PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SAYYID ABDULLAH BIN ALWI...
Transcript of PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SAYYID ABDULLAH BIN ALWI...
PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SAYYID
ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD DALAM KITAB
RISALAH AL-MU'AWANAH
(1634 - 1720 M / 1044 - 1132 H)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
DLIYA UDIN WIFQI
NIM: 111 10 115
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN 1438 H/2016 M
i
ii
PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT SAYYID
ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD DALAM KITAB
RISALAH AL-MU'AWANAH
(1634 - 1720 M / 1044 - 1132 H)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
DLIYA UDIN WIFQI
NIM: 111 10 115
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
TAHUN 1438 H/2016 M
iii
iv
v
vi
MOTTO
Pendidikan adalah atap yang menaungimu dari badai kebodohan,
dinding yang melindungimu dari kehancuran, dan tanah tempat
berpijak yang menjadikanmu tetap berdiri selamanya.
Belajarlah dimanapun kamu berada, karena pengetahuan
sesungguhnya ada disetiap hembusan nafas dan langkahmu
Pendidikan yang baik akan membentuk akhlak yang baik pula
Akhlakmu saat ini merupakan salah satu kunci masa depanmu
kelak
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi yang sederhana ini penulis persembahkan kepada:
1. Bapak, ibu dan keluarga tercinta yang senantiasa tak pernah berhenti
memberikan kasih sayang, semangat serta do’anya sehingga skripsi ini
bisa penulis selesaikan.
2. Semua umat manusia, yang selalu senang belajar dan berlatih untuk
memahami makna hidup serta mencari ridlo dari Sang Penciptanya.
3. Semua teman-teman yang sedang mempelajari dan memperdalam ilmu
Agama.
viii
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيمالحمد لله الذي أوضح الطريق للطالبين، وسهل منهج السعادة للمتقين، وبصر ين، ومنحهم أسرار الإيمان وأنوار بصائر المصدقين بسائر الحكم والأحكام في الد
إله إل الله وحده ل شريك له الملك الحق المبين، الإحسان واليقين، وأشهد أن لآ وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله الصادق الوعد المين، القائل من يرد الله به ين، صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه والتابعين، لهم بإحسان هه في الد را ي فق خي
يوم الدين.إل
Puji syukur penulis panjatkan kepada Sang Raja alam semesta (Allah
‘Azza wa Jalla). atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, meskipun dalam wujud yang sederhana dan jauh
dari sempurna. Sholawat dan salam Allah SWT, semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Sang Pemimpin hidup manusia dan yang menjadi
cakrawala rindu para umatnya (nabi Muhammad SAW).
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan dapat
diselesaika tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. Selaku Rektor Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Rukhayati, M.Ag. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama
Islam.
ix
x
ABSTRAK
Dliya Udin Wifqi. 2016. Pendidikan Akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi
Al-Haddad dalam Kitab Risalah Al-Mu’awanah. Skripsi. Jurusan
Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut
Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Dr. M. Gufron, M.Ag.
Kata kunci: Pendidikan, Akhlak.
Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad adalah seorang tokoh tasawuf yang
terkenal. Salah satu kitabnya adalah Risalah Al-Mu’awanah, penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan akhlak menurut Sayyid
Abdullah Bin Alwi Al-Haddad dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah. Pertanyaan
yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana latar belakang
penulisan Kitab Risalah Al-Mu’awanah (2) Bagaimana pendidikan akhlak
menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam Kitab Risalah Al-
Mu’awanah (3) Bagaimana implikasi pendidikan akhlak kitab Risalah Al-
Muawanah menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam kehidupan
sehari-hari.
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library
research). Data yang diperoleh bersumber dari literature. Sumber data primer
adalah kitab Risalah Al-Mu’awanah, sumber sekundernya adalah terjemahannya
dan sumber tersiernya adalah kitab-kitab dan buku-buku lain yang bersangkutan
dan relevan dengan penelitian.Adapun teknis analisis data menggunakan metode
Deduktif, metode Induktif, dan content analysis.
Temuan penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak
yang ada dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad sangat relevan dengan pendidikan sekarang, dan sangat dibutuhkan untuk
merubah para pelajar yang saat ini masih berakhlak madhmumah (jelek), menjadi
pribadi yang berakhlakul karimah (baik). Model pendidikan akhlak dalam kitab
Risalah Al-Mu’awanah bisa dibilang sangat praktis dan tetap berpegang teguh
dengan Al-Qur’an dan Hadis. Adapun pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad tentang pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Risalah Al-
Mu’awanah dapat penulis kelompokkan menjadi tiga skala besar. Pertama:
Akhlak kepada Allah SWT. Kedua: Akhlak terhadap diri sendiri. Ketiga: Akhlak
terhadap lingkungan
xi
DAFTAR ISI
1. JUDUL .................................................................................................. i
2. LOGO IAIN ......................................................................................... ii
3. NOTA PEMBIMBING ....................................................................... iii
4. PENGESAHAN KELULUSAN ......................................................... iv
5. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN........................................... v
6. MOTTO................................................................................................ vi
7. PERSEMBAHAN................................................................................ vii
8. KATA PENGANTAR......................................................................... viii
9. ABSTRAK ........................................................................................... x
10. DAFTAR ISI ....................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................ 6
C. Tujuan Penelilitian ........................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian ........................................................ 7
E. Penegasan Istilah .............................................................. 8
F. Kerangka Teoritik .…………………...…………...……. 11
G. Metode Penelitian ............................................................ 12
H. Sistematika Penulisan ....................................................... 15
BAB II. BIOGRAFI SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-
HADDAD
xii
A. Latar Belakang Penulisan kitab Risalah Al-
Mu’awanah....................................................................... 16
B. Sistematika Penulisan Kitab Risalah Al-
Mu’awanah……............................................................. 17
C. Riwayat Hidup Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad………….....……………..…...…………….…. 18
D. Pendidikan Sayyid Abdullah Bin Alwi Al-
Haddad…….....……....................................................... 25
E. Karya-karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad…........................................................................ 29
BAB III. DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYYID ABDULLAH BIN
ALWI AL-HADDAD TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK
DALAM KITAB RISALAH AL-MU’AWANAH
A. Pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad Tentang
Pendidikan Akhlak dalam kitab Risalah Al-
Mu’awanah....................................................................... 36
1. Akhlak kepada Allah SWT...................................... 37
2. Akhlak terhadap diri sendiri .................................... 39
3. Akhlak terhadap lingkungan ................................... 43
BAB IV. ANALISIS DAN IMPLIKASI PENDIDIKAN AKHLAK
MENURUT SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-
HADDAD
A. Pengertian Pendidikan Akhlak ………………………… 48
xiii
B. Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Abdullah Al-
Haddad………………………………………………….. 52
1. Pendidikan akhlak yang berhubungan dengan Allah
SWT…….………………………………………. 53
2. Pendidikan akhlak yang berhubungan dengan diri
sendiri.………………………………………….. 59
3. Pendidikan akhlak yang berhubungan dengan
lingkungan.…………………………………...… 71
C. Implikasi Pendidikan Akhlak menurut Sayyid Abdullah bin
Alwi Al-Haddad dalam Kehidupan..…………………… 81
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................... 89
B. Saran .............................................................................. 90
C. Implikasi Penelitian ....................................................... 90
D. Kata Penutup ................................................................. 91
11. DAFTAR ISI
12. LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhlak adalah suatu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai
sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau
jelek, sesuai pembawaanya, ia menerima pengaruh pendidikan kepadanya,
baik maupun jelek kepadanya. (Al-Jaza’iri, tt: 223).
Saat ini lingkungan pergaulan sudah sangat mengkhawatirkan,
karena sudah sangat banyak hal-hal yang buruk yang dilakukan oleh remaja.
Lingkungan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam kehidupan, dan
dapat membentuk suatu kebiasaan terhadap seseorang. Terlebih pada
pertumbuhan anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah. Baik buruknya
lingkungan sedikit banyak akan diikuti oleh mereka. Padahal semua orang
telah menyaksikan bagaimana perilaku orang-orang yang berada di
sekelilingnya sangat memprihatinkan. Kemerosotan akhlak pada anak-anak
saat ini dapat dilihat dengan banyaknya tawuran, mabuk, membolos, berani
dan durhaka kepada orang tua, bahkan sampai membunuh. (Jawa Pos,
2014:1). Hal ini menjadi keprihatinan bersama. Apabila tidak ada cara untuk
membentengi anak-anak (pelajar) dari terjangan lingkungan yang buruk,
maka bisa dipastikan mereka akan terpengaruh oleh lingkungan yang buruk,
dan bukan tidak mungkin mereka juga akan menjadi terbiasa untuk
melakukan perbuatan yang buruk.
2
Sesungguhnya manusia mereka yang masih janin, bayi, kanak-
kanak, remaja dan lain-lain. Itu nantinya sudah tentu mereka akan menjadi
dewasa, menjadi manusia besar yang akan merupakan generasi baru untuk
menggantikan para orangtua sekarang yang sudah tua-tua. Orangtua pun
secara pasti akan meninggalkan hidup mereka di alam fana ini, melanjudkan
perjuangan dan pengkhidmatan pendahulunya terhadap bangsa, negara, juga
agama. (Al-Ghalayaini, 2000: 313).
Oleh karena itu, orangtua harus lebih memperhatikan anak-anaknya
dalam soal pendidikan, terutama pendidikan tentang akhlak. Supaya mereka
tidak mudah terpengaruh dengan keadaan lingkungan yang buruk seperti saat
ini. Pada masa yang akan datang kelak, mereka akan menjadi pilar-pilar
penerus perjuangan yang memiliki tingkah laku (akhlak) yang baik, menjadi
penerus bangsa negara, dan juga agama.
Bila bentuk di dalam jiwa ini dididik tegas mengutamakan kemuliaan
dan kebenaran, cinta kebajikan, gemar berbuat baik, dilatih mencintai
keindahan, membenci keburukan sehingga menjadi wataknya, maka keluarlah
darinya perbuatan-perbuatan yang indah dengan mudah tanpa keterpaksaan,
seperti kemurahan hati, lemah lembut, sabar, teguh, mulia, berani, adil, ihsan
dan akhlak-akhlak mulia serta kesempurnaan jiwa lainnya.
Begitu juga jika diterlantarkan, tidak disentuh oleh pendidikan yang
memadai atau tidak dibantu untuk menumbuhkan unsur-unsur kebaikannya
yang tersembunyi di dalam jiwanya atau bahkan dididik oleh pendidikan yang
buruk sehingga kejelekan menjadi kegemarannya, kebaikan menjadi
3
kebenciannya, dan omongan serta perbuatan tercela mengalir tanpa terpaksa,
maka jiwa yang demikian disebut Akhlak buruk, perkataan dan perbuatan
tercela yang keluar darinya disebut akhlak tercela, seperti ingkar janji,
khianat, dusta, putus asa, tamak, kasar, kemarahan, kekejian, berkata kotor
dan pendorongnya.
Di sini Islam menjadi penyeru pada akhlak yang baik dan mengajak
kepada pendidikan akhlak di kalangan kaum Muslimin, menumbuhkannya di
dalam jiwa mereka, dan menilai keimanan seseorang dengan kemuliaan
akhlaknya. Allah SWT memuji NabiNya karena akhlaknya yang agung. Allah
SWT berfirman:
Artinya: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung”. (Q.S. Al-Qalam: 4).
Oleh karena itu, sebagai seorang hamba yang selalu mengharap
keridlaan dari Tuhannya. sudah sepatutnya harus selalu memperhatikan
pendidikan tentang akhlak. Karena pendidikan akhlak merupakan bagian
besar dari isi pendidikan Islam, posisi ini terlihat dari kedudukan al-Qur’an
sebagai referensi paling penting tentang akhlak bagi kaum muslimin:
individu, keluarga, masyarakat, dan umat. Akhlak merupakan buah Islam
yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat hidup dan
kehidupan menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol psikis dan sosial
bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, masyarakat manusia tidak akan
berbeda dari kumpulan binatang. (Munzier, 2008: 89).
4
Berbekal dengan pendidikan akhlak, seseorang dapat mengetahui
batas mana yang baik dan mana yang buruk. Juga dapat menempatkan
sesuatu sesuai dengan tempatnya. Orang yang berakhlak dapat memperoleh
irsyad, taufik, dan hidayah sehingga dapat bahagia di dunia dan di akhirat.
Kebahagian hidup oleh setiap orang selalu didambakan kehadirannya di
dalam lubuk hati. Hidup bahagia merupakan hidup sejahtera dan mendapat
ridha dari Allah SWT dan selalu disenangi oleh sesama makhluk. (FIP-UPI,
2007: 18).
Salah seorang ulama’ yang mengkaji dan memberikan pendidikan
akhlak secara mendalam adalah Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Dia
adalah seorang guru besar dalam bidang pendidikan akhlak, baik akhlak
dhahir (lahir) maupun bathin (batin).
Sejarah menyebutkan bahwa Sayyid Abdullah Al-Haddad tidak tidur
di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang demikian itu
adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang diperintahkan oleh
Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam kecuali sedikit saja. Firman
Allah SWT :
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad)!, bangunlah (untuk
sholat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)”. (Q.S. Al-
Muzammil: 1-2).
Allah SWT juga telah memuji mereka yang menghidupkan malam
dengan ibadah kepadaNya. Firman Allah SWT :
5
Artinya: “Adalah mereka itu sedikit tidur pada malam hari. Dan ketika waktu
sahur mereka meminta ampun”. (Q.S. Adz-Dzariyat: 17).
Sayyid Abdullah Al-Haddad berkata: "Kami telah melaksanakan
segala sunnah Nabi SAW, dan tiada satu sunnah yang kami tinggalkan”.
Sebagai membenarkan akan ucapannya itu, Sayyid Abdullah Al-Haddad pada
akhir umurnya memanjangkan rambutnya hingga bahunya, karena rambut
Rasulullah SAW adalah demikian.
Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam mendidik akhlak,
Sayyid Abdullah Al-Haddad juga dikenal sebagai seorang yang produktif
dalam karya tulis. (Al-Badawi, 1994: 163). Karya-karyanya banyak sekali,
salah satu karyanya yang ada di Indonesia, yang banyak dikaji oleh majlis-
majlis pengkajian ilmu adalah kitab Risalah Al-Mu’awanah. Kitab ini
tergolong praktis, di dalamnya terdapat berbagai ulasan-ulasan dari pemikiran
Sayyid Abdullah, berhubungan dengan pendidikan akhlak, yang bisa
dijadikan acuan untuk mempengaruhi dan memformulasikan nilai-nilai
pendidikan akhlak kepada setiap orang dalam kehidupan sehari-hari.
Selain praktis, kitab ini juga sangat detail sekali dalam penjelasan-
penjelasannya. Bisa dilihat dari bab per babnya, setiap pembahasan selalu
dijelaskan tentang definisi, tata cara pelaksanakannya, hasilnya dan juga
dasarnya/ dalilnya. Yang membuat setiap pembacanya akan tertarik dan
mantap dalam membaca dan merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menggali dan
memahami Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam kitab Risalah Al-
6
Mu’awanah, yang memuat ulasan-ulasan pemikiran dari Sayyid Abdullah bin
Alwi Al-Haddad tentang tata cara dan langkah-langkah seseorang menempuh
jalan kehidupan menuju kebahagiaan dunia akhirat. Untuk itu, maka dalam
penelitian ini penulis memberi judul: PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT
SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD DALAM KITAB
RISALAH AL-MU’AWANAH. Penulis akan berusaha mengulas dan
menjelaskan tentang Pendidikan Akhlak yang ada dalam Kitab Risalah Al-
Mu’awanah. Semoga dapat memberikan kontribsi dan manfaat terutama bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana latar belakang penulisan Kitab Risalah Al-Mu’awanah?
2. Bagaimana Pendidikan Akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad dalam Kitab Risalah Al-Mu’awanah?
3. Bagaimana implikasi Pendidikan Akhlak kitab Risalah Al-Mu’awanah
menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam kehidupan sehari-
hari?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui bagaimanakah latar belakang penulisan Kitab Risalah Al-
Mu’awanah.
2. Mengetahui Pendidikan Akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad dalam Kitab Risalah Al-Mu’awanah.
7
3. Mengetahui implikasi Pendidikan Akhlak kitab Risalah Al-Mu’awanah
menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam kehidupan sehari-
hari.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian,
yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara teoritis,
berupa pengetahuan tentang Pendidikan Akhlak yang ada pada kitab
Risalah Al-Mu’awanah yang berhubungan dengan ketauhidan dan akhlak
serta langkah-langkah yang harus ditempuh oleh setiap mukmin dalam
menjalani hidup menuju akhirat (kehidupan yang abadi). Diharapkan
pula dapat bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran bagi dunia
pendidikan, khususnya dunia pendidikan Islam.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai
akhlak-akhlak baik yang sesuai dengan aturan Al-Quran dan As-
Sunah dan langkah-langkah dalam mewujudkannya, untuk
selanjutnya dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Bagi Lembaga Pendidikan
Sebagai masukan yang membangun guna meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan Islam. Dapat
8
menjadi bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia
pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di
Indonesia.
c. Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah khazanah keilmuan tentang pendidikan akhlak
yang terdapat dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah sehingga
mengetahui betapa pentingnya pembelajaran tentang akhlak. Dapat
meningkatkan pengetahuan tentang kajian mengenai ketauhidan
serta langkah-langkah yang harus ditempuh oleh setiap mukmin
dalam menjalani hidup menuju akhirat (kehidupan yang abadi).
Dengan demikian diharapkan setiap individu dalam keadaan tertentu
dapat mengambil langkah yang tepat dalam melangkah setiap
perilaku kehidupan manusia menuju jalan yang diridloi oleh Allah
SWT.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari penafsiran dan kesalah pahaman, maka
penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai
berikut:
1. Pendidikan dan Akhlak
Suatu rumusan nasional tentang istilah “Pen-didik-an” adalah
sebagai berikut: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
9
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara”. (UUR.I. No. 20 Tahun 2003, Bab I, Pasal 1, Ayat 1).
Akhlak adalah keadaan yang tertanam di dalam jiwa, yang
mewujudkan/ melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan
gampang tanpa butuh berfikir atau diangan-angan terlebih dahulu”. (Al-
Qosimi, 2005: 4).
Dengan demikian pendidikan akhlak adalah merupakan usaha
yang dilakukan secara sadar untuk membimbing dan mengarahkan
seseorang untuk mencapai suatu tingkah laku yang baik dan terpuji serta
menjadikannya sebagai suatu kebiasaan.
2. Risalah Al-Mu’awanah
Ini adalah kitab yang ditulis oleh Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad pada abad ke-12 Hijriyah. Kitab ini selesai ditulis pada tahun
1069 H, sewaktu Sayyid Abdullah masih berumur 26 tahun. (Al-Badawi,
1994: 165-166). Arti dari kitab ini mempunyai pengertian ringkasan
pertolongan bagi orang-orang mukmin yang cinta bersikap menuju jalan
akhirat. Sebagaimana judulnya, kitab ini membahas penjelasan berbagai
mau’idloh (nasehat) tentang tata cara dan langkah-langkah yang harus
ditempuh oleh setiap orang mukmin yang mengharapkan kebahagian di
dunia dan akhirat. Kitab ini terdiri 38 bab pembahasan, dimulai dari
pengenalan terhadap pengarang (ta’rif al-muallif), kemudian khutbah
kitab dilanjutkan dengan bab satu, dua, tiga sampai 38. Pada bagian akhir
10
ditulis beberapa wasiat al-rohaniah (wasiat yang bersifat kerohaniahan)
dari Allah SWT. Yang diturunkan melalui beberapa hadis qudsi dengan
periwayatan yang shahih, yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dan
fahrasat (daftar isi).
3. Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
Ia adalah seorang Imam Al-Allamah Sayyid Abdullah bin Alwi
bin Muhammad Al-Haddad bin Ahmad bin Abdullah bin Muhammad bin
Alwi bin Ahmad bin Abu Bakar Al-Thowil bin Ahmad bin Muhammad
bin Abdullah bin Ahmad Al-Faqih bin Abdurrohman bin Alwi bin
Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi’ Qosam bin Alwi bin
Muhammad Shohib Shouma’ah bin Alwi bin Ubaidillah bin Al-Muhajir
Ilallah Ahmad bin Isa bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al-Uraidhi bin
Imam Ja’far Ash-Shodiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin
bin Imam As-Sibth Al-Husein bin Al-Imam Amirul Mukminin Ali bin
Abi Tholib suami Fathimah Az-Zahro Al-Batul binti Rasulullah
Muhammad SAW. Sayyid Abdullah dilahirkan pada malam senin tanggal
5 bulan Shafar tahun 1044 H/ 30 Juli 1634 M. di desa Subair di kota
Tarim, wilayah Hadlromaut, negeri Yaman. Ia tumbuh besar dan
menimba ilmu di sana. (Al-Badawi, 1994: 39-40). Kemudian pada tahun
1074 H, Sayyid Abdullah membangun rumah di Al-Hawi (sebuah
kawasan yang berjiran dengan bandar Tarim). Ia berpindah ke Al-Hawi
pada tahun 1099 H kemudian menetap di sana sampai ia tua. Sayyid
Abdullah wafat hari senin, malam selasa, tanggal 7 Dzul-Qo’dah 1132 H/
11
10 september 1720 M, dalam usia 98 tahun. Ia disemayamkan di
pemakaman Zanbal, di kota Tarim, Hadlromaut, Yaman. (Al-Badawi,
1994: 171-172).
(http://tarekataulia.blogspot.com/2013/09/biografiimamhaddad.html).
F. Kerangka teoritik
Pendidikan akhlak sebagaimana dirumuskan oleh Ibnu Maskawaih
dan dikutip oleh Abudin Nata, Merupakan upaya kearah terwujudnya sikap
batin yang mendorong secara spontan lahirnya perbuatan-perbuatan yang
bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini, kriteria benar dan
salah untuk menilai perbuatan yang muncul merujuk pada Al Qur an dan
Sunah sebagai sumber hukum tertinggi Islam.Akhlak mengandung beberapa
arti. diantaranya :
1. Tabiat, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia
tanpa dikehendaki dan diupayakan.
2. Adat, yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui
latihan, yakni berdasarkan latihan.
3. Watak, cakupannya meliputi hal-hal yang menjadi tabiat dan
hal-hal yang diupayakan hingga menjadi adat.
Dengan demikian maka pendidikan akhlak bisa dikatakan sebagai
pendidikan moral dalam diskursus pendidikan islam. Telaah lebih dalam
konsep akhlak yang telah dirumuskan oleh tokoh islam masa lalu seperti
Ibnu Maskawaih, Al Ghazali, Ibnu Sina, Al Qabisi dan Al Zarnuji,
menunjukkan bahwa tujuan islam adalah terbentuknya karakter yang
12
positif dalam perilaku anak didik. Karakter positif ini adalah tidak lain
dari penjelmaan sifat-sifat mulia Tuhan dalam kehidupan manusia (
Majid, 2013: 9-11).
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian
kepustakaan (library research) dengan obyek kitab-kitab, serta lainnya
yang ada kaitannya dengan obyek kajian, karena yang dijadikan obyek
kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil pemikiran.
2. Sumber Data
Karena jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun
referensi yang menjadi sumber data primer adalah kitab Risalah Al-
Mu’awanah karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad.
Kemudian yang menjadi sumber data sekunder adalah kitab
Minhajul Muslim, ‘Idhatun Nasyiin, buku-buku seperti buku Watak
Pendidikan Islam, Akhlak di atas Segalanya, serta lainnya yang ada
relevansinya dengan obyek pembahasan penulis.
3. Teknik Pengumpulan Data.
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penelitian
ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang menjadi
sumber data primer yakni kitab Risalah Al-Mu’awanah, dan data skunder
yakni, kitab-kitab, buku-buku yang ada relevansinya dengan penelitian,
13
serta alat elektronik, seperti internet. Setelah data terkumpul, maka
dilakukan penelaahan secara sistematis dalam hubunganya dengan
masalah yang diteliti, sehingga diperoleh data/informasi untuk bahan
penelitian.
4. Teknik Analisis Data.
Dalam menganalisis data yang ada, penulis menggunakan metode
sebagai berikut:
a. Metode Deduktif
Metode Deduktif yaitu apa yang dipandang benar dalam
peristiwa dalam suatu kelas atau jenis, berlaku pada hal yang benar
pada semua peristiwa yang termasuk dalam kelas atau jenis. Hal ini
adalah suatu proses berfikir dari pengetahuan yang bersifat umum
dan berangkat dari pengetahuan tersebut, ditarik suatu pengetahuan
yang khusus. (Hadi, 1990: 26). Metode ini bertujuan untuk
mengetahui perpindahan dari pola pemikiran yang bersifat umum
kepada penarikan pola pemikiran yang khusus. Metode ini
digunakan oleh penulis untuk menganalisis data tentang pendidikan.
b. Metode Induktif
Metode Induktif yaitu metode yang berangkat dari fakta-
fakta yang khusus, peristiwa-peristiwa konkrit, kemudian dari fakta-
fakta dan peristiwa yang konkrit ditarik dalam generalisasi yang
bersifat umum. (Hadi, 1990: 26). Metode ini bertujuan untuk
mengetahui fakta-fakta dan peristiwa-peristiwa yang khusus
14
kemudian ditarik kesimpulan menjadi umum. Metode ini penulis
gunakan untuk menganalisis data tentang pendidikan akhlak dalam
kitab Risalah Al-Mu’awanah karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad, yang tertuang dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah.
c. Metode Content Analysis
Metode Content Analysis (analisis isi) menurut Weber
sebagaimana dikutip oleh Soejono dalam bukunya yang berjudul:
Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapan, adalah:
“metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau
dokumen”. (Soejono, 2005: 13). Dengan teknik analisis ini penulis
akan menganalisis terhadap makna atau pun isi yang terkandung
dalam ulasan-ulasan kitab Risalatul Mu’awanah dan kaitannya
dengan pendidikan akhlak.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika
penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Hal ini bertujuan agar
tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab Pertama. Pendahuluan, menguraikan tentang : Latar Belakang
Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Metode
15
Penelitian, Penegasan Istilah, dan Sistematika Penulisan sebagai gambaran
awal dalam memahami skripsi ini.
Bab Kedua. Biografi dan pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad, menguraikan tentang: Biografi Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad, yang meliputi riwayat kelahiran, kehidupan intelektual, dan
perjalanan karirnya. Selain itu dalam bab ini juga membahas tentang
perkembangan intelektual dan karya-karyanya.
Bab Ketiga. Deskripsi pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad. Menguraikan tentang pengertian Pendidikan Akhlak yang terdapat
pada kitab Risalah Al-Mu’awanah.
Bab Keempat. Pembahasan, menguraikan signifikansi pemikiran,
relevansi pemikiran, dan implikasi.
Bab Lima. Penutup, menguraikan kesimpulan dan saran.
16
BAB II
BIOGRAFI SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
A. Latar Belakang Penulisan Kitab Risalah Al-Mu’awanah
Sayyid Abdullah Al-Haddad, dalam menyusun kitab ini memiliki
berbagai alasan, tujuan, dan latar belakang. Ia mengatakan bahwa alasan yang
mendorongnya untuk menulis risalah ini adalah untuk melaksanakan perintah
agung, perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, dan berusaha meraih janji yang
mulia yaitu untuk memperoleh janji yang benar (al Wa’ddu al Shaadiqu)
yang dijanjikan bagi mereka yang menyeru kepada jalan kebaikan dan
menyebarkan ilmu, disamping juga permintaan dari Al-Habib Ahmad bin
Hasyim al-Habsyi. (Al-Haddad, 2010: 12).
Selain dengan alasan itu semua, memang juga karena masyarakat yang
hidup pada masa itu, sedang dalam kondisi minus akhlak, banyak kerajaan-
kerajaan yang melancarkan peperangan, berebut kekuasaan, dan
masyarakatnya kurang mendapat perhatian dari penguasanya, yang
menyebabkan satu sama lain dari mereka berbuat hal-hal yang di luar
tuntunan syari’at Islam. Akibat kurangnya perhatian dan tuntunan dari
pemimpinnya. (http://anneahira.com/sejarah-kerajaan-turki-usmani.html).
Sayyid Abdullah Al-Haddad juga memohon ampun kepada Allah
SWT, karena sebenarnya dia tidak hendak mengatakan bahwa yang
mendorongnya menyusun risalah ini semata-mata karena tujuan-tujuan
keagamaan yang baik. Sebab ia mengetahui, masih adanya keinginan-
17
keinginan tersembunyi, nafsu yang merajalela, dan cinta dunia di dalam
hatinya, dan ia tidak membebaskan diri dari kesalahan, karena sesungguhnya
nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat
oleh Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (Al-Haddad, 2010: 13).
Dengan kearifannya, ia mengatakan pula bahwa hamba yang fakir,
hamba yang mengaku akan kekurangan dan kelalaian, yang berharap akan
ampunan Tuhannya Yang Kuasa. (Al-Haddad 2010: 13).
B. Sistematika Penulisan Kitab Risalah Al-Mu’awanah
Kitab Risalah Al-Mu’awanah karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad adalah salah satu kitab Tauhid yang dikarang oleh para ulama’.
Sistematika penyusunannya hampir sama dengan kitab yang lain. Yaitu
dengan sistem tematik, yang sistem penulisannya dari satu bab ke bab yang
lain. Penyusunannya dimulai dengan:
1. Muqaddimah berupa pengenalan yaitu berisi tentang pengenalan dengan
pengarang.
2. Khutbah atau penyampaian kitab.
3. Bab selanjutnya pembahasan isi kitab Risalah Al-Mu’awanah, dan
diakhiri dengan do’a.
Sayyid Abdullah dalam menyusun kitab ini, mengatakan bahwa Islam
adalah agama yang istimewa, hingga Allah SWT pun telah mengistimewakan
agama Islam. Kitab risalah ini beliau susun berkat pertolongan dan kekuasaan
18
Allah SWT, dan sebuah wasiat yang dengan kemurahan dan rahmat Allah
SWT, insya Allah bermanfaat.
C. Riwayat Hidup Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
1. Kelahiran, Keturunan dan Tempat Tinggal
Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad dilahirkan pada malam
senin tanggal 5 Shafar tahun 1044 H/ 30 Juli tahun 1634 M. di Subair
(sebuah perkampungan di pinggiran kota Tarim, Hadlramaut, Yaman).
Sayyid Abdullah Al-Haddad adalah Keturunan dari Sayyid Alwi bin
Muhammad Al-Haddad, yang dikenal sebagai seorang yang shaleh, serta
diyakini sudah mencapai derajad Al-‘Arifiin (ma’rifat) dan Syarifah
Salma binti Idrus bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi, yang juga
dikenal sebagai wanita yang shalehah. (Al-Badawi, 1994: 39-40).
Nasab Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad bersambung kepada
kekasih Allah SWT, Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyiduna Al-
Husein RA, putra dari Amirul Mukminin Sayyiduna Ali bin Abi Thalib
RA, dan Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro RA, putri dari Rasulullah
SAW.
Urutan mata rantai nasab Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
yang hingga sampai pada Nabi Muhammad SAW, dari jalur sayyidina
Husein RA, dapat dilihat pada bagan yang akan penulis cantumkan
sebagai berikut:
19
Sayyiduna Muhammad
SAW
Sayyidatuna Khatijah Al-
Kubro RA
Sayyidatuna Fathimah Az-Zahro RA
Sayyiduna Ali bin Abi Tholib RA
Al-Imam Al-Husein Ali Zainal ‘Abidin
Ja’far As-Shodiq Muhammad Al-Baqir
Ali Al-Uraydhi Muhammad An-Naqib
Ahmad Al-Muhajir Isa Ar-Rumiy
Ubaidillah Alwi Ba’lawi Shohib Saml
Alwi Muhammad
Ali Kholi’ Qosam Muhammad Sohib Mirbath
Abdurrahman Alwi Al-Faqih Al-Muqaddam
Ahmad Al-Faqih Abdullah
Ahmad Muhammad
Abu Bakar Ahmad Al-Haddad
Muhammad Alwi
Abdullah Ahmad
Sayyid Alwi Muhammad Al-Haddad
Syarifah Salma binti Idrus
Al-Imam Al-‘Alamaah, Sayyid Abdullah Al-Haddad, Al-
Hadlromiy, Asy-Syafi’i, Al-Asy’ari.
20
Demikianlah runtunan nasab Sayyid Abdullah Al-Haddad yang
sampai pada baginda Nabi Muhammad SAW melalui jalur Sayyiduna Al-
Husain RA. (http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-
haddad/).
Sayyid Abdullah Al-Haddad tinggal disebuah tempat bernama Al-
Hawi. Al-Hawi adalah sebuah kawasan yang berdekatan dengan Tarim,
ia menetap disana (Al-Hawi) pada tahun 1099 H. Sayyid Muhammad bin
Ahmad Al-Syathiri (Sejarawan dari Hadlramaut) berkata:
”Sesungguhnya Sayyid Abdullah Al-Haddad mendirikan Al-Hawi
semata-mata untuk mempunyai tapak yang berdiri sendiri untuknya dan
ahli keluarganya serta para pengikutnya, dan tidak tertakluk kepada
pentadbiran (pemikiran) Qadli Tarim pada masa itu. Ia merupakan
tempat yang strategi untuk mendapatkan segala yang baik daripada
Tarim, dan kawasan yang terlindung dari segala fitnah dan kejahatan dari
tempat itu”. Dengan demikian Al-Hawi menjadi kawasan yang selamat
lagi dihormati.
Sayyid Abdullah Al-Haddad membangun rumahnya di Al-Hawi
pada tahun 1074 H, lalu berpindah dari Subair kesana pada tahun 1099
H. Ia membangun masjidnya berdekatan dengan rumahnya, dan mengajar
di sana selepas salat asar setiap hari, dan pagi hari kamis dan senin, serta
hadlrah (rebana) pada setiap malam Jum’at selepas salat isya’. Maka
dengan berbagai aktivititas, Al-Hawi menjadi tumpuan kepada para
21
ulama’, dan orang-orang shaleh, serta tempat perlindungan bagi kaum
fakir miskin, dan merupakan zona selamat, aman, dan tenteram.
2. Ketekunan Ibadahnya
Pada tahun 1079 H, Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad telah
berangkat untuk menunaikan ibadah haji. Setelah sampai di Makkah,
ramai penduduk Makkah yang menyambut kedatangannya, dan di sana ia
tinggal di rumah Sheikh Husain Ba Fadal. Sayyid Abdullah menceritakan
keberadaannya di rumah Sheikh Husain Ba Fadlal, Sayyid Abdullah
berkata: “Sesungguhnya Sheikh Husain berkata: Aku mempunyai dua
lautan di mana aku mengambil dari keduanya, yang pertama: adalah
lautan dzahir, yaitu Sheikh Ahmad Al-Qusyasyi, yang kedua: lautan
batin, yaitu Sayyid Muhammad bin Alwi As-Seggaf, dan Allah SWT
telah mengumpulkan kedua lautan itu padamu untukku”.
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
Pada tahun itu, wuquf di Arafah jatuh pada hari jum’at, ramai
penduduk Makkah pada ketika itu yang datang kepadanya. Ketika Sayyid
Abdullah Al-Haddad sedang duduk di sebelah Hijir Isma’il, ia didatangi
oleh Syarif Barakaat bin Muhammad, lalu meminta do’a kepadanya agar
permintaanya di kabulkan oleh Allah SWT (tanpa memberitahu apakah
hajatnya itu), maka Sayyid Abdullah Al-Haddad mendo’akan untuknya.
Ketika Syarif Barakaat pergi, Sayyid Abdullah Al-Haddad bertanya:
Siapakah dia itu? ia diberitahu kalau dia adalah salah seorang yang besar
di Makkah. Lalu Sayyid Abdullah berkata: “Dia meminta untuk menjadi
22
raja di Makkah, dan Allah SWT telah mengabulkan permintaanya”.
Syarif Barakaat dilantik menjadi pemimpin di Hijaz pada tahun 1082 H.
(http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
Pada hari Jum’at 1 Muharram 1080 H, bertepatan dengan
masuknya waktu salat fajar, Sayyid Abdullah Al-Haddad telah di pelawa
untuk menjadi imam pada salat subuh di Masjidil Haram di Makkah. Ia
membaca surah As-Sajdah dan surah Al-Insan.
Sayyid Abdullah Al-Haddad melangsungkan perjalanannya
menuju kota Madinah Al-Munawwarah. Telah diceritakan bahwa, ia
tidak tidur dalam perjalanannya menuju kota Madinah kecuali sedikit
sekali, disebabkan kerinduan yang mendalam di dalam hatinya. Dia
mengungkapkan akan kerinduannya itu dalam syairnya:
يلذ لنا أن ل يلذ لنا الكرى * لما خالط الأرواح من خالص الحب Artinya:”Sungguh kami merasakan kenikmatan dimana kami tidak
meraza nikmat dengan tidur, Ketika kemurnian cinta telah
menyatu dengan ruh”.
Ketika Sayyid Abdullah Al-Haddad menghampiri kota Madinah,
ia dapat mencium bau wangi serta merasakan adanya cahaya yang
bersinar. Ia mengungkapkan dalam syairnya:
فلما بلغ نا طي بة ورب وعه ا * شممنا شذى يزري بعرف العنب لح السنا من خير كل المقابر وأشرقت الأنوار من كل جان ب * و
مع الفجر وصلنا وافينا المدينة طاب من * صباح علينا بالسعادة سافرArtinya:”Ketika kami sampai di Thaibah (Madinah), kami mencium bau
sangat wangi, mengalahkan wangian-wangian anbar. Cahaya
menyinari segala penjuru, cahaya itu bersinar melalui kubur
sebaik-baik manusia. Bersamaan dengan waktu fajar, kami
23
sampai ke Madinah, sungguh indah pagi itu bagi kami dengan
kebahagiaan”.
Sejarah menyebutkan bahwa Sayyid Abdullah Al-Haddad tidak
tidur di waktu malam untuk beribadah kecuali sedikit saja. Yang
demikian itu adalah untuk meneladani amalan Rasulullah SAW yang di
perintahkan oleh Allah SWT untuk tidak tidur di waktu malam kecuali
sedikit saja. Firman Allah SWT:
Artinya: “Hai orang yang berselimut (Muhammad)!, bangunlah (untuk
shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya)”. (Q.S.
Al-Muzammil:1-2).
Allah SWT juga telah memuji mereka yang menghidupkan
malam dengan ibadah kepadaNya. Firman Allah SWT:
Artinya: “Adalah mereka itu sedikit tidur pada malam hari. Dan ketika
waktu sahur mereka meminta ampun (kepada Allah).” (Azd-
zdariyat: 17).
Sayyid Abdullah Al-Haddad berkata: "Kami telah melaksanakan
segala sunah Nabi SAW, dan tiada satu sunah yang kami tinggalkan”.
Sebagai membenarkan akan ucapannya itu, beliau pada akhir umurnya
memanjangkan rambutnya sehingga bahunya, karena rambut
Rasulullah SAW adalah demikian.
(http://www.darulmurtadza.com/2011/12/riwayat-hidup-imam-
abdullah-bin-alwi-al.html).
24
3. Peristiwa Wafatnya
Sayyid Abdullah Al-Haddad menghabiskan umurnya untuk
menuntut ilmu dan mengajar, berdakwah dan mencontohkannya dalam
kehidupan. Hari kamis 27 Ramadhan 1132 H, dia sakit tidak ikut salat
asar berjama’ah di masjid dan pengajian rutin sore. Ia memerintahkan
orang-orang untuk tetap melangsungkan pengajian seperti biasa dan ikut
mendengarkan dari dalam rumah. Malam harinya, ia salat isa’ berjama’ah
dan tarawih. Keesokan harinya ia tidak bisa menghadiri salat jum'at.
Sejak hari itu, penyakitnya semakin parah. Ia sakit selama 40 hari sampai
akhirnya pada malam selasa, 7 Dzul-qo’dah 1132 H / 10 September 1712
M, ia kembali menghadap Yang Kuasa di Al-Hawi, disaksikan anaknya,
Hasan. Ia wafat dalam usia 89 tahun. Ia meninggalkan banyak murid,
karya dan nama harum di dunia. Di kota tarim, di pemakaman Zanbal ia
dimakamkan. (Al-Badawi, 1994: 171-172).
Putranya yang bernama Hasan yang merawatnya ketika sakit.
Habib Hasan menceritakan bahwa: Sesungguhnya Sayyid Abdullah Al-
Haddad dalam sakitnya banyak mengulangi hadis yang terakhir yaitu
hadis yang ke-4860 dalam Shahih Al-Bukhari, yaitu:
ثقيلتان في الميزان، حبيبتان إل الرحمن، ها كلمتان خفيفتان على اللسان، سبحان الله وبمده، سبحان الله العظيم.
Artinya: Dua kalimat ringan dilisan, berat di timbangan, di senangi oleh
Yang maha Pengasih yaitu: سبحان الله وبمده, سبحان الله العظيم. (Al-Bukhari Tt:311).
25
Sayyid Abdullah Al-Haddad meninggal dunia pada 1/3 malam
yang pertama, tak seorang pun yang mengetahui berita kewafatannya
kecuali di waktu pagi. Keadaan menjadi sangat memilukan ramai
pengikutnya. Berduyun-duyun manusia datang untuk menghadiri
pemakamannya.
Al-Habib Hasan (putranya) dan Al-Habib Umar bin Hamid adalah
orang yang menangani pemandiannya. Shalat jenazah diimamkan oleh
Al-Habib Alwi (putranya), dan di hadiri oleh lebih kurang dua puluh ribu
(20.000) orang. Sayyid Abdullah Al-Haddad di makamkan bersamaan
dengan terbenamnya matahari, oleh karena terlalu ramai manusia yang
menghadiri jenazahnya. (Al-Badawi, 1994: 173).
D. Pendidikan Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad tumbuh besar dalam lingkungan
keluarga yang baik, ia mendapat didikan awal dari ayahandanya Al-Habib
Alwi bin Muhammad Al-Haddad dan ibundanya Syarifah Salma binti Idrus
bin Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi. Di masa kecilnya, ia menyibukkan
diri untuk menghafal Al-Qur’an, dan bermujahadah untuk mencari ilmu,
sehingga berjaya mendahului rekan-rekannya.
Sayyid Abdullah Al-Haddad sangat gemar menuntut ilmu.
Kegemarannya ini membuatnya seringkali melakukan perjalanan berkeliling
ke berbagai kota di Hadlromaut, menjumpai kaum sholihin untuk menuntut
ilmu dan mengambil berkah dari mereka. Telah dicatatkan bahwa, jumlah
26
bilangan guru-gurunya melebihi 140 guru. Di antara guru-guru dari Sayyid
Abdullah Al-Haddad adalah sebagai berikut:
1. Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-‘Athos bin ‘Aqil
bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman
Asseqaf (wafat: 1072 H),
2. Al-‘Allamah Al-Habib Abdurrahman bin Syekh Maula ‘Aidid Ba'Alawy
(wafat: 1068 H),
3. Al-Mukarromah Al-Habib Muhammad bin Alwi bin Abu Bakar bin
Ahmad bin Abu Bakar bin Abdurrahman Asseqaf yang tinggal di
Mekkah (1002–1071 H).
4. Sayyidi Syaikh Al-Habib Jamaluddin Muhammad bin Abdurrahman bin
Muhammad bin Syaikh Al-’Arif Billah Ahmad bin Quthbil Aqthob
Husein bin Syaikh Al-Quthb Al-Robbani Abu Bakar bin Abdullah Al-
Idrus (1035-1112 H),
5. Sayyidi Syaikh Al-Imam Ahmad bin Muhammad Al-Qusyasyi (wafat
1071 H).
Dari guru-gurunya itulah Sayyid Abdullah Al-Haddad menerima
banyak ilmu hingga menekuni tasawwuf, dan dari guru-gurunya tersebut
dengan kajiannya yang mendalam di berbagai ilmu keislaman menjadikannya
benar-benar menjadi orang yang `alim, menguasai seluk-beluk syari`at dan
hakikat, memiliki tingkat spiritualitas yang tinggi dalam bidang tasawwuf,
sampai ia menyusun sebuah Ratib (wirid-wirid perisai diri, keluarga dan
harta) yang kini dikenal di seluruh penjuru dunia. Hingga diakhiri
27
memperoleh tingkat Al-Qutub Al-Ghauts (Wali tertinggi yang bisa menjadi
wasilah pertolongan). (http://darulmurtadza.com/imam-abdullah-bin-alwi-al-
haddad/).
Sanad keilmuan Sayyid Abdullah Al-Haddad dengan guru-gurunya di
atas, bersambung sampai Rasulullah Muhammad SAW, dan Rasul sendiri
menerimanya dari Allah SWT. Di sini penulis akan mencantumkan salah satu
mata rantai keilmuan Sayyid Abdullah yang hingga sampai kepada Allah
SWT. Penulis akan mencantumkan urutan keilmuannya, yang melalui Al-
Quthb Anfas Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-‘Athos. Mata rantai
keilmuannya adalah sebagai berikut:
28
Allah ‘Azza wa Jalla
Sayyiduna Muhammad SAW
Sayyiduna Ali bin Abi Tholib RA
Al-Imam Al-Husein Ali Zainal ‘Abidin
Ja’far As-Shodiq Muhammad Al-Baqir
Ali Al-Uraydhi Muhammad An-Naqib
Ahmad Al-Muhajir Isa Ar-Rumiy
Ubaidillah Alwi Shohib Saml
Alwi Muhammad
Ali Kholi’ Qosam Muhammad Sohib Mirbath
Muhammad al Faqih al Muqaddam Ali
Alwi al Ghoyur Ali
Syeikh Abdurrahman As-Seggaf Muhammad Maulah Dawilah
Abdullah Abdurrahman
Salim Ubaidullah
Aqil Abdurrahman
Al-Quthb Anfas Al-Habib Umar Al-‘Athos
Al-Imam Al-‘Alamaah, Sayyid Abdullah Al-Haddad, Al-
Hadlromiy Asy-Syafi’i Al-Asy’ari
29
Sayyid Abdullah Al-Haddad adalah seorang da’i yang menyampaikan
ajaran-ajaran Islam dengan sangat mengesankan dan sebagai seorang penulis
yang produktif, yang karya-karyanya tetap dipelajari orang sampai saat ini.
Banyak dari para penuntut ilmu yang datang untuk berguru kepadanya.
Keaktifannya dalam berdakwah menjadikannya digelari Quthbid Dakwah wal
Irsyad ( Wali Tertinggi yang memimpin dakwah).
Berkat ketekunan dan akhlakul karimah yang Sayyid Abdullah Al-
Haddad miliki pada saat usia yang sangat dini, ia dinobatkan oleh Allah SWT
dan guru-gurunya sebagai da’i, yang menjadikan namanya harum di seluruh
penjuru wilayah Hadlramaut dan mengundang datangnya para murid yang
berminat besar dalam mencari ilmu. Mereka ini tidak datang hanya dari
Hadlramaut tetapi juga datang dari luar Hadlramaut. Mereka datang dengan
tujuan menimba ilmu, mendengar nasihat dan wejangan serta tabarrukan
(mencari berkah), memohon do’a darinya. (http://darulmurtadza.com/imam-
abdullah-bin-alwi-al-haddad/).
E. Karya-karya Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
Selain dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berdakwah, Sayyid
Abdullah Al-Haddad juga dikenal sebagai salah seorang penulis yang
produktif. Ia mulai menulis ketika berumur 25 tahun dan karya terakhirnya
ditulis pada ketika usianya 86 tahun. Keindahan susunan bahasa serta
mutiara-mutiara nasehat yang terdapat dalam karya-karyanya, menunjukkan
akan keahliannya dalam berbagai ilmu agama. Bukan hanya kaum awam saja
30
yang membaca dan menggemarinya, akan tetapi sebagian ulama’ pun
menjadikannya sebagai pegangan dalam berdakwah. (Al-Badawi, 1994: 163).
Keistimewaan dari karya-karya Sayyid Abdullah adalah mudah
difahami oleh semua kalangan, mengikut kefahaman masing-masing.
Sehingga buku-bukunya telah dicetak beberapa kali dan sudah diterjemahkan
kedalam beberapa bahasa.
Adapun karya-karya Sayyid Abdullah Al-Haddad diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Risalah Al-Mudzaakarah Ma’a Al-Ikhwan Al-Muhibbin Min Ahl Al-
Khair Wa Ad-Din ( ند يمن أهل الخير وال محبينرسالة المذاكرة مع الإخوان وال )
Berisi tentang definisi takwa, cinta menuju jalan akhirat, zuhud
dari dunia, kitab ini sangat cocok untuk menerangkan hati. Kitab ini
selesai ditulis oleh Sayyid Abdullah pada hari ahad sebelum waktu
dhuhur, akhir bulan Jumadil Awwal tahun 1069 H. (Al-Badawi, 1994:
163).
2. Risalah al-Mu’aawanah wa al-Mudzaaharah wa al-Mu`aazirah li ar-
Raghibin minal Mu’minin fi Suluki Thoriqil Akhirah ( رسالة المعاونة
للراغبين من المؤمنين فى سلك طريق الأخرة والمظاهرة والمؤازرة )
Kitab ini selesai ditulis pada tahun 1069 H, sewaktu Sayyid
Abdullah berusia 26 tahun. Dan ditulis atas permintaan Habib Ahmad bin
Hasyim Al-Habsyi. (Al-Badawi, 1994: 165-166).
31
3. Risalah Aadab Suluk al-Murid ( آداب سلوك المريدرسالة )
Tentang kewajiban bagi seorang muriid (orang yang mencari
Allah dan kehidupan akhirat) meliputi adab dan amal lahir dan batin.
Kitab ini selesai penulisannya pada tanggal 7 atau 8 Ramadhan, tahun
1071 H. (Al-Badawi, 1994: 164).
4. Ithaf as-Saail bi Jawaab al-Masaail (اتحاف السائل بأجوبة المسائل)
Kitab ini selesai ditulis pada hari Jum’at, 15 Muharram 1072 H,
Ketika itu Sayyid Abdullah berumur 28 tahun. Kitab ini adalah
merupakan kumpulan jawaban atas berbagai persoalan yang diajukan
kepadanya oleh Syaikh ‘Abdurrahman Ba’Abbad Asy-Syibaami. Kitab
itu ditulis sewaktu ia berkunjung ke Dau’an pada tahun 1072 H. Kitab ini
mengandung 15 pertanyaan dengan jawaban dan ulasan yang mendalam
darinya. Selesai ditulis pada hari Jum’at, 15 Muharram 1072 H. (Al-
Badawi, 1994: 165).
5. An-Nashoih ad-Diniyah wa al-Washoya al-Imaniyah ( النصائح الدينية والوصايا
(الإيمانية
Kitab ini Sayyid Abdullah tulis pada usia 45 tahun. Selesai ditulis
pada hari Ahad, 22 Sya’ban tahun 1089 H. Kitab ini mendapat pujian
dari para ulama’ karena isinya merupakan suatu ringkasan daripada kitab
Ihya’. Kata-kata di dalam kitab ini mudah, kalimatnya jelas,
pembahasannya sederhana dan disertai dengan dalil yang kukuh. Sesuai
dibaca oleh orang awam dan juga khawas (khusus). (Al-Badawi, 1994:
165).
32
6. Sabil al-Iddikar wa al-I’tibaar bima Yamurru bi al-Insan wa Yanqadhi
lahu min al-’A’maar (سبيل الادكار والاعتبار بما يمر بالإنسان من الأعمار)
Terdapat perbedaan pendapat mengenai usia Sayyid Abdullah Al-
Haddad pada saat menulis kitab ini. Ada yang mengatakan pada ketika ia
berusia 67 tahun (1110 H). dan ada yang mengatakan kitab ini
diselesaikan pada hari Ahad 29 Sya’ban 1110 H. Kitab ini membahaskan
mengenai fasa-fasa hidup manusia. (Al-Badawi, 1994: 166).
7. Ad-Da’wah at-Tammah wa at-Tadzkirah al-‘Ammah ( الدعوة التامة والتذكرة
(العامة
Kitab ini diselesaikan oleh Sayyid Abdullah pada saat usianya 70
tahun. Selesai ditulis pada jum’at pagi 27 atau 28 Muharram tahun 1114
H. (Al-Badawi, 1994: 166).
8. An-Nafais al-‘Uluwiyyah fi al-Masaail as-Shufiyyah ( النفائس العلوية في
(المسائل الصوفية
Kitab ini selesai ditulis pada hari kamis, bulan Dzulqo’dah tahun
1125 H. Usia Sayyid Abdullah pada waktu itu adalah 81 tahun. Kitab ini
membahaskan masalah yang berkaitan dengan sufi.
9. Al-Fushul al-‘Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hikamiyah ( الفصول العلمية والأصول
(الحكمية
Terdiri dari 40 fasal. Kitab ini selesai ditulis pada 12 Shafar tahun
1130 H, ketika Sayyid Abdullah berusia 86 tahun, yaitu 2 tahun sebelum
kewafatannya. (Al-Badawi, 1994: 167).
33
Selain itu, terdapat pula ucapan-ucapan dan ajaran-ajaran yang sempat
dicatat oleh murid-muridnya dan para pecintanya, diantaranya adalah :
a. Kitab al-Hikam ( الحكمكتاب )
b. Al-Mukhatabat wa Washoya ( ووصايا المكاتبات )
c. Wasilah al-‘Ibaad ila Zaad al-Ma’aad (وسيلة العباد إلى زاد المعاد)
Kitab ini dikumpulkan oleh As-Sayyid Alwi bin Muhammad bin
Thohir Al-Haddad.
d. Ad-Durr al-Mundzum li Dzaawil ‘Uqul wa al-Fuhuum ( الدر المنظوم لذوي
(العقول والفهوم
Kitab ini dikumpulkan oleh muridnya Alwi bin Ahmad bin Hasan
bin Abdillah Al-Haddad.
e. Tastbit al- Fuad bi adz-Dzikri Majaalisi al-Quthbi Abdillah Al-Haddad
(تثبيت الفؤاد بذكر مجالس القطب عبد الله الحداد)
Dikumpul oleh muridnya Syaikh Ahmad bin Abdul Karim al-
Hasawi asy-Syajjar tahun 1981 M. (Al-Badawi, 1994: 169).
f. Ghoyah al-Qosod wa al-Murod (غاية القصد والمراد)
Diakui oleh para sufi, bahwa ada ketinggian dan keindahan
spiritualitas yang tinggi pada kesufian sayyid Abdullah. Dapat dilihat dari
karya-karyanya tersebut betapa sejuk dan indahnya bertasawwuf. Tasawwuf
bagi Sayyid Abdullah adalah ibadah, zuhud, akhlak, dan dzikir, suatu jalan
membina dan memperkuat kemandirian menuju kepada Allah SWT.
Selain karya tulis, Sayyid Abdullah juga meninggalkan banyak do’a-
do’a serta dzikir-dzikir susunannya. Di antara do’a dan dzikir-dzikir yang
34
disusun, Ratib Al-Haddad inilah yang paling masyhur di kalangan ummat
Islam, khususnya di Indonesia. Ratib ini disusun oleh Sayyid Abdullah pada
salah satu malam di bulan Ramadhan tahun 1071 H, untuk memenuhi
permintaan salah seorang muridnya yang bernama `Amir dari keluarga Bani
Sa`ad yang tinggal di kota Syibam (salah satu kota di propinsi Hadlramaut).
Tujuan `Amir meminta Sayyid Abdullah untuk menyusun ratib ini adalah,
agar diadakan suatu wirid dan dzikir di kampungnya, supaya mereka dapat
mempertahankan dan menyelamatkan diri dari ajaran sesat yang ketika itu
sedang melanda Hadlramaut. Mulanya ratib ini hanya dibaca di kampung
`Amir sendiri, yaitu kota Syibam. Setelah mendapat izin dan ijazah dari
sayyid Abdullah Al-Haddad, ratib ini pun kemudian mulai dibaca di masjid-
masjid di kota Tarim.
Pada kebiasaannya, ratib ini dibaca secara berjama’ah setelah salat
Isya`, dan pada bulan Ramadhan, ratib ini dibaca sebelum salat Isya` untuk
mengisi kesempitan waktu menunaikan salat tarawih, dan ini adalah waktu
yang telah ditartibkan Sayyid Abdullah untuk kawasan-kawasan yang
mengamalkan ratib ini. Dengan izin Allah SWT, kawasan-kawasan yang
mengamalkan ratib ini pun selamat dan tidak terpengaruh dari ajaran sesat
tersebut.
Setelah Sayyid Abdullah Al-Haddad berangkat menunaikan ibadah
haji, Ratib Al-Haddad pun mulai dibaca dan diamalkan di Makkah dan
Madinah. Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi berkata, “Barangsiapa yang
membaca Ratib Al-Haddad dengan penuh keyakinan dan keikhlasan, niscaya
35
dia akan mendapatkan sesuatu yang di luar dugaannya”.
(http://majlismajlas.blogspot.com/2006/08/hikam-al-haddad-3.html)
Ketahuilah bahwa setiap ayat, do’a, dan nama Allah SWT yang
disebutkan dalam ratib ini dipetik dari Al-Qur`an dan Hadis Nabi SAW.
Bilangan bacaan di setiap do’a dibuat sebanyak tiga kali, karena itu adalah
bilangan ganjil (witir). Semua ini berdasarkan petunjuk Sayyid Abdullah Al-
Haddad sendiri. Ia menyusun dzikir-dzikir yang pendek dan dibaca berulang
kali, agar memudahkan pembacanya. Dzikir yang pendek ini jika selalu
dibaca secara istiqamah, maka lebih utama dari pada dzikir yang panjang
namun tidak dibaca secara istiqamah.
(http://www.darulmurtadza.com/2011/12/riwayat-hidup-imam-abdullah-bin-alwi-
al.html).
36
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB RISALAH AL-
MU’AWANAH
A. Pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad tentang Pendidikan
Akhlak dalam Kitab Risalah Al-Mu’awanah
Salah satu karya monumental Sayyid Abdullah Al-Haddad yang
berbicara tentang pendidikan akhlak secara mendalam adalah kitab Risalah
Al-Mu’awanah. Karakteristik pemikiran pendidikan akhlak Sayyid Abdullah
Al-Haddad dalam kitab tersebut dapat digolongkan dalam corak praktis yang
tetap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadis.
Kecenderungan pemikiran yang menonjol dari Sayyid Abdullah dalam
kitab Risalah Al-Mu’awanah adalah mengetengahkan nilai-nilai etis yang
bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini dapat terbaca dalam gagasan-
gagasannya, misalnya keutamaan menguatkan keyakinan. Menurut Sayyid
Abdullah, menguatkan keyakinan hukumnya adalah wajib, karena akhlak
yang mulia dapat terwujud jika seseorang itu keyakinannya kuat.
Pendapatnya ini juga senada dengan pendapat seorang tokoh akhlak yang
dibicarakan di dalam Al-Qur’an, yaitu Luqman AS. Luqman AS, berkata:
ت ح له م ر ع ص ق ي ل ، و نه ي ق ر ي د ق ب ل د إ ب ع ل ال م ع ي ل ، و ين ق ي ال ب ل ل إ م ع اع ال ط ت س ي ل .نه ي ق ص ي ق ن ي
Artinya: ”Suatu amal tidak mampu diwujudkan, kecuali dengan yaqin.
Tidaklah seorang hamba mampu mengerjakan apapun, kecuali
sesuai dengan kadar yakinnya dan tidaklah amalnya terkurangi
hingga keyakinannya berkurang”. (Al-Haddad, 2010: 18).
37
Pemikiran Sayyid Abdullah tentang akhlak di dalam kitab Risalah Al-
Mu’awanah memang sangat luas. Di dalam kitab ini terdapat banyak sekali
pendidikan akhlak yang bisa ditanamkan dan diterapkan kepada para pelajar,
lebih-lebih kepada masyarakat umum. Agar mereka dapat mengetahui
pendidikan akhlak yang sebenarnya, dan bisa mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Adapun pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad tentang
pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dapat
penulis kelompokkan menjadi tiga skala besar. Pertama: Akhlak kepada Allah
SWT. Kedua: Akhlak terhadap diri sendiri. Ketiga: Akhlak terhadap
lingkungan:
1. Akhlak kepada Allah SWT
Allah SWT adalah kholiq (Pencipta) dan manusia adalah makhluq
(makhluk). Sebagai makhluk tentu saja manusia sangat tergantung
kepadaNya. Sebagaimana firmanNya:
Artinya: “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu”. (Q.S. Al-Ikhlas: 2).
Sebagai yang Maha Agung dan yang Maha Tinggi Dialah yang
wajib disembah dan ditaati oleh segenap manusia. Dalam diri manusia
hanya ada kewajiban beribadah kepada Allah SWT, hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT:
38
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku”. (Q.S. Adz-Dzaariyaat: 56).
Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para pelajar
tentang akhlak kepada Allah SWT, sikap yang harus ditanamkan antara
lain:
a. Cinta kepada Allah SWT
Penanaman rasa cinta kepada Allah SWT adalah prinsip yang
harus ditanamkan kepada para pelajar. Mereka harus dibiasakan
untuk mencintai Allah SWT dengan diwujudkan dalam bentuk sikap
selalu mengikuti perintah-perintahNya, dan menjauhi larangan-
laranganNya.
Dalam kitab Risalah Mu’awanah dikatakan:
ت ل ح واه، ب ا س ك م ي ل ب إ ح انه أ ح ب ر س ي ص ي ت ب ف الله ح الح ك ب ي ل ع و اه ي إ ل ب إ و ب ك مح ر ل ي ص ي ل
Artinya: “Dan wajib bagimu cinta kepada Allah, sehingga Allah
SWT menjadi lebih kamu cintai daripada yang lain.
Bahkan kamu tidak mencintai sesuatu apapun, kecuali
cinta kepadaNya”. (Al-Haddad, 2010: 146).
b. Rela dengan keputusan Allah SWT
Para pelajar harus dibiasakan untuk selalu rela terhadap apa
saja yang menjadi keputusan Allah, karena rela dengan keputusan
Allah SWT adalah merupakan buah dari rasa cinta dan ma’rifat
kepadaNya.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
39
ة ب ح م ات ال ر ف ث ر ش أ ن اء م ض ق ال ضا ب الر اء الله، ف ض ق ضا ب الر ك ب ي ل ع و رام و أ ان وا ك ل ح به و ب ل مح ع ف ضى ل ر ن ي ب أ ح م ن ال أ من ش ة، و ف ر ع م ال و
Artinya: “Dan wajib bagimu rela dengan ketetapan Allah, karena
rela dengan keputusan Allah merupakan buah rasa cinta
dan ma’rifat. Sedangkan diantara sikap orang yang cinta
itu sendiri adalah rela terhadap perilaku yang ia cintai
(Allah)”. (Al-Haddad, 2010: 148).
c. Berharap dan takut kepada Allah SWT
Para pelajar harus diajari untuk selalu berharap dan takut
kepada Allah SWT. Karena kedua sikap itu adalah merupakan buah
yakin yang paling mulia.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ين ق ي ت ال ر اف ث ر ش ا من أ م ه ن إ ف، ف و ال اء و ج ار من الر ث ك الإ ك ب ي ل ع و Artinya: “dan wajib bagimu memperbanyak berharap dan takut
(kepada Allah) karena sesungguhnya keduanya adalah
buah yakin yang paling mulia ”. (Al-Haddad, 2010: 129).
2. Akhlak terhadap diri sendiri
Manusia adalah ciptaan Allah SWT yang paling sempurna, ia
diberi akal dan juga nafsu. Apabila dia mampu menggunakan akalnya
dengan baik, maka derajadnya bisa melebihi makhluk Allah yang tidak
pernah membangkang atau bermaksiat kepadaNya yaitu para malikat.
Sebaliknya, apabila akalnya kalah dengan nafsunya, maka derajadnya
bisa turun di bawah hewan. Oleh sebab itu, setiap individu harus dibekali
dengan pendidikan yang berhubungan dengan dirinya, meliputi hal-hal
yang harus dimiliki dan yang harus dilakukan untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
40
Dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada para pelajar
tentang akhlak kepada diri sendiri, sikap yang harus ditanamkan antara
lain:
a. Selalu memperkuat keyakinan
Dengan bekal keyakinan yang kuat, maka seseorang akan
merasa tenang, dan selalu bercita-cita untuk taat kepadaNya, serta
memaksimalkan segala kemampuannya untuk mendapatkan
ridlaNya.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ن من ك ا ت ذ إ ين ق ي ن ال إ ، ف نه ي س ت و نك ي ق ة ي ي و ق ت ب ب ي ب خ الح ها الأ ي ك أ ي ل ع و ة اد ه ش ه ن أ ب ك ي غ ار ال ه ص ي ل ل ع و ت اس ب و ل ق ال
Artinya: “Wahai saudaraku tercinta, wajib bagimu untuk
menguatkan dan memperbaiki keyakinanmu! Karena,
jika keyakinan telah kukuh dalam hati, dan ia
menguasainya, maka hal yang ghoib menjadi seperti
tampak”. (Al-Haddad, 2010: 16).
b. Selalu bersikap mawas diri
Sikap ini harus ditanamkan pada para pelajar, karena dengan
selalu mawas diri, maka seseorang akan bisa taat kepada Allah SWT.
sebab ia selalu merasa diawasi olehNya, dan sikap inilah yang
dinamakan maqom (derajad) ihsan.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ك ات ظ لح و ك ات ن ك س و ك ات ك ر ح ال في ع ت الله ة ب اق ر ب ي خ ا أ ي ك ي ل ع و ك ن م ه ب ر ق ر ع ش ت اس ، و ك ت ال ح ر ائ س و ك ات اد ر إ و ك ات ر ط خ و ك ات ف ر ط و
Artinya: “Dan wajib bagimu, wahai saudaraku, yaitu mawas diri
kepada Allah SWT, baik dalam setiap gerak atau diammu,
41
dalam serentang waktu atau beberapa rentang waktu.
Dalam getaran rasa hatimu atau kehendakmu, dan
seluruh keberadaanmu senantiasa merasakan
kedekatanmu dengan Allah SWT”. (Al-Haddad, 2010: 22).
c. Selalu bersikap wira’i.
Sikap ini harus ditanamkan pada para pelajar. Karena dengan
selalu bersikap wira’i, maka berarti mereka tetap dalam naungan
para ulama’. Mereka akan selalu berhati-hati dalam setiap
langkahnya. Karena wira’i adalah merupakan sebagian inti dari
agama.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
هات، ب ين والذي وعليك بالورع عن المحرمات والش فإن الورع ملك الد. عليه المدار عند العلماء العاملين
Artinya: “Dan wajib bagimu wira’i (menjauhi) dari hal-hal yang
haram dan syubhat. Karena wira’i merupakan inti agama,
dan orang-orang yang berada di kawasan itu, adalah
orang yang di antara bimbingan ulama’”. (Al-Haddad,
2010: 90).
d. Selalu bertobat atas segala dosa.
Para pelajar harus diajari untuk selalu bertobat dari segala
dosa baik besar maupun kecil. Dengan selalu bertobat dari segala
dosa walaupun itu dosa yang kecil, maka orang itu kelak akan
menjadi orang yang baik. Karena inti dari taubat adalah
memperbaiki diri.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
42
وبة من كل ذنب، سواء كان صغي اهرا أو باطنا، ظ را، كبي و أ را وعليك بالت يع فإن وبة أول قدم يضعها العبد ف طريق الله، وهي أساس ج الت
. وابين ب الت المقامات، والله يArtinya: “Dan wajib bagimu bertaubat dari semua dosa, yaitu
bertaubat baik dari dosa kecil maupun besar, baik
dhohir ataupun bathin, karena taubat merupakan
langkah pertama seorang hamba yang hendak
menapakkan kakinya di jalan Allah. Taubat pun
merupakan pondasi dari seluruh maqom (tingkatan)
karena Allah mencintai orang-orang yang bertaubat”.
(Al-Haddad, 2010: 127).
e. Selalu bersabar dalam menghadapi segala masalah
Para pelajar harus ditekankan untuk selalu bersabar dalam
menghadapi segala masalah. Karena dengan itu mereka akan
mendapatkan ilmu yang banyak, dan pengetahuan yang memadai.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ار، ه الد ذ ه ت ف م اد ه م ن ك م د ل ب ل ر، و م ك الأ ل م ه ن إ ، ف ب الص ك ب ي ل ع و .ة م ي ظ ع ل ال ائ ض ف ال ة و يم ر ك ق ال ل خ لأ ا ن م و ه و
Artinya: “Dan wajib bagimu bersabar, karena sabar itu merupakan
pusat penentu segala permasalahan, dan hal itu harus
kamu lakukan sepanjang hidup di dunia ini, ia pun
termasuk dari akhlakul karimah serta terdapat beberapa
keutamaan”. (Al-Haddad, 2010: 133).
f. Selalu bertawakkal kepada Allah SWT
Sikap selalu bertawakal kepada Allah SWT adalah obat dari
segala masalah. Karena ia sadar bahwa semua itu adalah dariNya,
baik hal itu yang ia rasa enak maupun yang tidak enak untuknya.
Sikap seperti ini adalah menunjukkan eksistensi dari seorang hamba
kepada Tuhannya.
43
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ه ل و ت و انه ع أ فاه و لى الله ك ل ع ك و من ت ن إ ال، ف ع لى الله ت ل ع ك و الت ك ب ي ل ع و .له و أ و
Artinya: “Dan wajib bagimu (berserah diri) kepada Allah SWT,
karena sesungguhnya orang yang berserah diri kepada
Allah, maka ia akan diberi kecukupan, ditolong ,
dilindungi serta diutamakan oleh Allah”. (Al-Haddad,
2010: 143).
3. Akhlak terhadap lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat
hidup dan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Di
lingkunganlah tempat mereka melakukan segala aktifitasnya, di dalam
lingkungan ini ada berbagai macam kalangan. Di sini penulis akan
membahas tentang kalangan keluarga, kalangan sekolah dan kalangan
masyarakat. Adapun dalam hubungannya dengan pendidikan akhlak pada
para pelajar tentang akhlak terhadap lingkungannya, sikap yang harus
ditanamkan dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Akhlak di lingkungan keluarga
Sikap utama yang harus dikembangkan pada anak atau para
pelajar dalam lingkungan keluarga, yang utama yaitu:
1. Berbakti kepada kedua orangtua
Berbakti kepada ibu dan bapak yang telah bersusah
payah merawat dan mendidik dengan penuh kasih sayang,
adalah termasuk suatu kewajiban bagi setiap anak. Jangan
44
sampai seorang anak durhaka kepada keduanya, karena itu
termasuk dosa yang sangat besar.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ه ن إ ، ف م قه و ق ع اك و ي إ ات؛ و ب اج و ب ال ج و ه من أ ن إ ن، ف ي د ال و ال ب ك ب ي ل ع و ر ائ ب ك ال ب ك ن أ م
Artinya: “Dan wajib bagimu berbakti kepada kedua orang tua,
karena hal itu merupakan yang paling wajib diantara
perkara wajib yang lain, takutlah kamu durhaka
kepada keduannya, karena hal itu merupakan dosa
yang paling besar diantara dosa-dosa besar yang
lainnya”. (Al-Haddad, 2010: 103).
Allah SWT memerintahkan manusia agar berbuat baik
kepada kedua orang tuanya dan berlaku lemah lembut kepada
keduanya, serta menaati keduanya, selain dalam kemaksiatan
kepadaNya, dan menjalin hubungan dengan keduanya, bahkan
sekalipun keduanya kafir. (Al-Ghomidi, 2011: 138).
2. Menyayangi saudara
Pendidikan untuk selalu berbicara baik dengan anggota
keluarga. Para pelajar harus diajari untuk selalu berbicara baik
dengan anggota keluarga. Karena hal itu yang akan menjadikan
suasana rumah menjadi damai dan tentram.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ل النطق به يرم عليك ك ي ل ع و ، وكل كلم ل ي أن ل ت نطق إل بيرستماع إليه، وإذا تكلمت ف رتل كلمك ورت به،الإ
Artinya: “Dan wajib bagimu, agar tidak mengucapkan sesuatu
apapun, kecuali dengan baik, jangan pula
mengucapkan perkataan yang tidak dihalalkan
45
(dilarang) serta mendengarkan perkataan yang
haram didengarkan. Jika kamu ingin mengucapkan
suatu perkataan, maka hendaklah ditata terlebih
dahulu dan susunlah dengan kalimat yang benar”.
(Al-Haddad, 2010: 63).
b. Akhlak di lingkungan sekolah
Untuk terciptanya suasana yang khidmat di lingkungan
sekolah, para pelajar harus di tanamkan sikap-sikap seperti:
1. Adil pada dirinya dan dan pada orang lain
Bersikap adil pada diri sendiri dan pada orang lain ini,
harus ditanamkan pada para pelajar. Supaya mereka tidak
mudah berbuat curang, dan semena-mena pada temannya yang
lain.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ة والعامة وكمل الحفظ والت فقد لها، وعليك بالعدل ف رعيتك الاصها، وكل راع مسؤل عن رعيته فإن الله سائلك عن
Artinya: “Dan wajib bagimu berbuat adil di dalam
pengembalaanmu, baik yang khusus maupun yang
umum, disamping tetap dengan sempurna menjaga
dan mengawasinya, Karena Allah akan meminta
pertanggung jawaban kepada kamu atasnya. Sebab
setiap pengembala pasti akan dimintai pertanggung
jawaban atas gembalaannya”. (Al-Haddad, 2010:
101).
2. Amar ma’ruf nahi munkar
Penanaman Amar ma’ruf nahi munkar ini harus ada pada
para pelajar. Supaya mereka dapat mengingatkan antara satu
sama lainnya dalam menjalani aktifitas di sekolah.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
46
هي عن المنكر، فإنه القطب الذي عليه وعليك بالأمر بالمعروف والن ين، ولأجله أن زل الله الكتب وأرسل المرسلين مدار أمر الد
Artinya: “Dan wajib bagimu menyerukan kebaikan dan
mencegah kemungkaran, karena ini merupakan
pusat perputaran sendi-sendi agama. Karena itu
pula Allah menurunkan Al-Qur’an dan mengutus
para Rasul”. (Al-Haddad, 2010: 97).
c. Akhlak di lingkungan masyarakat
1. Mengikat tali persaudaraan dengan tetangga
Mengikat tali persaudaraan dengan tetangga adalah
termasuk hal yang diperintahkan oleh Allah SWT, dan hal yang
dapat menjadikan hubungan antara sesama berjalan dengan baik
serta harmonis.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ان، ر ي ل ال ان إ س ح الإ ب ؛ و ب ر ق الأ ف ب ر ق لأ ا ام،ح ر ة الأ ل ص ك ب ي ل ع و ن د الأ ابا ف ن ب د لأ ا
Artinya: “Dan wajib bagimu menyambung tali silaturrahhim,
dengan handai taulan yang paling dekat, berbuat baik
kepada tetangga, khususnya pintu tetangga yang
paling dekat”. (Al-Haddad, 2010: 104).
Selain itu diperintahkan oleh Allah mengikat tali
persaudaraan juga sebagai tanda bagi orang yang beriman
kepada Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
)رواه البخاري( .ه حم ر ل ص ي ل ف ير خ الأ م و ي ال و الله ب ن م ؤ ي ان ك ن م Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka sebaiknya dia menyambung tali
persaudaraannya”. (H.R. Bukhori). (Al-Haddad,
2010: 105).
47
2. Selalu bersikap tawadlu’
Tawadlu’ adalah termasuk perilaku seorang mukmin
yang sejati, dan seseorang yang tidak memiliki perilaku ini
sangatlah dibenci oleh Allah SWT.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
، فإن الله ، وإياك والتكب واضع، فإنه من أخلق المؤمنين وعليك بالت ين؛ ومن ت واضع رف عه الله، ومن تكب ر وضعه الله.ل ب المتكب ي
Artinya: “Dan wajib bagimu bersikap tawadlu’, karena sikap
ini adalah perilaku orang-orang mukmin, dan
takutlah kamu berbuat takabbur (sombong), karena
sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-
orang yang sombong. Sebab, barangsiapa bersikap
merendahkan diri, Allah SWT akan mengangkatnya,
barangsiapa bersikap sombong, Allah akan
merendahkannya”. (Al-Haddad, 2010: 122).
48
BAB IV
ANALISIS DAN IMPLIKASI PENDIDIKAN AKHLAK MENURUT
SAYYID ABDULLAH BIN ALWI AL-HADDAD
A. Pengertian Pendidikan Akhlak
1. Pengertian Pendidikan
Dalam buku kapita selekta pendidikan islam, bahwa untuk
memahami pengertian pendidikan dengan benar, pendidikan dapat
dibedakan dari dua pengertian, pengertian yang bersifat filosofis, dan
pengertian yang bersifat pendidikan dalam arti praktis. (Nata, 2003: 210).
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/ atau latihan, bagi
peranannya di masa yang akan datang. (Hamalik, 2010: 14).
Pengertian pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah
pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk
memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan pada
pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, nasional filosofis,
maupun historis filosofik. (Nata, 2003: 210).
Pendidikan dalam arti praktis adalah suatu proses pemindahan
pengetahuan ataupun pengembangan-pengembangan potensi-potensi
yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara
optimal serta membudayakan manusia melalui proses transformasi nilai-
nilai utama. (Nata, 2003: 211).
49
Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang dilakukan
tidak hanya memanusiakan manusia tetapi juga agar manusia menyadari
posisinya sebagai khalifatullah fil ardhi, yang pada gilirannya akan
semakin meningkatkan dirinya untuk menjadi manusia yang bertakwa,
beriman, berilmu dan beramal saleh. (TPIP FIP-UPI, 2007: ix).
Dikatakan dalam kitab ‘Idhatun Nasyi’in, bahwa anak-anak itu
dikemudian hari akan menjadi generasi, jadi ketika telah terbiasa
berprilaku baik yang bisa meningkatkan derajatnya, dan menghasilkan
ilmu yang manfaat bagi negaranya. (Al-Ghalayaini, 2009: 69).
Anak-anak itu akan menjadi pondasi kokoh yang akan menjadi
landasan umat, ketika membiasakan budi pekerti yang baik, dan
meninggalkan ilmu yang dapat merusak negara yang ditempati umat itu
sendiri. (Al-Ghalayaini, 2009: 69).
Pendidikan bagi kaum muslimin itu merupakan hal yang wajib,
sebagaimana dikatakan Imam Ghozali bahwa, mendidik anak adalah
suatu kewajiban bagi kedua orang tuanya, sebab anak adalah amanah
bagi kedua orang tuanya, hati anak yang bersih itu merupakan hal yang
paling berharga dibanding berlian, karena anak yang dididik dan terbiasa
berbudi baik dan ia menjadi ahli kebaikan, maka orang yang mendidik
dan kedua orang tuanya dapat pahala dari amal yang akan dikerjakan
oleh anak tersebut. (Al-Ghalayaini, 2009: 70).
Mendidik anak itu adalah menanamkan pekerti yang baik di
hatinya para pemuda, sehingga dapat menciptakan generasi yang ikhlas
50
beramal, lebih mementingkan maslahah umat, dan akan menjadikan
negara yang makmur dan diridhai Allah SWT. (Al-Ghalayaini, 2009: 70).
pendidikan merupakan kunci kesuksesan dalam menjalankan
kehidupan, baik berkeluarga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan
bernegara. Jadi, pendidikan itu merupakan sesuatu yang mendasar bagi
manusia yang harus diberikan.
Seseorang yang dididik akan menimbulkan suatu talenta
tersendiri yang dapat dilihat dalam perilaku atau akhlaknya setiap
memberikan keputusan, setiap bertindak, dan bersosialisasi dengan
masyarakat.
2. Pengertian Akhlak
Akhlak secara bahasa berasal dari Bahasa Arab (اخلاق), jamak dari
kata “Khuluqun” (خلق) yang artinya kejadian. Akhlak berhubungan juga
dengan “Khaliq” (خالق) yang berarti pencipta dan kata “makhluk” (مخلوق)
yang memiliki arti yang diciptakan. Akhlak juga bisa berarti perangai,
watak, tingkah laku, dan budi pekerti. (Siroj, 2009: 1).
Adapun pengertian akhlak secara istilah dapat disimak dari
beberapa pendapat atau pengertian sebagai berikut:
Menurut Imam Al-Ghozali dalam kitabnya Ihya ‘Ulumuddin
mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
ير غ ن ر م س ي ة و ل و ه س ال ب ع ف ر ال د ص ا ت ه ن ة ع خ اس س ر ف ة الن ئ ي ه ن ة ع ار ب ق ع ل ل ا ة.ي ؤ ر ر و ك ل ف ة ا اج ح
51
“Al-Khuluk ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan”. (Al-Ghozali, tt: 52).
Menurut Syaikh Muhammad Jamaluddin Al-Qosimi dalam
kitabnya Mau’idlotul Mu’minin mendefinisikan Akhlak sebagai berikut:
ير غ ن ر م س ي ة و ل و ه س ال ب ع ف ر ال د ص ا ت ه ن ة ع خ اس س ر ف الن ة في ئ ي ق ه ل خ لأ ا ة.ي ؤ ر ر و ك ل ف ة ا اج ح
"Akhlak adalah Keadaan yang tertanam di dalam jiwa, yang
mewujudkan/ melahirkan perpuatan-perbuatan dengan mudah dan
gampang tanpa butuh berfikir atau diangan-angan terlebih dahulu”. (Al-
Qosimi, 2005: 4).
Dari beberapa definisi di atas penulis mengambil kesimpulan
bahwa Akhlak adalah satu bentuk yang kuat di dalam jiwa sebagai
sumber perbuatan otomatis dengan suka rela, baik atau buruk, indah atau
jelek, sesuai pembawaannya, ia menerima pengaruh pendidikan
kepadanya, baik maupun jelek kepadanya.
Bila bentuk di dalam jiwa ini dididik tegas mengutamakan
kemuliaan dan kebenaran, cinta kebajikan, gemar berbuat baik, dilatih
mencintai keindahan, membenci keburukan sehingga menjadi wataknya,
maka keluarlah darinya perbuatan-perbuatan yang indah dengan mudah
tanpa keterpaksaan, inilah yang dimaksud dengan akhlak yang baik. (Al-
Jaza’iri, tt: 223).
Perbuatan indah yang keluar dari kekuatan jiwa tanpa
keterpaksaan itu disebut Akhlak yang baik, seperti kemurahan hati,
lemah lembut, sabar, teguh, mulia, berani, adil, ihsan dan akhlak-akhlak
mulia serta kesempurnaan jiwa lainnya. (Al-Jaza’iri, tt: 223).
52
Begitu juga jika diterlantarkan, tidak disentuh oleh pendidikan
yang memadai atau tidak dibantu untuk menumbuhkan unsur-unsur
kebaikannya yang tersembunyi di dalam jiwanya atau bahkan dididik
oleh pendidikan yang buruk sehingga kejelekan menjadi kegemarannya,
kebaikan menjadi kebenciannya, dan omongan serta perbuatan tercela
mengalir tanpa terpaksa, maka jiwa yang demikian disebut Akhlak buruk,
perkataan dan perbuatan tercela yang keluar darinya disebut akhlak
tercela, seperti ingkar janji, khianat, dusta, putus asa, tamak, kasar,
kemarahan, kekejian, berkata kotor dan pendorongnya. (Al-Jaza’iri, tt:
223).
Jadi, pendidikan akhlak adalah suatu usaha mengembangkan diri
sesuai kebutuhan yang diyakini benar oleh seseorang atau kelompok sehingga
menjadi kebiasaan yang terbentuk dengan sendirinya tanpa dipikirkan dan
tanpa direncanakan terlebih dahulu.
Pendidikan akhlak merupakan suatu proses mendidik, memelihara,
membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan
berfikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada
ajaran ajaran islam. Pada sistem pendidikan Islam ini khusus memberikan
pendidikan tentang akhlak dan moral yang bagaimana yang seharusnya
dimiliki oleh seorang muslim agar dapat mencerminkan kepribadian seorang
muslim. (FIP-UPI, 2007: 39).
Beberapa hikmah yang dapat diraih apabila pendidikan akhlak
ditanamkan pada anak antara lain: Pertama, pendidikan akhlak mewujudkan
53
kemajuan rohani. Kedua, pendidikan akhlak menuntun kebaikan. Ketiga,
pendidikan akhlak mewujudkan kesempurnaan iman. Keempat, pendidikan
akhlak memberikan keutamaan hidup di dunia dan kebahagiaan di hari
kemudian. Kelima, pendidikan akhlak akan membawa kepada kerukunan
rumah tangga, pergaulan di masyarakat dan pergaulan umum.
B. Pendidikan Akhlak Menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad
Ada banyak cara yang dapat dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai
akhlakul karimah pada anak, tentunya dengan konsep pembelajaran yang
tepat dan penanaman yang sesuai. keterangan dalam kitab Risalah Al-
Mu’awanah memberikan beberapa pendidikan akhlak yang dapat dijadikan
pedoman bagi orang tua, sekolah dan masyarakat dalam menanamkan nilai-
nilai pendidikan akhlak. Karena pada dasarnya materi yang terkandung dalam
kitab Risalah Al-Mu’awanah memang membahas tentang berbagai macam
persoalan yang ada pada kehidupan yang berhubungan dengan akhlak-akhlak
seorang yang tinggi derajatnya di sisi Sang Penciptanya.
Dalam mendidik akhlak yang luhur setiap mursyid (guru) mempunyai
berbagai ragam model yang berbeda-beda. Model dasar yang digunakan oleh
Al-Habib Abdullah Al-Haddad dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dalam
mendidik akhlak meliputi dua aspek. Pertama: Aspek perbuatan yang
dilakukan oleh bathin. Kedua: Aspek perbuatan yang dilakukan oleh dhohir.
Adapun dalam kaitannya dengan akhlak, bahwa yang dimaksud tujuan
pendidikan akhlak dalam pembahasan ini adalah tujuan yang ingin dicapai
dengan diadakannya suatu pendidikan, pembinaan dan penanaman akhlak.
54
Apa yang akan dicapai dalam pendidikan akhlak tidak berbeda dengan tujuan
pendidikan Islam itu sendiri. Tujuan tertinggi agama dan akhlak ialah
menciptakan kebahagiaan dua kampung (dunia dan akhirat), kesempurnaan
jiwa bagi individu dan menciptakan kebahagiaan, kemajuan, kekuatan dan
keteguhan bagi masyarakat.
Tujuan dari pendidikan akhlak dalam Islam adalah untuk mewujudkan
orang-orang yang baik akhlaknya, keras kemauannya, sopan dalam berbicara
dan perbuatan, mulia dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah
laku dan perangai, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas
dan suci, dan yang paling inti sebagaimana dikatakan oleh Sayyid Abdullah
Al-Haddad, muqoddimah (pembukaan) kitab Risalah Al-Mu’awanah adalah
bersikap menuju jalan akhirat, yaitu taat kepada Allah SWT atas segala apa
yang diperintahkan olehNya. (Al-Haddad, 2010: 15).
Dengan gambaran uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan
pendidikan akhlak adalah untuk terbinanya akhlak terpuji dan mulia
sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW dan karenanya dapat tercapai
keselamatan dunia dan akhirat.
Dalam pemikiran Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad yang telah
dituangkan dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah yang menjelaskan perihal
pendidikan akhlak menuju kepemilikan akhlak seseorang yang suka di dalam
menempuh jalan akhirat, dapat ditarik analisis dalam pembahasannya. Yang
akan penulis kelompokkan menjadi tiga skala besar. Pertama: Pendidikan
akhlak yang berhubungan dengan Allah SWT. Kedua: Pendidikan akhlak
55
yang berhubungan dengan diri sendiri. Ketiga: Pendidikan akhlak yang
berhubungan dengan lingkungan.
1. Pendidikan akhlak yang berhubungan dengan Allah SWT.
a. Pendidikan untuk selalu cinta kepada Allah SWT
Cinta kepada Allah SWT hukumnya adalah wajib. Karena hal
ini adalah termasuk tingkatan cinta yang paling tinggi serta yang
akan menghantarkan seseorang ke derajad yang tertinggi dalam
kehidupan.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ت ل ح واه، ب ا س ك م ي ل ب إ ح انه أ ح ب ر س ي ص ي ت ب ف الله ح الح ك ب ي ل ع و اه ي إ ل ب إ و ب ك مح ر ل ي ص ي ل
Artinya: “Dan wajib bagimu cinta kepada Allah, sehingga Allah
SWT menjadi lebih kamu cintai daripada yang lain.
Bahkan kamu tidak mencintai sesuatu apapun, kecuali
cinta kepadaNya”. (Al-Haddad, 2010: 146).
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Adapun orang-orang yang beriman Amat sangat cintanya
kepada Allah”. (Q.S. Al-Baqarah: 165).
Rasulullah SAW bersabda:
ت ي ب ل ه ا أ و ب ح أ و الله ب ب ان و ب ح أ و ه م ع ن ن م ه ب م ك و د غ ا ي م ل ا الله و ب ح أ اس(مذى والحاكم عن إبن عب )رواه الت . ب ب
Artinya: “Mencintailah kamu sekalian kepada Allah, karena dia
(Allah) yang telah memberikan makan kepada kamu
sekalian dengan kenikmatan-Nya, mencintailah kamu
sekalian pada diriku, sebab mencintai Allah, dan
mencintailah kamu sekalian pada keluargaku sebab
56
mencintai aku”. (H.R. Tirmidzi dan Hakim dari Ibni
Abbas). (Al-Haddad, 2010: 147).
Pendidikan untuk selalu cinta kepada Allah SWT sangat
relevan dengan konteks pelajar sekarang. Para pelajar saat ini
seringkali menerjang aturan-aturan yang ada, baik itu aturan yang
dibuat manusia maupun aturan yang dibuat oleh Sang Pembuat
manusia (Allah SWT), seperti membolos sekolah, tidak mendirikan
salat, mabuk, tawuran, membangkang terhadap orang tua dan sikap-
sikap buruk lainnya yang sering dilakukan oleh para pelajar saat ini,
yang dapat dilihat di setiap lingkungan sekitar. itu semua
dikarenakan kurangnya rasa cinta kepada Allah SWT. Sebab rasa
cinta yang dalam kepada Allah, itu akan membuat manusia mau
melakukan hal-hal yang baik. Walaupun hal itu berat dan susah,
mereka akan tetap rela melakukannya, karena bukti rasa cinta adalah
mau melakukan hal-hal yang disukai oleh yang dicintai (Allah). Dan
Allah sangat mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan/ orang
yang baik.
b. Pendidikan untuk selalu ridlo (rela) dengan keputusan Allah SWT
Para pelajar harus dibiasakan untuk selalu rela terhadap apa
saja yang menjadi keputusan Allah, karena rela dengan keputusan
Allah SWT adalah merupakan buah dari rasa cinta dan ma’rifat
kepadaNya. Dengan itu pula seseorang akan selalu memiliki sikap
husnudhon (selalu memiliki perasangka baik).
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
57
ة ب ح م ات ال ر ف ث ر ش أ ن اء م ض ق ال ضا ب الر اء الله، ف ض ق ضا ب الر ك ب ي ل ع و رام و أ ان وا ك ل ح به و ب ل مح ع ف ضى ل ر ن ي ب أ ح م ن ال أ من ش ة، و ف ر ع م ال و
Artinya: “Dan wajib bagimu rela dengan ketetapan Allah, karena
rela dengan keputusan Allah merupakan buah rasa cinta
dan ma’rifat. Sedangkan diantara sikap orang yang cinta
itu sendiri adalah rela terhadap perilaku yang ia cintai
(Allah)”. (Al-Haddad, 2010: 148).
Allah SWT berfirman di dalam hadis qudsi:
)رواه ابن . ي ائ و ا س ب ر س م ت ل ي ل ، ف ي ئ ل ى ب ل ع ب ص ي ل و ي ائ ض ق ب ض ر ي ل ن م حبان والطبان وابو داود وابن عساكر(
Artinya: “Barangsiapa yang tidak rela dengan keputusan-Ku dan
tidak bersabar dengan ujian-Ku, maka sebaiknya ia
mencari Tuhan selain Aku”. (H.R. Ibnu Hibban, Thabrani,
Abu Dawud dan Ibnu Asakir). (Al-Haddad, 2010: 148).
Rela dengan keputusan Allah adalah beri’tiqod (meyakini)
bahwa seluruh perbuatan Allah terjadi pada pihak yang paling tepat,
paling adil, paling baik dan paling sempurna. (Al-Haddad, 2010:
149).
Selalu rela dengan keputusan Allah SWT ini, relevan sekali
dengan para pelajar sekarang. pendidikan ini harus diberikan kepada
para pelajar saat ini. Karena kebanyakan mereka saat ini belum
seperti itu. Mereka masih memiliki prasangka buruk terhadap
tuhannya ataupun orang lain, apabila ada suatu kejelekan terjadi/
menimpa padanya. Dengan pendidikan ini mereka akan tertuntut
menjadi manusia yang bijaksana dan arif dalam segala hal yang
menimpa padanya, karena mereka sadar semuanya itu adalah
58
memang sudah keputusan dari Allah SWT, dan itulah yang memang
terbaik untuknya.
c. Pendidikan untuk selalu berharap dan takut kepada Allah SWT
Berharap dan takut kepada Allah SWT adalah merupakan
buah yakin yang paling mulia,dengan keduanya itu pula Allah SWT
memberikan ciri-ciri tersendiri kepada hamba-hambanya terdahulu.
Dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ين ق ي ت ال ر اف ث ر ش ا من أ م ه ن إ ف، ف و ال اء و ج ار من الر ث ك الإ ك ب ي ل ع و Artinya: “dan wajib bagimu memperbanyak berharap dan takut
(kepada Allah) karena sesungguhnya keduanya adalah
buah yakin yang paling mulia ”. (Al-Haddad, 2010: 129).
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri
mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara
mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya;
Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus)
ditakuti”. (Q.S. Al-Isra’: 57).
Roja’ (berharap) adalah pemahaman hati terhadap
keleluasaan rahmat Allah, kedermawaan, keagungan karunia dan
kebaikanNya, serta kebaikan janjiNya terhadap orang yang
menjalankan taat kepadaNya. Dari pemahaman hati seperti ini, maka
akan lahir sikap bahagia, yang disebut roja’ (harapan). (Al-Haddad,
2010: 129-130).
59
Khauf (takut) adalah pemahaman hati terhadap keagungan
Allah, kekuatan dan kekayaan Allah di atas semua hambaNya dan
pemahaman terhadap kepedihan ancaman Allah. Sakitnya siksaan
Allah yang dijanjikan kepada orang-orang yang bermaksiat
kepadaNya serta menentang perintahNya. Pemahaman hati seperti
ini akan melahirkan sikap takut yang disebut khauf dan buah yang
mengandung maksud di dalamnya antara lain meninggalkan maksiat,
sangat menjaga diri dari maksiat, karen maksiat merupakan jalan
yang mengantarkan mendapat siksaan dan ancamanNya. (Al-
Haddad, 2010: 130).
Pendidikan untuk selalu berharap dan takut Kepada Allah
SWT, haruslah ditekankan kepada para pelajar. Apalagi para pelajar
sekarang, pendidikan ini sangat relevan untuk diterapkan pada
mereka. Melihat kehidupan mereka saat ini, mereka tidak segan-
segan menerjang larangan yang jelas-jelas diharamkan oleh syariat,
seperti mabuk, judi dan perbuatan-perbuatan buruk lainnya. Dengan
pendidikan ini maka mereka akan lebih taat terhadap tuntunan
syari’at. Karena mereka akan takut dengan sang penciptanya, yang
apabila mereka melanggar laranganNya mereka bisa dibenci dan di
adzab olehNya kelak di akhirat.
60
2. Pendidikan akhlak yang berhubungan dengan diri sendiri.
a. Pendidikan untuk selalu memperkuat keyakinan
Sebagai seorang pelajar mereka harus dibekali keyakinan
yang kuat. Karena dengan itu mereka akan selalu bersikap optimis
dan mau untuk melakukan hal-hal atau sesuatu yang berguna
baginya dan menjadikannya kelak hidup bahagia.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ن من ك ا ت ذ إ ين ق ي ن ال إ ، ف نه ي س ت و نك ي ق ة ي ي و ق ت ب ب ي ب خ الح ها الأ ي ك أ ي ل ع و ة اد ه ش ه ن أ ب ك ي غ ار ال ه ص ي ل ل ع و ت اس ب و ل ق ال
Artinya: “Wahai saudaraku tercinta, wajib bagimu untuk
menguatkan dan memperbaiki keyakinanmu! Karena
jika keyakinan telah kukuh dalam hati, dan ia
menguasainya, maka hal yang ghoib menjadi seperti
tampak”. (Al-Haddad, 2010: 16).
Lebih lanjut dapat peneliti jabarkan tentang apa itu yakin
yang terdapat dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah.
Menurut Sayyid Abdullah Al-Haddad yakin adalah istilah
lain dari kekuatan iman dengan kemantapan dan kekukuhannya,
sehingga menjadi gunung yang besar dan tinggi, yang tidak
tergoyahkan oleh keragu-raguan dan tidak terombang-ambing oleh
prasangka, hingga tidak tersisa sedikitpun darinya. Jika keragu-
raguan itu datang dari luar, maka telinganya tidak
memperdulikannya, setan pun tidak mampu mendekati orang yang
mempunyai keyakinan seperti ini, bahkan ia lari meninggalkannnya
dengan hina. (Al-Haddad, 2010: 16).
61
Rasulullah SAW bersabda:
يطان ا ال سلك الش يطان لي فرق من ظل عمر وما سلك عمر فج إن الشا آخر )رواه أحمد والتمذى وابن حبان عن بريدة( .فج
Artinya: “Sesungguhnya setan itu lari jika melihat bayangan umar.
Ia pun tidak berani melangkah selangkah pun pada jalan
yang dilewati Umar, kecuali setan telah melangkah di
jalan yang lain.” (H.R. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Hibban
dari Buraidah).
Rasulullah SAW juga bersabda:
)رواه البيهقى( .ه ل ك ان يم لإ ا ين ق ي ل ا Artinya: “Yakin itu adalah sepenuh iman”. (H.R. Baihaqi).
(http//www.maktabahsamilah.com).
Buah dari keyakinan adalah dapat melahirkan ketenangan
janji Allah SWT, tetap berpegang teguh terhadap jaminan Allah
serta tetap bertumpu pada satu arah mata panah cita-cita menuju
Allah SWT, karena segala sesuatu kembali kepada Allah dan
memaksimalkan seluruh kekuatan untuk memperoleh keridlaan
Allah SWT.
Pendidikan untuk memperkuat keyakinan ini, sangatlah
relevan jika diterapkan dengan konteks pelajar sekarang.
Dikarenakan para pelajar sekarang masih banyak yang belum
memiliki keyakinan yang kuat, sehingga mereka masih mudah
digoyahkan oleh prasangka-prasangka dan keragu-raguan yang
datang. Mereka masih gampang meninggalkan kewajiban-kewajiban
yang diberikan oleh Tuhan dan RasulNya. Seperti meninggalkan
sholat, berbakti kepada kedua orang tuanya, saling mengasihi dan
62
menyayangi antara satu dengan yang lainnya, dan masih banyak lagi
hal-hal lainnya yang mereka tinggalkan.
b. Pendidikan untuk selalu bersikap muraqabah (mawas diri)
Salah satu sikap yang harus ditanamkan pada para pelajar
adalah selalu bersikap muraqabah. Karena sikap ini merupakan salah
satu sifat yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Dengan
muraqabah inilah, seseorang dapat menjalankan ketaatan kepada
Allah dimanapun ia berada, hingga mampu mengantarkannya pada
derajat seorang mu’min sejati. Demikian pula sebaliknya, tanpa
adanya sikap seperti ini, akan membawa seseorang pada jurang
kemaksiatan kepada Allah kendatipun ilmu dan kedudukan yang
dimilikinya. Inilah urgensi sikap muraqabah dalam kehidupan
muslim.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ك ات ظ لح و ك ات ن ك س و ك ات ك ر ح ال في ع ت الله ة ب اق ر ب ي خ ا أ ي ك ي ل ع و ك ن م ه ب ر ق ر ع ش ت اس ، و ك ت ال ح ر ائ س و ك ات اد ر إ و ك ات ر ط خ و ك ات ف ر ط و
Artinya: “Dan wajib bagimu, wahai saudaraku, yaitu mawas diri
kepada Allah SWT, baik dalam setiap gerak atau diammu,
dalam serentang waktu atau beberapa rentang waktu.
Dalam getaran rasa hatimu atau kehendakmu, dan
seluruh keberadaanmu senantiasa merasakan
kedekatanmu dengan Allah SWT”. (Al-Haddad, 2010: 22).
Muraqabah adalah selalu merasa diawasi oleh Allah SWT
disetiap gerak atau diam, dalam serentang waktu atau beberapa
rentang waktu. Dalam getaran rasa hati atau kehendak, dan seluruh
keberadaan senantiasa merasakan kedekatan dengan Allah SWT.
63
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang
tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit”. (Q.S. Ali
‘Imran: 5). (http//www.al-quran-digital.com).
Allah SWT juga berfirman:
Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam
masa: kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy, Dia
mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang
keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan
apa yang naik kepada-Nya, dan Dia bersama kamu di
mama saja kamu berada. dan Allah Maha melihat apa
yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Hadiid: 4). (http//www.al-
quran-digital.com).
Muraqabah termasuk dalam kedudukan terpuji, pangkat yang
paling mulia dan derajat yang paling tinggi. Muraqabah juga
termasuk maqam ihsan seperti yang disabdakan Rasulullah SAW:
)رواه مسلم( .ت عبد الله كأنك ت راه فإن ل تكن ت راه فإنه ي راك أن Artinya: ”Pengabdian kepada Allah seakan-akan engkau
melihatNya. Walaupun engkau tidak melihatNya, maka
sesungguhnya Dia (Allah SWT) melihatmu”.(H.R.Muslim)
(http//www.maktabahsamilah.com)
Pedidikan untuk mawas diri ini sangat relevan jika diterapkan
pada generasi muda atau pelajar sekarang, karena sekarang ini dari
mereka sangat minim yang memiliki sikap mawas diri, sehingga
banyak dari mereka yang masih berbuat dengan sesuka hati, asalkan
64
mereka senang semua akan dilakukan, walaupun hal itu adalah
sesuatu yang dilarang oleh syari’at agama dan juga negara. Seperti
berbohong kepada orang tua, guru maupun teman-temannya.
c. Pendidikan untuk selalu bersikap wira’i
Salah satu inti dari agama adalah sikap wira’i. karena dengan
sikap ini seseorang dapat digolongkan sebagai orang yang berada
dalam bimbingan ulama’ dan termasuk orang yang muttaqiin (orang-
orang yang bertaqwa).
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ين والذي هات، فإن الورع ملك الد ب وعليك بالورع عن المحرمات والش. عليه المدار عند العلماء العاملين
Artinya: “Dan wajib bagimu wira’i (menjauhi) dari hal-hal yang
haram dan syubhat. Karena wira’i merupakan inti agama,
dan orang-orang yang berada di kawasan itu, adalah
orang yang di antara bimbingan ulama’”. (Al-Haddad,
2010: 90).
Wira’i adalah menjauhkan diri dari dosa, maksiat, dan
syubhat (perkara yang tidak diketahui halal dan haramnya). Wira’i
merupakan senjata sakti penjunjung agama. Wira’i inilah yang
menjadi ciri ulama yang mengamalkan ilmunya. Ketahuilah bahwa
orang yang memperoleh sesuatu yang haram atau syubhat, maka
sedikitlah ia mendapatkan taufiq, pertolongan Allah SWT untuk
beramal shaleh. Jika ia beramal shaleh, ia tidak terlepas dari penyakit
batin, dalam setiap amaliyah seperti sombong (ujub) dan pamer
(riya’).
65
Rasulullah SAW bersabda:
التمذي( رواه) .يري بك ل ما إل يري بك ما دع
Artinya: “Tinggalkan hal yang meragukan kamu, ambillah hal yang
tidak meragukan kamu”. (H.R. Tirmidzi). (Al-Haddad,
2010: 93).
Rasulullah SAW juga bersabda:
رك مالبأس به حذرا ما به بأس. لغ العبد درجة المتقين حت ي ت )رواه لي ب التمذى(
Artinya: “Seorang hamba tidak akan mencapai tingkat muttaqiin,
hingga dia meninggalkan apa yang tidak bahaya baginya,
karena takut terhadap hal yang bahaya baginya”. (H.R.
Turmudzi). (Al-Haddad, 2010: 93).
Sikap wira’i ini sangat relevan jika ditanamkan kepada para
pelajar sekarang, karena kenyataan bahwa yang menghantarkan
mereka pada hal-hal yang tidak sesuai dengan norma-norma agama
maupun kehidupan adalah tidak adanya sikap ini. Mereka kurang
hati-hati dalam melangkah, mereka sering menganggap mudah hal-
hal yang kecil, seperti berbaur dengan lawan jenis tanpa adanya
batasan-batasan tertentu. Sehingga mereka terbiasa melakukan hal-
hal yang mereka anggap itu adalah sesuatu yang remeh, akan tetapi
perpotensi pada dosa besar, seperti berpegangan tangan tanpa ada
alasan, berpelukan, berciuman dan lain sebagainya. Yang
kesemuanya itu adalah perbuatan-perbuatan yang bisa menjatuhkan
pada perzinaan.
66
d. Pendidikan untuk selalu bertobat dari segala dosa
Bertobat dari segala dosa baik besar maupun kecil hukumnya
adalah wajib bagi setiap manusia. Karena dengan tobatlah kita akan
dicintai oleh Allah SWT.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
وبة من كل ذ را أ وعليك بالت را، و نب، سواء كان صغي ظاهرا أو باطنا، كبي يع فإن وبة أول قدم يضعها العبد ف طريق الله، وهي أساس ج الت
. وابين ب الت المقامات، والله يArtinya: “Dan wajib bagimu bertaubat dari semua dosa, yaitu
bertaubat baik dari dosa kecil maupun besar, baik dhohir
ataupun bathin, karena taubat merupakan langkah
pertama seorang hamba yang hendak menapakkan
kakinya di jalan Allah. Taubat pun merupakan pondasi
dari seluruh maqom (tingkatan) karena Allah mencintai
orang-orang yang bertaubat”. (Al-Haddad, 2010: 127).
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
(Q.S. An-Nuur: 31).
Allah SWT juga berfirman:
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada
Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-
murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi
kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam
jannah (surga)". (Q.S. At-Tahriim: 8).
67
Rasulullah SAW bersabda:
رح بت وبة عبده، من رجل ن زل منزل، وبه ها الله أف مهلكة، ومعه راحلته، علي قظ، وقد ذهبت راحلته حت طعامه وشرابه ف وضع رأسه، ف نام ن ومة، فاست ي اشتد عليه الحر والعطش، أو ما شاء الله، قال: أرجع إل مكان ف رجع،
رواه البخاري ومسلم() ف نام ن ومة، ث رفع رأسه، فإذا راحلته عنده.Artinya: “Allah lebih senang menerima tobat seorang hamba-Nya,
melebihi dari gembira seorang yang turun di hutan yang
berbahaya dengan kendaraan dan perbekalan makan dan
minumnya, kemudian ia meletakkan kepala dan tidur,
tiba-tiba ketika bangun, kendaraan yang membawa
perbekalan makan minumnya telah hilang, maka ia
berusaha mencari sehingga kepanasan, kelaparan dan
kehausan, sehingga patah harapan lalu berkata: Aku akan
kembali ke tempat tidurku tadi, lalu ia kembali dan tidur,
tiba-tiba ketika bangun mendadak kendaraannya telah
kembali lengkap dengan perbekalan makan minumnya”.
(H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim).
(http//www.maktabahsamilah.com).
Pendidikan untuk selalu bertobat dari segala dosa ini harus di
tanamkan pada setiap pelajar. Karena tidak sedikit dari mereka yang
selalu melakukan dosa setiap hari, dibanding orang tua generasi
muda lebih dekat dengan perbuatan dosa. Lebih-lebih sekarang
potensi yang menimbulkan dosa sangatlah penuh di setiap sudut
belahan dunia, sehingga para generasi muda tidaklah sadar kalau dia
melakukannya. Untuk itu, pendidikan ini mesti diberikan sejak ini,
supaya generasi muda tidak kelampauan sering berbuat dosa.
Relevansi pendidikan ini dengan keadaan pelajar sekarang
sangat cocok. Karena para generasi pelajar saat ini sering sekali
berbuat dosa, tapi mereka tidak sadar akan hal itu. Disebabkan
68
mereka terlampau menganggapnya sesuatu yang wajar atau bukan
dosa. Seperti para pelajar putri yang ketika di luar sekolah mereka
memakai pakaian yang minim, yang itu di luar tuntunan syari’at.
Pelajar putra yang ketika berkumpul-kumpul bersama, mereka tidak
lepas dengan minuman keras, walaupun tidak semua, tapi banyak
yang demikian itu.
e. Pendidikan untuk selalu bersabar dalam menghadapi segala masalah
Kunci rahasia dari iman dan kebajikan, syarat yang paling
utama ialah sabar, mulut bisa terbuka lebar dan untuk menyerukan
iman. Beribu orang tampil ke muka menyerukan iman, tetapi hanya
berpuluh orang yang dapat melanjutkan perjalanan. Sebagian besar
jatuh tersungkur ditengah jalan karena tidak tahan menderita karena
tiada sabar.
Pembinaan sabar harus dimulai dari ketika seseorang dari
proses pencarian ilmu karena dalam proses pendidikan adalah awal
penanaman dan akan bertahan lebih lama.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ار، ه الد ذ ه ت ف م اد ه م ن ك م د ل ب ل ر، و م ك الأ ل م ه ن إ ، ف ب الص ك ب ي ل ع و .ة م ي ظ ع ال ل ائ ض ف ال ة و يم ر ك ق ال ل خ لأ ا ن م و ه و
Artinya: “Dan wajib bagimu bersabar, karena sabar itu merupakan
pusat penentu segala permasalahan, dan hal itu harus
kamu lakukan sepanjang hidup di dunia ini, ia pun
termasuk dari akhlakul karimah serta terdapat beberapa
keutamaan”. (Al-Haddad, 2010: 133).
69
Dengan kesabaran dalam mencari ilmu akan didapatkan
tujuan dari pembelajaran. karena dalam proses pembelajaran banyak
kendala yang akan ditemui, banyak kendala baik dari segi pendidik,
terdidik, materi, metode atau yang lainnya, maka dibutuhkan
kesabaran dalam menjalani proses pembelajaran itu.
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan
kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di
perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung”. (Q.S. Ali-‘Imran: 200).
Pendidikan untuk selalu bersabar atas segala sesuatu ini,
sangat relevan dengan keaadan para generasi muda sekarang
(pelajar). Sebab sekarang ini agak sulit mencari seorang pemuda
yang penyabar. Kebanyakan dari mereka kurang sabar atas segala
apa yang ada padanya, baik dalam melakukan sesuatu atau keinginan
terhadap sesuatu. Seperti disaat mereka meminta kebutuhan yang
bisa menunjang lancarnya sekolah mereka, akan tetapi itu bukan
kebutuhan yang primer dari penunjang sekolahnya. Contohnya yang
bisa dilihat disekeliling, mereka para pelajar meminta sepeda motor
kepada orang tuanya untuk digunakan sebagai transport kala sekolah,
akan tetapi orang tuanya belum mampu memenuhi permintaannya
70
itu, orang tuanya berkata “bapak belum bisa membelikan kamu
sepeda, karena bapak belum ada uang. Nanti kalau sudah ada uang
yang cukup, bapak akan belikan kamu sepeda motor”. tapi mereka
malah marah dan mengancam tidak akan sekolah kalau belum
dibelikan sepeda motor. Oleh karena itu, pendidikan untuk selalu
bersabar atas segala sesuatu ini, sangat dibutuhkan untuk merubah
sikap mereka yang sering tidak sabar atas apa yang terjadi.
f. Pendidikan untuk selalu bertawakkal kepada Allah SWT
Bersikap selalu tawakkal kepada Allah adalah bukti bahwa
dia menghamba kepadaNya, dan sikap inilah yang menjadi lantaran
turunnya rahmat dariNya serta pertolonganNya.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ه ل على الله كفاه وأعانه وت ول ل على الله ت عال، فإن من ت وك وك وعليك بالت وأوله.
Artinya: “Dan wajib bagimu (berserah diri) kepada Allah SWT,
karena sesungguhnya orang yang berserah diri kepada
Allah, maka ia akan diberi kecukupan, ditolong ,
dilindungi serta diutamakan oleh Allah”. (Al-Haddad,
2010: 143).
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (Q.S. Ali-
‘Imran: 159). (http//www.al-quran-digital.com).
Allah SWT juga berfirman:
71
Artinya: “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”. (Q.S. Ath-
Thalaaq: 3).
Inti tawakkal kepada Allah SWT adalah sadarnya hati bahwa
segala sesuatu berada di tangan-Nya, baik yang bermanfaat,
bermadharat, yang menyusahkan serta yang membahagiakan. Sangat
meyakini bahwa seandainya seluruh makhluk dikumpulkan untuk
memberi kemanfaatan ataupun kemudharatan, maka mereka sedikit
pun tidak akan mampu melaksanakannya kecuali dengan adanya
ketetapan dan ketentuan dari Allah SWT.
Pendidikan untuk selalu bersikap tawakkal kepada Allah
SWT, sangat dibutuhkan oleh setiap orang, dan relevan sekali
dengan keadaan pelajar sekarang. karena banyak dari mereka yang
bertawakkal kepada Allah. Buktinya ketika sehabis pengumuman
kelulusan sekolah. Ketika mereka lulus, mereka amat senang dan
mengekspresikannya dengan hal-hal yang tidak etis jika dikaitkan
dengan seorang pelajar, seperti pilok-pilokan di jalan, mabuk-
mabukan, berpacar-pacaran, seakan akan mereka merasa bahwa
kelulusannya adalah jerih payahnya sendiri, dan bukan merupakan
pertolongan dan nikmat dari Tuhannya (Allah). Bagi mereka yang
tidak lulus, mereka merasa itu adalah akhir dari segalanya. Mereka
mengamuk, menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi, Sampai-
sampai ada yang nekat bunuh diri. Oleh karena itu, pendidikan untuk
72
selalu bersikap tawakkal kepada Allah SWT, sangat dibutuhkan para
pelajar untuk mengontrol perbuatan mereka supaya lebih bijaksana
dalam menanggapi segala sesuatu yang terjadi.
3. Pendidikan akhlak yang berhubungan dengan lingkungan.
a. Pendidikan akhlak di lingkungan keluarga
1) Pendidikan untuk berbakti kepada kedua orang tua
Berbakti kepada orang tua adalah kewajiban bagi setiap
anak dan merupakan salah satu jalan untuk mendapatkan
kebaikan serta keridlaan dari Allah SWT. Karena durhaka
kepada mereka adalah merupakan dosa yang paling besar
diantara dosa-dosa yang besar.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ه ن إ ، ف م قه و ق ع اك و ي إ ات؛ و ب اج و ب ال ج و ه من أ ن إ ن، ف ي د ال و ال ب ك ب ي ل ع و ر ائ ب ك ال ب ك ن أ م
Artinya: “Dan wajib bagimu berbakti kepada kedua orang tua,
karena hal itu merupakan yang paling wajib diantara
perkara wajib yang lain, takutlah kamu durhaka
kepada keduannya, karena hal itu merupakan dosa
yang paling besar diantara dosa-dosa besar yang
lainnya”. (Al-Haddad, 2010: 103).
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu
73
berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau
Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka Perkataan yang mulia”. (Q.S. Al-
Isra’: 23).
Allah SWT juga berfirman:
Artinya: “Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan
kepada dua orang ibu- bapaknya“. (Q.S. Al-
‘Ankabuut: 8).
Sebagai seorang anak, hendaklah mencari keridhaan
mereka dan mengerjakan perintah-perintah mereka selama tidak
bernilai maksiat, menjauhi larangan mereka selama tidak
melarang ketaatan yang wajib serta mementingkan kepentingan
mereka di atas kepentingan pribadi. Itulah wujud ketaatan dan
berbakti seorang anak kepada kedua orang tuanya.
Penanaman sikap untuk selalu berbakti kepada kedua
orang tua ini relevan sekali dengan keadaan pelajar sekarang.
Karena mayoritas para pelajar sekarang belum melakukan itu,
banyak para pelajar yang memperlakukan orang tuanya
layaknya pembantu. Mereka sering menyuruh-nyuruh orang
tuanya untuk ini untuk itu,tapi ketika disuruh orang tuanya
mereka tidak lekas melaksanakannya malah mereka menjawab
“Aku sedang lelah”. Padahal itu adalah perbuatan yang dilarang
oleh Allah SWT.
74
2) Pendidikan untuk selalu berbicara baik dengan anggota keluarga
Para pelajar harus diajari untuk selalu berbicara baik
dengan anggota keluarga. Karena hal itu yang akan menjadikan
suasana rumah menjadi damai dan tentram.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ل النطق به يرم عليك ك ي ل ع و ، وكل كلم ل ي أن ل ت نطق إل بيرستماع إليه، وإذا تكلمت ف رتل كلمك ورت به، الإ
Artinya: “Dan wajib bagimu, agar tidak mengucapkan sesuatu
apapun, kecuali dengan baik, jangan pula
mengucapkan perkataan yang tidak dihalalkan
(dilarang) serta mendengarkan perkataan yang
haram didengarkan. Jika kamu ingin mengucapkan
suatu perkataan, maka hendaklah ditata terlebih
dahulu dan susunlah dengan kalimat yang benar”.
(Al-Haddad, 2010: 63).
Pendidikan untuk selalu berbicara baik dengan anggota
keluarga ini sangat relevan apabila diajarkan pada para pelajar
sekarang. karena banyak dari para pelajar sekarang yang sudah
banyak menerima pendidikan, akan tetapi mereka belum bisa
mengaplikasikannya dalam kehidupan, mereka masih berbicara
kasar dengan kedua orang tuanya dan kepada saudaranya.
Dengan ditekankannya pendidikan ini, diharapkan mereka akan
menjadi lebih santun dalam berbicara dengan anggota
keluarganya, dan meluas kepada sesamanya.
b. Pendidikan akhlak di lingkungan sekolah
1) Pendidikan untuk selalu berperilaku adil terhadap dirinya sendiri
dan orang lain
75
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ة والعامة وكمل الحفظ والت فقد لها، وعليك بالعدل ف رعيتك الا صها، وكل راع مسؤل عن رعيته فإن الله سائلك عن
Artinya: “Dan wajib bagimu berbuat adil di dalam
pengembalaanmu, baik yang khusus maupun yang
umum, disamping tetap dengan sempurna menjaga
dan mengawasinya, Karena Allah akan meminta
pertanggung jawaban kepada kamu atasnya. Sebab
setiap pengembala pasti akan dimintai pertanggung
jawaban atas gembalaannya”. (Al-Haddad, 2010:
101).
Berlaku adil kepada gembalaan khusus disini yang
dimaksudkan adalah anggota badan yang tujuh yaitu lidah,
telinga, mata, perut, kemaluan, tangan dan kaki. Sedangkan
gembalaan umum disini adalah orang-orang yang berada dalam
kekuasaan dan tanggungjawab kita, yaitu anak, istri dan
pembantu.
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil
dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran”. (Q.S. An-Nahl: 90).
Pendidikan untuk selalu berperilaku adil ini sangat
relevan jika diajarkan pada pelajar sekarang. Karena banyak dari
mereka yang belum mengerti apa itu adil dan bagaimana
76
prakteknya, sehingga mereka sering sekali berperilaku tidak
adil, baik pada dirinya sendiri maupun pada orang-orang di
sekitarnya. Seperti menggunakan anggota tubuhnya untuk
sesuatu yang dilarang oleh Allah dan RasulNya, serta sering
mementingkan salah satu temannya daripada teman yang lain,
sebab dia lebih membutuhkan salah satu temannya itu, untuk
kepentingan pribadinya.
2) Pendidikan untuk selalu amar ma’ruf nahi munkar.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
هي عن المنكر، فإنه القطب الذي عليه وعليك بالأمر بالمعروف والن ين، ولأجله أن زل الله الكتب وأرسل المرسلين مدار أمر الد
Artinya: “Dan wajib bagimu menyerukan kebaikan dan
mencegah kemungkaran, karena ini merupakan
pusat perputaran sendi-sendi agama. Karena itu
pula Allah menurunkan Al-Qur’an dan mengutus
para Rasul”. (Al-Haddad, 2010: 97).
Amar ma’ruf nahi munkar adalah memerintah ke arah
kebaikan dan mencegah diri dari kemungkaran. Karena hal itu
merupakan sendi pokok agama dan karena itu pula Allah SWT
menurunkan Al-Qur’an dan mengutus para RasulNya. Para
ulama’ memutuskan bahwa amar ma’ruf nahi munkar
hukumnya wajib. Hal ini didasarkan pada Al-Qur’an.
Allah SWT berfirman:
77
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada
yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar,
merekalah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali-
‘Imran: 104).
Allah SWT juga berfirman:
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik”. (Q.S. Ali-‘Imran: 110).
Ma’ruf adalah segala perbuatan yang baik untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, sedangkan mungkar
adalah segala perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah SWT.
Hukum amar ma’ruf nahi munkar adalah fardhu kifayah. Yaitu
apabila sudah ada sebagian di suatu daerah tersebut yang
beramar ma’ruf nahi munkar maka sudah gugur kewajiban
penduduk daerah tersebut untuk beramar ma’ruf nahi munkar.
Namun pahala hanya diprioritaskan kepada yang menyerukan
dan mengerjakannya.
78
Amar ma’ruf nahi munkar ini sangatlah relevan dengan
keadaan para pelajar sekarang, disebabkan banyaknya para
pelajar yang cuek terhadap teman-temannya, mereka sadar
bahwa apabila salah satu dari temannya ada yang berbuat
dholim, itu akan merugikan bagi pelaku dan juga imbasnya pada
teman yang lain, akan tetapi dia tidak peduli, dia tidak berusaha
bagaimana caranya agar salah satu dari temannya tadi, tidak jadi
melakukan kedholiman itu, sehingga perbuatan tersebut tetap
dilakukan oleh temannya.
c. Pendidikan akhlak di lingkungan masyarakat
1. Pendidikan untuk selalu mengikat tali persaudaraan dengan
tetangga
Mengikat tali persaudaraan adalah hal yang terpenting
dalam sebuah kehidupan. Karena dengan kita mengikat
persaudaraan, maka hubungan antara sesama akan terjalin indah
dan jalan rezeki kita juga akan dilapangkan oleh Allah SWT.
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
ان، ر ي ل ال ان إ س ح الإ ب ب؛ و ر ق الأ ف ب ر ق لأ ام، ا ح ر ة الأ ل ص ك ب ي ل ع و ن د الأ ابا ف ن ب د لأ ا
Artinya: “Dan wajib bagimu menyambung tali silaturrahhim,
dengan handai taulan yang paling dekat, berbuat baik
kepada tetangga, khususnya pintu tetangga yang
paling dekat”. (Al-Haddad, 2010: 104).
79
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu”. (Q.S. An-Nisa’: 1)
Allah SWT berfirman:
Artinya: “Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa
yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan
mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada
hisab yang buruk”. (Q.S. Ar-Ra’du: 21).
Rasulullah SAW bersabda:
)رواه من سره أن ي بسط له رزقه، أو ي نسأ له في أثره، ف ليصل رحمه. البخارى ومسلم(
Artinya: “Barangiapa yang ingin dibentangkan rizqinya,
dipanjangkan umurnya, maka hubungkanlah
silaturrahim”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
(http//www.maktabahsamilah.com).
Pendidikan untuk selalu mengikat persaudaraan ini,
ababila diberikan kepada para pelajar sekarang sangat relevan
sekali. Karena seperti apa keadaan mereka yang sering muncul
di media massa, banyak antara satu instansi sekolah dengan
instansi sekolah lainnya, para siswanya saling bertawuran, saling
80
pukul memukul, seakan-akan tidak merasa bahwa mereka
adalah saudara, satu negara, ataupun satu desa. Mereka tetap
saling memukul tapa menghiraukan semua itu, bahkan ada yang
sampai meninggal.
2. Pendidikan untuk selalu berperilaku tawadlu’ (merendahkan
diri)
Di dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah dikatakan:
، فإن الله ، وإياك والتكب واضع، فإنه من أخلق المؤمنين وعليك بالت ين؛ ومن ت واضع رف عه الله، ومن تكب ر وضعه الله. ب المتكب لي
Artinya: “Dan wajib bagimu bersikap tawadlu’, karena sikap
ini adalah perilaku orang-orang mukmin, dan
takutlah kamu berbuat takabbur (sombong), karena
sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-
orang yang sombong. Sebab, barangsiapa bersikap
merendahkan diri, Allah SWT akan mengangkatnya,
barangsiapa bersikap sombong, Allah akan
merendahkannya”. (Al-Haddad, 2010: 122).
Rasulullah SAW bersabda:
ن الله أوح إل أن ت واضع حت لي فخر أحد على أحد ولي بغي أحد إ )رواه مسلم( على أحد.
Artinya: “Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar
kamu sekalian saling bertawadhu’ sehingga tidak
seorang pun menyombongkan diri atas yang lain dan
tidak ada seorang pun yang melampaui batas yang
lain”. (H.R. Muslim). (Al-Jaza’iri, tt: 265).
Rasulullah SAW juga bersabda:
. )رواه مسلم( ليدخل النة من في ق لبه مث قال ذرة من كبArtinya: “Tidak akan masuk surga orang-orang yang di dalam
hatinya terdapat seberat biji sawi dari
81
kesombongan”. (H.R. Muslim). (Al-Haddad, 2010:
122).
Tawadlu’ adalah sikap orang-orang mu’min dan
muttaqin. Sikap ini sangat dibutuhkan oleh para pelajar
sekarang. Dan relevan dengan keadaan mereka, bahwa
pendidikan untuk selalu bersikap tawadlu’ perlu sekali diajarkan
pada mereka. Karena seperti apa yang telah dilihat di
masyarakat sekitar, para pelajar banyak sekali yang belum
tawadlu’, apabila bertemu dengan yang lebih tua bahkan
gurunya yang telah memberikan ilmu, mereka tidak mau
menyapa, apalagi menyapa tersenyum saja mereka enggan.
Itulah realita yang ada di kehidupan para pelajar sekarang. Oleh
sebab itu maka pendidikan ini sangat diperlukan untuk merubah
tingkah laku mereka menjadi manusia yang baik dan sopan.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka membuat
suasana religius dan membiasakan akhlak yang baik dalam setiap
kegiatan para pelajar merupakan langkah maju menuju cita-cita
keseimbangan dunia akhirat. Dengan optimalisasi religius pada para
pelajar dan masyarakat tersebut, konsep ini berusaha membuat dasar
pembangunan masyrakat yang berakhlak religius melalui pembinaan
individu. Dari sini diharapkan akan terwujud sebuah tatanan masyarakat
yang berakhlak tinggi dan berbudi pekerti yang luhur.
82
C. Implikasi Pendidikan Akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad dalam Kehidupan.
Dapat dikatakan bahwa karakter hakiki pendidikan Islam pada intinya
terletak pada fungsi rububiyah Tuhan yang secara praktis dikuasakan atau
diwakilkan kepada manusia. Dengan kata lain, pendidikan Islam itu tidak lain
adalah keseluruhan dari proses penciptaan serta pertumbuhan dan
perkembangannya secara bertahap dan berangsur-angsur sampai dewasa dan
sempurna, baik dalam aspek akal, kejiwaan maupun jasmaninya. Selanjutnya,
atas dasar tugas kehalifahan, manusia sendiri bertanggung jawab untuk
merealisasikan proses pendidikan Islam (yang hakekatnya proses dan fungsi
rububiyah Allah) tersebut dalam dan sepanjang kehidupan nyata di muka
bumi (dunia) ini. (Maksum, 1999: 29).
Pendidikan Islam mendasarkan konsepsinya pada nilai-nilai religius.
Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak mengabaikan faktor teologis sebagai
sumber dari ilmu itu sendiri. (Nata, 2003: 13). Sebagaimana firman Allah:
Artinya: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
mamang benar orang-orang yang benar!”. (Q.S. Al-Baqarah: 31).
Ayat di atas menunjukkan adanya epistemologi dalam Islam, yakni
bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari yang satu, Allah SWT. Dialah
pendidik yang pertama dan yang utama. Bedanya dengan orang tua sebagai
83
pendidik yang pertama dan utama adalah bahwa orang tua merupakan
pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya dalam keluarga,
sedangkan Allah SWT. adalah pendidik pertama dan utama bagi seluruh
makhluk bahkan seluruh alam. Tidak ada satu pendidikan yang terjadi dalam
keluarga, bahkan alam jagad raya ini, tanpa Allah SWT. sebagai pendidik
yang pertama dan utama yang mengajarkan ilmunya kepada manusia, dalam
hal ini Adam sebagai manusia pertama. (Nata, 2003: 13).
Melihat adanya dasar pendidikan Islam berarti tidak terlepas dari
tujuan pendidik Islam itu sendiri. Berbicara mengenai tujuan pendidikan
Islam berarti bicara mengenai nilai-nilai yang bercorak Islam, artinya tujuan
pendidikan Islam yang membentuk pribadi muslim yang sesuai dengan ajaran
Al-Qur’an dan Al-Hadis.
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau
kegiatan selesai. (Darajat, 1996: 29). Terkait dengan hal tersebut, pada
hakekatnya tujuan akhir dari proses pendidikan adalah memanusiakan
manusia. Sedang yang dimaksud disini adalah pendidikan Islam.
Adapun tujuan pendidikan Islam adalah perwujudan nilai-nilai Islami
dalam peribadi peserta didik yang diikhtiarkan oleh pendidik muslim melalui
proses yang terminal pada hasil (produk) yang berkepribadian Islam yang
beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup mengembangkan
dirinya menjadi hamba Allah yang taat. (El-Saha, 2008: 38).
84
Takwa merupakan pencapaian kelebihan seorang manusia sebagai
makhluk terhadap Kholik-nya, untuk mencapai kebahagiaan di akhirat.
Seperti firman Allah SWT:
Artinya: “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. Al-Hujarat: 13).
Menurut Abu Ahmadi, tujuan akhir pendidikan Islam ialah
terbentuknya kepribadian muslim. Yaitu kepribadian yang seluruh aspeknya
baik tingkah laku luarnya kegiatan-kegiatan jiwanya, maupun filsafat hidup
dan kepercayaannya menunjukkan pengabdian kepada Tuhan, penyerahan
diri kepada-Nya. (El-Saha, 2008: 38).
Sedangkan menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan, pendidikan
agama Islam di setiap jenjangnya mempunyai kedudukan yang penting dalam
sistem pendidikan nasional untuk mewujudkan siswa yang beriman dan
bertakwa serta berakhlak mulia. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan
bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap
kereatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. (UU Depag RI, 2006: 24).
Dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membentuk
peribadi anak didik menjadi manusia yang beribadah kepada Allah SWT.
dengan sungguh-sungguh beribadah yang dibekali dengan keimanan,
85
ketakwaan, ilmu pengetahuan, kemauan yang tinggi dan berakhlakul karimah,
dengan melalui proses pembelajaran.
Titik berat pendidikan akhlak yang telah dipaparkan oleh Sayyid
Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam prosesi pembelajaran penekanannya
tertuju pada akhlak yang bersifat bathin (rohani) dalam membangun jiwa
yang baik, akan tetapi tidak mengesampingkan akhlak yang bersifat dhahir
(jasmani). Dari pemaparan Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad, implikasi
akhlak yang dapat diterapkan dalam kehidupan adalah:
1. Tekun
Tekun adalah rajin atau bersungguh-sungguh (Suharso, 2008:
514). Dengan kata lain tekun adalah kesungguhan tekad dalam
melakukan (mencapai) sesuatu. Tekun merupakan suatu sifat terpuji yang
harus dipegang oleh setiap pelajar, dan tidak boleh berputus asa dalam
menekuni setiap pembelajaran. Untuk mencapai apa yang dicita-citakan,
pelajar harus menanamkan kesadaran diri untuk senantiasa tekun. Dalam
lingkup pembelajaran, tekun sangatlah dibutuhkan, sebab belajar
merupakan proses yang membutuhkan waktu. Orang akan sukses apabila
tekun dalam belajar dan tidak bermalas-malasan. Allah telah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.
(QS. Ar-Ra’du:11).
Ayat di atas mengajarkan kepada kita, bahwasanya manusia
haruslah mengusahakan segala hal untuk kehidupannya. Tidak sekedar
86
menunggu apapun itu dari Allah dengan berpangku tangan. Dengan
ketekunan akan meninggkatkan kesejahteraan diri, mewujudkan cita-cita
dan mengapai tujuan hidup. Terlebih dalam pembelajaran, peserta didik
bersungguh-sungguh dalam belajarnya maka kesejahteraan hidup di
dunia dan akhirat akan dapat diraih.
Perwujudan tekun dalam pembelajaran yaitu dengan
meminimalkan keterkaitan diri dengan kesibukan dunia di luar pencarian
ilmu. Hal ini dinilai akan mengganggu konsentrasi dalam belajar. karena
jika terlalu banyak mengerjakan hal lain di luar pembelajaran membuat
peserta didik menjadi terpecah pikirannya.
Ketekunan tahap awal bagi para pelajar perlu mengelakkan diri
dari mendengarkan peselisihan dan perbedaan-perbedaan pendapat di
kalangan manusia, baik ilmu duniawi maupun ilmu ukhrawi. Akan tetapi
mengikuti alur tahap demi tahap dalam tarapan ilmu berdasarkan
kemampuan dan segala upaya yang ada pada dirinya, sehingga nantinya
ilmu-ilmu yang dikaji dapat memberikan kemanfaatan bagi para pelajar
dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan serta memberikan kemanfaatan
bagi masyarakat.
2. Tirakat
Tirakat adalah menahan hawa nafsu atau mengasingkan diri
(Suharso, 2008:539). Dalam bahasa pesantren disebut dengan riyadhah,
yaitu: menjalani laku mengendalikan dan mengekang hawa nafsu. Hal ini
merupakan suatu metode untuk membersihkan diri dari hal-hal yang
87
dapat menghambat masuknya ilmu dan sebagai sarana mendekatkan diri
kepada Allah. Terlebih bagi para pelajar, perilaku tirakat haru senantiasa
dibiasakan dalam masa-masa mencari ilmu, sebab dalam mencari ilmu
itu tidak lepas dari ujian dan cobaan.
Laku tirakat bagi para pelajar dimaksudkan sebagai upaya
pengembangan diri untuk mendapatkan ketahanan jiwa dalam
menghadapi gelombang-gelombang dan kesulitan hidup. Perilaku ini
sangat berat bagi orang yang tidak terbiasa, untuk itu pelajar harus
senantiasa terbiasa dengan perilaku ini. Karena mencari ilmu itu
merupakan suatu bentuk ibadah kepada Allah maka harus membersihkan
hati dan jiwa dari akhlak-akhlak tercela dalam belajar. Karena ilmu itu
tidak akan masuk dalam jiwa yang kotor, untuk itu dalam belajar perlu
adanya persiapan kejiwaan.
Termasuk perilaku tirakat diantaranya yaitu: mengurangi makan
dan minum. Sebab kekenyangan makan dapat menghambat kegiatan
beribadah dan memberatkan badan. Hal ini dimaksudkan agar keadaan
lebih terjaga kondisinya dan terhindar dari berbagai macam penyakit
serta kemalasan. Kemudian mengurangi tidur selama tidak menganggu
badan dan pikirannya serta meninggalkan banyak bercanda. Sebab hal ini
dapat menyia-yiakan waktu tanpa ada manfaatnya dan dapat
menghilangkan nilai agama pada dirinya.
88
3. Khidmat
Khidmat adalah ta’dhim, hormat dan sopan-santun (Suharso,
2008: 291). Khidmat merupakan suatu perbuatan dimana sikap ini
mencerminkan perilaku sopan dan menghormati terhadap orang lain.
Terlebih pada orang yang lebih tua darinya atau pada seorang guru dan
orang yang dianggap mulia olehnya. Dengan sikap ini akan dapat
membawa seseorang pada kemuliaan dan dihormati juga oleh orang lain.
Sikap ini sangat berguna sekali dalam rangka memperoleh ilmu yang
berhasil dan bermanfaat.
Pelajar harus mempercayai dan menghormati gurunya, tidak
boleh sombong terhadapnya. Bagaimanapun juga seorang guru lebih
tinggi derajatnya dari kepandaian seorang murid. Itu sebabnya seorang
murid tidak diperbolehkan membantah terhadap gurunya dan harus
mentaati perintah gurunya. Hal ini bertujuan untuk menjaga kewibawaan
guru yang memiliki derajat tinggi dibandingkan dengan sang murid.
Kecuali guru mengajarkan ajaran yang tercela dan bertentangan dengan
syari’at, maka sang murid tidak wajib mentaatinya.
Termasuk khidmat pada guru yaitu mengetahui akan hak-hak
guru dan tetap mengutamakannya, tidak masuk dalam kediaman guru
kecuali telah mendapatkan izin darinya dan menetapi sikap sopan santun
serta rapi dalam berbusana. Tidak menempati tempat duduknya dan tidak
menganggap diri lebih sempurna dari pada gurunya serta selalu
mengenang guru pada waktu masih hidup ataupun sudah meninggal.
89
Kemudian khidmat terhadap teman-temannya dengan memberi
semanggat kepada teman-temannya, mengajak serta menunjukkan untuk
serius dalam mencari ilmu. Menginggatkan untuk selalu mencari sesuatu
yang berfaidah dengan menggali hukum-hukum, kaidah-kaidah, nasehat
serta peringatan. Menampakkan kasih sayang serta menjagak hak-hak
persahabatan. Hendaknya pula melupakan kekurangan teman-temanya,
memaafkan kesalahannya dan menutupi aibnya.
Khidmat terhadap pelajaran dan buku pelajaran yaitu memiliki
buku pelajaran yang diajarkan, belajar dalam keadaan suci, mengawali
dengan berdo’a dan menaruh buku pada tempat yang mulia dengan
memperhitungkan keagunggan kitab dan ketinggian keilmuan penyusun.
Dari beberapa implikasi di atas, hendaknya dapat diterapkan oleh
peserta didik, generasi saat ini dan umumnya masyarakat luas. Terlebih
pemuda-pemudi saat ini merupakan generasi masa yang akan datang.
90
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Latar belakang penulisan Kitab Risalah Al-Mu’awanah.
Latar belakang dari penulisan kitab Risalath Al- Mu’awanah adalah
karena permintaan dari Al-Habib Ahmad bin Hasyim al-Habsyi, dan juga
karena keadaan pada masa itu yang sedang minus dengan akhlak. Pada
masa itu banyak kerajaan-kerajaan yang melancarkan peperangan, berebut
kekuasaan, dan masyarakatnya kurang mendapat perhatian dari
penguasanya, yang menyebabkan satu sama lain dari mereka berbuat hal-
hal yang diluar tuntunan syari’at Islam akibat kurangnya tuntunan dari
pemimpinnya. Hal ini sangat sinkron dengan kehidupan sosial sekarang.
2. Pendidikan Akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad.
Pendidikan akhlak yang ditekankan oleh Sayyid Abdullah bin
Alwi Al-Haddad dalam kitab tersebut dapat diklarifikasikan menjadi tiga
kategori, yakni akhlak kepada Allah SWT, akhlak terhadap sesama
manusia dan akhlak terhadap lingkungan (lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat).
3. Implikasi Pendidikan Akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi Al-
Haddad dalam Kehidupan Sehari-hari.
Dari pemaparan beliau, implikasi akhlak yang dapat diterapkan
dalam kehidupan adalah: Tekun, Tirakat, dan Khidmat
91
B. Saran
Akhlak sangat ditekankan sekali dalam sendi agama dan memiliki
peranan yang sangat penting sekali dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
ibadah, keluarga, pembelajaran, interaksi dengan masyarakat dan segala
aktivitas kehidupan lainnya. Oleh karena itu, hendaknya siswa dan
mahasiswa yang belajar dalam bidang agama islam khususnya, hendaknya
bersunguh-sungguh dalam mempelajari dan menerapkan akhlak yang baik
dimanapun berada. Agar nantinya tergolong menjadi orang-orang yang
memiliki kesempurnaan iman.
C. Implikasi Penelitian
Pada taraf yang lebih operasional, kesimpulan di atas membawa
beberapa implikasi ke luar dari pokok pembahasan penelitian. Dari
pembahasan tentang pendidikan akhlak menurut Sayyid Abdullah bin Alwi
Al-Haddad dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah di atas, penulis menemukan
beberapa implikasi positif dan implikasi negatif terutama untuk menjawab
relevensi dengan kebutuhan pelajar sekarang dan masyarakat:
1. Pendidikan akhlak yang berfungsi untuk memperkokoh daya-daya positif
yang natural di dalam diri manusia mengharuskan ada sistem pendidikan
akhlak yang didasarkan pada perkembangan jiwa manusia secara
integral.
2. Secara implisit diketemukan semangat penanaman nilai-nilai pendidikan
akhlak yang berkiblat kepada satu arah yakni al-Qur'an dan Rasulullah
sendiri sebagai kiblat akhlakul karimah.
92
3. Usaha mentransformasikan nilai-nilai dan membina kepribadian umat
Islam ditinjau dari sudut pendidikan akhlak walaupun relatif sukses,
namun memerlukan tindak lanjut atau kontribusi dari berbagai kalangan,
khususnya para pencinta ilmu. Penjelasan yang lebih dalam tentang nilai-
nilai yang terkandung dalam kitab Risalah Al-Mu’awanah perlu
diungkapkan sehingga para pengkajit kitab tersebut tidak hanya faham
dalam dataran teknisi namun juga secara esensial nilai kitab Risalah Al-
Mu’awanah.
4. Dalam proses pembelajaran, aspek yang dikedepankan adalah bagaimana
audiensnya dapat lebih menambah wawasan dan pemahaman terhadap
ajaran agama Islam dan menambah ketaatan beragama dengan tidak
mengabaikan disiplin ilmu lain.
Sehubungan dengan implikasi di atas, dapat dikatakan bahwa
implikasi dari nilai-nilai pendidikan akhlak kitab Risalah Al-Mu’awanah
tidak hanya memberikan kepuasan jiwa dalam mendendangkan kata-kata
yang indah, tetapi memiliki kemampuan "meneladankan" nilai-nilai positif
kepada peserta didik.
D. Kata Penutup
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas
rahmat, taufik serta hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam
menyusun skripsi yang sangat sederhana dengan segala keterbatasannya.
Akhirnya, semoga walaupun penuh dengan kekurangan dapat memberikan
manfaat bagi penulis khususnya, dan para pembaca pada umumnya, dan
93
hanya kepada Allah SWT penulis memohon semoga Allah memberikan
manfaat dengan skripsi ini, serta memberikan segala hal yang diangan-
angankan oleh penulis.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata. (Ed). 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa.
Achmad Mubarok. dan Syamsul Yaqin. 2011. Buku Seri Akhlak Mulia Mengukir
Jati Diri. Bandung. PT. Imperial Bhakti Utama.
Al-Badawi, Mustofa Hasan. 1994. Al-Imam Al-Haddad Mujaddid Al-Qur’an
Atsani ‘Asyaro Sirotuhu wa Manhajuhu. Dar Al-Hawi.
Al-Ghalayaini, Musthafa. ‘Idhatun Nasyi’in. Terjemah oleh Abdai Rathomy.
2000. Semarang: PT. Karya Toha Putra.
Al-Ghazali, Muhammad. Tt. Ihya’ Ulumudin. Indonesia: Al-Haromain.
Khulukul Qur’an. Terjemah oleh Anwar, Masy’ari.
2008. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
. Tt. Al-‘Ilm. Terjemah oleh Al-Baqir, Muhammad.
1996. Bandung: Karisma.
Al-Ghamidi, Abdullah. 2011. Cara Mengajar (Anak/ Murid) Ala Luqman Al-
Hakim. Terjemah oleh Imam Khoiri. Jakarta Selatan: Sabil.
Al-Haddad, Abdullah bin Alwi. 2010. Risalatul Mu’awanah wa Al-Mudhaharah
wa Al-Muwazarah li Ar-Rhaghibin min Al-Mu’minin fi Suluk Thariq
Al-Akhirah, Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah.
Tt. Risalah Al-Mu’awanah wa Al-Muwazhaharah
wa Al-Muwazarah Li Ar-Rhaghibin min Al-Mu’minin fi Suluk Thariq
Al-Akhirah. Terjemah oleh Ihsan, H. Ainul Ghoerry. Suchaimi. Tt.
Surabaya: Al-Hidayah.
Al-Hasan, Yusuf Muhammad. Al-Wajiz fi at-Tarbiyah. Terjemah oleh
Muhammad Yusuf Harun. 2014. Jakarta: Darul Haq.
Al-Jaza’iri, Abu Bakar Jabir. Tt. Minhajul Muslim. Terjemah oleh Mustofa aini,
Amir Hamzah Fachrudin, Kholif Mutaqin. Malang: PT. Megatama
Sofwa Pressindo.
Al-Nawawi, Yahya bin Syarifudin. Tt. Al-Arba’in Nawawi. Semarang: Pustaka
Aalawiyah.
Al-Qasimi, Muhammad Jamaludin. 2005. Mauidzatul Mu’minin. Jakarta: Dar Al-
Kutub Al-Islamiyah.
Az-Zarnuji. 2010. Ta’limul muta’allim. Jakarta: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah.
Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. Jakarta: Cipta Adi Pustaka.
Hasan Sadly. 1991. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Mardalis. 1995. METODE PENELITIAN Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta:
Bumi Aksara.
Mohammad Asrori. 2008. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Munzier dan Heri Noer Ali. 2008. Watak Pendidikan Islam. Jakarta Utara: Friska
Agung Insani.
Noeng Muhadjir, 1991. Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikana Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Samarqandi, Abu Laits. Tanbihul Ghafilin. 2010. Lebanon: Dar Al-Ghad Al-
Jadid.
Tanbihul Ghafilin. Terjemah oleh Abu Imam
Taqiyuddin. 2009. Surabaya: Mutiara Ilmu.
Sutrisno Hadi. 1990. Metodologi Research. Yogyakarta: Ando Offset.
Suharso dan Ana Retroningsih. 2011. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap.
Semarang: Widya Karya.
Soejono dan Abdurrahman. 2005. METODE PENELITIAN Suatu Pemikiran dan
Penerapan. Jakarta: PT. Bina Adiaksara. PT. Rineka Cipta.
Sulaiman, Abu Amr Ahmad. Minhaj ath-Thifl al-Muslim fi Dhau’ al-Kitab wa as-
Sunnah. Terjemah oleh Luqman Hakim. 2014. Jakarta: Darul Haq.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikan
bagian I. Bandung. PT. Imperial Bhakti Utama.
2007. Ilmu Dan Aplikasi Pendidikkan
bagian III. Bandung: PT. Imperial Bhakti Utama.
Zaenuri Siroj dan Al-Arif, Adib. 2009. Hebatnya Akhlak di atas Ilmu dan Tahta
Jilid 1 . Surabaya: Bintang Books.
2009. Hebatnya Akhlak di atas Ilmu dan Tahta
Jilid 2 . Surabaya: Bintang Books.
Zakiyah Darajat. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
http//www.al-quran-digital.com
http//www.maktabahsamilah.com
http://anneahira.com/sejarah-kerajaan-turki-usmani.html
http://majlismajlas.blogspot.com/2006/08/hikam-al-haddad-3.html
http://www.alhawi.net/riwayat.htm
https://id.wikipedia.org/wiki/Abdullah_bin_Alawi_al-Haddad
http://nurulmusthofabintaro.blogspot.com/2011/03/manaqib-al-habib-abdullah
bin-alwi-bin.html
LAMPIRAN
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) Jalan Lingkar Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716
Website : tarbiyah.iainsalatiga.ac.id Email: [email protected]
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Dliya Udin Wifqi Fakultas : F T I K
NIM : 111 10 115 Jurusan : PAI
Dosen P.A. : Dr. Muna Erawati, M.Si.
No Nama Kegiatan Pelaksanaan Keterangan Nilai
1. OPAK STAIN Salatiga 25-27 Agustus
2010
Peserta 3
2. User Education oleh UPT
Perpustakaan Stain
Salatiga
20-25 Septmber
2010
Peserta 2
3. National Workshop of
Entrepreneurship And
Basic Cooperation 2010
19 Desember 2010 Peserta 8
4. Seminar Nasional “Pilar-
Pilar Penanggulangan
Korupsi di Indonesia
Perspektif Agama,
Budaya, dan Negara” yang
diselenggarakan oleh HMJ
Syariah STAIN Salatiga
22 Juni 2011 Peserta 8
5 Lomba Qiroatul Qutub
anta Pesantren Se-
Kabupaten Semarang
23 Juli 2011 Panitia 3
6 Haflah Akhirussanah dan
Haul K.H.Djalal Suyuthi
Ke-64 Pon-Pes AL-
MANAR
29 Juli 2011 Panitia 3
7 Gebyar Rebana Ke-V Pon-
Pes AL-MANAR
29 Juli 2011 Panitia 3
8 ODK (Orientasi Dasar
Keislaman) STAIN
24 Agustus 2011 Peserta 2
Salatiga Tema
“Menemukan Muara
Sebagai Mahasiswa
Rahmatan Lil Alamain”
9. Seminar Entrepreneurship
dan Koperasi
25 Agustus 2011 Peserta 2
10. “Pendakian Massal
Konservasi dan Bersih
Gunung Merbabu Mapala
MITAPASA”
26-27 November
2011
Peserta 2
11. Seminar Regional Tema
“Peran Mahasiswa Dalam
Mengawal BLSM (BLT)
Tepat Sasaran”
03 Mei 2012 Peserta 4
12. Workshop
Entrepreneurship tema
“Mencetak Mahasiswa
Entrepreuner Perubahan
Ekonomi Kerakyatan
Dimasa Depan” oleh KSEI
dan KOPMA FATAWA
STAIN salatiga
7-8 Juli 2012 Panitia 3
13 Haflah Akhirussanah dan
Haul K.H.Djalal Suyuthi
Ke-65 Pon-Pes AL-
MANAR
13 Juli 2012 Panitia 3
14 Gebyar Rebana Ke-VI
Pon-Pes AL-MANAR
13 Juli 2012 Panitia 3
15. Gerakan Santri Menulis
Sarasehan Jurnalistik
Ramadhan 2012 di Pondok
Pesantren Al-Falah
Grogol, Sidomukti, Kota
Salatiga
03 Agustus 2012 Peserta 4
16. Seminar Nasional
Kebangsaan Oleh IPNU
Kab. Semarang
27 Desember 2012 Peserta 8
17. Public Hearing
“Optimalisasi Kinerja
Lembaga Melalui Kritik
dan Saran Mahasiswa”
oleh SEMA STAIN
Salatiga
02 April 2013 Peserta 2
18 Juara 2 Lomba Cerdas
Cermat Ilmu Agama di
Pon-Pes AL-MANAR
29 Juni 2013 Peserta 3
19 Gebyar Rebana Ke-VII
Pon-Pes AL-MANAR
30 Juni 2013 Panitia 3
20 Haflah Akhirussanah dan
Haul K.H.Djalal Suyuthi
Ke-66 Pon-Pes AL-
MANAR
30 Juli 2013 Panitia 3
21. “Musabaqah Tilawatil
Quran (MTQ) Mahasiswa
v” oleh JQH STAIN
Salatiga
23 Oktober 2013 Peserta 3
22. Training SIBA-SIBI
diselenggarakan oleh CEC
dan ITTAQO
08-09 November
2013
Peserta 2
23. Talk Show “How to be a
Successful Creative
Preneur to Face ASEAN
Economic Community
2015” oleh KOPMA
FATAWA
07 April 2014 Peserta 2
24. SIBA-SIBI Training UTS
oleh CEC dan ITTAQO
2-3 Mei 2014 Peserta 3
25. Pendidikan Lanjutan
Perkoperasian (PLP)
16-18 Mei 2014 Peserta 3
26 Haflah Akhirussanah dan
Haul K.H.Djalal Suyuthi
Ke-67 Pon-Pes AL-
MANAR
21 Juni 2014 Panitia 3
27 Gebyar Rebana Ke-VIII
Pon-Pes AL-MANAR
26 Juni 2014 Panitia 3
28. Workshop
Entrepreneurship
“Optimalisasi Peran
Mahasiswa dalam
Berwirausaha untuk
Kemajuan Perekonomian
Indonesia”
13-14 September
2014
Peserta 2
29. Training Of Trainer (TOT) 27-28 September
2014
Peserta 3
30. Pendakian Massal dan
aksi Pungut Sampah
Mapala MITAPASA
11-12 Oktober
2014
Peserta 3
31. SIBA-SIBI Traininf UTS
Semester Ganjil oleh CEC
dan ITTAQO
24-25 Oktober
2014
Peserta 3
32. Talksow Pra Nikah dengan
tema “Menjemput Jodoh
Impian” oleh RKI Kota
Salatiga dengan LDK
Darul Amal STAIN
Salatiga
09 November 2014 Peserta 2
33. Seminar Nasional
Entrepreneurship
diselenggarakan oleh
Gerakan Pramuka Racana
Stain Salatiga
16 November 2014 Peserta 8
34. Pendidika Dasar
Perkoperasian (PDP)
“Membangun Jiwa
Entrepreneur Dengan
Berkoperasi”
28 November 2014 Peserta 2
35. SIBA-SIBI Training UAS
oleh CEC dan ITTAQO
19-20 Desember
2014
Peserta 3
36. Seminar Harmonisasi
Lingkungan
diselenggarakan oleh
Mapala MITAPASA
27 Desember 2014 Peserta 2