Laporan Praktikum Faal Penglihatan

22
LAPORAN PRAKTIKUM FAAL PEMERIKSAAN PENGLIHATAN Anggota Kelompok : 1. Antonius Rohidi Cahaya 1110211199 2. Iin Intansari 1310211030 3. Desi Dwi Astuti 1310211040 4. Anggun Della Wijanarti 1310211148 5. Renjana Rizkika 1310211149 FAKULTAS KEDOKTERAN 1

Transcript of Laporan Praktikum Faal Penglihatan

Page 1: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

LAPORAN PRAKTIKUM FAAL

PEMERIKSAAN PENGLIHATAN

Anggota Kelompok :

1. Antonius Rohidi Cahaya 1110211199

2. Iin Intansari 1310211030

3. Desi Dwi Astuti 1310211040

4. Anggun Della Wijanarti 1310211148

5. Renjana Rizkika 1310211149

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2016

1

Page 2: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum.wr.wb

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, serta

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum tentang “Penglihatan” ini

dengan baik.

Adapun laporan ini disusun untuk memenuhi syarat penilaian kegiatan praktikum

Departemen Fisiologi dan penulis harap makalah ini dapat bermanfaat baik untuk penulis pribadi

maupun untuk peserta didik lainnya.

Dalam menyusun makalah ini pula, penulis berusaha sebaik mungkin untuk mendapatkan

sumber-sumber dan berbagai informasi, baik dari buku-buku referensi yang telah di

rekomendasikan oleh para dosen, maupun dari berbagai jurnal ilmiah lainnya. Terima kasih

kepada dosen pengajar yang telah membimbing kami dalam menyusun laporan ini.

Untuk itu, kritik serta saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Atas

perhatiannya, penulis menyampaikan terima kasih.

Wassalamualaikum.wr.wb

Jakarta, Maret 2016

2

Page 3: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

BAB I

PENDAHULUAN

Penglihatan sangat penting bagi kehidupan manusia. Lebih dari separuh (70% ) reseptor

sensorik pada tubuh manusia terletak dimata, dan sebagian besar korteks berperan dalam

memproses informasi visual. Pada praktikum akan dipelajari proses pembentukan bayangan pada

susunan optik mata, kemampuan refraksi, luas lapang pandang, reflex cahaya dan bintik buta.

TUJUAN PRAKTIKUM

1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata Cenco-Ingersoll yang

menirukan mata sebagai susunan optik

2. Mendemonstrasikan berbagai keadaan dibawah ini dengan menggunakan model mata

Cenco-Ingersoll :

a) Mata emetrop tanpa atau dengan akomodasi

b) Mata miop serta tindakan koreksi

c) Mata hipermetrop serta tindakan koreksi

d) Mata astigmat serta tindakan koreksi

e) Mata afakia serta tindakan koreksi

3. Menetapkan visus seseorang dengan menggunakan optotip Snellen

4. Memeriksa luas lapang pandang

5. Memeriksa reflex pupil langsung dan tidak langsung

6. Mengidentifikasi adanya bintik buta

ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM

1. Model mata Cenco-Ingersoll dengan perlengkapannya

2. Optotip Snellen

3. Seperangkat Lensa

4. Perimeter

5. Senter

6. Gambar King Charles

3

Page 4: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

BAB II

PERSIAPAN & KEGIATAN PRAKTIKUM SERTA DASAR TEORI

A. MATA SEBAGAI SUSUNAN OPTIK

TUJUAN PERCOBAAN

1. Menyebutkan nama dan fungsi semua bagian model mata cenco-ingersoll yang

menirukan mata sebagai susunan optik.

2. Mendemonstrasikan berbagai keadaan di bawah ini dengan mengunakan model mata

cenco-ingersoll:

a. Mata miop serta tindakan koreksi

b. Mata hipermetropi serta tindakan koreksi

DASAR TEORI

Model mata cenco-ingersoll adalah mata yang diumpamakan dengan tangki yang diisi air

dengan lensa/kornea di salah satu ujung dengan slot untuk lensa kristal di belakangnya dan

layar/retina di ujung lain. Ada tiga posisi untuk layar, untuk mewakili penglihatan emmetrop,

hipermetrop, dan myopia. Terdapat enam set lensa dan satu diafragma yang digunakan untuk

menunjukkan berbagai cacat dan koreksi. Kekuatan dioptri tertera pada pegangan lensa.

Model ini dapat digunakan untuk menunjukkan myopia, hipermetrop, mata akomodasi,

silindris, penggunaan kaca pembesar, efek penghapusan lensa kristal, dan efek dari berbagai

ukuran pupil.

ALAT DAN BAHAN

1. Bejanan berisi air

2. Kornea buatan

3. Retina buatan yang dapat diletakkan di 3 tempat yang berbeda

4. Lampu berbentuk

5. Kotak lensa

CARA KERJA

a. HIPERMETROPIA

1. Mengarahkan model mata tetap ke jendela dan menggunakan lensa sferis +7D

sebagai lensa kristalina

2. Setelah diperoleh bayangan tegas kemudian pindahkan jarak lampu dari retina

buatan (mendekati bejana). Bayangan menjadi kabur lagi

3. Mengoreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2

sebagai kaca mata sehingga bayangan menjadi tegas kembali

4. Mencatat jenis dan kekuatan lensa yang dipasang di S1 atau S2. S1 dipasang lensa

+0,75D

4

Page 5: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

b. MIOPIA

1. Mengankat lensa sferis positif dari S1 atau S2. Bayangan kembali tegas

2. Memindahkan lampu menjauh dari retina buatan. Bayangan menjadi kabur

3. Memperbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di S1 atau S2

sebagai kaca mata sehinggga bayangan menjadi tegas

4. Mencatat jenis dan kekuatan lensa yang dipasang di S1 atau S2. S1 dipasang

lensa -1,25D

B. EMETROPIA, HIPERMETROPIA, MIOPIA, ASTIGMAT, MATA AFAKIA

DASAR TEORI

Emetropia adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasaan sinar mata dan

berfungsi normal. Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar jauh difokuskan

sempuran di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Mata emetropia akan mempunayi

penglihatan normal atau 6/6 atau 100%.

Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan pembiasan mata

dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak dibelakang

retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan dibelakang makula lutea.

Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat

melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa

(kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus sinar

yang dibiaskan akan terletak di depan retina.

Pada astigmat berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan

tetapi pada 2 garis titik api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan

permukaan kornea.

Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga mata tersebut

menjadi hipermetropia tinggi. Karena pasien memerlukan pemakaian lensa yang tebal, maka

akan memberikan keluhan pada mata benda terlihat seperti melengkung.

ALAT DAN BAHAN

1. Snellen Chart

2. Kacamata Uji

3. Lensa berbagai jenis dan ukuran

CARA KERJA

1. Pemeriksaan refraksi dilakukan dengan pemeriksaan mata satu persatu.

2. Pasien duduk pada jarak 6 meter dari kartu Snellen.

3. Satu mata kemudian ditutup.

4. Pasien disuruh membaca huruf kartu Snellen dari atas ke bawah.

5. Jika visus OP tanpa lensa = 6/6, maka mata tidak mungkin miopi. Mata tesebut mungkin

emmetrop atau hipermetrop.

5

Page 6: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

Q: mengapa mata hipermetrop dapat mempunyai visus 6/6

6. Untuk membedakannya lakukan pemeriksaan lanjutan. Pasang lensa sferis +0.25 D dan

periksa visus matanya lagi.

Q: bila ternyata visusnya menjadi lebih kecil, apakah kesimpulan saudara? Bila visusnya

tetap 6/6, bahkan OP merasa melihat lebih enak, apakah kesimpulan saudara?

7. Jika visus OP tanpa lensa < 6/6, maka mata itu miop. Untuk menetapkan derajat myopia,

lakukanlah koreksi dengan lensa sferis negatef mulai dari daya refraksi yang terkecil (-0.25).

8. Jika visus tanpa lensa < 6/6 pada orang tua, maka mata itu presbiop.

9. Jika pada pemberian lensa sferis, visus mata tidak 6/6, harus diingat adanyaastigmatisme.

Suruhlah OP dengan salah satu matanya melihat gambar kipas. Bila terdapat gambar garis

yang lebih kabur, mata OP astigmatisme. Tentukan meridian garis tersebut! Lakukan koreksI

dengan menambahkan lensa silindris tegak lurus pada garis meridian yang terlihat paling tegas

sehingga warna hitam garis pada semua meridian merata.

C. VISUS DAN REFRAKSI

TUJUAN PERCOBAAN

Untuk mengetahui ketajaman penglihatan seseorang menggunakan Snellen Chart serta

melakukan pemeriksaan lanjutan dengan memasang lensa sferis untuk mengetahui kelainan

refraksi pada OP.

DASAR TEORI

Ketajaman penglihatan dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata.

Ketajaman pengelihatan dinyatakan dalam bentuk pecahan, dengan pembilangnya menunjukan

jarak yang dipergunakan pada waktu melakukan pemeriksaan, dalam kaki atau meter. Sedangkan

penyebutnya menunjukan jarak gambar, angka, atau huruf mana yang dapat dibaca dengan

benar. Ketajaman anatomis rata – rata adalah 20/20 (kaki) atau 6/6 (meter). Di bidang klinis

ketajaman penglihat dikenal dengan nama visus. Visus penderita berfungsi untuk memberikan

keterangan tentang baik buruknya mata secara keseluruhan. Jadi, visus adalah nilai kebaikan

sudut (dalam menit) terkecil dimana benda terlihat dan dapat di bedakan. Pada saat menentukan

visus para ahli optimetri mempergunakan kartu snellen dengan berbagai ukuran dan jarak yang

sudah ditentukan. Ketajaman mata dapat mengalami gangguan yang sering dikenal dengan

kelainan refraksi, yaitu hipermetropi, miopi, astigmata. Pada percobaan dengan snellen chart

walaupun OP dapat melihat pada visus 6/6 atau 20/20 belum tentu mata OP emetrop, mungkin

saja mata OP tersebut hipermetrop. Jadi untuk mengetahui apakah mata pasien emetrop atau

hipermetrop, pemeriksa juga harus melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kacamata

sferis dengan kekuatan +0.25 dipotri, jika setelah penggunaan kacamata OP mengalami

penurunan visus berarti mata OP emetrop tapi jika setelah memakai kacamata tersebut pasien

mengalami perbaikan visus berarti mata pasien hipermetrop.

Rumus visus itu sendiri yaitu: V = d/D

6

Page 7: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

Keterangan :

V = Visus

d = Jarak antar Snellen Chart dan mata yang di periksa

D= Jarak sejauh mana huruf – huruf masih dapat dibaca oleh mata normal.

ALAT DAN BAHAN

Snellen Chartt dan Peralatan Lensa

CARA KERJA

Orang percobaan (OP) berdiri sejauh 6m/20feet dari Snellen Chart. Oleh pemeriksa

ditunjukan Snellen Chart satu demi satu dari Snellen Chart yang besar dan ditempatkan huruf

yang kecil atau terkecil yang masih dapat dibaca oleh orang percobaan (OP). Bila satu huruf dari

satu baris sudah dibaca salah, berarti bahwa huruf – huruf yang lain dari baris itu juga tidak

terlihat jelas. Setelah mengetahui visus OP cobakan lensa dengan kekuatan dioptri yang berbeda

dan jenis lensa yang berbeda untuk mengetahui jenis kelainan pada mata OP dan pengkoreksian

kacamata yang harus digunakan OP nantinya.

D. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG

TUJUAN PERCOBAAN

Untuk mengetahui serta mengecek apakah adanya kerusakkan jaras saraf pada mata.

DASAR TEORI

Jalur penglihatan merupakan saluran saraf dari terina ke pusat penglihatan pada daerah

oksipital otak. Gangguan pada jalur penglihatan akan mengakibatkan gangguan

fungsinya. Terdapat beberapa dasar jalur penglihatan dan lapang pandangan mata, seperti (Ilyas,

2012):

a. Retina bagian nasal dari makula diproyeksikan ke arah temporal lapang pandangan

b. Serabut saraf bagian nasal retina menyilang kiasma optik

c. Serabut saraf bagian temporal berjalan tidak bersilang pada kiasma optik

d. Lapang pandangan normal pada satu mata terletak 90 derajat temporal, 60 derajat medial, 60

derajat atas, dan 75 derajat bawah

Terdapat dua jenis pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secarakasar (tes

konfrontasi) dan pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimeter atauperimeter.

Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan perimeter, merupakan alat yangdigunakan untuk

7

Page 8: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

menetukan luas lapang pandang. Alat ini berbentuk setengah bola dengan jari- jari 30 cm, dan

pada pusat parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Batas lapangpandang perifer

adalah 90 derajat temporal, 75 derajat inferior, 60 derajat nasal dan 60 derajatsuperior. Dapat

dilakukan dengan pemeriksaan static maupun kinetic. Pemeriksaan ini berguna untuk:

Membantu diagnosis pada keluhan penglihatan

Melihat progresivitas turunnya lapang pandang

Merupakan pemeriksaan rutin pada kelainan susunan saraf pusat

ALAT DAN BAHAN

Perimeter dan Kertas hasil

CARA KERJA

a. Suruh op duduk membelakangi cahaya menghadap perimeter.

b. Pasang formulir perimeter.

c. Suruh op memusatkan penglihatannya pada titik fiksasi ditengah perimeter.

d. Gunakan benda yang dapat digeser pada busur perimeter untuk pemeriksaan luas

lapang pandang. Pilihlah bulatan putih!

e. Gerakan bulatan putih perlahan-lahan. Tepat pada saat op melihat bulatan putih

tersebut, pergeseran benda dihentikan. Baca tempat penghentian tersebut dan catat

pada formulir.

f. Ulangi tindakan tersebut (d & e), tiap kali diputar 30 derajat sesuai arah jarum

jam dari pemeriksa sampai busur vertikal.

g. Ulangi tindakan tersebut (d & e), tiap kali diputar 20 derajat berlawanan arah

jarum jam dari pemeriksa sampai busur horizontal.

h. Periksa juga lapang pandang op untuk berbagai warna lain, misalnya kuning dan

biru dengan cara yang sama!

E. REFLEKS PUPIL

TUJUAN PERCOBAAN

Untuk mengetahui adanya reaksi-reaksi pupil pada akomodasi dan konvergensi terhadap

stimulus cahaya yang masuk ke mata orang percobaan dengan memperhatikan refleks-refleks

penglihatan.

DASAR TEORI

Pupil atau anak mata adalah pembukaan di tengah mata. cahaya masuk lewat pupil dan

diteruskan melalui lensa mata, yang memusatkan bayangan ke retina. Pupil terletak

dalam  rertina bagian  tengah Pupil adalah celah lingkaran yang dibentuk oleh iris, dibelakang

iris terdapat lensa. Pupil dapat mengecil pada akomodasi dan konversi. Pupil adalah celah

lingkaran yang dibentuk oleh iris, dibelakang iris terdapat lensa. Pupil dapat mengecil pada

akomodasi dan konversi. Akomodasi adalah penyesuaian diri dari mata sehingga bayangan yang

masuk jatuh tepat di retina. Hal ini dimungkinkan karena kerjasama dari:

8

Page 9: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

1.        Muscullus Cilliaris

2.        Ligamentum Suspensorium Lentis

3.        Lensa Cristalina

Dapat juga terjadi reflex pada pupil yeng sering disebut reflex pupus, di mana

stimulusnya adalah cahaya, bila cahaya itu masuk ke mata dengan intensitas yang besar maka

pupil akan bereaksi dengan mengecil supaya cahaya yang masuk tersebut tidak terlalu banyak.

Pupil akan mengatur intensitas cahaya yang masuk.

Pengaturan diameter pupil ini bekerja dengan cara:

1.    Rangsangan syaraf parasimpatis merangsang otot sfingter pupil, sehingga memperkecil syaraf

pupil Miosis.

2.    Rangsangan syaraf simpatis merangsang serabut radial iris dan menimbulkan dilatasi

(pembesaran pupil) Midriosis.

ALAT DAN BAHAN

- Penlight (senter)

CARA KERJA

a. Sorot mata kanan orang percobaan dengan lampu senter dan perhatikan perubahan

diameter pupil pada mata tersebut.

b. Sorot mata kanan orang percobaan dengan lampu senter dan perhatikan perubahan

diameter pupik pada mata kirinya.

F. PEMERIKSAAN BINTIK BUTA

DASAR TEORI

Benda yang terkena cahaya akan membiaskan cahayanya melalui kornea dan diteruskan

ke aqeus humor, pupil, lensa mata, vitrous humor, kemudian retina. Cahaya yang masuk ke

bagian bintik kuning retina akan mengenai sel-sel batang dan kerucut. Sel kerucut sebagai

fotoreseptor yang peka cahaya akan menangkap rangsang dan mengubahnya menjadi impuls

yang dihantarkan ke saraf optic ke otak besar bagian belakang (lobus oksipitalis). Pada lobus

oksipitalis ini terjadi asosiasi berupa kesan melihat benda.

Bintik buta atau yang juga dikenal dengan sebutan BLIND SPOT adalah suatu daerah di

retina mata yang merupakan jalur syaraf penglihatan menuju ke otak, dan tepat di jalur keluar

tersebut tidak terdapat sel peka cahaya, sehingga bila bayangan benda jatuh tepat di bintik buta,

9

Page 10: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

maka otak tidak akan mendapatkan sinyal dari mata karena bayangan itu jatuh tidak pada sel-sel

yang peka cahaya, maka benda yang sebenarnya ada di depan kita tidak akan diindentifikasi

keberadaannya oleh mata. Dikarenakan beberapa hal jarak mata dengan objek pada saat

bayangan objek yang dilihat jatuh pada bintik buta di setiap orang bisa berbeda, karena ukuran

bola mata, kecembungan lensa mata dan jarak lensa ke retina pada tiak orang berbeda-beda. Hal

ini yang menyebabkan perbedaan jarak penglihatan bintik buta tersebut.

ALAT DAN BAHAN

Kartu untuk test bintik buta berisi gambar king Charles dan satu titik

CARA KERJA

- Suruh OP menutup mata kirinya

- Mintalah OP tetap focus melihat gambar titik sambil mendekatkan gambar perlahan-

lahan

10

Page 11: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

BAB III

HASIL PERCOBAAN

A. MATA SEBAGAI SUSUNAN OPTIK

A. Hipermetropi

Jenis lensa yang dipakai pada S1 dan S2 adalah lensa konveks (lensa positif) dengan

kekuatan +1D

B. Miopi

Jenis lensa yang dipakai pada S1 adalah lensa konkav (lensa positif) dengan kekuatan

-1,50D

Kesimpulan

Jika bayangan pada retina menjadi kabur pada saat lampu dijauhkan maka

pengoreksiaannya menggunakan sferis negative. Lalu jika bayangan pada retina menjadi kabur

pada saat lampu didekatkan maka pengoreksiaannya menggunakan sferis positif.

B. EMETROPIA, HIPERMETROPIA, MIOPIA, ASTIGMAT, MATA AFAKIA

1. Mengapa mata hipermetrop dapat mempunyai visus 6/6?

Jawab : Karena kelainan refraksi yang satu ini hanya tidak mampu untuk melihat dekat

(rabun dekat), sementara pemeriksaan menggunakan Snellen Chart berjarak 6 meter yang

mana termasuk jarak lihat jauh bagi mata.

2. Bila ternyata visusnya menjadi lebih kecil, apakah kesimpulan saudara? Bila visusnya

tetap 6/6, bahkan OP merasa melihat lebih enak, apakah kesimpulan saudara?

Jawab : Apabila hasil menunjukan visusnya lebih kecil setelah pemasangan lensa sferis

pofitif, artinya matanya emmetrop, karena mata normal bila digunakan untuk melihat

dengan menggunakan lensa tentunya akan menjadi buram. Sementara bila hasilnya tetap

6/6 atau bahkan lebih nyaman setelah pemasangan lensa sferis positif, maka mata

tersebut adalah hipermotrop karena mata jelas untuk melihat jauh walaupun

menggunakan lensa sferis positif.

C. VISUS dan REFRAKSI

Hasil Pemeriksaan Snellen Chart

OP: Renjana Rizkika

Visus OS: 6/6 (OP dapat melihat pada jarak 6 meter sama seperti orang normal dapat melihatnya

pada jarak 6 meter)

11

Page 12: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

Visus OD: 6/6 (OP dapat melihat pada jarak 6 meter sama seperti orang normal dapat melihatnya

pada jarak 6 meter)

Kesimpulan

1. Tes visus untuk menilai ketajaman mata seseorang

2. Visus normal 6/6 atau 20/20

Snellen Chart

Hasil Pemeriksaan Refraksi

Setelah dilakukan pemeriksaan visus dengan menggunakan snellen chart dan hasilnya

seperti yang digambarkan diatas

Selanjutnya OP dicobakan beberapa lensa dengan kekuatan +0.25 dioptri terlebih dulu

dikarenakan visus mata OP 6/6 yang dapat juga menggambarkan kelainan hipermetrop

pada OP

Setelah digunakan lensa, minta OP untuk membaca snellen chart kembali dan liat adakah

perubahan pada visus matanya

Dari pemeriksaan pada OP kami setelah digunakan kacamata dengan lensa +0.25 dan

beberapa lensa lainnya, OP merasa tidak nyaman dan mengalami penurunan visus

Kesimpulan

Mata OP adalah emetrop dan tidak memiliki kelainan lainnya.

D. PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG

OP: Iin Intansari

12

Page 13: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

Kesimpulan

Lapang pandang adalah suatu batas pengelihatan tanpa adanya gerakan bola mata.

Dimana batas normal lapang pandang:

a. Temporal 90 derajat

b. Superior 60 derajat

c. Nasal 50 derajat

d. Inferior 70 derajat

Dengan TOTAL LUAS LAPANG PANDANG NORMAL 500 derajat.

Dengan demikian, dari hasil percobaan dapat kami simpulkan bahwa pada OP Hasil yang

diperoleh dari praktikum untuk keseluruhan diperoleh nilai yang lebih rendah daripada standar

normal. Grafiknya jauh dengan yang normal. Hasil yang didapat di atas tidak dapat

digunakan sebagai media penegakkan diagnosis, karena tingkat validitasnya rendah. Banyak

13

Page 14: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

faktor yang mempengaruhi tingkat validitas hasil pengukuran. Faktor-faktoryang mempengaruhi

hasil di atas antara lain sebagai berikut:

a. Alat yang digunakan tidak sesuai dengan standar pemeriksaan.

b. Ketelitian dalam mengukur panjang dengan menggunakan alat bantu mistar penggaris

c. suasana ruangan periksa. Apakah tidak kondusif ? yang dapat menggangu pasien untuk fokus.

E. PERCOBAAN REFLEKS PUPIL

OP: Renjana Rizkika

a. Pupil mengecil, bila demikian halnya, disebut rekasi cahayalangsung positif.

b. Pupil mengecil, Bila demikian, disebut reaksi cahaya-tidak-langsung (konsensual)

positif.

Kesimpulan

Refleks pupil yang terjadi pada percobaan (a) Refleks pupil langsung, mengecilnya pupil

yang disinari dan pada percobaan (b) refleks pupil tidak langsung (konsensual), mengecilnya

pupil yang tidak disinari.Refleks ini terjadi akibat adanya dekusasi.

Pupil merupakan lubang pada iris dan fisiologinya merupakan indikator (petunjuk)

mengenai status fungsional jaringan sekitarnya dan keadaan retina serta keadaan

strukturintracranial.Lintasan pupil terdiri dari bagian aferen dan bagian eferen. Bermula dari sel-

sel diretina dan berakhir di daerah pretektum, sedangkan bagian eferen dibagi menjadi

lintasanparasimpatis dan lintasan simpatis. Pusat pengaturan supranuklear adalah dari lobus

frontalis(kewaspadaan) dan lobus oksipitalis (akomodasi).Respons pupil terhadap cahaya dalah suatu

refleks murni yang keseluruhan jarasnyaterletak di subkorteks.

F. PEMERIKSAAN BINTIK BUTA

OP: Renjana Rizkika

Saat gambar didekatkan sampai kira-kira berjarak 11 inchi dari mata, bagian kepala dari

gambar king Charles menghilang.

Kesimpulan

Bayangan gambar kepala king Charles tidak terlihat pada jarak 11 inchi karena

pembiasan cahaya dari gambar king Charles jatuh di bagian bintik buta pada retina. Cahaya yang

jatuh pada bagian ini tidak mengenai sel-sel batang dan kerucut, sehingga tidak ada impuls yang

diteruskan ke saraf optik yang akhirnya menyebabkan seolah-olah gambar kepala king Charles

menghilang. Sebaliknya, jika pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik

kuning pada retina, maka bayangan benda akan terlihat.

BAB IV

14

Page 15: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

KESIMPULAN

Pemeriksaan visus yang dilakukan dengan optotip Snellen mendapatkan hasil

normal apabila visus 6/6. Ketajaman visus dipengaruhi oleh diameter pupil dalam mata

seseorang. Mata memiliki kemampuan refraksi untuk menghasilkan bayangan yang tepat

di retina. Kelainan-kelainan seperti miopi, hipermetropi, astigmatisme, dan afakia dapat

diatasi dengan penggunaan lensa yang tepat.

LAMPIRAN

15

Page 16: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

REFERENSI

16

Page 17: Laporan Praktikum Faal Penglihatan

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of medical physiology. 11th ed.

Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sistem ke Sel edisi 6. penerbit: EGC.

Ilyas Sidharta. Pemeriksaan Pupil. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI.

17