PEDODONSIA
PENDEKATAN FARMAKOLOGI PADA ANAK
TERHADAP PERAWATAN GIGI
Disusun oleh
Mayang Pamudya (04111004007)
Pattrisha rae (04111004012)
Indah Fasha Palingga (04111004015)
Meiza Pratiwi (04111004025)
Miftah wiryani (04111004026)
Devi alviani (04111004027)
Siti Adityanti (04111004040)
Khairunnisa (04111004063)
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendekatan farmakologi merupakan pendekatan kolaborasi antara dokter dengan perawat
yang menekankan pada pemberian obat yang mampu menghilangkan sensasi nyeri. Pendekatan
farmakologi atau ,manajemen farmakologi dari pasien gigi pediatrik dianggap subkategori dari
kelas yang lebih luas dari kegiatan dimediasi profesional yang dikenal sebagai manajemen
perilaku teknik. Teknik farmakologis umumnya dibagi menjadi baik: (1) berbagai tingkat sedasi,
atau (2) anestesi.
Sedasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologik untuk
menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa mengantuk
dan menghilangkan kecemasan tanpa kehilangan komunikasi verbal. Obat-obat sedatif dapat
diberikan pada masa preoperatif untuk mengurangi kecemasan sebelum dilakukan anestesi.
Sedasi dapat digunakan pada anak-anak kecil, pasien dengan kesulitan belajar, dan orang yang
sangat cemas. Obat-obat sedatif diberikan untuk menambah aksi agen-agen anestetik.
Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan
dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Ada tiga kategori
utama anestesi yaitu anestesi umum, anestesi regional, dan anestesi local. Maing-masing
memiliki bentuk dan kegunaan. Pembiusan total adalah hilangnya kesadaran total. Pembiusan
lokal sendiri adalah hilangnya rasa pada daerah tertentu yang diinginkan (pada sebagian kecil
daerah tubuh), anestesi ini yang hanya melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa
menyebabkan manusia kehilangan kesadaran. Sementara pembiusan regional adalah hilangnya
rasa pada bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf
yang berhubungan. Biasanya pasien pedodontik menggunakan anestesi local.
1.2 Tujuan
1. Apa yang dimaksud dengan Pendekatan Farmakologi ?
2. Apa saja macam-macam Pendekatan Farmakologi ?
3. Bagaimana dosis dari masing-masing Pendekatan Farmakologi ?
BAB II
PEMBAHASAN
Pendekatan Farmakologi
Pendekatan farmakologi atau manajemen farmakologi dari pasien gigi pediatrik dianggap
subkategori dari kelas yang lebih luas dari kegiatan dimediasi profesional yang dikenal sebagai
manajemen perilaku teknik.
Teknik farmakologis umumnya dibagi menjadi baik: (1) berbagai tingkat sedasi, atau (2)
anestesi umum. Dalam memutuskan apakah akan menggunakan manajemen farmakologi, faktor
yang harus dipertimbangkan masing-masing yang secara intristik kompleks ketika
dipertimbangkan dalam konteks pengaturan gigi anak. Diantara beberapa faktor yang
1. Risiko yang terlibat dengan manajemen farmakologi dibandingkan dengan teknik
komunikasi rutin;
2. Keamanan masa lalu catatan manajemen farmakologis;
3. Tingkat kebutuhan gigi pasien;
4. Praktisi pelatihan dan pengalaman, termasuk kemampuan untuk "menyelamatkan"
seorang anak ketika secara signifikan dikompromikan;
5. Tingkat investasi profesional dan dukungan untuk Teknik, pengaruh organisasi profesi
lainnya terkait dengan keselamatan dan pedoman;
6. Pemantauan;
7. Biaya dan pihak ketiga payors;
8. Tempat masalah (yaitu, kantor vs rawat jalan fasilitas perawatan);
9. Orang tua harapan dan perubahan sosial;
10. Sifat kebutuhan anak kognitif dan emosional dan kepribadian, dan
11. Integrasi faktor-faktor ini menjadi modus diterima
Pendekatan secara farmakologis terbagi menjadi dua, ada pendekatan sebelum dan sesudah
dimana pendekatan sebelum terdiri dari sedasi dan anastesi dan sesudah terdiri dari mild pain dan
severe pain .
PENDEKATAN SEBELUM
A. Sedasi
Sebagian besar anak yang diberi metode penanganan anak akan menjadi pasien yang relaks dan
kooperatif yang siap menerima prosedur operatif. Sayangnya sebagian kecil tetap sama, atau
bahkan menjadi tidak kooperatif. Alasan paling umum terhadap kurangnya kerja sama adalah
rasa takut, sering karena prosedur tertentu seperti suntikan atau pemburan. Jika rasa takut tetap
berlangsung walaupun telah dilakukan kunjungan pendahuluan dengan hati-hati, mungkin sedasi
dapat membantu. Umumnya, dapat dikatakan bahwa sedasi efektif pada anak yang takut tetapi
memahami perlunya perawatan dan mau dibantu; anak-anak yang kurang kooperatif dan tidak
punya alas an rasional dan yang tidak mau berkerja sama, kelihatannya tidak akan menanggapi
setiap bentuk penjelasan.
Perlu ditekankan disini bahwa sedasi dimaksudkan untuk menghilangkan kecemasan. Walaupun
mengurangi kecemasan, akan tetapi cenderung meningkatkan ambang rasa sakit pasien, karena
sedasi tidak menghasilkan analgesia. Oleh karena itu penggunaan analgesia local tetap
diperlukan tetapi biasanya hal ini tidak sulit pada pasien yang telah dilakukan sedasi. Akan
tetapi, sedasi dengan oksida nitrat menghasilkan sedikit analgesia selain sedasi, dan oleh karena
itu analgesia local tidak diperlukan. Harus ditekankan pula bahwa pada pasien yang telah
dilakukan sedasi, kesadarannya masih ada dan tetap mempunyai refleks pelindung yang normal,
meliputi refleks batuk.
Sedasi dapat diberikan dengan cara-cara berikut :
1. Oral
2. Intravena
3. Intramuskular
4. Inhalasi
1. Oral
Banyak obat-obatan dan kombinasinya telah digunakan untuk sedasi anak yang cemas, meliputi
bermacam-macam barbiturate, kloral hidrat. Walaupun sederhana dan mudah untuk memberikan
obat secara oral, pengaruhnya kurang dapat diduga dibandingkan bila diberikan memalui cara
lain, karena banyak factor yang mempengaruhi penerapannya. Bila diputuskan untuk
memberikan sedative secara oral, pemakaiannya tidak perlu ditinggalkan jika pengaruh yang
diharapkan tidak diperoleh pada usaha pertama; dosisnya, dapat ditinggkatkan sampai dosisyang
sesuai untuk tiap pasien.
Hasilnya cukup efektif dalam membantu orang dewasa yang takut menerima perawatan gigi.
Sebelum memberikan resep sedative, dokter gigi harus sudah dipercaya anak. Sedatif harus
dijelaskan sebagai sesuatu yang akan membuat dia merasa rileks sehingga perawatan dapat
dilakukan tanpa rasa khawatir.
2. Intravena
Keuntungan pemberian secara intravena dibandingkan dengan cara oral dan intramuscular adalah
bahwa obat yang diinjeksikan mempunyai efek yang sangat cepat dan bahwa dosis dapat
diberikan secara bertahap sampai tingkat sedasi yang diinginkan
3. Intramuskular
Keuntungan pemberian obat secara intramuscular bukan oral adalah kerjanya lebih cepat dan
pengaruhnya lebih dapat diduga. Akan tetapi kerugiannya bahwa anak yang nervus dan tidak
kooperatif mau tidak mau akan merasakan bahwa prosedur pemberian tersebut tidak
menyenangkan
4. Inhalasi
Penggunaan sedasi inhalasi dengan oksida nitrogen dan oksigen yang semakin popular.
Walaupun oksida nitrogen mempunyai sifat analgetika, tujuan utama teknik ini adalah untuk
sedasi pasien, dan untuk alas an ini kadang-kadang digunakan istilah “sedasi sadar”
B. ANASTESI
1. Anastesi Lokal
Anastesi lokal adalah tindakan menghilangkan rasa sakit untuk sementara pada satu
bagian tubuh dengan cara mengaplikasikan bahan topikal atau suntikan tanpa menghilangkan
kesadaran. Pencegahan rasa sakit selama prosedur perawatan gigi dapat membangun hubungan
baik antara dokter gigi dan pasien, membangun kepercayaan, menghilangkan rasa takut, cemas
dan menunjukkan sikap positif dari dokter gigi.
Teknik anastesi lokal merupakan pertimbangan yang sangat penting dalam perawatan
pasien anak. Ketentuan umur, anastesi topikal, teknik injeksi dan analgetik dapat membantu
pasien mendapatkan pengalaman positif selama mendapatkan anastesi lokal. Berat badan anak
harus dipertimbangkan untuk memperkecil kemungkinan terjadi reaksi toksis dan lamanya waktu
kerja anastetikum juga harus diperhatikan, karena dapat menimbulkan trauma pada bibir atau
lidah. Anak dapat ditangani secara anastesi lokal dengan kerjasama dari orangtua dan tidak ada
kontra indikasi. Anak diberitahu dengan kata sederhana apa yang akan dilakukan, jangan
membohongi anak. Sekali saja anak kecewa, sulit untuk membangun kembali kepercayaan anak.
Lebih aman mengatakan kepada anak bahwa dia akan mengalami sedikit rasa tidak nyaman
seperti tergores pensil atau digigit nyamuk daripada menjanjikan tidak sakit tetapi tidak mampu
memenuhi janji tersebut. Bila seorang anak mengeluh sakit selama injeksi pertimbangkan
kembali situasinya, injeksikan kembali bila perlu tapi jangan minta ia untuk menahan rasa sakit.
Sebelum melakukan penyuntikan, sebaiknya operator berbincang dengan pasien, dengan
menyediakan waktu untuk menjelaskan apa yang akan dilakukan dan mengenal pasien lebih
jauh dokter gigi dapat meminimaliskan rasa takut.
Macam anastesi lokal :
- Anastesi Topikal
Menghilangkan rasa sakit di bagian permukaan saja karena yang dikenai hanya ujung-ujung
serabut urat syaraf. Bahan yang digunakan berupa salf.
- Anastesi Infiltrasi
Sering dilakukan pada anak-anak untuk rahang atas ataupun rahang bawah, mudah dikerjakan
dan efektif. Daya penetrasinya pada anak cukup dalam karena komposisi tulang dan jaringan
belum begitu kompak.
- Anastesi Blok
Digunakan untuk pencabutan gigi molar tetap.
BAHAN ANASTESI (ANASTETIKUM)
Preanastesi
Obat preanastesi digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum pemberian agen anastesi
baik itu anastesi lokal, regional, maupun sistemik. Tujuannya untuk mengurangi sekresi kelenjar
ludah, menigkatkan keamanan saat pemberian agen anastesi, mencegah efek bikardi dan muntah
selama anastesi, mengurasngi rasa sakit dan gerakan selama recovery.
Agen pranastesi dibagi menjadi 4 yaitu antikolinergik, morfin serta derivatnya, transquilizer
dan neuroleptanalgesik.
1. Atropin sulfat
Atropin sulfat adalah agen preanstesi yg digolongkan sebagai antikolinergik atau
parasimpatolitik. Atropin sebagai protorip menghambat efek asetilkolin pada syaraf
postganglionik dan otot polos yang berupa hambatan irreversibe shg dapat diatasi
dengan pemberian asetilkolin.
Atropin sebagai premedikasi diberi pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, yang
diberikan baik secara subkutan,intravena, maupun intramuskuler.
Anastesi
Sejumlah anastetikum yang ada dapat bekerja 10 menit – 6 jam, dikenal dengan bahan
Long Acting. Namun anastesi lokal dengan masa kerja panjang (seperti bupivakain) tidak
direkomendasikan untuk pasien anak terutama dengan gangguan mental. Hal ini berkaitan
dengan masa kerja yang panjang karena dapat menambah resiko injuri pada jaringan lunak.
Bahan yang sering digunakan sebagai anastetikum adalah lidocaine dan epinephrine (adrenaline).
Lidocaine 2 % dan epinephrine 1 : 80.000 merupakan pilihan utama (kecuali bila ada alergi).
Anastetikum tanpa adrenalin kurang efektif dibandingkan dengan adrenalin. Epinephrin dapat
menurunkan perdarahan pada regio injeksi.
Contoh bahan anastetikum :
1. Lidocaine (Xylocaine) HCl 2 % dengan epinephrine 1 : 100.000
2. Mepicaine (Carbocaine) HCl 2 % dengan levanordefrin (Neo-cobefrin) 1 : 20.000.
3. Prilocaine (Citanest Forte) HCl 4 % dengan epinephrine 1 : 200.000
Hal yang penting bagi drg ketika akan menganastesi pasien anak adalah dosis. Dosis yang
diperkenankan adalah berdasarkan berat badan anak (tabel).
Tabel 1 : Dosis anastesi lokal maksimum yang direkomendasikan (Malamed) :
Lidokain
Lidokain ( xylocaine/lignocaine) adalah obat anastesi lokal kuat yang digunakan
secara luas baik pemberian topikal atau suntikan. Lidokain disintesa sebagai anestesi
lokal amida oleh Lofgren pada tahun 1943. Ia menimbulkan hambatan hantaran yang
lebih cepat, lebih kuat, lebih lama dan lebih ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh
prokain. Tidak seperti prokain, lidokain lebih efektif digunakan secara topikal dan
merupakan obat anti disritmik jantung dengan efektifitas yang tinggi. Untuk alasan ini,
lidokain merupakan standar pembanding semua obat anestesi lokal yang lain. Tiap mL
mengandung: 2 – (Dietilamino) – N – (2,6 – dimetil fenil) asetamida hidroklorida.
Struktur lidokain
Dosis lidokain yang digunakan untuk anastesi lokal tergantung dengan tempat
penyuntikan dan prosedur yang digunakan. Keika diberikan bersama dengan epinephrine,
dosis tunggal maksimum yang disarankan adalah 500 mg, sedangkan tanpa epinefrin
rekomendasi dosisi tunggal maksimum yang disarangkan sebesar 200 mg (UK) dan 300
mg (USA) , kecuali untuk spinal anastesi. Larutan lidokain hidrochlorida yang
mengandung epinefrin 1: 200000 digunakan untuk infiltrasi anastesi dan pemblok saraf
termasuk epidural blok,konsentrasi tinggi dari epinefrin jarang diperlukan untuk
kedokteran gigi dimana larutan lidokain hidroclorida dengan epinefrin 1:80000 sering
digunakan. Dosis harus dikurangi pada oran tua dan anak-anak.
Epinefrin
Epinefrin adalah substansi endogen yang diproduksi kelenjar adrenal dan memiliki
efek psikologis yang penting. Epinefrin sering ditambahkan pada anastesi lokal untuk
mempelambat difusi dan absorpsi m untuk memperpanjang durasi efek , dan mengurangi
toksisitas. Kadar yang biasa digunakan adlaah 1 dalam 200.000 (5 mcg/ml) , epinefrin
tidak boleh ditambahkan ketika terkait jantung , telinga, hidng, atau scrotum karena
resiko dari iskhemi jaringan nekrosis. Konsentrasi lebih dari 1 dalam 80.000 (12,5
mcg/ml) biasas digunakan oleh dokter gigi yang mana dosis totoal yang diberikan kecil.
Bahan anastesi topikal yang dipakai dapat dibagi sebagai berikut :
1. Menurut bentuknya : Cairan ( cream ) , salep, gel
2. Menurut penggunaannya : Spray, dioleskan, ditempelkan
3. Menurut bahan obatnya : Chlor Etil, Xylestesin Ointment, Xylocain Oitment, Xylocain Spray
4. Anastesi topikal benzokain (masa kerja cepat) dibuat dengan konsentrasi > 20 %, lidokain
tersedia dalam bentuk cairan atau salep > 5 % dan dalam bentuk spray dengan konsentrasi >
10%.
PERSIAPAN SEBELUM PENCABUTAN PADA PASIEN ANAK
1. Sebagian negara mempunyai hukum yang mengharuskan izin tertulis dari orang tua (Informed
Concent) sebelum melakukan anastesi pada pasien anak.
2. Kunjungan untuk pencabutan sebaiknya dilakukan pagi hari (saat anak masih aktif) dan
dijadwalkan, sehingga anak tidak menunggu terlalu lama karena anak cenderung menjadi lelah
menyebabkan anak tidak koperatif. Anak bertoleransi lebih baik terhadap anastesi lokal setelah
diberi makan ± 2 jam sebelum pencabutan.
3. Penjelasan lokal anastesi tergantung usia pasien anak, teknik penanganan tingkah laku anak
yang dapat dilakukan, misalnya TSD (Gambar 2-4) , modelling.
Gambar 2 : Instrumen dapat diperlihatkan pada anak (kiri). Penyuntikan dilakukan
menggunakan kaca agar anak dapat melihat prosedur penyuntikan (kanan)
4. Instrumen yang akan dipakai, sebaiknya jangan diletakkan di atas meja. Letakkan pada tempat
yang tidak terlihat oleh anak dan diambil saat akan digunakan. Jangan mengisi jarum suntik di
depan pasien, dapat menyebabkan rasa takut dan cemas.
5. Sebaiknya dikatakan kepada anak yang sebenarnya bahwa akan ditusuk dengan jarum
(disuntik) dan terasa sakit sedikit, tidak boleh dibohongi.
6. Rasa sakit ketika penyuntikan sedapat mungkin dihindarkan dengan cara sebagai berikut :
- Memakai jarum yang kecil dan tajam
- Pada daerah masuknya jarum dapat dilakukan anastesi topikal lebih dahulu. Misalnya
dengan 5 % xylocaine (lidocaine oitmen)
- Jaringan lunak yang bergerak dapat ditegangkan sebelum penusukan jarum
- Deponir anastetikum perlahan, deponir yang cepat cenderung menambah rasa sakit. Jika
lebih dari satu gigi maksila yang akan dianastesi, operator dapat menyuntikkan anastesi
awal, kemudian merubah arah jarum menjadi posisi yang lebih horizontal, bertahap
memajukan jarum dan mendeponir anastetikum.
- Penekanan dengan jari beberapa detik pada daerah injeksi dapat membantu pengurangan
rasa sakit.
- Jaringan diregangkan jika longgar dan di masase jika padat (pada palatal). Gunanya
untuk membantu menghasilkan derajat anastesi yang maksimum dan mengurangi rasa
sakit ketika jarum ditusukan.
7. Aspirasi dilakukan untuk mencegah masuknya anastetikum dalam pembuluh darah, juga
mencegah reaksi toksis, alergi dan hipersensitifitas.
8. Waktu untuk menentukan anastesi berjalan ± 5 menit dan dijelaskan sebelumnya kepada anak
bahwa nantinya akan terasa gejala parastesi seperti mati rasa, bengkak, kebas, kesemutan atau
gatal. Dijelaskan agar anak tidak takut, tidak kaget, tidak bingung atau merasa aneh. Pencabutan
sebaiknya dilakukan setelah 5 menit. Jika tanda parastesi tidak terjadi, anastesi kemungkinan
gagal sehingga harus diulang kembali.
9. Vasokontristor sebaiknya digunakan dengan konsentrasi kecil, misalnyaxylocaine 2 % dan
epinephrine 1: 100.000
PENDEKATAN SESUDAH
Manajemen nyeri yang optimal mungkin memerlukan pendekatan komprehensif yang terdiri dari kombinasi non-opioid, analgesik opioid, adjuvant dan strategis non-farmakologis. Sebuah pendekatan komprehensif adalah mungkin bahkan di rangkaian terbatas sumber daya. Beberapa macam obat yang dapat digunakan untuk mengontrol rasa sakit di pada anak-anak termasuk:• Nyeri ringan - parasetamol, ibuprofen• Nyeri sedang - diklofenak, codeine, dihydrocodeine• Nyeri parah - morfin, diamorfinOral non-opioid analgesik harus diberikan sebelum pemberian dari analgesik lokal atau parenteral.
A. MILD PAIN (rasa nyeri ringan )
Meskipun ada sejumlah obat analgesik yang dapat dengan aman digunakan pada anak-anak,
adalah masih mungkin untuk memberikan analgesia yang memadai dengan pendekatan dua
langkah. Terdapat dua-langkah terdiri dari pilihan kategori obat analgesik sesuai dengan tingkat
anak dari persepsi rasa sakit: untuk anak-anak yang memiliki sakit ringan, parasetamol dan
ibuprofen harus dipertimbangkan sebagai pilihan pertama dan pada anak-anak yang dinilai
berada dalam nyeri sedang sampai berat, sebaiknya pemberian opioid harus dipertimbangkan.
1. PARASETAMOL
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja
menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP). Parasetamol
digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-
antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau
yang dijual bebas. (Lusiana Darsono 2002)
Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan metabolit fenasetin dan telah digunakan
sejak tahun 1893 (Wilmana, 1995). Parasetamol (asetaminofen) mempunyai daya kerja
analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi
serta peradangan lambung (Sartono,1993). Hal ini disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat
yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan
peroksid sehingga efek anti inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri
ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain
(Katzung, 2011)
Parasetamol, mempunyai daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan asetosal, meskipun
secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti Asetosal, Parasetamol tidak mempunyai daya kerja
antiradang, dan tidak menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika,
dapat digunakan baik Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol. Diantara ketiga obat tersebut,
Parasetamol mempunyai efek samping yang paling ringan dan aman untuk anak-anak. Untuk
anak-anak di bawah umur dua tahun sebaiknya digunakan Parasetamol, kecuali ada
pertimbangan khusus lainnya dari dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahawa
kombinasi Asetosal dengan Parasetamol bekerja lebih efektif terhadap demam daripada jika
diberikan sendiri-sendiri. (Sartono 1996)
Struktur Kimia Parasetamol
Sifat Zat Berkhasiat
Menurut Dirjen POM. (1995), sifat-sifat Parasetamol adalah sebagai berikut:
Sinonim : 4-Hidroksiasetanilida
Berat Molekul : 151.16
Rumus Empiris : C8H9NO2.
Sifat Fisika
Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1N; mudah larut dalam etanol.
Jarak lebur : Antara 168⁰ dan 172⁰ .
Farmakokinetik
Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak dicapai dalam
30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme di hati, sekitar 3 % diekskresi dalam
bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90 % dikonjugasi dengan asam glukoronik atau asam
sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama; sebagian dihidroksilasi
menjadi N asetil benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya.
Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi nontoksik.
Pada dosis besar akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati.(Lusiana Darsono 2002)
Farmakodinamik
Efek analgesik Parasetamol dan Fenasetin serupa dengan Salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme
yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan Fenasetin tidak digunakan
sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang
lemah. Efek iritasi, erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian
juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.(Mahar Mardjono 1971)
Semua obat analgetik non opioid bekerja melalui penghambatan siklooksigenase. Parasetamol
menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi prostaglandin
terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara berbeda. Parasetamol menghambat
siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan Parasetamol
menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya
mempunyai efek ringan pada siklooksigenase perifer. Inilah yang menyebabkan Parasetamol
hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak
mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa
parasetamol menghambat sintesa prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. Obat
ini menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesa prostaglandin, tetapi demam
yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan
suhu oleh sebab lain, seperti latihan fisik. (Aris 2009)
Indikasi
Parasetamol merupakan pilihan lini pertama bagi penanganan demam dan nyeri sebagai
antipiretik dan analgetik. Parasetamol digunakan bagi nyeri yang ringan sampai sedang.
(Cranswick 2000)
Kontra Indikasi
Penderita gangguan fungsi hati yang berat dan penderita hipersensitif terhadap obat ini. (Yulida
2009)
Sediaan dan Posologi
Parasetamol tersedi sebagai obat tunggal, berbentuk tablet 500mg atau sirup yang mengandung
120mg/5ml. Selain itu Parasetamol terdapat sebagai sediaan kombinasi tetap, dalam bentuk
tablet maupun cairan. Dosis Parasetamol untuk dewasa 300mg-1g per kali, dengan maksimum 4g
per hari, untuk anak 6-12 tahun: 150-300 mg/kali, dengan maksimum 1,2g/hari. Untuk anak 1-6
tahun: 60mg/kali, pada keduanya diberikan maksimum 6 kali sehari. .(Mahar Mardjono 1971)
Efek Samping
Reaksi alergi terhadap derivate para-aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritem
atau urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat
menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat
terjadi berdasarkan mekanisme autoimmune, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang
abnormal. Methemoglobinemia dan Sulfhemoglobinemia jarng menimbulkan masalah pada dosis
terapi, karena hanya kira-kira 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb. Methemoglobinemia baru
merupakan masalah pada takar lajak. Insidens nefropati analgesik berbanding lurus dengan
penggunaan Fenasetin. Tetapi karena Fenasetin jarang digunakan sebagai obat tunggal,
hubungan sebab akibat sukar disimpulkan. Eksperimen pada hewan coba menunjukkan bahwa
gangguan ginjal lebih mudah terjadi akibat Asetosal daripada Fenasetin. Penggunaan semua jenis
analgesik dosis besar secara menahun terutama dalam kombinasi dapat menyebabkan nefropati
analgetik.
Mekanisme Toksisitas
Pada dosis terapi, salah satu metabolit Parasetamol bersifat hepatotoksik, didetoksifikasi oleh
glutation membentuk asam merkapturi yang bersifat non toksik dan diekskresikan melalui urin,
tetapi pada dosis berlebih produksi metabolit hepatotoksik meningkat melebihi kemampuan
glutation untuk mendetoksifikasi, sehingga metabolit tersebut bereaksi dengan sel-sel hepar dan
timbulah nekrosis sentro-lobuler. Oleh karena itu pada penanggulangan keracunan Parasetamol
terapi ditujukan untuk menstimulasi sintesa glutation. Dengan proses yang sama Parasetamol
juga bersifat nefrotoksik.
Dosis Toksik
Parasetamol dosis 140 mg/kg pada anak-anak dan 6 gram pada orang dewasa berpotensi
hepatotoksik. Dosis 4g pada anak-anak dan 15g pada dewasa dapat menyebabkan hepatotoksitas
berat sehingga terjadi nekrosis sentrolobuler hati. Dosis lebih dari 20g bersifat fatal. Pada
alkoholisme, penderita yang mengkonsumsi obatobat yang menginduksi enzim hati, kerusakan
hati lebih berat, hepatotoksik meningkat karena produksi metabolit meningkat.
Gambaran Klinis
Gejala keracunan parasetamol dapat dibedakan atas 4 stadium :
1. Stadium I (0-24 jam)
Asimptomatis atau gangguan sistem pencernaan berupa mual, muntah, pucat, berkeringat. Pada
anak-anak lebih sering terjadi muntah-muntah tanpa berkeringat.
2. Stadium II (24-48 jam)
Peningkatan SGOT-SGPT. Gejala sistim pencernaan menghilang dan muncul ikterus, nyeri perut
kanan atas, meningkatnya bilirubin dan waktu protombin. Terjadi pula gangguan faal ginjal
berupa oliguria, disuria, hematuria atau proteinuria.
3. Stadium III ( 72 - 96 jam )
Merupakan puncak gangguan faal hati, mual dan muntah muncul kembali, ikterus dan terjadi
penurunan kesadaran, ensefalopati hepatikum.
4. Stadium IV ( 7- 10 hari)
Terjadi proses penyembuhan, tetapi jika kerusakan hati luas dan progresif dapat terjadi sepsis,
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan kematian. (Lusiana Darsono 2002)
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan :
1. Adanya riwayat penggunaan obat.
2. Uji kualitatif: sampel diambil dari urin, isi lambung atau residu di tempat kejadian. Caranya:
0,5ml sampael + 0,5ml HCL pekat, didihkan kemudian dinginkan, tambahkan 1ml larutan O-
Kresol pada 0,2ml hidrolisat, tambahkan 2ml larutan ammonium hidroksida dan aduk 5 menit,
hasil positip timbul warna biru dengan cepat. Uji ini sangat sensitive
3. Kuantitatif:
Kadar dalam plasma diperiksa dalam 4 jam setelah paparan dan dapat dibuat normogram untuk
memperkirakan beratnya paparan.
Pemeriksaan laboratorium:
Elektrolit, glukosa, BUN, kreatinin, transaminase hati dan prothrombin time.
Penanganan
1. Dekontaminasi
Sebelum ke Rumah Sakit:
Dapat diberikan karbon aktif atau sirup ipekak untuk menginduksi muntah pada anak-anak
dengan waktu paparan 30 menit.
Rumah Sakit:
Pemberian karbon aktif, jika terjadi penurunan kesadaran karbon aktif diberikan melalui pipa
nasogastrik. Jika dipilih pemberian metionin sebagai antidotum untuk menstimulasi glutation,
karbon aktif tidak boleh diberikan karena akan mengikat dan menghambat metionin.
2. Antidotum
N-asetilsistein merupakan antidotum terpilih untuk keracunan Parasetamol. N-asetil-
sistein bekerja mensubstitusi glutation, meningkatkan sintesis glutation dan mening-
katkan konjugasi sulfat pada parasetamol. N-asetilsistein sangat efektif bila diberikan
segera 8-10 jam yaitu sebelum terjadi akumulasi metabolit.
Methionin per oral, suatu antidotum yang efektif, sangat aman dan murah tetapi absorbsi
lebih lambat dibandingkan dengan N asetilsistein
Dosis - Cara pemberian N-asetilsistein :
Bolus 150 mg /KBB dalam 200 ml dextrose 5 % : secara perlahan selama
15 menit, dilanjutkan 50 mg/KBB dalam 500 ml dextrose 5 % selama 4 jam, kemudian 100
mg/KBB dalam 1000 ml dextrose melalui IV perlahan selama 16 jam berikut.
Oral atau pipa nasogatrik
Dosis awal 140 mg/ kgBB 4 jam kemudian, diberi dosis pemeliharaan 70 mg / kg BB setiap 4jam
sebanyak 17 dosis. Pemberian secara oral dapat menyebabkan mual dan muntah. Jika muntah
dapat diberikan metoklopropamid ( 60-70 mg IV pada dewasa ). Larutan N-asetilsistein dapat
dilarutkan dalam larutan 5% jus atau air dan diberikan sebagai cairan yang dingin. Keberhasilan
terapi bergantung pada terapi dini, sebelum metabolit terakumulasi.
2. IBUPROFEN
Nama Paten, Bentuk Sediaan, Kadar
Nama Paten :
- Notena - Farsifen - Nugel - Salfonal
- Arthrifen - Igol - Ostarin - Shelnofen
- Artricom - Ibufen - Proris - Tiarema
- Bunofa - Motrin - Remakil
- Dolofen-f - NeoLinucid - Ribunal
Bentuk Sediaan :
- Kaplet - Tablet - Tablet salut – Kapsul-Cairan
Kadar :
- 200 mg / kaplet
- 200 mg / tablet salut
- 250 mg
- 20 mg / tablet
- 400 mg / kaplet
- 400 mg / kapsul
- 600 mg / tablet salut
- 40 mg/ml sirup
Ibuprofen seperti juga naproxen dan diclofenac merupakan turunan asam propionat
dengan efek analgesik, antipiretik, dan anti-inflamasi yang menonjol,mencerminkan suatu
penghambatan dari sintesis prostaglandin. Turunan asam propionat sama bergunanya dengan
salisilat dalam mengobati berbagai bentuk dari arthritis termasuk osteoarthritis, rheumatoid
arthritis, arthritis gout akut.Ibuprofen sering diresepkan dalam dosis rendah yang bersifat
analgesik tetapimempunyai efek anti-inflamasi rendah.Perubahan struktur minor pada
nukleusibuprofen menghasilkan fenoprofen, ketoprofen, dan flurbiprofen.
Gambar: Struktur Kimia Ibuprofen
Ibuprofen berupa serbuk hablur putih hingga hampir putih, berbau khas lemah dan tidak
berasa dengan titik lebur 75.0-77.5oC. Ibuprofen paraktis tidak larut dalam air, sangat mudah
larut dalam etanol, metanol, aseton, dan chloroform serta sukar larut dalam etil.
Ibuprofen merupakan obat anti radang non streoid, turunan asam arilasetat yng
mempunyai aktivitas antiradang dan analgesik yang tinggi, terutama digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri akibat peradangan pada berbagai kondisi rematik dan arthritis. Ibuprofen
dapat menimbulkan efek samping iritasi saluran cerna, diabsorpsi cepat dalam saluran cerna,
kadar serum tertinggi terjadi dalam 1-2 jam setelah pemberian oral, dengan paruh 1,8-2 jam,
dosisi: 400mg 3-4 dd.
Oleh karena itu, ibuprofen menimbulkan efek analgesik dengan menghambat secara
langsung dan selektif enzim-enzim pada sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis
prostaglandin seperti siklooksigenase sehungga mencegah sensitasi reseptor rassa sakit oleh
mediator-mediator rasa sakit seperti brandikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin,
ion hidrogen dan kalium yang dapat merangsang rasa ssakit secara mekanis atau kimiawi.
Gambar 1. Dosis terkait dengan efek analgesik ibuprofen dalam mengobati rasa nyeri
akibat radang.
Data didapat dari The Oxford League Table of Analgesik Efficacy dan menggambarkan
meta-analisa dari percobaan klinis secara random dimana pasien yang telah dilakukan tindakan
operatif sebelumnya dan diobati dengan placebo (Plbo) atau dengan ibuprofen (50-800mg) dan
hasilnya dibuat dalam bentuk persentase pasien yang telah diobati dan dilaporkan sekurang-
kurangnya 50% dapat meringankan rasa sakit (N=76-4700 pasien/grup)
Farmakokinetik
Ibuprofen diabsorpsi dengan baik melalui saluran gastrointestinal. Obat-obat ini
mempunyai waktu paruh yang singkat, tetapi tinggi berikatan dengan protein. Jika ibuprofen
dipakai bersama-sama dengan obat lain yang juga tinggi berikatan dengan protein, maka dapat
terjadi efek samping yang berat. Obat ini dimetabolisme oleh hati menjadi metabolit dan
diekskresikan sebagai metabolit inaktif di dalam urin.
Farmakodinamik
Ibuprofen menghambat sintesis prostaglandin sehingga dengan demikian efektif dalam
meredakan inflamassi dan nyeri. Obat-obat ini memiliki mula kerja, waktu untuk mencapai kadar
puncak, dan lama kerja yang semuanya singkat. Obat ini memreukan waktu beberapa hari agar
efek antiinflamasinya jelas terlihat.
Ada banyak interaksi obat yang berkaitan dnegan ibuprofen. Obat ini dpaat menambah
efek koumarin, sulfonamid, banyak dari sefalosporin, dan fenitoin. Jika dipakai bersama aspirin,
efeknya dapat berkurang. Dapat menjadi hipoglikemia jika ibuprofen dipakai bersama insulin
atau obat hipoglikemik oral. Resiko terjadi toksisitas tinggi jika ibuprofen dipakai bersama-sama
dnegan penghambat kalsium.
Indikasi
• Karena efek analgesiknya maka dapat digunakan untuk meringankan nyeri ringan
sampai sedang antara lain nyeri pada dismenore primer (nyeri haid), nyeri pada penyakit gigi
atau pencabutan gigi, nyeri setelah operasi, sakit kepala.
• Karena efek analgesik dan anti inflamasinya maka dapat digunakan untuk meringankan
gejala – gejala penyakit rematik tulang, sendi, dan non sendi
• Juga dapat digunakan untuk meringankan gejala-gejala akibat trauma otot dan
tulang/sendi (trauma musculoskeletal
Kontra Indikasi
• Penderita dengn ulkus peptikum (tukaklambung dan duodenum) yang berat dan aktif
• Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap Ibuprofen dan obat anti inflamasi non-
steroid lainnya
• Penderita sindroma polip hidung, angioedema dan penderita dimana bila mengunakan
asetosal atau obat antiinflamasi non-asteroid lainnya akan timbul gejala asma, renitis, urtikaria
• Kehamilan tiga bulan terakhir
Efek Samping Obat
• Walaupun jarang terjadi, tapi timbul efek samping sebagai berikut : Gangguan saluran
pencernaan termasuk mual, muntah, dan diare
• Terjadi ruam pada kulit, bronchospasme (penyempian bronkus), trombositopenia
(penurunan sel pembeku darah)
Interaksi Obat
Beberapa interaksi Ibuprofen
• Anti Hipertensi : antagonisme efek hipotensi
• Analgesik lain : hindari pemberian bersama dua atau lebih AINS ; termasuk asetosal
(menambah efek samping)
• Antidiabetik : efek sulfonilurea ditingkatkan oleh azapropazon, fenilbutazon dan
mungkin AINS lainnya.
• Kortikosteroid : menambah resiko pendarahan dan ulsirasi saluran cerna.
• Desmopresin : efek dipotensiasi oleh indometasin
Dosis
Dewasa :
Untuk analgesik dan antiinflamasi (rematik tulang,sendi dan non-sendi,trauma otot dan
tulang/sendi)
Dosis yang dianjurkan : sehari 3 – 4 x 400mg
Bayi lebih dari 3 bulan : 5-10 mg/kg (3 atau 4 kali sehari saat atau setelah makan)
Anak – anak : 20 – 40 mg/kg
Jadwal pemberian : 3 – 4 x sehari
IBUPROFEN
(Motrin, Advil, Nuprin, Medipren, Rufen)
FARMAKOKINETIK
Absorpsi : PO: diserap dengan baikDistribusi: PP: 98%Metabolisme: t1/2: 2-4 jamEliminasi: Ginjal sebagai metabolit aktif
FARMAKODINAMIK
PO: Mula: 30 menitP: 1-2 jamL: 4-6 jam
EFEK TERAPEUTIK
Efek antiinflamasi untuk atritis rematoid, osteoatritis, dan gout. Meredakan nyeri pada
dismenore,prosedur gigi, nyeri muskuloskeletal
EFEK SAMPING
Anoreksia, mual, muntah, diare, edema, ruam kulit, purpura, tinitus, pusing,
letih
KONTRAINDIKASI
Penyakit hati dan ginjal yang berat, asma, tukak
peptik
INTERKASI
Koumadin, sefalosporin, sulfonamid, fenitoin, agen hipoglikemik oral, insulin,
penghambat kalsium
Keterangan:
PO: per oral, PP: pengikatan pada protein, t1/2: waktu paruh, P: waktu mencapai kadar
puncak, L: lama kerja
B. SEVERE PAIN (nyeri parah)
OPIOID
Opioid merupakan pilihan utama pada nyeri keganasan sedang berat. Terdapat 2 jenis
opioid, yaitu opioid lemah seperti kodein dan tramadol; sedangkan opioid kuat yaitu morfin,
metadon, fentanil, dan heroin. Opioid sedapat mungkin diberikan dalam bentuk oral, dan
sebaiknya diberikan secara rutin agar tercapai kadar opioid plasma yang stabil. Opioid tidak
memiliki standar dosis dan ceiling effect. Dosis yang diberikan sebaiknya dititrasi sesuai dengan
REAKSI YANG MERUGIKAN
Perdarahan gastrointestinal, dikrasia, darah, aritmia,
jantung, nefroktoksisitas, anafilaksis.
rasa nyeri yang dialami pasien. Opioid sering menimbulkan efek samping, seperti sedasi,
konstipasi, mual, muntah, dan depresi pernapasan. Pada anak, pemberian opioid sebaiknya
diikuti dengan pemberian laksatif. Pada anak usia kurang dari 1 tahun, pemberian opioid harus
dilakukan secara hati-hati karena dosis standar untuk anak sering menyebabkan depresi
pernapasan. Pemberian opioid dapat menyebabkan ketergantungan, adiksi dan toleransi, namun
adiksi jarang terjadi pada anak.
Opioid menghasilkan analgesia oleh aktivasi reseptor opioid. Tiga keluarga besar
reseptor opioid telah dikloning: reseptor mu, kappa, dan delta opioid. Reseptor opioid mu
diaktifkan oleh opioid yang paling klinis digunakan termasuk kodein, hydrocodeine, oxycodone,
xanax, tramadol, dan morfin. Reseptor opioid kappa diaktifkan oleh obat-obatan seperti
pentazocine dan bupremorphine. Tidak ada obat yang saat ini disetujui selektif untuk reseptor
delta. Analgesia opioid terjadi oleh aktivasi reseptor opioid diekspresikan pada neuron di situs
supraspinal, situs tulang belakang dan jaringan perifer.
Efek buruk dari opioid baik diakui dan termasuk mual, muntah dan penurunan
pernapasan. Kekhawatiran juga telah diajukan mengenai opioid penyalahgunaan dan dampaknya
pada perawatan gigi.
Opioid terbagi menjadi tiga yaitu :
a. Fentanil
Dosis
IV injeksi:
• Neonatus atau bayi - 1-2 mcg / kg per dosis perlahan selama 3-5 menit, diulang setiap 2-4 jam
• Anak - 1-2 mcg / kg per dosis, diulang setiap 30-60 menit.
Kelanjutan: Setelah dosis awal sesuai dengan dosis diatas, dosis harus disesuaikan ke tingkat
yang efektif (dengan tidak maksimal), namun peningkatan dosis maksimum adalah 50% per 24
jam dalam pengaturan rawat jalan. Resep yang berpengalaman bisa meningkat hingga 100% di
bawah pengawasan dari pasien. (Dosis IV biasa adalah 1-3 mcg / kg / jam, beberapa anak
membutuhkan sampai 5 mcg / kg / jam).
b.Metadon
Dosis
Pemberian oral subkutan atau intravena:
• Anak - awalnya 100-200 mcg / kg setiap 4 jam untuk 2-3 dosis pertama, kemudian 100-200
mcg / kg setiap 6-12 jam, maksimum 5 mg per dosis awalnya. Administer IV metadon perlahan
selama 3-5 menit.
Kelanjutan: Setelah dosis awal sesuai dengan dosis diatas, dosis harus disesuaikan ke tingkat
yang efektif (dengan tidak maksimal), namun peningkatan dosis maksimum adalah 50% per 24
jam dalam pengaturan rawat jalan. Resep yang berpengalaman bisa meningkat hingga 100%
dengan dekat pemantauan pasien. Kemudian, dosis mungkin perlu dikurangi sebesar 50% 2-3
hari setelah dosis efektif telah ditemukan untuk mencegah efek samping akibat akumulasi
metadon. Dari kemudian pada peningkatan dosis harus dilakukan pada interval dari satu minggu
atau lebih dan dengan maksimal meningkat dari 50%.
c. Morphine
Pemberian oral :
• Bayi 1-12 bulan - 80-200 mcg / kg setiap 4 jam;
• Anak 1-2 tahun - 200-400 mcg / kg setiap 4 jam;
• Anak 2-12 tahun - 200-500 mcg / kg setiap 4 jam, dosis awal maksimum oral 5 mg.
Pemberian oral berkelanjutan :
• Anak 1-12 tahun - awalnya 200-800 mcg / kg setiap 12 jam.
Injeksi subkutan :
• Neonatus - 25-50 mcg / kg setiap 6 jam
• Bayi 1-6 bulan - 100 mcg / kg setiap 6 jam
• Bayi atau anak 6 bulan-2 tahun -100 mcg / kg setiap 4 jam
• Anak 2-12 tahun - 100-200 mcg / kg setiap 4 jam, dosis awal maksimum adalah 2,5 mg.
Injeksi selama setidaknya 5 menit :
• Neonatus - 25-50 mcg / kg setiap 6 jam
• Bayi 1-6 bulan - 100 mcg / kg setiap 6 jam
• Bayi atau anak 6 bulan-12 tahun - 100 mcg / kg setiap 4 jam, dosis awal maksimum adalah 2,5
mg.
Injeksi dan infus:
• Neonatus - awalnya melalui suntikan intravena selama setidaknya 5 menit 25-50 mcg / kg,
diikuti oleh infus intravena kontinu 5-10 mcg / kg / jam
• Bayi 1-6 bulan - awalnya melalui suntikan intravena selama setidaknya 5 menit 100 mcg / kg,
diikuti dengan infus intravena terus menerus 10-30 mcg / kg / jam
• Bayi atau anak 6 bulan-12 tahun - awalnya melalui suntikan intravena selama setidaknya 5
menit 100-200 mcg / kg diikuti dengan infus intravena terus menerus 20-30 mcg / kg / jam.
Kelanjutan: Setelah dosis awal sesuai dengan dosis diatas, dosis harus disesuaikan dengan
tingkat yang efektif (dengan tidak maksimal). Resep yang berpengalaman bisa meningkat hingga
100% dengan pemantauan ketat dari pasien.
BAB III
KESIMPULAN
Menangani pasien anak yang akan menjalani perawatan gigi memang menjadi tantangan
tersendiri bagi dokter gigi. Salah satu hal yang menyulitkan dalam melakukan perawatan gigi
anak adalah timbulnya rasa cemas, ketidaknyamanan, dan trauma akibat rasa sakit yang pernah
dialami. Pendekatan secara farmakologis adalah salah satu cara untuk melakukan perawatan gigi
anak yang tidak dapat ditangani dengan pendekatan yang biasa.