Post on 03-Jul-2015
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh
jasad hidup yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia
untuk kesejahteraan hidupnya. Pest berarti hama, sedangkan cide berarti membunuh.
Pestisida digunakan sebagai pilihan utama pemberantasan organisme
pengganggu tanaman. Sebab pestisida mempunyai daya bunuh yang tinggi,
penggunaannya mudah, dan hasilnya cepat diketahui. Namun bila aplikasi kurang
bijaksana dapat menyebabkan dampak yang berbahaya bagi pengguna maupun
lingkungan.
Penggunaan pestisida kimia pertama kali diketahui sekitar 4.500 tahun yang
lalu (2.500 SM) yaitu pemanfaatan asap sulfur untuk mengendalikan tungau di Sumeria.
Sedangkan penggunaan bahan kimia beracun seperti arsenic, mercury dan serbuk timah
diketahui mulai digunakan untuk memberantas serangga pada abad ke-15. Kemudian pada
abad ke-17 nicotin sulfate yang diekstrak dari tembakau mulai digunakan sebagai
insektisida. Pada abad ke-19 diintroduksi dua jenis pestisida alami yaitu, pyretrum yang
diekstrak dari chrysanthemum dan rotenon yang diekstrak dari akar tuba Derris eliptica
(Miller, 2002). Pada tahun 1874 Othmar Zeidler adalah orang yang pertama kali
mensintesis DDT (Dichloro Diphenyl Trichloroethane), tetapi fungsinya sebagai
insektisida baru ditemukan oleh ahli kimia Swiss, Paul Hermann Muller pada tahun 1939
yang dengan penemuannya ini dia dianugrahi hadiah nobel dalam bidang Physiology atau
Medicine pada tahun 1948 (NobelPrize.org). Pada tahun 1940an mulai dilakukan produksi
pestisida sintetik dalam jumlah besar dan diaplikasikan secara luas (Daly et al., 1998).
Beberapa literatur menyebutkan bahwa tahun 1940an dan 1950an sebagai “era pestisida”
(Murphy, 2005). Penggunaan pestisida terus meningkat lebih dari 50 kali lipat semenjak
tahun 1950, dan sekarang sekitar 2,5 juta ton pestisida ini digunakan setiap tahunnya
(Miller, 2002). Dari seluruh pestisida yang diproduksi di seluruh dunia saat ini, 75%
digunakan di negara-negara berkembang (Miller, 2004).
Reaksi terhadap bahaya penggunaan pestisida kimia terutama DDT mulai
nampak setelah Rachel Carson menulis buku paling laris yang berjudul “Silent Spring”
tentang pembengkakan biologi (biological magnification) tahun 1962. Sehingga minimal
1
ada 86 negara melarang penggunaan DDT, meskipun masih digunakan di beberapa negara
berkembang untuk memberantas nyamuk malaria (Willson and Harold, 1996). Beberapa
dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia pada lahan pertanian yang telah
diketahui, diantaranya: mengakibatkan resistensi hama sasaran (Endo et al. 1988; Oka
1995), gejala resurjensi hama (Armes et al., 1995), terbunuhnya musuh alami (Tengkano
et al. 1992), meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan, gangguan kesehatan
bagi pengguna (Oka 1995; Schumutterer, 1995), bahkan beberapa pestisida disinyalir
memiliki kontribusi pada fenomena pemanasan global (global warming) dan penipisan
lapisan ozon (Reynolds, 1997).
Penelitian terbaru mengenai bahaya pestisida terhadap keselamatan nyawa dan
kesehatan manusia sangat mencengangkan. WHO (World Health Organization) dan
Program Lingkungan PBB memperkirakan ada 3 juta orang yang bekerja pada sektor
pertanian di negara-negara berkembang terkena racun pestisida dan sekitar 18.000 orang
diantaranya meninggal setiap tahunnya (Miller, 2004). Di Cina diperkirakan setiap
tahunnya ada setengah juta orang keracunan pestisida dan 500 orang diantaranya
meninggal (Lawrence, 2007). Beberapa pestisida bersifat karsinogenik yang dapat memicu
terjadinya kanker. Berdasarkan penelitian terbaru dalam Environmental Health Perspctive
menemukan adanya kaitan kuat antara pencemaran DDT pada masa muda dengan
menderita kanker payudara pada masa tuanya (Barbara and Mary, 2007). Menurut NRDC
(Natural Resources Defense Council) tahun 1998, hasil penelitian menunjukkan bahwa
kebanyakan penderita kanker otak, leukemia dan cacat pada anak-anak awalnya
disebabkan tercemar pestisida kimia. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Harvard
School of Public Health di Boston, menemukan bahwa resiko terkena penyakit parkinson
meningkat sampai 70% pada orang yang terekspose pestisida meski dalam konsentrasi
sangat rendah (Ascherio et al., 2006).
Menyadari besarnya bahaya penggunaan pestisida kimia, sehingga di beberapa
negara maju, penjualan dan penggunaan pestisida diatur oleh pemerintah. Sebagai contoh
pada tahun 1972 di Amerika Serikat dibentuk Environmental Protection Agency (EPA)
yang bertanggung jawab atas regulasi pestisida (Willson, 1996). Akan tetapi dalam
implementasinya penggunaan pestisida sulit untuk dikontrol, maka pada tahun 1979
Presiden Carter mendirikan Interagency Integrated Pest Management Coordinating
Committe untuk memberi jaminan pengembangan dan penerapan pengendalian hama
terpadu (PHT) atau Integrated Pest Management (IPM). PHT merupakan sistem yang
mendukung dalam pengambilan keputusan untuk memilih dan menggunakan taktik
2
pengendalian hama, satu cara atau lebih yang dikoordinasi secara harmonis dalam satu
strategi manajemen, dengan dasar analisa biaya dan keuntungan yang berpatokan pada
kepentingan produsen, masyarakat dan lingkungan (Kogan, 1998).
Pada tahun 1978, mulai muncul dalam beberapa publikasi istilah pertanian berkelanjutan
(sustainable agriculture), akan tetapi secara formal baru diintroduksi tahun 985 ketika
Kongres Amerika Serikat membuat undang-undang tentang aksi keamanan pangan (Food
Security Act) yang dimulai dengan program ‘Low Input Sustainable Agriculture’ (LISA)
untuk membantu para petani menggunakan sumberdaya alam secara efesien, melindungi
lingkungan dan memelihara komunitas pedesaan (McIsaac, 1994). PHT menurut Kogan
(1999) merupakan model yang paling efektif untuk menjamin program pertanian
berkelanjutan (sustainable agriculture), akan tetapi pada kenyataannya pembiayaan pada
program PHT terus menurun di seluruh dunia. Justeru sebaliknya muncul beberapa
kritikan terhadap implementasi PHT di lapangan diantaranya adalah: (1) tidak berbasis
aspek ekologi, karena penggunaan pestisida yang masih ditolerir oleh PHT tidak
kompatibel dengan pengendalian biologi seperti pemanfaatan predator dan parasitoid; (2)
berbasis pestisida; karena dalam pelaksanaannya para pengguna sering mendahulukan
penggunaan pestisida dibandingkan dengan teknologi yang lainnya, dan pelatihan-
pelatihan PHT lebih didominasi oleh tata cara aplikasi pestisida yang aman, dan (3) tidak
interdisiplin ilmu, karena hasil review Jacobsen (1997) terhadap literatur tentang PHT dari
tahun 1970 sampai 1995 ditemukan 683 artikel penelitian entomologi dan hanya 97 artikel
penelitian patologi tanaman. Lebih jauh Gray (1995) melaporkan bahwan 70% dari
kordinator PHT adalah entomologis, dan hanya 9% yang terindentifikasi sebagai ahli
gulma atau agronomis.
Dalam praktek, pestisida digunakan bersama-sama dengan bahan lain
misalnya dicampur minyak untuk melarutkannya, air pengencer, tepung untuk
mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan penyemprotannya, bubuk yang
dicampur sebagai pengencer (dalam formulasi dust), atraktan (misalnya bahan feromon)
untuk pengumpan, bahan yang bersifat sinergis untuk penambah daya racun, dsb.
Karena pestisida merupakan bahan racun maka penggunaanya perlu kehati-
hatian, dengan memperhatikan keamanan operator, bahan yang diberi pestisida dan
lingkungan sekitar. Perhatikan petunjuk pemakaian yang tercantum dalam label dan
peraturan-pearturan yang berkaitan dengan penggunaan bahan racun, khususnya pestisida.
3
I.2. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum acara kali ini, adalah :
1. Untuk mengetahui penggolongan pestisida berdasarkan jasad sasarannya.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis dari formulasi yang terdapat pada setiap
kemasan pestisida.
4
II. BAHAN DAN METODE
2.1. Waktu dan Tempat
Praktikum Pestisida dan Teknik Aplikasi dilaksanakan pada hari senin, tanggal 18
April 2011, pukul 09.00-10.40 WIB. Bertempat di Labolatorium Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya.
2.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah jenis pestisida yang sudah
disiapkan di Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas
Palangka Raya. Sedangkan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat-alat tulis.
2.3. Cara Kerja
Menginventarisasikan golongan pestisida masing-masing sesuai dengan jenis
sasarannya, kemudian masing-masing jenis formulasi yang terdapat pada setiap kemasan
pestisida.
5
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Pengamatan
Tabel Hasil Pengamatan Penggolongan Dan Formulasi Pestisida
NO GOLONGAN PESTISIDA
NAMA PESTISIDA
FORMULASI CARA APLIKASI OPT SASARAN
1 Insektisida DURSBAN 20 EC
Emulsifiable Concentrate
Disemprot 1. Ulat grayak (Spodoptera exiqua).
2. Kutu daun (Myzus persicae).
3. Belalang (Locusta migratoria)
2 Insektisida DHARMABAS 500 EC
Emulsifiable Concentrate
Disemprot 1. Wereng coklat (Nilaparvata lugens)
2. Walang sangit ( Leptocorisa oratorius)
3. P engisap daun (Helopeltis sp)
3 Insektisida INDOVIN 85 SP
Soluable Powder
Disemprot 1. Ulat grayak (Spodoptera exiqua).
2. Pengisap daun (Helopeltis sp)
4 Insektisida SUPRACIDE 25 WP
Wettable Powder
Disemprot 1. Kutu daun(Aphis porni)
2. Kumbang pemakan daun (Aulocophara sp)
3. Perusak daun (Spodoptera spp)
5 Insektisida BANCOL 5O WP
Wettable Powder
Disemprot 1. Perusak daun (Plutella xylostella)
2. Lalat daun ( Hydrellia sp)
3. Kutu daun (Myzus persicae).
6 Fungisida KUMULUS 80 WDG
Water Dispersible Granule
Disemprot 1. Antraknosa2. Penyakit
bercak daun7 Fungisida RIDOMIL 35
SDSeed Dressing
Disemprot Penyakit bulai jagung
6
8 Fungisida ANTRACOL 70 WP
Wettable Powder
Disemprot 1. Penyakit bercak daun
2. Penyakit bercak ungu
3. Penyakit busuk daun
9 Fungisida BENLATE WP Wettable Powder
Disemprot 1. Penyakit bercak daun
2. Penyakit karat daun
3. Penyakit kanker
10 Fungisida DITHANE 430 F
Fumigan Disemprot Penyakit pada tanaman kakao dan kentang yaitu penyakit busuk daun dan penyakit busuk buah
11 Herbisida RAMBO 480 AS
Aqueous Solution
Disemprot 1. Syneodralla modiflorat
2. Borariya alata 3. Agoratium
caniyodes12 Herbisida POLARIS
200/8 ASAqueous Solution
Disemprot 1. Imperata cylindrical
2. Bororia sp 3. Cyperus sp
13 Herbisida GRAMOXONE Aqueous Solution
Disemprot 1. Cyperus rotondus
2. Brachinria sp 3. Borrerta sp
14 Herbisida PATA-COL Aqueous Solution
Disemprot 1. Ageratam conyroider
2. A. haws torium 3. Axowopus
compressus15 Kompilasi
(Akarisida & Insektisida)
MITAL 200 EC Emulsifiable Concentrate
Disemprot 1. Tungau merah2. Kutu putih
16 Kompilasi (Fungisida & ZPT)
FUJIWAN 400 EC
Emulsifiable Concentrate
Disemprot 1. Tungau jingga2. padi
17 Kompilasi (Insektisida & ZPT)
REGENT 50 SC
SC Disemprot 1. Lalat Bibit2. Wereng Coklat
18 Kompilasi (Nematisida, Insektisida,
BASAMID-6 Granular Ditabur 1. Ulat Tanah2. Nematoda
7
& Fungisida)
19 Rodentisida PETROKUM RMB
RMB (umpan)
Diumpan/disebar 1. Tikus sawah (Rattus argentiventer)
2. Tikus belukar (Rattus tiomanicus)
3. Tikus20 Rodentisida MESOPHIDE
80 PP (serbuk tepung)
Dicampur dengan makanan, kemudian diumpan.
1. Tikus sawah (Rattus argentiventer)
2. Tikus semak (Rattus tiomanicus)
3. Tikus21 Rodentisida KLERAT RM-
BRMB (umpan)
Diumpan/disebar 1. Tikus sawah (Rattus argentiventer)
2. Tikus belukar (Rattus tiomanicus)
3. Tikus22 Bakterisida AGREPT 20
WPWettable Powder
Ditabur Pada tanaman Tomat Penyakit Pseudomonas
3.2. Pembahasan
3.2.1. Penggolongan Pestisida
a.Rodentisida
Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mmatikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus.
Tikus juga merupakan organisme penggangu yang bnayak merugikan
manusia. Di bidang pertanian , tikus sering menyerang tanaman
pangan ,hortikltura, dan tanaman perkebunan dalam waktu yang singkat dengan
tingkat kerugian yang besar. Berbagai stadia umur tanaman diserangnya, mulai
dari pembibitan, masa pertumbuhan sampai hasil panen yang tersimpan di
guadang. Dipeternakan , tikus sering mengambil pakan ternak. Dan, bahkan
tikus dapat menjadi sarana bagi beberapa pathogen yang dapat menimbulkan
penyakit bagi manusia dan hewan piaraan.
8
Masalahnya tikus sangat terampil menghindar terhadap setiap tindakan
pengendalian. Oleh karena itu rodentisida yang efektif biasanya dalam bentuk
umpan beracun
b. Fungisida
Fungisida adalah bahan yangmengandung senyawa kimia beracun dan
bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi atau cendawan.
Pada umumnya cendawa berbentuk eperti benang halus yang btidak
bisa dilihat dengan mata telanjang. Namun, kumpulan dari benag halus ini yang
disebut mycelium bisa dilihat dengan jelas. Miselium ini bia tumbuh diatas atau
dalam tubuh inang. Warna meselium ini ada yang putih, cokelat, hitam dan lain-
lain. Cendawan akan berkembang pesat bila kondisi sekitarnya sangat lembab,
tanah asan dan selalu basah dengansuhu sekitar 25-30 C. selain merusak
tanaman yang masih hidup cendawan juga mengahncurkan kayu bangunan.
Cendawan merusak tanaman dengan berbagai cara. Misalnya
sproranya masuk kedalam bagian tanaman lalu mengasakan pembelahan
dengancara pembesaran sel yang tidak teratur sehingga menimbulkan bisulo-
bisul. Pertumbuhan yang tidak teratur ini mengakibatkan system kerja jaringan
pengangkut air menjadi terganggu sehingga kehidupan tanaman menjadi
merana. Sebagi contoh kasus ini adalah penyakit akar gada pada kubis yang
disebabkan oleh plasmodiophora brassiceae Wor.
Secara umum gejala yang timbul akibat serangan cendawan adalah
klorosis atau perubahan warna jaringan tanaman, pembusukan akar, batang,
daun atau bagian tanaman lain , muncul bulu-bulu halus yang menutupi daun
atau batang dan sebagainya.
Untuk mengendalikan perkembang biakannya, sel-sel cendawan ini
bisa dimatikan dengan fungisida. Berdasarkan cara kerjanya mematikan sel
cendawan, fungisida dibedakan menjadi:
Fungisida kontak
Fungisida sistemik
Fungisida kontak-sistemik
Fungisida sistemik adalah senyawa kimia yang bila diaplikasikan pada
tanaman akan bertranslokasi ke bagian lain. Aplikasi dapat melalui penetrasi
9
daun, melalui tanah untuk selanjutnya diabsorbsi oleh aka, atau injeksi melalui
batang. Karena fungisida sistemik ini masuk ke jaringan tanaman, maka harus
memenuhi syarat ideal sebagi berikut.
a) Dalam tanaman inang bekerja sebagai toksikan.
b) Mengganggu metabolisme inang dan mengimbas ketahanan fisik maupun
kimia terhadap pathogen dan tidak mengurangi kuantitas maupun kuantitas
tanaman.
c) Dapat diabsorbsi scara baik dan ditranslokasikan ke tmpat patogn serta
stabil dalam tanaman inang.
d) Terhadap mamalia bertoksisitas cukup renah.
e) Mampu meningkatkan ketahanan inang.
Mengacu pada aplikasinya, fungisida bisa diberikan sebagai eradikan
dan protektan. Eradikan diaplikasikan pada saat organisme pengganggu
peneyebab penyakit (patogen0 sudah ada di dalam tanaman, atau pada saat awal
infeksi ada di permukaaan tanaman, atau sebagai gejala kerusakan sebagai
irreversible. Untuk pathogen yang masih berada dipermukaan bagian tanaman
cukup dikendalikan dengan fungisida kontak. Namun , bagi pathogen yang
btelah msuk ke dalam tanaman hanya dapat dikendalikan dengan fungsida
sistemik.
Fungisida sebagi protektan diaplikasikan pada permukaan bagian
tanaman , misalnya batang, daun dan buah sebelum terjadi infksi penyakit, atau
bahkan sebelum pathogen kontak dengan permukaan bagian tanaman. Apabila
dilihat dari fungsi kerjanya, fungisida dibedakan atas:
1. fungisidal, yaitu membunuh jamur.
2. Fungistatik, yang berarti hanya menghambat pertumbuhan jamur
3. Genestatik yang berarti mencegah terjadinya sporulasi.
Bentuk fungisida bermacam-macam. Ada yang cair untuk
penymprotan, bentuk serbuk padat untuk penyebukan dan bentuk gas untuk
fumugan. Selain untuk mengendalikan serangan cendawan di areal pertanian,
fungisida juga banyak diterapkanpada buah dn sayur pascapanen.
c.Bakterisida
10
Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun
yang bisa membunuh bakteri.
Serangan bakteri pada tanaman cukup merugikan petani. Tumbuhan
tingkat rendah yang sangat kecil inin dilihat dari bentuknya ada yang bulat,
berbentuk batang, dan spiral. Panjangnya antara 0,15 – 6 mikron dan
berkembang biak dengan membelah diri.
Dengan ukurannya yang sangaat kecil ini bakteri mudah menerobos
masuk dalam tanaman inang melalui luka, stomata, pori air, kelenjar madu dan
lentisel. Didalam tanaman, enzim bakteri akan:
memecah sel sehingga menimbulkan lubang pada bermacam-macam jaringan.
Memecah tepung menjadi gua dan menyederhanakan senyawa nitrogen yang
koplek untuk memperoleh tenaga agar bertahan hidup.
Selain itu bakteri juga menghasilkan zat racun dan zat l;ain yang
merugikan tanaman. Bahkan menghasilkan zat yang bisa merangsang sel-sel
inang membelah secara tidak normal.
Didalam tanaman, bakteri ini kana bereaksi menimbulkan penyakit
sesuai tipenya.
a. Tipe penyakit pembuluh pengangkut air
Bakteri ini memenuhi pembuluh pengangkut air dan mengakibatkan jalannya
air dari akar ke daun terhambat sehingga daun menjadi layu. Contohnya
bakteri pseudomonas solanacearum yang menyebabkan busuk cikelat pad
akentang, terung dan tomat.
b. Tipe penyakit jaringan parenkim
Dengan terserangnya jaringan parenkim akan terjadi nekrosis atau
pembusukan bagian tanaman yang terserang.
c. Tipe penyakit hiperplastis
Bakteri ini merangsang perkembangan sel tanaman lbih cepat dari biasanya
sehingga terbentuk bintil, tumor, bonggol atau pembengkakan.
Bakteri bisa menyebar melalui berbagai agen, misalnya biji, buah
umbi, batang stek, sernaggga, burung, siput, ulat manusia, kompos dan pupuk
kandang.
Bakterisida biasanya sistemik karena bakteri melakukan perusakan
dalam tubuh inang. Perendaman bibit dalam larutan bakterisida merupakan
11
salah satu cara aplikasi untuk mengendalikan pseudomonas solanaceae yang
bisa mengakibatkan layu pada tanaman famili solanaceae.
d. Insektisida
Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia
beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga.
Serangga adalah binatang yang 26% spesiesnya merugikan
manusia karena herbivora atau fitofak, sedangkan sebagian lainnya
merugikan manusia karena menyebarkan penyakit pada manusia dan
binatang ternak. Walaupun demikian ada pula serangga yang sangat penting
misalnya serangga penyerbuk (pollinator), pengurai (decomposer), predator
dan parasitoid pada serangga lain, penghasil bahan berguna (lebah madu),
dan sebagainya.
Ukurannya sangat beragam. Ada yang besarnya kurang dari
0,25 mm, tetapi ada juga yang bisa mencapai 25 cm. secara umum tubuh
serangga terdiri dari kepala, dada dan perut. Pada dadanya terdapat 6 ruas
kaki yang dapat bergerak.
Serangga menyerang tanaman atau ternak untuk memperoleh
makanan dengan berbagai cara, sesuai tipe mulutnya:
Menggigit dan mengunyah, misalnya jangkrik, ulat, dan belalang. Dengan
mulutnya ini serangga dapat menggigit dan mengunyah bagian luar
tanaman, mengugurkan daun tanaman, membuat lubang terowongan ke
dalamnya, atau memakan buah
Menusuk dan menghisap cairan tanaman, misalnya aphis,wereng, kutu
perisai, kutu daun, kupu-kupu penusuk buah dan thrips
Menghisap, misalnya kupu-kupu dan ngengat. Binatang ini tidak merugkan
sebatas yang dihisap hanya nectar atau madu dari bunga. Akan tetapi
kebanyakan pada tingkat dewasa menjadi hama yang serius.
Mengunyah dan menjilat. Serangga bertipe mulut ini umumnya tidak
merugikan manusia, justru memberi keuntungan , misalnya lebah.
Memarut dan menghisap dilakukan oleh thrips atau tungau. Jaringan
tanaman yang di parut dengan paruhnya sehingga keluar cairan untuk
dihisapnya. Jaringan yang terserang oleh hama ini senderung berwarna
putih kemudian megarat.
12
Salah satu kesulitan pengendalian serangga adalah sifat
serangga yang mudah menyesuaikan diri dengan keadaan sekitarnya.
Sebagai contoh walaupun tanaman ksukaannya tidak ada, serangga masih
bertahan hidup dengan memakan jenis tanaman apa saja yang ada.
Seraangga juga tidak hanya menyerang tanaman di lahan pertanian, tetapi
ada beberapa jenis yang menjadi hama gudang.
Untuk membunuh serangga, inektisida nmasuk dalam tubuh
serangga melalui lambung, kontak, dan alat pernapasan.
a. Insektisida dapat meracuni lambung (stomach poisons) bila insektisida
masuk dalam tubuh bersama bagian tanaman yang dimakannya. Akibatnya
alat pencernaan akan terganggu. Insektisida seperi ini sangat efektif untuk
mengendalikan serangga yang mulutnya bertipe pengigit dan pengunyah.
b. Insektisida kontak (contac poisons) akan masuk tubuh serangga melalui
kutikulanya.
c. Insektisida masuk ke tubuhnya melalui pernapasan. Sebagiai fumigasi hama
gudang dapat mematikan hama yang menhisap gas beracun dari fumigant.
Sedangkan dilihat dari cara kerjanya, insektisida dibedakan atas
peracun fisik, peracun protoplasma, dan peracun pernapasan.
a) Insektisida peracun fisik akan menyebabkan dehidrasi, yaitu keluarnya
cairan tubuh dari dalam tubuh serangga.
b) Insektisida peracun protoplasma dapat mengendapkan protein dalam tubuh
serangga.
c) Insektisida peracun pernapasan dapat menghambat aktifitas enzim
pernapasan.
b. Herbisida
Herbisida (dari bahasa inggris, herbicide) adalah senyawa atau
material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau
memberantas tumbuhan yang menyebabkan penurunan hasil (gulma). Lahan
13
pertanian biasanya ditanami sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun
demikian tumbuhan lain juga dapat tumbuh di lahan tersebut. Karena
kompetisi dalam mendapatkan hara di tanah, perolehan cahaya matahari, dan
atau keluarnya substansi alelopatik, tumbuhan lain ini tidak diinginkan
keberadaannya. Herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian
tumbuhan "asing" ini. Kehadiran gulma dalam lahan pertanian sangat tidak
diharapkan karena akan menyaingi tanaman yang ditanam dalam memperolah
unsure hara, air dan matahari. Akibat dari serangan gulma dapat menurunkan
hasil panen yang cukup besar.
Berdasarkan respon terhadap herbisida dan morfologinya, gulma
digolongkan menjadi empat:
a. Gulma Rerumputan (Grasses Weeds)
Ciri gulma ini berdaun pita, perakaran serabut, batang hulat,
pipih, berlubang, atau massif. Umumnya monokotil dari keluarga poaceae.
Contohnya alang-alang, paitan, dan kawatan.
b. Gulma berdaun lebar (broad leaves)
Gulma ini merupakan tumbuhan dikotil dan paku-poakuan.
Kisalnya ceplukan, wedusan, dan sembung rambat.
c. Gulma golongan teki (sedges)
Gulma golongan inibersal dari keluarga cyperaceae, tergolong
monokotil, perakaran serabut, berdaun pita, batang bulat, segitiga, pipih,
dan massif. Daun tidak mempunyai lidah daun dan titik tumbuhnya
tersenbunyi. Misalnya teki dan udelan (cyperus kyllingia).
d. Gulma pakisan ( fern) ialah gulma yang berasal dari keluarga pakisan.
Misalnya pakis kadal ( Dryopteris aridus) dan pakis kinca (neprolepis
biserata)
14
Aplikasi herbisida biasanya ditentukan oleh stadia pertumbuhan
tanaman utama dan gulma. Untuk itu ada beberapa macam herbisida jika
dilihat dari waktu aplikasinya.
c. herbisida pratanam (preplant) diaplikasikan pada saat tanaman belum
ditanam tetapi tanah sudah dioleh.
d. Herbisida prapengolahan tanah diaplikasikan pada vegetasi secara total
agar mudah dalam pembersihan lahan.
e. Herbisida pratumbuh (pre emergence) diaplikasikan setelah benih ditanam
tetapi belum berkecambah. Gulma pun belum tumbuh.
f. Herbisida pratumbuh ( post emegence) di aplikasikan pada saat gulma dan
tanaman sudah lewat stadia perkecambahan. Jadi herbisida ini bisa
diaplikasikan saat tanaman masih muda maupun sudah tua.
Ditinjau dari cara kerjanya, herbisida dibedakan atas herbisida kontak
dan sistemik.
1. Herbisida kontak adalah mematikan jaringan gulma yang terkena.
Herbisida ini diaplikasikan dengan penyemprotan dan sangat sesuai
untuk mengendalikan gulma setahun atau gulma semusim. Misalnya
ceplukan (Physalis angulata L), wedusan atau babadotan (Angeratum
conyzoides L.) dan bayam duri (amaratus spinosa L.). gulma ini akan
mati scara keseluruhan bila kontan dengan herbisida ini. Namun, bial
diaplikasikan pada gulma tahunan yang mati hanya bagian atasnya.
Jadi hanya seperti dibabat. Sedangkan akarnya tetap hidup.
2. Herbisida sistemik diabsorbsi oleh akar atau daun masuk ke dalam
jaringan pembuluh kemudian diedarkan ke bagian lain sehingga gulma
mengalami kematian total. Maka dari itu aplikasinya dapat dengan cara
penyemprotan daun atau penyiraman ke akar tanaman. Gulma tahunan
(perennial weed) misalnya alang-alang, teki, dan sembung darta dangat
efektif dikendalikan dengan herbisida sistemik.
Pergerakan herbisida masuk kedalam tubuh tanaman dengan
dua cara kerja, yaitu selektif dan nonselektif.
15
a. Herbisida selektif walaupun diaplikasikan pada berbagai tumbuhan
tetapi hanya akan mematikan gulma dan relative tidak mengganggu
tanaman yang dibudidayakan.
b. Herbisida nolnselektif ialah herbisida yang diberikan lewat tanah atau
daun yang dapat mematiokan hamper semua jenis tumbuhan.
3.2.2. Formulasi PestisidaPestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih dahulu.
Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar,
kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Oleh
formulator baru diberi nama. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering
dijumpai yang dapat teragi menjadi padat dan cair:
a. Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates)
Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di
belakang nama dagang diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution), WSC
(water soluble concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di
muka singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya
persentase bahan aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90 persen berarti
pestisida tersebut tergolong murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri
dari tiga komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida
golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang
dapat dicampur dengan air dan akan membentuk emulsi.
b. Butiran (granulars)
Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian
sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam untuk
melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya
terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta
bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan
ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila
dibanding dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama
dagang biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible
granule).
c. Debu (dust)
16
Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan
aktif dan zat pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida
formulasi debu ini kurang banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya
berkisar 10-40 persen saja apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan
dapat mengenai sasaran (tanaman).
d. Tepung (powder)
Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas
bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75
persen). Untuk mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang
nama dagang tercantum singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water
soluble powder).
e. Oli (oil)
Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO
(solluble concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti
xilen, karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV
(ultra low volume) dengan menggunakan atomizer. Formulasi ini sering
digunakan pada tanaman kapas.
f. Fumigansia (fumigant)
Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau,
asap yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang
penyimpanan.
III. PENUTUP
3.2. Kesimpulan
17
Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus
yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini
adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman
yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya
seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang
dianggap merugikan.
Pestisida diklasifikasikan menjadi beberapa macam sesuai dengan sasaran
yang akan dikendalikan, antara lain Insektisida, Fungisida, Bakterisida, Nematisida,
Akarisida, Rodentisida, Moluskusida, Herbisida, Pestisida, Formulasi pestisida.
Kompilasi adalah senyawa yang mengandung lebih dari satu bahan aktif
beracun atau terdiri lebih dari satu penggolongan pestisida, atau dengan kata lain
gabungan dari . Beberapa nama jenis Kompilasi pestisida antara lain, FUJIWAN 400 EC,
MITAL 200 EC, Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun
yang bisa mematikan semua jenis serangga. Beberapa nama jenis insektisida antara lain,
DURSBAN * 20 EC, DHARMABAS 500 EC, INDOVIN 85 SP, SUPRACIDE 25 WP,
BANCOL 5O WP.
Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa
digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi atau cendawan. Beberapa nama jenis
Fungisida antara lain, DACONIL 75 WP, RIDOMIL 35 SD, ANTRACOL 70 WP,
BENLATE WP, DITHANE 430 F.
Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk
membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma. Beberapa nama jenis Herbisida
antara lain PATA-COL, GRAMOXONE, POLARIS 200/8 AS, RAMBO 480 AS
Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang
digunakan untuk mmatikan berbagai jenis binatang pengerat, misalnya tikus. Beberapa
nama jenis Rodentisida antara lain KLERAT RM-B, MESOPHIDE 80 P, PETROKUM
RMB
Bakterisida adalah senyawa yang mengandung bahan aktif beracun yang bisa
membunuh bakteri. Beberapa nama jenis Bakterisida antara lain, AGREPT 20 WP.
DAFTAR PUSTAKA
18
Armes, N.J., D.R. Jadhav, dan P.A. Lonergan. 1995. Insecticide resistance in
Helicoverpa (Hubner): status and prospects for its management in India. p.
522- 533. In Constable, G.A. dan N.W. Forrester (Eds.) Challenging the future:
Proceedings of the World Cotton Conference I, Brisbane, Australia, February 14- 17
1994. CSIRO, Melbourne.
Ascherio A, Chen H, Weisskopf M.G, O'Reilly E, McCullough M.L, Calle E.E,
Schwarzschild M.A, Thun M.J. 2006. Pesticide exposure and risk for
Parkinson's disease". Annals of Neurology 60 (2): 197-203.
Barbara A. C., Mary S. W. 2007. DDT and Breast Cancer in Young Women: New
Data on the Significance of Age at Exposure. Environ. Health Perspect..
Endo,S. Sutrisno, I.M. Samudra, A. Nugraha, J. Soejitno, and T. Okada.1988. Insecticide
Susceptibility of Spodoptera litura F. collected from three location in Indonesia. Seminar
BORIF, 24 June 1988. 18 p.
Gray, M. E. I995. Status of CES-IPM programs: results of a national IPM coordinators
survey. Am. Entomol. 41: 136-138.
Jacobsen, B. J. 1997. Role of plant pathology in integrated pest management. Annu.
Rev. Phytopathol. 35: 373-391.
Schopfer dan Brennicke (2005). Pflanzenphysiologie. Spektrum. Muenchen.
19