8
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Berat Bayi Lahir
a. Pengertian Berat Bayi Lahir
1) Menurut Pudjiadi (2003, p.11), berat bayi lahir adalah berat
badan bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir. Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung kurang
lebih 40 minggu dalam rahim ibu. Pada waktu lahir bayi
mempunyai berat badan sekitar 3000 gram dan panjang badan
50 cm.
2) Menurut Supariasa (2001, p.39), berat badan merupakan
ukuran antropometri yang terpenting dan paling sering
digunakan pada bayi baru lahir (neonatus). Berat badan
digunakan untuk diagnosa bayi normal atau BBLR. Dikatakan
BBLR apabila berat bayi lahir dibawah 2500 gram atau
dibawah 2,5 kg.
3) Menurut Muwakhidah dkk (2004, p.15) pada bayi yang cukup
bulan, berat badan waktu lahir akan kembali pada hari ke 10.
Berat badan menjadi dua kali berat badan waktu lahir pada bayi
umur 5 bulan, menjadi tiga kali berat badan lahir pada umur 1
9
tahun, dan menjadi empat kali berat badan lahir pada umur 2
tahun.
b. Klasifikasi Berat Bayi Lahir
1) Menurut Kosim dkk (2008, p.12) Berat Badan Lahir
berdasarkan berat badan dapat dikelompokkan menjadi:
a) Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
Berat yang dilahirkan dengan berat lahir < 2500
gram tanpa memandang usia gestasi (Kosim dkk, 2008,
p.12). Menurut Prawirohardjo (2007, p.376), BBLR adalah
neonates dengan berat badan lahir pada saat kelahiran
kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Dahulu bayi
ini dikatakan premature kemudian disepakati disebut low
birth weight infant atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR).
Karena bayi tersebut tidak selamanya premature atau
kurang bulan tetapi dapat cukup bulan maupun lebih bulan.
Penelitian oleh gruendwald, menunjukkan bahwa sepertiga
berat bayi lahir rendah adalah bayi aterm (Kosim dkk,
2008, p.11). BBLR terdapat dua bentuk penyebab kelahiran
bayi dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yaitu
karena umur hamil kurang dari 37 minggu, berat badan
lebih rendah dari semestinya, sekalipun umur cukup atau
karena kombinasi keduanya (Manuaba, 2010, p.326).
10
Menurut Jitowiyono dan Weni (2010, p.78 - 79)
bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
Prematur murni dan Dismaturitas.
(1) Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan
kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan
sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan, atau
biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa
kehamilan.
(2) Dismaturitas atau Kecil untuk Masa Kehamilan adalah
bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan
sesungguhnya untuk masa kehamilan. Bayi kecil untuk
masa kehamilan (KMK) adalah bila berat bayi kurang
dari 10 tahun persentile untuk berat sebenarnya dengan
umur kehamilannya (Manuaba, 2010, p.329).
Bayi berat lahir rendah merupakan masalah
penting dalam pengelolaannya karena mempunyai
kecenderungan kearah peningkatan terjadinya infeksi,
kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk
menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi
Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang komplikasi
tertentu seperti ikterus, hipoglikomia yang dapat
menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat lahir
rendah yang dapat di istilahkan dengan kelompok
11
resiko tinggi, karena pada bayi berat lahir rendah
menunjukkan angka kematian dan kesehatan yang lebih
tinggi dengan berat bayi lahir cukup.
WHO memperkirakan bahwa prevalensi BBLR
dinegara maju sebesar 3 - 7% dan di negara
berkembang berkisar antara 13 - 38%. Untuk Indonesia
belum ada angka pesat secara keseluruhan, hanya
perkiraan WHO pada tahun 1990 adalah 14% dari
seluruh koheren hidup (Moehji, 2003).
b) Bayi Berat Lahir Normal
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari
kehamilan sampai 42 minggu dan berat badan lahir > 2500
- 4000 gram (Jitowiyono &Weni, 2010, p.60). Berat lahir
yang cukup menjadi titik awal yang baik bagi proses
tumbuh kembang pasca lahir, serta menjadi petunjuk bagi
kualitas hidup selanjutnya (Kardjati dkk, 1985, p.28).
c) Bayi Berat Lahir Lebih
Bayi berat lahir lebih adalah Bayi yang dilahirkan
dengan berat lahir lebih > 4000 gram (Kosim dkk, 2008,
p.12). Bayi dengan berat lahir lebih bisa disebabkan karena
adanya pengaruh dari kehamilan posterm, bila terjadi
perubahan anatomik pada plasenta maka terjadi penurunan
janin, dari penelitian Vorher tampak bahwa sesudah umur
12
kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin
mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42
minggu. Namun seringkali pula plasenta masih dapat
berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus
sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling
menyatakan bahwa rata-rata berat janin > 3600 gram
sebesar 44,5% pada kehamilan posterm, sedangkan pada
kehamilan term sebesar 30,6 %. Risiko persalinan bayi
dengan berat > 4000 gram pada kehamilan posterm
meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term
(Prawirohardjo, 2008, p.691). Selain itu faktor risiko bayi
berat lahir lebih adalah ibu hamil dengan penyakit diabetes
militus, ibu dengan DMG 40% akan melahirkan bayi
dengan BB berlebihan pada semua usia kehamilan
(Prawirohardjo, 2007, p.291).
c. Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir
Berat lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor
melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam
kandungan. Menurut Kardjati dkk (1985, p.21) dalam
Setianingrum (2005) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat
bayi lahir adalah sebagai berikut :
13
1) Faktor lingkungan internal mempengaruhi berat bayi lahir
antara lain sebagai berikut :
a) Umur Ibu
Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir.
Kehamilan dibawah umur 20 tahun merupakan kehamilan
berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di bandingkandengan
kehamilan pada wanita yang cukup umur (Sitorus, 1999,
p.13 dalam Setiyaningrum, 2005). Pada umur yang masih
muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi
fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan
kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat
kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi
kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi
komplikasi. Selain itu semakin muda umur ibu hamil, maka
anak yang dilahirkan akan semakin ringan (Setianingrum,
2005). Dalam proses persalinan sendiri, kehamilan umur
lebih ini akan menghadapi kesulitan akibat lemahnya
kontraksi rahim serta sering timbul kelainan pada tulang
panggul tengah. Mengingat bahwa faktor umur memegang
peranan penting terhadap derajat kesehatan dan
kesejahteraan ibu hamil serta bayi, maka sebaiknya
merencanakan kehamilan pada umur antara 20 - 30 tahun.
14
Meski kehamilan dibawah umur sangat beresiko
tetapi kehamilan diatas umur 35 tahun juga tidak dianjurkan
karena sangat berbahaya. Mengingat mulai umur ini sering
muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan,
organ kandungan sudah menua dan jalan lahir telah kaku.
Kesulitan dan bahaya yang akan terjadi pada kehamilan
diatas umur 35 tahun ini adalah preeklamsia, ketuban pecah
dini, perdarahan, persalinan tidak lancar dan berat bayi lahir
rendah (Poedji Rochjati, 2003).
b) Jarak Kehamilan/Kelahiran
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan
koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran
yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, karena jarak kelahiran
yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup
untuk memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan
sebelumnya. Menurut Sitorus (1999, p.16) dalam
Setianingrum (2005), bahwa risiko proses reproduksi dapat
ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2 tahun.
c) Paritas
Para adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan
kelahiran bayi atau bayi telah mencapai titik mampu
bertahan hidup. Titik ini dipertimbangkan dicapai pada usia
kehamilan 20 minggu (atau berat janin 500 gram) yang
15
merupakan batasan pada definisi abortion (Varney, 2007).
Paritas yang ideal adalah 2 – 3 dengan jarak persalinan 3 –
4 tahun (Siswosudarmo, 2008, p.82).
d) Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat
mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Menurut
Prawirohardjo (2007, p.448), seorang ibu hamil dikatakan
menderita anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah 12
gr/dl. Data Depkes RI (2008) diketahui bahwa 24,5% ibu
hamil menderita anemia. Anemia pada ibu hamil akan
menambah risiko mendapatkan bayi berat lahir rendah
(BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat
persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan
bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat
(Depkes RI, 2008). Hal ini disebabkan karena kurangnya
suplai darah nutrisi akan oksigen pada plasenta yang akan
berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin.
e) Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama
hamil dapan mempengaruhi pertumbuhan janin yang
sedang dikandung (Pudjiadi, 2003, p.8). Selain itu hamil
menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan
gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan. Pengukuran
16
antropometri merupakan salah satu cara untuk menilai
status gizi ibu hamil. Ukuran antopometri yang paling
sering digunakan adalah kenaikan berat badan ibu hamil
dan ukuran lingkar lengan atas (LLA) selama kehamilan.
Menurut Sitorus (1999, p.41) dalam Setianingrum
(2005), sebagai ukuran sekaligus pengawasan bagi
kecukupan gizi ibu hamil bisa di lihat dari kenaikan berat
badannya. Ibu yang kurus dan selama kehamilan disertai
penambahan berat badan yang rendah atau turun sampai 10
kg, mempunyai risiko paling tinggi untuk melahirkan bayi
dengan BBLR. Sehingga ibu hamil harus mengalami
kenaikan berat badan berkisar 11 - 12,5 kg atau 20% dari
berat badan sebelum hamil. Sedang Lingkar Lengan Atas
(LILA) adalah antropometri yang dapat menggambarkan
keadaan status gizi ibu hamil dan untuk mengetahui resiko
Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau gizi kurang. Ibu
yang memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) di
bawah 23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR
(Kristyanasari, 2010, p. 68).
Pengukuran LILA lebih praktis untuk mengetahui
status gizi ibu hamil karena alat ukurnya sederhana dan
mudah dibawa kemana saja, dan dapat dipakai untuk ibu
dengan kenaikan berat badan yang ekstrim. Seorang ibu
17
yang sedang hamil mengalami kenaikan berat badan
sebanyak 10-12 kg. Pada trimester I kenaikan berat badan
seorang ibu tidak mencapai 1 kg, namun setelah mencapai
trimester II penambahan berat badan semakin banyak yaitu
3 kg dan pada trimester III sebanyak 6 kg. kenaikan
tersebut disebabkan karena adanya pertumbuhan janin,
plasenta dan air ketuban. Kenaikan BB yang ideal untuk ibu
yang gemuk yaitu antara 7 kg dan 12,5 kg untuk ibu yang
tidak gemuk, jika BB ibu tidak normal maka akan
memungkinkan terjadinya keguguran, lahir premature,
BBLR, gangguan kekuatan rahim saat kelahiran, dan
perdarahan setelah persalinan (Proverawati, 2009, p.53).
f) Pemeriksaan kehamilan
Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal
dan mengidentifikasi masalah yang timbul selama
kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil dapat
terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam
kandungan akan baik dan sehat sampai saat persalinan.
Menurut Sarwono (2007) pemeriksaan kehamilan
dilakukan setelah terlambat haid sekurang-kurangnya 1
bulan, dan setelah kehamilan harus dilakukan pemeriksaan
secara berkala, yaitu :
(1) Setiap 4 minggu sekali selama kehamilan 28 minggu
18
(2) Setiap 2 minggu sekali selama kehamilan 28 – 36
minggu
(3) Setiap minggu atau satu kali seminggu selama
kehamilan 36 minggu sampai masa melahirkan.
Selain dari waktu yang telah ditentukan di atas ibu
harus memeriksakan diri apabila terdapat keluhan lain yang
merupakan kelainan yang ditemukan.
Ciri – ciri aktivitas bayi dengan berat badan lahir
rendah berbeda-beda sehingga perlu diperhatikan gambaran
umum kehamilan menurut Manuaba (2010, p.326), sebagai
berikut:
(1) Ingat hari pertama menstruasi
(2) Denyut jantung terdengar pada minggu 18 sampai 22
(3) Fetal quickening minggu 16 sampai 18
(4) Pemeriksaan : tinggi fundus uteri, ultrasonografi
(konsultasi)
(5) Penilaian secara klinik : berat badan lahir, panjang
badan, lingkaran dada, dan lingkaran kepala.
g) Penyakit Saat Kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat
mempengaruhi berat bayi lahir diantaranya adalah Diabetes
Melitus Gestasional (DMG), cacar air, dan penyakit infeksi
TORCH. Penyakit DMG adalah intoleransi glukosa yang
19
dimulai atau baru ditemukan pada waktu hamil. Tidak
dapat dikesampingkan kemungkinan adanya intoleransi
glukosa yang tidak diketahui yang muncul seiring
kehamilan, komplikasi yang mungkin sering terjadi pada
kehamilan dengan diabetes adalah bervariasi, Pada ibu akan
meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia, seksio sesaria,
dan terjadinya diabetes mellitus tipe 2 di kemudian hari,
sedangkan pada janin meningkatkan risiko terjadinya
makrosomi (Prawirohardjo, 2008, p.851).
Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis
penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit ini
sama bahayanya bagi ibu hamil yaitu dapat menganggu
janin yang dikandungnya. Bayi yang dikandung tersebut
mungkin akan terkena katarak mata, tuli, Hypoplasia
(gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, paru-
paru, dan limpa). Bisa juga mengakibatkan berat bayi tidak
normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput
otak, radang iris mata, dan beberapa jenis penyakit lainnya
(Prawirohardjo, 2008, p.935 - 942).
20
2) Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir secara tidak
langsung/eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Faktor lingkungan eksternal yang meliputi kondisi
lingkungan, asupan zat gizi ibu hamil dan tingkat social
ekonomi ibu hamil, kebersihan dan kesehatan lingkungan
serta ketinggian tempat tinggal.
Faktor kebersihan dan kesehatan lingkungan
berkaitan dengan cacing tambang, Seseorang yang asupan
zat besinya cukup tetapi jika sering terinfeksi cacing
tambang dapat menderita anemia. Demikian juga jika
seorang yang asupan zat besi rendah maka daya tahan
tubuhnya berkurang sehingga mudah sering mudah
terserang penyakit dan akhirnya akan mengalami
penurunan kadar Hb. Faktor ketinggian tempat tinggal
menurut Jitowiyono dan Weni (2010, p.77) menyebutkan
salah satu faktor penyebab berat bayi lahir tidak normal
adalah tempat tinggal yaitu dataran tinggi.
Menurut Kristyanasari (2010, p. 50) pada dasarnya
suhu tubuh dipertahankan pada suhu 36,5 – 370 C untuk
metabolisme yang optimum adanya perbedaan suhu antara
tubuh dan lingkungan, maka mau tidak mau tubuh harus
menyesuaikan diri demi kelangsungan hidupnya yaitu
tubuh harus melepaskan sebagian panasnya diganti dengan
21
hasil metabolisme tubuh, makin besar perbedaan antara
tubuh dengan lingkungan maka akan semakin besar pula
panas yang dilepaskan.
b) Faktor ekonomi, sosial dan meliputi jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan, dan pengetahuan ibu hamil :
Menurut Kristyanasari (2010, p. 49 - 50)
menyatakan bahwa keadaan ekonomi keluarga akan
mempengaruhi pemilihan ragam dan kualitas bahan
makanan, ekonomi seseorang mempengaruhi dalam
pemilihan makanan yang akan dikonsumsi sehari – harinya.
Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil
maka kemungkinan besar sekali gizi yang dibutuhkan
tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat gizi
ibu semakin terpantau.
Jenis pekerjaan atau aktifitas juga mempengaruhi
Berat Bayi Lahir, jika aktivitas ibu hamil tinggi, kebutuhan
energinya juga akan tinggi. pengetahuan ibu dalam
pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada
perilakunya, ibu dengan pengetahuan gizi yang baik,
kemungkinan akan memberikan gizi yang cukup bagi
bayinya. kepercayaan terhadap adat juga dapat
mempengaruhi asupan makanan ibu hamil, misalnya, ada
kepercayaan bahwa pada waktu hamil ibu dilarang makan
22
ikan karena dikhawatirkan bayinya cacingan dan berbau
amis, padahal, konsumsi ikan terutama ikan laut justru
sangat dianjurkan karena kandungan lemaknya rendah,
proteinya tinggi, serta mengandung omega 3 dan omega 6
yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan otak janin
dalam kandungan. Semua faktor tersebut berpengaruh pada
status gizi ibu hamil yang selanjutnya berpengaruh kadar
hemoglobin ibu hamil dan berat bayi lahir (Wibisono, 2008,
p.63 – 64).
c) Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan
frekuensi pemeriksaan kehamilan / ANC.
Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal
dan mengidentifikasi masalah yang timbul selama
kehamilan, sehingga kesehatan selama ibu hamil dapat
terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam
kandungan akan baik dan sehat sampai saat persalinan.
Pemeriksaan kehamilan hendaknya dimulai seawal
mungkin, yaitu segera setelah tidak haid selama 2 bulan
berturut-turut tujuanya agar kalau ada kelainan pada
kehamilan, masih cukup waktu untuk menangani sebelum
persalinan (Depkes RI, 2008, p.36). Menurut Huliana
(2002, p.80) selama masa hamil ibu dianjurkan
23
memeriksakan kondisi kehamilan secara teratur dan
berkala:
(1) Pada awal kehamilan sampai dengan 28 minggu,
pemeriksaan dilakukan setiap satu bulan satu kali
(2) Pada kehamilan 28-32 minggu, pemeriksaan yang
dilakukan setiap tiga minggu satu kali
(3) Pada kehamilan 32–36 minggu, pemeriksaan yang
dilakukan setiap dua minggu satu kali
(4) Pada kehamilan 36–40 minggu, pemeriksaan yang
dilakukan setiap satu minggu satu kali
Menurut Profil kesehatan Jawa Tengah tahun 2009
Kunjungan ibu hamil yang sesuai standar adalah pelayanan
yang mencakup minimal:
(1) Timbang badan dan ukur tinggi badan
(2) Ukur tekanan darah
(3) Skrining status imunisasi tetanus (dan pemberian
imunisasi tetanus toxoid)
(4) Ukur tinggi fundus uteri
(5) Pemberian tablet Fe (90 tablet selama kehamilan)
(6) Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan
konseling)
24
(7) Test laboratorium sederhana (Hb, protein urin) dan
atau berdasarkan indikasi (HbsAG, Sifilis, HIV,
Malaria, TBC).
2. Umur Ibu
a. Pengertian Umur Ibu
1) Umur adalah lama waktu untuk hidup atau ada (sejak
dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo, 2005). Dalam kurun
reproduksi sehat dikenal bahwa umur aman untuk kehamilan
dan persalinan adalah 20 – 30 tahun (Prawirohardjo, 2008,
p.23).
2) Umur seorang wanita pada saat hamil sebaiknya tidak terlalu
muda dan tidak terlalu tua. Umur yang kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun, beresiko tinggi untuk melahirkan.
Kesiapan seorang perempuan untuk hamil harus siap fisik,
emosi, psikologi, social dan ekonomi (Ruswana, 2006).
Dalam proses persalinan sendiri, kehamilan di usia lebih ini
akan menghadapi kesulitan akibat lemahnya kontraksi rahim serta
sering timbul kelainan pada tulang panggul tengah. Mengingat
bahwa faktor umur memegang peranan penting terhadap derajat
kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil serta bayi, maka sebaiknya
merencanakan kehamilan pada umur antara 20 - 30 tahun
(Setianingrum, 2005).
25
b. Kehamilan Umur Ibu Kurang dari 20 tahun
Menurut Cunningham (2005, p.225) sekitar 13% persalinan
terjadi pada wanita berusia antara 15 sampai 19 tahun. Remaja
memiliki kemungkinan lebih besar mengalami anemia, dan
beresiko lebih tinggi memiliki janin yang pertumbuhannya
terhambat, persalinan prematur dan angka kematian bayi yang
lebih tinggi. Karena tidak direncanakan, sebagian besar kehamilan
remaja jarang mendapat konseling konsepsi. Konseling pada
kehamilan tahap awal masih mungkin bermanfaat. Para remaja
biasanya masih tumbuh dan berkembang, sehingga memiliki
kebutuhan kalori yang lebih besar daripada wanita yang lebih tua.
Remaja dengan berat badan normal atau kurang harus dianjurkan
untuk meningkatkan asupan kalori sebesar 400 kkal/hari.
Pertanyaan yang tidak baik menghakimi mungkin dapat
mengungkapkan riwayat pemakaian obat terlarang. Seperti pada
semua asuhan prenatal yang baik, perlu dilakukan pengkajian
terhadap semua penyulit yang umum terjadi (Cunningham, 2005,
p.226).
Penyebab utama kematian pada perempuan berumur 15 –
19 tahun adalah komplikasi keguguran. Kehamilan dini mungkin
akan menyebabkan para remaja muda yang sudah menikah
merupakan keharusan sosial (karena mereka diharapkan untuk
membuktikan kesuburan mereka), tetapi remaja tetap menghadapi
26
risiko-risiko kesehatan sehubungan dengan kehamilan dini dengan
tidak memandang status perkawinan mereka. Kehamilan yang
terjadi pada sebelum remaja berkembang secara penuh, juga dapat
memberikan risiko bermakna pada bayi termasuk cedera pada saat
persalinan, berat badan lahir rendah, dan kemungkinan bertahan
hidup yang lebih rendah untuk bayi. Wanita hamil kurang dari 20
tahun dapat merugikan kesehatan ibu maupun pertumbuhan dan
perkembangan janin karena belum matangnya alat reproduksi
untuk hamil. Penyulit pada kehamilan remaja (< 20 tahun) lebih
tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20 – 30
tahun. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah
dengan tekanan (stress) psikologi, social, ekonomi, sehingga
memudahkan terjadinya keguguran (Manuaba, 2007, p.41).
Manuaba (2007, p.42), menambahkan bahwa kehamilan
dengan umur di bawah 20 tahun mempunyai risiko :
1) Sering mengalami anemia.
2) Gangguan tumbuh kembang janin.
3) Keguguran, prematuritas, atau BBLR.
4) Gangguan persalinan.
5) Preeklampsi.
6) Perdarahan antepartum.
27
7) Pascapartus:
a) Subinvolusi uteri.
b) Infeksi puerperalis.
c) Pembentukan pengeluaran ASI kurang.
8) Bayi mungkin ber-IQ rendah.
Para wanita yang hamil pada umur yang masih kurang
matang untuk bereproduksi akan menyebabkan peningkatan
kematian ibu dan kematian bayi. Bayi yang lahir akan
mempunyai berat badan yang kurang atau biasa lahir dengan
prematuritas. Kehamilan dibawah umur 20 tahun merupakan
kehamilan berisiko tinggi, 2 - 4 kali lebih tinggi di bandingkan
dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur (Sitorus,
1999, p.13 dalam Setianingrum, 2005). Pada umur yang masih
muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi
fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya
belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu
tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara
sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin
muda umur ibu hamil, maka anak yang dilahirkan akan
semakin ringan.
28
c. Kehamilan Setelah 35 tahun atau Umur Ibu lebih dari 35
tahun
Saat ini, sekitar 10% kehamilan terjadi pada wanita dalam
kelompok umur ini. Wanita yang lebih tua lebih besar
kemungkinannya meminta konseling prakonsepsi, baik karena ia
telah menunda kehamilan dan sekarang ingin mengoptimalkan
kehamilannya, atau ia melakukannya sebelum terapi infertilitas.
Dahulu, istilah gravida tua (eldery gravida) digunakan untuk
secara kasar mendefinisikan wanita berusia lebih dari 35 tahun.
Walaupun diharapkan istilah ini ditinggalkan, kelainan tertentu
pada hasil akhir kehamilan yang terkait umur memang mulai
meningkat pada kelompok umur ini (Cunningham, 2005, p. 226).
Penelitian-penelitian awal mengisyaratkan bahwa wanita
berusia lebih dari 35 tahun berisiko lebih tinggi mengalami
penyulit obstetris serta morbiditas dan mortalitas perinatal. Bagi
wanita berumur yang mengidap penyakit kronik atau yang kondisi
fisiknya kurang, risiko ini sangat mungkin terjadi. Namun, bagi
wanita yang beratnya normal, secara fisik bugar dan tanpa masalah
medis, risikonya jauh lebih rendah daripada yang sebelumnya
dilaporkan (Cunningham, 2005, p.226).
Pentingnya status sosioekonomi dan kesehatan
digambarkan oleh dua studi tentang hasil akhir kehamilan pada
populasi wanita berumur yang berbeda. Berkowitz dan rekan
29
(1990) dalam Cunningham (2005, p.226) meneliti hasil akhir dari
hampir 800 nullipara diatas 35 tahun yang mereka rawat sebagai
pasien swasta di Mount Sinai Hospital di New York. Mereka
melaporkan bahwa risiko untuk diabetes gestasional, hipertensi
akibat kehamilan, plasenta previa atau solusio plasenta, dan seksio
sesarea hanya sedikit meningkat. Para wanita ini tidak
memperlihatkan peningkatan risiko untuk persalinan prematur,
gangguan pertumbuhan janin, atau kematian perinatal. Sebaliknya,
pengamatan dari Parkland Hospital (Cunningham dan Leveno,
1995) terhadap hampir 900 wanita berusia lebih dari 35 tahun
memperlihatkan peningkatan bermakna dalam insiden hipertensi,
diabetes, solusio plasenta, persalinan prematur, lahir mati dan
plasenta previa.
Tidaklah mengherankan bahwa kelompok ini juga
memperlihatkan angka kematian perinatal yang lebih tinggi. Hasil
akhir yang berbeda pada kedua kelompok wanita ini mungkin
disebabkan oleh status sosioekonomi, yang mempengaruhi akses
ke perawatan kesehatan dan status kesehatan. Risiko janin yang
terkait umur ibu berakar dari persalinan prematur yang harus
dilakukan pada sebagian penyulit pada ibu seperti hipertensi, dan
diabetes, dari persalinan prematur spontan (Cunningham, 2005,
p.226).
30
Selain itu semakin muda umur ibu hamil, maka anak yang
dilahirkan akan semakin ringan. Meski kehamilan dibawah umur
sangat berisiko tetapi kehamilan diatas umur 35 tahun juga tidak
dianjurkan, sangat berbahaya. Mengingat mulai umur ini sering
muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, atau
penyakit degeneratif pada persendian tulang belakang dan panggul.
Kesulitan lain kehamilan diatas umur 35 tahun ini yakni bila ibu
ternyata mengidap penyakit seperti diatas yang ditakutkan bayi
lahir dengan membawa kelainan (Sitorus, 1999, p.15 dalam
Setianingrum, 2005).
Para tenaga ahli kesehatan sekarang membantu para wanita
hamil yang berusia 30 dan 40 tahun untuk menuju ke kehamilan
yang lebih aman. Ada beberapa teori mengenai risiko kehamilan
umur 35 tahun atau lebih, diantaranya :
1) Wanita pada umumnya memiliki beberapa penurunan dalam
hal kesuburan mulai pada awal umur 30 tahun.
Hal ini belum tentu berarti pada wanita yang berusia 30
tahun atau lebih memerlukan waktu lebih lama untuk hamil
dibandingkan wanita yang lebih muda umurnya. Pengaruh usia
terhadap penurunan tingkat kesuburan mungkin saja memang
ada hubungan, misalnya mngenai berkurangnya frekuensi
ovulasi atau mengarah ke masalah seperti adanya penyakit
endometritis, yang menghambat uterus untuk menangkap sel
31
telur melalui tuba fallopii yang berpengaruh terhadap proses
konsepsi.
2) Masalah kesehatan yang kemungkinan dapat terjadi dan
berakibat terhadap kehamilan diatas 35 tahun adalah
munculnya masalah kesehatan yang kronis.
Umur berapa pun seorang wanita harus
mengkonsultasikan diri mengenai kesehatannya ke dokter
sebelum berencana untuk hamil. Kunjungan rutin ke dokter
sebelum masa kehamilan dapat membantu memastikan apakah
seorang wanita berada dalam kondisi fisik yang baik dan
memungkinkan sebelum terjadi kehamilan.
Kontrol ini merupakan penyebab penting yang biasanya
terjadi pada wanita hamil berusia 30 – 40 tahun dibandingkan
pada wanita yang lebih muda, karena dapat membahayakan
kehamilan dan pertumbuhan bayinya. Pengawasan kesehatan
dengan baik dan penggunaan obat-obatan yang tepat mulai
dilakukan sebelum kehamilan dan dilanjutkan selama
kehamilan dapat mengurangi risiko kehamilan di umur lebih
dari 35 tahun, dan pada sebagian besar kasus dapat
menghasilkan kehamilan yang sehat.
32
3) Risiko terhadap bayi yang lahir pada ibu yang berusia di atas
35 tahun meningkat, yaitu bisa berupa kelainan kromosom
pada anak.
Kelainan yang paling banyak muncul berupa kelaianan
Down Syndrome, yaitu sebuah kelainan kombinasi dari
retardasi mental dan abnormalitas bentuk fisik yang disebabkan
oleh kelaianan kromosom.
4) Risiko lainnya terjadi keguguran pada ibu hamil berusia 35
tahun atau lebih.
Kemungkinan kejadian pada wanita umur 35 tahun ke
atas lebih banyak dibandingkan pada wanita muda. Pada
penelitian tahun 2000 ditemukan 9% pada kehamilan wanita
umur 20 – 24 tahun. Namun, risiko meningkat menjadi 20%
pada umur 35 – 39 tahun dan 50% pada wanita umur 42 tahun.
Peningkatan insiden pada kasus abnormalitas kromosom bisa
sama kemungkinannya seperti risiko keguguran.
3. Paritas
a. Pengertian Paritas
1) Para adalah jumlah kehamilan yang berakhir dengan kelahiran
bayi atau bayi telah mencapai titik mampu bertahan hidup.
Titik ini dipertimbangkan dicapai pada usia kehamilan 20
minggu (atau berat janin 500 gram) yang merupakan batasan
pada definisi aborsi (Varney, 2007).
33
2) Menurut Hakimi (2003,p.58), para menunjukkan kehamilan-
kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas
(mampu hidup), sedangkan paritas menunjukkan jumlah
kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan
telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya baik
janinnya hidup atau mati pada waktu lahir.
3) Apabila kehamilan > 4 anak atau jarak kelahiran < 2 tahun
dapat mempunyai resiko terhadap berat bayi lahir rendah,
nutrisi kurang, waktu / lama menyusui berkurang, lebih sering
terkena penyakit, tumbuh kembang lebih lambat serta
pendidikan atau pengetahuan lebih rendah (Hartanto, 2004,
p.23). Paritas yang ideal adalah 2 – 3 dengan jarak persalinan 3
– 4 tahun (Siswosudarmo, 2008, p.82).
b. Klasifikasi Paritas
Menurut Armi (2006), Wiknjosastro (2002), Prawirohardjo
(2002) dan Varney (2007, p.523) jenis-jenis para adalah sebagai
berikut :
1) Nullipara
Seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi yang dapat
hidup di dunia luar (viable).
2) Primipara
Wanita yang telah melahirkan bayi yang viable untuk pertama
kalinya.
34
3) Multipara
Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah viable
beberapa kali, yaitu 2-4 kali.
4) Grandemultipara
Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah viable
lima kali atau lebih.
5) Great grandemultipara
Seorang wanita yang telah melahirkan bayi yang sudah viable
10 kali atau lebih.
Menurut (Manuaba, 2007, p.158) istilah-istilah yang
berkaitan dengan kehamilan dan persalinan adalah :
1) Primipara
Adalah seorang wanita yang telah pernah melahirkan bayi
aterm sebanyak satu kali.
2) Multipara (pleuripara)
Adalah wanita yang telah melahirkan anak hidup beberapa
kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.
Multipara adalah seorang wanita yang pernah melahirkan bayi
yang viable untuk beberapa kali (Wiknjosastro, 2008, p.180).
3) Grandemultipara
Adalah wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari
lima kali.
35
4) Nulipara
Adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi.
Jika terjadi persalinan lama, yaitu kala I lebih dari 13 jam pada
kehamilan pertama (primigravida) atau kala I lebih dari 7 jam
pada kehamilan kedua atau lebih (multigravida).
B. Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Berat Bayi Lahir
Umur ibu dan paritas ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir.
Wanita berumur antara 15 sampai 19 tahun memiliki kemungkinan lebih
besar mengalami anemia, dan beresiko lebih tinggi memiliki janin yang
pertumbuhannya terhambat (Sitorus, 1999, p.13) dalam Setyaningrum
(2005). Sedangkan paritas yang tinggi akan berdampak pada timbulnya
berbagai masalah kesehatan baik bagi ibu maupun bayi yang dilahirkan.
Salah satu dampak kesehatan yang mungkin timbul dari paritas yang tinggi
adalah berhubungan dengan kejadian BBLR.
Hasil penelitian yang dilakukan Muazizah (2011) bahwa faktor
yang mempengaruhi berat badan lahir adalah penyuluhan tentang
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim, tanda-tanda bahaya
selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan agar mereka dapat
menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan baik, perlu
dukungan sektor lain yang terkait untuk turut dalam meningkatkan akses
terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status gizi ibu selama
hamil.
36
Beberapa faktor lainnya dalam penelitian Trihardiani (2011) yang
dapat mempengaruhi berat badan lahir, antara lain tinggi badan ibu, jarak
kelahiran, dan pekerjaan ibu. Pada wanita yang pendek sering ditemukan
adanya panggul yang sempit dan keadaan ini dapat mempengaruhi
jalannya persalinan sehingga menyebabkan berat badan bayi yang
dilahirkan rendah. Jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan
seorang ibu belum cukup waktu untuk memulihkan kondisi tubuhnya
setelah melahirkan sebelumnya, sehingga berisiko terganggunya sistem
reproduksi yang akan berpengaruh terhadap berat badan lahir. Ibu yang
bekerja cenderung memiliki sedikit waktu istirahat sehingga berisiko
terjadinya komplikasi kehamilan, seperti terlepasnya plasenta yang secara
langsung berhubungan dengan BBLR.
Berdasarkan hasil penelitian lain oleh (Esse Puji dkk, 2007)
beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain: penyakit yang
diderita ibu selama hamil, status gizi ibu hamil dan adanya plasenta previa
atau bayi kembar.
37
C. Kerangka Teori
Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian
Sumber : Sri Kardjati dkk (1985, p.21) dalam Setianingrum (2005),
Sitorus (1999, p.41) dalam Setianingrum (2005), Proverawati
(2009, p.53), Prawirohardjo (2008, p.851), Jitowiyono dan
Weni (2010, p.50), Kristyanasari (2010, p.50).
D. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Umur Ibu Berat Bayi Lahir
Faktor Internal :
1. Umur Ibu2. Jarak
kehamilan/kelahiran3. Paritas Ibu4. Kadar Hemoglobin
(Hb)5. Asupan Zat Gizi Ibu
Hamil
6. PemeriksaanKehamilan
7. Penyakit saatKehamilan yaituhipertensi, asma,Diabetes Melitus.
Faktor Eksternal :
1. Kondisi Lingkungan
2. Social Ekonomi Ibu
Hamil
3. Kebersihan dankesehatan Lingkungan
4. Ketinggian Tempat
Tinggal
Berat Bayi Lahir
Paritas Ibu
38
E. Hipotesis
1. Ha : Ada hubungan umur ibu dengan berat bayi lahir di Rumah
Bersalin Citra Insani.
Ho : Tidak ada hubungan umur ibu dengan berat bayi lahir di Rumah
Bersalin Citra Insani
2. Ha : Ada hubungan paritas ibu dengan berat bayi lahir di Rumah
Bersalin Citra Insani.
Ho : Tidak ada hubungan paritas ibu dengan berat bayi lahir di Rumah
Bersalin Citra Insani.
Top Related