tifoid

27
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTIFIKASI Nama : Tri Wisudawati Umur : 12 Tahun 3 Bulan Jenis kelamin : Perempuan Agama :Islam Keangsaan : !umatera Alamat : K"mp# 3 $a%ah Indah Bl"k I N"# & '(! :13 April 2)1& B. ANAMNESIS *All"anamnesis dengan kakak penderita+ 1& April 2)1&, Keluhan Utama : demam tinggi Keluhan Tambahan : menggigil+ mual dan muntah Riwayat Peralanan Penya!it !emilan hari !'(!+ penderita mengeluh BAB -air setelah makan sate di k"ndangan dan aks" akar pedas+ .rekuensi / 2 kali+ air leih an0ak dari %umlah / 1 gelas eliming tiap BAB+ lendir tidak ada+ darah tidak ada# Pe dieri "megdiar dan antasid "leh kakak penderita# Penderita elum diawa ke d"kter# Tu%uh hari seelum masuk rumah sakit+ penderita mengeluh demam+ demam naik turun tapi suhun0a tidak pernah men-apai n"rmal+ demam meningkat teru pada malam hari# emam tidak disertai menggigil+ tidak erkeringat disertai ke%ang# 'ual tidak ada+ muntah tidak ada+ na.su makan n"rmal+ n0e hati tidak ada+ atuk tidak ada+ pilek tidak ada+ sakit menelan tidak ada+ sakit tengg"r"kan tidak ada+ n0eri sendi tidak ada+ pegal pegal tidak ada+ k"ren pada kulit tidak ada+ mimisan tidak ada+ gusi erdarah tidak ada+ dan int merah tidak ada# BAB -air masih ada .rekuensi 2 kali sean0ak gelas eli BAK seperti iasa# Penderita elum diawa er"at# 1

description

tifoid

Transcript of tifoid

BAB I

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTIFIKASI

Nama

: Tri WisudawatiUmur

: 12 Tahun 3 BulanJenis kelamin

: PerempuanAgama

: IslamKebangsaan

: SumateraAlamat

: Komp. 3 Gajah Indah Blok I No. 5 MRS

: 13 April 2015B. ANAMNESIS(Alloanamnesis dengan kakak penderita, 15 April 2015)

Keluhan Utama

: demam tinggiKeluhan Tambahan: menggigil, mual dan muntah Riwayat Perjalanan PenyakitSembilan hari SMRS, penderita mengeluh BAB cair setelah makan sate di kondangan dan bakso bakar pedas, frekuensi 2 kali, air lebih banyak dari ampas, jumlah 1 gelas belimbing tiap BAB, lendir tidak ada, darah tidak ada. Penderita diberi omegdiar dan antasid oleh kakak penderita. Penderita belum dibawa berobat ke dokter.Tujuh hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh demam, demam naik turun tapi suhunya tidak pernah mencapai normal, demam meningkat terutama pada malam hari. Demam tidak disertai menggigil, tidak berkeringat dan tidak disertai kejang. Mual tidak ada, muntah tidak ada, nafsu makan normal, nyeri ulu hati tidak ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, sakit menelan tidak ada, sakit tenggorokan tidak ada, nyeri sendi tidak ada, pegal-pegal tidak ada, koreng-koreng pada kulit tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, dan bintik-bintik merah tidak ada. BAB cair masih ada frekuensi 2 kali sebanyak gelas belimbing, BAK seperti biasa. Penderita belum dibawa berobat.Lima hari sebelum masuk rumah sakit, penderita masih demam, demam naik turun tapi suhunya tidak pernah mencapai normal. Demam disertai menggigil, tidak berkeringat dan tidak disertai kejang. Mual ada, muntah tidak ada, nafsu makan menurun, nyeri ulu hati ada, batuk tidak ada, pilek tidak ada, sakit menelan tidak ada, sakit tenggorokan tidak ada, nyeri sendi tidak ada, pegal-pegal tidak ada, koreng-koreng pada kulit tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, bintik-bintik merah tidak ada. BAB cair masih ada frekuensi 2 kali sebanyak gelas belimbing, BAK seperti biasa. Penderita lalu dibawa berobat ke Puskes, diperiksa DDR hasilnya negatif, dan mendapat pengobatan kloramfenikol 4x1 tab, ranitidine 3x1 tab, Parasetamol 3x1 tab, dan domperidone 2x1 tab.Dua hari sebelum masuk rumah sakit pederita mengeluh demam tinggi, setelah diukur oleh kakak penderita, suhunya 39oC. Demam disertai menggigil dan mengigau, mual ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati ada, batuk pilek tidak ada, sakit menelan tidak ada, sakit tenggorokan tidak ada, nyeri sendi tidak ada, pegal-pegal tidak ada, koreng-koreng pada kulit tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada, bintik-bintik merah tidak ada. BAB cair masih ada frekuensi 1 kali sebanyak gelas belimbing, BAK seperti biasa. Penderita masih melanjutkan pengobatan dari Puskesmas.Empat jam sebelum masuk rumah sakit penderita mengeluh demam tinggi, disertai menggigil, lemas, mual ada, muntah ada frekuensi 2 kali sebanyak 1 gelas belimbing, nyeri ulu hati ada, nafsu makan menurun, BAB cair ada frekuensi 1 kali sebanyak 1/2 gelas belimbing, BAK seperti biasa. Penderita lalu dibawa ke dokter umum dan dirujuk ke Poli Anak RS Ibnu Sutowo. Penderita disarankan untuk rawat inap. Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit demam lama dengan gejala yang sama sebelumnya disangkal Riwayat batuk-batuk lama disertai kesulitan penambahan berat badan disangkal Riwayat mengkonsumsi obat-obatan malaria disangkal Riwayat mual dan nyeri ulu hati sebelumnya disangkalRiwayat Penyakit Dalam Keluarga

Riwayat penyakit batuk dan demam lama dalam keluarga disangkalRiwayat Kebiasaan dan Pola Hidup

Penderita sering jajan di pinggir jalan dan kantin sekolah dan jarang mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah makan. Penderita tidur tidak menggunakan kelambu dan banyak pakaian yang tergantung di belakang pintu kamar. Bak mandi dikuras teratur setiap 2 kali dalam seminggu, bak penampungan air tertutup.Riwayat Lingkungan

Penderita tinggal bersama ayah, satu orang kakak laki-laki dan satu orang kakak perempuan di rumah pribadi, terdiri atas tiga kamar dan satu WC terletak didalam rumah. Sumber air yang dipakai berasal dari ledeng. Air untuk minum dan memasak menggunakan air ledeng yang telah dimasak.Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

GPA

: P3A0Masa kehamilan: 38 mingguPartus

: Spontan per vaginamDitolong oleh

: Dokter Sp.OGTanggal

: 11 Januari 2003Berat badan lahir: 3000 gramPanjang badan lahir: kakak penderita tidak tahuKeadaan saat lahir: Langsung menangis

Riwayat Makanan

Penderita sehari-hari mengkonsumsi:

nasi biasa 3 kali sehari. Rata-rata penderita menghabiskan nasi sebanyak 2-3 centong nasi sebanyak 3 kali sehari. Sayur ada setiap hari. Bervariasi dari sayur kangkung, tauge, lodeh, katu dan bayam. Sekali makan bisa mengambil 2-3 sendok sayur. Lauk yang dikonsumsi bervariasi mulai dari ikan (1/2 potong), ayam (1 potong), telur (1 butir), tahu (sepotong), dan tempe (sepotong). Frekuensi 3 kali sehari.

Konsumsi buah seperti buah pir, duku, pisang, pepaya, jeruk 2-3 x dalam seminggu. Penderita minum air sebanyak 1 L dalam sehari Penderita sering jajan disekolah seperti bakso, tekwan dengan cabe yang banyak, coklat, ciki-ciki, es sisri, teh gelas, dan Cappucinno Cincau.Riwayat:

ASI

: tidak pernah

Susu Formula

: 0 bulan 3 tahun

Nasi tim

: 7 12 bulan

Nasi biasa

: 1 tahun sampai sekarang

Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup.Riwayat Perkembangan FisikBerbalik

: 3 bulan

Tengkurap : 4 bulanDuduk

: 6 bulanMerangkak

: 8 bulanBerdiri

: 10 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Berbicara

: 24 bulan

Kesan : Perkembangan fisik dalam batas normal

Riwayat Imunisasi

BCG

: 1 kali, scar + (pada lengan kanan)

DPT

: 3 kali

Polio

: 4 kali

Hepatitis B: 3 kali

Campak: 1 kali

Kesan

: Imunisasi dasar lengkapRiwayat Sosial EkonomiPenderita adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Ayah penderita berusia 58 tahun, pendidikan terakhir STM, yang bekerja sebagai karyawan di PT. SB. Ibu penderita telah meninggal saat berusia 45 tahun dengan pendidikan terakhir D3, dan bekerja sebagai guru. Ekonomi keluarga ditanggung oleh ayah penderita yang tinggal dirumah sendiri dengan penghasilan 3,5 juta perbulan. Kesan sosial ekonomi: menengah keatas.C. PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal pemeriksaan: 16 April 2015Keadaan Umum

Kesadaran

: Kompos mentisTekanan darah

: 100/70 mmHgNadi

: 22 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

Pernapasan

: 30 x/menit

Suhu

: 39CAnemis

: tidak adaSianosis

: tidak adaIkterus

: tidak adaDispnea

: tidak ada Edema umum

: tidak adaBerat Badan

: 83 kg

Tinggi Badan

: 172 cmStatus Gizi: BB/U

: 83/43 x 100% = 193 %

TB/U

: 172/153 x 100% = 112,4 %

BB/TB: 83/NA x 100% = -

Kesan

: obesitas Keadaan SpesifikKepalaBentuk: Normosefali, simetris

Rambut: Hitam, tidak mudah dicabut, halus.Mata: Cekung (-), edema palpebra (-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), Pupil bulat isokor 3mm, reflek cahaya (+/+) normal

Hidung: Napas cuping hidung (-), mukosa edema (-), hiperemis (-), deviasi septum (-), sekret (-)Telinga: Meatus auditori eksterna (+), serumen (-), edema (-), hiperemis (-), sekret (-), nyeri tarik aurikula (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri tekan mastoid (-)Mulut

: bibir kering (-), Sianosis (-), pucat (-), bibir pecah-pecah (-), cheilitis (-), thypoid tongue (-)Tenggorokan: Dinding faring hiperemis (-), T1-T2 hiperemis (-), detritus (-), crypta melebar (+)Leher: Pembesaran KGB (-),Thoraks

Paru-paru

Inspeksi: Statis dan dinamis simetris, retraksi (-) Palpasi: Stem fremitus kanan = kiri Perkusi: Sonor pada kedua lapangan paru, batas paru hepar ICS V Linea

Mid Clavicularis Dekstra Auskultasi: Vesikuler normal, ronki (-), wheezing (-)

Jantung

Inspeksi: Ictus cordis tidak terlihat, voussure cardiac tidak terlihat. Palpasi: Ictus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba

Perkusi : Batas atas: ICS II linea midclavicularis sinistra

Batas kanan: ICS IV linea parasternalis dextra

Batas kiri: ICS IV linea axilaris anterior sinistra

Auskultasi : HR: 94 x/menit, irama reguler, pulsus defisit (-), BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)Abdomen

Inspeksi: datar Palpasi: Lemas, nyeri tekan (+) di regio epigastrium dan umbilikal, hepar dan lien tidak teraba. Perkusi: Timpani Auskultasi: Bising usus (+) normalLipat paha dan genitalia: Pembesaran KGB (-)Ekstremitas : Akral hangat, pucat (-), sianosis (-), edema pretibial (-), CRT < 3D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM Darah rutin 13 April 2015Hb: 11,0 g/dlLeukosit : 6400 IUTrombosit : 337.000 IUHematokrit : 32%

Hitung jenis leukosit

Segmen : 62%

Limfosit : 38%

Pemeriksaan serologiWIDALSalmonella typhi O: 1/320Salmonella paratyphi AO: 1/80

Salmonella paratyphi BO: 1/80Salmonella paratyphi CO: 1/80Salmonella typhi H: 1/80Salmonella paratyphi AH: 1/320Salmonella paratyphi BC: 1/80

Salmonella paratyphi CH: 1/80E. DIAGNOSIS BANDING

Demam tifoid Malaria

Tuberkulosis F. PEMERIKSAAN ANJURAN

Mantouks test

DDR

Darah perifer lengkap Urin Rutin

Feses rutin Kultur urin dan kultur fesesG. DIAGNOSIS KERJADemam tifoid H. PENATALAKSANAAN1. Supportif Tirah baring sampai 7 hari bebas panas, lalu mobilisasi secara bertahap Diet: bebas serat, tidak merangsang, tidak menimbulkan gas, mudah dicerna, tidak dalam jumlah yang banyak, bubur saring sampai 7 hari bebas panas, bubur biasa 3 hari kemudian makan biasa IVFD D5 1/2 NS gtt XX x/menit2. Simptomatik Paracetamol 3x500 mg, bila suhu 38,5o C

Ranitidine injeksi 2 x 1 ampul Antacid oral 4 x 1 tab3. Kausatif Kloramfenikol 4x500 mg4. Edukasi Higiene perorangan dan lingkungan seperti tidak jajan di sembarang tempat, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, pengamanan pembuangan limbah feses (tinja), pemberantasan lalat, penyediaan air minum yang memenuhi syarat.I. PROGNOSISQuo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam: bonam

J. FOLLOW UP

TanggalFollow upPengobatan

14 April 2013S/ demam (+), mual (+), muntah (+), menggigil (+), berkeringat (+)

O/

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Sensorium : compos mentis

Temperatur : 38,1oCPulse rate : 98 x/m

Respiratory rate : 28 x/m

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Kepala : CA(-), SI (-), edema palpebra (-), NCH (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-)

Thorax : simetris, retraksi (-)

Pulmo : vesikuler (+) normal, Wh (-) , Rh (-)

Cor : BJ 1 dan 2 normal, m(-), g(-)

Abdomen : datar, lemas, h/l ttb, BU (+) normal

Extremitas : akral hangat (+), CRT < 2

IVFD D5 NS gtt XX /m

Injeksi :

Ranitidin 2x1 amp Antasid 3x1 tab Kloramfenikol 4x500 mg Parasetamol 3x1 tab, bila temp 38,5oC Zink 1x1 tab Cek DR, UR, widal, DDR

15 April 2015S/ demam (+), mual (+), muntah (+)O/

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Sensorium : compos mentis

Temperatur : 37,6oC

Pulse rate : 98 x/m

Respiratory rate : 26 x/mTekanan Darah : 110/70 mmHg

Kepala : CA(-), SI (-), edema palpebra (-), NCH (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-)

Thorax : simetris, retraksi (-)

Pulmo : vesikuler (+) normal, Wh (-) , Rh (-)

Cor : BJ 1 dan 2 normal, m(-), g(-)

Abdomen : datar, lemas, h/l ttb, BU (+) normal

Extremitas : akral hangat (+), CRT < 2

IVFD D5 NS gtt XX /m

Injeksi Ranitidin 2x1 amp Antasid 3x1 tab

Kloramfenikol 4x500 mg Parasetamol 3x1 tab, bila temp 38,5oC Zink 1x1 tab

16 April 2015S/ demam (+), mual (+), O/

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Sensorium : compos mentis

Temperatur : 39oC

Pulse rate : 94 x/m

Respiratory rate : 26 x/mTekanan darah : 100/70 mmHg

Kepala : CA(-), SI (-), edema palpebra (-), NCH (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-)

Thorax : simetris, retraksi (-)

Pulmo : vesikuler (+) normal, Wh (-) , Rh (-)

Cor : BJ 1 dan 2 normal, m(-), g(-)

Abdomen : datar, lemas, h/l ttb, BU (+) normal

Extremitas : akral hangat (+), CRT < 2

17 April 2015S/ demam (+), mual (+)O/

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Sensorium : compos mentis

Temperatur : 37,6oC

Pulse rate : 100 x/m

Respiratory rate : 22 x/mTekanan darah : 120/80 mmHg

Kepala : CA(-), SI (-), edema palpebra (-), NCH (-), tonsil T1-T1 hiperemis (-)

Thorax : simetris, retraksi (-)

Pulmo : vesikuler (+) normal, Wh (-) , Rh (-)

Cor : BJ 1 dan 2 normal, m(-), g(-)

Abdomen : datar, lemas, h/l ttb, BU (+) normal

Extremitas : akral hangat (+), CRT < 2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia, Afrika, Amerika latin, Karibia, dan Oceania, termasuk Indonesia penyakit yang masih tergolong endemik di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan dan minuman ini, disebabkan oleh kuman S. typhi. Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002 sekitar 16 juta per tahun, 600.000 di antaranya menyebabkan kematian.1

Di Indonesia kasus demam tifoid telah tercantum dalam Undang-undang nomor 6 Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah.2

Di Indonesia insidens penyakit tersebut tergolong masih tinggi. Penyakit tersebut diduga erat hubungannya dengan hygiene perorangan yang kurang baik,sanitasi lingkungan yang jelek (misalnya penyediaan air bersih yang kurang memadai, pembuangan sampah dan kotoran manusia yang kurang memenuhi syarat kesehatan, pengawasan makanan dan minuman yang belum sempurna), serta fasilitas kesehatan yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat.3

2.1Terminologi dan Definisi

Secara historis, typhus berasal dari bahasa Yunani typhos yang berarti asap, atau yang lebih halus lagi dari asap, merupakan kiasan yang menggambarkan orang melamun, yang dipengaruhi oleh asap yang sedang naik di awan, dari asal nama di atas menggambarkan bahwa kesadaran penderita demam tifoid seperti diliputi awan (kabut). Nama lain yang sering ditulis dalam kepustakaan adalah typhus abdominalis suatu istilah yang kurang tepat, karena dulunya dianggap bahwa demam tifoid adalah kumpulan gejala demam tifus yang menyerang alat pencernaan.3

Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.12.2Etiologi

Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagella (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 6000C) selama 15 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu: 4

1. Antigen O (Antigen somatik), yaitu terletak pada lapisan luar dari tubuh kuman. Bagian ini mempunyai struktur kimia lipopolisakarida atau disebut juga endotoksin. Antigen ini tahan terhadap panas dan alkohol tetapi tidak tahan terhadap formaldehid.

2. Antigen H (Antigen Flagella), yang terletak pada flagella, fimbriae atau pili dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan terhadap formaldehid tetapi tidak tahan terhadap panas dan alkohol.

3.Antigen Vi yang terletak pada kapsul (envelope) dari kuman yang dapat melindungi kuman terhadap fagositosis. Ketiga macam antigen tersebut di atas di dalam tubuh penderita akan menimbulkan pula pembentukan 3 macam antibodi yang lazim disebut aglutinin.2.3Sumber Penularan

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai di daerah tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak memadai dengan standar higiene dan sanitasi yang rendah. Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhii yang dapat bertahan hidup lama di lingkungan yang kering dan beku. Organisme ini juga mampu bertahan hidup selama 1 minggu dan dapat merubah warna dan bentuknya. Manusia merupakan satu-satunya sumber penularan alami Salmonella typhii, melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau karier, ataupun melalui makanan atau minuman yang telah terkontaminasi Salmonella typhii. Sumber makanan atau minuman yang telah terkontaminasi Salmonella typhii diantaranya adalah:4

1. air yang terkontaminasi dengan tinja,

2. susu atau hasil susu lainnya (es krim, keju, kustard) yang terkontaminasi dengan tinja atau pasteurisasi yang tidak cukup atau pengepakan yang tidak tepat,

3. kerang-kerangan akibat kontaminasi air,

4. telur yang dibuat bubuk atau dibekukan dari unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi selama pemrosesan

5. daging dan hasil dari binatang yang terinfeksi

6. binatang piaraan rumah, misalnya kucing, anjing, dan kura-kura.Sumber penularan utama (manusia) penyakit ini adalah:

a. Penderita Demam Tifoid Yang menjadi sumber utama infeksi adalah manusia yang selalu mengeluarkan mikroorganisme penyebab penyakit, baik ketika ia sedang menderita sakit maupun yang sedang dalam penyembuhan. Pada masa penyembuhan penderita pada umumnya masih mengandung bibit penyakit di dalam kandung empedu dan ginjalnya.

b.Karier Demam Tifoid.

Penderita tifoid karier adalah seseorang yang kotorannya (feses atau urin) mengandung Salmonella typhi setelah satu tahun pasca demam tifoid, tanpa disertai gejala klinis. Pada penderita demam tifoid yang telah sembuh setelah 2 3 bulan masih dapat ditemukan kuman Salmonella typhi di feces atau urin. Penderita ini disebut karier pasca penyembuhan.Pada demam tifoid sumber infeksi dari karier kronis adalah kandung empedu dan ginjal (infeksi kronis, batu atau kelainan anatomi). Oleh karena itu apabila terapi medika-mentosa dengan obat anti tifoid gagal, harus dilakukan operasi untuk menghilangkan batu atau memperbaiki kelainan anatominya.

Karier dapat dibagi dalam beberapa jenis:61. Healthy carrier (inapparent) adalah mereka yang dalam sejarahnya tidak pernah menampakkan menderita penyakit tersebut secara klinis akan tetapi mengandung unsur penyebab yang dapat menular pada orang lain, seperti pada penyakit poliomyelitis, hepatitis B dan meningococcus.

2. Incubatory carrier (masa tunas) adalah mereka yang masih dalam masa tunas, tetapi telah mempunyai potensi untuk menularkan penyakit/ sebagai sumber penularan, seperti pada penyakit cacar air, campak dan pada virus hepatitis.

3. Convalescent carrier (baru sembuh klinis) adalah mereka yang baru sembuh dari penyakit menulat tertentu, tetapi masih merupakan sumber penularan penyakit tersebut untuk masa tertentu, yang masa penularannya kemungkinan hanya sampai tiga bulan umpamanya kelompok salmonella, hepatitis B dan pada dipteri.

4. Chronis carrier (menahun) merupakan sumber penularan yang cukup lama seperti pada penyakit tifus abdominalis dan pada hepatitis B. 2.4Patogenesis

Masa inkubasi demam tifoid kurang lebih 14 hari.5 Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman ini akan dimusnahkan dalam lambung, sebagian lagi lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh selselfagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian kekelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembangbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteriemia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tandadan gejala penyakit infeksi sistemik.2,3

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, dan koagulasi.2,3Di dalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hyperplasia jaringan. Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darahsekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoidini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapatmengakibatkan perforasi.4Peranan endotoksin dalam patogenesis demam tifoid telah dipelajari secara mendalam. Pernah dicoba pemberian suntikan endotoksin 0.5 mcg padasukarelawan-sukarelawan, dalam waktu enam puluh menit mereka menjadi sakitkepala, dingin, rasa tak enak pada perut. Bakteriolisis yang dilakukan oleh system retikuloendotelialium merupakan upaya pertahanan tubuh di dalam pembasmian kuman. Akibat bakteriolisis maka dibebaskan suatu zat endotoksin, yaitu suatulipopolisakarida (LPS), yang akan merangsang pelepasan pirogen endogen darileukosit, sel-sel limpa, dan sel-sel kuppfer hati, makrofag, sel polimorfonuklear dan monosit. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler,pernapasan, dan gangguan organik lainnya.52.5Manifestasi Klinis

Masa tunas demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.5Pada minggu pertama setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi yang berkepanjangan yaitu setinggi 39 C hingga 40 C, sakit kepala, pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaranbronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah sertabergetar atau tremor. Epistaksis dapat dialami oleh penderita sedangkantenggorokan terasa kering dan meradang. Jika penderita ke dokter pada periodetersebut, akan menemukan demam dengan gejala-gejala di atas yang bisa sajaterjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya terjadi padahari ketujuh dan terbatas pada abdomen di salah satu sisi dan tidak merata,bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang dengansempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongan kulit putih yaituberupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling sering padakulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan memucat bila ditekan.Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus dapat dijumpai. Limpa menjaditeraba dan abdomen mengalami distensi.6

Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiaphari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore ataumalam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus menerusdalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunansedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat inirelatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkatan suhu tubuh. Gejala septikemiasemakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yang mengalami delirium.Umumnya terjadi gangguan pendengaran, lidah tampak kering, merah mengkilat,nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, diare yang meningkat dan berwarna gelap, pembesaran hati dan limpa, perut kembung dan sering berbunyi,gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, dan mulai kacau jikaberkomunikasi.6

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan dirongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi, dan obstruksi. Perforasi usus adalah komplikasi yang cukup serius, terjadi pada 1-3 %kasus. Terdapat lubang di usus, akibatnya isi usus dapat masuk ke dalam ronggaperut dan menimbulkan gejala. Tanda-tanda perforasi usus adalah nyeri perut yang tidak tertahankan (acute abdomen), atau nyeri perut yang sudah ada sebelumnya mengalami perburukan, denyut nadi meningkat dan tekanan darah menurun secara tiba-tiba. Gawat abdomen ini membutuhkan penanganan segera.Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis venafemoralis. Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikian juga hanya menghasilkan kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang pendek. Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut. Sepuluh persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.72.6Diagnosis Banding

Demam tifoid merupakan keadaan infeksi yang lama dengan manifestasi utama yaitu demam lebih dari 7 hari. Diagnosis banding yang dapat di dapat jika ditemukan manifestasi berupa demam lama (lebih dari 7 hari) adalah penyakit paru kronis seperti TBC, malaria, dan infeksi saluran kemih (ISK). Pada TBC, biasanya ditemukan gejala khas walaupun kadang tidak spesifik pada anak seperti batuk yang lama (>3 minggu), adanya penurunan berat badan yang signifikan (akibat penurunan nafsu makan), timbul benjolan pada tulang belakang (spondilitis TB), dan adanya riwayat kontak pada penderita TB. Untuk malaria, kita dapat melihat dari tipe demamnya yang intermiten (panas tinggi, kemudian turun sampai batas normal) walau kadang tidak spesifik untuk malaria akibat P. falsiparum dan disertai menggigil, kadang disertai kuning, memiliki riwayat bepergian atau tinggal di daerah endemis malaria, dan beberapa gejala lain yang tidak khas. Untuk ISK, kadang bersifat asimptomatik, tapi gejala khas pada ISK adalah adanya riwayat BAK yang sedikit-sedikit tapi sering, nyeri saat BAK, nyeri suprapubik bahkan sampai ke pinggang, BAK disertai warna kemerahan, atau rasa tidak lampias saat BAK.

2.7Diagnosis Kerja

1.Diagnosis Klinik

Diagnosis klinis penyakit ini sering tidak tepat, karena gejala kilinis yang khas pada demam tifoid tidak ditemukan atau gejala yang sama dapat juga ditemukan pada penyakit lain. Diagnosis klinis demam tifoid sering kali terlewatkan karena pada penyakit dengan demam beberapa hari tidak diperkirakan kemungkinan diagnosis demam tifoid.2.Diagnosis Mikrobiologik/Pembiakan Kuman

Metode diagnosis mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90% penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggupertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika, dimana hasil positif menjadi 40%. Meskipun demikian kultur sum-sum tulang tetap memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90% positif. Pada minggu-minggu selanjutnya hasil kultur darah menurun, tetapi kultur urin meningkat yaitu 85% dan 25% berturut-turut positif pada minggu ke-3 dan ke-4. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90% penderita dan kira-kira 3% penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama.3.Diagnosis Serologik

a.Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella typhi terdapat dalam serum penderita demam tifoid, pada orang yang pernah tertular Salmonella typhi dan pada orang yang pernah mendapatkan vaksin demam tifoid.

Antigen yang digunakan pada uij Widal adlah suspensi Salmonella typhi yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang diduga menderita demam tifoid.8Dari ketiga aglutinin (aglutinin O, H, dan Vi), hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosis. Semakin tinggi titer aglutininnya, semakin besar pula kemungkinan didiagnosis sebagai penderita demam tifoid. Pada infeksi yang aktif, titer aglutinin akan meningkat pada pemeriksaan ulang yang dilakukan selangwaktu paling sedikit 5 hari. Peningkatan titer aglutinin empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid.

Interpretasi hasil uji Widal adalah sebagai berikut:8 Titer O yang tinggi ( ( 160) menunjukkan adanya infeksi akut.

Titer H yang tinggi ( ( 160) menunjukkan telah mendapat imunisasi atau pernah menderita infeksi.

Titer antibodi yang tinggi terhadap antigen Vi terjadi pada carrier.

b.Uji ELISA

Deteksi antigen spesifik dari Salmonella typhi dalam spesimen klinik (darah atau urine) secara teoritis dapat menegakkan diagnosis demam tifoid secara dini dan cepat, serta dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji widal. Uji ELISA yang sering dipakai untuk melacak adanya antigen Salmonella typhi dalam spesimen klinis, yaitu double antibody sandwich ELISA.Diagnosis DemamTyphoid/ Paratyphoid dinyatakan bila: 1) JikaIgM positif menandakan infeksi akut; 2) jika IgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerahendemik.

c. Uji Mikrobiologi (Kultur Darah)

Merupakan baku emas (Gold Standard) dalam menegakkan diagnosis demam tifoid secara pasti. Akan tetapi, penggunaan uji ini memiliki beberapa kerugian diantaranya adalah hasil yang lama, hasil negatif palsu dikarenakan sampel yang terlalu sedikit, darah tidak segera dimasukkan dalam medial gall, dan penderita telah mendapat terapi antibiotik sebelumnya.92.8Tatalaksana

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu :Istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian medikamentosa. Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Sedangkan diet dan terapi merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun dan proses penyembuhan akan menjadi lama. Tata laksana medikamentosa demam tifoid dapat berupa pemberian antibiotik, antipiretik, dan steroid. Obat antimikroba yang sering diberikan adalah kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, sefalosporin generasi ketiga,ampisilin, dan amoksisilin.2, 10Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama untuk mengobati demamtifoid. Kloramfenikol mempunyai ketersediaan biologik 80% pada pemberian iv.Waktu paruh plasmanya 3 jam pada bayi baru lahir, dan bila terjadi sirosis hepatis diperpanjang sampai dengan 6 jam. Dosis yang diberikan secara per oral pada dewasa adalah 20-30 (40) mg/kg/hari. Pada anak berumur 6-12 tahun membutuhkan dosis 40-50 mg/kg/hari. Pada anak berumur 1-3 tahun membutuhkan dosis 50-100 mg/kg/hari. Pada pemberian secara intravena membutuhkan 40-80 mg/kg/hari untuk dewasa, 50-80 mg/kg/hari untuk anakberumur 7-12 tahun, dan 50-100 mg/kg/hari untuk anak berumur 2-6 tahun. Bentuk yang tersedia di masyarakat berupa kapsul 250 mg, 500 mg, suspensi 125mg/5 ml, sirup 125 ml/5ml, serbuk injeksi 1 g/vail. Penyuntikan intramuscular tidak dianjurkan oleh karena hirolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dari pengalaman obat ini dapat menurunkan demam ratarata7,2 hari. Untuk menghindari reaksi Jarisch-Herxheimer pada pengobatandemam tifoid dengan kloramfenikol, dosisnya adalah sebagai berikut: hari ke 1: 1g, hari ke 2: 2 g, hari ke 3: 3 g, hari kemudian diteruskan 3 g sampai dengansuhu badan normal. Beberapa efek samping yang mungkin timbul pada pemberian kloramfenikol adalah mual, muntah, mencret, mulut kering, stomatitis, pruritus ani, penghambatan eritropoiesis, Gray-Syndrom pada bayi baru lahir, anemia hemolitik, exanthema, urticaria, demam, gatal-gatal, anafilaksis, dan terkadang Syndrom Stevens-Johnson. Reaksi interaksi kloramfenikol dengan paracetamol akan memperpanjang waktu paruh plasma dari kloramfenikol. Interaksinyadengan obat sitostatika akan meningkatkan resiko suatu kerusakan sumsumtulang.8,11Tiamfenikol memiliki dosis dan keefektifan yang hampir sama dengankloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol untuk orang dewasa adalah 500 mg tiap 8 jam, dan untuk anak 30-50mg/kg/hari yang dibagi menjadi 4 kali pemberian sehari. Bentuk yang tersedia dimasyarakat berupa kapsul 500 mg. Beberapa efek samping yang mungkin timbulpada pemberian tiamfenikol adalah mual, muntah, diare, depresi sumsumtulang yang bersifat reversibel, neuritis optis dan perifer, serta dapat menyebabkanGray baby sindrom. Interaksi tiamfenikol dengan rifampisin dan fenobarbitonakan mempercepat metabolisme tiamfenikol. Dengan tiamfenikol demam padademam tifoid dapat turun setelah 5-6 hari.

Kotrimoksazol adalah kombinasi dua obat antibiotik, yaitu trimetroprimdan sulfametoksazol. Kombinasi obat ini juga dikenal sebagai TMP/SMX, danberedar di masyarakat dengan beberapa nama merek dagang misalnya Bactrim.Obat ini mempunyai ketersediaan biologik 100%. Waktu paruh plasmanya 11 jam.Dosis untuk pemberian per oral pada orang dewasa dan anak adalah trimetroprim 320 mg/hari, sufametoksazol 1600 mg/hari. Pada anak umur 6 tahun trimetroprim 160 mg/hari, sufametoksazol 800 mg/hari. Pada pemberian intravena paling baik diberikan secara infus singkat dalam pemberian 8-12 jam. Beberapa efek samping yang mungkin timbul adalah sakit, thromboplebitis, mual, muntah, sakit perut,mencret, ulserasi esofagus, leukopenia, thrombopenia, anemia megaloblastik,peninggian kreatinin serum, eksantema, urtikaria, gatal, demam, dan reaksihipersensitifitas akibat kandungan Natriumdisulfit dalam cairan infus. Interaksikotrimoksazol degan antasida menurunkan resorbsi sulfonamid. Pada pemberiaanyang bersamaan dengan diuretika thiazid akan meningkatkan insidenthrombopenia, terutama pada pasien usia tua.

Ampisilin dan amoksisilin memiliki kemampuan untuk menurunkandemam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Obat ini mempunyai ketersediaan biologik: 60%. Waktu paruh plasmanya 1.5 jam (bayi baru lahir: 3,5jam). Dosis untuk pemberian per oral dalam lambung yang kosong dibagi dalampemberian setiap 6-8 jam sekitar 1/2 jam sebelum makan. Untuk orang dewasa 2-8g/hari, sedangkan pada anak 100-200 mg/kg/hari. Pada pemberiaan secaraintravena paling baik diberikan dengan infus singkat yang dibagi dalampemberiaan setiap 6-8 jam. Untuk dewasa 2-8 g/hari, sedangkan pada anak 100-200 mg/kg/hari. Bentuk yang tersedia di masyarakat berupa kapsul 250 mg, 500mg; Kaptab 250 mg, 500 mg; Serbuk Inj.250 mg/vial, 500 mg/vial, 1g/vial, 2g/vial; Sirup 125 mg/5 ml, 250 mg/5 ml; Tablet 250 mg, 500 mg. Beberapa efeksamping yang mungkin muncul adalah sakit, thrombophlebitis, mencret, mual,muntah, lambung terasa terbakar, sakit epigastrium, iritasi neuromuskular,halusinasi, neutropenia toksik, anemia hemolitik, eksantema makula, danbeberapa manifestasi alergi. Interaksinya dengan allopurinol dapat memudahkanmunculnya reaksi alergi pada kulit. Eliminasi ampisilin diperlambat padapemberian yang bersamaan dengan urikosuria (misal: probenezid), diuretik, danobat dengan asam lemah.

Sefalosporin generasi ketiga (Sefuroksin, Moksalaktan, Sefotaksim, danSeftizoksim) yang hingga saat ini masih terbukti efektif untuk demam tifoidadalah seftriakson. Antibiotik ini sebaiknya hanya digunakan untuk pengobataninfeksi berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai denganspektrum antibakterinya. Hal ini disebabkan karena selain harganya mahal juga memiliki potensi antibakteri yang tinggi Dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama 1/2 jam perinfus sekali sehari,diberikan selama 3 hingga 5 hari.

2.9Komplikasi

1.Komplikasi Intestinal 6a.Perdarahan Usus

Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderitamengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam.b.Perforasi usus

Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.2.Komplikasi Ekstra Intestinala. Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.

b. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, koaguolasi intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.

c. Komplikasi paru: pneumoni, empiema, dan pleuritis

d. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis

e. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis

f. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan artritis

g.Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polineuritis perifer, psikosis, dan sindrom katatonia.2.10Prognosis1Umumnya prognosis demam tifoid pada anak baik asal penderita cepat mendapat pengobatan. Prognosa menjadi buruk bila terdapat gejala klinis yang berat, seperti :- Hiperpireksia atau febris kontinua.

- Kesadaran menurun.

- Malnutrisi.

- Terdapat kompliksi yang berat misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonie, dll.

BAB III

ANALISIS KASUS

DAFTAR PUSTAKA

1. Cleary TG. Salmonella. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB.2000.Nelson Textbook of Pediatrics ed. 15. Jakarta : EGC, 842-8.

2. Tumbelaka AR, Retnosari S.2001. Imunodiagnosis Demam Tifoid. Dalam : Kumpulan Naskah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIV. Jakarta : BP FKUI, 65-73.

3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W.2002. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 1-43.

4. Diagnosis of typhoid fever. Background document : The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever. World Health Organization, 2003;7-18.

5. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR.2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 367-75.

6. Parry CM.2002. Typhoid fever. N Engl J Med ;347(22):1770-82.

7. Pang T.1992. Typhoid Fever : A Continuing Problem. Dalam : Pang T, Koh CL, Puthucheary SD, Eds. Typhoid Fever : Strategies for the 90s. Singapore : World Scientific, 1-2.

8. Hoffman SL.1991. Typhoid Fever.In : Strickland GT, Ed. Hunters Textbook of Pediatrics, edition7. Philadelphia : WB Saunders, 344-58.

9. Kalra SP, Naithani N, Mehta SR, Swamy AJ.2003. Current trends in the management of typhoid fever. MJAFI ;59:130-5.10. Lim PL, Tam FCH, Cheong YM, Jegathesan M.1998. One-step 2-minute test to detect typhoid-specific antibodies based on particle separation in tubes. J Clin Microbiol ;36(8):2271-8.

11. Parry CM, Hien TT, Dougan G, et al.2002. Typhoid fever. N Engl J Med. ;347(22):1770-82.

PAGE 1