LAPORAN PRAKTIKUM
FAAL
DISUSUN OLEH :
SASKIA PRATHANA 405070088
NATHALIA SAFITRI 405070089
VIENCENSIA 405070090
LEDY DIANA 405070091
NINA AMELIA GUNAWAN 405070092
NANCY SUHENDRA 405070093
CYNTHIA A. LOWAY 405070094
JULIAN 405070095
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TARUMANAGARA
MODEL MATA CENCO-INGERSOLL
TUJUAN:
1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata cenco-ingersoll
yang menirukan mata sebagai susunan optik.
2. Mendemonstrasikan berbagai keadaan di bawah ini dengan mengunakan
model mata cenco-ingersoll:
a. Peristiwa aberasi sferis serta tindakan koreksi
b. Mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi
c. Mata miop serta tindakan koreksi
d. Mata hipermetropi serta tindakan koreksi
e. Mata astigmatisma serta tindakan koreksi
f. Mata afakia serta tindakan koreksi
ALAT DAN BAHAN:
1. bejanan berisi air hampir penuh
2. kornea buatan
3. retina buatan yang dapat diletakkan di 3 tempat yang berbeda
4. benda yang bercahaya (lampu). Perhatikan arah anak panah
5. kotak yang berisi:
a. iris buatan
b. 4 lensa sferis, masing-masing berkekuatan : +2D; +7D; +20D; -
1,75D
c. 2 lensa silindris masing-masing berkekuatan : +1,75D dan -5,5D
LANGKAH KERJA:
a. LEBAR PUPIL DAN ABERASI SFERIS
1. Memasang lensa sferis +7D ditempat lensa kristaline(di L)
2. Memasang retina buatan di R
3. Mengarahkan model mata ke sebuah jendela yang jauhnya 7m
atau lebih.memperhatikan bayangan jendela yang terjadi pada
lempeng retina
4. Menempatkan iris buatan di G1 dan memperhatikan
perubahan bayangan yang terjadi
b. HIPERMETROPIA
1. Mengarahkan model mata tetap ke jendela dan tetap menggunakan
lensa sferis +7D sebagai lensa kristalina
2. Setelah diperoleh bayangan tegas (no A ad.4) kemudian memindahkan
retina buatan ke Rh. Bayangan menjadi kabur lagi.
3. Mengoreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1
atau S2 sebagai kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas kembali
4. Mencatat jenis dan kekuatan lensa yang dipasang di S1 atau S2
c. MIOPIA
1. Mengankat lensa sferis positif dari S1 atau S2. Mengembalikan
retina buatan ke R. Bayangan yang tetap tegas.
2. Memindahkan retina buatan ke Rm. Bayangan menjadi kabur.
3. Memperbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di
S1 atau S2 sebagai kaca mata sehinggga bayangan menjadi tegas.
4. Mencatat jenis dan kekuatan lensa yang dipasang di S1 atau S2.
d. ASTIGMATISME
1. Mengangkat lensa sferis negatif dari S1 atau S2 dan memindahkan
retina buatan ke R.
2. Meletakkan lensa silindris -5,5D di G2. Sebagian bayangan
menjadi kabur
3. Memperbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di
S1 atau S2, dan mengatur arah sumbunya sehingga seluruh
bayangan menjadi tegas.
4. Mencatat jenis, kekuatan, dan arah sumbu lensa yang dipasang di
S1 atau S2.
Catatan: untuk percobaan b,c,dan d model mata cenco-ingersoll disusun
sebagai mata dalam keadaan tidak berakomodasi (istrirahat)
e. AKOMODASI
1. mengangkat kedua lensa silindris yang dipasang di G2 dan S1 atau
S2.
2. Tanpa mengubah keadaan model mata cenco-ingersoll,
menempatkan benda yang bercahaya 25 cm di depan model mata
tersebut. Bayangan menjadi kabur.
3. Mengganti lensa sferis +7D (lensa kristalina) dengan sebuah lensa
sferis lainnya yang memberikan bayangan yang tegas pada retina
buatan. Selanjutnya menyebutkan analogi keadaan ini dengan mata
sebenarnya.
4. Mencatat jenis dan kekuatan lensa yang digunakan untuk
mengganti lensa kristalina (+7D)
f. MATA AFAKIA
1. Membuat susunan seperti yang didapatkan pada A ad.4
2. Mengangkat lensa kristalina sehingga terjadi mata afakia, yaitu mata
tanpa lensa kristalina.
3. Memperbaiki mata afakia ini dengan salah satu lensa sferi positif yang
dipasang sebagai kacamata di S1 atau S2 supaya bayangan menjadi
lebih tajam.
4. Mencatat jenis dan kekuatan lensa yang dipasang di S1 atau S2.
HASIL PERCOBAAN :
A. Lebar pupil dan aberasi sferis
Lensa kristalina yang dipakai dalam praktikum: +7D
Sebelum ada iris: bayangan terlihat jelas, terang
Setelah ada iris: bayangan terlihat kurang terang, tetapi garis bayangan terlihat lebih jelas sebab iris menutupi sebagian lensa dengan pupil ditengahnya dan adanya sel-sel tertentu di iris yang mengurangi jumlah cahaya yang masuk, sehingga bayangan terlihat kurang terang.
B. Hipermetropi
Jenis lensa yang dipakai pada S1 dan S2 adalah lensa konveks (lensa positif) dengan kekuatan +2D
C. Miopi
Jenis lensa yang dipakai pada S1 dan S2 adalah lensa konkaf (lensa positif) dengan kekuatan -1,75D
D. Astigmatisma
Bayangan terlihat lebih jelas dengan menggunakan Lensa silindris dengan kekuatan +2D yang diletakkan di S1 atau S2.
Arah sumbu lensa kristalina sejajar dengan lensa silindris.
E. Akomodasi
Supaya bayangan terlihat lebih jelas maka digunakan lensa silindris dengan kekuatan + 20D yang diletakkan di G1.
F. Afakia
Mata afakia adalah suatu keadaan mata yang tidak memiliki lensa kristalina, maka jenis lensa yang dipasang adalah lensa konveks dengan kekuatan +7D di S1 atau S2.
KESIMPULAN :
KONDISI MATA PERLAKUAN
Aberasi sferis Tanpa Iris: bayangan jelas,
terang
Iris: bayangan kurang terang
tetapi garis bayangan jelas.
Jadi fungsi iris untuk mengatur
intensitas cahaya yang masuk.
Hipermetropi Lensa cembung
Miopi Lensa cekung
Astigmatisma Lensa silindris
Akomodasi Relaks: pupil membesar
Akomodasi: pupil mengecil
Afakia Lensa cekung
Catatan : Hasil percobaan yang diperoleh mungkin tidak tepat karena
faktor ketidaktelitian pada pengamat maupun pada model mata cenco-
ingersoll.
VISUS
TUJUAN :
1. Menetapkan visus seseorang dengan menggunakan optotip Snellen
2. Melakukan pemeriksaan refraksi dan tindakan koreksi dengan menggunakan
optotip Snellen, seperangkat lensa dan gambar kipas Lancaster Regan.
ALAT DAN BAHAN :
1. Optotip Snellen
2. Bingkai kacamata penguji
3. Lensa dan penutup hitam
LANGKAH KERJA :
1. Meminta orang percobaan duduk menghadap optotip Snellen pada jarak 6,1m
(20 feet)
2. Memasang bingkai kacamata khusus pada orang percobaan dan menutup mata
kirinya dengan penutup hitam khusus yang tersedia dalam kotak lensa.
3. Memeriksa visus mata kanan orang percobaan dengan memintanya membaca
huruf yang ditunjuk. Mulai dari baris huruf yang paling besar sampai baris
huruf yang terkecil yang seluruhnya masih dapat dibaca orang percobaan
dengan lancar tanpa kesalahan.
4. Mencatat visus mata kanan orang percobaan.
5. Mengulangi pemeriksaan ini pada :
a. Mata kiri
b. Kedua mata bersama-sama
6. Mencatat hasil pemeriksaan.
HASIL PERCOBAAN :
Orang percobaan : Nina
Ket : tanpa menggunakan lensa
Mata yang ditutup Mata yang dibuka Visus
Kiri Kanan 20/13
Kanan Kiri 20/15
- Kedua mata 20/20
KESIMPULAN :
Nilai visus normal adalah 6/6. Namun adakalanya visus menjadi lebih kecil atau lebih
besar dari 6/6.
Visus lebih kecil dari 6/6 bisa karena :
- retina yang rusak
- Penerangan yang kurang
- Pembiasan mata yang terlalu besar
- Sumbu atau axis mata yang terlalu panjang
Visus dapat melebihi 6/6 karena :
pada mata yang E atau H yang berakomodasi, daya untuk membedakan dua
titik yang masih terpisah makin besar dan melampaui daya yang dapat
dipakai oleh mata yang berakomodasi.
REFRAKSI
Dari hasil pemeriksaan visus di atas, telah diketahui visus tanpa menggunakan lensa.
Pada pemeriksaan di bawah ini akan diperiksa daya bias susunan optik mata (refraksi
Mata)
Langkah Kerja :
A. Jika visus orang percobaan tersebut di atas tanpa lensa = 6/6, maka mata itu tidak
akan M (miop). Mata tersebut mungkin E (emetrop) atau H (hipermetrop)
Untuk membedakan kedua hal di atas dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Memasang bingkai kacamata khusus pada orang percobaan dan menutup mata
kirinya dengan penutup hitam khusus.
2. Memasang di depan mata kanannya lensa sferis +0,25D dan memeriksa visus
matanya lagi.
3. Jika mata kanan orang percobaan E, pemeriksaan dihentikan.
4. Jika mata orang percobaan H, meneruskan pemasangan lensa-lensa dengan
setiap kali memberikan lensa positif yang 0,25D lebih kuat. Lensa positif yang
terkuat, yang memberikan visus maksimal merupakan ukuran bagi derajat H
yang dinyatakan dalam Dioptri.
5. Mencatat derajat H orang percobaan dalam Dioptri
B. Jika visus rata kanan orang percobaan tanpa lensa lebih kecil dari 6/6, maka mata
itu biasanya M. Untuk menetapkan derajat M, dilakukan pemeriksaan sebagai
berikut :
1. Memasang bingkai kacamata khusus pada orang percobaan dan tutup mata
kirinya dengan penutup mata khusus.
2. Memasang di depan mata kanannya dengan lensa sferis negatif, mulai dari -
0,25D dengan setiap kali memberikan lensa negatif yang 0,25D lebih kuat.
Memeriksa visus matanya lagi setiap kali setelah perubahan kekuatan lensa.
Lensa negatif yang terlemah, yang memberikan visus maksimal merupakan
ukuran bagi derajat M yang dinyatakan dalam Dioptri.
3. Mencatat derajat M orang percobaan dalam Dioptri.
C. Jika pada pemberian lensa sferis , visus tidak mencapai 6/6 maka harus diingat
adanya astigmatisma. Cara memperbaiki astigmatisma dilakukan dengan lensa
silindris sebagai berikut:
1. Memasang bingkai kaca mata khusus pada orang dan menutup mata
kirinya dengan penutup hitam khusus
2. Memasang di depan mata kanan nya lensa sferis sehingga visus orang
percobaan tersebut maksimal
3. Meminta orang percobaan melihat gambar kipas
bila warna hitam garis pada semua meridian terlihat merata berarti orang
percobaan tidak astigmatisma -> menghentikan pemeriksaan refraksi. Bila
terdapat gambar garis yang lebih kabur selanjutnya menentukan
meridiannya.
4. Menambahkan di depan lensa sferis tersebut lensa silindris positif atau
negatif yang sesuai dengan jenis lensa sferis di atas, dengan sumbu lensa
silindris tegak lurus pada garis meridian, yang terlihat paling tegas
sehingga warna hitam garis pada semua meridian merata.
5. Meminta orang percobaan melihat kembali ke optotip snellen. Menentukan dan
mencatat jenis serta kekuatan lensa sferis dan silindris yang memberikan visus
maksimal serta arah sumbu lensa tersebut.
HASIL PERCOBAAN : Orang percobaan: Nina
Mata Kiri Mata Kanan
Visus: 20/30 Visus: 20/70
Refraksi mata: -0.75D Refraksi mata: -1D
KESIMPULAN
- Lensa cembung digunakan untuk mata yang hypermetropi
- Lensa cekung digunakan untuk mata yang myopi
- Untuk normal visusnya adalah 6/6
- Untuk mata yang astigmatisma, kelainan mata pada sumbu vertikal
dapat ditolong pada sumbu horisontalnya, demikian pula sebaliknya.
KERASTOSKOPE PLACIDO
TUJUAN:
Memeriksa kelengkungan kornea pasien atau orang percobaan.
ALAT DAN BAHAN:
1. Kerastoskope placido
CARA KERJA :
1. Pengamat mengamati orang percobaan melalui lubang pada kerastoscope
placido.
2. Apabila pengamat menggunakan mata kanan, maka mata yang diamati
juga mata kanan.
3. Orang yang diamati diminta untuk melihat lingkaran-lingkaran hitam
putih pada keratoscope placido tanpa menggunakan alat bantu (kacamata).
HASIL PENGAMATAN :
Orang percobaan: Julian
Bayangan kerastoscope placido pada mata orang percobaan tampak simetris.
KESIMPULAN :
Bayangan simetris akan tampak pada mata orang normal (tidak
astigmatisma) sedangkan pada orang yang menderita astigmatisma, akan
tampak bayangan yang tidak simetris sebab adanya ketidak rataan pada
kornea/lensa mata.
PERIMETRI
TUJUAN:
Memeriksa luas lapang pandang untuk beberapa macam warna dengan
menggunakan perimeter.
ALAT DAN BAHAN:
1. Perimeter dan formulir
2. Warna bertangkai yang ditegakkan
3. Pensil warna
CARA KERJA:
1. Menyuruh orang percobaan duduk membelakangi cahaya menghadap alat
perimeter
2. Menutup mata kiri orang percobaan dengan sapu tangan / telapak tangan
3. Meletakkan dagu orang percobaan di tempat sandaran dagu yang dapat
diatur tingginya, sehingga tepi bawah mata kanannya terletak setinggi
bagian atas batang vertikal sandaran dagu.
4. Memasang formulir untuk mata kanan disebelah belakang piringan
perimeter sebagai berikut:
a. memutar busur perimeter sehingga letaknya horizontal dan Penjepit
formulir berada di bagian atas piringan
b. Menjepit formulir tersebut pada piringan sehingga garis 180-0 formulir
letaknya berhimpit dengan garis 0-180 piringan perimeter dan lingkaran
konsentris formulir letaknya sesuai dengan skala pada perimeter
5. Menyuruh orang percobaan memusatkan penglihatannya pada titik fiksasi di
tengah perimeter. Selama pemeriksaan, penglihatan orang percobaan harus
tetap dipusatkan pada titik fiksasi tersebut.
6. Menggunakan benda yang dapat digeser pada busur perimeter untuk
pemeriksaan luas lapang pandang. Memilih bulatan berwarna putih dengan
diameter sedang (+5mm) pada benda tersebut.
7. Menggerakkan perlahan –lahan bulatan putih itu menyusuri busur dari tepi
kiri orang percobaan ke tengah. Tepat pada saat orang percobaan melihat
bulatan putih tersebut, penggeseran benda dihentikan.
8. Membaca tempat perhentian tersebut pada busur dan catat pada formulir
dengan tepat.
9. Ulangi tindakan no. 7 dan no.8 pada sisi busur yang berlawanan tanpa
mengubah posisi busur
10. Ulangi tindakan no. 7 dan no.8 dan 9 setelah memutar busur tiap kali
diputar 30 derajat sesuai arah jarum jam dari pemeriksaan, sampai posisi
busur vertikal.
11.Mengembalikan posisi busur horizontal seperti semula. Pada posisi ini tidak
perlu dilakukan pencatatan lagi.
12.Mengulangi tindakan no7, 8 dan 9 setelah memutar busur tiap kali 30 derajat
berlawanan arah jarum jam dari pemeriksa, sampai tercapai posisi busur 60
derajat dari bidang horizontal
13.Memeriksa juga lapang pandang orang percobaaan untuk berbagai warna
lain; merah, kuning , hijau, dan biru dengan cara yang sama seperti di atas
14.Melakukan juga pemeriksaan lapang pandang untuk mata kiri hanya dengan
bulatan bewarna putih.
HASIL PERCOBAAN :
MATA KANAN
No. Derajat Putih Merah Biru Hijau Kuning1. 0 80 70 75 70 752. 30 70 70 80 80 753. 60 55 50 50 45 504. 90 55 60 50 50 505. 120 50 45 50 60 606. 150 55 60 55 60 607. 180 70 65 70 65 608. 210 65 70 70 65 609. 240 60 60 70 60 6010. 270 70 65 60 65 5011. 300 75 70 65 50 6512. 330 75 70 60 55 8513. 360 80 70 75 70 75
MATA KIRI
No. Derajat Putih Merah Biru Hijau Kuning1. 0 70 60 50 45 502. 30 35 35 45 45 503. 60 25 25 20 20 254. 90 25 40 20 20 255. 120 35 30 30 30 306. 150 45 40 40 35 307. 180 75 70 70 60 458. 210 75 75 70 65 659. 240 60 70 65 55 4510. 270 50 45 50 50 5011. 300 50 45 40 40 5012. 330 55 50 45 55 6013. 360 70 60 50 45 50
KESIMPULAN :
Dari percobaan diketahui bahwa bentuk lapang pandang tidak simetris karena:
Mata, kelopak mata, dan hidung yang menonjol
Tidak meratanya pembagian sel batang dan kerucut di retina
Luas pandang untuk putih ternyata lebih besar daripada warna lainnya karena
warna putih merupakan gambaran atau spectrum dari sinar-sinar yang lain sehingga
luas lapang pandangnya lebih besar.
OFTALMOSKOPI
Tujuan :
1. Menggunakan oftalmoskop untuk melihat dengan jelas gambar fundus pada
modal mata Thorington dalam keadaan emetrop, miop, dan hipermetrop
2. Menggunakan oftalmoskop untuk memeriksa retina orang percobaan.
Alat dan Bahan :
3. Oftalmoskop
4. Model mata thorington
5. Mata manusia
Cara kerja :
A. Model mata Thorington
1. Membuat model mata thorington menjadi emetrop dengan cara menarik
bagian belakangnya ke angka 0 pada skala.
2. Mengatur besar pupil model mata sebesar – besarnya dengan cara memutar
piring pupil.
3. Memutar piring lensa oftalmoskop sehingga terbaca angka 0 dan menyalakan
lampu oftalmoskop itu.
4. Menempatkan model mata itu setinggi mata pemeriksa itu sendiri.
5. Menempatkan lubang oftalmoskop di depan pupil mata pemeriksa dan
mengarahkan sinar lampu ke modal mata. Mendekatkan oftalmoskop bersama
mata pemeriksa ke pupil modal mata sehingga jaraknya kira – kira 7, 5 cm.
6. Melihat fundus model mata melalui lubang oftalmoskop.
7. Jika mata pemeriksa emetrop, pemeriksa akan melihat fundus model mata itu
jelas, diperbesar, dan tegak
8. Jika mata pemeriksa tidak emetrop, mencari lensa yang sesuai dengan
memutar piring lensa oftalmoskop sampai fundus model mata terlihat dengan
jelas.
9. Menjadikan model mata itu miop dengan cara menarik bagian belakangnya ke
arah huruf M sampai angka 3.
10. Mencari lensa yang sesuai dengan memutar piring lensa oftalmoskop sampai
fundus model mata terlihat dengan jelas.
11. Menjadikan model mata tersebut hipermetrop dengan cara mendorong bagian
belakangnya ke arah huruf H sampai angka 3.
12. Mencari lensa yang sesuai dengan memutar piring lensa oftalmoskop sampai
fundus model mata terlihat dengan jelas.
B. Mata manusia
1. Menyuruh orang percobaan duduk berhadapan dengan pemeriksa
2. Menyuruh orang percobaan melihat ke depan pada suatu titik yang jauh
3. Melakukan pemeriksaan oftalmoskop pada salah satu mata orang percobaan
sesuai dengan cara yang dilakukan pada model mata thorington.
4. Memperhatikan fundus orang percobaan. Bila tidak jelas terlihat, mencari
lensa yang sesuai dengan memutar piring lensa oftalmoskop sampai fundus
terlihat dengan jelas.
5. a.Memeriksa fundusnya dan mengenali papilla nervi optici, macula lutea, dan
pembuluh darah retina.
b. Menggambar apa yang dilihat oleh pemeriksa pada fundus okuli orang
percobaan
Hasil pengamatan :
Dari hasil percobaan yang telah kami lakukan, kami mendapatkan pengertian bahwa
yang dimaksud dengan:
- Prinsip oftalmoskopi langsung adalah bahwa retina dapat mendeteksi
langsung benda/gambar yang dilihat.
- Prinsip oftalmoskopi tak langsung adalah bahwa retina tidak dapat langsung
mendeteksi benda/gambar yang terlihat, artinya pandangan semacam ini
melihat secara objektif.
KESIMPULAN :
Pada saat pemeriksaan, mata yang digunakan harus sama antara pemeriksa dengan
orang percobaan, hal ini untuk menghindari terjadinya benturan di mana posisi keduanya
saling berhadapan juga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan maka baik pemeriksa
maupun orang percobaan harus berjenis kelamin sama. Pemeriksaan oftalmoskop juga
meliputi pemeriksaan retina dan pembuluh darah choroid, bintik kuning, serta pemeriksaan
pupil.
MELIHAT BINOKULER DAN MELIHAT RUANG
TUJUAN :
1. Mendemonstrasikan perbedaan kemampuan menentukan posisi jauh dekat suatu benda
terhadap benda lain secara monokuler dan binokuler serta menerangkan mekanisme
terjadinya perbedaan tersebut
2. Mendemonstrasikan perbedaan kemampuan menentukan posisi depan belakang beberapa
batang vertikal serta menerangkan mekanisme terjadinya perbedaan tersebut ( disparasi
melintang ).
ALAT DAN BAHAN :
1. Alat jatuh hering
2. Kelereng yang berbeda ukurannya
3. Teropong karton dengan batang – batangnya.
LANGKAH KERJA :
I Penetapan jauh dekat benda secara monokuler dan binokuler
1. Menyuruh orang percobaan duduk menghadap alat jatuh hering dan menyuruh orang
percobaan melihat teropong dengan kedua matanya kepada batang vertikal pada alat
tersebut.
2. Menjatuhkan kelereng yang berbeda ukurannya bergantian di depan atau di belakang
batang sebanyak 10 kali.
3. Menyuruh orang percobaan menentukan tempat jatuh kelereng tersebut, di depan atau di
belakang batang.
4. Mencatat jumlah jawaban orang percobaan yang salah.
5. Mengulangi percobaan ini dengan menyuruh orang percobaan melihat dengan satu mata
saja.
6. Mencatat jumlah kesalahan dan membandingkan jumlah kesalahan pada penglihatan
monokuler dan binokuler.
II Penetapan posisi depan belakang beberapa batang vertikal
1. Memasang tiga batang yang tidak sama tebalnya pada jarak yang berlainan ke dalam
lubang di dalama teropong karton tanpa diketahui orang percobaan
2. Memutar teropong sehingga batang-batang terlihat vertikal
3. Menyuruh orang percobaan melihat melalui teropong dan menyuruh dia menentukan
posisi depan belakang batang yang satu terhadap batang yang lain
4. Mencatat jawabannya dan membandingkan dengan kenyataan
HASIL PERCOBAAN :
Nama orang percobaan : Julian
Dengan menggunakan :
- 2 mata : 100% benar.
- 1 mata (sebelah kiri) : 90% benar.
- 1 mata (sebelah kanan) : 50% benar.
Tabel kesalahan :
Bin
okuler
Monokuler (mata
kanan tertutup)
Monokuler (mata kiri
tertutup)
√ √
√ √ √
√ √
√ √ √
√ √
√ √
√ √ √
√ √ √
√ √ √
√ √
√ √ √
√ √
√
√ √ √
√ √
√ √ √
√ √
√ √
√ √ √
√ √
KESIMPULAN :
Melihat dengan 2 mata lebih baik daripada melihat dengan 1 mata.
TES BUTA WARNA
TUJUAN :
Mengetahui apakah orang percobaan mempunyai mata normal, buta warna sebagian
atau buta warna total.
ALAT DAN BAHAN :
1. Buku pseudoisokromatik ishihara
LANGKAH KERJA :
1. Menyuruh orang percobaan mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku
pseudoisokromatik ishihara.
2. Mencatat hasil pemeriksaan pemeriksa dalam formulir yang tersedia.
HASIL PENGAMATAN :
Percobaan yang dilakukan dengan menggunakan buku pseudoisokromatik Ishihara
terhadap orang yang diamati, memberikan hasil tidak mengalami kesulitan dalam
membaca angka-angka yang ada.
KESIMPULAN :
Dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang tidak menderita buta warna dapat membaca
angka-angka yang ada dengan mudah sebab tidak ada kesulitan dalam membedakan
warna.
PERISTIWA KONTRAS
TUJUAN :
Mengetahui pembiasan warna-warna dasar pada mata
ALAT DAN BAHAN :
1. Lemari jatuh hering
CARA KERJA :
1. Memasang salah satu bidang yang berwarna di tengah.
2. Memandang warna itu dengan memusatkan pandangan kepada titik hitam selama
setengah menit pada jarak tertentu.
3. Menyuruh teman sekerja untuk menjatuhkan bidang itu, sementara tetap memandang
dalam arah yang sama pada bidang putih lemari.
4. Memperhatikan kesan yang didapati.
5. Mengulangi percobaan di atas dengan warna-warna yang lain.
HASIL PENGAMATAN :
1. Kuning menjadi biru
2. Biru menjadi kuning
3. Merah menjadi hijau
4. Hitam menjadi putih
5. Orange menjadi biru
6. Biru tua menjadi putih
7. Hijau menjadi pink
8. Ungu menjadi hijau
KESIMPULAN :
Di dalam retina terdapat 3 zat penglihatan :
1. Merah-hijau
2. Kuning-biru
3. Putih-hitam
Warna merah, kuning, dan putih akan terjadi pada disimilasi ketiga zat penglihatan 1, 2, dan
3. Sedangkan warna hijau, biru, dan hitam akan terjadi pada asimilasi ketiga zat
penglihatan.
TES PENDENGARAN
TUJUAN :
1. Melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran menurut cara Rinne, Weber, dan
Schwabach.
2. Mengemukakan tujuan pemeriksaan tersebut.
3. Menyimpulkan masing-masing hasil pemeriksaan tersebut.
ALAT DAN BAHAN :
1. Penala berfrekuensi 128 Hz
2. Kapas untuk menyumbat telinga
LANGKAH KERJA :
A. Cara Rinne
1. Menggetarkan penala dengan cara memukulkan salah satu ujung jarinya ke telapak
tangan. Jangan sekali-kali memukulkannya pada benda yang keras.
2. Menekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga orang
percobaan.
3. Menanyakan kepada orang percobaan apakah dia mendengar bunyi penala mendengung
di telinga yang diperiksa, bila demikian orang percobaan harus segera memberi tanda bila
dengungan bunyi itu menghilang.
4. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari processus mastoideus orang percobaan
dan kemudian ujung jari penala di tempatkan sedekat-dekatnya di depan liang telinga
yang sedang diperiksa.
5. Mencatat hasil pemeriksaan Rinne sebagai berikut :
Positif : bila orang percobaan masih mendengar dengungan secara hantaran
aerotimpanal.
Negatif : bila orang percobaan tidak lagi mendengar dengungan secara hantaran
aerotimpanal.
B. Cara Weber
1. Menggetarkan penala dengan cara seperti nomor A.1.
2. Menekan ujung tangkai penala pada dahi orang percobaan di garis median.
3. Menanyakan kepada orang percobaan apakah dia mendengar dengungan bunyi penala
sama kuat di kedua telinganya ataukah terjadi lateralisasi.
4. Bila pada orang percobaan tidak terdapat lateralisasi, maka untuk menimbulkan
lateralisasi secara buatan, menutup salah satu telinganya dengan kapas dan mengulangi
pemeriksaan.
C. Cara Schwabach
1. Menggetarkan penala dengan cara seperti nomor A.1.
2. Menekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga orang
percobaan.
3. Menyuruh orang percobaan mengacungkan tangannya pada saat dengungan bunyi
menghilang.
4. Pada saat itu dengan segera pemeriksa memindahkan penala dari processus mastoideus
orang percobaan ke processus mastoideus pemeriksa. Pada pemeriksaan ini telinga si
pemeriksa dianggap normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh
orang percobaan masih dapat didengar oleh pemeriksa maka hasil pemeriksaan adalah
schwabach memendek.
5. Apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh orang percobaan juga tidak
dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin schwabach normal
atau schwabach memanjang. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut : Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditekankan ke
processus mastoideus si pemeriksa sampai tidak terdengar lagi kemudian ujuung tangkai
penala segera ditekankan ke processus mastoideus orang percobaan. Bila dengungan
(setelah dinyatkan berhenti oleh si pemeriksa) masih dapat didengar oleh orang
percobaan, hasil pemeriksaan ialah schwabach memanjang. Bila dengungan (setelah
dinyatakan berhenti oleh si pemeriksa) juga dapat didengar oleh orang percobaan maka
hasil pemeriksaan adalah schwabach normal.
HASIL PENGAMATAN :
Nama : Julian
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Hasil tes :
Cara Rinne : telinga kanan (+) telinga kiri (+)
Cara Weber : tidak ada lateralisasi
Cara Schwabach : normal
KESIMPULAN :
- Pemeriksaan Rinne untuk mengetahui bahwa fungsi pendengaran
melalui hantaran tulang dan udara.
- Pemeriksaan Weber untuk mengetahui ada tidaknya lateralisasi.
- Pemeriksaan schwabach untuk membandingkan antara orang
percobaan dengan pemeriksa
- Ada tiga macam tuli:
Tuli syaraf (perceptive/nerve dafness), kerusakan sel rambut rambu satu jalur saraf.
Tuli hantaran : gangguan pada hantaran gelombang suara di dalam telinga luar dan
dalam.
Tuli pusat: terjadi akibat kerusakan pada pusat pendengaran
MEKANISME SENSORIK
TUJUAN :
1. Menentukan adanya titik-titik panas, dingin, tekan, dan nyeri di kulit.
2. Memeriksadaya menentukan tempat rangsangan taktil (lokalisasi taktil).
3. Memeriksa daya membedakan 2 titik tekan (diskriminasi taktil) pada perangsangan
serentak (simultan) dan perangsangan berturutan (suksesif).
4. Menentukan adanya perasaan iringan dan menerangkan mekanisme terjadinya (after
image).
ALAT DAN BAHAN :
1. Kerucut kuningan
2. Jangka
3. Pensil dan mistar
CARA KERJA :
A. Titik-titik panas, dingin, tekan dan nyeri di kulit
1. Meletakkan punggung tangan kanan di atas sehelai kertas dan menarik garis pinggir
tangan dan jari-jari sehingga terdapat lukisan tangan.
2. Memilih dan menggambarkan di telapak tangan itu suatu daerah seluas 3x3 cm dan
menggambarkan pula daerah itu di lukisan tangan pada kertas.
3. Menutup mata orang percobaan dan meletakkan punggung tangan kanannya santai di
meja.
4. Menyelidiki secara teratur menurut garis-garis sejajar titik-titik yang membrikan kesan
panas yang jelas pada telapak tangan tersebut dengan menggunakan kerucut kuningan
yang telah dipanasi. Cara memanasi kerucut kuningan yaitu dengan menempatkannya
dalam bejana berisi kikiran kuningan yang direndam dalam air panas bersuhu 50ºC.
Menandai titik-titik panas yang diperoleh dengan tinta.
5. Mengulangi penyelidikan yang serupa pada nomor 4 dengan kerucut kuningan yang telah
didinginkan. Cara mendinginkan kerucut kuningan yaitu dengan menempatkannya dalam
bejana berisi kikiran kuningan yang direndam dalam air es. Menandai titik-titik dingin
yang diperoleh dengan tinta.
6. Menyelidiki pula menurut cara di atas titik-titik yang memberikan kesan tekan dnegan
menggunakan estesiometer rambut Frey dan titik-titik yang memberikan kesan nyeri
dengan jarum.
7. Menggambarkan dengan simbol yang berbeda semua titik yang diperoleh pada lukisan
tangan di kertas.
B. Lokalisasi taktil
1. Menutup mata orang percobaan dan menekan ujung pensil pada suatu titik di kulit ujung
jarinya.
2. Menyuruh orang percobaan melokalisasi tempat yang baru dirangsang dengan ujung
sebuah pensil.
3. Menetapkan jarak anatar titik rangsang dan titik yang ditunjuk.
4. Mengulangi percobaan sampai 5 kali dan menentukan jarak rata-rata untuk kulit ujung
jari, telapak tangan, lengan bawah, lengan atas, dan tengkuk.
C. Diskriminasi taktil
1. Menentukan secara kasar ambang membedakan 2 titik untuk ujung jari dengan
menempatkan kedua ujung sebuah jangka secara serentak (simultan) pada kulit ujung jari.
2. Mendekatkan kedua ujung jangka itu sampai di bawah ambang dan kemudian
menjauhkan berangsur-angsur sehingga kedua ujung jangka itu tepat dapat dibedakan
sebagai dua titik.
3. Mengulangi percobaan ini dari suatu jarak permulaan di atas ambang. Mengambil angka
ambang terkecil sebagai ambang diskriminasi taktil tempat itu.
4. Melakukan percobaan di atas sekali lagi, tetapi sekarang dengan menempatkan kedua
ujung jangka secara berturut-turut (suksesif).
5. Menentukan dengan cara yang sama (simultan dan suksesif) ambang membedakan dua
titik ujung jari, tengkuk, bibir, pipi, dan lidah.
6. Memberikan jarak kedua ujung jangka yang sebesar-besarnya yang masih dirasakan oleh
kulit pipi depan telinga sebagai salah satu titik. Dengan jarak ini, menggerakkan jarak itu
dengan ujungnya pada kulit ke arah pipi muka, bibir atas dan bibir bawah. Arah gerakan
harus tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan kedua ujung jangka.
7. Mencatat apa yang pemeriksa alami.
HASIL PENGAMATAN :
Titik-titik panas, nyeri dan dingin di kulit
Orang percobaan: Saskia
Gambar telapak tangan dengan titik-titik panas, dingin, tekan dan nyeri di kulit
Ket : dingin = x, panas = 0
Lokalisasi Taktil
Orang percobaan: Julian
No kulit ujung kulit telapak kulit lengan kulit lengan kulit jari tangan bawah atas tengkuk
1 0.1 0.3 0.1 0.5 0.32 0.2 0.3 0.2 0.5 03 0.1 0.1 0.2 0.4 0.14 0.2 0.2 0 0.2 05 0.2 0.2 0 0.3 0.1
rata 0.16 0.22 0.1 0.38 0.1rata
Diskriminasi Taktil
xx x o x x o x o ox o x o
o o
xx o o x
Orang percobaan: Nancy
Tempat 5 cm 4 cm 3 cm 2 cm 1 cm 0 cm
Ujung jari 2 titik 2 titik 2 titik 2 titik 1 titik 1 titik
Telapak tangan 2 titik 2 titik 2 titik 2 titik 2 titik 1 titik
Lengan bawah 2 titik 2 titik 2 titik 2 titik 1 titik 1 titik
Lengan atas 2 titik 2 titik 2 titik 1 titik 1 titik 1 titik
Tengkuk 2 titik 2 titik 2 titik 1 titik 1 titik 1 titik
KESIMPULAN :
Kedua ujung jangka tidak menimbulkan perasaan yang sama sebab ujung jari dan telapak
tangan lebih peka daripada lengan bawah, lengan atas, dan tengkuk. Karena reseptornya tidak
tersebar merata pada lengan bawah lengan atas dan tengkuk.