Penyajian Data Informasi Kementerian Negara Pemuda dan ...
Embed Size (px)
Transcript of Penyajian Data Informasi Kementerian Negara Pemuda dan ...
-
Penyajian Data Informasi Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
Tahun 2008
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
-
Penyajian Data Informasi Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
Tahun 2008
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
-
i
PENYAJIAN DATA INFORMASI KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA TAHUN 2008 ISBN: Ukuran Buku: 15,7 cm x 24 cm Jumlah Halaman: 163 + xii Naskah: Tim Penyusun Gambar Kulit: Tim Penyusun Diterbitkan oleh: Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya
-
ii
PENYAJIAN DATA INFORMASI KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAHRAGA TAHUN 2008 Tim Penyusun Naskah
Penangung Jawab : Wynandin Imawan
Penyunting : Wien Kusdiatmono
Nur Syahrizal
Penulis : Wien Kusdiatmono
Retno Harisah
Dewa Ayu Eka Sumarningsih
Suhariadi
Penyiapan Data : Wien Kusdiatmono
Retno Harisah
Dewa Ayu Eka Sumarningsih
Suhariadi
-
iii
Kata Pengantar
Penyajian Data Informasi Kementerian Negara Pemuda dan
Olahraga 2008 merupakan publikasi yang menyajikan informasi
mengenai kepemudaan dan keolahragaan di Indonesia. Data
dan Informasi pemuda yang disajikan meliputi kependudukan,
pendidikan, kesehatan, angkatan kerja, pemberdayaan pemuda,
proyeksi penduduk, serta pemuda dan pengentasan kemiskinan.
Informasi kependudukan mencakup jumlah dan persebaran
pemuda, pemuda menurut jenis kelamin, status perkawinan dan
partisipasi pemuda dalam keluarga berencana. Informasi aspek
pendidikan antara lain mencakup partisipasi sekolah, dan
pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Informasi aspek kesehatan
meliputi angka kesakitan dan jenis keluhan kesehatan.
Pembahasan angkatan kerja meliputi tingkat partispasi angkatan
kerja pemuda dan angka pengangguran di kalangan pemuda.
Informasi pada aspek pemberdayaan pemuda mencakup
ketersediaan fasilitas olah raga, prestasi olah raga dan sains yang
dicapai pemuda Indonesia dan Sarjana Pembangunan di
Pedesaan (SP-3). Publikasi ini juga menyajikan proyeksi pemuda
sampai tahun 2015. Pembahasan pemuda dan pengentasan
kemiskinan, meliputi kemiskinan dan umur dan peranan pemuda
dalam pengentasan kemiskinan.
Sumber data dan informasi yang digunakan dalam publikasi
ini berasal dari berbagai sumber antara lain: Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) Panel Maret 2005 dan Susenas Panel Maret
2007, Susenas Kor Juli 2007, Survei Potensi Desa (PODES) 2005 dan
PODES 2008, dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2007.
Ketiga sumber data tersebut berasal dari kegitan survei/sensus
yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS). Selain ketiga
sumber data tersebut, dalam publikasi ini menggunakan pula
-
iv
data yang bersumber dari Komite Olahraga Nasional Indonesia
(KONI) dan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
khususnya mengenai pencapaian prestasi olah raga dan Sarjana
Penggerak Pembangunan di Pedesaan.
Publikasi ini merupakan publikasi tahunan Kementerian
Pemuda dan Olahraga. Kepada semua pihak yang telah
berpartisipasi dalam penyusunan publikasi ini, disampaikan
penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga
publikasi ini bermanfaat. Kritik dan saran sangat kami harapkan
guna penyempurnaan di masa mendatang.
Jakarta, Desember 2008
Tim Penyusun
-
v
Sambutan
...
-
vi
-
vii
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar...................................................................................... iii
Sambutan ..............................................................................................v
Daftar Isi ...............................................................................................vii
Daftar Tabel.......................................................................................... ix
Daftar Gambar ......................................................................................xi
Daftar Lampiran ...................................................................................xii
Bab 1 Pendahuluan ...............................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................1
1.2 Tujuan.................................................................................3
1.3 Sumber Data .......................................................................5
1.4 Sistematika Penyajian.........................................................6
Bab 2 Kependudukan............................................................................7
2.1 Jumlah dan Persebaran Pemuda..........................................7
2.2 Rasio Jenis Kelamin Pemuda menurut Propinsi dan
Kelompok Umur ................................................................10
2.3 Status Perkawinan Pemuda.................................................11
2.4 Partisipasi Pemuda dalam Keluarga Berencana .................12
Bab 3 Pendidikan..................................................................................15
3.1 Tingkat Partisipasi Sekolah ................................................16
3.2 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan .............................18
3.3 Buta Aksara ........................................................................20
Bab 4 Kesehatan ...................................................................................23
4.1 Angka Kesakitan Pemuda...................................................25
4.2 Jenis Keluhan Kesehatan ....................................................27
Bab 5 Pemuda dan Angkatan Kerja......................................................29
5.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda......................31
5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka..........................................34
-
viii
Bab 6 Pemberdayaan Pemuda ..............................................................37
6.1 Pembangunan Olahraga ......................................................39
6.2 Prestasi Pemuda..................................................................42
6.2.1 Prestasi Pemuda di Pekan Olahraga Nasional ...........43
6.2.2 Prestasi Pemuda di SEA Games................................44
6.2.3 Prestasi Pemuda di ASIAN Games ...........................48
6.2.4 Prestasi Pemuda di Olimpiade...................................51
6.2.5 Prestasi Pemuda di Bidang Sains ..............................53
6.2.6 Prestasi Sarjana Penggerak Pembangunan di
Pedesaan.....................................................................57
Bab 7 Proyeksi Pemuda........................................................................63
7.1 Metode Proyeksi .................................................................63
7.2 Hasil Proyeksi.....................................................................64
Bab 8 Pemuda dan Pengentasan Kemiskinan.......................................69
8.1 Rata-rata Umur Kepala Rumah Tangga Miskin .................71
8.2 Distribusi Kemiskinan Pemuda Sebagai Kepala
Rumah Tangga....................................................................76
8.3 Peran Pemuda dalam Program Penanggulangan
Kemiskinan.........................................................................81
8.3.1 Program Terpadu Program Keluarga
Sejahtera (PROKESRA)...........................................82
8.3.2 Program Pembangunan Keluarga Sejahtera .............83
8.3.3 Program Inpres Desa Tertinggal (IDT) ....................84
8.3.4 Program Kesejahteraan Sosial (PROKESOS)..........85
8.3.5 Program Terkait Lainnya..........................................87
Daftar Pustaka ......................................................................................89
Lampiran...............................................................................................91
-
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Persentase Pemuda menurut Status Perkawinan, Daerah Tempat Tinggal, dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ............12 Tabel 2.2 Persentase Pemuda Pernah Kawin menurut Partisipasi dalam Keluarga Berencana dan Daerah Tempat Tinggal, Tahun 2007 .......................................................................13 Tabel 3.1 Persentase Pemuda menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ...............................................17 Tabel 3.2 Angka Buta Aksara menurut Daerah Tempat Tinggal Kelompok umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 .............21 Tabel 4.1 Angka Kesakitan Pemuda menurut Jenis Kelamin dan Pulau/Kepulauan, Tahun 2007 ...................................26 Tabel 4.2 Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ......................28 Tabel 4.3 Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan , Kelompok Umur Tahun 2007 .................28 Tabel 5.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda menurut Propinsi, Jenis Kelamin dan Daerah, Tahun 2007 ............33 Tabel 5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Pemuda menurut Propinsi, Daerah dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ............36 Tabel 6.1 Perolehan Medali SEA Games Tahun 2007 .....................46 Tabel 6.2 Lokasi ASEAN ParaGames...............................................46 Tabel 6.3 Perolehan Medali ASEAN ParaGames III .......................47 Tabel 6.4 Perolehan Medali ASEAN ParaGames IV .......................47 Tabel 6.5 Perkembangan Peringkat Indonesia dalam ASEAN Games .................................................................49 Tabel 6.6 Perolehan Medali Kejuaraan ASEAN Beach Games I......50
-
x
Tabel 6.7 Perolehan Medali Tim Indonesia, menurut Cabang Olahraga, Olimpiade Tahun 1952-2008 ...........................51 Tabel 6.8 Perolehan Medali Tim Indonesia menurut Tahun Kejuaraan...........................................................................52 Tabel 7.1 Jumlah Pemuda 2005 dan Proyeksi Pemuda 2006-2015 menurut Kelompok Umur (dalam ribuan) .........................66 Tabel 7.2 Perbandingan Jumlah Pemuda 2005 dan Proyeksi Pemuda, Tahun 2015 .........................................................68 Tabel 8.1 Karakteristik Sosial Demografi Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Tidak Miskin menurut Daerah, Tahun 2007 .......................................................................72 Tabel 8.2 Karakteristik Sosial Demografi Rumah Tangga Miskin dan Rumah Tangga Tidak Miskin menurut Daerah, Tahun 2005 .......................................................................73 Tabel 8.3 Persentase Rumah Tangga Miskin, Tidak Miskin dan Head Count Index menurut Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga, Tahun 2007 .............................................75 Tabel 8.4 Persentase Rumah Tangga Miskin, Tidak Miskin dan Head Count Index menurut Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga, Tahun 2005 .............................................76 Tabel 8.5 Persentase Rumah Tangga Miskin menurut Jenis Kelamin Kepala Rumah Tangga, Tahun 2007...................77 Tabel 8.6 Distribusi Persentase Pemuda sebagai Kepala Rumah Tangga Miskin menurut Provinsi dan Pendidikan, Tahun 2007 ........................................................................79 Tabel 8.7 Persentase Pemuda sebagai Kepala Rumah Tangga Miskin menurut Provinsi dan Lapangan Pekerjaan, Tahun 2007 ........................................................................80 Tabel 8.8 Persentase Pemuda sebagai Kepala Rumah Tangga Tangga menurut Status Pekerjaan dan Provinsi, Tahun 2007 ........................................................................81
-
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Persentase Pemuda menurut Pulau, Tahun 2007 ........... 9 Gambar 2.2 Rasio Pemuda menurut Kelompok Umur, Tahun2007...11 Gambar 2.3 Persentase Pemuda dalam Keluarga Berencana menurut Kelompok Umur, Tahun 2007 .........................14 Gambar 3.1 Partisipasi Sekolah Pemuda menurut Daerah Tempat Tinggal, Tahun 2007 .......................................................18 Gambar 3.2 Persentase Pemuda menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, Tahun 2007........................19 Gambar 4.1 Angka Kesakitan Pemuda menurut Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ........................26
Gambar 5.1 Persentase Pemuda menurut Kegiatan, Tahun 2007.......30 Gambar 5.2 Persentase Pemuda Bekerja dan Mengurus Rumah Tangga, Tahun 2007 ......................................................30 Gambar 5.3 Persentase Pemuda Bekerja menurut Jenis Kelamin, dan Daerah Tempat Tinggal Tahun 2007 .....................31 Gambar 6.1 Jumlah SP-3 menurut Angkatan ....................................59 Gambar 7.1 Proyeksi Pemuda menurut Kelompok Umur, 2005-2015 ......................................................................65 Gambar 7.2 Persentase Pemuda menurut Pulau, 2005-2015..............68
-
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Jumlah Pemuda menurut Propinsi dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ...................................................92 Lampiran 2 Jumlah Pemuda menurut Propinsi dan Kepadatan Pemuda, Tahun 2007 ....................................................93 Lampiran 3 Rasio Pemuda menurut Propinsi, Tahun 2007 ...............94 Lampiran 4 Partisipasi Pemuda dalam Keluarga Berencana menurut Propinsi dan Tipe Daerah, Tahun 2007 .........95 Lampiran 5 Persentase Pemuda menurut Propinsi dan Partisipasi Sekolah, Tahun 2007 ...................................97 Lampiran 6 Persentase Pemuda menurut Propinsi, Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan, dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ..........................................98 Lampiran 7 Persentase Pemuda menurut Kemampuan Baca-Tulis dan Propinsi, Tahun 2007 ..........................100 Lampiran 8 Angka Kesakitan Pemuda menurut Propinsi dan Jenis Kelamin, Tahun 2007 ..........................................101 Lampiran 9 Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Propinsi, Tahun 2007 .............102 Lampiran 10 Persentase Desa menurut Keberadaan Lapangan Olahraga, Propinsi dan Jenis Lapangan Olahraga, Tahun 2005 ..................................................104 Lampiran 11 Persentase Desa menurut Keberadaan Lapangan Olahraga, Propinsi dan Jenis Lapangan Olahraga, Tahun 2008 ..................................................106 Lampiran 12 Persentase Desa yang Memiliki Kelompok Kegiatan Olahraga menurut Propinsi dan Jenis Olahraga, Tahun 2005 ...................................................................108
-
xiii
Lampiran 13 Persentase Desa yang Memiliki Kelompok Kegiatan Olahraga menurut Propinsi dan jenis Olahraga, Tahun 2008 ...................................................................110 Lampiran 14 Jumlah Perolehan Medali PON menurut Propinsi, Jenis Medali dan Peringkat, Tahun 1993 ......................112 Lampiran 15 Jumlah Perolehan Medali PON menurut Propinsi, Jenis Medali dan Peringkat, Tahun 1996 ......................113 Lampiran 16 Jumlah Perolehan Medali PON menurut Propinsi, Jenis Medali dan Peringkat, Tahun 2000 ......................114 Lampiran 17 Jumlah Perolehan Medali PON menurut Propinsi, Jenis Medali, dan Peringkat, Tahun 2004 .....................115 Lampiran 18 Jumlah Perolehan Medali PON XVII menurut Propinsi, dan Jenis Medali, Tahun 2008 .......................116 Lampiran 19 Jumlah Perolehan Medali SEA Games XXI menurut Cabang Olahraga dan Jenis Medali, Tahun 2001 ...................................................................117 Lampiran 20 Jumlah Perolehan Medali dari Medali Emas yang Diperebutkan SEA Games XXII menurut Cabang Olahraga dan Jenis Medali, Tahun 2003 ......................118 Lampiran 21 Jumlah Perolehan Medali SEA Games XXIV menurut Negara, Jenis Medali, Jenis Kelamin, dan Peringkat, Tahun 2007 ...........................................119 Lampiran 22 Banyaknya Nomor yang Dipertandingkan, Nomor yang Diikuti dan Perolehan Medali SEA Games XXIII menurut Cabang Olahraga, Events, dan Jenis Medali, Tahun 2005 .........................120 Lampiran 23 Banyaknya Nomor yang Dipertandingkan, Nomor yang Diikuti dan Perolehan Medali SEA Games XXIII menurut Cabang Olahraga, Events, dan Jenis Medali, Tahun 2005 .........................122
-
xiv
Lampiran 24 Banyaknya Events SEA Games XIX-XXIV menurut Cabang Olahraga, Tahun 1997-2007 ..............126 Lampiran 25 Jumlah Perolehan Medali dan Nama Atlet menurut Cabang Olahraga, Events, Jenis Medali, dan Nama Pelatih SEA Games XXIV, Tahun 2007 ............128 Lampiran 26 Jumlah Perolehan Medali Asian Beach Games Bali menurut Peringkat, Negara, dan Jenis Medali, Tahun 2008 ...................................................................152 Lampiran 27 Jumlah Perolehan Medali Olimpiade menurut Event Olahraga, Cabang Olahraga, Atlet Peraih Medali, dan Jenis Medali, Tahun 1988-2008 ...............153 Lampiran 28 Data Realisasi SP-3 Angkatan I s/d XVII .....................154 Lampiran 29 Proyeksi Pemuda Berumur 18-35 Tahun menurut Propinsi, Tahun 2005-2015 (dalam ribuan) ..................156 Lampiran 30 Proyeksi Pemuda Laki-Laki Berumur 18-35 Tahun menurut Propinsi, Tahun 2005-2015 (dalam Ribuan) .............................................................158 Lampiran 31 Proyeksi Pemuda Perempuan Berumur 18-35 Tahun menurut Provinsi, Tahun 2005-2015 (dalam Ribuan) .............................................................160 Lampiran 32 Proyeksi Pemuda Indonesia menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur, Tahun 2005 2015 (dalam Ribuan) .............................................................162 Lampiran 33 Jumlah Pemuda 2005 dan Proyeksi Pemuda Tahun 2006-2015 menurut Kelompok Umur (dalam ribuan) ...............................................................163
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pemuda dan olahraga mempunyai peran strategis dalam
menunjang terciptanya masyarakat Indonesia yang berkualitas di masa
mendatang. Pemuda merupakan kelompok masyarakat yang memiliki
peranan penting dalam pembangunan serta memiliki nilai dan posisi
strategis dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam perjalanan
sejarah bangsa Indonesia, kelompok pemuda selalu mengambil peran
penting, mulai dari sebagai pelopor organisasi modern Budi Utomo,
Sumpah Pemuda, pelaksanaan kemerdekaan Republik Indonesia (RI)
1945, peristiwa sekitar tahun 1965 sampai pelopor reformasi di tanah air.
Siapakah pemuda yang dimaksud? Pemuda merupakan sebutan bagi
penduduk yang berusia 18 hingga 35 tahun.
Pada publikasi Penyajian Data Informasi Kementerian Pemuda
dan Olahraga Tahun 2006 dan 2007 yang disebut dengan pemuda adalah
penduduk yang berumur 15-35 tahun. Namun, berdasarkan Rancangan
Undang-Undang Kepemudaan tahun 2008, penyebutan pemuda
ditujukan untuk penduduk yang berusia 18-35 tahun. Dalam Undang
Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2002 Pasal 1 tentang
Perlindungan Anak disebutkan secara jelas bahwa usia di bawah 18
BAB
1
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 2
tahun dikategorikan sebagai anak. Sehingga definisi pemuda yang
digunakan pada publikasi tahun 2008 tidak memasukkan anak (15-17
tahun) sebagai bagian dari pemuda.
Peranan pemuda tidak berhenti sampai perjalanan sejarah bangsa
di masa lalu. Kini pemuda merupakan generasi penerus, penanggung
jawab dan pelaku pembangunan. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia
khususnya kelompok pemuda yang berkualitas di masa depan sangat
dibutuhkan.
Untuk menunjang terciptanya manusia yang berkualitas, maka
olahraga merupakan salah satu instrumen pembangunan nasional yang
akan mewujudkannya. Dalam UU No. 3 Tahun 2005 secara jelas
disebutkan bahwa tujuan keolahragaan nasional adalah untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia,
menanamkan nilai moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin,
mempererat dan membina persatuan dan kesatuan bangsa, memperkukuh
ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan kehormatan
bangsa. Menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional disebutkan bahwa olahraga adalah segala
kegiatan yang sistematis untuk mendorong, membina, serta
mengembangkan potensi jasmani, rohani, dan sosial.
Mengingat peran penting pemuda dalam pembangunan serta
proporsinya yang mencapai 32,4 persen penduduk Indonesia (Angka
Proyeksi, BPS) menjadikan pembangunan pemuda sebagai fokus
perhatian pemerintah. Keberhasilan pembangunan pemuda sebagai
sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki keunggulan daya
saing, merupakan salah satu kunci untuk membuka peluang keberhasilan
di berbagai sektor pembangunan lainnya. Di samping itu, berbagai
tantangan yang muncul dalam mempersiapkan, membangun, dan
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 3
memberdayakan pemuda dapat mengganggu kesinambungan, kestabilan
dalam pembangunan nasional, bahkan mungkin akan mengancam
integrasi bangsa. Seperti tawuran dan kriminalitas lainnya,
penyalahgunaan Narkoba dan Zat Adiktif lainnya (NAZA), minuman
keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular, penyaluran
aspirasi dan partisipasi, serta apresiasi terhadap kalangan pemuda.
Pembangunan di bidang kepemudaan secara khusus ditangani oleh
Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga. Kementerian ini mempunyai
tugas membantu presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi
di bidang pemuda dan olahraga.
Untuk mendukung pembangunan di bidang kepemudaan dan
olahraga yang terarah dan tepat sasaran, maka diperlukan perencanaan
berbasis data pemuda dan olahraga yang akurat. Data pemuda dan
olahraga ini dapat menjadi pijakan dalam mempersiapkan, membangun,
dan memberdayakan pemuda. Berkaitan dengan hal tersebut, maka
dipandang perlu melakukan kegiatan penyediaan data pemuda dan
olahraga yang berkelanjutan dan mencakup seluruh wilayah di Indonesia.
Keberadaan data ini diharapkan dapat membantu berbagai program
pembangunan pemuda dan olahraga di masa mendatang yang dapat
dipertanggungjawabkan.
1.2 Tujuan
Penyajian data dan informasi Kementerian Negara Pemuda dan
Olahraga, tahun 2008 ini bertujuan untuk:
1. Menyajikan gambaran kondisi (profil) pemuda Indonesia dilihat
dari aspek jenis kelamin, umur, pendidikan, kesehatan, dan
ketenagakerjaan. Profil ini akan memberikan gambaran tentang
sumber daya pemuda Indonesia. Sehingga diharapkan dapat
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 4
diketahui kualitas pemuda dari aspek pendidikan dan kesehatan.
Melalui profil ini diharapkan pula dapat mengetahui angka
penyerapan tenaga kerja dan tingkat pengangguran di kalangan
pemuda.
2. Menyajikan data ketersediaan fasilitas olahraga di setiap propinsi.
Ketersediaan fasilitas merupakan syarat mutlak memasyarakatkan
olahraga di masyarakat. Adalah suatu kemustahilan apabila
mengharapkan prestasi olahraga yang tinggi tanpa memperhatikan
ketersediaan fasilitas, karena itu perlu diketahui ketersediaan
fasilitas olahraga di setiap propinsi.
3. Menyajikan data tingkat pencapaian prestasi keolahragaan pemuda
Indonesia. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan di
bidang olahraga adalah tingkat pencapaian prestasi. Pada dasarnya
semua kegiatan pembangunan bidang olahraga, baik yang berupa
sarana dan prasarana, regulasi dan kebijakan bermuara pada tujuan
meningkatnya prestasi di bidang keolahragaan.
4. Menyajikan data proyeksi pemuda Indonesia sampai tahun 2015.
Proyeksi penduduk diperlukan terutama terkait dengan
perencanaan program pembangunan di masa mendatang. Sehingga
diharapkan dapat disusun suatu program yang tepat guna dan tepat
waktu.
5. Menyajikan karakteristik rumah tangga miskin, termasuk di
dalamnya adalah rumah tangga miskin yang dikepalai pemuda.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 5
1.3 Sumber Data
Sumber data dan informasi yang digunakan dalam publikasi ini
sebagian besar bersumber dari survei atau sensus yang dilakukan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu meliputi:
1. Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Panel Maret 2005 dan
Susenas Panel Maret 2007 dan Kor Juli 2007. Susenas adalah
survei rutin tahunan yang diselengarakan BPS melalui pendekatan
rumah tangga. Sampel Susenas mencakup seluruh wilayah
Indonesia. Data yang dicakup meliputi variabel sosial dan
ekonomi.
2. Potensi Desa (Podes) 2005 dan Podes 2008. Podes adalah suatu
kegiatan pencacahan lengkap (sensus) terhadap seluruh
desa/kelurahan di Indonesia.
3. Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2007. Sakernas
merupakan kegiatan survei tahunan khusus mengenai angkatan
kerja. Sampel Sakernas mencakup seluruh wilayah Indonesia.
4. Data tingkat pencapaian prestasi pemuda Indonesia dalam arena
olahraga bersumber dari Komite Olahraga Nasional Indonesia
(KONI), Kementerian Pemuda dan Olahraga serta website-website
yang berhubungan.
5. Data Sarjana Pendamping Penggerak Pembangunan di Perdesaan
tahun 2006.
6. Data Proyeksi Pemuda 2008 yang diolah dari Proyeksi Penduduk
Indonesia per Propinsi tahun 2005-2015.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 6
1.4 Sistematika Penyajian
Publikasi ini dibagi menjadi 8 bab. Bab pertama adalah
pendahuluan, yang membahas mengenai latar belakang, tujuan, sumber
data dan sistematika penulisan. Bab ke dua menyajikan masalah
kependudukan yang meliputi jumlah dan persebaran pemuda, pemuda
menurut jenis kelamin, status perkawinan dan partisipasi pemuda dalam
keluarga berencana. Bab ke tiga mengenai pendidikan yang mengulas
tentang partisipasi sekolah, pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan
buta aksara. Bab ke empat membahas tentang kesehatan yang mencakup
angka morbiditas dan pemuda yang mempunyai keluhan kesehatan. Bab
ke lima membahas pemuda dan angkatan kerja yang meliputi partisipasi
pemuda dalam angkatan kerja, dan angka pengangguran. Bab ke enam
tentang pemberdayaan pemuda yang meliputi peran serta pemuda dalam
keolahragaan, di bidang sains, serta prestasi sarjana penggerak
pembangunan di perdesaan. Bab ke tujuh mengenai proyeksi jumlah
pemuda sampai tahun 2015. Dan bab ke delapan yang merupakan bab
terakhir membahas mengenai pemuda dan pengentasan kemiskinan,
kemiskinan dan umur dan peranan pemuda dalam pengentasan
kemiskinan.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 7
Kependudukan
Dalam perencanaan pembangunan, data kependudukan memegang
peranan penting. Data kependudukan yang lengkap dan akurat akan
mempermudah pembuatan perencanaan pembangunan serta diperoleh
perencanaan pembangunan yang tepat.
Data kependudukan, khususnya kelompok usia 18-35 tahun yang
dikategorikan sebagai pemuda juga sama pentingnya dengan data
kependudukan keseluruhan, karena terkait dengan peran strategis mereka
di dalam pembangunan bangsa.
Data kependudukan, khususnya kelompok pemuda akan
membahas masalah jumlah dan persebaran pemuda di Indonesia, rasio
jenis kelamin pemuda menurut kelompok umur, status perkawinan
pemuda, dan partisipasi pemuda dalam Keluarga Berencana (KB).
2.1 Jumlah dan Persebaran Pemuda
Berdasarkan angka proyeksi BPS, penduduk Indonesia pada tahun
2007 sebanyak 225,64 juta jiwa, 32,4 persen di antaranya adalah
kelompok pemuda. Jumlah pemuda yang cukup besar merupakan salah
satu potensi yang dimiliki bangsa Indonesia dalam rangka membangun
BAB
2
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 8
Indonesia di masa kini dan mendatang. Dari 73,12 juta jiwa, ternyata
persentase pemuda perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki, namun
selisihnya tidak berbeda jauh, yaitu hanya 0,11 persen dengan
perbandingan 50,37 persen berbanding 50,48 persen.
Di samping jumlah, persebaran penduduk juga perlu mendapat
perhatian khusus para perencana pembangunan. Informasi mengenai
persebaran penduduk, khususnya pemuda dapat menjadi pijakan dalam
menentukan tingkat konsentrasi pembangunan. Wilayah dengan
konsentrasi pemuda tinggi memerlukan perhatian khusus agar sesuai
dengan daya dukung lingkungan dan dapat menciptakan lapangan
pekerjaan yang dapat meminimalisasi arus urbanisasi maupun
perpindahan penduduk ke satu wilayah saja.
Data Susenas tahun 2007 menunjukkan lebih dari 50 persen
(tepatnya 52,62%) pemuda bertempat tinggal di perdesaan. Hal tersebut
merupakan suatu kewajaran mengingat jumlah penduduk Indonesia yang
bertempat tinggal di perdesaan mencapai 56 persen dan wilayah di
Indonesia masih berstatus perdesaan sekitar 87,8 persen (Podes 2005).
Jika persebaran pemuda dilihat menurut kepulauan, tampak
persebaran yang sangat tidak merata. Sebagian besar terkonsentrasi di
Pulau Jawa dan Pulau Sumatera yang masing-masing mencapai 57,69
persen dan 21,32 persen (lihat Gambar 2.1.). Kedua pulau tersebut
termasuk sebagai kawasan barat Indonesia (KBI). Seperti diketahui
selama ini bahwa pembangunan di Indonesia lebih banyak terkonsentrasi
di kawasan tersebut. GBHN 1999 secara eksplisit menyebutkan bahwa
salah satu arah kebijakan pembangunan daerah adalah meningkatkan
pembangunan di seluruh daerah terutama kawasan timur Indonesia
(KTI). Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan di kawasan barat
Indonesia lebih maju dibanding kawasan timur sehingga KTI perlu
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 9
perhatian khusus. Menurut garis Wallace, KBI meliputi seluruh propinsi
di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Bali, sedangkan KTI meliputi
seluruh propinsi di Pulau Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua, NTB,
dan NTT.
Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
Berdasarkan hasil proyeksi, propinsi-propinsi yang menjadi pusat
konsentrasi pemuda di Pulau Jawa adalah Jawa Barat (13,26 juta), Jawa
Tengah (9,77 juta), dan Jawa Timur (11,46 juta), untuk lebih lengkapnya
dapat dilihat di Lampiran 1.
Besarnya konsentrasi pemuda (lihat Lampiran 2) di Pulau Jawa
menyebabkan kepadatan yang tinggi dibanding pulau-pulau utama
lainnya. Pulau Jawa yang hanya 7 persen dari keseluruhan wilayah
Indonesia dan memiliki jumlah pemuda tertinggi menyebabkan sangat
tingginya kepadatan pemuda di Pulau Jawa yaitu mencapai 326 jiwa
setiap 1 km2. Sedangkan, Propinsi Papua yang luasnya mencapai 16,70
persen dari total wilayah Indonesia (merupakan propinsi terluas), pada
setiap kilometer perseginya hanya didiami sekitar 2 pemuda. Propinsi-
propinsi dengan kepadatan pemuda tertinggi semuanya berada di Pulau
Jawa, yaitu DKI Jakarta (5.285 jiwa/ km2) dengan kepadatan tertinggi
jauh di atas propinsi lainnya, kemudian diikuti oleh propinsi lain di Pulau
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 10
Jawa dengan kisaran di atas 200 pemuda per kilometer persegi. Untuk
propinsi di luar Pulau Jawa, Bali merupakan propinsi dengan kepadatan
tertinggi (191 jiwa/ km2).
2.2 Rasio Jenis Kelamin Pemuda menurut Propinsi dan Kelompok Umur
Rasio jenis kelamin adalah perbandingan jumlah penduduk laki-
laki dengan 100 penduduk perempuan. Data ini berguna untuk
pengembangan perencanaan pembangunan yang berwawasan gender,
terutama berkaitan dengan perimbangan pembangunan laki-laki dan
perempuan secara adil.
Rasio jenis kelamin di Indonesia secara keseluruhan menunjukkan
angka 98 yang berarti bahwa untuk setiap 98 pemuda laki-laki dibarengi
dengan 100 pemuda perempuan atau dengan kata lain pemuda yang
berjenis laki-laki jumlahnya lebih sedikit dibanding pemuda yang
berjenis kelamin perempuan. Namun, rasio ini tidak menggambarkan
keadaan setiap wilayah di Indonesia. Seperti Propinsi Riau, Sumatera
Selatan, Lampung, Bangka Belitung, D.I. Yogyakarta, Bali, Kalimantan
Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat,
dan Papua menunjukkan hal yang sebaliknya, yaitu jumlah pemuda laki-
laki yang lebih banyak dibanding pemuda perempuan (lihat Lampiran 3).
Menurut kelompok umur (lihat Gambar 2.2.), terlihat pola yang
menarik. Semakin tua, rasio jenis kelamin pemuda semakin menurun
yang berarti semakin tua, jumlah pemuda laki-laki semakin berkurang
dibanding pemuda perempuan. Pada kelompok umur 18-19 tahun dan
20-24 tahun, jumlah pemuda laki-laki lebih banyak dibanding pemuda
perempuan (rasio di atas 100). Pada kelompok umur yang lebih tua, yaitu
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 11
25-29 tahun dan 30-35 tahun, terjadi kodisi sebaliknya, jumlah pemuda
perempuan lebih banyak dibanding pemuda laki-laki (rasio di bawah
100).
Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
2.2 Status Perkawinan Pemuda
Mengingat definisi pemuda adalah penduduk yang berumur 18-35
tahun, maka sesuatu yang wajar jika ditemukan ada pemuda yang telah
berstatus kawin. BPS mendefinisikan seseorang berstatus kawin apabila
mereka terikat dalam perkawinan pada saat pencacahan, baik yang
tinggal bersama maupun terpisah, yang menikah secara sah maupun yang
hidup bersama yang oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai
suami istri.
Dari Tabel 2.1 terlihat sebagian besar pemuda di Indonesia telah
berstatus kawin. Seperti di perkotaan, lebih dari 50 persen penduduk
yang berusia 18-35 tahun telah berstatus kawin. Di perdesaan bahkan
hampir mencapai 66 persen.
Pola yang cukup menarik terlihat dalam Tabel 2.1 pemuda
perempuan yang berstatus kawin, cerai hidup, dan cerai mati
menunjukkan persentase yang lebih tinggi dibanding pemuda laki-laki
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 12
baik yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan, begitu juga halnya
dengan pola nasional. Tingginya persentase pemuda perempuan yang
berstatus kawin dibanding pemuda laki-laki terkait dengan keberadaan
UU Perkawinan No. 1 Tahun 2004 mengijinkan perempuan dapat
melakukan perkawinan dengan umur terendah 16 tahun, sedangkan laki-
laki harus berumur 21 tahun ke atas. Serta adanya stigma dalam
masyarakat bahwa menjadi perawan tua merupakan sesuatu yang harus
dihindari dapat menjadi pemicu tingginya perkawinan pemuda
perempuan.
Tabel 2.1: Persentase Pemuda menurut Status Perkawinan, Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin, Tahun 2007
Daerah Tempat Tinggal dan Jenis Kelamin
Belum kawin Kawin
Cerai hidup
Cerai mati
(1) (2) (3) (4) (5)
Perkotaan 45,70 52,60 1,40 0,40
Laki-laki 54,90 44,30 0,70 0,10
Perempuan 36,90 60,60 2,00 0,60 Perdesaan 31,90 65,80 1,80 0,50
Laki-laki 43,80 54,80 1,10 0,20
Perempuan 20,40 76,40 2,40 0,70 Perkotaan + Perdesaan 38,40 59,60 1,60 0,40
Laki-laki 49,00 49,90 0,90 0,20
Perempuan 28,20 68,90 2,20 0,70 Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
2.3 Partisipasi Pemuda dalam Keluarga Berencana (KB)
Program keluarga berencana (KB) merupakan salah satu bentuk
komitmen pemerintah Indonesia dalam rangka menekan jumlah
penduduk. Program yang mulai diluncurkan pada 29 Juni 1970 ini telah
menunjukkan keberhasilan yang ditandai dengan penurunan tingkat
fertilitas, yaitu mulai dari 5,61 anak per wanita pada tahun 1968 menjadi
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 13
4,68 tahun 1977, dan mencapai 2,27 anak per wanita pada tahun 2000
(www.datastatistik-indonesia.com).
Pelaku KB adalah pasangan usia subur yaitu pasangan suami istri
yang istrinya berusia 15-49 tahun. Hal ini berarti pemuda yang
merupakan penduduk berusia 18-35 tahun (termasuk penduduk usia
subur) merupakan salah satu pelaku KB. Jumlah yang mencapai
sepertiga penduduk Indonesia, pemuda dapat menunjukkan perannya
sebagai pelaku KB dalam rangka mengendalikan jumlah serta
meningkatkan kualitas penduduk.
Tabel 2.2: Persentase Pemuda Pernah Kawin menurut Partispasi dalam Keluarga Berencana dan Daerah Tempat Tinggal, Tahun 2007
Partisipasi dalam Keluarga Berencana Daerah Tempat
Tinggal Sedang menggunakan
Tidak menggunakan lagi
Tidak pernah menggunakan
(1) (2) (3) (4)
Perkotaan 59,20 18,60 22,20
Perdesaan 60,80 17,40 21,80
Total 60,10 17,90 22,00
Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
Hasil Susenas 2007 menunjukkan jumlah pemuda yang sedang
menggunakan alat KB atau yang sedang berpartispasi dalam KB telah
mencapai lebih 60 persen yang merupakan tingkat partisipasi yang cukup
tinggi. Jika dibedakan menurut daerah tempat tinggal, ternyata selisih
antara pemuda yang sedang menggunakan KB yang tinggal di perkotaan
dengan yang tinggal di daerah perdesaan hanya 1,6 persen. Ini
merupakan indikasi bahwa kesadaran pemuda untuk mengikuti program
KB di perdesaan hampir sama dengan di perkotaan.
Pencapaian partisipasi KB secara nasional yang mencapai 60
persen tidak searah dengan pencapaian di KTI seperti di Nusa Tenggara
http://www.datastatistik/
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 14
Timur (NTT), Maluku, Papua, dan Papua Barat (lihat Lampiran 4).
Di keempat propinsi tersebut keikutsertaan pemuda dalam program KB
termasuk rendah. Pemuda yang tidak pernah menggunakan KB di NTT
mencapai 48,6 persen, di Maluku mencapai 52,4 persen, di Papua
mencapai 52,7 persen dan di Papua Barat mencatat angka tertinggi yaitu
sebesar 54,7 persen.
Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
Partisipasi KB menurut kelompok umur dari kelompok umur 18-
19 tahun ke kelompok 30-35 tahun tampak meningkat sejalan dengan
meningkatnya umur, yaitu dari 40,89 persen menjadi 62,37 persen.
Kelompok umur 18-19 tahun adalah kelompok pasangan usia
perkawinan muda yang pada umumnya menginginkan punya anak
sehingga mereka belum menggunakan alat kontrasepsi untuk mencegah
kehamilan. Sebaliknya pada umur perkawinan tua, mereka sudah
memiliki anak yang mungkin lebih dari 10 orang, sehingga mereka
banyak menggunakan kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 15
Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
(http://id.wikipedia.org). Proses pembelajaran yang dilalui melalui
pendidikan merupakan salah satu cara dalam peningkatan kualitas
sumber daya manusia, khususnya pemuda yang merupakan tulang
punggung pembangunan nasional.
Pendidikan sangat berperan dalam peningkatan kualitas sumber
daya manusia. Pendidikan yang selalu disertai dengan terobosan secara
konsisten dan berkelanjutan akan mampu menghasilkan manusia-
manusia yang unggul, cerdas, dan kompetitif. Pendidikan merupakan
pondasi dasar untuk menyiapkan SDM bangsa yang berkualitas,
khususnya bagi pemuda yang notabene merupakan SDM potensial yang
akan menjadi penggerak aktif pembangunan bangsa.
Untuk mengukur berhasil atau tidaknya pendidikan di Indonesia
dapat dilihat dari tingkat partisipasi sekolah, tingkat pendidikan tertinggi
yang ditamatkan, dan angka buta aksara. Ketiga indikator yang
BAB
3
http://id.wikipedia.org/wiki/Belajarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaranhttp://id.wikipedia.org/wiki/Peserta_didikhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kepribadian&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Kecerdasanhttp://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Keterampilan&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakathttp://id.wikipedia.org/
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 16
disebutkan di atas akan dibahas pada bab ini, baik menurut jenis kelamin
maupun daerah tempat tinggal.
3.1 Tingkat Partisipasi Sekolah
Susenas 2007 membedakan tingkat partisipasi sekolah menjadi
tiga, yaitu tidak atau belum pernah bersekolah, masih bersekolah, dan
tidak bersekolah lagi. Partisipasi sekolah di sini merujuk kepada jenjang
pendidikan formal. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang
diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini
mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
Pemuda masih termasuk penduduk aktif di pendidikan formal,
yaitu pendidikan menengah dan pendidikan tinggi berdasarkan usia yang
dijadikan standar menurut jenjang pendidikan di Indonesia atau rentang
usia yang dianjurkan pemerintah dan umum. Usia 18 tahun merupakan
bagian dari kelompok usia standar untuk jenjang pendidikan SMA dan
usia 19 tahun ke atas merupakan kelompok usia standar untuk jenjang
perguruan tinggi.
Tingkat partisipasi sekolah menggambarkan bagaimana status
pemuda dalam jenjang pendidikan formal. Dari Tabel 3.1 terlihat bahwa
lebih dari 90 persen pemuda berumur 18-35 tahun sudah tidak duduk di
bangku sekolah formal lagi atau tidak bersekolah lagi baik laki-laki
maupun perempuan.
Pada penduduk usia 18-35 tahun ini, ternyata ada yang sama sekali
belum pernah mengenyam pendidikan formal, baik laki-laki mapun
perempuan. Dalam Tabel 3.1 terlihat sebesar 1,34 persen pemuda laki-
laki belum pernah mengenyam bangku sekolah. Bias gender dalam dunia
pendidikan masih kentara terlihat di Indonesia. Masih ditemukan sebesar
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 17
2,12 persen (lebih tinggi dari pemuda laki-laki) pemuda perempuan yang
juga belum pernah mencicipi bangku sekolah.
Tabel 3.1: Persentase Pemuda menurut Partisipasi Sekolah dan Jenis Kelamin, Tahun 2007
Jenis Kelamin Belum/Tidak
Pernah Sekolah
Masih/Sedang Sekolah
Tidak Bersekolah Lagi
(1) (2) (3) (4)
Laki-laki 1,34 7,38 91,28
Perempuan 2,12 6,53 91,35
Total 1,74 6,94 91,32
Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
Sekitar 7 persen pemuda, tepatnya pemuda laki-laki 7,38 persen
dan pemuda perempuan 6,53 persen masih berstatus sekolah. Pada usia
ini (18-35 tahun) umumnya pemuda bersekolah di pendidikan menengah
(SMA) atau perguruan tinggi.
Fakta menarik terlihat pada partisipasi sekolah pemuda di
propinsi-propinsi di Indonesia (lihat Lampiran 5). Pemuda yang
tidak/belum pernah sekolah antar propinsi secara umum tidak terlalu
bervariasi, angkanya berkisar antara 0,50 s.d. 5,80 persen, kecuali Papua.
Persentase pemuda yang tidak pernah sekolah di Propinsi Papua
mencapai 22,60 persen, suatu angka yang sangat tinggi dibandingkan
dengan propinsi lainnya. Dengan propinsi tetangga pun menunjukkan
perbedaan yang sangat signifikan, yaitu Papua Barat yang hanya 5,80
persen.
Sesuai dengan julukan yang disematkan ke Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, yaitu kota pelajar, pemuda yang tidak pernah
sekolah termasuk rendah, yaitu hanya 0,60 persen dan jumlah pemuda
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 18
yang masih berstatus sekolah merupakan yang tertinggi dibanding
propinsi lain, yakni mencapai 21,50 persen.
Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
Selama ini ada wacana mengenai ketimpangan pendidikan antara
masyarakat perdesaan dengan perkotaan. Data Susenas 2007, secara jelas
menunjukkan hal tersebut (lihat Gambar 3.1). Persentase pemuda yang
belum sempat mengenyam pendidikan formal di perdesaan jauh lebih
rendah dibanding yang tinggal di perkotaan, yaitu 0,72 persen
berbanding 2,65 persen. Di sisi lain, pemuda yang masih/sedang
bersekolah di perdesaan hanya mencapai separuhnya (4,32%) dari
pemuda yang tinggal di perkotaan (9,86%).
3.2 Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan
Angka pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh pemuda dapat
menjadi acuan dalam membuat perencanaan tenaga kerja dan memberi
gambaran tentang kualitas sumber daya tenaga kerja yang tersedia di
suatu wilayah, serta dapat digunakan untuk menilai keberhasilan
pembangunan pendidikan di wilayah tersebut.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 19
Data pendidikan tertinggi yang ditamatkan pemuda merupakan
persentase pemuda yang menamatkan jenjang pendidikan tertentu
terhadap jumlah pemuda.
Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
Gambar 3.2 menunjukkan bahwa sumber daya pemuda Indonesia
lebih dari sepertiganya (31,81%) berpendidikan SMA; 29,20 persen
berpendidikan SD, dan 24,02 persen telah berpendidikan SMP dan hanya
7,15 persen yang telah menyelesaikan perguruan tinggi.
Pola serupa dapat ditemukan di hampir semua propinsi di
Indonesia (lihat Lampiran 6), tingkat pendidikan tertinggi yang
ditamatkan oleh pemuda rata-rata SD, SMP, dan SMA. Dibanding
dengan angka nasional, pemuda yang berpendidikan sampai tingkat
perguruan tinggi di Propinsi DKI Jakarta dan D.I Yogyakarta mencapai
lebih dari 10 persen, yaitu masing-masing 15,40 persen dan 13,10 persen.
Di samping itu, ternyata cukup banyak pemuda yang tidak punya ijazah,
yang berarti belum pernah menamatkan pendidikan SD sekalipun.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 20
3.3 Buta Aksara
Ukuran yang sangat mendasar dari tingkat pendidikan adalah
kemampuan baca tulis penduduk dewasa. Kemampuan baca tulis
tercermin dari data angka melek huruf. Sebaliknya buta aksara
menunjukkan kondisi yang berlawanan. Angka buta aksara merupakan
indikator yang mengukur persentase penduduk (pemuda) yang tidak bisa
membaca dan menulis huruf latin. Tinggi rendahnya angka buta aksara di
suatu wilayah dapat menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan
sumber daya manusia di bidang pendidikan.
Kualitas pemuda pun dapat dicerminkan oleh data buta aksara ini.
Persentase pemuda dengan angka buta aksara yang tinggi perlu mendapat
perhatian. Kemampuan baca tulis adalah modal dasar pemuda untuk
mengembangkan diri dan membangun bangsanya.
Berdasarkan data Susenas 2007, secara nasional persentase
pemuda yang tidak bisa membaca dan menulis huruf latin mencapai 2,60
persen. Meskipun angka buta aksara secara nasional hanya 2,60 persen,
namun masih ada propinsi dengan angka buta aksara di atas angka
nasional. Sebanyak 14 propinsi memiliki persentase pemuda yang buta
aksara di atas 2,6 persen. Di antara 14 propinsi tersebut, Propinsi Papua
mempunyai angka buta aksara tertinggi yaitu mencapai 22,60 persen.
Secara keseluruhan angka buta aksara untuk pemuda di propinsi-propinsi
di Indonesia kurang dari 8 persen dan predikat propinsi dengan angka
buta aksara pemuda terendah terdapat di Propinsi DKI Jakarta yang
hanya 0,6 persen.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 21
Tabel 3.2: Angka Buta Aksara menurut Daerah Tempat Tinggal,
Kelompok Umur dan Jenis Kelamin, Tahun 2007
Kategori Perkotaan Perdesaan Total
(1) (2) (3) (4)
Kelompok Umur
18-19 1,39 2,36 1,91
20-24 1,07 2,81 1,95
25-29 1,27 3,62 2,50
30-35 1,67 4,85 3,40
Jenis Kelamin
Laki-laki 1,14 2,91 2,07
Perempuan 1,56 4,44 3,07
Total 1,35 3,69 2,58 Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
Mengamati angka buta aksara menurut kelompok umur, tampak
pola yang wajar. Angka buta aksara pemuda yang berada pada kelompok
umur yang lebih muda cenderung lebih rendah dibanding pemuda pada
kelompok umur lebih tua. Seperti yang terlihat pada Tabel 3.2, angka
buta aksara pemuda yang berumur 30-35 tahun lebih tinggi dibanding
yang berumur 25-29 tahun, begitu juga angka buta aksara pada kelompok
umur 25-29 tahun lebih tinggi dibanding pada kelompok umur 20-24
tahun. Namun, pola yang sedikit berbeda diperlihatkan angka buta aksara
pemuda di perkotaan. Angka buta aksara pemuda umur 18-19 tahun lebih
tinggi dibanding yang berumur 20-24 tahun.
Secara keseluruhan memperlihatkan bahwa pemuda yang buta
aksara di perdesaan jauh lebih tinggi dibanding di perkotaan, pemuda
yang buta aksara di perdesaan mencapai dua kali lipat dibanding
perkotaan, yaitu 3,69 persen berbanding 1,35 persen.
Angka buta aksara menurut jenis kelamin masih memperlihatkan
ketertinggalan dan keterbatasan kesempatan bagi perempuan dalam
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 22
mengenyam pendidikan. Di perkotaan maupun di perdesaan
menunjukkan kesenjangan tersebut. Seperti di perdesaan, persentase
perempuan yang buta aksara mencapai 4,44 persen dan laki-laki hanya
2,91 persen. Sebenarnya pola serupa terlihat di perkotaan, namun
kesenjangan tersebut tidaklah terlalu tinggi. Walaupun persentase
pemuda yang buta aksara lebih rendah dibanding pemudi, namun
selisihnya tidak terlalu jauh, yaitu hanya 0,42 persen.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 23
Kesehatan
Sebagai generasi penerus bangsa, kaum muda harus siap
mengahadapi persaingan hidup. Untuk itu, sudah selayaknya pemuda
senantiasa meningkatkan kemampuannya agar tidak terlindas oleh roda
kemajuan zaman. Peningkatan kualitas kesehatan di kalangan pemuda
menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan kualitas sumber
daya manusia sekarang dan di masa yang akan datang.
Pada bulan April 2007, Menteri Kesehatan mencanangkan
pembentukan Pemuda Siaga Peduli Kesehatan. Dalam sambutannya,
dikatakan bahwa pemuda yang tergabung dalam Pemuda Siaga Peduli
Kesehatan akan dibekali pengetahuan dan keterampilan mengenai
berbagai hal tentang kesehatan seperti penanggulangan bencana, wabah
demam berdarah, flu burung dan lain-lain. Sehingga diharapkan
organisasi kepemudaan dan mahasiswa dapat berperan aktif menangani
masalah kesehatan yang terjadi. Isi Deklarasi Pemuda Siaga Peduli
Kesehatan sebagai berikut:
BAB
4
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 24
Sumber: http://www.ppk-depkes.org/index.php?option=com_content&view=article&
id=275:pemuda-siaga-peduli-kesehatan&Itemid=151
DEKLARASI PEMUDA SIAGA PEDULI KESEHATAN
Pemuda sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang
mempunyai hak hidup sehat berkewajiban untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan individu dan masyarakat. Menyadari bahwa
Indonesia masih dilanda berbagai masalah kesehatan yang perlu segera
ditanggulangi.
Pemuda Indonesia sebagai pejuang bangsa dengan potensi
pengetahuan dan keterampilan memiliki kewajiban untuk ikut berperan aktif
dalam mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan masyarakat dan
berperan sebagai pelopor, penggerak, pelaksana pembangunan
kesehatan bangsa.
Untuk itu kami:
- Pemuda Siaga Peduli Kesehatan sebagai pelopor pembangunan
kesehatan siap memprakarsai dan memberdayakan masyarakat
dalam rangka meningkatkan kualitas kesehatannya.
- Pemuda Siaga Peduli Kesehatan sebagai penggerak
pembangunan kesehatan siap menggerakkan sumber daya yang
ada dalam membantu penanganan masalah kesehatan.
- Pemuda Siaga Peduli Kesehatan sebagai pelaksana
pembangunan siap bersama masyarakat untuk mengatasi
masalah kesehatan khususnya menjadi mitra pelaksana di desa
siaga.
- Pemuda Siaga Peduli Kesehatan bersama dengan komponen
masyarakat lainnya ikut mengkritisi jalannya pembangunan
kesehatan.
Dalam rangka merealisasikan kegiatan-kegiatan tersebut dibentuk
kelompok Pemuda Siaga Peduli Kesehatan yang anggota-anggotanya
adalah organisasi kepemudaan dan mahasiswa yang dikoordinasi dan
difasilitasi oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Demikian Deklarasi ini kami nyatakan sebagai bentuk komitmen dan
http://www.ppk-depkes.org/index.php?option=com_content&
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 25
Deklarasi ini menunjukkan bahwa pemerintah benar-benar
menyadari betapa pentingnya peran pemuda dalam pembangunan
bangsa.
4.1 Angka Kesakitan Pemuda
Informasi status kesehatan pemuda memberikan gambaran
mengenai kondisi kesehatan pemuda yang dapat dilihat melalui indikator
angka kesakitan. Angka ini menyatakan persentase pemuda yang
mengalami gangguan kesehatan hingga menggangu aktivitas sehari-hari.
Secara nasional, angka kesakitan pemuda di daerah perdesaan
lebih tinggi dibanding di daerah perkotaan. Hal ini mungkin disebabkan
kesadaran untuk menjaga pola hidup sehat di perdesaan relatif masih
rendah. Sedangkan jika dilihat menurut propinsi yang disajikan pada
Lampiran 7, ada 4 propinsi yang angka kesakitan pemuda di daerah
perkotaannya justru lebih tinggi dibanding perdesaan. Keempat propinsi
tersebut beruturt-turut dari yang angka kesakitan pemudanya paling
tinggi adalah Banten (kota = 11,56% - desa = 11,11%), Nusa Tenggara
Barat (kota = 18,22% - desa = 17,96%), Papua Barat (kota = 23,09% -
desa = 14,36%), dan Papua (kota = 17,34% desa = 16,16%). Angka
kesakitan pemuda menurut tipe daerah dan jenis kelamin Tahun 2007
disajikan pada Gambar 4.1
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 26
Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
Dari Gambar 4.1 terlihat bahwa secara nasional tingkat kesakitan
pemuda laki-laki sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal
serupa juga tergambar pada angka kesakitan pemuda menurut pulau dan
jenis kelamin tahun 2007 yang disajikan pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1: Angka Kesakitan Pemuda menurut Jenis Kelamin dan Pulau/Kepulauan, Tahun 2007
Angka Kesakitan Pulau/Kepulauan
Laki-laki Perempuan Total (1) (2) (3) (4)
Sumatera 13,40 13,20 13,30
Jawa 11,10 10,50 10,76
Nusa Tenggara 19,50 18,80 19,10
Kalimantan 12,50 12,90 12,67
Sulawesi 17,40 17,00 17,20
Maluku 18,10 18,10 18,08
Papua 17,20 16,40 16,79
Total 12,70 12,30 12,49 Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
Secara nasional, pada tahun 2007 pemuda yang mengalami
gangguan keluhan kesehatan sebesar 12,49 persen. Angka kesakitan laki-
laki lebih tinggi 0,40 persen dibanding angka kesakitan perempuan.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 27
Tidak ada perbedaan signifikan antara pemuda laki-laki dengan
perempuan.
Jika dilihat menurut pulau, angka kesakitan pemuda tertinggi
berada di Kepulauan Nusa Tenggara sebesar 19,1%, Maluku di urutan
kedua sebesar 18,08% dan Pulau Jawa pada urutan terendah sebesar
10,76%.
Dilihat menurut propinsi (Lampiran 8), 5 propinsi dengan angka
kesakitan tertinggi berturut-turut adalah Nusa Tenggara Timur (24%),
Gorontalo (21,9%), Maluku Utara (21,7%), Sulawesi Tengah (21,5%),
dan Sulawesi Barat (21,1%). Tahun 2007, Propinsi Jawa Tengah
mencetak angka kesakitan terendah sebesar 9,3%.
Dari daerah tempat tinggal, angka kesakitan pemuda pada daerah
perdesaan relatif lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Angka
kesakitan di daerah perdesaan sebesar 14,07 persen, sedangkan di daerah
perkotaan hanya 10,7 persen. Hal ini dimungkinkan karena di daerah
perdesaan pada umumnya prasarana kesehatan dan kesadaran terhadap
pentingnya hidup sehat masih lebih rendah dibanding perkotaan,
sehingga berdampak pada rendahnya tingkat kesehatan pemuda.
4.2 Jenis Keluhan Kesehatan
Pada umumnya, semua orang pernah merasakan gangguan
kesehatan. Hasil Susenas 2007 menunjukkan bahwa gangguan kesehatan
pilek dan batuk paling banyak diderita pemuda dibandingkan penyakit
yang lain. Persentase pemuda yang sakit menurut jenis keluhan
kesehatan disajikan pada Tabel 4.2.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 28
Tabel 4.2: Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Jenis Kelamin, Tahun 2007
Jenis Keluhan Jenis Kelamin Panas Batuk Pilek Asma Diare Sakit Kepala
Sakit Gigi
Lain- nya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
Laki-laki 35,10 45,10 46,20 3,90 5,80 21,80 7,60 31,10
Perempuan 30,10 38,30 41,60 4,20 5,40 26,90 8,10 34,20
Total 32,50 41,60 43,80 4,10 5,60 24,50 7,90 32,70
Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
Dari Tabel 4.2 terlihat tidak ada perbedaan yang signifikan
antara persentase pemuda laki-laki dan perempuan yang mengalami
keluhan kesehatan dari setiap jenis keluhan. Jika melihat tingkat keluhan
kesehatan menurut kelompok umur yang disajikan pada Tabel 4.3, relatif
tidak ada perbedaan.
Tabel 4.3: Persentase Pemuda yang Sakit menurut Jenis Keluhan Kesehatan dan Kelompok Umur, Tahun 2007
Jenis Keluhan Kelompok Umur Panas Batuk Pilek Asma Diare Sakit Kepala
Sakit Gigi
Lain- nya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
18-19 35,20 41,00 44,50 3,70 5,40 21,30 7,40 31,40
20-24 33,00 41,20 44,00 3,70 5,40 22,40 7,50 32,20
25-29 32,50 41,20 43,70 4,20 5,60 25,30 8,10 32,40
30-35 31,70 42,20 43,60 4,30 5,70 25,90 8,10 33,60
Total 32,50 41,60 43,80 4,10 5,60 24,50 7,90 32,70
Sumber: Susenas KOR Juli 2007, BPS
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 29
Pemuda dan Angkatan Kerja
Ketenagakerjaan merupakan salah satu sektor penting bagi
pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam upaya pemerintah
untuk mengurangi jumlah penduduk miskin. Untuk itu pemerintah terus
berusaha menciptakan program pembangunan pada sektor ekonomi dan
sektor ketenagakerjaan, terutama ditujukan pada kelompok penduduk
yang tergolong miskin. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan rakyat.
Penduduk usia kerja (PUK) dikelompokkan menjadi angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja. Di Indonesia, PUK adalah penduduk
yang telah berusia 15 tahun ke atas. Angka PUK ini terus mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu. Jumlah PUK pada bulan Agustus 2007
mengalami peningkatan sekitar 1,05 persen dibandingkan kondisi
Februari 2007 (Sumber: Sakernas Agustus 2007, BPS). Dari seluruh
PUK pada Agustus 2008, sekitar 67 persennya adalah pemuda berusia
18-35 tahun. Persentase pemuda menurut jenis kegiatannya sehari-hari
disajikan pada Gambar 5.1.
BAB
5
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 30
Sumber: Sakernas Agustus 2007, BPS
Dari Gambar 5.1 terlihat bahwa kegiatan pemuda terkonsentrasi
pada kegiatan bekerja dan mengurus rumah tangga. Jika ditinjau menurut
jenis kelamin, ada perbedaan yang cukup signifikan pada dua kegiatan
ini. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Sumber: Sakernas Agustus 2007, BPS
Dari Gambar 5.2 terlihat bahwa hampir semua pemuda yang
mengurus rumah tangga adalah perempuan. Pemuda laki-laki
mendominasi dalam kegiatan bekerja, dari semua pemuda yang bekerja,
sekitar 63 persennya adalah laki-laki. Persentase pemuda yang bekerja
berdasarkan jenis kelamin dan daerah tempat tinggal disajikan pada
Gambar 5.3.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 31
Sumber: Sakernas Agustus 2007, BPS
Dari Gambar 5.3 terlihat bahwa dalam kegiatan bekerja, laki-laki
tidak hanya mendominasi secara keseluruhan, tapi juga di daerah
perkotaan dan perdesaan. Hal ini sangat wajar karena secara umum,
tanggung jawab menopang kebutuhan keluarga ada di pundak laki-laki.
Peran angkatan kerja sebagai faktor penting dalam proses
produksi, kedudukannya lebih penting daripada sarana produksi yang
lainnya, seperti; bahan mentah, tanah, air dan sebagainya. Hal itu tidak
lain karena manusialah yang menggerakkan semua sumber-sumber
tersebut untuk menghasilkan barang.
Besarnya partisipasi angkatan kerja digambarkan melalui indikator
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT). Dua indikator ini merupakan indikator utama
ketenagakerjaan yang sering dipakai untuk melihat perkembangan suatu
wilayah di bidang ketenagakerjaan.
5.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) menyatakan
persentase jumlah penduduk angkatan kerja terhadap jumlah penduduk
usia kerja. Angka TPAK menunjukkan besaran relatif dari pasokan
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 32
tenaga kerja yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa
dalam suatu perekonomian.
Ada berbagai faktor yang menyebabkan pemuda memasuki
angkatan kerja. Salah satu alasan di antaranya karena sudah tidak
bersekolah lagi, baik sukarela maupun terpaksa. Sukarela, misalnya
apabila seseorang telah menamatkan jenjang pendidikan tertentu.
Sedangkan yang terpaksa, misalnya karena alasan ekonomi seseorang
memilih putus sekolah sementara masih mempunyai keinginan untuk
melanjutkan. Dengan kondisi tersebut terpaksa harus bekerja/mencari
pekerjaan.
Angka TPAK pemuda menurut jenis kelamin dan wilayah per
propinsi disajikan dalam Tabel 5.1. Secara nasional, TPAK pemuda
tahun 2007 sebesar 69,76, lebih tinggi 3,57 poin dibandingkan angka
TPAK untuk PUK yang nilainya 66,19. Angka TPAK pemuda laki-laki
adalah 88,88 persen, sedangkan perempuan sebesar 51,65 persen.
Perbedaan antara TPAK pemuda laki-laki dengan perempuan cukup
signifikan, yaitu sebesar 37,23 poin. Angka yang cukup bisa
menggambarkan bahwa di Indonesia, laki-laki masih mendominasi peran
sebagai tulang punggung keluarga dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Menurut propinsi, TPAK tertinggi ada di Bali yaitu sebesar 80,46.
Untuk pemuda laki-laki, TPAK pemuda tertinggi ada di Kalimantan
Tengah sebesar 94,96, sedangkan terendah ada di DI Yogyakarta sebesar
81,26. Untuk TPAK pemuda perempuan, TPAK tertinggi ada di Papua
sebesar 71,23, sedangkan terendah ada di Propinsi Riau sebesar 31,48.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 33
Tabel 5.1: Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Pemuda menurut Propinsi, Jenis Kelamin dan Daerah Tahun 2007
Wilayah Jenis Kelamin PROPINSI Per-
kotaan Per-
desaan Laki-laki Perem-puan
Total
NAD 59,35 69,95 84,07 51,02 66,76
Sumatera Utara 70,42 73,75 89,19 55,74 72,16
Sumatera Barat 66,34 68,98 87,04 49,68 68,07
Riau 57,32 58,72 87,24 31,48 58,27
Jambi 69,90 72,36 91,16 53,09 71,63
Sumatera Selatan 63,34 79,99 90,85 58,59 74,17
Bengkulu 77,46 79,93 92,89 67,27 79,20
Lampung 65,57 72,36 89,87 52,00 70,77
Kep Bangka Belitung 73,91 71,30 94,04 49,80 72,40
Kepulauan Riau 80,85 60,16 94,13 61,59 76,29
DKI Jakarta 67,41 - 85,78 50,11 67,41
Jawa Barat 63,63 62,93 89,49 39,26 63,32
Jawa Tengah 74,60 75,34 89,57 60,68 75,02
DI Yogyakarta 68,63 78,30 81,26 62,71 71,92
Jawa Timur 67,89 71,88 87,81 52,48 70,09
Banten 66,88 65,39 89,42 44,25 66,26
Bali 75,50 86,18 90,48 70,83 80,46
Nusa Tenggara Barat 69,93 74,76 89,12 60,06 72,87
Nusa Tenggara Timur 64,56 80,60 89,27 67,12 77,24
Kalimantan Barat 68,03 82,33 92,75 64,13 78,27
Kalimantan Tengah 74,29 81,60 94,96 64,21 79,32
Kalimantan Selatan 64,45 76,54 90,99 54,22 72,00
Kalimantan Timur 63,77 71,05 87,42 46,42 66,99
Sulawesi Utara 73,59 68,74 92,90 50,67 70,65
Sulawesi Tengah 63,16 69,01 87,18 50,48 67,67
Sulawesi Selatan 63,31 66,22 86,84 45,11 65,11
Sulawesi Tenggara 63,37 73,35 91,53 53,57 71,16
Gorontalo 62,37 71,16 89,16 48,73 68,68
Sulawesi Barat 73,78 64,90 89,80 47,29 66,76
Maluku 64,10 64,46 81,48 48,13 64,35
Mauku Utara 65,85 75,16 90,05 55,36 72,31
Papua Barat 70,66 77,33 92,29 59,14 75,10
Papua 62,68 85,54 89,58 71,23 79,99
Total 67,58 71,64 88,88 51,65 69,76 Sumber: Sakernas Agustus 2007, BPS
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 34
5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka
Sampai saat ini, pengangguran masih menjadi isu sentral sebagai
salah satu faktor terbesar penyebab kemiskinan. Penyebab umum
pengangguran antara lain adalah karena jumlah lapangan pekerjaan yang
tersedia tidak mampu mengimbangi kian meningkatnya jumlah pencari
kerja, tidak sesuainya kompetensi pencari kerja dengan kebutuhan pasar,
masalah besaran gaji yang ditawarkan dan masalah-masalah lainnya.
Peningkatan angka pengangguran juga diperparah dengan banyaknya
pemutusan hubungan kerja oleh perusahan yang gulung tikar atau
melakukan efisiensi karena peningkatan biaya produksi.
Angka pengangguran digambarkan dengan indikator Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) yang menunjukkan persentase jumlah
pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Tingginya angka
pengangguran tidak hanya berdampak pada sektor ekonomi, melainkan
berimbas juga pada masalah sosial, seperti kemiskinan dan kerawanan
sosial. Tabel 5.2 menyajikan angka TPT pemuda Indonesia menurut jenis
kelamin dan wilayah perkotaan/perdesaan per propinsi tahun 2007.
Ada hal yang menarik jika mengamati angka TPAK menurut jenis
kelamin. Angka TPT pemuda di tingkat nasional sebesar 15,30 persen,
dengan TPT laki-laki sebesar 13,52 persen dan perempuan 18,20 persen.
Hampir di semua propinsi, angka TPT laki-laki lebih rendah dari TPT
perempuan kecuali di tiga propinsi yaitu DI Yogyakarta, NTB, dan
Papua. Lebih tingginya angka TPT perempuan dimungkinkan karena
lapangan pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan kondisi tenaga
kerja yang ditawarkan serta tidak sesuainya kompetensi dan kualifikasi
pencari kerja perempuan dengan kebutuhan pasar kerja yang tersedia.
Di tingkat propinsi, TPT tertinggi ada di Propinsi Maluku sebesar
24,29 persen, sedangkan terendah ada di Propinsi Sulawesi Barat sebesar
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 35
6,07 persen. Jika dipisahkan pengamatan TPT pada daerah perkotaan dan
perdesaan, secara umum angka TPT di perkotaan relatif lebih tinggi
kecuali di Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur. Angka TPT di
perkotaan sebesar 19,7 persen, sedangkan di perdesaan 11,71 persen.
Angka-angka ini membantah anggapan banyak orang bahwa di kota
selalu lebih mudah untuk mendapatkan pekerjaan.
Sejalan dengan angka TPT nasional, angka TPT di tingkat propinsi
juga memiliki kecenderungan yang sama, yaitu angka TPT di perkotaan
relatif lebih tinggi daripada di perdesaan. Angka TPT perkotaan per
propinsi berkisar antara 9,54 persen (Bali) dan 29,47 persen (Sumatera
Selatan). Di perdesaan, angka TPT berkisar antara 3,01 persen (NTT)
dan 23,18 persen (Maluku). Diduga penyebab angka pengangguran
terbuka di perkotaan lebih tinggi daripada perdesaan karena lapangan
pekerjaan yang tersedia tidak sesuai dengan jumlah pencari kerja,
kompetensi dan kualifikasi pencari kerja.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 36
Tabel 5.2 Tingkat Pengangguran Terbuka Pemuda menurut Propinsi, Daerah, dan Jenis Kelamin, Tahun 2007
Wilayah Jenis Kelamin PROPINSI Per-
kotaan Per-
desaan Laki-laki
Perem- puan
Total
NAD 20,99 13,32 8,64 25,46 15,37
Sumatera Utara 18,45 13,05 11,65 21,61 15,57
Sumatera Barat 22,10 15,78 13,94 24,63 17,90
Riau 25,22 10,25 11,22 24,60 14,97
Jambi 14,80 8,86 8,43 14,04 10,56
Sumatera Selatan 29,47 8,42 13,72 16,12 14,70
Bengkulu 13,64 5,24 6,09 9,61 7,69
Lampung 21,41 10,88 8,95 20,32 13,16
Kep Bangka Belitung 15,12 5,78 7,35 14,61 9,79
Kepulauan Riau 9,73 13,85 9,42 11,73 10,45
DKI Jakarta 17,65 - 17,47 17,93 17,65
Jawa Barat 24,41 18,63 19,38 27,00 21,84
Jawa Tengah 16,23 12,75 14,11 14,46 14,25
DI Yogyakarta 15,97 6,13 12,45 12,18 12,33
Jawa Timur 17,91 9,85 12,67 14,50 13,36
Banten 21,91 20,03 19,92 23,51 21,14
Bali 9,54 6,77 7,80 8,60 8,16
Nusa Tenggara Barat 16,46 8,84 12,60 10,65 11,70
Nusa Tenggara Timur 20,68 3,01 3,42 9,10 6,10
Kalimantan Barat 20,80 6,54 8,36 12,44 10,05
Kalimantan Tengah 14,59 4,30 5,62 9,69 7,30
Kalimantan Selatan 19,34 4,96 9,12 10,88 9,80
Kalimantan Timur 17,90 20,29 15,30 26,07 19,02
Sulawesi Utara 29,41 17,12 11,37 39,93 22,16
Sulawesi Tengah 20,12 8,37 6,39 17,72 10,89
Sulawesi Selatan 24,88 14,03 12,31 28,29 18,07
Sulawesi Tenggara 16,74 8,68 5,48 17,30 10,25
Gorontalo 13,68 7,31 4,13 17,51 8,95
Sulawesi Barat 12,27 4,20 5,43 7,09 6,07
Maluku 26,86 23,18 16,72 36,42 24,29
Mauku Utara 23,46 8,28 8,73 18,37 12,50
Papua Barat 28,12 7,70 9,74 20,46 14,12
Papua 19,57 5,28 8,11 7,87 8,00
Total 19,70 11,71 13,52 18,20 15,30 Sumber: Sakernas Agustus 2007, BPS
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 37
Pemberdayaan Pemuda
Indonesia saat ini adalah negara dengan jumlah penduduk terbesar
keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Penduduk
yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang terkendali dan berkualitas,
akan sangat mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional.
Selanjutnya, pemuda sebagai generasi penerus, penanggung jawab, dan
pelaku pembangunan di masa depan, memiliki proporsi yang relatif besar
dari penduduk Indonesia, yaitu 32,4% (Proyeksi Penduduk Indonesia
2005-2015, BPS, 2007). Pemuda sebagai pemegang peran potensi
pembangunan dan merupakan generasi penerus bangsa, tenaga kerja
produktif bangsa, memiliki peran penting di dalam menggerakkan arah
pembangunan dan menentukan masa depan bangsa, sehingga perlu
diupayakan peningkatan kualitasnya. Pemuda dituntut untuk menjadi
sumber daya yang bermutu, yang memiliki kemampuan bersaing dengan
bangsa-bangsa lain di dunia. Kemampuan tersebut meliputi penguasaan
ilmu pengetahuan yang terus berkembang, teknologi dan seni, bekerja
secara profesional, dan menghasilkan karya unggul yang mampu
bersaing di pasar global. Oleh karena itu, diperlukan penyusunan
kebijakan dalam program-program pembangunan pemuda. Program-
program kebijakan pembangunan pemuda ini perlu mendapat perhatian
BAB
6
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 38
dan pemikiran prioritas di dalam agenda pembangunan melalui
penyusunan kebijakan dan program, dan bila tidak ditangani dengan
baik, maka akan merugikan perkembangan negara di masa yang akan
datang.
Oleh karena itu, pembangunan pemuda memiliki peran stategis
dalam peningkatan kualitas SDM. Upaya untuk meningkatkan kualitas
SDM juga dilakukan malalui pembangunan olahraga yang bertujuan
untuk menciptakan manusia yang sehat, ulet dan berjiwa sportif.
Kebijakan di bidang olahraga diarahkan untuk mewujudkan kebijakan
dan manajemen olahraga; meningkatkan budaya dan prestasi olahraga
secara berjenjang termasuk pemanduan bakat, pembibitan dan
pengembangan bakat; dan meningkatkan kemitraan antara pemerintah
dan masyarakat termasuk dunia usaha dalam mendukung pembangunan
olahraga. Saat ini telah ditunjukkan kepedulian pemerintah terhadap
pembangunan pemuda. Hasil yang dicapai pembangunan pemuda dan
olahraga di antaranya adalah disahkan dan disosialisasikannya UU No. 3
Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Peraturan
Pemerintah No. 17/2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan
Olahraga, serta Peraturan Pemerintah No. 18/2007 tentang Pendanaan
Keolahragaan; disusunnya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
Kepemudaan; dilaksanakannya pelatihan kepemimpinan pemuda;
dioptimalkannya peran sarjana penggerak pembangunan di perdesaan;
disusunnya Sport Deevelopment Index (SDI) sebagai indikator
keberhasilan keolahragaan nasional; dicapainya prestasi di beberapa
cabang olahraga internasional, seperti meningkatnya peringkat Indonesia
dari lima pada SEA Games tahun 2005 di Manila ke peringkat empat
pada tahun 2007 di Thailand; dan dilaksanakannya pembinaan
keolahragaan melalui event Olahraga Pelajar Nasional. Penyusunan dan
pembinaan ini merupakan sinyal kuat bahwa adanya keseriusan
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 39
pemerintah dalam pengembangan dan peningkatan peran pemuda dan
olahraga sebagai dua pilar bangsa dalam menunjang pembangunan
nasional.
Bab ini mengulas tentang pemuda serta prestasi pemuda baik
lingkup nasional maupun internasional. Pembahasan difokuskan pada
peran serta kegiatan pemuda dalam olahraga dan prestasi yang telah
dicapai pemuda Indonesia. Pembahasan kegiatan pemuda terbatas pada
peran serta pemuda dalam olahraga. Prestasi pemuda dilihat dari bidang
olahraga, sains dan prestasi kepeloporan pemuda di tingkat nasional
dalam program Sarjana Penggerak di Perdesaan (SP-3).
6.1 Pembangunan Olahraga
Pembangunan negara membutuhkan pemuda yang berkualitas,
yaitu pemuda yang sehat dan cerdas. Pemuda yang berkualitas, antara
lain ditentukan oleh derajat kesehatan dan kebugaran jasmani, serta
perilaku terpuji seperti kejujuran dan sportivitas. Namun demikian,
penerapan hidup sehat dan kebiasaan olahraga secara teratur dan
berkesinambungan, belum menjadi budaya di tengah masyarakat,
termasuk di kalangan pemuda.
Dalam rangka mengukur kemajuan pembangunan olahraga
pemuda di Indonesia, Kementerian Pemuda dan Olahraga menyusun
suatu indeks yang disebut Sport Development Index (SDI). Ada empat
dimensi yang diukur yaitu ruang terbuka, sumber daya manusia,
partisipasi, dan kebugaran. Keempat dimensi indeks tersebut merupakan
ukuran indikator input dalam keolahragaan. Ada tiga aktegori penilaian
yang dihasilkan dari SDI yaitu kategori tinggi jika indeks yang diperoleh
antara 0,800 1, menengah jika indeks antara 0,500 0,799, dan rendah
jika antara 0 0,499.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 40
Pada tahun 2006 SDI nasional sebesar 0,280 dengan rincian
dimensi ruang terbuka sebesar 0,226, dimensi sumber daya manusia
sebesar 0,099, dimensi partisipasi sebesar 0,422, dan dimensi kebugaran
sebesar 0,335. Dari semua indeks yang diperoleh menunjukkan bahwa
semua masuk dalam ketegori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa
masih rendahnya perhatian semua pihak terhadap olahraga. Masyarakat
lebih mementingkan membangun prasarana perekonomian daripada
prasarana umum untuk olahraga. Di sisi lain peduduk juga belum
menjadikan kegiatan olahraga sebagai kebutuhan hidup sehari-hari, apa
lagi untuk berprestasi sehingga partisipasi penduduk dalam keolahragaan
masih kurang. Tidak tersedianya prasarana umum untuk olahraga, belum
membudayanya olahraga, dan pasifnya penduduk terhadap keolahragaan
maka mengakibatkan kebugaran penduduk yang rendah.
Salah satu upaya untuk melindungi pemuda dari aktifitas yang
bersifat destruktif adalah melalui kegiatan positif, seperti olahraga.
Olahraga yang terarah dan terbina memerlukan waktu dan keseriusan.
Oleh karena itu, waktu luang pemuda dapat dialihkan kepada kegiatan
olahraga dengan didukung pengembangan sarana dan prasarana olahraga.
Berdasarkan data Podes 2008, untuk ketersediaan fasilitas
lapangan olahraga, lapangan sepakbola banyak terdapat di
desa/kelurahan di wilayah Propinsi Bangka Belitung (93,02%), Riau
(85,72%), Kalimantan Barat (83,75%) dan Kepulauan Riau (83,44%).
Lapangan bola voli relatif lebih banyak dibanding lapangan
sepakbola. Terdapat 5 propinsi yang memiliki persentase desa/kelurahan
yang memiliki lapangan voli lebih dari 95 persen, yaitu Riau (97,92%),
D.I. Yogyakarta (97,72%), Bangka Belitung (96,57%) dan Kalimantan
Barat (95,25%). Sedangkan ketersediaan lapangan bulu tangkis paling
banyak ditemui di desa/kelurahan wilayah Propinsi DKI Jakarta.
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 41
Sebanyak 96,25 persen desa/kelurahan di DKI Jakarta terdapat lapangan
bulu tangkis. Terbanyak kedua adalah D.I. Yogyakarta (94,52%),
kemudian diikuti Jawa Barat (82,52%). Sedangkan ketersediaan untuk
lapangan bola basket hanya menonjol di beberapa propinsi. Persentase
yang tinggi untuk lapangan bola basket terdapat di DKI Jakarta
(65,17%), D.I. Yogyakarta (24,66%) dan Sumatera Barat (21,75%).
Demikian pula untuk lapangan tenis dan renang yang tampak menonjol
di DKI Jakarta dan D.I. Yogyakarta. (Lihat Lampiran 11).
Berdasarkan data Podes 2008 bahwa lapangan yang banyak
tersedia sampai ke tingkat desa/kelurahan berturut-turut bola voli, sepak
bola dan bulu tangkis. Pada tahun 2008 sebanyak 78,10 persen, sedikit
menurun dibandingkan dibandingkan tahun 2005 yang sebesar 79,35
persen desa/kelurahan memiliki lapangan bola voli; 56,11 persen
desa/kelurahan memiliki lapangan sepak bola sama banyak dengan tahun
2005; dan 49,36 persen desa/kelurahan memiliki lapangan bulu tangkis
sedikit meningkat dari tahun 2005 yang sebesar 47,3 persen. Hal ini
merupakan sinyalemen bahwa ketiga jenis olahraga tersebut merupakan
olahraga rakyat yang digemari dan dilakukan banyak orang. Sementara
lapangan/gelanggang untuk bola basket, tenis lapangan dan kolam renang
masih sangat terbatas. Ketiga jenis olahraga yang terakhir ini pada
umumnya dilakukan oleh masyarakat perkotaan. sehingga wajar apabila
ketersediaan lapangan untuk olahraga tersebut sangat terbatas hanya di
sebagian kecil desa/kelurahan (lihat Lampiran 10-11).
Keberadaan kelompok kegiatan olahraga pada umumnya seiring
dengan ketersediaan fasilitas lapangan olahraga yang ada. Berdasarkan
data Podes 2008, untuk keberadaan kelompok kegiatan olahraga sepak
bola banyak terdapat di desa/kelurahan di wilayah Propinsi Bangka
Belitung (96,22%) hampir sama dengan tahun 2005 yang sebesar 96,57
persen, Jawa Barat (91,23%), Banten (89,69%), Kepulauan Riau
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 42
(88,65%), dan D.I. Yogyakarta (88,58%). Kelompok kegiatan bola voli
relatif lebih banyak dibanding kelompok kegiatan sepak bola. Hanya satu
propinsi yang memiliki persentase desa/kelurahan yang memiliki
lapangan voli lebih dari 95 persen, yaitu Kepulauan Riau (98,16%).
Sedangkan kelompok kegiatan bulu tangkis paling banyak ditemui di
desa/kelurahan wilayah Propinsi D.I. Yogyakarta. Sebanyak 94,75
persen desa/kelurahan di D.I. Yogyakarta terdapat kelompok kegiatan
bulu tangkis. Terbanyak kedua adalah DKI Jakarta (89,51%), kemudian
diikuti Jawa Barat (83,43%). Sedangkan ketersediaan untuk kelompok
kegiatan bola basket hanya menonjol di beberapa propinsi. Persentase
yang tinggi untuk kelompok kegiatan bola basket terdapat di DKI Jakarta
(50,56%), D.I. Yogyakarta (19,63%) dan Kepulauan Bangka Belitung
(18,02%). Demikian pula untuk kelompok kegiatan tenis lapangan,
renang, tenis meja dan bela diri tampak menonjol di DKI Jakarta dan
D.I. Yogyakarta. (Lampiran 13).
6.2 Prestasi Pemuda
Prestasi yang telah dicapai dalam arena kompetisi baik di tingkat
regional maupun internasional sering dijadikan sebagai indikator untuk
mengevaluasi program di dalam penyusunan rencana strategis
pembangunan pendidikan, pemuda dan olahraga, terutama yang bersifat
pendidikan/pembinaan. Namun, keberhasilan program pendidikan/
pembinaan bukan hanya dinilai dari tingkat pencapaian prestasi yang
telah diperoleh, banyak hal lain yang ikut berperan. Akan tetapi karena
prestasi merupakan salah satu bentuk output yang mudah untuk
dievaluasi, sehingga sering dijadikan sebagai acuan keberhasilan suatu
program. Keunggulan prestasi hanya dapat dilihat melalui arena
kompetensi. Bab ini akan mengulas prestasi pemuda Indonesia pada
kompetisi olahraga dan sains, baik di tingkat regional maupun
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 43
internasional, serta prestasi kepeloporan pemuda di tingkat nasional
dalam program Sarjana Penggerak di Perdesaan (SP-3).
6.2.1 Prestasi Pemuda di Pekan Olahraga Nasional
Prestasi pemuda di bidang olahraga tercermin dari perolehan
peringkat di arena-arena olahraga baik di tingkat regional maupun
internasional. Prestasi di tingkat nasional salah satunya dapat terlihat dari
prestasi masing-masing propinsi di arena kompetisi kejuaraan Pekan
Olahraga Nasional (PON).
Prestasi olahraga antar propinsi sangat beragam. Perkembangan
perolehan peringkat PON selama empat kali pelaksanaan PON terakhir
(1993, 1996, 2000, 2004 dan 2008) posisi ke 1 4 tetap diraih oleh
propinsi di Pulau Jawa. DKI Jakarta selalu mengungguli propinsi lain
dalam perolehan medali sampai dengan PON 2004. Jawa Tengah selama
tiga kali pelaksaan PON tersebut tetap bertahan pada posisi ke 4.
Sedangkan Jawa Timur menggeser posisi Jawa Barat. Pada PON 1996
Jawa Timur berada di posisi ke 3 dan Jawa Barat pada posisi ke 2, mulai
PON 2000 Jawa Timur meraih posisi peringkat II dan Jawa Barat
peringkat III. Gebrakan terjadi pada PON 2008, yaitu Jawa Timur dapat
mengungguli DKI Jakarta ke posisi pertama. Sedangkan di posisi ketiga,
tuan rumah Kalimantan Timur menggeser Jawa Barat dan Jawa Tengah
yang menjadi urutan IV dan V. Perolehan peringkat masing-masing
propinsi disajikan pada Lampiran 14-18.
Kejuaran kompetisi baik di tingkat nasional maupun internasional
bukan hanya untuk kondisi atlet yang sehat jasmani saja, namun event
olahraga atlet cacat telah membuktikan bahwa setiap individu
mempunyai potensi yang dapat dikembangkan. Walaupun dengan
keterbatasan fisik, dilandasi oleh semangat jiwa penuh sportivitas dan
-
Penyajian Data Informasi Kemenegpora Tahun 2008 44
mengabdi bagi daerah, para atlet ini dapat memberikan sumbangsih baik
bagi propinsi maupun mengharumkan nama bangsa di kancah
internasional. Pada kejuaran tingkat nasional di ajang Pekan Olahraga
Cacat Nasional (Porcanas) XII, juara umum diraih oleh Jawa Barat
dengan perolehan 30 medali emas, 23 perak dan 18 perunggu. Urutan
kedua dipegang oleh Jawa Tengah dengan 22 emas, 17 perak dan 14
perunggu. Sedangkan pada Porcanas XIII, J