TPA3

download TPA3

If you can't read please download the document

description

Bahan Tambahan Untuk TPA3

Transcript of TPA3

Bolehkah Pengurus Yayasan Menjadi Pemegang Saham PT yang Didirikan Yayasan?Salam bung, mohon informasi/keterangan tentang yayasan, Jika ada suatu yayasan yang ingin mendirikan suatu badan usaha/PT merujuk pada pasal 7 UU Yayasan Tahun 2001. Apakah Pembina, Pengurus atau Pengawas Yayasan tersebut juga boleh menjadi Pemegang saham atau karyawan dari badan usaha yang bersangkutan? Terima kasih untuk keterangan dan informasinya.ADI_KUSUMAJawaban:ILMAN HADI, S.H.http://images.hukumonline.com/frontend/lt4fbded50bf741/lt4fcc5e79a314b.jpg Memang benar bahwa dalam Pasal 7 UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (selanjutnya disebut dengan UU Yayasan), membolehkan Yayasan membentuk badan usaha untuk tujuan mencari keuntungan. Pasal 7 UU Yayasan selengkapnya berbunyi sebagai berikut: (1) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan.(2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan.(3) Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2). Karena Saudara menanyakan soal pemegang saham, maka badan usaha yang didirikan Yayasan tersebut adalah Perseoran Terbatas, (PT) yang diatur dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), karena hanya dalam PT dikenal adanya Pemegang Saham. Di dalam ketentuan Pasal 7 ayat (3) UU Yayasan, hanya disebutkan bahwa Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha, dan tidak disebutkan dilarang untuk menjadi Pemegang Saham. Menurut hemat kami, larangan anggota pembina, pengurus, dan pengawas yayasan merangkap jabatan sebagai anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris PT yang didirikan yayasan tersebut adalah untuk menghindari benturan kepentingan. Karena di satu sisi sifat dari yayasan adalah berfungsi sosial, sedangkan sifat dari PT adalah mencari keuntungan. Baik pembina, pengurus, dan pengawas Yayasan melakukan fungsi pengurusan dan pengawasan Yayasan., fungsi tersebut sama halnya dengan fungsi Direksi dan Dewan Komisaris dalam PT (lihat Pasal 1 angka 5 dan angka 6 UUPT). Pada sisi lain, Pemegang Saham PT tidak melakukan fungsi pengurusan maupun pengawasan dalam PT. Oleh karena itu, tidak ada larangan bagi anggota pembina, pengurus, atau pengawas Yayasan untuk menjadi pemegang saham PT yang didirikan oleh Yayasan. Kemudian, mengenai larangan untuk menjadi karyawan bagi Pengurus, Pembina, dan Pengawas Yayasan dalam PT yang didirikan oleh Yayasan, mengutip artikel Karyawan Diangkat Jadi Direksi intinya Direksi PT bukanlah termasuk karyawan PT. Karyawan PT adalah pekerja yang bekerja di PT berdasarkan perjanjian kerja sedangkan Direksi bekerja di PT berdasarkan penunjukan Rapat Umum Pemegang Saham, sehingga memiliki perbedaan sifat hubungan hukum. Oleh karena itu, karena karyawan bukanlah Direksi maka menjadi karyawan PT bagi Pembina, Pengurus, atau Pengawas Yayasan yang mendirikan PT adalah tidak dilarang.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN YANG DI DEPAN NAMANYA TIDAK BOLEH LAGI MENGGUNAKAN KATA YAYASAN SESUAI PP NOMOR 2 TAHUN 2013PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN YANG DI DEPAN NAMANYA TIDAK BOLEH LAGI MENGGUNAKAN KATA YAYASAN SESUAI PP NOMOR 2 TAHUN 2013Oleh : Alwesius, SH, MKn1. PendahuluanDengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2013 (PP 2/2013) yang merupakan perubahan atas Perauran Pemerintah nomor 63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan UU Yayasan (PP 63/2008) terdapat suatu perubahan mendasar dalam kaitannya dengan kedudukan Yayasan yang sebenarnya sudah tidak lagi dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya. Yayasan tersebut yang sebelumnya berdasarkan PP 63/2008 sudah tidak dapat lagi disesuaikan AD-nya dengan UU Yayasan, dengan terbitnya PP 2/2013 kembali dimungkinkan untuk menyesuaikan AD-nya tersebut dengan UU Yayasan. Apa dan bagaimana pelaksanaan perubahan AD Yayasan yang di depan namanya tidak lagi dapat menggunakan kata Yayasan tersebut dan apakah ada permasalahan yang akan timbul dengan terbitnya PP 2/2013. Berkaitan dengan hal tersebut untuk lebih memahami perihal hal tersebut maka penulis merasa perlu untuk membuat tulisan singkat ini untuk kepentingan kita semua.2. Yayasan yang di depan namanya tidak lagi dapat menggunakan kata YayasanBerdasarkan ketentuan Pasal 71 UU Yayasan ada 2 (dua) macam status hukum Yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan (Yayasan Lama), yaitu:a. Yayasan Lama yang telah berstatus sebagai badan hukum;b. Yayasan lama yang belum berstatus sebagi badan hukum;ad a. Yayasan lama yang berstatus badan hukumYayasan lama yang berstatus sebagai badan hukum yaitu yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) UU Yayasan yaitu :1) telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau2) telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;Yayasan-yayasan yang demikian dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya UU Yayasan wajib menyesuaikan AD-nya dengan UU Yayasan agar tetap diakui statusnya sebagai badan hukumDan selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (3) UU Yayasan wajib diberitahukan kepada Menkumham paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian tersebut.Ad b. Yayasan lama yang belum berstatus sebagai badan hukum Yayasan lama yang belum berstatus badan hukum yaitu yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2) UU Yayasan, yaitu yayasan yang telah didirikan sebelum berlakunya UU Yayasan, akan tetapi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) UU Yayasan.Yayasan yang belum berstatus badan hukum ini dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan AD-nya dengan ketentuan UU Yayasan dan mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal UU Yayasan. Pasal 71 ayat 4 UU Yayasan menentukan:Yayasan yang tidak memenuhi menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana dimksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.Pasal 39 PP 63/2008 menentukan:Yayasan yang belum memberitahukan kepada Menteri sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) Undang-undang tidak dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (4) Undang-undang dan harus melikuidasi kekayaannya serta menyerahkan sisa hasil likuidasi sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimakud dalam Pasal Undang-undang.Berdasarkan ketentuan pasal 71 ayat 4 UU Yayasan dan Pasal 39 PP 63/2008 tersebut maka yang dimaksud dengan yayasan yang di depan namanya tidak dapat lagi menggunakan kata Yayasan adalah Yasayan lama yang telah berstatus badan hukum maupun yayasan lama yang belum berstatus badan hukum yang tidak memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan AD-nya sesuai ketentuan UU yayasan dalam waktu yang ditetapkan oleh UU Yayasan serta juga yayasan lama yang telah berstatus badan hukum akan tetapi belum memberitahukan mengenai perubahan AD-nya kepada Menteri.Sejak tanggal 7 Oktober 2008, Yayasan Lama sudah tidak dapat lagi menyesuaikan AD-nya dengan ketentuan UU Yayasan karena telah lewatnya waktu untuk melakukan penyesuian AD sebagaimana ditetapkan dalam UU Yayasan dan PP 63/2008. 3. Penyesuaian AD Yayasan lama berdasarkan PP 2/2013 Dengan diterbitkannya ketentuan PP2/2013 yang mulai berlaku sejak tanggal 2 Januari 2013 maka Yayasan Lama yang semula tidak dapat lagi menyesuaikan AD-nya untuk disesuaikan dengan UU Yayasan dan tidak dapat lagi menggunakan kata Yayasan di depan namanya saat ini kembali dapat melakukan penyesuaian AD-nya dengan UU Yayasan dan karenanya selanjutnya setelah disahkan sebagai badan hukum atau disetujuinya perubahan AD yayasan yang bersengkutan eksistensinya sebagai badan hukum dapat kembali diakui. a. Penyesuaian AD Yayasan Lama yang belum berstatus sebagai badan hokumPasal 1 PP 2/2013 menambah 1 (satu) Pasal diantara Pasal 15 dan 16 PP 63/1998, yakni Pasal 15 A yang berbunyi: Dalam hal permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan kekayaan awal Yayasan berasal dari Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya, permohonan pengesahan dilampiri:a. salinan akta pendirian Yayasan yang dalam premise aktanya menyebutkan asal-usul pendirian Yayasan termasuk kekayaan Yayasan yang bersangkutan;b. laporan kegiatan Yayasan paling sedikit selama 5 (lima) tahun terakhir secara berturut-turut yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh instansi terkait;c. surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa Yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan;d. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;e. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;f. pernyataan tertulis dari Pengurus Yayasan yang memuat keterangan nilai kekayaan pada saat penyesuaian Anggaran Dasar;g. surat pernyataan Pengurus mengenai keabsahan kekayaan Yayasan; danh. bukti penyetoran biaya pengesahan dan pengumuman Yayasan.Berdasarkan ketentuan Pasal 15 A PP maka untuk yayasan lama yang belum berstatus badan hukum penyesuaian dengan UU Yayasan hanya dapat dilakukian apabila :1) yayasan tersebut memang menjalankan kegiatan usahanya sesuai AD yayasan yang bersanmgkutan yangdibuktikan dengan laporan kegiatan usaha paling sedikit selama 5 (lima) tahun terakhir secara berturut-turut, yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh instansi terkait;2) yayasan yang bersangkutan belum pernah dibubarkan, yang dibuktikan dengan surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan.Penyesuaian AD yayasan lama yang belum berstatus badan hukum dibuat dengan membuat akta pendirian yayasan, dengan menyebutkan asal-usul pendirian yayasan serta kekayaan yang bersangkutan di dalam premise akta pendiriannya.Tentunya kita jangan melupakan bahwa sebelum dibuatnya akta pendirian tersebut kita harus melakukan pengecekan apakah nama yayasan yang bersangkutan masih dapat dipergunakan.b. Penyesuaian AD Yayasan Lama yang telah berstatus badan hukum. Perubahan AD yayasan yang telah berstatus badan hukum ditetapkan dalam Pasal 37 PP 63/2008. Untuk perubahan AD Yayasan Lama yang telah berstatus badan hokum namun tidak dapat lagi menggunakan kata Yayasan di depan namanya PP 2/2013 menambahkan 1(satu) pasal diantara Pasal 37 dan 38 PP 63/2008 yaitu Pasal 37 A yang berbunyi:(1) Dalam hal perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dilakukan untuk Yayasan yang sudah tidak dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya maka Yayasan tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:a. paling sedikit selama 5 (lima) tahun berturut-turut sebelum penyesuaian Anggaran Dasar masih melakukan kegiatan sesuai Anggaran Dasarnya; danb. belum pernah dibubarkan.(2) Perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengubah seluruh Anggaran Dasar Yayasan dan mencantumkan:a. seluruh kekayaan Yayasan yang dimiliki pada saat penyesuaian, yang dibuktikan dengan:1) laporan keuangan yang dibuat dan ditandatangani oleh Pengurus Yayasan tersebut;atau2) laporan keuangan yang telah diaudit oleh akuntan publik bagi Yayasan yang laporan keuangannya wajib diaudit sesuai dengan ketentuan Undang-Undang;b. data mengenai nama dari anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas yang diangkat pada saat perubahan dalam rangka penyesuaian Anggaran Dasar tersebut.(3) Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang telah disesuaikan dengan Undang-Undang disampaikan kepada Menteri oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya melalui notaris yang membuat akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan.(4) Pemberitahuan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri:a. salinan akta perubahan seluruh Anggaran Dasar yang dilakukan dalam rangka penyesuaian dengan ketentuan Undang-Undang;b. Tambahan Berita Negara Republik Indonesia yang memuat akta pendirian Yayasan atau bukti pendaftaran akta pendirian di pengadilan negeri dan izin melakukan kedgiatan dari instansi terkait;c. laporan kegiatan Yayasan selama 5 (lima) tahun berturut-turut sebelum penyesuaian angagran dasar yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh instansi terkait;d. surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa Yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan;e. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Yayasan yang telah dilegalisir oleh notaris;f. surat pernyataan tempat kedudukan disertai alamat lengkap Yayasan yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh lurah atau kepala desa setempat;g. neraca yayasan yang ditandatangani oleh semua anggota organ yayasan atau laporan akuntan public mengenai sebelum penyesuaian;h. pengumuman surat kabar mengenai ikhtiar laporan tahuan bagi yayasan yang sebagaian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 Undang-undang; dani. bukti penyetoran biaya pengesahan dan pengumuman Yayasan.Berdasarkan ketentuan Pasal 37 A PP maka untuk yayasan lama yang telah berstatus badan hukum penyesuaian dengan UU Yayasan apabila :1) yayasan tersebut memang menjalankan kegiatan usahanya sesuai AD yayasan yang bersanmgkutan yangdibuktikan dengan laporan kegiatan usaha paling sedikit selama 5 (lima) tahun terakhir secara berturut-turut, yang ditandatangani oleh Pengurus Yayasan dan diketahui oleh instansi terkait;2) yayasan yang bersangkutan belum pernah dibubarkan, yang dibuktikan dengan surat pernyataan Pengurus Yayasan bahwa yayasan tidak pernah dibubarkan secara sukarela atau berdasarkan putusan pengadilan.Penyesuaian AD yayasan lama yang belum berstatus badan hukum dibuat dengan membuat akta perubahan anggaran dasar yayasan. yang dibuat dalam rangka penyesuaian dengan UU Yayasan.4. Masalah jangka waktu penyesuaian dan pemberitahuan yang ditetapkan dalam UU Yayasan Sebagaimana telah diuraikan di atas berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat 1 UU Yayasan, yayasan yang telkah didirikan sebelum UU Yayasan dan telah diakui sebagai badan hukum dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya UU Yayasan wajib menyesuaikan AD-nya dengan UU Yayasan agar tetap diakui statusnya sebagai badan hukum. Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (3) UU Yayasan wajib diberitahukan kepada Menkumham paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian tersebut.Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayaT 2 UU Yayasan, yayasan yang telah didirikan sebelum UU Yayasan dan tidak memenuhi syarat sebegaiman dimaksud dalam Pasal 71 ayat 1 UU Yayasan wajib menyesuaikan AD-nya dengan UU Yayasan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun) untuk memeperolah status sebagi badan hukum.Pasal 71 ayat 4 UU Yayasan menetukan bahwa yayasan yang tidak memenuhi menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata Yayasan di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.Berdasarkan uraian di atas maka jika kita berpegang pada ketentuan pasal 71 UU Yayasan maka dengan lewatnya jangka waktu yang ditetapkan dalam UU Yayasan berarti yayasan-yayasan yang tidak menyesuaikan AD-nya dengan UU Yayasan tidak dapat lagi melakukan penyesuaian AD, kecuali dilakukannya perubahan atas Pasal 71 UU Yayasan tersebut.Perubahan Pasal 71 UU Yayasan tersebut tentunya harus dilakukan dengan suatu UU.PP 2/2013 membuka kembali kemungkinan Yayasan Lama yang belum menyesuaikan AD-nya dengan UU Yayasan untuk dapat melakukan penyesuaian AD dengan persyaratan tertentu.Jadi yang tadinya sudah tidak dapat lagi dilakukan penyesuaian AD karena telah lewatnya jangka waktu penyesuaian, sekarang kembali dapat melakukan penyesuaian. Yang menjadi pertanyaan penulis berkaitan dengan hal tersebut adalah apakah ketentuan dalam PP 2/2013 merupakan perpanjangan jangka waktu untuk melakukan penyesuaian atau meniadakan ketentuan mengenai jangka waktu penyesuaian yang ditetapkan dalam Pasal 71 UU Yayasan. Jika jawabannya memperpanjang jangka waktu maupun meniadakan jangka waktu penyesuaian yang ditetapkan dalam Pasal 71 UU Yayasan, pertanyaan selanjutnya apakah suatu peraturan yang lebih rendah (PP) dapat mengenyampingkan atau merubah ketentuan yang terdapat dalam peraturan yang lebih tinggi (UU).Itulah pertanyaan yang harus kita pikirkan bersama agar akta yang kita buat tidak menimbulkan persoalan baru.5. Kesimpulan Terbitnya PP 2/2013 memang akan sangat membantu bagi masyarakat agar yayasan yang telah mereka jalankan selama ini tidak terbengkalai atau tidak jelas status hukumnya, smentara kegiatan yang dijalankan oleh yayasan tersebut masih berjalan sebagaimana mestinya dan bahkan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tapi maksud baik untuk menyelesaikan masalah yayasan tersebut tentunya jangan sampai menimbulkan masalah baru.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------EKSISTENSI YURIDIS YAYASAN (yang didirikan sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan)oleh: Prof. Dr. Anwar Borahima, S.H., M.H (Guru Besar Fakultas Hukum UNHAS)PENDAHULUAN Setelah 56 tahun Indonesia merdeka, tepatnya 6 agustus 2001 barulah dapat dibuat undang-undang yang mengatur tentang yayasan yaitu undang-undang nomor 16 tahun 2001 L.N. No. 112 Tahun 2001 TLN. 4132. Sebelumnya itu, belum ada perundang-udangan yang mengatur secara khusus tentang yayasan di Indonesia, tetapi secara sporadic terdapat di dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang yayasan, eperti KUHPerdata, Rv, Serta Undang-undang kepailitan (Failissements-Verordening) (Natzir Said, 1987:2) Selain itu, yayasan juga diatur dalam peraturan menteri (Permen) penerangan Republik Indonesia No. 01/Per/Menpen/1969, tentang pelaksanaan ketentuan-ketentuan mengenai perusahaan pers. Di dalam ketentuan perpajakan juga disebutkan tentang yayasan. Demikian pula dalam perundang-undangan agrarian, seperti : kemungkinan bagi yayasan mempunyai hak atas tanah, serta pembentukan yayasan dana landreform (rudhi prasetya. 1995: 35). Pada tahun 1993, di dalam keputusan menteri keuangan republic Indonesia nomor 227/KMK.017/1993, juga telah dikenal yayasan dana pension (A. Setiadi. 1995:241). Walaupun yayasan telah diatur di dalam beberapa ketentuan di Indonesia pada waktu itu, namun belum ada satu pun dari kentuan-ketentuan tersebut yang menegaskan bahwa yayasan adalah badan hukum. Anehnya justru yayasan diakui sebagai badan hukum. Berbeda halnya engan di belanda, yang secara tegas di dalam undang-undangnya yang menegaskan yayasan adalah badan hukum. Setelah diundangkannya undang-undang yayasan (UUY), maka secara tegas di dalam UUY disebutkan bahwa yayasan adalah badan hukum dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari menteri (Pasal 10 Ayat (1) ). Bagi yayasan yang telah ada sebelum berlakunya UUY ini , tetap diauku pula sebagai badan hukum tetapi harus memenuhi persyaratan tertentu., eperti telah terdaftar dan diumumkan atau terdaftar mempunyi izin operasi dari instansi terkait. Selain itu, juga wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan dengan UUY dan yayasan tersebut wajib didaftarkan di departemen hukum dan HAM paling lambat 1 tahun setelah pelaksanaan penyesuaian. Mengingat bahwa, disatu sisi masih banyak yayasan yang belum terdaftar di pengadilan negeri, dan/atau tidak diumumkan di dalam lembaran negara, sementara di sisi lain di dalam pasal dan serta penjelasan UUY tersebut tidak dicantumkan sanksi bagi yayasan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut, sehingga belum diketahui eksistensi Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya UUY. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah :Kapan suatu Yayasan memperoleh kedudukan sebagai badan hukum menurut hukum?Apakah yayasan yang telah ada sebelum berlakunya UU Yayasan masih dapat diakui sebagai badan hukum?PEMBAHASAN DAN ANALISISStatus Badan Hukum Yayasan Sebelum Berlakunya UU Yayasan Menurut Paul Scholten dan Pitlo (Chidir Ali. 1991:89), kedudukan badan hukum itu diperoleh bersama-sama dengan berdirinya yayasan. Hanya saja ada kewajiban bagi pengurus untuk mendaftarkan dan mengumumkan. Apabila tidak didaftarkan dan diumumkan, maka selain yayasan, para pengurus pun bertanggung jawab secara tanggung-menanggung untuk perbuatan yang dilakukan atas nama yayasan. Pendaftaran dan pengumuman dimaksudkan sebagai pengawasan yang bersifat represif oleh pemerintah. Selain itu, jega penting sebagai penerangan (informasi) untuk pihak-pihak ketiga yang berkepentingan. Sebenarnya pendaftaran dan pengumuman akta pendiriannya, serta pengesahan dari menteri hukum dan HAM sebagai tindakan preventif tidak diwajibkan. Namun dalam praktik yang berlaku di Indonesia, pada umumnya yayasan selalu didirikan dengan akta notaries sebagai syarat untuk terbentuknya suatu yayasan. Bahkan ada beberapa yayasan yang dibentuk dengan peraturan pemerintah (PP) dan keputusan presiden (KEPRES). Di dalam akta notaries dimuat ketentuan tentang pemisahan harta kekayaan oleh pendiri yayasan, yang kemudian tidak boleh dikuasai lagi oleh pendiri. Akta notaries ini bayak tidak didaftarkan di pengadilan negeri, dan atau tidak di umumkan dalam berita negara. Sebelum berlakunya UUY, belum ada keseragaman tentang cara pendirian yayasan. Akibatnya perdebatan mengenai status yayasan sebagai badan hukum atau bukan, masih terus berlangsung. Terlebih lagi, karena tidak ada suatu ketentuan yang menyebutkan bahwa yayasan konkordan mengikuti hukum belanda, apalagi di belanda sendiri pengaturan yayasan sudah mengalami perubahan setelah Indonesia merdeka. Sebelum membahas mengenai cara mendirikan yayasan sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan No.16 Tahun 2001, maka terlebih dahulu dijelaskan syarat yang harus dipenuhi untuk dapat diaktegorikan sebagai badan hukum. Ada beberapa syarat agar perkumpulan atau badan/badan usaha disebutkan sebagai badan hukum. Hal ini berkaitan dengan sumber hukum, khususnya dalam berkaitan dengan sumber hukum ang forml. Menurut Chidir Ali (1991: 79-98) tentang syarat badan hukum yang dikaji dari sumber hukum formal memberikan beberapa kemungkinan , bahwa badan hukum tersebut telah memenuhi :Syarat berdasarkan ketentuan Perundang-undanganSyarat berdasarkan pada hukum kebiasaan dan YurisprudensiSyarat berdasarkan pada pandangan DoktrinAd. 1. Syarat berdasarkan ketentuan Perundang-undangan Syarat-syarat berdasarkan undang-undang mendasarkan diri pada ketentuan pasal 1653 KUHPerdata, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya 2 (Dua) cara, yaitu :Dinyatakan dengan tegas (uitrukkelijk) bahwa suatu organisasi adalah merupakan badan hukum, seperti harus ada pengesahan akte.Tidak secara tegas disebutkan, tetapi dengan peraturan sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan, bahwa badan itu adalah badan hukum.Ad. 2. Syarat berdasarkan pada hukum kebiasaan dan Yurisprudensi Berdasakan pada hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang ada, maka suatu badan dikatakan ada bilamana telah memenuhi syarat sebagai berikut : (Lisman Iskandar, 1997:24) :Syarat-syarat materil yang terdiri atas :Harus ada suatu pemisahan kekayaanSuatu tujuanSuatu organisasiSalah satu contoh tentang penentuan badan hukum melalui yurisprudensi, yaitu putusan Mahkamah Agung No. 124 K/Sip/1973, tanggal 27 juni 1973 tentang kedudukan suatu yayasan sebagai badan hukum dalam kasus Yayasan Dana Pensiun HMB. Keputusan lainnya adalah keputusan Mahkamah Agung No.476K/Sip/1975, tanggal 8 Mei 1975, tentang kasus perubahan Wakaf Al Is Af menjadi Yayasan Al Is Af.2. Syarat Formal : Dengan Akta Otentik.Para pengurus tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan akta pendiriannya. Demikian pula pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM sebagai tindakan Preventif tidak disyaratkan.Ad. 3. Syarat berdasarkan pada pandangan Doktrin Dari pendapat para ahli seperti Meijers, Ali Rido, Suroso, Dan Rudhi Prasetya dapat disimpulkan bahwa umumnya menekankan pada adanya pemisahan kekayaan dan syarat organisasi., sekalipun dalam bentuk paling sederhana. Syarat lainnya yang mendapat perhatian dari para ahli yaitu adanya tujuan tertentu, tetapi Suroso tidak mencantumkan syarat tujuan ini, namun lebih menekankan pada pemisahan hak dan kewajiban para anggotanya. Sementara syarat formal, yaitu adanya akte tidak satupun dari para ahli yang mempersyaratkannya. Dari sekian banyak syarat diatas, pada akhirnya yang menentukan suatu badan/perkumpulan sebagai badan hukum atau bukan, adalah hukum positif yakni hukum yang berlaku pada suatu negara tertentu. Misalnya, di Indonesia mengakui yayasan sebagai badan hukum (pasal 365 KUHPerdata), sedangkan hukum yang berlaku di inggris tidak mengakui seluruh yayasansebagai badan hukum. Seperti yang diuraikan sebelumnya, bahwa pembentukan yayasan dalam hukum perdata pada umumnya dilakukan dengan akte oleh para pendirinya, atau dengan surat hibah/wasiat yang dibuat dihadapan Notaris walaupun belum ada aturan yang mengatur khusus tentang ini. Ketiadaan aturan ini menimbulkan karagaman did lam pendirian yayasan. Ada yang memiliki akta notaries, adapula yang melakukan pendaftaran di pengadilan negeri, bahkan ada yang mengumumkan diberita negara. Walaupun terjadi keragaman di dalam cara pendirian yayasan, serta saat penentuan status badan hukum, namun telah diakui bahwa yayasan adalah badan hukum, dan pendirian yayasan selalu dilakukan dengan akta notaries, baik yayasan yang didirikan oleh pihak swasta atau perorangan maupun oleh pemerintah. Dalam perkembangannya, selain dengan akte ada pula beberapa yayasan yang didirikan berdasarkan peraturan pemerintah, seperti yayasan yang diperuntukkan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) di seluruh Indonesia, serta yayasan yang dibentuk berdasarkan keputusan Presiden (KEPRES), seperti yayasan yang didirikan oleh Soeharto. Menurut Hayati Suroredjo (1990:80), sebenarnya karena masih Vormvrij atau bebas bentuk, maka yayasan dapat juga didirikan dengan akta di bawah tangan, atau dapat disimpulkan dari aktivitas dan Stationary. Kepala surat pun yang digunakan oleh yayasan bahkan dapat dikatakan sebagai bukti bahwa yayasan memang ada dan aktif melakukan kegiatan. Penelitian yang dilakukan oleh penulis di Makassar, memperlihatkan bahwa semua pendirian yayasan dilakukan dengn akta notaries yang isinya dibuat menurut format yang sudah ada di kantor Notaris. Tinggal hanya mengisi nama yayasan, nam pengurus, jumlah kekayaan yang dipisahkan, dan tujuan. Kesalahan yang seringkali dibuat adalah dengan mencantumkan didalam akte : adanya anggota, modal, dan kewajiban adanya iuran anggota. Ada pakar yan berpendapat, bahwa karena undang-undang secara khusus mengatur tentang yayasan tidak ada, maka seyogyanya tidak dapat dikatakan suatu yayasan harus dibuat dengan suatu akta tertulis. Namun untuk memudahkan pembuktian, biasanya pendirian yayasan dilakukan oleh para pendirinya di depan Notaris (Rudhi Prasetya, dan A. Oemar Wongsodiwiryo. 1976: 65-66). Sebelum berlakunya Wet Op Stichtingen 1956, di belanda juga tidak diperlukan pengesahan untuk menjadikan suatu yayasan sebagai badan hukum. Yayasan di belanda memperoleh status badan hukum berdasarkan akta notaries, sedangkan pendaftaran dan pengumuman hanya sebagai pengawasan oleh pemerintah.Setelah Berlakunya Undang-Undang Yayasan Setelah berlakunya undang-undang yayasan No. 16 Tahun 2001, di dalamnya telah dicantumkan dengan jelas syarat untuk mendirikan yayasan. Adapaun Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:Didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebihAda kekayaan dipisahkan dari kekayaan pendirinyaHarus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa IndonesiaHarus memperoleh pengesahan MenteriDiumumkan dalam tambahan berita negara republik IndonesiaTidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh yayasan lain, atau bertentangan dengan ketrtiban umum/ atau kesusilaanNama yayasan harus didahului dengan kata yayasanAd. 1. Didirikan oleh 1 (satu) orang atau lebih Syarat ini memperlihatkan bahwa setiap orang atau badan hukum dpat mendirikan yayasan, baik secara sendiri atau bersama, tanpa memandang kewarganegaraan. Namun ada perbedaan persyaratan jika yayasan didirikan oleh pihak asing.Ad. 2. Ada kekayaan dipisahkan dari kekayaan pendirinya Perbuatan hukum orang atau badan hukum sebagai pendiri suatu yayasan untuk memisahkan kekayaan yang kemudian dijadikan sebagai kekayaan awal yayasan merupakan elemen penting dalam pendirian yayasan. Dengan pemisahan kekayaan, maka hubungan antara pendiri dengan kekayaan terputus. Oleh karena itu, pendiri yayasan bukanlah pemilik yayasan, sehingga di dalam Undang-undang yayasan tidak dikenal istilah pemilik (Ownership). Anggapan yang berkembang selama ini bahwa seolah-olah yayasan mempunyai pemilik yaitu pendiri, sehingga seringkali pendiri melakukn tindakan sebagai layaknya seorang pemilik yayasan, misalnya menjual atau mewariskan yayasan. Melakukan tindakan sebagai layaknya seorang pemilik Yayasan, misalnya menjual atau mewariskan yayasan. Dalam UU Yayasan ini telah disyaratkan adanya batas minimum kekayaan yang harus dipisahkan untuk mendirikan Yayasan, namun besarnya akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kesinambungan kegiatan Yayasan, serta untuk menghindari penyalah gunaan pendirian Yayasan. Di beberapa negara seperti Jepang, walaupun tidak ada batas minimal yang ditetapkan oleh undang-undang, tetapi untuk mendirikan Yayasan sumbangan harus cukup besar agar memungkinkan Yayasan beroperasi. Saat ini administrator di Jepang mensyaratkan sumbangan awal paling tidak berjumlah beberapa ratus yen. (Lester M. Salamon 1997: 233) Di Inggris dan Amerika walaupun besarnya modal tidak disyaratkan, tetapi modal pendirian Yayasan selalu dalam jumlah yang cukup besar. Di Belanda tidak terdapat persyaratan modal, namun demikian, menurut Pasal 301 NBW Belanda, bahwa Yayasan dapat dibubarkan oleh Pengadilan atas permintaan setiap orang yang berkepentingan atau atas tuntutan pihak kejaksaan, maupun secara ex officio, jika kekayaan Yayasan sama sekali tidak memadai untuk merealisasikan tujuannya.Ad. 3. Harus dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. Keharusan membuat akta untuk mendirikan Yayasan telah lama dilakukan jauh sebelum Undang-Undang Yayasan No. 1 Tahun 2001 diundangkan. Pembukaan akta pendirian Yayasan dilakukan oleh pendiri atau orang lain yang mendapatkan kuasa dari pendir. Akta otentik merupakan syarat formal pendirian Yayasan. Permasalahannya, apakah adanya akta ini merupakan syarat untuk pendirian suatu Yayasan? Apabila diperhatikan ketentuan Pasal 9 ayat (2), bahwa Yayasan harus didirikan dengan akta notaris dan harus dibuat dalam bahasa Indonesia, bahwa berarti tanpa adanya akta notaris , maka Pendirian Yayasan tidak akan pernah ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Tumbuan (1988: 6), bahwa UU Yayasan mengamanatkan bahwa pendirian Yayasan harus dengan akta notaries. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa akta notaries merupakan syarat adanya Yayasan (bestaansvoorwaarde). Selain itu, Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat. Mengingat bahwa bentuk surat wasiat bermacam-macam, maka wasiat yang dimaksud adalah wasiat terbuka/ umum (openbaar testmen), karena wasiat ini dibuat dihadapan notaries.Ad. 4. Harus memperoleh pengesahan menteri. Yayasan merupakan status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Cara untuk memperoleh pengesahan adalah pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal pendirian Yayasan ditandatangani, dalam memberikan pengesahan Menteri dapat meminta pertimbangan dari pihak terkait. Pengesahan ini diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal permohonan diterima. Permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dalam PP. Apabila permohonan pengesahan ditolak, maka Menteri wajib memberikan secara tertulis disertai alasan penolakan yaitu bahwa permohonan tersebut tidak sesuai dengan ketentua dalam undang-undang Yayasan atau peraturan pelaksanaannya. Saying sekali karena di dalam undang-undang tersebut tidak mencantumkan sanksi yang diberikan kepada Yayasan/Notaris seandainya lalai/terlambat mengajukan permohonan pengesahan. Di dalam undang-undang ini masih belum terdapat kepastian hukum, karena jika Menteri tidak memberikan jawaban menolak atau mensahkan permohonan Yayasan, maka tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa Yayasan tersebut demi hukum menjadi badan hukum atau tidak. Persyaratan untuk mendapat pengesahan dari Pemerintah, menimbulkan reaksi terutama dikalangan organisasi non Pemerintah (ornop) berupa penolakan dan meminta agar pasal tersebut ditiadakan. Dihapuskan. Menurut T. Mulya Lubis (Forum Keadilan. No. 15, 15 Juli 2001:17), Yayasan semestinya tidak memerlukan izin tetapi cukup dengan akta notaries, lalu diumumkan di dalam Tambahan Berita Negara. Birokrasi pengesahan ini bisa menjadi pintu masuk tangan pemerintah dalam urusan operasional Yayasan. Hal ini membuat Yayasan tidak efektif melakukan aktivitasnya karena selalu dibayang-bayangi kemungkinan intervensi (oleh pemerintah). Apalagi kejaksaan bisa menggugat pembubaran sebuah Yayasan untuk dan atas nama kepentingan umum. Hal ini dibantah oleh Abdul Gani Abdullah, (Forum Keadilan. No. 15, 15 Juli 2001:15), bahwa keharusan adanya pengesahan dari pemerintah, bukanlah campur tangan pemerintah, tetapi hal itu merupakan konsekuensi dari status Yayasan sebagai badan hukum. Suatu badan hukum harus mendapat pengesahan dari Menteri. Mengenai pengesahan ini, Hayati Suroredjo. (Forum Keadilan. No. 15, Januari 1990:81) berpendapat, bahwa jika memilih sistem pengesahan Yayasan menjadi bahan hukum, sebagaimana di negara-negara lainnya, maka pengesahan dapat dilakukan oleh Menteri, tetapi apabila akan memulai aktivitasnya, maka mungkin Yayasan harus lebih dulu mendapat izin dari Departemen sosial, Yayasan yang bergerak dalam lapangan pendidikan perlu mendapat izin Departemen Pendidikan dan sebagainya. Dalam jawan pemerintah atas pemandangan umum Fraksi-Fraksi DPR dinyatakan, bahwa sistem pemberian status badan hukum didasarkan pada pemikiran, bahwa fungsi dan peran Pemerintah masih sangat diperlukan dalam pengawasan terutama mengenai tujuan pendirian Yayasan. Keterlibatan Pemerintah di dalam Yayasan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, sebab di negara maju sekalipun keterlibatan Pemerintah masih tetap ada. Di beberapa Negara seperti, Belanda izin dari pemerintah tetap pula diperlukan, yaitu dari Menteri Kehakiman. Demikian pula di Perancis Yayasan ini di bawah control dari Menteri Dalam Negeri. Di jepang, pendirian organisasi seperti itu bukanlah merupakan hak warga negara di Jepang, sebaliknya merupakan sesuatu yang diberikan oleh pemerintah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengesahan bukan sesuatu yang berlebih-lebihan dan tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi di negara maju sekalipunpendirian badan hukum tetap memerlukan campur tangan pemerintah.Ad. 5. Diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI. Pengumuman dilakukan oleh Menteri dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan disahkan/disetujui atau diterima Menteri. Pengumuman dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Selama pengumuman belum dilakukan, pengurus Yayasan bertanggung jawab secara renteng atas seluruh kerugian Yayasan. Pengumuman ini dianggap penting, untuk memenuhi asas publisitas, sehinngga dengan pengumuman ini, pihak ketiga akan terikat dengan perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum yang bersangkutan. Dengan kata lain, tanpa pengumuman, maka pihak ketiga tidak akan terikat perbuatan hukum yang dilakukan oelh badan hukum tersebut. Walaupun fungsi pengumuman dan pendaftaran adalah sama, namun pendaftaran dan pengumuman berbeda. Di Indonesia, kewajiban untuk didaftarkan bagi Yayasan tidak diatur di dalam UU Yayasan. Di Belanda pengumuman ini selalu diumumkan dalam satu atau beberapa surat kabar harian yang peredarannya meliputi tingkat nasional, bukan lokal. Hal ini dimaksudkan agar lebih efektif. (Pasal 289 ayat (5) NBW).Ad.6. Tidak boleh memakai nama yang telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain atau bertentangan dengan ketertiban umum dan / kesusilaan. Ketentuan ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesamaan nama dengan Yayasan lain. Hal ini berkaitan pula dengan perlindungan merek. Larangan ini dimaksudkan agar tidak menyesatkan masyarakat atau pihak lain yang berkepentingan atau berhubungan dengan Yayasan. Selama ini seringkali dijumpai persamaan nama beberapa Yayasan walaupun kegiatan atau tujuannya berbeda.Ad. 7. Nama Yayasan harus didahului dengan kata Yayasan. Persyaratan ini dimaksudkan untuk lebih memeberikan penegasan identitas bagi Yayasan. Ketentuan ini sama dengan penyebutan untuk Perseroan Terbatas (PT) atau Firma (Fa) atau Perseroan Komanditer (CV). Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa, baik sebelum maupun setelah berlakukanya Undang-Undang Yayasan telah diakui bahwa Yayasan adalah badan hukum. Perbedaannya adalah sebelum berlakunya Udang-Undang Yayasanmasih terdapat keragaman tentang saat Yayasan menjadi badan hukum, tetapi setelah berlakunya Undang-Undang Yayasan telah jelas bahwa Yayasan memperoleh status sebagai pada saat mendapatkan pengesahan dari Meneteri Hukum dan HAM. Pengesahan dari Pemerintah cq. Menteri ini merupakan syarat mutlak untuk diakui sebagai badan hukum.Eksistensi Yayasan yang Lahir Sebelum Berlakunya UUY Pada awal pembahasan telah disinggung bahwa sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan tidak ada keseragaman mengenai, cara dan saat suatu Yayasan memperoleh status sebagai badan hukum, sehingga semua yayasan pada saat itu adalah badan hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Pasal 1 angka 1 menyebutkan dengan jelas, bahwa Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota, yang didirikan dengan pemisahan kekayaan pendirinya, dan tidak diarahkan kepada pencapaian keuntungan, melainkan untuk tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan demikian baik sbelum dan setela berlakunya Undang-Undang Yayasan, telah diakui bahwa Yayasan adalah badan hukum. Yayasan. Setelah berlakunya UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan timbul persoalan, apakah Yayasan yang telah ada sebelumnya, masih diakui sebagai badan hukum? Ketentuan peralihan Undang-Undang Yayasan, memberikan jalan keluar untuk persoalan ini. Dari ketentuan pasal 71 UU Yayasan dapat disimpulkan bahwa Yayasan yang telah ada tetap diakui sebagai badan hukum, asal saja memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Yayasan. Persyaratan yang dimaksud, adalah Yayasan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, atau didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin operasi dari instansi terkait, dinyatakan sebagai badan hukum. Dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini, Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan UU Yayasan. Setelah diadakan penyesuaian maka paling lambat 1 (satu) tahun harus sudah disampaikan keadaan tersebut kepada Menteri. Yayasan yang tida menyesuaikan anggaran dasarnya, dapat dibubarkan bukan bubar demi hukum oleh Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. Dengan demikian Undang-Undang Yayasan masih mengakui dan menerima Yayasan yang sudah ada sebelum diundangkannya undang-undang yayasan sebagai badan hokum asal memenuhi persyaratan sebagaimana yang ditetapkan oleh pasal 71 ayat (1).Ketentuan ini belum menuntaskan permasalahan, sebab yayasan yang ada selama ini sebagian besar tidak terdaftar di pengadilan negeri. Para pengurus menganggap sudah cukup dengan akta notaries saja. Selain itu, untuk diakui sebagai badan hokum, yayasan tidak diwajibkan untuk mendaftarkan dan mengumumkan dalam berita Negara.Persoalannya sekarang, apakah yayasan yang telah ada sebelum berlakunya undang-undang yayasan dan belum terdaftar di pengadilan masih di akui sebagai badan hokum? Jika tidak, bagaimana status hukum yayasan tersebut?Jika hanya dari bunyi ketentuan undang-undang yayasan, maka dapat disimpulkan bahwa yayasan yang tidak terdaftar di pengadilan negeri tidak tercakup dalam ketentuan tersebut. Dengan kata lain, dari sisi kepastian hokum, maka yayasan tersebut tidak diakui sebagai badan hokum. Mengingat bahwa bahwa tujuan hokum tidak hanya kepastian hukum, melainkan juga, keadilan dan kemanfaatan, perlu dicari jalan keluar agar seluruh tujuan hokum dapat tercapai.Suatu hal yang kontradiktif yang terdapat di dalam UUY adalah tentang pendaftaran yayasan. Di dalam UUY tidak ada satu pasal pun yang mengatur adanya kewajiban bagi yayasan yan baru, untuk didaftarkan setelah mendapat pengesahan dari menteri, seperti halnya pada koperasi dan perseroan terbatas. Kewajiban yang dibebankan kepada yayasan setelah disahkan adalah hanya kewajian untuk mengumumkan. Sementara yayasan yang sudah ada, salah satu syaratnya untuk diakui sebagai badan hokum adalah harus sudah terdaftar pada pengadilan negeri dan/atau mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi yang terkait.Mengingat pentingnya fungsi pendaftaran, maka seharusnya kewajiban untuk didaftarkan tidak hanya ditekankan pada yayasan yang sudah ada, tetapi juga menjadi kewajiban bagi yayasan baru. Ketika hal ini dipertanyakan kepada salah seorang yang terlibat dalam rancangan pembahasan undang-undang yayasan, tidak juga mendapatkan jawaban yang memuaskan melainkan hanya dikatakan bahwa pertanyaan ini nantinya akan menjadi bahan masukan untuk revisi (wawancara dengan Muh. Askin, pada tanggal 28 Maret 2002).Untuk menjawab persoalan ini, perlu ditinjau kembali cara perolehan status badan hokum yayasan dikaitkan dengan sistem yang digunakan oleh suatu Negara.Melihat sistem yang dianut Indonesia dalam menetukan status badan hokum tidak ada yang bersifat mutlak, dan dihubungkan dengan pendapat dari Paul Scholten, serta memperhatikan sisi tujuan hokum yaitu keadilan dan kemanfaatannya, maka ketentuan peralihan maka akan menimbulkan banyak masalah. Apalagi jika isi ketentuan tersebut ditafsirkan secara tekstual. Masalah yang mungkil timbul adalah berkaiyan dengan status yayasan, harta kekayaan yayasan, serta tanggung jawab yayasan.Untuk menyelesaikan masalah antara lain dapat dilakukan dengan meniru cara penyelesaian yang ada di belanda. Di belanda, yayasan yang telah ada sebelum mulai berlakunya undang-undang yang baru tetap diakui. Persyaratannya adalah harus mengadakan penyesuaian dengan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang tersebut, antara lain menyusun kemabli anggaran dasarnya dalam suatu akta otentik (akta notaries), dengan tetap mempertahankan sebagai badan hokum ( Ali Ridho, 1986 :113).Selain di belanda, dapat pula mengikuti penyelesaian di inggris dan amerika. Di inggris dan maerika, status hokum untuk organisasi tanpa tujuan laba ada yang berbentuk badan hokum, adapaula yang berstatus tidak badan hokum. Tetapi diperlakukan sebagai quasi-corporation. Artinya walaupun bukan badan hokum yang sebenarnya, tetapi dapat menikmati beberapa atrobut yang diberikan kepada badan hokum, seperti pengurangan pajak dan sebagainya.Cara terbaik yang dapat dilakukan adalah bagi yayasan yang telah ada sebelum berlakunya UUY tanpa melihat terdaftar atau tidak, sekalipun fungsi pendaftaran itu penting, hendaknya tetap diakui sebagai badan hokum, kemudian diberi kesempatan untuk menyesuaikan dengan UUY. Bagi yayasan yang belum terdaftar, harus melakukan pendaftaran lebih dahulu, kemudian menyesuaikan anggaran dasarnya, sedangkan bagi yang sudah terdaftar hanya menyesuaikan anggaran dasarnya. Dengan demikian bagi yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya akan dibubarkan cara pembubaran serta penyelesaiannya dapat berpedoman/dilakukan berdasarkan cara yang telah ditetapkan oleh undang-undang yayasan.Seharusnya penekanan aturan peralihan bukan pada terdaftar atau tidaknya, melainkan pada syarat jumlah minimal kekayaan yang dimilikinya serta prospek kegiatan yayasan itu sendiri. Bagi yayasan yang tidak memenuhi syarat jumlah minimal yang harus dimiliki oleh yayasan dan atau prospek kegiatan yayasan tidak mungkin ntuk dikembangkan, maka yayasan tersebut dapat dibubarkan berdasarkan cara yang ditetapkan oleh undang-udang yayasan, sehingga lebih memudahkan dalam penyelesaian. Dengan demikian kerugian yang mungkin timbul baik organ yayasan maupun dengan pihak ketiga dapat diminimalisir. PENUTUPBaik sebelum dan setelah berlakunya undang-undang yayasan, telah diakui bahwa yayasan adalah badan hokum. Sebelum erlakunya undang-undang yayasan, masih terdapat keragaman tentang saat yayasan menjadi badan hokum, tetapi setelah berlakunya undang-undang yayasan telah jeas bahwa yayasan memperoleh status sebagai pada saat mendapatkan pengesahan dari menteri hokum dan HAM.Yayasan yang telah ada sebelum berlakunya UUY masih tetap dapat diakui, hanya saja persyaratan yang ditetapkan untuk diakui sebagai badan hokum dapat menimbulkan permasalahan, apalagi jika hanya ditafsirkan/dipahami secara tekstual.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------BEBERAPA HAL YANG PERLU DICERMATI TERKAIT PENGESAHAN, PERSETUJUAN, PEMBERITAHUANDisampaikan oleh :CHOLILAH, S.H., M.HumPada Acara Pra Kongres 2008 Ikatan Notaris Indonesia Palembang, 2008I. PENDAHULUAN Undang Undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas bukan merupakan perubahan atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas, karena pengertian Perubahan atas Undang Undang hanya mengubah beberapa pasal dari undang undang tersebut; Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mencabut Undang Undang Nomor 1 Tahun 1995, sehingga seluruh ketentuan dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1995 dinyatakan tidak berlaku. Berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pada tanggal 16 Agustus 2007; Menyesuaikan dengan Undang-Undang lain yang terkait dengan Perseroan sudah dilakukan perubahan dan terbitnya Undang-Undang baru antara lain, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan; Tujuan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas diharapkan dapat terwujudnya Good Corporate Government (Kepastian Hukum, Effiseiensi, akuntabilitas, responsibilitas, adil, transparan, dan aksesabel).II. KADALUWARSA AKTA1. PENGESAHAN STATUS BADAN HUKUM PERSEROAN? Menteri memberikan status badan hukum Perseroan (Pasal 7 ayat 4)? Pengesahan badan hukum melalui jasa teknologi informasi Sisminbakum (Pasal 9 ayat 1)? Permohonan Pengesahan badan hukum harus diajukan paling lambat 60 hari sejak akta ditandatangani (Pasal 10 ayat 1)? Dokumen fisik wajib disampaikan paling lambat 30 hari sejak tidak keberatan Menteri? Menteri menerbitkan pengesahan paling lambat 7 hari setelah semua persyaratan diterima secara lengkap.? Bagimana terhadap akta pendirian yang telah melampaui batas waktu tersebut dan belum diajukan kepada Menteri?? Terhadap akta pendirian yang telah melampaui batas waktu yang telah ditentukan dan belum diajukan kepada Menteri dikategorikan akta yang kadaluwarsa, akibat hukumnya adalah akta tersebut batal sejak lewatnya jangka waktu.- Untuk menyikapi hal tersebut yang harus dilakukan oleh Notaris adalah membuat akta pendirian baru.2. PERUBAHAN ANGGARAN DASAR? Perubahan Anggaran Dasar ada yang memerlukan persetujuan Menteri dan ada yang cukup diberitahukan kepada Menteri (Pasal 21 UU 40/2007)? Perubahan Anggaran Dasar harus dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia (Pasal 21 ayat 4)? a. Permohonan Persetujuan perubahan anggaran dasar diajukan atau,b. Pemberitahuan perubahan anggaran dasar disampaikan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta notaris yang memuat perubahan anggaran dasar.? Lewat batas waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut permohonan persetujuan atau pemberitahuan tidak dapat diajukan atau disampaikan kepada Menteri;? Terhadap akta perubahan yang telah melampaui batas waktu yang tealah ditentukan dan belum diajukan kepada Menteri dikategorikan akta yang kadaluwarsa, akibat hukumnya adalah akta tersebut batal sejak lewatnya jangka waktu.? Untuk menyikapi hal tersebut, terhadap PT-PT Umum yang harus dilakukan oleh Notaris adalah membuat akta ratifikasi atau penegasan terhadap akta yang kadaluwarsa tersebut;? Terhadap PT-PT yang membutuhkan ijin dari instansi terkait, seperti BKPM, BI, pemberitahuannya kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk disampaikan paling lambat 14 hari sejak ijin tersebut di terbitkan.PERUBAHAN DIREKSI / KOMISARISApabila anggota Direksi yang diangkat di kemudian hari diketahui tidak memenuhi persyaratan yang diharuskan maka batal karena hukum sejak saat diketahui dan kebatalan tersebut harus diumumkan dalam surat kabar dan diberitahukan kepada Menteri. (pasal 95 ayat 2)? Penegasan kapan mulai efektif berlakunya pengangkatan, penggantian dan pemberhentian anggota Direksi perlu ditegaskan dalam keputusan RUPS;? Kalau RUPS tidak menegaskan maka oleh pasal 94 ayat (6) UU ditentukan berlaku sejak ditutupnya RUPS;? Kewajiban pemberitahuan kepada Menteri apabila terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi adalah paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut dan apabila tidak dilaksanakan maka Menteri menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam Daftar Perseroan;3. PENYESUAIAN ANGGARAN DASAR? Pasal 157 ayat (1)Anggaran Dasar dari Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum dan perubahan anggaran dasar yang telah disetujui atau dilaporkan kepada Menteri dan di daftarkan dalam daftar perusahaan sebelum Undang Undang ini berlaku, tetap berlaku jika tidak bertentangan dengan Undang Undang ini;? Pasal 157 ayat (2)Anggaran Dasar dari Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum dan perubahan anggaran dasar yang belum disetujui atau dilaporkan kepada Menteri pada saat Undang Undang ini mulai berlaku, wajib disesuaikan dengan Undang Undang ini;? Pasal 157 ayat (3)Perseroan yang telah memperoleh status badan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah berlakunya Undang Undang ini wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang Undang ini;? Pasal 157 ayat (4)Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan negeri atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan;? Batas Waktu yang diamanatkan Undang-Undang perseroan yang baru agar Perseroan menyesuaikan anggaran dasarnya adalah 1 (satu) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Perseroan yang baru yaitu jatuh pada tanggal 16 Agustus 2008;? Bagaimana bagi Perseroan yang belum menyesuaikan anggaran dasarnya sampai batas waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang yang beru yaitu tanggal 16 Agustus 2008? Apakah Perseroan tersebut masih diberi kesempatan untuk menyesuaikan anggaran dasarnya?AKIBAT HUKUMBagi Perseroan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya dengan Undang Undang Nomor 40/2007 Tentang Perseroan Terbatas, karena kelalaian atau keterlambatan sampai dengan batas akhir waktu yang ditentukan oleh Unadng-Undang Perseroan akibat hukumnnya yaitu :? Dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan? Nama Perseroannya dapat dipakai oleh orang lain;Pasal 77 UU Nomor 40/2007Mengatur penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi atau sarana media elektronik lainnya.Penerapan dalam prakteknya dapat dimungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi dalam rapat dengan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan sebagaimana diatur dalam UU dan/atau anggaran dasar perseroan. -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Aturan Perubahan Anggaran Dasar PT1. Jika anggaran dasar suatu perusahaan dilakukan perubahan, apakah aktanya juga ikut diubah atau anggaran dasar tersebut dibuatkan akta baru? 2. Apabila ada tambahan komisaris, apakah juga mengubah akta? Kemudian harus RUPS atau tidak? Terima kasih. SUMARNITweetJawaban:DIANA KUSUMASARI, S.H., M.H.http://images.hukumonline.com/frontend/lt4d37c414e08df/lt4fa7a38cd5387.jpg1. Ketika perubahan anggaran dasar (AD) dilakukan, perubahan tersebut harus dimuat atau dinyatakan dalam akta notaris dalam bahasa Indonesia (Pasal 21 ayat [4] UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas UUPT). Jika perubahan AD tidak dimuat dalam akta berita acara rapat yang dibuat notaris, perubahan AD tersebut harus dinyatakan dalam akta notaris paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) (Pasal 21 ayat [5] UUPT). Hal yang sama ditegaskan dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-01.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. Jadi, untuk setiap perubahan AD harus dibuat akta perubahan AD oleh notaris. Akta ini merupakan akta baru yang memuat perubahan dari AD terdahulu. 2. Apabila ada penambahan dewan komisaris, berarti perlu adanya perubahan AD karena sesuai Pasal 15 ayat (1) UUPT, AD memuat sekurang-kurangnya: a) nama dan tempat kedudukan Perseroan;b) maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;c) jangka waktu berdirinya Perseroan;d) besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;e) jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;f) nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;g) penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan RUPS;h) tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;i) tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen. Disebutkan dalam Pasal 111 ayat (1) UUPT bahwa anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS. Dengan demikian, untuk pengangkatan atau penambahan anggota dewan komisaris harus melalui RUPS Perubahan Anggaran Dasar. Simak juga artikel Jangka Waktu Jabatan Direksi dan Dewan Komisaris. Jadi, penambahan anggota dewan komisaris memerlukan perubahan AD, dan perubahan AD tersebut juga harus dinyatakan dalam akta notaris. Akta notaris ini merupakan akta berita acara RUPS yang dibuat notaris. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.Dasar hukum:1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;2. Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH-01.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan Terbatas. -----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Apa Saja yang Dapat Disepakati RUPS Melalui Keputusan Sirkuler?Hal-hal apa sajakah yang dapat disepakati dengan Keputusan sirkuler? Apakah seluruh kewenangan RUPS dapat digantikan dengan keputusan sirkuler saja?RESWANITweetJawaban:ALBERT ARIES, S.H., M.H.http://images.hukumonline.com/frontend/lt50f8bc5fd2478/lt50fcf1caabcfc.jpgTerima kasih atas pertanyaan anda. Pertama-tama perlu saya sampaikan bahwa sesuai dengan Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UU Perseroan Terbatas), Rapat Umum Pemegang Saham atau biasa disingkat menjadi RUPS adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam UU Perseroan Terbatas dan/atau anggaran dasar Perseroan tersebut. Untuk menjawab pertanyaan anda, kita perlu untuk melihat dasar hukum dari pengambilan Keputusan Sirkuler oleh Para Pemegang Saham yang diatur dalam Pasal 91 UUPerseroan Terbatas dan penjelasannya, sebagai berikut: Pasal 91 UU Perseroan Terbatas: Pemegang saham dapat juga mengambil keputusan yang mengikat di luar RUPS dengan syarat semua pemegang saham dengan hak suara menyetujui secara tertulis dengan menandatangani usul yang bersangkutan. Penjelasan Pasal 91 UU Perseroan Terbatas: Yang dimaksud dengan pengambilan keputusan di luar RUPS dalam praktik dikenal dengan usul keputusan yang diedarkan (circular resolution). Pengambilan keputusan seperti ini dilakukan tanpa diadakan RUPS secara fisik, tetapi keputusan diambil dengan cara mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham dan usul tersebut disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham. Yang dimaksud dengan keputusan yang mengikat adalah keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan RUPS. Berdasarkan kutipan dari Pasal 91 UU Perseroan Terbatas dan penjelasannya, maka dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan para pemegang saham dengan cara mengedarkan usulan kepada para pemegang saham (di luar RUPS) untuk disetujui atau dikenal dengan nama circular resolution adalah memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Keputusan RUPS, tentunya dengan syarat utama yaitu seluruh pemegang saham harus menyetujui dan menandatangani circular resolution secara bulat tanpa terkecuali. Dengan kata lain, hal-hal yang dapat diputuskan oleh RUPS juga dapat diputuskan oleh para pemegang saham melalui circular resolution dengan tetap berpedoman pada persyaratan-persyaratan sebagaimana dimaksud diatas. Dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas, terbitan Sinar Grafika Edisi 2011, pada hal 341, M. Yahya Harahap menyatakan bahwa mekanisme pengambilan keputusan diluar RUPS secara fisik dapat dilakukan dengan: 1. Mengirimkan secara tertulis usul yang akan diputuskan kepada semua pemegang saham, dan2. Usul tersebut, disetujui secara tertulis oleh seluruh pemegang saham Persetujuan dari seluruh pemegang saham, merupakan syarat mutlak keabsahan keputusan di luar RUPS. Tidak boleh satu pemegang saham pun yang tidak setuju. Jika terjadi hal yang seperti itu, mengakibatkan circular resolution tersebut tidak sah. Sebagai tambahan referensi untuk anda, saya mengutip pandangan dari Ridwan Khairandy dalam bukunya Perseroan Terbatas (Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan dan Yurisprudensi) terbitan Kreasi Total Media (2009), yang menyatakan: RUPS dengan cara circular resolution atau circular letter bukan merupakan RUPS tersendiri seperti RUPS Tahunan dan RUPS Luar Biasa. Ini hanya merupakan cara untuk melaksanakan RUPS. Cara ini hanya dapat diterapkan baik untuk pelaksanaan RUPS Tahunan atau RUPS Luar Biasa. Demikian yang dapat saya jelaskan. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk anda. Dasar hukum:Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Referensi:1. M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Edisi 2011.2. Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas (Doktrin, Peraturan Perundang-Undangan dan Yurisprudensi), Kreasi Total Media, 2009.