitas dilakukan untuk melihat adanya pembengkakkan atau tidak dan adanya pengelupasan pada kulit jari atau tidak. Selagi melakukan inspeksi, pengukuran suhu tubuh perlu dilakukan karena gejala yang sering muncul pada klien kawasaki ialah demam yang berkepanjangan (lebih dari 5 hari) sebagai respon dari inflamasi. Pada kasus, klien telah mengalami demam sejak empat hari lalu.

Selanjutnya palpasi dilakukan di area leher. Palpasi pada leher dilakukan untuk meraba dan mengkaji lebih lanjut limfadenopati servikal (biasanya unilateral) dan sendi (lentur atau tidak). Selanjutnya auskultasi pada toraks dilakukan untuk mendengar bunyi jantung (S1, S2, gallop, dan murmur).

Jika klien mempunyai tanda-tanda klinis penyakit kawasaki, pemeriksaan dilanjutkan ke pemeriksaan diagnostik atau pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan diagnostik tersebut meliputi x-ray dada, Complete Blood Count (CBC), C-Reactive Protein (CRP), ekokardiogram (ECG), EKG, ESR, serum albumin, serum transaminase, dan urinalisis untuk menunjukkan adanya pus atau prrotein dalam urin. Pada kasus, hasil pemeriksaan lab menunjukan Hb 11 g/dL, leukosit 5000/ul, dan tombosit 1.400.000/ul.

3.4 Diagnosis dan Intervensi Keperawatan

3.4.1 Masalah Keperawatan Pada Kasus1. Hipertermia b.d proses penyakit2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake akibat lidah strawberry

3. Kerusakan integritas kulit b.d hipertermia, ketidakseimbangan nutrisi, gangguan sirkulasiDiagnosis 1

Hipertermia b.d proses penyakit

Kriteria Hasil

1. Suhu anak kembali normal dalam waktu ...x24 jam.

2. Orang tua anak mengetahui jenis demam yang terjadi pada anaknya.

3. Orang tua dapat menurunkan demam pada anaknya secara mandiri.

Rencana IntervensiRasional

Berikan cairan per oral; anjurkan klien untuk banyak minum air putih.Ketika demam, anak mungkin akan banyak mengeluarkan cairan melalui keringat dan juga membutuhkan banyak cairan karena metabolisme tubuhnya sedang meningkat.

Atur suhu lingkungan; anjurkan klien untuk tidak memakai pakaian yang tebal.Pakaian yang tipis akan membuat tubuh lebih nyaman ketika demam dan tidak merasa semakin kepanasan.

Lakukan mandi spons air hangat untuk suhu di atas 39C.Mandi menggunakan air hangat dapat mengurangi risiko kedinginan pada anak.

Jelaskan sifat-sifat demam yang tidak lazim kepada orang tua berkaitan dengan pola intermitennya, durasi, dan resistensinya terhadap antipiretik; pedoman terantisipasi dapat mencegah ansietas orang tua berkaitan dengan demam.Demam memiliki sifat yang bermacam-macam, seperti demam akibat proses inflamasi atau demam akibat respon pengobatan.

Pada anak yang menderita Penyakit Kawasaki, demam muncul sebagai tanda dan gejala pertama yang berlangsung sejak awal hingga 5 hari, apabila parah dapat berlangsung beberapa minggu. Demam dapat mencapai suhu sebesar 40C. Demam biasanya disertai dengan beberapa tanda dan gejala lain, misalnya pembengkakkan kelejar getah bening di salah satu sisi leher.

Kolaborasi pemberian terapi farmakologi dengan aspirin atau antipiretik; pantau respons anak terhadap pengobatan.Obat aspirin dan antipiretik berfungsi untuk menurunkan demam pada anak.

Respon setiap anak terhadap pengobatan berbeda-beda. Sebanyak 3%-5% anak antara 6 bulan dan 3 tahun dapat mengalami kejang meskipun suhunya hanya 38,8C.

Diagnosis 2Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan intake akibat lidah strawberry

Kriteria Hasil

1. Nafsu makan anak kembali normal.

2. Anak dapat makan dan minum dengan nyaman.

3. Berat badan anak kembali normal dalam ... hari.4. Anak dapat mempertahankan selera makan yang baik.

Rencana IntervensiRasional

Timbang berat badan anak.Mengetahui peningkatan atau penurunan berat badan anak.

Perhatikan intake dan output pada anak.Mengetahui jumlah output cairan dan feses anak, normal atau tidak.

Lakukan oral higiene dengan menggunakan sponge yang lembut secara teratur.Mengurangi terjadinya infeksi akibat bakteri yang ada di mulut.

Oleskan jelly atau madu pada bibir anak.Jelly dan madu dapat mengurangi kering dan pecah-pecah pada bibir anak serta melembutkan mukosa mulut.

Memberikan makanan lunak sedikit-sedikit.Memudahkan sistem pencernaan anak dalam mengolah dan menyerap makanan.

Anjurkan orang tua untuk membawa makanan yang disukai anak dari rumah, serta kaji makanan di RS yang disukai.Memberikan makanan yang disukai anak dapat memancing dan meningkatkan nafsu makan anak.

Hindari makanan pedas, panas.Makanan pedas dan panas dapat membuat sensasi nyeri di bibir, lidah dan mulut.

Informasikan kepada anak dan orang tua tentang manfaat nutrisi.Menambah pengetahuan kepada klien mengenai nutrisi apa saja yang penting dan baik untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal.

Kolaborasi dalam pemberian suplemen makanan.Suplemen makanan mengandung zat-zat (vitamin, mineral, nutrisi) yang dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi anak.

Diagnosis 3Kerusakan integritas kulit b.d hipertermia, ketidakseimbangan nutrisi, gangguan sirkulasi

Kriteria Hasil

1. Tidak ada deskuamasi atau pengelupasan kulit.

2. Ruam kemerahan minimal.

3. Klien menunjukkan rutinitas perawatan kulit yang optimal.

Rencana IntervensiRasional

Monitor aktivitas dan mobilisasi anak.Melihat apakah ruam kemerahan, deskuamasi dan pembengkakkan di telapak tangan dan kaki mengganggu aktivitas anak atau tidak.

Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.Hindari kulit dari tempat yang lembab atau terlalu tertekan karena kondisi yang lembab merupakan tempat perkembangbiakan bakteri.

Ubah posisi anak setiap 2 jam sekali.Mencegah anak dari ulkus dekubitus.

Oleskan lotion atau minyak (baby oil) pada daerah yang kering.Lotion dan minyak dapat membantu melembabkan daerah kulit yang mengelupas, sehingga kulit tidak terasa terlalu kering, tidak menimbulkan gatal, dan dapat memicu pertumbuhan kulit yang baru.

Ajarkan perawatan luka pada anak dan orang tua; instruksikan mereka untuk memberitahu perawat apabila terlihat tanda-tanda infeksi.Orangtua dapat menerapkan perawatan kulit secara mandiri untuk anaknya.

Infeksi dapat terjadi apabila perawatan kulit tidak dilakukan secara benar.

3.4.2 Masalah Keperawatan Tambahan yang Dapat Muncul4. Nyeri b.d agen biologis, proses inflamasi5. Penurunan curah jantung b.d gangguan irama jantung, stroke volume, preload, afterload, kontraktilitas jantung

Diagnosis 4Nyeri b.d agen biologis, proses inflamasi

Kriteria Hasil

1. Keluhan nyeri yang dialami anak dapat berkurang dalam waktu ...x24 jam.

2. Keluhan ketidaknyamanan saat beraktivitas dapat teratasi dalam waktu ...x24 jam.

3. Tidak ada gangguan dalam frekuensi pernapasan, frekuensi jantung, atau tekanan darah.

4. Anak dapat beraktivitas dan beristirahat dengan nyaman.

Rencana IntervensiRasional

Berikan anak lingkungan yang tenang dan tindakan yang nyaman, misalnya perubahan posisi, menggosok punggung, atau menggunakan kompres hangat/dingin.Tindakan ini dapat meningkatkan kenyamanan fisik dan emosional.

Memberikan aktivitas hiburan yang tepat dan disukai anak.Mengarahkan kembali perhatian dan memberikan distraksi agar anak tidak fokus pada rasa nyerinya.

Tingkatkan istirahat pada anak.Istirahat dapat membuat nyeri menjadi berkurang, misalnya dengan cara tidur.

Kolaborasi dengan dokter dan farmasis dalam pemberiaan obat sesuai indikasi, seperti analgesik atau aspirin.Aspirin dapat menghilangkan nyeri dengan menurunkan respon inflamasi.

Analgesik dapat mengurangi atau menghilangkan nyeri.

Diagnosis 5Penurunan curah jantung b.d gangguan irama jantung, stroke volume, preload, afterload, kontraktilitas jantung

Kriteria Hasil

1. Frekuensi curah jantung pada anak kembali normal dalam waktu ...x24 jam.

2. Frekuensi dan pola pernapasan anak kembali efektif dalam ...x24 jam.

3. Perfusi jaringan pada anak kembali normal.

Rencana IntervensiRasional

Pantau frekuensi curah jantung anak.Takikardia dan disritmia dapat terjadi ketika jantung berupaya untuk meningkatkan curahnya sebagai respon terhadap demam, hipoksia, asidosis, dan iskemia.

Kondisikan tirah baring anak dalam posisi semi fowler.Posisi semi fowler dapat menurunkan beban kerja jantung dan memaksimalkan curah jantung.

Gunakan monitor jantung (EKG) selama fase akut dan subakut; laporkan kepada dokter bila ada aritmia.Pemasangan EKG dapat membantu perawat melihat fungsi kerja jantung melalui gelombang EKG dan data-data lainnya yang muncul pada EKG (seperti tekanan darah, frekuensi pernapasan, dan saturasi oksigen).

Komplikasi Penyakit Kawasaki menjadi penyakit arteri koroner biasanya muncul saat dan setelah fase subakut.

Jelaskan pada orang tua dan anak tentang tujuan pemasangan EKG dan ekokardiogram serta penyimpangan yang terjadi karena gerakan anak.Hasil yang muncul pada EKG dan ekokardiogram sangat tergantung pada tepat atau tidaknya posisi pemasangan alat-alat. Beri tahu orang tua dan anak agar jangan melakukan pergerakan yang dapat menganggu atau menggeser alat-alat selama dipasang EKG atau dilakukan ekokardiogram agar hasil yang muncul sesuai dengan kondisi tubuh anak yang asli.

Minimalkan stress lingkungan.Lingkungan yang tidak nyaman dapat memicu stress dan masalah pada jantung.

Kolaborasi dalam pemberian antibiotik atau antimikrobial; pemberian obat antiaritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator: dan pemberian obat antikoagulan.Antibiotik atau antimikrobial berfungsi untuk mengatasi patogen yang terindikasi (perikarditis, miokarditis), yang mencegah kerusakan jantung lebih lanjut.

Antiaritmia, inotropik, nitrogliserin dan vasodilator berfungsi untuk mempertahankan kontraktilitas jantung.

Antikoagulan berfungsi untuk mencegah trombus perifer.

3.5 Evaluasi

1. Suhu tubuh anak kembali normal, tidak ada demam.

2. Keadaan mukosa mulut anak kembali normal, kemampuan menelan baik, dan nafsu makan meningkat.

3. Kelembaban kulit anak baik, tidak terjadi infeksi.

4. Jumlah cairan tubuh anak seimbang.

5. Fungsi kardiovaskular kembali normal tanpa ada komplikasi.

6. Orang tua dan anak dapat mengungkapkan secara verbal mengenai pengetahuan yang telah mereka peroleh tentang Penyakit Kawasaki.

3.6 Perencanaan Pulang dan Perawatan di Rumah

1. Ajarkan kepada orang tua dan anak tentang pentingnya pemeriksaan tindak lanjut sesuai tingkat perkembangannya termasuk EKG, ekokardiogram, dan foto toraks (dua pertiga aneurisma koroner mengalami regresi setelah 1 tahun).2. Jelaskan kepada orang tua secara lisan dan tulisan tentang tanda dan gejala komplikasi jantung (misalnya aneurisma dan trombosis koroner); minta mereka menghubungi dokter dengan segera jika anak menunjukkan tanda dan gejala tersebut.

3. Beri tahu orang tua tentang pentingnya terapi antikoagulan, seperti aspirin dan efek sampingnya yang perlu diwaspadai; jelaskan kepada orang tua mengapa beberapa anak dengan penyakit Kawasaki perlu menjalani operasi pintas tandur alih arteri koronaria.

4. Ajarkan kepada orang tua tentang pentingnya nutrisi yang baik dan cairan yang adekuat.

5. Tekankan pentingnya istirahat yang adekuat.6. Berikan pendidikan kepada orang tua tentang penundaan pemberian vaksin virus hidup (seperti MMR) untuk 5 bulan setelah anak menerima IVGG.

3.7 Penatalaksanaan Medis

Menurut WHO berat badan anak usia 4 tahun adalah 12,3-21,5 kg. Pada kasus tidak disebutkan berat badan pasien yang akan menentukan dosis pemberian obat, sehingga diasumsikan berat badan pasien adalah 13 kg.1. Pasien telah mengalami demam yang berlangsung selama 4 hari sehingga bisa diberikan Gama globulin IV (IVIG). Pemberian IVIG ini dilakukan setelah 10 hari terserang Kawasaki, jika tidak memungkinkan, bisa dilakukan dalam jarak 7 hari. Akan tetapi, para ahli dari Amerika Serikat dan Jepang sepakat bahwa hanya diperlukan 4 hari demam sebelum memulai pemberian IVIG. IVIG sebagai anti-inflamasi umum dapat menurunkan inflamasi arteri koroner, mempercepat resolusi demam, dan mengurangi kejadian kelainan arteri koroner. Pemberian IVGG dilakukan 12 jam 2g/kg dengan infus tunggal. Sehingga, pada kasus pasien diberikan IVIG sebanyak 26g selama 12 jam dengan infus tunggal.2. Pada kasus disebutkan bahwa pasien mengalami batuk pilek. Jika batuk pilek ini merupakan influenza, pasien tersebut tidak diberikan terapi aspirin. Selain itu, jika sebelumnya pasien sudah diberikan aspirin dosis tinggi maka pemberian aspirin harus segera dihentikan.

3. Jika pasien tidak berespon terhadap IVIG, pasien bisa diberikan methylprednisolone yang merupakan steroid. Terapi IVMP ini akan menunjukkan efektivitas pada pasien yang sebelumnya tidak berespon pada terapi IVIG. IVMP dapat mengurangi durasi demam dan mengurangi biaya pada pasien yang resistensi pada IVIG awal. Dosisnya adalah 39mg/hari.4. Pasien bisa juga diberikan penghambat Tumor Necrosis Factor-alpha (TNF-) sebagai tambahan terapi yang efektif. Hal ini karena terjadi peningkatan TNF- pada anak yang terkena Kawasaki. Reseptor ini dapat diberikan setelah kegagalan IVIG atau setelah dosis kedua IVIG.BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit Kawasaki merupakan penyakit pada anak kecil yang menyebabkan vaskulitis sistemik luas. Penyakit ini biasa terjadi pada anak-anak berusia dibawah 5 tahun. Penyakit ini menyebabkan cedera pembuluh darah kecil dan sedang dan dapat menimbulkan konsekuensi kardiovaskular yang dapat mengancam hidup. Etiologi dari penyakit ini belum ditemukan namun diduga akibat adanya agen infeksius (bakteri/ virus) yang didukung oleh beberapa faktor risiko yang pada intinya dapat melemahkan sistem imun tubuh seperti genetik, usia, makanan, musim dan sebagainya. Gejala khas yang timbul pada penyakit ini diantaranya demam, ruam, infeksi konjungtiva, limfadenitis serviks, peradangan pada bibir dan rongga mulut, eritema, dan edema dari tangan dan kaki. Oleh karena itu diperlukan pengkajian dan pemeriksaan fisik yang didukung oleh pemeriksaan diagnostik yang dilakukan secara bertahap. Asuhan keperawatan yang ditegakkan berupaya untuk menekan respon tubuh terhadap penyakit. Sedangkan penatalaksanaan medis yang pertama dilakukan adalah menghentikan inflamasi dan meminimalisasi risiko inflamasi arteri koroner dan terjadinya aneurisma, dan mencegah thrombosis dengan menggunakan beberapa terapi medis.

4.2 SaranSebagai seorang perawat profesional pentin untuk dapat menguasai seluruh sistem dalam tubuh khususnya dalam hal ini sistem sirkulasi pada anak. Pengetahuan mencakup sistem pada kondisi normal hingga gangguan-gangguan yang ada pada sistem-sistem tersebut dapat mendukung dalam melakukan proses keperawatan mulai dari pengkajian, diagnosis, pelaksanaan intervensi hingga evaluasi sesuai kebutuhan klien serta meningkatkan status kesehatannya. Serta dengan pengetahuan, perawat dapat menjadi advokat klien ketika ada hal yang kurang tepat dilakukan kepada klien. Sehingga klien mendapatkan pelayanan dan penanganan maksimal.DAFTAR PUSTAKABetz, Cecily L., & L. A. Sowden. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Terj. Eny Meilia. Edisi 5. Jakarta: EGC. 2009

Betz, Cecily Lynn & Sowden, Linda A. (2004). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi ke-5. (Terj. Mosbys Pediatric Nursing Reference 5e, alih bahasa oleh Ns. Eny Meiliya, S.Kep) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Budiyanto N. (2007). Problem Jantung pada Penyakit Kawasaki. Jurnal Kardiologi Indonesia, 28:285-296

Cecily Lynn Beyz & Linda A. Sowden. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Penerjemah Egi Komara Yudha. Jakarta : EGC

Ciastko, AR. (2002). Onychomadesis and Kawasaki disease. Canadian Medical Association 166 (8), 1069.Ethel Sloane. (2003). Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerjemah Palupi Widyastuti. Jakarta : EGC.

Fleisher, Gary R dan Stephen Ludwig. (2010). Pediatric Emergency Medicine. Ed.6th. New York: Lippincott Williams & Wilkins

Genetics Home Reference. (12 Mei 2014). ITPKC. U.S National Library of Medicine. Diambil dari http://ghr.nlm.nih.gov/gene/ITPKC.

Genetics Home Reference. (12 Mei 2014). ITPKC. U.S National Library of Medicine. Diambil dari http://ghr.nlm.nih.gov/gene/ITPKC.

Genetics Home Reference. (12 Mei 2014). Kawasaki disease. U.S National Library of Medicine. Diambil dari http://ghr.nlm.nih.gov/condition/kawasaki-disease.Genetics Home Reference. (12 Mei 2014). Kawasaki disease. U.S National Library of Medicine. Diambil dari http://ghr.nlm.nih.gov/condition/kawasaki-disease.

Guyton C. Athur. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC

Harris, KC dan Martin C.K.H. (2011). Persistent fever in an infant: incomplete Kawasaki disease. CMAJ 183 (17), 20092013.Hashkes, PJ. (2004). Vaccine safety: Infant develops Kawasaki Disease afteer hepatitis B vaccination. Drug Week, 486.Hockenberry, M. J. & Wilson, D. (2009). Wongs Essentials of Pediatric Nursing. Canada: Mosby Elsevier.http://pediatrics.med.nyu.edu/rheumatology/conditions-we-treat/conditions/kawasaki-disease#treatment.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001984/.

http://www.pediatrics.ucsd.edu/Research/Labs/Kawasaki%20Disease/Document%20Library/KD_Bahasa_Indonesia.pdf.Kuo, H.-C., Yang, K. D., Chang, W.-C., Ger, L.-P., & Hsiehs, K.-S. (2012). Kawasaki Disease: An Update on Diagnosis and Treatment. Pediatric & Neonatology, 4-11.Kyle, T. Dan Susan C. (2013). Essentials of Pediatric Nursing. 2nd Edition. Philadelphia: Lippincott Williams dan Wilkins.

Lauralee, Sherwood. (2009). Fisiologi Manusia. (Terj. Nela Yesdelita) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Luxner, Karla L. (2005). Delmars Pediatric Nursing Care Plan. 3rd Edition. USA: Chengane Learning.

Neal, M. J. (2005). At a Glance Farmakologi Medis. Jakarta: Penerbit Erlangga.Pearce C. Evelyn. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta : Gramedia

Portman, Michael. (Februari 2013). [Abstract] Kawasaki disease and soy: potential role for isoflavone interaction with Fc receptors. National Center for Biotechnology Information. Diambil dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23168576.

Portman, Michael. (Februari 2013). [Abstract] Kawasaki disease and soy: potential role for isoflavone interaction with Fc receptors. National Center for Biotechnology Information. Diambil dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23168576.

Portman, Michael. Kawasaki Disease Program. Investigating Kawasaki Diseases Causes. Seattle Childrens Hospital, Research and Foundation. Diambil dari https://www.seattlechildrens.org/research/developmental-therapeutics/portman-research-group/kawasaki-disease-program/.Portman, Michael. Kawasaki Disease Program. Seattle Childrens Hospital, Research and Foundation. Diambil dari https://www.seattlechildrens.org/research/developmental-therapeutics/portman-research-group/kawasaki-disease-program/.

Scheinfeld, Noah S. (2014). Kawasaki Disease. Diakses pada 4 Mei 2014 dari website http://emedicine.medscape.com/article/965367-overview#showallSowden, Linda A. & Beyz, Cecily Lynn. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri. (Terj. Egi Komara Yudha) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Starkebaum, Gordon A. (2013). Kawasaki Disease. Diakses pada 4 Mei 2014 dari website http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000989.htmWeinstein, M. (2006). Inflammation at a previous inoculation site: an unsual presentation of Kawasaki disease. CMAJ 174 (4), 459460.

Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. (2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. (Terj. Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook: NANDA Diagnoses, NIC Interventions, NOC Outcomes) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wilson, N., Nicholson, R., & Webb, R. (2013, September). Diambil dari http://www.adhb.govt.nz/starshipclinicalguidelines/_Documents/Kawasaki%20Disease.pdf.iv