Harta kena zakat, perspektif fiqih kontemporer

Post on 25-Jun-2015

4.070 views 0 download

Transcript of Harta kena zakat, perspektif fiqih kontemporer

FIQIH ZAKAT, FIQIH ZAKAT, PERSPEKTIF KLASIK DAN PERSPEKTIF KLASIK DAN

KONTEMPORERKONTEMPORERAhmad Zahro al-HasaniyAhmad Zahro al-Hasaniy

Prspektif KlasikPrspektif Klasik

• Beternak ikan bandeng untuk keperluan sehari-hari tidak wajib dizakati, sebab tidak memenuhi persyaratan zakat tijarah

• Adapun contoh peternakan hewan bukan zakawi tetapi wajib dizakati ialah peternakan bandeng dengan sengaja diperdagangkan dan telah memenuhi syarat-syarat yang lain. Pengambilan dalil dari al-Muhazzab juz I/159:

Perspektif KlasikPerspektif Klasik

• Perkebunan tebu untuk keperluan hidup sehari-hari tidak wajib dizakati karena tidak memenuhi persyaratan tijarah

• Adapun contoh penanaman tanaman bukan zakawi tetapi wajib dizakati, ialah tanaman tebu yang ditujukan untuk diperjualbelikan.

• Pengambilan dalil antara lain dari Busyra al-Karim juz II/50

Perspektif KlasikPerspektif Klasik

• Usaha perhotelan untuk keperluan hidup sehari-hari tidak wajib dizakati

• Contoh usaha perhotelan dan usaha semisal yang wajib dizakati ialah usaha perhotelan yang hasilnya pertahun telah memenuhi persyaratan tijarah.

• Pengambilan dalil antara lain dari Kifayah al-Akhyar juz I/178:

Perspektif KlasikPerspektif Klasik

• Sesuai dengan ketentuan Kutubul Fiqh (kitab-kitab fiqih-pen.), maka Mal Zakawi tidak dapat dikembangkan macam-macamnya, kecuali dengan cara menjadikan tijarah.

• Pengambilan dalil antara lain dari Fath al-Wahhab juz I/112

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Keputusan-keputusan tersebut walaupun didasarkan pada teks-teks al-kutub al-mu‘tabarah namun ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab :

• Kapan kitab-kitab rujukan tersebut ditulis ?

• Apa tujuan pokok disyari‘atkannya zakat ?

• Apa dasar pertimbangan penetapan harta kena zakat oleh Rasulullah SAW. ?

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Sekedar ilustrasi: karena padi termasuk jenis penghasilan yang dikenai zakat, atau lantaran produktivitasnya rendah, sementara tebu dan cengkih tidak termasuk jenis harta kena zakat, atau karena produtivitasnya tinggi, kemudian para petani banyak yang beralih ke tanam tebu atau cengkih.

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Masihkah yang kaya tetap tidak wajib zakat, sedang yang tidak kaya harus dibebani zakat ? Jika fatwa demikian diteruskan, bisa berujung pada terjadinya krisis bahan pangan karena tidak ada lagi petani yang mau bertanam padi, beternak kambing dan seterusnya.

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Yang terjadi kemudian tentulah para petani tebu atau cengkih dan peternak lebah atau jangkrik menjadi orang-orang berada, sementara petani padi, peternak lembu atau kambing berkurang penghasilannya dan menjadi orang-orang berpenghasilan menengah ke bawah

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Karena lembu dan kambing termasuk binatang kena zakat, atau lantaran penghasilannya kurang menjanjikan, sedangkan lebah dan jangkrik tidak, atau karena memiliki potensi penghasilan yang prospektif, lalu para peternak ber-bondong-bondong untuk berbalik menekuni ternak lebah atau jangkrik.

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Belum lagi kalau dihubungkan dengan jenis pekerjaan lain yang sementara ini dianggap tidak termasuk penghasilan kena zakat, seperti dokter, pengacara, pejabat tinggi sipil, perwira tinggi militer, pegawai sektor basah/favorite (misalnya: telekomunikasi, pertambangan, perbankan) dan lain sebagainya.

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Secara umum hidup mereka lebih mapan dan sejahtera dibanding para petani, peternak dan pedagang. Adilkah kalau yang mapan dan sejahtera tidak wajib zakat, sedang yang tarap hidup-nya di bawah mereka (petani, peternak dan pedagang) justeru kena beban zakat ?

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Apabila harta kena zakat hanyalah terbatas pada yang eksplisit dalam nas, maka seharusnya padi, jagung, kerbau dan lain-lain tidak termasuk harta kena zakat, karena tidak mansus (termaktub dalam nas). Tetapi ternyata padi, jagung, kerbau dan lain-lain masuk katagori harta kena zakat atas dasar qiyas dengan memakai illat kemiripan jenis

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Kalau sama-sama boleh mengqiyas (yang berarti tidak tergantung lagi pada tekstual nas), mengapa hanya mengambil illat kemiripan jenis yang ternyata tidak dapat memenuhi rasa keadilan dan tujuan pokok disyari‘atkannya zakat.

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Seharusnya qiyas justru dengan menggunakan illat kemiripan potensi penghasilan dan peluang kekayaan, sehingga semua jenis pekerjaan atau usaha yang berpotensi memberi penghasilan tinggi dan membuka peluang untuk menjadi kaya, wajib dikenai zakat

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan, bahwa al-mal al-zakawy (harta kena zakat) dapat dan bahkan harus dikembangkan macamnya, baik menyangkut hasil pertanian, peternakan, profesi, maupun jasa dan sebagainya, dengan bertumpu pada pertimbangan potensi penghasilan dan peluang kekayaan, sehingga tercapailah tujuan pokok disyariatkannya zakat.

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa semua hasil tanam-tanaman dan buah-buahan yang diproduksi manusia wajib dizakati

• Semua hasil bumi wajib dizakati, tanpa ada kecuali, termasuk pula hasil yang terkena pajak, tanaman keras seperti cengkeh, tanaman rias seperti bunga anggrek, semua jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. Dan zakat hasil bumi itu berkaitan dengan masa panennya, bukan setahun sekali

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Wahbah az-Zuhailiy berpendapat, bahwa penghasilan profesi ataupun jasa wajib dikenai zakat, bahkan untuk zakat profesi tidak perlu menunggu satu tahun. Hal ini didasarkan pada illat wajibnya zakat, yaitu pertumbuhan/pertambahan, dan demi terwujudnya hikmah disyariatkannya zakat, serta mengikuti pendapat sebagian sahabat (Ibnu Abbas, Ibnu Mas‘ud dan Mu‘awiyah), sebagian tabi‘in (az-Zuhry, al-Hasan al-Basry dan Makhul), Umar bin Abdul Aziz, al-Baqir, Dawud az-Zahiry dan lain-lain

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Yusuf al-Qardawy berpendapat, bahwa orang yang berpenghasilan minimal sama dengan penghasilan petani yang wajib zakat, maka dia juga wajib zakat. Oleh karenanya, dokter, pengacara, insinyur, industriawan, para profesional dan pegawai yang berpenghasilan besar wajib mengeluarkan zakat

Perspektif KontemporerPerspektif Kontemporer

• Tidak tergambarkan di akal, bahwa Islam mewajibkan zakat kepada petani dan membiarkan pemilik (persewaan) apartemen yang penghasilannya sepuluh kali lipatnya petani, atau dokter yang penghasilan seharinya boleh jadi sama dengan penghasilan petani dalam setahun

SEKIAN DAN TERIMAKASIH

SEMOGA BERMANFAAT