Morfologi Candida

download Morfologi Candida

of 12

Transcript of Morfologi Candida

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    1/12

    7

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Telaah Pustaka

    1. Buah Stroberi

    a. Sistematika Penamaan

    Sistematika penamaan tumbuhan stroberi menurut (Cronquist,

    1981) adalah sebagai berikut:

    Kingdom : Plantae

    Divisi : Spermatophyta

    Subdivisi :Angiospermae

    Kelas :Dicotyledonae

    Ordo :Rosales

    Famili :Rosaceae

    Genus : Fragaria

    Spesies : Fragaria x ananassa

    b. Gambaran Umum

    Stroberi merupakan tanaman buah berupa herbae. Tanaman

    stroberi berakar tunggang yang tumbuh memanjang menyebar ke segala

    arah dan berukuran besar. Akar tanaman dapat mencapai panjang 100

    cm. Daun sroberi tersusun pada tangkai yang berukuran agak panjang.

    Buah stroberi berbentuk kerucut hingga bulat. Buah yang tampak secara

    visual disebut buah semu yang berasal dari dasar bunga (receptaculum)

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    2/12

    8

    kemudian berubah bentuk menjadi gumpalan daging buah (Cronquist,

    1981) Gambar buah stroberi dapat dilihat pada Gambar 2.1.

    Gambar 2.1 Buah stroberi (F. x ananassa ) (Cronquist, 1981)

    c. Manfaat

    Secara tradisional buah stroberi digunakan untuk pengobatan

    diare, gonorrhea, gout, sakit perut dan batu ginjal. Buah stroberi

    memiliki kandungan vitamin C dan flavonoid. Flavonoid yang

    terkandung dalam buah stroberi merupakan sekelompok besar

    antioksidan bernama polifenol yang terdiri atas antosianin, asam

    ellagic, katekin, flavanon, flavon, dan flavanol (Erycesar, 2007). Hasil

    skreening fitokimia juga menunjukkan bahwa buah stoberi memiliki

    kandungan flavanoid, saponin, tanin, dan terpenoid. Menurut Seeram

    et al (2006) fitokimia yang terkandung dalam tanaman stroberi di

    antaranya hydrolyzable tanins (ellagitanins, gallotanins, dan asam

    ellagic), antosianin (pelargonidin dan cyanidin), flavonol (quercetin-

    rutinoside), danflavanol (katekin).

    Buah stroberi memberikan efek farmakologis, yaitu sebagai

    antimikroba. Penelitian oleh Erycesar (2007) diketahui bahwa buah

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    3/12

    9

    stroberi mengandungflavonoidmemiliki aktivitas antimikroba terhadap

    bakteri Streptococcus mutans dengan kadar hambat minimum pada

    konsentrasi 12,5% dan kadar bunuh minimum pada konsentrasi 50%.

    Flavonoidadalah suatu kelompok senyawa fenol yang banyak terdapat

    di alam. Senyawa flavonoid telah dilaporkan berfungsi sebagai

    antifungi (Gholib, 2009). Flavonoidbekerja dengan cara denaturasi

    protein, mengganggu lapisan lipid dan mengakibatkan kerusakan

    dinding sel. Hal tersebut dapat terjadi karenaflavonoidbersifat lipofilik

    sehingga akan mengikat fosfolipid-fosfolipid pada membran sel jamur

    dan mengganggu permeabilitas membran sel (Watson dan Preedy

    2007).

    Tanin merupakan senyawa aktif yang berperan sebagai

    antifungi. Mekanisme antifungi yang dimiliki tanin adalah karena

    kemampuannya menghambat sintesis khitin yang digunakan untuk

    pembentukan dinding sel pada jamur dan merusak membran sel

    sehingga pertumbuhan jamur terhambat (Watson dan Preedy 2007).

    Terpenoid adalah salah satu senyawa yang memiliki efek antifungi.

    Terpenoiddapat berikatan dengan protein dan lipid yang terdapat pada

    membran sel dan bahkan dapat menimbulkan lisis pada sel. Mekanisme

    terpenoid sebagai senyawa antifungi adalah dengan cara merusak

    membran sel sehingga pertumbuhan C. albicans terhambat (Cowan,

    2002).

    Saponin dapat mengakibatkan sel mikroba lisis yaitu dengan

    mengganggu stabilitas membran selnya (Wulansari, 2009). Saponin

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    4/12

    10

    bersifat sebagai surfaktan yang berbentuk polar akan menurunkan

    tegangan permukaan membran sterol dari dinding sel C. albicans,

    sehingga menyebabkan gangguan permeabilitas membran yang

    berakibat pemasukan bahan atau zat-zat yang diperlukan dapat

    terganggu akhirnya sel membengkak dan pecah (Luning et al., 2008).

    2. Basis Gigi Tiruan Lepasan Resin Akrilik

    Basis gigi tiruan lepasan dapat terbuat dari bahan resin akrilik

    maupun logam. Bahan yang masih sering dipakai sampai saat ini adalah

    resin akrilik. Resin akrilik merupakan rantai polimer panjang terdiri atas

    unit-unit metil metakrilat yang berulang disebut juga poly methyl

    methacrylate (Craig dan Power, 2002). Resin akrilik terdiri atas serbuk

    (polimer) dan cairan (monomer) yang dicampur dengan perbandingan

    yang benar. Sampai saat ini resin akrilik masih digunakan sebagai bahan

    basis gigi tiruan di bidang kedokteran gigi karena resin akrilik mempunyai

    sifat estetik dan kekuatan relatif baik serta mudah dimanipulasi (Richard,

    2002).

    Menurut Silva et al (2009) gigi tiruan resin akrilik memiliki

    kekurangan, yaitu dapat menjadi tempat pengumpulan stain, tar dan plak

    disebabkan oleh sifat resin akrilik yang porus dan menyerap air, sehingga

    mudah terjadi akumulasi sisa makanan dan minuman. Plak merupakan

    tempat yang baik untuk berkembang biaknya kuman-kuman sehingga

    sering ditemukan adanya keradangan. Keradangan dapat terjadi lebih hebat

    jika gigi tiruan tersebut kotor. Penderita yang memakai gigi tiruan lepasan

    harus benar-benar menjaga kebersihan, karena adanya plak pada basis gigi

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    5/12

    11

    tiruan merupakan tempat yang baik bagi berkumpulnya mikroorganisme

    termasuk C. albicans (Hrizdana et al., 2006).

    3. Candida albicans

    a. Sistematika Penamaan

    Sistematika C. albicans menurut Alexopoulus et al., (1996) adalah

    sebagai berikut:

    Kingdom : Fungi

    Phylum :Ascomycota

    Subphylum : Saccharomycotina

    Class : Saccharomycetes

    Orde : Saccharomycetales

    Family : Saccharomycetaceae

    Genus : Candida

    Spesies : Candida albicans

    b. Gambaran Umum

    Flora normal yang terdapat dalam rongga dan dapat menjadi

    patogen apabila terdapat faktor pendukung adalah C. albicans. Faktor

    pendukung tersebut antara lain, kebersihan mulut yang buruk, penyakit

    sistemik yang kronis, pemakaian obat-obat antibiotika, steroid dan

    pemakai gigi tiruan lepasan yang kurang terawat. Keadaan tersebut

    menyebabkan terjadinya ketidak seimbangan pertumbuhan pada flora

    normal mulut yang dapat menyebabkan C. albicans tumbuh dengan

    lebih cepat dan bertambah banyak kemudian menginfeksi jaringan

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    6/12

    12

    hospesnya (Park et al., 2009). Pada medium Sabouraud Dekstrosa

    Agar (SDA) yang telah dimodifikasi, dengan temperatur 25 C sampai

    37 C selama 1 sampai 2 hari, akan memperlihatkan koloni C. albicans

    dengan bentuk bulat dan permukaan yang cembung.

    Koloni C. albicans pada awalnya menyerupai staphylococci,

    berwarna putih hingga krem, halus, berbentuk pasta, mempunyai bau

    jamur, dan kadang-kadang sedikit berlipat-lipat pada koloni yang

    sudah tua (Fisher dan Cook, 1998; Geo et al.,2004). Koloni akan

    menghasilkan pseudohypa fringes di sekitar tepi koloni, dengan

    berjalannya waktu koloni secara khas akan menjadi kasar dan

    berkembang hifa sejati (Fisher dan Cook, 1998). Pada medium

    Chrome Agar koloni C. albicans yang dikultur selama 24 sampai 48

    jam akan menghasikan koloni dengan bentuk bulat, tampak halus,

    berwarna hijau yang dikelilingi halo yang kehijauan (Kadrianto, 2008).

    Gambaran C. albicans secara mikroskopik yaitu berukuran 2-3

    x 4-6 m, dan se-sel bertunas yang memanjang menyerupai hifa

    (pseudohifa) (Geo et al., 2004). Menurut Fisher dan Cook (1998) pada

    preparat basah dan pemeriksaan langsung bantuan KOH C. albicans

    menunjukan blastoconidia dan pseudohyphae. Blastoconidia lebih

    sering ditemukan pada kultur yang tumbuh pada suhu 37 C dari pada

    suhu 25 C. Blastoconidia berukuran 3x6 m sampai 6x10 m,

    berbentuk ovoid, dan berdinding tipis. Pseudohyphaberhyalin dengan

    sel yang muncul sebagai perpanjangan rantai yang menyerupai sosis.

    Gambar C. albicans dapat dilihat pada Gambar 2.2

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    7/12

    13

    Gambar 2.2 Gambaran mikroskopis C. albicans (Atni, 2010)

    c. Morfologi C. albicans

    Struktur fisik C. albicans terdiri atas dinding sel, membran sel,

    sitoplasma dan nukleus. Dinding sel C. albicans berfungsi sebagai

    pelindung dan sebagai target dari beberapa antimikotik. Membran sel

    C. albicans teridiri atas fosfolipid ganda (lipid bilayer), lapisan terluar

    kaya akan phosphatidyl, choline, ergosterol dan sphingolipids

    (Zakrzewska et al., 2005).

    d. Fase Pertumbuhan C. albicans

    Pembentukan tunas merupakan cara C. albicans untuk

    memperbanyak diri. Tunas akan terus memanjang membentuk hifa

    semu (pseudohifa). Hifa semu terbentuk dari rangkaian blastospora

    yang berbentuk bulat atau lonjong yang dapat bercabang-cabang, juga

    dapat membentuk hifa sejati. Bentukpseudohifa lebih virulen dan

    invasif dari pada blastospora karenapseudohifaberukuran lebih besar

    sehingga lebih sulit difagositosis oleh makrofag.

    Tahap siklus pertumbuhan yang dimiliki C. albicans

    tergambar pada kurva tumbuh C. albicans yaitufase lag (penyesuain),

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    8/12

    14

    fase logaritmik (optimal), fase stasioner, dan fase kematian

    (Cappucino dan Sherman, 2005).

    Kurva tumbuh C. albicans dapat menentukan fase pertumbuhan

    yang optimal yaitu fase logaritmik. Fase lag (penyesuian) terjadi pada

    kultur 0 jam sampai jam ke-4. Fase ini merupakan fase adaptasi

    terhadap lingkungan dimana enzim-enzim, zat-zat terbentuk dan

    terkumpul sampai mencapai konsentrasi tertentu untuk pertumbuhan

    dan pembelahan sel (Hadirkasari, 2009). Setelah mengalami

    penyesuaian diri dengan lingkungannya maka terjadi pertumbuhan

    sejati yaitu pertumbuhan yang cepat dan konstan. Pertumbuhan seperti

    ini disebut fase fase logaritmik(optimal), yang berlangsung pada usia

    kultur jam ke-4 sampai jam ke-16 (Cappucino dan Sherman, 2005).

    Pada usia kultur jam ke-16 terjadi fase kematian sampai usia

    kultur jam ke-18, kemudian mengalami pertumbuhan kembali

    sehingga terjadifase stasionersampai usia kultur jam ke-22. Pada fase

    ini jumlah sel jamur yang membelah sama dengan sel jamur yang mati

    karena pengurangan nutrisi atau makanan dalam medium serta

    penumpukan hasil-hasil metabolisme beracun. Pada fase ini

    pertumbuhan kontsan atau masih ada sedikit pertumbuhan tetapi

    pertumbuhannya lambat (Cappucino dan Sherman, 2005). Fase

    kematian yang terjadi pada usia kultur jam ke-16 sampai jam ke-18

    terjadi karena ketidak tersediaan nutrisi dalam medium dan tingginya

    konsenterasi sisa-sisa metabolisme beracun, sehingga menyebabkan

    jamur mengalami keracunan akibat akumulasi sisa-sisa metabolisme

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    9/12

    15

    jamur itu sendiri dan menghambat pertumbuhan (Cappucino dan

    Sherman, 2005).

    4. Denture Stomatitis

    Denture stomatitis adalah perubahan patologik pada mukosa

    penyangga protesa di dalam ronga mulut. Perubahan-perubahan tersebut

    ditandai dengan adanya eritema di bawah protesa gigi lengkap atau

    sebagian baik di rahang atas maupun di rahang bawah (Martin dan

    Micheal, 2003). Menurut Cahya (2001) C. albicans adalah mikroba yang

    berperan utama pada terjadinya denture stomatitis dan adapun faktor

    predisposisi lain yang berperan pada denture stomatitis antara lain trauma

    gigi tiruan, kebersihan gigi tiruan, pemakaian gigi tiruan dalam jangka

    waktu yang lama, kesehatan mulut, kondisi sistemik dan nutrisi serta

    peranan saliva. Gambaran klinis denture stomatitis dapat dilihat pada

    Gambar 2.3.

    Gambar 2.3Denture stomatitispada daerah mukosapalatum (Scully et al., 2010)

    5. Nistatin

    Nistatin merupakan antibiotik polyene yang diambil dari

    Streptomyces noursei. Strukturnya sama dengan amphotericin B. Nistatin

    relatif tak larut dalam air dan tidak stabil kecuali dalam bentuk bubuk

    kering. Nistatin terutama digunakan untuk infeksi Candida di kulit, selaput

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    10/12

    16

    lendir dan saluran cerna. Nistatin digunakan untuk infeksi jamur pada

    rongga mulut. Nistatin diberikan dalam bentuk nystatin oral suspension 1

    ml, dikulum 2 sampai 3 menit, lalu ditelan. Nistatin bekerja dengan cara

    berikatan dengan sterol pada membran sel jamur, yang menyebabkan

    permeabilitas meningkat, sehingga terjadi kebocoran senyawa intraseluler

    dan menyebabkan sel jamur mati (Jonsbu et al., 2001).

    6. Ekstraksi

    Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat

    larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut

    cair. Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan mengekstraksi

    senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang

    sesuai, kemudian pelarut tersebut diuapkan (Harborne, 2006). Ekstraksi

    dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode, tergantung dari tujuan

    ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan.

    Metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi (Noerono dalam

    Pratiwi, 2009).

    Maserasi adalah perendaman bahan alam yang dikeringkan

    (simplisia) dalam suatu pelarut. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak

    dalam jumlah banyak, serta terhindar dari perubahan kimia senyawa-

    senyawa tertentu karena pemanasan (Rusdi dalam Pratiwi, 2009). Pelarut

    yang lazim digunakan untuk ekstraksi sampel segar adalah etanol 96%.

    Pelarut etanol memiliki sifat yang mampu melarutkan hampir semua zat,

    baik yang bersifat polar, semi polar dan non polar serta kemampuannya

    untuk mengendapkan protein dan menghambat kerja enzim sehingga dapat

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    11/12

    17

    terhindar proses hidrolisis dan oksidasi (Harborne, 2006). Menurut Cowan

    (2002) pelarut etanol dapat digunakan untuk mengikat berbagai senyawa

    aktif, seperti tanin, polifenol, flavonoid, terpenoid, sterol, dan alkaloid.

    7. Pengukuran Aktivitas Antimikroba

    Pengujian aktivitas antimikroba adalah teknik untuk mengukur

    respon pertumbuhan populasi mikroorganisme terhadap agen antimikroba

    untuk mengetahui potensi senyawa antimikroba (Pratiwi, 2008). Uji

    aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode

    dilusi (Brooks et al., 2005).

    a. Metode Dilusi

    Metode dilusi pencampuran senyawa antimikroba dengan

    medium kemudian diinokulasi dengan bakteri. Metode dilusi terdiri atas

    dua jenis yaitu dilusi cair dan dilusi padat. Pada dilusi cair, masing-

    masing konsentrasi senyawa antimikroba ditambah suspensi kuman

    dalam medium cair, sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi

    senyawa antimikroba dicampur dengan medium agar. Setelah

    diinkubasi, diamati ada atau tidaknya pertumbuhan mikroba (Brooks et

    al., 2005).

    b. Difusi

    Metode difusi merupakan uji potensi berdasarkan pengamatan

    luas daerah hambatan pertumbuhan bakteri. Metode difusi dapat

    dilakukan dengan tiga cara yaitu metode kirby bauer, sumuran dan

    pour plate. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu

    105

    -108

    CFU/mL (Brooks et al., 2005).

  • 7/26/2019 Morfologi Candida

    12/12

    18

    B. Kerangka Teori

    Keterangan:

    Diteliti

    Tidak diteliti

    Gambar 2.4 Kerangka Teori

    PencegahanDenture Stomatitis

    Penghambatan pertumbuhan jamur

    C. albicans

    1. Menghindari trauma gigi tiruan.

    2. Menjaga kebersihan gigi tiruan.

    3. Pemakaian gigi tiruan yang tidak

    terus menerus.

    4. Kondisi sistemik dan nutrisi baik

    5. Kondisi saliva baik .

    Ekstrak buah stroberi

    (Fragaria x ananassa). Kandungan:

    Flavonoid: mendenaturasi protein,

    mengganggu lapisan lipid, mengganggu

    permeabilitas membran sel C.albicans

    Tanin: menghambat sintesis chitin yang

    digunakan untuk pembentukan dinding C.

    albicans.

    Terpenoid: Merusak membran sel C.

    albicans.

    Saponin: mengganggu stabilitas

    membran sel C. albicans.

    1. Menghambat pembentukandinding sel.

    2. Mengakibatkan kerusakan pada

    dinding sel.

    3. Mengakibatkan gangguan

    permeabilitas membran dan

    fungsi membran sel.