Post on 29-Nov-2015
BAB V
VITAMIN
A. PENDAHULUAN
Vitamin adalah senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah
sangat sedikit dan harus disuplai dari makanan karena tubuh tidak dapat
mensintesisnya. Suatu vitamin minimal menunjukkan satu fungsi metabolik
khusus. Istilah “Vitamine” digunakan oleh Casimir Funk pada tahun 1912 yang
meneliti tentang penyakit beri-beri. “Vita” menunjukkan senyawa yang diperlukan
oleh tubuh sedangkan “amine” berarti mengandung nitrogen. Ternyata bahwa
tidak semua vitamin mengandung nitrogen. Maka kemudian istilah “amine”
diganti dengan “amin”, sehingga sekarang dikenal istilah “Vitamin”. Vitamin
dibagi menjadi dua golongan besar berdasarkan kelarutannya, yaitu: (1) vitamin
larut air (grup vitamin B dan vitamin C), dan (2) vitamin larut lemak yaitu vitamin
A, D, E dan K.
Prekursor (pembentuk) vitamin dikenal dengan sebutan pro–vitamin, yaitu
senyawa yang secara kimia mirip dengan bentuk aktif biologoisnya (yaitu
vitamin), tetapi tidak dapat berfungsi sebelum tubuh mengubahnya menjadi
bentuk aktifnya. Konversi (perubahan) pro-vitamin manjadi vitamin terjadi pada
bagian tubuh yang berbeda akan mempunyai efisiensi yang berbeda pula,
tergantung pada jenis vitamin masing-masing. Sebagai contoh, beta-karoten
diubah menjadi vitamin A dalam dinding usus (dengan cara memecah molekulnya
menjadi dua bagian). Precursor vitamin D yang aktif pertama-tama karena aksi
sinar ultra-violet dari matahari, kemudian diubah dalam tubuh (pertama-tama
dalam hati kemudian dalam ginjal). Asam amino triptofan (precursor niasin),
diubah menjadi niasin dalam hati atas bantuan vitamin B6.
Beberapa macam vitamin berfungsi sebagai ko-enzim, yaitu senyawa yang
membantu fungsi enzim. Tabel 5.1. menguraikan beberapa vitamin yang berfungsi
sebagi ko-ensim pada enzim-enzim yang diperlukan untuk memperolah energi
baik dari karbohidrat, lemak maupun protein, atau sintesis lemak dan preotein.
84
Tabel 5.1. Perbedaan Sifat Vitamin Larut Air dan Larut Lemak
Vitamin larut lemak (A, D, E, K) Vitamin larut air (B, C)
Larut dalam lemak dan pelarut lemak (turunannya ada yang dapat larut dalam air)
Larut dalam air
Dapat disimpan dalam tubuh (bila konsumsi berlebih)
Disimpan dalam jumlah sedikit (praktisnya tidak dapat disimpan)
Diekskresikan dalam jumlah sedikit ke dalam asam empedu
Diekskresikan ke dalam urine
Gejala defisiensi lambat munculnya Gejala diefisiensi cepat telihat
Tidak harus disuplai tiap hari dalam makanan
Harus disuplai tiap hari dalam makanan
Mempunyai prekursor atau provitamin Umumnya tidak mempunyai prekursor
Hanya mengandung elemen C, H, dan O Mengandung elemen C, H, O dan N (serta Co dan S)
Diserap oleh usus dan diteruskan ke dalam system limfatik
Diserap oleh usus dan diteruskan ke dalam system aliran darah
Beracun dalam dosis reatif rendah (6-10 kali konsumsi per hari yang dianjurkan)
Beracun dalam dosis relatif tinggi (> 10 kali konsumsi per hari yang dianjurkan)
Defisiensi vitamin dapat terjadi sebagai akibat berbagai macam faktor
penyebab, misalnya :
(1) Kurangnya kandungan vitamin dalam bahan pangan. Dalam hal ini, perlu
diperhatikan bahwa kebutuhan akan vitamin untuk tiap individu tidak sama,
demikian juga harus diingat bahwa faktor pra-panen dan pasca-panen dapat
mempengaruhi kadar vitamin dalam bahan makanan.
(2) Penyerapan vitamin dalam tubuh kurang baik. Sebagi contoh, seseorang yang
kekurangan asam empedu akan menyerap sedikit vitamin larut lemak; sekresi
asam dari mukosa lambung akan mempengaruhi penyerapan vitamin N12,
demikian juga “waktu transit” makanan yang pendek (dalam saluran
pencernaan) akan mempengaruhi jumlah vitamin yang dapat diserap oleh
usus
85
(3) Kebutuhan akan vitamin yang meningkat. Misalnya peminum alkohol banyak
memerlukan tiamin, penderita TBC atau perokok banyak memerlukan
vitamin C.
Selain yang terdapat secara alami dalam bahan makanan, seseorang dapat
pula memperoleh vitamin dalam bentuk pil/tablet atau kapsul berupa vitamin
sintetik. Perlu diketahui bahwa baik vitamin alami maupun sintetik diserap dan
digunakan oleh sel-sel tubuh secara tidak berbeda.
Keracunan oleh vitamin dapat terjadi akibat konsumsi yang berlebihan.
Konsumsi vitamin larut air secara berlebihan tidak akan menimbul keracunan,
karena kelebihan vitamin tersebut akan dibuang oleh tubuh melalui urine. Akan
tetapi konsumsi vitamin larut air dalam jumlah sangat banyak (mega dosis, lebih
dari 10 kali jumlah yang diaunjurkan per hari) dapat menimbulkan kesulitan,
misalnya pembentukan metabolit yang abnormal atau berinteraksi dengan zat gizi
lain. Konsumsi vitamin larut lemak secara berlebihan dapat menyebabkan
terjadinya keracunan, karena dapat terakumulasi di dalam tubuh (tubuh tidak
dapat membuangnnya melalui urine, hanya sedikit yang dapat dibuang melalui
asam empedu.
B. Vitamin A
Vitamin A dikenal pula dengan nama lain, yaitu : akseroftol
(axerophthol), asam retinoat (retinoic acid), retinal, retinol dan dehidroretinol.
Sampai tahun 1987, aktivitas vitamain A pada jaringan tanaman/hewan
dinyatakan dalam unit internasional (international unit, IU) atau USP (United
States Pharmacopela), yang nilainya sebanding (1 IU= 1USP unit, yang nilainya
sama dengan 0,3 µg retinol). Pada tahun 1967 FAO/WHO merekomendasikan
penggunaan satuan “Retinol Equivalents” (RE) untuk mengukur aktivitas vitamin
A (RE=1 µg retinol).
Untuk konversi satuan vitamin A perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
(a) Pada basis berat, keaktifan beta-karoten adalah setengah dari retinol (satuan
molekul beta-karoten dapat dihidrolisis menjadi dua molekul retinol (vitamin
A), sedangkan karetenoid lain seperempatnya dari retinol
86
(b) Retinol diserap secara sempurna oleh usus, sedangkan karotenoid hanya
sepertiganya. Oleh karena itu, aktivitas beta karoten = 16
retinol, sedangkan
karotenoid lain =1
12 retinol.
1IU = 0,3 µg retinol (0,0003 mg retinol)
=0,6 µg beta-karoten (0,0006 mg beta-karoten)
1 RE = 1µg retinol =6 µg beta karoten = 12 µg karetonoid lain
=3,33 IU beta-karoten
Retinol dapat diubah menjadi retinal atau sebaliknya, tetapi asam retinoat
tidak dapat dibentuk kembali menjadi retinal atau retinol. Simpanan vitamin A
dalam hati berkisar antara 100-1000 IU per gram jaringan. Orang yang sehat
bahkan dapat menyimpan sampai sekitar 500.000 IU vitamin A dalam hatinya.
Fungsi vitamin A yang paling dikenal adalah dalam proses penglihatan.
Secara singkat proses tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Retinal di dalam mata adalah bentuk vitamin A aldehid hasil oksidasi dari
retinol yang disuplai oleh darah.
(2) Retinal berkombinasi dengan protein opsin untuk membentuk pigmen
penglihatan (yaitu Rhodopsin). Rhodopsin berlokasi dalam sel-sel khusus
yang disebut “rods” di dalam retina mata
(3) Bila cahaya mengenai retina, pigmen penglihatan (berwarna ungu) akan
memudar menjadi kuning dan retina terpisah dari opsin. Stimulasi ditransfer
dari retina melalui sel syaraf optik ke otak. Selama proses ini, retina diubah
kembali menjadi retinol
(4) Sebagian kecil retinol ini akan diekskresikan keluar tubuh menjadi retinal
yang kemudian bergabung lagi dengan opsin untuk membentuk kembali
rhodopsin. Sejumlah kecil retinol yang diekskresikan tersebut harus diganti
oleh suplai dari darah, jumlah retinol yamg tersedia dalam darah menentukan
kecepatan pembentukan kembali rhodopsin.
Vitamin A juga diperlukan untuk pertumbuhan yang normal.
Pertumbuhan hewan percobaan terhenti bila tidak disuplai vitamin A dan
persediaan vitamin A dalam tubuhnya telah habis. Pertumbuhan sel-sel epitel,
87
baik yang terdapat pada permukaan kulit, saluran kemih dan saluran pernafasan,
menjadi abnormal bila terjadi defisiensi vitamin A. Sel-sel epitel tersebut tidak
memerlukan “mucus” (lendir) yang antara lain terdiri dari protein yang diperlukan
untuk mencegah infeksi bakteri. Sel-sel epitel tersebut juga tidak membentuk
“cilia” yang dapat mencegah akumulasi bahan asing pada permukaan sel.
Defisiensi vitamin A dapat mencegah pemanjangan tulang karena vitamin
A tersangkut dalam konversi sel-sel muda menjadi “osteoblast” yang diperlukan
untuk pembelahan sel-sel tulang. Asam retinoat dapat melakukan fungsi vitamin
A dalam pembentukan sel-sel tulang dan jaringan epitel. Retinol atau retinal
diperlukan untuk proses reproduksi yang normal. Defisiensi vitamin A
menyebabkan hewan percobaan jantan tidak memproduksi sel-sel sperma dan
hewan betina tidak dapat mempertahankan janin (dapat mengalami keguguran).
Selain fungsi-fungsi tersebut di atas, defisiensi vitamin A dapat menyebabkan
nafsu makan menurun serta penyembuhan luka menjadi lambat.
Sumber vitamin A adalah bahan makanan hewani, misalnya: hati (sapi)
yang mengndung sekitar 15.000 IU vitamin A per 100 g, kuning telur yang
mengadung sekitar 1000 RE per 100 g (250 RE per butir telur); pigmen kuning
telur yaitu xantofil tidak mempunyai nilai vitamin A (vitamin A tidak berwarna);
mentega (yang dibuat dari krim susu sapi) mengandung sekitar 1900-33000 IU
vitamin A per kg; vitamin A di dalam susu terdapat dalam bagian lemaknya,
sehingga susu skim praktis tidak mengndung vitamin A.
Bahan pangan nabati, yaitu sayuran dan buah-buahan merupakan sumber
pro-vitamin A (beta-karoten). Makin tua warnanya (oranye, kuning atau hijau),
makin tinggi kandungan beta karotennya. Pigmen likopen (misalnya yang
terdapat pada tomat dan semangka) serta xantofil (pada jagung kuning), tidak
mempunyai nilai vitamin A, sedangkan kriptoxantin (pada jagung) potensinya
sangat kecil (sekitar 1 RE per gram).
Gejala defisiensi vitamin A akan nampak bila cadangan vitamin A dalam
hati telah sangat berkurang. Defisiensi protein dan Zn akan menghambat
pelepasan vitamin A dari hati, sehingga dapat menimbulkan gejala-gejala seperti
defisensi vitamin A. Defesiensi vitamin A dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
misalnya:
88
(a) Konsumsi vitamin A (pro-vitamin A) rendah
(b) Gangguan dalam proses penyerapan dalam usus halus
(c) Gangguan dalam proses penyimpanan di hati
(d) Gangguan dalam proses konversi vitamin A menjadi vitamin A.
Gejala defisiensi yang muncul adalah refleksi dari peranan vitamin A dalam
mempertahankan kesehatan sel-sel epitel dan melaksanakan proses penglihatan.
Gejala defesiensi vitaminA yang timbul adalah sebagai berikut:
(1) Rabun senja
Rendahnya konsumsi vitamin A akan menurunkan jumlah vitamin A yang
tersimpan dalam hati, sehingga akan mengakibatkan menurunya kadar
vitamin A dalam darah. Dengan kata lain berkurangnya jumlah vitamin A
yang tersedia untuk pembentukan pigmen rhodopsin di dalam retina mata.
Akibatnya proses penglihatan akan terganggu, yang terutama terjadi apabila
sinar matahari telah berkurang (senja hari), sehingga dinamai rabun senja.
(2) Perubahan pada mata
Kornea mata merupakan organ yang pertama-tama dipengaruhi oleh
defisiensi vitamin A. Mula-mula kelenjar air mata yang tidak dapat
mengeluarkan air mata, film yang menutupi kornea mata mengering.
Berikutnya sel-sel epitel kornea mata mengalami keratinisasi, opacity
(menjadi keruh) dan pengelupasan. Selanjutnya kornea mata pecah, terjadi
infeksi mata sehingga mengeluarkan darah dan nanah, yang terakhir dengan
kebutaan. Gejala-gejala tersebut dikenal dengan sebutan bintik bitot (Bitot’s
spot), xerosis conjunctiva, dan xerophthalmia.
(3) Infeksi pada saluran pernapasan
Infeksi dapat terjadi karena adanya kerusakan sel-sel epitel pada permukaan
saluran pernapasan, seperti yang telah dijelaskan di atas. Karena itu vitamin A
dikenal denga sebutan “anti-infective vitamin” namun perlu dicatat bahwa
tidak ada hubungan sama sekali antara kemudahan menderita pilek (flu)
dengan kekurangan vitamin A.
(4) Perubahan pada kulit
89
Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan kulit menjadi kasar dan kering,
terutama pada bagian bahu. Selain itu, akan terjadi apa yag disebut sebagai
“folliculosis”, yaitu benjolan-benjolan kecil pada dasar kantung rambut yang
kemudian mengeras (mengalami keratinisasi).
(5) Pengaruh lainnya :
(a) Perubahan pada saluran pencernaan yaitu perubahan pada jaringan epitel,
yang dapat menyebabkan terjadinya diare
(b) Hilangnya email gigi
(c) Menurunya kepekaan indera pencium dan perasa
(d) Nafsu makan menurun.
Keracunan vitamin A dapat terjadi pada orang yang mengkonsumsi
vitamin A sebanyak 16.000 RE per hari (kadang-kadang pada dosis yang lebih
rendah, yaitu sekitar 6.000 RE per hari), tetapi adapula orang yang baru
mengalami keracunan mengkonsumsi vitamin A sebanyak 40.000 – 55.000 RE
per hari. Gejala keracunan pada dewasa adalah sakit kepala, perasaan mengantuk,
mual-mual, rambut rontok, kulit mengering dan diare. Sedangkan pada anak-anak
adalah dermatitis, berat badan turun dan sakit pada tulang rangka.
Periode mulai awal konsumsi dosis tinggi sampai timbul gejala keracunan
cukup lama, yaitu sekitar 6 – 15 bulan. Tetapi anak kecil (bayi) dapat menderita
keracunan pada dosis 8.000 RE per hari hanya setelah 30 hari, dengan gejala-
gejala: kepala menonjol dan berair, sangat mudah marah, dan tekanan di dalam
tengkorak meningkat.
C. Vitamin D
Vitamin D dikenal dengan nama lain, yaitu ; anti-rachitic factor atau
rickets-preventive factor, cholecalciferol (vitamin D2 dari tanaman), calctriol,
calcidiol dan sun-shine vitamin (karena dapat dibentuk dalam kulit dari
7-dehidrokolestrol dengan bantuan sinar ultra violet dari sinar matahari).
Peranan vitamin D adalah untuk menjamin pertumbuhan tulang dan gigi.
Defisiensi vitamin D pada anak-anak dapat menyebabkan timbulnya penyakit
rahitis (rachitis atau rickets), yang disebabkan karena pertumbuhan tulang yang
abnormal. Bila terjadi pada orang dewasa, penyakitnya disebut “osteomalacia”,
90
yang kadang-kadang terjadi pada ibu rumah tangga yang jarang keluar rumah
(terkena sinar matahari).
Precursor vitamin D (pro-vitamin D) dapat diperoleh dari tanaman, berupa
ergosterol, atau seperti 7-dehidrokolestrol yang terdapat pada kulit. Vitamin D
yang digunakan untuk fortifikasi pangan diperoleh dari pro-vitamin D yang
diradiasi dengan sinar ultra violet.
Vitamin D dari makanan (kolekalsiferol, cholecalciferol), setelah masuk
dalam aliran darah, akan diubah oleh hati menjadi kalsidiol (calcidiol), dan
selanjutnya akan diubah oleh ginjal menjadi kalsitriol (calcitriod). Di dalam
ginjal, tulang dan usus halus, vitamin D menstimulir berbagai reaksi yang
meningkatkan jumlah kalsium dan fosfor yang tersedia untuk pembentukan
tulang. Di dalam tulang, kalsitriol melakukan aksinya bersama hormon paratiroid
untuk menstimulir pelepasan kalsium dari permukaan tulang ke dalam darah. Di
dalam ginjal, kalsitriol menstimulir penyerapan kembali kalsium dan fosfor dari
darah.
Bahan pangan sumber vitamin D (kolekalsiferol) yang utama adalah telur,
susu (sapi), mentega dan minyak ikan. Bahan pangan tersebut dapat mensuplai
sekitar 125 IU vitamin D per hari. Untuk mencukupi kebutuhan tubuh (sekitar
200-400 IU per hari), produk makanan hasil olahan industri (misalnya susu bubuk
dan mentega) difortifikasi dengan vitamin D.
Kelebihan konsumsi vitamin D dapat menimbulkan keracunan yang
dimanifestasikan dengan meningkatnya konsentrasi kalsium (hypercalcemia) pada
semua jaringan tubuh. Keracunan pada bayi dapat terjadi pada dosis 1.000 IU/
hari, pada anak-anak bila diberi dosisi 10.000 IU/hari setelah 4 bulan, sedangkan
pada orang dewasa keracunan akan timbul pada dosis 100.000 IU/hari dalam
waktu mingguan atau bulanan. Kasus keracunan yang telah terjadi adalah pada
dosis 25.000 – 60.000 IU/hari setelah 1-4 bulan.
D. Vitamin E
Nama lain vitamin E adalah tokoferol (tocopherol), tetapi secara salah
kaprah disebut juga sebagai “antisterility factor”. Diantara berbagai macam
vitamin, ternyata vitamin E yang paling banyak digunakan secara salah.
Dikabarkan bahwa 11-12 juta orang dewasa di Amerika Serikat mengkonsumsi
91
suplemen vitamin E untuk pengobatan infertilitas (ketidaksuburan), penyakit
jantung dan proses penuaan (aging process). Disebutkan vitamin E adalah
“antisterility vitamin”, padahal vitamin E tidak mempunyai peran sama sekali
dalam proses reproduksi manusia.
Vitamin E bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi merupakan
campuran dari sedikitnya 8 macam tokoferol dan tokotrienol. Terdapat 4 macam
tokoferol, yaitu alfa-beta-, gama- dan alfa-d-tokoferol; tetapi yang paling aktif
secara biologis adalah alfa-d-tokoferol. Demikian juga terdapat empat macam
tokotrienol, dan seperi halnya tokoferol, yang paling aktif secara biologis adalah
alfa-d-tokotrienol.
Fungsi vitamin E yang utama adalah antioksidan di dalam tubuh, dan
vitamin E dapat bertindak sebagai “scavenger” (penangkap) radikal bebas yang
masuk ke dalam tubuh atau yang terbentuk di dalam tubuh dari proses
metabolisme normal.
Radikal bebas dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh dari lemak
yang menjadi bagian struktur membran sel, sehingga sel berubah menjadi lemah.
Bila hal ini terjadi pada sel-sel darah merah, akan mengakibatkan terjadinya
hemolisis, yang juga membahayakan adalah jika hal tersebut terjadi pada sel
jaringan paru-paru.
Aktivitas vitamin E dinyatakan dalam IU, dimana 1 IU vitamin E adalah
aktivitas 1 mg DL-alfa-tokoferol-asetat (sintetik). Potensi DL-alfa-tokoferol bebas
adalah sebesar 1,1 IU/mg; D-alfa-tokoferol alami potensinya sebesar 1,49 IU/mg,
sedangakan potensi D-alfa-tokoferol-asetat adalah 1,36 IU/mg. Karena dapat
bertindak sebagai anti oksidan, vitamin E dapat mencegah terbentuknya
“lipofuscin” yaitu pigmen karakteristik proses penuaan (aging process) yang
muncul sebagai bintik-bintik coklat pada kulit. Sumber utama vitamin E adalah
minyak nabati, lemak hewani praktis tidak mengandung vitamin E, demikian juga
sayuran dan buah-buahan.
Defisiensi vitamin E pada manusia jarang terjadi (hanya terdapat pada bayi
prematur dan orang yang mengalami gangguan dalam proses pencernaan dan
penyerapan lemak). Bila kadar vitamin E dalam serum berkurang sampai lebih
kecil dari 0,1 mg/100 ml darah, sel darah merah cenderung terbuka dan
92
mengeluarkan isinya (hemolisis). Pada orang yang menderita “cystic fibrosis”,
yaitu terganggunya kemampuan menyerap lemak dan vitamin larut lemak, kadar
tokoferol dalam plasmanya lebih rendah dari normal, tetapi tidak terdapat
gejala-gejala lain (misalnya hemolisis seperti disebutkan di atas).
Keracunan dapat terjadi bila seseorang mengkonsumsi vitamin E lebih dari
100 mg per hari. Pada dosis 300-600, terjadi gangguan pada alat pencernaan
(muntah-muntah dan diare). Bila status vitamin D orang tersebut marjinal, akan
terdapat masalah dalam proses pembentukan darahnya.
Asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) dapat menurunkan penyerapan
dan penggunaan vitamin E oleh tubuh, karena PUFA cenderung mudah
teroksidasi sedangkan vitamin E berindak sebagai “scavenger” radikal bebas
(dalam hal ini hidroperoksida). Oleh karena itu, kebutuhan tubuh akan vitamin E
meningkat bila konsumsi PUFA ditingkatkan.
Serat pangan (dietary fiber), terutama pectin, dapat menurunkan
ketersediaan biologis (bioavaibilitas) vitamin E, dengan cara mempengaruhi
morfologi dan fisiologi mukosa usus sehingga akan mempengaruhi proses
penyerapan.
Vitamin E mudah rusak teroksidasi, dan proses oksidasi ditingkatkan oleh
cahaya, panas, alkali, elemen mikro (Fe3+ dan Cu2+). Kestabilan vitamin E dalam
makanan/minuman dapat ditingkatkan dengan menambahkan “chelating agents”
(senyawa pengkelat element mineral, misalnya EDTA) atau vitamin C (yang juga
dapat bertindak sebagai antioksidan), menurunkan pH atau suhu, menghindarkan
cahaya dan menghilangkan oksigen. Vitamin E alami kurang stabil dibandingkan
dengan vitamin E sintetik.
Proses penggorengan sangat menurunkan kadar vitamin E dalam minyak
atau makanan yang digoreng. Kehilangan vitamin E akan meningkat dengan
meningkatnya bilangan peroksida, antioksidan sintetik seperti BHA (butylated
hydroxyl anisole), BHT(butylated hydroxyl toluene) atau PG (prophyl galate)
dapat mencegah atau menurunkan kecepatan dekstruksi vitamin E yang
terkandung dalam minyak.
Makanan yang digoreng akan kehilangan vitamin E lebih banyak selama
penyimpanan walaupun pada suhu beku. Hal ini disebabkan terbentuknya
93
hidroperoksida dari PUFA yang stabil pada suhu rendah. Pada suhu ruang
biasanya hidroperoksida tersebut berubah menjadi aldehid dan keton yang kurang
dapat merusak vitamin E.
E. Vitamin K
Vitamin K ditemukan oleh Dam seorang ilmuwan Denmark, yang
diperlukan untuk proses pembekuan darah (koagulation); dari kata itulah vitamin
tersebut dinamai vitamin K. Vitamin K merupakan grup kimia yang dikenal
sebagai quinines yaitu: (a) phylloquinone, pada jaringan tanaman,
(b) menaquinone, pada jaringan hewan, dan (c) menadione, vitamin K sintetik.
Mula-mula vitamin tersebut diberi nama berturut-turut vitamin K1, K2 dan
K3, yang aktivitasnya berturut-turut adalah 100,70 dan 20 %. Vitamin K dikenal
pula dengan nama Phytilquinone, Multi prenylmenaquinone, Farnoquinone dan
Antihemorrhagic factor. Sekarang dikenal pula vitamin K sintetik yang dapat
larut dalam air, yaitu Hykinone dan Synkayvite; serta dapat bercampur dengan air
yaitu; Mephyton, Konakion dan Mono-kay. Vitamin K digunakan oleh hati dalam
sintesis senyawa yang diperlukan untuk proses penggumpalan darah, yaitu:
(a) prothrombin (factor II), serta (b) factors VII, IX dan X.
Bila darah diambil dan dibiarkan membeku (membentuk clot), suatu cairan
jernih (disebut serum) akan keluar dari bekuan darah. Sedangkan plasma dapat di
pisahkan dari sel-sel darah merah hanya apabila darah dicegah dari pembekuan,
dan kemudian dilakukan sentrifusi. Bekuan darah (clot) dibentuk oleh suatu
protein (fibrinogen) yang terdapat larut dalam plasma, yang kemudian
ditransformasi menjadi suatu bahan jala berserat yang tidak larut (yang disebut
dengan Fibrin, yaitu senyawa bekuan darah), dengan mekanisme pembekuan
darah (clotting).
Dalam sayuran hijau terdapat banyak vitamin K (50- 800 µg/100 g) yang
berasosiasi dengan klorofil; sedangkan dalam buah-buahan, umbi-umbian, susu
dan daging, kadarnya lebih rendah (1-50 µg/100 g). Selain dari sumber tersebut,
manusia dapat pula memperoleh vitamin K sebagai hasil sintesis oleh bakteri di
dalam usus. Defisiensi vitamin K dapat diketahui dari gejalanya, yaitu proses
pembekuaan darah berlangsung lama. Defisiensi vitamin K hanya mungkin
disebabkan oleh gangguan proses penyerapannya.
94
F. Grup Vitamin B (Vitamin B Kompleks)
Yang tergolong vitamin B kompleks adalah; tiamin (vitamin B1),
Riboflavin (vitamin B2), Niasin (vitamin B3), Piridoksin (vitamin B6), Asam
pantotenat vitamin B5), Asam Folat, Sianokobalamin (vitamin B12) dan Biotin.
Seperti yang telah disebutkan pada awal pembahasan mengenai vitamin,
salah satu fungsi vitamin adalah sebagai ko-enzim. Sebagian besar grup vitamin
B berfungsi sebagai ko-enzim dari enzim-enzim yang diperlukan untuk
pembentukan energi dari karbohidrat (glukosa), asam amino atau asam lemak.
NAD+(nikotinamid adenine dinukleotida) adalah ko-enzim yang
mengandung niasin, berfungsi sebagai penerima atom H (electron) dari senyawa
lain atau melepaskannya kembali. TPP (tiamin pirofosfat) adalah ko-enzim yang
mengandung tiamin, berfungsi sebagai penerima asam keto (misalnya piruvat) dan
melepaskan CO2 dari senyawa tersebut.
Ko-enzim A (CoA) mengandung asam pantotenat, yang berfungsi sebagai
penerima molukul organik (misalnya asetat) dan memindahkannya kepada
senyawa lain. Proses tersebut terjadi pada metabolisme karbohidrat, lemak,
protein, sintesis asam lemak, atau pemanjangan rantai asam lemak dan sintesis
hormon steroid.
FAD (flavin adenine dinukleotida) adalah ko-enzim yang mengandung
riboflavin, berfungsi sebagai penerima dan pentransfer atom H (dalam proses
respirasi seluler). FMN (flavin mono glikogen dan reaksi yang melibatkan asam
amino. Biotin dapat mengikat glikogen dan CO2 dari satu senyawa dan
memindahkannnnya ke senyawa lain. Folasin (asam folat) dapat menerima dan
memindahkan unit senyawa C1.
Selain itu fosfat juga diperlukan dalam sintesis DNA (deoxyribo nucleic
acid, asam deoksiribo nukleat) dan RNA (ribo nucleic acid, asam deoksiribo
nukleat). Peranan vitamin B12 belum diketahui secara lebih jelas, tetapi vitamin
ini tersangkut dalam metabolisme energi serta sintesis senyawa-senyawa tubuh.
1. Vitamin B1 (Tiamin)
Vitamin B1 (Tiamin) adalah senyawa yang mengandung thio (S) dan
amin. Berdasarkan fungsinya, vitamin ini dikenal dengan nama lain yaitu
95
Anerine, Antineuritic Factor dan antiberiberi factor. Tiamin pirofosfat (TPP)
adalah ko-enzim dalam system enzim kompleks: piruvat dehidrogenasi dan
keto-glutarat dehidrogenasi,yang mengkatalitis reaksi dekarboksilat oksidatif
perubahan pirufat menjadi asetil-KoA atau ketoglutarat menjadi suksinil-KoA.
Tiamin (TDP) adalah ko-enzim yang diperlukan dalam reaksi transketolasi,
misalnya pada jalur oksidasi langsung glukosa (pentose phosphate shunt). Tiamin
(vitamin B1) diperlukan untuk berfungsinya system syaraf (terdapat dalam
jaringan syaraf), yaitu transmisi impuls syaraf.
Defisiensi tiamin dapat menyebabkan timbulnya penyakit beri-beri dengan
gejala sebagai berikut : system syaraf (neuromuscular) dan kordiovaskuler
terpengaruh, jantung membesar, lemah otot, gangguan mental (depresi), hilangnya
sentakan refluks lutut atau siku, nafsu makan menurun, nyeri pada otot kepala,
kelumpuhan, oedema (pada beri-beri basah) dan otot mengerut (pada beri-beri
kering).
Gejala neurologis yang terdapat pada penderita beri-beri disebabkan
karena sintesis asetilkholin menurun, yang disebabkan oleh menurunya produksi
asitel-CoA, sebagai akibat menurunnya aktivitas enzim piruvat dehidrogenase.
Pada penderita beri-beri system kordiovaskulernya bekerja keras mengalirkan
darah dan oksigen (kemungkinan karena jantungnya mengalami kelainan). Faktor
anti beri-beri terdiri dari: (a) fraksi tidak stabil, yaitu tiamin (vitamin B1), dan
(b) fraksi yang stabil oleh panas, yaitu riboflavin (vitamin B2), piridoksin
(vitamin B6), niasin dan asam pantotenat.
Bahan pangan sumber tiamin adalah daging, ikan, unggas, susu, sayuran
dan serealia berantai medium (MTC, medium chain triglycerides) dikenal sebagai
“tiamin sparer”, karena bila lemak tersebut menggantikan peran karbohidrat
sebagai sumber energi, maka kebutuhan tubuh akan tiamin menurun.
2. Riboflavin (Vitamin B2)
Riboflavin dikenal dengan nama lain seperti: yellow enzyme, vitamin G,
lactoflavin dan hepatoflavin. Bahan pangan sumber riboflavin adalah serelia,
daging, ikan, unggas, susu, dan telur.
Vitamin ini berbentuk kristal berwarna kuning-orange; pada pH netral
vitamin ini stabil terhadap pemanasan, tetapi tidak stabil pada cahaya. Riboflavin
96
berfungsi sebagai ko-enzim dalam bentuk FMN (flavi mononukleotida, riboflatin
monofosfat) dan FAD (flavin adenine dinukleotida), yang berguana sebagai
penerima dan transfer hydrogen (electron) pada metabolisme pelepasan energi
dari karbohidrat dan lemak. Selain itu riboflavin juga folasin menjadi ko-enzim
yang diperlukan dalam reaksi DNA, untuk proses pembelahan sel (pertumbuhan).
FMN merupakan bagian dari enzim L-asam amino oksidase yang
mengkatalis reaksi oksidasi L-alfa-asam amino dan L-alfa-asam hidroksi menjadi
asam alfa-keto. Sedangakan FAD merupakan bagian dari enzim: suksinat
dehidrogenase, xantin oksidase, glisin oksidase, lipoil dehidrogenase,
NAD+ -sitokrom-c oksidasse, dan D-asam amino oksidase.
3. Niasin (Asam Nikotinad dan Nikotinamid)
Niasin kadang-kadang disebut juga vitamin B3; nama lainnya adalah asam
nikotinat, nikotinamid, niasinamid, dan pellagra preventive (PP) factor. Vitamin
ini diperlukan dalam metabolisme pelepasan energi dari karbohidrat, lemak atau
protein; serta dalam sintesis protein, lemak dan pentose serta DNA. Serelia,
daging, ikan, unggas, sayuran dan kacang-kacangan merupakan bahan pangan
sumber niasin.
Niasin dapat disintesis dari asam amino triptofan. Sebanyak 60 mg
triptofan ekivalen dengan 1 mg niasin. Untuk konversi triptofan menjadi niasin
diperlukan peranan tiamin, piridoksin, riboflavin dan biotin.
Seperti telah disebutkan di atas, niasin merupakan bagian dari ko-enzim
NAD+ (nikotinamid adenine dinukleotida) dan NADP (nikotinamid adenine
dinukleotida fospat) dari enzim dehidrogenase, yang diperlukan sebagai katalis
reaksi transfer hydrogen.
Defisiensi niasin akan menimbulkan penyakit pellagra, yang gejalanya
muncul pada kulit, saluran pencernaan, dan system syaraf pusat. Tiga gejala
pellagra adalah: dermatitis, diare dan depresi. Pada hewan percobaan penyakit ini
disebabkan karena tidak adanya keseimbangan asam amino dalam tubuh (amino
acid imbalance), yaitu defisiensi akan lisin dan triptofan kelebihan leusin. Pasien
pellagra menderita sakit pada tenggorokan, lidah dan mulut, serta dermatitis pada
tangan, lengan, siku, kaki dan leher. Awalnya kulit berwarna merah, bengkak dan
lunak, kemudian luka dan bersisik.
97
4. Asam Folat (Folasin)
Asam folat dikenal juga sebagai vitamin M, vitamin Bc, Adermin, factor U
dan L.casei factor. Vitamin ini mengandung asam p-amino-benzoat dan asam
glutamate. “ Wheat germ” (gandum yang dikecambahkan), hati, ginjal, khamir
(yeast) dan jamur (mushrooms), dapat digunakan sebagai sumber asam folat.
Asam folat berperan dalam semua reaksi biologis yang menyangkut
transfers grup metal, misalnya: pembentukan serin dan histidin, pembentukan
kholin dari etanolamin, dan pembentukan metilnikotinamid (bentuk eskresi asam
nikotinat). Fungsi asam folat adalah sebagai berikut: (a) mempercepat proses
pembelahan sel, (sel darah merah/ putih atau sel permukaan usus);
(b) sintesis purin, adenine, guadin, pirimidin, sitosin, serta timin dan asam nukleat
(DNA, RNA), dalam hal ini asam folat bertindak sebagai ko-enzim; (c) konversi
(oksidasi) fenil alanin menjadi tirosin, serta oksidasi dan dekarboksilasi tirosin;
(d) pembentukan grup forfirin, untuk sintesis hemoglobin, dan (e) metabolisme
asam lemak rantai panjang (LCFA, long chain fatty acids) di dalam otak.
Defisiensi asam folat dapat menyebabkan timbulnya anemia (sebagai
akibat pembelahan sel darah merah terlambat), penyakit infeksi, dan radang pada
persendian.
5. Piridoksin (Vitamin B6)
Terdapat tiga bentuk vitamin B6 yang aktif yaitu:
(1) Piridoksol (piridoksin)
(2) Piridoksal
(3) Piridoksamin, yang kemudian diubah menjadi piridoksal fosfat atau
piridoksamin fosfat sebagai ko-enzim.
Konversi senyawa-senyawa tersebut memerlukan vitamin B lain (niasin
dan riboflavin). Elemen Zn atau Mg mengkatalisis pembentukan ko-enzim
tersebut di dalam hati. Fungsi utama piridoksin adalah dalam metabolisme
protein, dimana vitamin ini sangat diperlukan untuk proses transaminasi dan
deaminasi serta dekarboksilasi asam-asam amino. Misalnya, perubahan triptofan
menjadi serotonin, tirosin menjadi norepinefrin dan histidin menjadi histamin,
memerlukan proses dekarboksilasi.
98
Fungsi piridoksin lainnya adalah : telibat dalam sintesis niasin dari triptofan,
dan dalam produksi precursor asam nukleat, dalam sintesis heme (untuk produksi
hemoglobin) yang diperlukan untuk berfungsinya system syaraf pusat. Defisiensi
piridoksin dapat menyebabkan kadar lisin serta hormon pertumbuhan menurun.
Bahan pangan sumber piridoksin adalah: daging, ikan, unggas, hati, serealia yang
tidak disosoh (whole grain), kuning telur, buah-buahan (pisang, alvokat) dan
kentang.
6. Asam Pantotenat ( Vitamin B5)
Asam pantotenat dikenal pula sebagai pantotheine, pantothenol, atau
anti-chrommotricillia factor. Bahan pangan sumber vitamin ini antara lain daging,
ikan dan serealia. Defisiensi vitamin ini dapat menyebabkan rendahnya daya
tahan tubuh terhadap infeksi.
Fungsi utama asam pantotenat adalah sebagai bagian koenzim A (CoA)
yang diperlukan dalam proses biokoimia dalam tubuh, misalnya siklus krebs,
sintesis lemak, pembentukan cincin forfirin (untuk pembentukan hemoglobin),
stimulasi antibody, dan sintesis kolestrol.
7. Biotin
Dikarenakan dalam putih telur terdapat avidin yang dapat mengikat biotin,
maka vitamin biotin sendiri sering kali disebut “anti-egg white injury factor”.
Selain itu, biotin disebut juga sebagai vitamin H atau bios H.
Biotin berfungsi sebagai ko-enzim dari empat macam enzim yang
mengkatalisis reaksi: transfer CO2 (karboksilat), sintesis asam lemak, oksidasi
asam lemak dan oksidasi karbohidrat. Selain itu biotin juga menstimulir sintesis
protein, tersangkut dalam proses deaminasi asam amino, sintesis asam nikotinat,
sintesis enzim amylase serta pembentukan antibody.
Defisiensi biotin dapat menimbulkan dermatitis, nafsu makan menurun,
mual-mual (nausea) dan depresi mental. Bahan pangan sumber biotin antara lain:
ginjal, hati, mentega, kacang (peanut butter), kuning telur, khamir (yeast), sayuran
dan kacang-kacangan.
99
8. Vitamin B12 (Kobalamin)
Vitamin B12 mengandung element kobalt (Co) yang jumlahnya sektar 4%
di tengah-tengah molekul kompleks yang disibut “corrinoid”, maka vitamin B12
disebut juga kobalamin. Sianokobalamin yang dapat diperoleh dari hasil sintesis
oleh bakteri, mempunyai grup sianida yang terletak di dekat Co. Bila sianida
tersebut digantikan oleh grup hidroksil, maka molekulnya disebut
hidroksikobalamin, sedangkan bila digantikan oleh grup metal disebut
metilkobalamin, misalnya yang terdapat dalam produk susu.
Vitamin B12 dikenal juga dengan nama lain “antipernicious anemia
factor”, “erythrocyte maturation factor” atau “animal protein factor (APF)”.
Vitamin B12 hanya terdapat dalam bahan pangan hewani, seperti daging, hati dan
ginjal, sedangkan sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian bukan merupakan sumber
vitamin B12.
Vitamin B12 yang terdapat dalam bahan pangan nabati adalah hasil
sintesis oleh bakteri. Contonya vitamin B12 yang terkandung dalam tempe
kedelai adalah hasil sintesis bakteri Klebsiella pneumonia yang mengkontaminasi
kedelai. Sianokabalamin stabil terhadap asam dan pengaruh oksidasi, tetapi dapat
rusak oleh alkali. Sekitar 70% vitamin B12 yang terkandung dalam makanan
hewani dapat dipertahankan selama pengolahan.
Di dalam jaringan tubuh vitamin B12 terdapat sebagai ko-enzim, dimana
grup sianida atau hidroksil dari molekulnya digantikan oleh adenosine. Ko-enzim
tersebut dibentuk dari vitamin B12 dengan bantuan niasin, riboflavin dan elemen
mangan (Mn), dan disebut sebagai “cobamide coenzyme”.
Vitamin B12 berfungsi untuk pertumbuhan yang normal, untuk
memelihara kesehatan jaringan syaraf, dan untuk pembentukan sel-sel darah
merah normal (berperan dalam sintesis DNA yang berguna untuk replikasi sel).
Defisiensi vitamin B12 dapat menimbulkan anemia, yang dikenal sebagai
“pernicious anemia”. Hal ini dapat disebabkan karena konsumsi bahan pangan
hewani kurang, atau karena adanya gangguan dalam proses penyerapan vitamin
B12, (misalnya akibat defisiensi factor “intrinsic”).
Anemia akibat defisiensi vitamin B12 ditandai oleh terdapatnya sel-sel
darah merah yang berukuran besar (megaloblast atau macrocytes). Didalam
100
sum-sum tulang dibentuk erythroblast, yaitu cikal bakal sel darah merah. Vitamin
B12 ko-enzim menyediakan grup metil untuk sintesis DNA. Bila defisiensi
vitamin B12, DNA tidak diproduksi, maka akibatnya sel-sel darah merah tidak
dapat dibelah dua. Dikarenakan produksi RNA (yang berguna untuk sintesis
protein) dan sintesis protein terus berlanjut, akibatnya sel-sel darah merah
ukurannya bertambah besar, yang disebut sebagi megaloblast (macrocytes).
F. Vitamin C (Asam Askorbat)
Vitamin C dikenal juga dengan nama lain yaitu “cevitamic acid”,
“antiscorbutic factor” dan scurvy preventive dietary essential”. Terdapat dua
bentuk molekul vitamin C aktif, yaitu bentuk tereduksi (asam askorbat) dan
bentuk teroksidasi (asam dehidro askorbat). Bila asam dehidroskobat teroksidasi
lebih lanjut akan berubah menjadi asam diketoglukonat yang tidak aktif secara
bologis.
Manusia lebih banyak menggunakan asam askorbat dalam bentuk-L,
bentuk D-asam askorbat banyak digunakan sebagai bahan pengawet (daging),
sehingga untuk mencegah penggunaannya sebagai vitamin, pada labelnya ditulis
sebagai “asam eritrobat”. Manusia tidak dapat mensintesis asam askorbat dalam
tubuhnya karena tidak mempunyai enzim untuk mengubah glukosa atau galaktosa
menjadi asam askorbat, sehingga harus disuplai dari makanan.
Terdapat lima macam fungsi vitamin C yang utama, yaitu:
(a) Pembentukan kolagen dalam jaringan pengikat. Kolagen adalah protein
yang merupakan komponen semua jaringan pengikat dan juga merupakan
komponen kulit, tulang rawan, gigi, dan jaringan bekas luka serta
melengkapi struktur kerangka tulang. Dalam pembentukan kolagen,
vitamin C bertindak sebagai katalisator reaksi hidroksilasi perubahan lisin
dan prolin (di dalam tropokolagen) menjadi hidroksi-lisin dan
hidroksi-prolin (di dalam serat kolagen).
(b) Pembentukan gigi. Kualitas struktur gigi tergantung pada status vitamin C
pada periode pembentukan gigi. “Odontoblast” (lapisan gigi) tidak akan
terbentuk secara normal bila kekurangan vitamin C.
(c) Metabolisme tirosin. Vitamin C berperan dalam metabolisme tirosin (reaksi
hidroksilasi). Dikarenakan tirosin adalah precursor tiroksin (hormon
101
kelenjar gondok/tiroid), maka vitamin C secara tidak langsung bersangkut
pada fungsi kelenjar gondok.
(d) Sintesis neurotransmitters. Di dalam otak, dua dari sekian banyak
neurotransmitters yang diperlukan untuk transfer implus syaraf dari satu sel
ke sel yang lainnya hanya dapat berfungsi apabila terdapat sejumlah vitamin
C yang cukup. Vitamin C diperlukan untuk mengubah tirosin menjadi
norepinefrin dan triptofan menjadi serotonin. Kekurangan produksi
senyawa-senyawa tersebut akan menyebabkan timbulnya kelelahan dan
lemah badan (terjadi pada orang yang menderita scorbut/scurvy)
(e) Penggunaan Fe, Ca, dan folasin. Karena vitamin C merupakan reduktor,
maka di dalam usus zat besi (Fe) akan dipertahankan tetap dalam bentuk
ferro sehingga lebih mudah diserap. Demikian juga vitamin C membantu
transfer Fe dari darah ke hati, serta mengaktifkan enzim-enzim yang
mengandung Fe. Vitamin C membantu penyerapan kalsium (Ca) dengan
cara terbentuknya kompleks Ca dengan senyawa lain yang bersifat tidak
larut dan sulit untuk diserap oleh usus. Vitamin C mengkatalisis perubahan
folasin (asam folat) inaktif menjadi bentuk aktifnya. Karena asam folat
berfungsi anatara lain untuk mencegah timbulnya anemia (menormalkan
proses pembelahan sel darah merah), maka vitamin C efektif dalam
mencegah timbulnya anemia pada bayi.
Oleh karena vitamin C berfungsi untuk mempertahankan integritas kapiler,
maka defisiensi vitamin C dapat mengakibatkan timbulnya penyakit scorbut
(scurvy), dengan gejala awal berupa gusi berdarah dan “pintpoint hemorrhage”
(bercak-bercak merah pada kulit) sebagai akibat pecahnya urat darah kapiler di
bawah kulit.
Bila difisiensi berlanjut maka sintesis kolagen terhambat. Sehingga
pendarahan berlanjut; otot (termasuk otot jantung) melemah, kulit menjadi kasar,
kecoklatan dan kering, luka sulit disembuhkan; pembentukan tulang terhambat,
ujung tulang melunak dan berasa sakit, gigi mudah tanggal, serta dapat
mengakibatkan defisiensi zat besi yang berlanjut dengan timbulnya anemia
(anemia zat besi).
102
Soal latihan :
1. Jelaskan perbedaan sifat vitamin larut air dan vitamin larut lemak
2. Jelaskan penyebab terjadinya defisiensi vitamin
3. Jelaskan peranan masing-masing vitamin (A, D, E, K, B, dan C) dalam
tubuh
4. Sebutkan bahan makanan sumber-sumber masing-masing vitamin (A, D, E,
K, B, dan C)
5. Sebutkan penggolongan vitamin B
103