Referat Stres Dan Asma Gari Kharisma Jiwa

download Referat Stres Dan Asma Gari Kharisma Jiwa

of 12

description

jiwa

Transcript of Referat Stres Dan Asma Gari Kharisma Jiwa

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..1

BAB I PENDAHULUAN..2

BAB II PEMBAHASAN. .... 3

Definisi Asma ... 3

Epidemiologi Asma... 3

Faktor Risiko Asma ...... 3

Patogenesis Asma . 4

Definisi Stres .... 5Pengertian Stresor .6Pengaruh Stres Terhadap Asma 7BAB III KESIMPULAN..10DAFTAR PUSTAKA .11BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. Asma juga merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai. Meskipun pengobatan efektif telah dilakukan untuk menurunkan morbiditas karena asma, keefektifan hanya tercapai jika penggunaan obat telah sesuai.1,2Asma merupakan salah satu masalah di dunia, diperkirakan 300 juta individu di dunia memiliki penyakit ini. Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma, terutama di negara-negara maju dan berkembang. di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan kenaikan prevalensi asma sangat mencolok. Stres merupakan respon tubuh dengan stresor psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Di dalam kehidupan sehari-hari stres dapat timbul dari beberapa sumber, diantaranya adalah dari dalam diri sendiri, dari keluarga, komunitas, dan pekerjaan. Stres dapat terjadi pada setiap orang karena merupakan bagian dari kehidupan manusia. Secara umum stres sebenarnya memberikan pengertian gangguan psikosomatik, sehingga tidak jarang dalam praktek kedokteran istilah stres cenderung digunakan sebagai suatu diagnosis. Oleh karna itu perlu dipahami betul pengertian tentang stres dalam kaitannya dengan gangguan psikosomatik.3,4Asma dapat dipengaruhi oleh stres, kesedihan,kecemasan, seperti halnya pengaruhzat-zat alergen atau iritan, infeksi dan olah raga. Stres muncul ketika tuntutan dari lingkungan melebihi kemampuan adaptasi individu atau Stres adalah reaksi tubuh yang tidak spesifik karena ada kebutuhan tubuh yang terganggu. Pertimbangan terbaru dalam bidang Psikoneuroimunologi (PNI) menghubungkan antara stres psikososial dengansistem saraf pusat berpengaruh padaperubahan fungsi endokrin dan imun yang secara biologi diduga memicu penyakit asma. 2,4BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASMA 2.1.1. Definisi Asma Penyakit asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema dan hipersekresi kelenjar, yang menghasilkan pembatasan aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinik yang bersifat periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama malam hari atau dini hari/subuh. Gejala ini berhubungan dengan luasnya inflamasi, yang derajatnya bervariasi dan bersifat reversibel secara spontan maupun dengan atau tanpa pengobatan.12.1.2 Epidemiologi Asma

Prevalensi asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, umur pasien, status atopi, faktor keturunan dan faktor lingkungan. Pada masa kanak-kanak ditemukan prevalensi anak laki-laki berbanding anak perempuan 1,5:1, tetapi menjelang dewasa perbandingan tersebut lebih kurang sama dan masa menopause perempuan lebih banyak dari laki-laki. Umumnya prevalensi anak lebih tinggi dari dewasa, tetapi adapula yang melaporkan prevalensi dewasa lebih tinggi dari anak. Di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asmadi dunia diperkirakanmencapai300 juta orangdan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderitapada tahun 2025.2.1.3 Faktor Risiko Asma Berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host faktor) dan factor lingkungan. Faktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik yang mempengaruhi berkembangnya asma yaitu genetik asma, alergik (atopi), hipereaktiviti / hiperesponsif bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor lingkungan mempengaruhi individu dengan kecenderungan / predisposisi asma, untuk berkembang menjadi asma, yang menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan gejala asma yang menetap. Beberapa hal / kondisi yang termasuk dalam faktor lingkungan, yaitu: alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan, diet, status sosio ekonomi dan besarnya keluarga. 12.1.4. Patogenesis Asma Konsep terbaru patogenesis asma adalah proses inflamasi kronik pada saluran pernapasan yang menyebabkan saluran pernapasan menjadi sempit dan hiperesponsif. Asma dalam derajat apapun merupakan inflamasi kronik saluran nafas. Terdapat sejumlah penderita dengan inflamasi saluran napas namun faal paru normal. Inflamasi ini sudah terdapat pada asma dini dan asma ringan dan sudah terjadi sebelum disfungsi paru. Jarak antara inflamasi mukosa dengan munculnya disfungsi paru belum diketahui, pada asma episodik tanpa gejalapun inflamasi telah ada.Gambaran khas inflamasi ditandai dengan peningkatan jumlah eosinofil teraktivasi, sel mast, makrofag, dan limfosit T dalam lumen mukosa saluran pernapasan. Sel limfosit berperan penting dalam respon inflamasi melalui penglepasan berbagai sitokin multifungsional. Limfosit T subset T helper-2(Th-2) yang berperan dalam patogenesis asma akan mensekresi sitokin interleukin 3 (IL-3), IL-4, IL-5, IL-9, IL-13, IL-16 dan Granulocute Monocyte Colony Stimulating Factor (GMCSF). Sitokin bersama sel inflamasi yang lain akan saling berinteraksi, sehingga menimbulkan proses inflamasi yang kompleks, yang menyebabkan degranulasi sel mast disertai pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan berbagai protein toksik yang akan merusak epitel saluran pernapasan, sebagai salah satu penyebab hipereaktiviti saluran pernapasan. Hal ini diperberat dengan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi otot polos bronkus, sel goblet, dan kelenjar bronkus serta hipersekresi kelenjar mukus yang menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.1,5Pada serangan asma terjadi penyempitan sampai obstruksi saluran pernapasan sebagai manifestasi kombinasi spasme/kontraksi otot polos bronkus, edema mukosa, sumbatan mukus, akibat inflamasi pada saluran pernapasan. Sumbatan saluran pernapasan menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas, terperangkapnya udara, dan distensi paru yang berlebih (hiperinflasi). Perubahan yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak sesuainya ventilasi dengan perfusi. Hiperventilasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja/aktivitas pernapasan. Peningkatan tekanan intra pulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran pernapasan yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran pernapasan, sehingga meningkatkan risiko terjadinya pnemotoraks.12.2 STRES

2.2.1 Definisi Stres

Secara umum stres sebenarnya memberikan pengertian gangguan psikosomatik, sehingga tidak jarang dalam praktek kedokteran istilah stres cenderung digunakan sebagai suatu diagnosis. Oleh karna itu perlu dipahami betul pengertian tentang stres dalam kaitannya dengan gangguan psikosomatik.3,4

Sebenarnya istilah stres bisa diartikan sebagai stres fisis maupun stres psikis. Tetapi secara umum dan populer yang dimaksud stres diartikan sebagai stres psikis. Selanjutnya yang dimaksud dengan stres ialah stres psikis.

Dari sudut pandang ilmu kedokteran, menurut Hans Selye seorang ahli fisiologi dan pakar stres yang dimaksud dengan stres ialah suatu respon tubuh yang tidak spesifik terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Jadi merupakan respon automatik tubuh yang bersifat adaptif pada setiap perlakuan yang menimbulkan perubahan fisis atau emosi yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisis yang optimal suatu organisme. Reaksi fisiologis ini disebut sebagai general adaptation syndrome.

Respons tubuh terhadap perubahan-perubahan tersebut dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu:

1. alarm reaction (reaksi peringatan). Pada fase ini tubuh dapat mengatasi stresor (perubahan) dengan baik.

2. the stage of resistance(reaksi pertahanan). Reaksi terhadap stresor sudah mencapai/melampaui tahap kemampuan tubuh. Pada keadaan ini sudah dapat timbul gejala-gejala psikis dan somatik.

3. stage of exhaustion (reaksi kelelahan). Pada fase ini gejala-gejala psikosomatik tampak dengan jelas

menurut perngertian tersebut di atas tampak bahwa reaksi psikis dan somatik akan muncul pada tahap di mana respons terhadap situasi stres sudah mencapai/malampaui titik pertahanan tubuh. Dari sudut pandang psikologis stres didefinisikan sebagai suatu keadaan internal yang disebabkan oleh situasi lingkungan atau sosial yang potensial berbahaya, memberikan tantangan, menimbulkan perubahan-perubahan atau memerlukan mekanisme pertahanan seseorang.

Baik dari sudut pandang kedokteran maupun psikologis, dalam keadaan stres terjadi perubahan-perubahan psikis, fisiologis, biokemis dan lain-lain reaksi tubuh di samping adanya proses adaptasi. Pada saat perubahan itu sudah mengganggu fungsi psikis dan somatik, timbul keadaan yang disebut distres, yang secara klinis merupakan gangguan psikosomatik. Untuk istilah stres yang digunakan kalangan medis untuk diagnosis akan lebih tepat bila dipakai istilah distres atau dengan menyebutkan gangguan psikosomatik tertentu.

Dalam keadaan demikian seseorang akan dibawa atau datang ke dokter dengan manifestasi gangguan fisis seperti sakit dada, berdebar-debar, sakit kepala, sakit ulu hati, dan lain-lain. Setelah melakukan pemeriksaan yang terkadang berlebihan, baik atas inisiatif dokter maupun pasien sendiri baru kemudian diketahui bahwa pasien tersebut sebenarnya mengalami stres (baca distres).

2.2.2 Pengertian Stresor

Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang. Karena adanya stresor terpaksa seseorang harus menyesuaikan diri untuk menanggulangi stresor yang timbul. Dengan perkataan lain jelaslah bahwa stresor ialah suatu keadaan yang dapat menimbulkan stres. 3,4

Jenis-jenis stresor dapat dikelompokkan sebagai berikut: masalah perkawinan, masalah keluarga, masalah hubungan interpersonal, masalah pekerjaan, lingkungan hidup, masalah hukum, keuangan, perkembangan, penyakit fisis, dan lain-lain.

Adapula yang membagi stresor menjadi:

1. stresor fisis seperti panas, dingin, suara bisisng dan sebagainya.

2. stresor sosial seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, pekerjaan, karir, masalah keluarga, hubungan interpersonal, dan lain-lain.

stresor psikis misalnya frustrasi, rendah diri, perasaan berdosa, masa depan yang tidak jelas dan sebagainya.2.3 Pengaruh Stres Terhadap Asma

Asma dapat dipengaruhi oleh stres, kecemasan, kesedihan, seperti halnya pengaruh zat-zat iritan atau alergen, olah raga dan infeksi. Stres muncul ketika tuntutan atau ajakan dari lingkungan melebihi kemampuan adaptasi individu atau kemampuan untuk melawan. Pertimbangan terbaru dalam bidang Psikoneuroimunologi (PNI) menghubungkan antara stres psikososial, sistem saraf pusat, perubahan dalam fungsi imun dan endokrin menghasilkan jalur biologi yang masuk akal diduga dimana stres berdampak pada tanda - tanda asma.2,6

Gambar 1: Hubungan stress dan asma.2Gambar 1menggambarkan model kerja stres dan asma.. Ini menyoroti pentingnya kedua eksposur sosial dan fisik dalam eksaserbasi gejala. Premis dasar dari model adalah bahwa stres psikologis bekerja dengan mengubah besarnya respon inflamasi saluran napas yang iritasi, alergi, dan infeksi membawa pada orang dengan asma. Penting untuk dicatat bahwa model menunjukkan bahwa stres sendiri tidak mampu memodifikasi fungsi kekebalan tubuh dengan cara yang mengarah ke gejala asma.Sebaliknya, stres dipandang sebagai suatu proses yang menonjolkan respons peradangan saluran napas untuk memicu lingkungan dan, dengan demikian, meningkatkan frekuensi, durasi dan keparahan gejala pasien.2Sistem imun tubuh terdiri dari sistem imun alamiah atau non spesifik dan didapat atau spesifik. Jalur biologi bagaimana stres berpengaruh pada respons imun saat serangan asma meliputi aksis Hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA), aksis sympathetic-adrenal medullary (SAM) dan lengan dari sistem saraf otonom yaitu sympathetic nervous system (SNS) dan parasympathetic nervous system (PNS). Epinefrin dan norepinefrin mempunyai efek pada sel natural killer (NK) dan penurunan regulasi interferon (IFN)-?, hal tersebut diinterpretasikan sebagai deviasi imun kearah T-helper (Th)-2. Pergeseran Th-1 ke Th-2 selama stres penting pada asma sebab dapat menaikkan respons humoral terhadap alergen yang memudahkan inflamasi dan obstruksi jalan napas.Studi terbaru menyatakan bahwa respons emosional yang negatif mengganggu pengaturan sistem HPA. Pergeseran di dalam irama sirkadian kortisol juga ditemukan diantara orang-orang dalam situasi penuh tekanan. Stres kronik akan menginduksi suatu keadaan hiporesponsif aksis HPA dimana sekresi kortisol dikurangi, menuju ke peningkatan sekresi sitokin inflamasi yang diatur lawan oleh kortisol. Kortisol mempunyai efek menghambat pada sistem imun. Stres yang menyebabkan perubahan aktiviti HPA dapat memperburuk perjalanan asma dari pada resistensi glukokortikoid. Paparan terhadap kortisol dosis tinggi dapat menyimpangkan system imun kearah respon berlebihan Th-2 sitokin.Stresor mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan SNS. Stimulasi SNS menghasilkan pelepasan sistemik epinefrin dan norepinefrin. Reseptor adrenergik berada pada sel T dan B, reseptor tersebut dapat mengatur bentuk respons humoral yang terlibat dalam asma meliputi pelepasan interleukin (IL)-4, IL-5 dan IL-13 mengikuti paparan alergen, pelepasan histamin oleh aktivasi sel mast, perekrutan eosinofil dan aktivasi eosinofil di jalan napas. Aktivasi PNS akan menyebabkan pelepasan neurotransmiter asetilkolin yang menyebabkan bronkokonstriksi dan sekresi mukus.Untuk mempengaruhi proses inflamasi di saluran napas, stresor harus dinilai sebagai hal yang mengancam dan tidak dapat diatasi. Setelah periode yang panjang paparan hormon stres, reseptor terhadap molekul tersebut akan menurunkan regulasinya, menyebabkan pengurangan regulasi respons inflamasi terhadap paparan asma, hal ini bermanifestasi terhadap produksi berlebihan Th-2 sitokin dan perekrutan eosinofil, dimana kedua hal tersebut diketahui menyebabkan peningkatan gejala asma.2,6BAB III

KESIMPULAN

Penyakit asma merupakan proses inflamasi kronik saluran pernapasan yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif, sehingga memudahkan terjadinya bronkokonstriksi, edema dan hipersekresi kelenjar, yang menghasilkan pembatasan aliran udara di saluran pernapasan dengan manifestasi klinik yang bersifat periodik berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama malam hari atau dini hari/subuh.Dari sudut pandang ilmu kedokteran, menurut Hans Selye seorang ahli fisiologi dan pakar stres yang dimaksud dengan stres ialah suatu respon tubuh yang tidak spesifik terhadap aksi atau tuntutan atasnya. Jadi merupakan respon automatik tubuh yang bersifat adaptif pada setiap perlakuan yang menimbulkan perubahan fisis atau emosi yang bertujuan untuk mempertahankan kondisi fisis yang optimal suatu organisme. Reaksi fisiologis ini disebut sebagai general adaptation syndrome.

Stres yang menyebabkan perubahan aktiviti HPA dapat memperburuk perjalanan asma dari pada resistensi glukokortikoid. Paparan terhadap kortisol dosis tinggi dapat menyimpangkan system imun kearah respon berlebihan Th-2 sitokin.Stresor mempunyai kemampuan untuk mengaktifkan SNS. Stimulasi SNS menghasilkan pelepasan sistemik epinefrin dan norepinefrin. Reseptor adrenergik berada pada sel T dan B, reseptor tersebut dapat mengatur bentuk respons humoral yang terlibat dalam asma meliputi pelepasan interleukin (IL)-4, IL-5 dan IL-13 mengikuti paparan alergen, pelepasan histamin oleh aktivasi sel mast, perekrutan eosinofil dan aktivasi eosinofil di jalan napas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) 2004, Pedoman Diagnosis danpenatalaksanaan Asma di Indonesia. Penerbit FKUI, Jakarta.

2. Stress and Inflammation in Exacerbations of Asthma. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2077080/ . Pada tanggal 28 Juli 2014.3. Mangindaan L. Gangguan kepribadian. Buku Ajar Psikiatri. Edisi kedua. Jakarta: Badan penerbit FKUI; 2013.ms.310-16.4. Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi ke-2. Cetakan 2010. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. Hal 387-975. Pocket guide for asthma management and prevention (for adults and children older than 5 years). GINA (Global Initiative for Asthma) (2010). http://www.ginaasthma.org6. Peran stress pada serangan asma. http://fk.uns.ac.id/index.php/penelitiandosen/detail/32/peran-stres-pada-serangan-asma. Diakses pada tanggal 28 Juli 2014.REFERAT

Hubungan Stres Terhadap Serangan Asma

Pembimbing :

dr. Elly Tania Sp.KJDisusun oleh :

Gari Kharisma

11-2013-262

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA JAKARTA 201411