2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
Transcript of 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
1/72
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
2/72
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
3/72
PANDUAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER
UNTUK PENCAPAIAN SPM DAN MDGs
Penulis :
Sri Mastuti
Penyunting :
Theresia Erni
Desain sampul dan tata letak :
Rosalin
Dicetak di Jakarta – Juli 2014
Publikasi ini didanai oleh Department of Foreign Affairs, Trade and Development (DFATD) Canada
melalui Proyek BASICS. Sebagian atau seluruh isi buku ini, termasuk ilustrasinya, boleh diperbanyak
dengan syarat disebarkan secara gratis dan mencantumkan sumbernya. Versi elektronik dokumen ini
dapat diunduh dari situs internet www.basicsproject.or.id
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
4/72
SEKILAS TENTANG PROYEK BASICS
BASICS (Better Approaches for Service Provision through Increased
Capacities in Sulawesi) atau Peningkatan Pelayanan Dasar melalui
Pengembangan Kapasitas di Sulawesi, adalah proyek kerjasama
antara Pemerintah Kanada melalui Department of Foreign Affairs,
Trade and Development (DFATD) dengan Pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Dalam Negeri. Cowater International dipilih
sebagai penyedia bantuan teknis serta pengelola dana bantuan
dari Pemerintah Kanada sesuai kesepakatan yang dimuat dalam
dokumen Project Implementation Plan (PIP).
Sejak tahun 2009 Proyek BASICS bekerja di 10 Kabupaten/
Kota di Propinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dalamrangka berkontribusi bagi percepatan pencapaian Standar
Pelayanan Minimal (SPM) dan Tujuan Pembangunan Milenium
(Millenium Development Goals/MDGs) pada sektor kesehatan
dan pendidikan, Lima kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara
terdiri dari: Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Utara, Kab.
Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, dan Kab. Kepulauan Sangihe.
Sedangkan lima kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara
meliputi Kota Baubau, Kab. Buton Utara, Kab. Wakatobi, Kab.
Konawe Selatan dan Kab. Kolaka Utara. Pada tahun 2014, Proyek
BASISC menambah empat Kabupaten sebagai mitra kerja di
Propinsi Sulawesi Utara (Kab. Kepulauan Talaud dan Kab. Minahasa
Tenggara) dan Propinsi Sulawesi Tenggara (Kab. Bombana danKab. Konawe Utara).
Proyek BASICS mempunyai dua komponen utama. Komponen
pertama adalah pengembangan kapasitas (Capacity
Development) yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas
para pihak (eksekutif, legislatif, organisasi masyarakat sipil) di
daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan dasar kesehatan
dan pendidikan, melalui: (1) peningkatan kapasitas Pemerintah
Daerah dalam perencanaan dan penganggaran; (2) penguatan
kapasitas DPRD dalam melakukan fungsi legislasi, budgeting, dan
pengawasan terkait penyediaan pelayanan dasar yang berkualitas
bagi masyarakat; (3) penguatan kapasitas organisasi masyarakat
sipil dalam mendukung dan mengawasi kinerja penyelenggaraanpelayanan dasar kesehatan dan pendidikan di daerah; dan (4)
pengarusutamaan gender dalam perencanaan dan penganggaran
pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan.
Komponen kedua adalah BASICS Responsive Initiative (BRI)
yang merupakan dana hibah yang diberikan kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota untuk mendukung inovasi atau praktik cerdas
yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan
dasar kesehatan dan pendidikan untuk percepatan pencapaian
Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan dan pendidikan dan
Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/
MDGs).
Informasi lebih lanjut tentang Proyek BASICS dapat dilihat pada
www.basicsproject.or.id
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
5/72
iPanduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Daftar Isi
DAFTAR ISI i
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISTILAH iv
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penyusunan Panduan 3
1.3 Ruang Lingkup Panduan 3
1.4 Landasan Hukum Penyusunan Panduan 3
1.5 Proses Penyusunan Panduan 3
BAB II KONSEP GENDER DAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER 7
2.1 Konsep Gender 72.2 Anggaran Responsif Gender 8
2.2.1 Pengertian 8
2.2.2 Ciri Anggaran Responsif Gender 8
2.2.3 Prinsip Anggaran Responsif Gender 9
2.2.4 Prasyarat Anggaran Responsif Gender 9
BAB III URGENSI PPRG UNTUK PENCAPAIAN SPM & MDGs 13
3.1 Arti PPRG untuk Pencapaian SPM dan MDGs 13
3.2 Tujuan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender 17
3.3 Dasar Hukum PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs 17
BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDERUNTUK PENCAPAIAN SPM DAN MDGS 22
4.1 Kharakteristik Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
untuk Pencapaian SPM dan MDGs 22
4.2. Penerapan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
dalam Anggaran Berbasis Kinerja 24
BAB V PENGINTEGRASIAN PPRG UNTUK PENCAPAIAN SPM DAN MDGs
DALAM DOKUMEN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN 31
5.1 Analisa Gender dalam Perencanaan dan Penganggaran 31
5.2 Pengintegrasian PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs
dalam Dokumen Perencanaan Daerah 33
5.3 Pengintegrasian PPRG dalam Dokumen Penganggaran 35
BAB VI INSTRUMEN PPRG UNTUK PENCAPAIAN SPM DAN PERCEPATAN MDGS 37
6.1 Gender Analisis Pathway (GAP) 37
6.2. Gender Budget Statement (GBS) 41
6.3 Monitoring dan Evaluasi 43
DAFTAR PUSTAKA 45
LAMPIRAN 1 46
LAMPIRAN 2 49
LAMPIRAN 3 52
LAMPIRAN 4 53
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
6/72
ii Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Daftar Tabel,
Kotak & Gambar
Tabel
Tabel 1 Indeks IPM, IPG, dan IDG 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011 16
Tabel 2 Langkah-langkah Pengintegrasian Gender dalam Dokumen Perencanaan 34
Tabel 3 Langkah-Langkah Pengintegrasian Gender dalam Dokumen Penganggaran 36 Tabel 4 Matrik Gender Analysis Pathway 39
Tabel 5 Format Gender Budget Statement 42
Tabel 6 Keterkaitan GAP dan GBS 43
Tabel 7 Alur Monitoring dan Evaluasi PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan
MDGS
44
Kotak
Kotak 1 Empat Alasan Pentingnya Perencaan dan Penganggaran Responsif Gender 13Kotak 2 Dasar Hukum PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs 18
Kotak 3 Karakteristik Perencanaan dan Penganggaran Berbasis SPM, MDGs, dan
Berkesetaraan Gender
23
Kotak 4 Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah 25
Kotak 5 Contoh Isu Gender dalam SPM Bidang Kesehatan 31
Kotak 6 Contoh Isu Gender dalam SPM Bidang Pendidikan 32
Kotak 7 Langkah-Langkah PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs 37
Kotak 8 TIPS Dalam Melakukan Analisis GAP 41
Gambar
Gambar 1 Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran dengan SPM, MDGs, dan
Gender
22
Gambar 2 Konsep Kerangka Kinerja 26
Gambar 3 Ilustrasi Analisis Gender dalam Dokumen Perencanaan dan Penganggaran 33
Gambar 4 Alur Perencanaan Program dan Penganggaran 36
Gambar 5 Proses Perencanaan & Penganggaran 43
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
7/72
iiiPanduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Kata Pengantar
Proyek BASICS merupakan satu program kerjasama antara Pemerintah Kanada 1 dan PemerintahIndonesia2 untuk mendukung perbaikan pelayanan publik dalam pencapaian Standar Pelayanan
Minimal (SPM) dan Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium,
khususnya di sektor pendidikan dan kesehatan, dalam era desentralisasi. Proyek BASICS memiliki
komitmen yang kuat untuk mengarusutamakan gender dalam seluruh program dan kegiatan yang
dilakukan. Upaya tersebut sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan
strategi pengarusutamaan gender dalam pelaksanaan pembangunan yang telah memperlihatkan
kemajuan yang signifikan dalam lima tahun terakhir, baik di pusat dan daerah.
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000, pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG)
diwajibkan kepada seluruh kementerian maupun lembaga pemerintah dan non pemerintah di pemerintah
nasional, provinsi maupun kabupaten/kota untuk menyusun program dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi dengan mempertimbngkan permasalahan kebutuhan aspirasi perempuanpada pembangunan dalam kebijakan, program, dan kegiatan. Strategi tersebut dilaksanakan melalui
sebuah proses memasukkan analisa gender ke dalam program kerja pengintegrasian pengalaman,
aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan perempuan dan laki-laki dalam proses pembangunan. Terbitnya
Surat Edaran Bersama (SEB) antara Bappenas, Kementerian Keuangan, Kemneterian Dalam Negeri, dan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 3 tahun 2012 yang diikuti dengan
terbitnya Permendagri Nomor 27 Tahun 20134 semakin memperkuat landasan hukum pelaksanaan
perencanaan dan penganggaran responsif gender di tingkat pemerintah daerah.
Selama ini, masih ada anggapan bahwa melakukan analisis gender berarti menambah beban
pekerjaan. Namun, sesungguhnya perencanaan dan penganggaran rensponsif gender bukanlah
berarti melakukan dua kali perencanaan, tetapi hanya memastikan bagaimana agar perspektif gender
dapat diintegrasikan dalam setiap tahapan perencanaan dan penganggaran. Karena itulah, sebuah
perencanaan dan penganggaran responsif gender akan mendiagnosa dan memberikan jawaban yanglebih tepat kebutuhan program dan anggaran pendidikan dan kesehatan bagi perempuan dan laki-
laki, dan pada akhirnya mendukung tercapainya target indikator kinerja kegiatan yang telah ditetapkan
menuju pencapaian SPM dan MDGs.
Buku Panduan ini disusun untuk memberikan informasi dan langkah-langkah di dalam menyusun
kebijakan, program, dan kegiatan di bidang pendidikan dan kesehatan dengan pendekatan anggaran
responsif gender dalam rangka pencapaian SPM dan MDGs. Kemudian sebagai pelengkap panduan
BASICS juga menerbitkan Modul Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk
Pencapaian SPM Urusan Pendidikan dan Kesehatan.
Secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Joanne Prindivile, Bapak Timothy Babcock,
Ibu Maya Rostanty, Bapak Sahabuddin, Ibu Waode Muslihatun, dan Ibu Fanty Frida Yanti, yangtelah memberikan masukan yang berharga dalam penyusunan buku panduan ini. Semoga panduan ini
dapat memberikan manfaat dalam mengimplementasikan perencanaan dan penganggaran pelayanan
dasar pendidikan dan kesehatan yang responsif gender di daerah menuju pencapaian SPM dan MDGs.
Jakarta, Maret 2014
Bill Duggan
Project Director BASICS
1 BASICS didukung oleh Department of Foreign Affairs, Trade and Development (DFATD) dari Pemerintah Kanada
2 Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah mitra dari pihak Pemerintah Indonesia untuk BASICS.
3 Surat Edaran Bersama Menteri yaitu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pem-
berdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 270/M.PPN/11/ 2012, No.SE-‐33/MK-‐02/2012, No.050/4379A/SJ, No.SE 46/MPP-‐PA/11/2012 tentang Strategi
Percepatan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) Melalui Perencanaan Dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG)
4 Permendagri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2014
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
8/72
iv Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Daftar Istilah Analisis Gender Identifikasi secara sistematis tentang isu-isu gender
yang disebabkan karena adanya pembedaan peran
serta hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki.
Analisis gender perlu dilakukan, karena pembedaan-
pembedaan ini bukan hanya menyebabkan adanya
pembedaan diantara keduanya dalam pengalaman,
kebutuhan, pengetahuan, perhatian, tetapi juga
berimplikasi pada pembedaan antara keduanya
dalam memperoleh akses dan manfaat dari hasil
pembangunan, berpartisipasi dalam pembangunan
serta penguasaan terhadap sumberdaya
pembangunan.
Anggaran Berbasis Kinerja ABK Penyusunan anggaran yang didasarkan atas
perencanaan kinerja. ABK terdiri dari program dan
kegiatan yang akan dilaksanakan serta indikator
kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah
APBD Rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah
yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah
daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Anggaran Responsif Gender ARG Anggaran yang merespon kebutuhan, permasalahan,
aspirasi dan pengalaman perempuan dan laki-laki
yang tujuannya untuk mewujudkan kesetaraan dan
keadilan gender.
Bersifat Indikatif Data dan informasi, baik tentang sumber daya
yang diperlukan maupun keluaran dan dampak
yang tercantum di dalam dokumen rencana, hanya
merupakan indikasi yang hendak dicapai dan tidak
kaku.
Beijing Declaration and Platformfor Action BDPFA Landasan Aksi Beijing yang merupakan hasil dariKonferensi Dunia tentang Perempuan ke IV yang
diselenggarakan di Beijing dan merupakan landasan
aksi bagi Negara-negara di dunia untuk melaksanakan
CEDAW dengn fokus pada 12 area kritis untuk
melaksanaan pemberdayaan perempuan.
Convention on the Elimination
of All Forms of Discrimination
Against Women
CEDAW Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
terhadap Perempuan. Suatu instrumen internasional
yang menetapkan persamaan hak antara laki-laki
dan perempuan di semua bidang – politik, ekonomi,
sosial, budaya dan sipil. Konvensi ini ditetapkan oleh
Perserikatan Bangsa Perserikatan Bangsa-Bangsa pada
18 Desember 1979 dan mulai berlaku pada tanggal 3
Desember 1981.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
9/72
vPanduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Data Terpilah Data terpilah menurut jenis kelamin, status dan
kondisi perempuan dan laki-laki di seluruh bidang
pembangunan yang meliputi kesehatan, pendidikan,
ekonomi dan ketenagakerjaan, bidang politik dan
pengambilan keputusan, bidang hukum dan sosial
budaya dan kekerasan.
Gender Perbedaan sifat, peranan, fungsi, dan status antara
perempuan dan laki-laki yang bukan berdasarkan
pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi
sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur
masyarakat yang lebih luas. Jadi, gender merupakan
konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai
perkembangan zaman.
Gender Analysis Pathway GAP Disebut juga alur kerja analisis gender, merupakan
model/alat analisis gender yang dikembangkan oleh
Bappenas bekerjasama dengan Canadian InternationalDevelopment Agency (CIDA), dan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (KPP&PA) untuk membantu para perencana
melakukan pengarusutamaan gender.
Gender Budget Statement GBS Pernyataan anggaran responsif gender atau Lembar
Anggaran Responsif Gender adalah dokumen
pertanggungjawaban spesifik gender yang disusun
pemerintah yang menunjukkan kesediaan instansi
untuk melakukan kegiatan berdasarkan kesetaraan
gender dan mengalokasikan anggaran untuk
kegiatan-kegiatan tersebut.
Gender Development Index GDI Disebut juga Indeks Pembangunan Gender, yaitu
indikator yang dikembangkan oleh UNDP yang lebih
menaruh perhatian pada penggunaan kapabilitas
dan pemanfaatannya dalam kesempatan-kesempatan
dalam hidup. GDI mengukur pencapaian dimensi dan
variabel yang sama dengan HDI (Human Development
Index), namun menangkap ketidakadilan dalam hal
pencapaian antara perempuan dan laki-laki.
Hasil (outcome) Segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program.
Indikator Kinerja Instrumen untuk mengukur kinerja, yaitu alat ukur
spesifik secara kuantitatif dan/atau kualitatif untuk
masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan/atau
dampak yang menggambarkan tingkat capaian kinerja
suatu program atau kegiatan. Untuk mengukur output
pada tingkat Kegiatan digunakan instrumen Indikator
Kinerja Kegiatan (IKK), sedangkan untuk mengukur
hasil pada tingkat Program digunakan instrumen
Indikator Kinerja Utama (IKU).
Indeks Pemberdayaan Gender IPG Indikator komposit yang diukur melalui partisipasi
perempuan di bidang ekonomi, politik, danpengambilan keputusan.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
10/72
vi Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Indeks Pembangunan Manusia IPM Indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan
manusia yang dibangun melalui pendekatan tiga
dimensi dasar yang meliputi harapan hidup, tingkat
pendidikan, dan pendapatan.
Isu Gender Suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan
perempuan dan laki-laki atau ketimpangan gender.
Kondisi ketimpangan gender ini diperoleh dengan
membandingkan kondisi yang dicita-citakan (kondisi
normatif) dengan kondisi gender sebagaimana
adanya (kondisi subyektif).
Keadilan Gender Perlakuan adil bagi perempuan dan laki-laki dalam
keseluruhan proses kebijakan pembangunan nasional,
yaitu dengan mempertimbangkan pengalaman,
kebutuhan, kesulitan, hambatan sebagai perempuan
dan sebagai laki-laki untuk mendapat akses dan
manfaat dari usaha-usaha pembangunan; untuk ikut
berpartisipasi dalam mengambil keputusan (seperti
yang berkaitan dengan kebutuhan, aspirasi) serta
dalam memperoleh penguasaan (kontrol) terhadap
sumberdaya seperti dalam mendapatkan/penguasaan
keterampilan, informasi, pengetahuan, kredir dan lain-
lain.
Kebijakan Umum Anggaran KUA Dokumen yang memuat kebijakan bidang
pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi
yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.
Kegiatan Bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu
atau beberapa SKPD sebagai bagian dari pencapaian
sasaran terukur pada suatu program, dan terdiri dari
sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya
baik yang berupa personil (sumber daya manusia),
barang modal termasuk peralatan dan teknologi,
dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua
jenis sumber daya tersebut, sebagai masukan (input)
untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk
barang/jasa.
Kegiatan Prioritas Kegiatan yang ditetapkan untuk mencapai secara
langsung sasaran program prioritas.
Keluaran (output) Barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan, yang
dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran
dan tujuan program dan kebijakan.
Kesenjangan Gender (gender
gap)
Ketidakseimbangan atau perbedaan kesempatan,
akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara
perempuan dan laki-laki yang dapat terjadi dalam
proses pembangunan.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
11/72
viiPanduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Kesetaraan Gender Kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan
laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-
haknya sebagai manusia, agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi,
sosial budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan
nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil yang
dampaknya seimbang.
Kinerja Prestasi kerja berupa keluaran dari suatu kegiatan atau
hasil dari suatu program dengan kuantitas dan kualitas
terukur.
Millenium Development Goals MDGs Disebut juga Tujuan Pembangunan Milenium adalah
hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari
189 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang
mulai dijalankan pada September 2000, dan mencakup
delapan sasaran untuk dicapai pada 2015, yaitu: (1)
mengakhiri kemiskinan dan kelaparan, (2) pendidikan
universal, (3) kesetaraan gender, (4) kesehatan anak,
(5) kesehatan ibu, (6) , penanggulangan HIV/AIDS, (7)
kelestarian lingkungan, dan (8) kemitraan global.
Pengarusutamaan Gender PUG Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan
gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi
atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan.
Perencanaan Suatu proses untuk menentukan tindakan masa
depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan
memperhitungkan sumber daya yang tersedia.
Perencanaan dan
Penganggaran Responsif
Gender
PPRG Instrumen untuk mengatasi adanya perbedaan atau
kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat
pembangunan bagi perempuan dan laki-laki dengan
tujuan untuk mewujudkan anggaran yang lebih
berkeadilan.
Perencanaan yang Responsif
Gender
Perencanaan yang dibuat oleh seluruh lembaga
pemerintah, organisasi profesi, masyarakat dan
lainnya yang disusun dengan mempertimbangkan
empat aspek seperti: peran, akses, manfaat dan kontrol
yang dilakukan secara setara antara perempuan danlaki-laki. Artinya adalah bahwa perencanaan tersebut
perlu mempertimbangkan aspirasi, kebutuhan
dan permasalahan pihak perempuan dan laki-laki,
baik dalam proses penyusunannya maupun dalam
pelaksanaan kegiatan.
Program Bentuk instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih
kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD atau masyarakat,
yang dikoordinasikan oleh pemerintah daerah untuk
mencapai sasaran dan tujuan pembangunan daerah.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
12/72
viii Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Rencana Kerja Dokumen rencana yang memuat program dan
kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran
pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan
kerangka anggaran.
Rencana Kerja dan Anggaran RKA Dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi
rencana pendapatan, rencana belanja program dan
kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai
dasar penyusunan APBD.
Rencana Kerja Pembangunan
Daerah
RKPD Dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu)
tahun atau disebut dengan rencana pembangunan
tahunan daerah.
Rencana Kerja RENJA Dokumen perencanaan SKPD untuk periode 1 (satu)
tahun.
Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah
RPJMD Dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima)tahun.
Rencana Strategis RENSTRA Dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima)
tahun.
Responsif Gender Perhatian dan kepedulian yang konsisten dan
sistematis terhadap perbedaan-perbedaan
perempuan dan laki-laki di dalam masyarakat yang
disertai upaya menghapus hambatan-hambatan
struktural dan kultural dalam mencapai kesetaraan
gender.
Sasaran Target atau hasil yang diharapkan dari suatu program
atau keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan.
Standar Pelayanan Minimal SPM Ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal.
Stranas
PPRG
Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan
Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Yang
Responsif Gender
Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD Perangkat Pemerintah Daerah (Provinsi maupun
Kabupaten/Kota) yang bertugas membantu
penyusunan kebijakan, koordinasi, dan pelaksanaan
kebijakan yang menjadi urusan daerah. Ke dalam SKPD
termasuk Sekretariat Daerah, Staf-staf Ahli, Sekretariat
DPRD, Dinas-dinas, Badan-badan, Inspektorat Daerah,
lembaga-lembaga daerah lain yang bertanggung
jawab langsung kepada Kepala Daerah, Kecamatan-
kecamatan (atau satuan lainnya yang setingkat), dan
Kelurahan/Desa (atau satuan lainnya yang setingkat).
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
13/72
ixPanduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Pengarusutamaan Gender adalah
strategi untuk menghilangkan
hambatan yang menyebabkan
tidak tercapainya kesetaraan dankeadilan gender.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
14/72
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
15/72
1Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar BelakangIndonesia merupakan salah satu negara yang ikut menandatangani Convention on the Elimination
of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) pada tahun 1980 yang dengan tegas
menolak segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Sebagai wujud komitmen tersebut,
Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi CEDAW5 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan. Kemudian pada tahun 1995, Indonesia juga mendukung Beijing Platform for Action
(BPFA)6 atau Landasan Aksi Beijing.
Komitmen internasional dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan juga tertuangdalam Millenium Development Goals (MDGs)7 atau Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun
2000 yang merupakan deklarasi bersama dari 189 negara yang berkomitmen untuk bersama-
sama mewujudkan pembangunan yang berpusat pada kesejahteraan manusia dengan 8 tujuan
utama. Tujuan ke-3 MDGs secara khusus mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan. Tujuan MDGs lainnya terkait dengan pengurangan kemiskinan, pendidikan,
kesehatan ibu dan anak, penanggulangan penyakit menular, kelestarian lingkungan hidup, dan
mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Indonesia merupakan salah satu
negara yang ikut menandatangani Deklarasi Milenium tersebut. Dengan demikian, Pemerintah
Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan demi meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan menghormati prinsip kesetaraan gender.
Dalam rangka mempercepat pencapaian MDGs pada tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah
menetapkan Standar Pelayanan Minimal bagi pelayanan dasar. Standar Pelayanan Minimalyang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sampai
dengan tahun 2011 telah ditetapkan Standar Pelayanan Minimal dari 13 Kementrian/Lembaga
yang selanjutnya menjadi pokok-pokok acuan bagi pemerintah daerah dalam penerapan SPM.
Peraturan tentang SPM yang dikeluarkan Kementrian/Lembaga tersebut menjadi bagian yang
tidak terpisahkan dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, dan
pertanggungjawaban di daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada
masyarakat dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Tantangannya kemudian adalah
memastikan bahwa pelayanan dasar yang diberikan oleh Pemerintah dapat dirasakan manfaatnya
baik oleh laki-laki maupun perempuan sesuai dengan kebutuhan dan pengalamannya.
5 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) adalah suatu instrumen standar internasional yang diadopsi oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada 18 Desember 1979 dan mulai berlaku pada tanggal 3 Desember 1981. CEDAW menetapkan secara universal prinsip-prinsip persamaan hak an-
tara laki-laki dan perempuan. Konvensi menetapkan persamaan hak untuk perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, di semua bidang – politik, ekonomi,
sosial, budaya dan sipil. Lihat http://cedaw-seasia.org/docs/indonesia/CEDAW_text_Bahasa.pdf.
6 Beijing Declaration and Platform For Actions atau biasa disebut Beijing Platform for Actions (BPFA) merupakan rekomendasi dan hasil Konferensi tingkat Dunia
tentang Perempuan ke IV yang diselenggarakan di Beijing, China, pada tahun 4-15 September 1995. Konferensi yang bertema : Persamaan, Pembangunan, Per-
damaian ini telah menghasilkan sejumlah rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh negara-negara anggota PBB dalam upaya meningkatkan akses dan kontrol
kaum perempuan atas sumber daya ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
7 MDGs merupakan Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan
pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan mas-
yarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189
negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT ) Milenium di New York pada bulan Septem-
ber 2000.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
16/72
2 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Sejak tahun 1997 Indonesia telah berkomitmen untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan
gender yang tertuang sebagai salah satu tujuan dari GBHN 1997-2002. Namun komitmen tersebut
mengalami beberapa kendala dalam implementasinya, karena masih banyak yang memaknai
komitmen tersebut sebagai pengalokasian program khusus bagi perempuan. Hal ini berdampak
pada munculnya resistensi dan kesalahpahaman tentang upaya tersebut. Oleh karenanya
kemudian dikenalkanlah strategi pengarusutamaan gender (PUG).Strategi ini dituangkan dalam
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam PembangunanNasional, yang ditujukan kepada seluruh instansi pemerintah, swasta dan masyarakat baik di
pusat dan di daerah.
Kemudian untuk memastikan pelaksanaanya PUG di daerah, dikeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 (yang kemudian disempurnakan dan diperbaiki melalui
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011) tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah. Bahkan pada tahun 2012 Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menerbitkan Surat Edaran
Nomor : 270/M.PPN/11/2012, Nomor : SE-33/MK.02/2012, Nomor: 050/4379A/SJ, dan Nomor: SE
46/MPP-PA/11/2012 Tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender Melalui
Perencanaan dan Penganggaran Yang Responsif Gender (Stranas PPRG).
Penerapan perencanaan dan penganggaran responsif gender menunjukkan komitmen
pemerintah terhadap kondisi dan situasi kesenjangan perempuan dan laki-laki yang masih terjadi,
sekaligus juga melaksanakan konvensi internasional yang telah diratikasi (seperti CEDAW) dan
kesepakatan internasional yang sudah ditandatangani (seperti Landasan Aksi Beijing dan MDGs).
Persoalannya inisatif untuk melaksanakan berbagai komitmen dan kebijakan tersebut masih
dilakukan secara terpisah dan belum terintegrasi. Hal ini tak jarang berdampak pada tingkat
efisiensi dan efektifitas pencapaian hasil dari masing-masing komitmen. Padahal banyak inisiatif
dan alat-alat yang telah dikembangkan untuk masing–masing isu yang sering menguras tenaga,
waktu dan biaya yang tidak sedikit.
Upaya untuk mengintegrasikan sesungguhnya sudah dimulai dengan dikeluarkannya Petunjuk
Pelaksanaan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender bagi Pemerintah Daerah yangterlampir dalam Stranas PPRG. Disini ada upaya mengintegrasikan PPRG untuk pencapaian MDGs.
Sementara tentang SPM juga telah disinggung namun baru sebatas sebagai salah satu fokus
dari pelaksanaan PPRG pada program dan kebijakan untuk penyelenggaraan pelayanan kepada
masyarakat.
Upaya lain juga tampak pada Permendagri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah tahun 2014. Dalam bagian penjelasan dalam
Permendagri ini juga diamanahkan agar memprioritaskan belanja untuk pelaksanaan urusan wajib
agar sesuai dengan SPM yang telah ditetapkan. Selain itu juga diamanahkan untuk melakukan
perencanaan dan penganggaran responsif gender. Namun Kementrian Dalam Negeri dalam hal
ini Direktorat Jenderal Keuangan Daerah tidak mengatur lebih lanjut bagaimana SPM dan PPRG
ini dilakukan dan dapat saling menguatkan. Padahal berdasarkan pengalaman BASICS dan paramitra kerja di daerah untuk penyusunan perencanaan dan penganggaran responsif gender dalam
rangka percepatan pencapaian SPM dan MDGs dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan
khusus.
Oleh karena itu BASICS terpanggil untuk berkontribusi dengan mendokumentasikan instrumen
dan pengalaman yang digunakan dalam mendampingi mitra kerja di daerah dalam melakukan
PPRG untuk pencapaian SPM dan Percepatan MDGs. Panduan ini berupaya mengintegrasikan
SPM, MDGS dan gender dalam menyusun perencanaan dan penganggaran, sehingga dapat
berkontribusi dalam mendorong mekanisme dan sistem perencanaan dan penganggaran yang
lebih baik.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
17/72
3Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
1.2 Tujuan Penyusunan Panduan Tujuan dari penyusunan Panduan ini adalah untuk:
1. Memberikan pedoman bagi para perencana dalam menyusun Anggaran Responsif Gender
(ARG), khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan, dalam upaya pemenuhan SPM
pendidikan dan kesehatan serta pencapaian MDGs.
2. Memampukan para perencana untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap
tahap perencanaan dan penganggaran, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan.
1.3 Ruang Lingkup PanduanRuang lingkup dari Panduan ini dibatasi pada perencanaan dan penganggaran responsif gender
(PPRG) di bidang pendidikan dan kesehatan, dengan menggunakan:
1. Teknik Gender Analysis Pathway (GAP); dan
2. Teknik penyusunan Gender Budget Statement (GBS).
Dalam panduan ini diulas bagaimana melakukan perencanaan program dan kegiatan
pembangunan dalam mendorong percepatan pencapaian SPM dan MDGs Pendidikan dan
Kesehatan. Hal baru yang ditawarkan adalah bagaimana kebijakan untuk pencapaian SPM, MDGs
dan kesetaraan gender benar-benar diacu dan diterjemahkan dalam penyusunan perencanaan
dan penganggaran. Dari sisi perencanaan dan penganggaran responsif gender (PPRG) panduan
ini menawarkan bagaimana instrumen PPRG bisa digunakan untuk mendukung pencapaian SPM
dan MDGs.
1.4 Landasan Hukum Penyusunan Panduan1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Antara
Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;
4. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalamPembangunan Nasional;
5. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Pembangunan Nasional Tahun 2010;
6. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan;
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah;
8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2013 tentang Perubahan
atas Permendiknas Nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan
Dasar;
9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2014.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/MENKES/PER/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
11. Surat Edaran Bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,
Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 270/M.PPN/11/2012, Nomor SE-33/MK-02/2012, Nomor
050/4379A/SJ, Nomor SE 46/MPP-PA/11/2012 tentang Strategi Percepatan Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
18/72
1.5 Proses Penyusunan PanduanPanduan ini disusun berdasarkan penilaian kebutuhan dalam workshop persiapan penyusunan
yang melibatkan focal point gender yang meliputi unsur Bappeda, BKBPP, Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan dan Organisasi Masyarakat Sipil dari kabupaten/kota dan provinsi wilayah kerja BASICS.
Kemudian draft panduan disusun, diujicoba secara terbatas pada Dinas Pendidikan Kota Bau-Bau
dan Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan, dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara.
Uji coba baru dilakukan untuk perencanaan dan penganggaran tahunan di sektor pendidikan dankesehatan pada program terpilih saja.
Kemudian draft panduan ini juga telah direview oleh reviewer terpilih yaitu: Ibu DR. Ir. Sulikanti,M.
Sc (Deputi PUG Bidang Ekonomi KPP dan PA), Ibu Hj. Nur Endang Abbas, SE, MSi (Kepala BPPKB
Provinsi Sultra, saat ini menjabat sebagai Kepala BKD Provinsi Sultra ), Bapak Drs. Sudjiton, M.M
(Kepala Bappeda Kota Bau Bau, sekarang menjabat sebagai Sekda Kabupaten Wakatobi), dan
Bapak Noldy Tuerah, Ph.D (Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Utara, periode 2011-2013). Selain
itu juga telah mendapat masukan dari peserta Lokakarya Nasional Pencapaian SPM melalui
Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Percepatan MDGs yang dilakukan pada
tanggal 26-28 September 2012 di Jakarta.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
19/72
Gender merupakan konstruksisosial budaya tentang peran,
perilaku, tanggung jawab,
serta karaketeristik yang dianggap
pantas untuk perempuan dan
laki-laki.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
20/72
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
21/72
7Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Bab II
Konsep Gender
dan Anggaran Responsif Gender
2.1 Konsep GenderGender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggungjawab perempuan dan laki-laki
yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial budaya masyarakat (WHO, 2010).
Istilah gender relatif baru masuk dalam khazanah pembangunan, termasuk pembangunan
kesehatan, sehingga masih banyak terjadi kerancuan dalam memahaminya apalagi
mengaplikasikannya. Kerancuan itu bermula dari pemahaman yang keliru tentang ‘gender’ yang
sering diartikan sebagai jenis kelamin, khususnya perempuan; padahal, istilah ‘jenis kelamin/ sex’
berbeda dengan gender.
Jenis kelamin mengacu pada perbedaan karakteristik biologis dan siologis yang membedakan
perempuan dan laki-laki. Jenis kelamin bersifat kodrati dan universal (berlaku di mana saja) dan
tidak bisa dipertukarkan satu sama lain. Contoh dari sifat jenis kelamin antara lain: Perempuan
dapat melahirkan, menstruasi, menyusui, laki-laki tidak; Perempuan mempunyai payudara yang
berfungsi untuk menyusui, sedangkan laki-laki tidak memilikinya; Laki-laki mempunyai jakun,
mempunyai testis, menghasilkan sperma, sedangkan perempuan tidak.
Gender mengacu pada peran, perilaku, kegiatan serta karakteristik sosial lainnya yang dibentuk
oleh suatu masyarakat atau budaya tertentu berdasarkan persepsi yang pantas untuk perempuanatau pantas untuk laki-laki. Persepsi gender dipraktikkan melalui perbedaan cara perempuan dan
laki-laki dibesarkan, diajari berprilaku, dan diharapkan untuk ‘menjadi perempuan’ dan ‘menjadi
lelaki’ menurut budaya masyarakatnya. Praktik ini direproduksi secara turun temurun.
Gender beragam, bisa berubah-ubah dan bersifat dinamis. Contohnya antara lain:
1. Beberapa pekerjaan yang dulu dianggap hanya cocok untuk laki-laki saja (seperti dokter,
pilot, montir mobil, supir, dll) atau hanya cocok untuk perempuan saja (seperti guru TK,
penjahit, juru masak, pekerja salon, dll) sekarang sudah dapat dilakukan baik oleh perempuan
maupun laki-laki.
2. Peran sebagai pencari nafkah bagi keluarga sekarang dapat dilakukan baik oleh laki-laki
maupun perempuan, demikian juga dengan peran dalam mengurus rumah tangga sertamerawat dan membesarkan anak.
3. Peran di bidang sosial kemasyarakatan dan politik yang dulu dianggap sebagai dunia laki-
laki, sekarang sudah banyak digeluti oleh perempuan. Dan tidak sedikit perempuan yang
berperan sebagai politisi, anggota legislatif, pemimpin organisasi masyarakat sipil, bahkan
pemimpian negara.
4. Perbedaan dan peran gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan
ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Namun demikian, kondisi ideal tersebut belum
tercipta karena masih terjadi ketidakadilan dan ketidaksetaraan atau diskriminasi gender.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
22/72
8 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat terjadi dalam beberapa bentuk atau manifestasi,
yakni :
1. Stereotipe, yaitu menempatkan wanita sebagai mahluk lemah, mahluk yang perlu dilindungi,
tidak penting, tidak punya nilai ekonomi, orang rumah, bukan pengambil keputusan, dan
lain-lain;
2. Subordinasi : yaitu menempatkan perempuan pada posisi di bawah laki-laki karenasteorotipnya sebagai mahluk lemah, tidak boleh mengambil keputusan dibandingkan laki-
laki, tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk bekerja atau berproduksi, pendidikan,
dan lain-lain;
3. Marginalisasi, yaitu kondisi terpinggirkan, tidak diperhatikan atau diakomodasi dalam
berbagai hal yang menyangkut kebutuhan, kepedulian, pengalaman, dan lain-lain;
4. Beban majemuk, artinya perempuan bekerja lebih beragam daripada laki-laki, dan lebih lama
waktu kerjanya, misalnya fungsi reproduktif dan peran sebagai pengelola rumah tangga,
termasuk bekerja di luar rumah;
5. Kekerasan terhadap perempuan, artinya perempuan mendapatkan serangan sik, seksual
atau psikologis tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan. Kekerasan bisa
berbentuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik, tempat kerja, atau dalam kehidupan
rumah tangga.
Untuk mengurangi bentuk ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender tersebut diatas, maka perlu
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pembuat kebijakan (policy maker) dan pelaksana
kebijakan tentang konsep dan isu gender, karena jika para pembuat dan pelaksana kebijakan
masih memiliki pola pikir, sikap dan tingkah laku yang buta gender akan menghasilkan kebijakan
netral atau bias gender karena tidak mempertimbangkan pengalaman, aspirasi, dan kebutuhan
laki-laki dan perempuan yang berbeda. Oleh karena itu, para pembuat dan pelaksana kebijakan
perlu sensitif gender agar dapat menghasilkan kebijakan, program dan kegiatan yang memastikan
laki-laki dan perempuan memperoleh keadilan dan kesetaraan dalam akses, partisipasi, kontrol
dan manfaat dalam setiap bidang pembangunan.
Isu gender dalam bidang pendidikan dan kesehatan adalah masalah kesenjangan perempuandan laki-laki dalam hal akses, peran atau partisipasi, kontrol dan manfaat yang diperoleh mereka
dalam pembangunan kesehatan. Kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara
perempuan dan laki-laki dalam upaya atau pelayanan kesehatan secara langsung menyebabkan
ketidaksetaraan terhadap status kesehatan perempuan dan laki-laki, sehingga kesenjangan
tersebut harus menjadi perhatian dalam menyusun kebijakan/program sehingga kebijakan/
program bisa lebih terfokus, e sien dan efektif dalam mencapai sasaran. Oleh karena itu, isu
kesehatan tidak boleh hanya dilihat pada masalah service delivery (penyediaan layanan) saja,
tetapi juga perlu melihat pada hubungan sosial budaya yang menyebabkan perbedaan status dan
peran perempuan dan laki-laki dan relasi antara keduanya di masyarakat.
2.2 Anggaran Responsif Gender
2.2.1 PengertianAnggaran Responsif Gender (ARG) merupakan sistem penganggaran yang mengakomodasikan
keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, berpartisipasi
dalam mengambil keputusan dan mengontrol terhadap sumber-sumber daya serta kesetaraan
terhadap kesempatan dan peluang dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan bidang
kesehatan.
2.2.2 Ciri Anggaran Responsif GenderCiri utama ARG adalah menjawab kebutuhan perempuan dan laki-laki, serta memberikan
manfaat kepada perempuan dan laki-laki secara setara. Melalui anggaran responsif gender
kesenjangan gender diharapkan dapat dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi.
Anggaran Responsif Gender dibagi atas 3 kategori, yaitu:1. Anggaran khusus target gender, yaitu alokasi anggaran yang diperuntukkan untuk
memenuhi kebutuhan dasar khusus perempuan atau laki-laki. Contoh : Program Making
Pregnancy Safer (MPS), pengadaan kondom gratis bagi laki-laki, dan lain-lain.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
23/72
9Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
2. Anggaran kesetaraan gender, yaitu alokasi anggaran untuk mengatasi masalah
kesenjangan gender. Melalui analisis gender akan diketahui adanya kesenjangan
dalam relasi antara laki-laki dan perempuan dalam akses, partisipasi, kontrol dan
manfaat terhadap sumber daya. Kategori ARG ini juga termasuk untuk alokasi program/
kegiatan untuk keperluan kebutuhan strategis gender, untuk mengejar kekurangan/
ketertinggalannya. Contoh : program beasiswa dengan kuota khusus bagi perempuan/
laki-laki untuk mencapai kesetaraan partisipasi dan manfaat dalam jenjang pendidikantertentu, suami siaga, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan laki-laki untuk daerah
terisolir, Jumantik laki-laki dan perempuan di setiap RT.
3. Anggaran pelembagaan kesetaraan gender. Merupakan alokasi anggaran untuk
penguatan kelembagaan PUG. Contoh: penyusunan pedoman PUG dan PPRG,
penyusunan profil gender, pembentukan kelompok kerja PUG.
2.2.3 Prinsip Anggaran Responsif GenderARG bekerja dengan cara menelaah dampak dari belanja suatu kegiatan terhadap perempuan
dan laki-laki, dan kemudian menganalisa apakah alokasi anggaran tersebut telah menjawab
kebutuhan perempuan serta kebutuhan laki-laki. Oleh karena itu ARG melekat pada struktur
anggaran (program, kegiatan, dan output) yang ada dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA)SKPD. Suatu output yang dihasilkan oleh kegiatan akan mendukung pencapaian hasil
(outcome) program. Hanya saja muatan subtansi/materi output yang dihasilkan tersebut
dilihat dari sudut pandang (perspektif) gender.
Dengan perkataan lain, tujuan dari ARG bukan berfokus pada penyediaan anggaran dengan
jumlah tertentu untuk pengarusutamaan gender, tapi lebih luas lagi, yaitu bagaimana
anggaran keseluruhan dapat memberikan manfaat yang adil untuk laki-laki dan perempuan.
Prinsip tersebut mempunyai arti:
1. ARG bukanlah anggaran yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan;
2. ARG sebagai pola anggaran yang akan menjembatani kesenjangan status, peran dan
tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan;
3. ARG bukanlah dasar yang “valid” untuk meminta tambahan alokasi anggaran;4. Adanya ARG tidak berarti adanya penambahan dana yang dikhususkan untuk program
perempuan;
5. Bukan berarti bahwa alokasi ARG hanya berada dalam program khusus pemberdayaan
perempuan;
6. ARG bukan berarti ada alokasi dana 50% laki-laki – 50% perempuan untuk setiap kegiatan;
7. Tidak harus semua program dan kegiatan mendapat koreksi agar menjadi responsif
gender, namun ada juga kegiatan yang netral gender
2.2.4 Prasyarat Anggaran Responsif GenderPada dasarnya setiap perencanaan dan penganggaran program diharapkan bisa menerapkan
ARG, namun demikian penerapan ARG bisa berlangsung dengan baik apabila didukung
dengan prasyarat sebagai berikut:1. Kemauan politik yang tertera dalam dokumen perencanaan strategis suatu Kementerian/
Lembaga termasuk kemauan dari para perencana program di K/L untuk menerapkan
ARG;
2. Ketersediaan data yang terpilah menurut jenis kelamin;
3. Sumberdaya manusia yang memadai (perencana dan penanggungjawab program yang
mampu melakukan analisis gender);
4. Kemampuan untuk mengembangkan dan melakukan pemantauan dan evaluasi
kebijakan, program dan kegiatan yang responsif gender.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
24/72
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
25/72
11Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
PPRG merupakan instrumen
untuk mengatasi kesenjangan
antara laki-laki dan perempuandan mewujudkan keadilan
dalam pembangunan.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
26/72
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
27/72
13Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Bab III
Urgensi PPRG
untuk Pencapaian SPM & MDGs
3.1 Arti PPRG untuk Pencapaian SPM dan MDGsPerencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) bukan merupakan model perencanaan
dan penganggaran yang terpisah dari mekanisme yang telah ada. PPRG juga tidak berarti meminta
atau pun memberikan beban tambahan bagi anggaran. PPRG dilakukan untuk memastikan agar
perencanaan dan penganggaran responsif terhadap kebutuhan laki-laki dan perempuan, serta
berkontribusi untuk mengurangi kesenjangan penerima manfaat pembangunan. Ada beberapa
alasan PPRG penting diantaranya seperti yang diulas di bawah ini.
Kotak 1Empat Alasan Pentingnya Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
1. Instrumen untuk menerjemahkan dan melaksanakan komitmen, kebijakan dan
regulasi pemerintah ke dalam tataran praksis.
2. Instrumen untuk melaksanakan fungsi dan tujuan negara untuk mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan seluruh warga negara.
3. Membuat perencanaan dan penganggaran menPjadi lebih efektif dan efisien.
4. Berkontribusi untuk mengurangi kesenjangan tingkat penerima manfaat
pembangunan.
1) Perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan instrumen untuk
menerjemahkan dan melaksanakan komitmen, kebijakan dan regulasi pemerintah.
Indonesia terikat pada komitmen untuk melaksanakan CEDAW atau Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Beijing Platform for Actions atau Landasan
Aksi Beijing, dan MDGs.
CEDAW menetapkan secara universal prinsip-prinsip persamaan hak antara laki-laki dan
perempuan. Konvensi menetapkan persamaan hak untuk perempuan, terlepas dari status
perkawinan mereka, di semua bidang – politik, ekonomi, sosial, budaya dan sipil. Konvensi
mendorong diberlakukannya perundang-undangan nasional yang melarang diskriminasi
dan mengadopsi tindakan-tindakan khusus-sementara untuk mempercepat kesetaraan de
facto antara laki-laki dan perempuan, termasuk merubah praktek-praktek kebiasaan danbudaya yang didasarkan pada inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau peran
stereotipe untuk perempuan dan laki-laki8.
Beijing Platform for Actions merupakan landasan aksi bagi negara-negara di dunia untuk
melaksanakan CEDAW yang fokus pada 12 area kritis, yaitu : (1) Perempuan dan kemiskinan;
(2) Perempuan dan pendidikan; (3) Perempuan dan kesehatan; Kemudian (4) Kekerasan
terhadap perempuan; (5) Perempuan dan konflik bersenjata; (6) Perempuan dan ekonomi;
(7) Perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan; (8) Mekanisme kelembagaan
untuk memajukan perempuan; (9) Hak-hak azasi untuk perempuan; (10) Perempuan dan
media masa; (11) Perempuan dan lingkungan hidup; (12) Anak perempuan9.
8 Lihat http://cedaw-seasia.org/docs/indonesia/CEDAW_text_Bahasa.pdf.
9 Lihat www.un.org.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
28/72
14 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Sedangkan MDGs atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah hasil kesepakatan kepala
negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) berupa delapan
butir tujuan untuk tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015.
Adapun ke-8 tujuan itu adalah : (1) Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) Mencapai
pendidikan dasar untuk semua; (3) Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan;( 4) Menurunkan angka kematian anak; (5) Meningkatkan kesehatan ibu; (6)
Memerangi HIV AIDs, malaria, dan penyakit menular lainnya; (7) Memastikan kelestarianlingkungan hidup; dan (8) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan10.
Kemudian dalam rangka mendorong percepatan pencapaian MDGS, Pemerintah Indonesia
telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan
Minimal.
Saat ini telah terdapat 15 Kementerian/Lembaga yang telah menyusun SPM, diantaranya
Permendiknas No. 15 Tahun 2010 yang telah disempurnakan oleh Permendiknas No. 23 Tahun
2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Kabupaten/Kota. SPM bidang
kesehatan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.
Dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, Pemerintah
Indonesia juga telah menetapkan berbagai kebijakan yang menjadi landasan bagi
urgensi pelaksanaan PPRG diantaranya: Intsruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah.
Implikasi dari peraturan tersebut dibutuhkan adanya kelembagaan dan penguatan kapasitas
serta fasilitas agar Pengarusutamaan Gender benar-benar dapat diimplementasikan dalam
berbagai bidang pembangunan. Oleh karenanya perlu didukung oleh perencanaan dan
penganggaran yang responsif gender.
2) Instrumen melaksanakan fungsi dan tujuan negara untuk mewujudkan kesejahteraan dan
keadilan bagi seluruh warga negara.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, menetapkan bahwa tujuan negara adalah
melindungi, mencerdaskan, mensejahterakan dan mewujudkan keadilan. Oleh karena
demikian, tujuan negara ini juga menjadi tujuan dari pembangunan Indonesia. Dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan, pemerintah telah mengubah paradigma pembangunan dari
paradigma pembangunan tradisional yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan
penimbunan modal menjadi paradigma baru yang menekankan pada growth (pertumbuhan)
and equity (keadilan).
Di tingkat internasional, Millenium Development Goals (MDGs) menjadi tujuan pembangunanyang hendak dicapai. Salah satunya adalah perlunya diwujudkan keadilan pembangunan
agar bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun
perempuan yang secara terus-menerus diupayakan oleh Gerakan Perempuan di dunia.
Gerakan Perempuan kontemporer menggunakan pendekatan Gender and Development
(GAD), yang fokus untuk mengubah ketimpangan gender dengan melihat relasi laki-laki dan
perempuan dan menginginkan perempuan dan laki-laki memperoleh manfaat bersama dari
pembangunan. Sebelumnya, pendekatan yang digunakan adalah Women in Development
(WID) yang memusatkan perhatian pada perempuan dan mendorong perempuan
diikutsertakan dalam pembangunan yang dikongkritkan dalam bentuk program khusus
perempuan menjadi pendekatan
10 Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium#
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
29/72
15Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan, antara lain: birokrasi, regulasi,
anggaran, sumberdaya manusia dan masyarakat sipil (organisasi masyarakat, pers dan
perguruan tinggi) yang memerankan sebagai pelaku kontrol sosial. Pasal 23 ayat 1 Undang-
Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa anggaran negara harus dikelola secara transparan
dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, anggaran
merupakan alat untuk mewujudkan tujuan dan menjalankan fungsi negara. Kebijakan
anggaran yang disusun merupakan refleksi dari prioritas dan keberpihakan pemerintah dalampembangunan.
3) PPRG membuat perencanaan dan penganggaran menjadi lebih efektif dan efisien.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara merupakan aturan yang
menandai perubahan sistem anggaran dari anggaran tradisional ke anggaran berbasis kinerja
(performance based budgeting). Undang-Undang ini kemudian diturunkan dalam aturan-
aturan pelaksanaannya, yaitu: Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan
revisinya, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut perencanaan dan
penganggaran harus berbasis kinera.
Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah penyusunan anggaran yang didasarkan atas
perencanaan kinerja. ABK terdiri dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta
indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran. Anggaran berbasis kinerja
fokus pada pemberian layanan. Jika anggaran tradisional hanya melaporkan jumlah dana yang
dialokasikan dan dibelanjakan, maka anggaran kinerja melaporkan apa yang telah dilakukan
dengan uang yang ada. Oleh karena itu, dalam ukuran keberhasilan tidak ditentukan oleh
habis/tidaknya anggaran melainkan ditentukan oleh tercapai/tidaknya indikator kinerja yang
telah ditetapkan. Dengan demikian, indikator kinerja merupakan elemen utama yang perlu
diperhatikan. Penganggaran berbasis kinerja bertujuan untuk membuat anggaran lebih
ekonomis11 , efisien12 dan efektif 13 .
4) Penerapan PPRG didasarkan atas semangat yang sama untuk membuat anggaran menjadi
lebih ekonomis, efisien dan efektif. PPRG dapat berkontribusi positif untuk mewujudkantujuan dari penganggaran berbasis kinerja karena pada PPRG dilakukan analisis situasi/
analisis gender.
Dalam analisa situasi dilakukan pemetaan peran perempuan dan laki-laki, kondisi perempuan
dan laki-laki, kebutuhan perempuan dan laki-laki serta permasalahan perempuan dan laki-
laki. Dengan demikian analisis gender akan melihat, meneliti dan memberikan jawaban yang
lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan laki-laki melalui penetapan program/
kegiatan dan anggaran, menetapkan kegiatan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi
kesenjangan gender, dan siapa yang sebaiknya dijadikan target sasaran dari sebuah program/
kegiatan, kapan dan bagaimana program/kegiatan akan dilakukan.
5) Mengurangi kesenjangan tingkat penerima manfaat pembangunan
Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 telah jelas disebutkan tentangAsas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah, yang biasa disebut dengan 10 asas umum
pengelolaan keuangan daerah, yaitu : tertib, taat pada peraturan perundang undangan,
efektif, efisien, ekonomis,transparan, bertanggung jawab, keadilan, kepatutan, dan manfaat
untuk masyarakat.
Dari peraturan tersebut secara jelas diamanahkan agar dalam pengelolaan keuangan daerah
dimana didalamnya termasuk APBD harus mengedepankan keadilan, kepatutan dan manfaat
untuk masyarakat. Ini berarti setiap warga negara baik laki-laki maupun perempuan berhak
untuk memperoleh manfaat yang setara dari pembangunan baik di desa maupun di kota.
Namun realitasnya masih ditemukan kesenjangan penerima manfaat pembangunan,
diantaranya seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini.
11 Ekonomis berarti memperoleh masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.
12 Efisien bermakna mencapai hasil maksimum dengan pengeluaran tertentu
13 Efektif berbarti membandingkan pengeluaran dengan hasil yang diperoleh. Melihat pencapaian hasil program dengan target yang telah ditentukan.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
30/72
16 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Tabel 1 Indeks IPM, IPG, dan IDG 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011
Provinsi IPM IPG IDG
1.Nanggroe Aceh Darussalam 72,16 65,76 52,06
2.Sumatera Utara 74,65 70,34 67,39
3.Sumatera Barat 74,28 69,55 64,62
4.Riau 76,53 66,17 65,34
5.Jambi 73,3 63,95 58,59
6.Sumatera Selatan 73,42 66,84 68,34
7.Bengkulu 73,4 68,45 69,33
8. Lampung 71,94 63,5 65,86
9. Bangka Belitung 73,37 60,79 56,03
10. Kepulauan Riau 75,78 64,69 60,62
11.DKI Jakarta 77,97 74,01 74,7
12. Jawa Barat 72,73 63,25 68,08
13. Jawa Tengah 72,94 66,45 68,9914.Yogyakarta 76,32 73,07 77,84
15.Jawa Timur 72,18 65,61 68,52
16. Banten 70,95 63,35 66,58
17.Bali 72,84 58,24 58,59
18.Nusa Tenggara Barat 66,23 56,7 56,57
19.Nusa Tenggara Timur 67,75 65,33 58,9
20.Kalimantan Barat 69,66 64,78 56,39
21. Kalimantan Tengah 75,06 69,8 69,48
22. Kalimantan Selatan 70,44 65,59 62,99
23.Kalimantan Timur 76,22 61,07 61,29
24. Sulawesi Utara 76,54 68,6 68,61
25. Sulawesi Tengah 71,62 63,03 66,08
26. Sulawesi Selatan 72,14 62,75 63,38
27. Sulawesi Tenggara 70,55 64,79 65,26
28. Gorontalo 70,82 57,67 62,12
29.Sulawesi Barat 70,11 65,86 64,62
30.Maluku 71,87 67,76 76,51
31. Maluku Utara 69,47 65,35 59,38
32. Papua Barat 69,65 59,24 57,5433. Papua 65,36 62,69 57,74
Indonesia 72,71 67,8 69,14
Sumber: Diolah dari Data Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2006-2012
Kerjasama BPS dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Data di atas menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antar daerah berbeda satu
sama lainnya, demikian juga dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG) maupun Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG). Jika dicermati daerah yang IPM-nya tinggi belum tentu memiliki
IPG dan IDG yang tinggi juga. Ini menunjukkan bahwa kesenjangan antara penerima manfaat
pembangunan tidak saja terjadi antar wilayah tetapi juga antara laki-laki dan perempuan
dalam satu wilayah yang sama.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
31/72
17Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Disinilah letak pentingnya PPRG karena membantu para perencana untuk menemukan faktor
kesenjangan dan penyebab kesenjangan. Apakah yang berasal dari internal organisasi (sumber
daya manusia, leadership, budaya organisasi, dan lain sebagainya) maupun yang berasal dari
eksternal organisasi (budaya, kondisi ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya). Hal ini
dapat diidentifikasi dengan menggunakan analisis gender. Dengan berhasil ditemukannya
akar masalah dari kesenjangan penerima manfaat maka para perencana akan dapat dengan
tepat menyusun rencana program dan kegiatan yang akan dilakukan untuk mengatasikesenjangan penerima manfaat.
3.2 Tujuan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
PPRG merupakan sebuah pendekatan penyusunan perencanaan dan penganggaran yang
bertujuan untuk:
1. Memberikan pedoman dalam melaksanakan program/kegiatan dan pengelolaan anggaran
dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan keadilan.
2. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pengambil keputusan tentang isu-isu
gender dalam kebijakan/program/kegiatan dan anggaran pemerintah.
3. Mendorong kesetaraan akses, kontrol, partisipasi dan penerima manfaat pembangunan,
baik laki-laki dan perempuan.4. Mewujudkan perencanaan dan penganggaran yang ekonomis, efisien, efektif, dan adil.
5. Mendorong akuntabilitas pemerintah dalam menjalankan komitmennya untuk mewujudkan
kesetaraan gender dan kesejahteraan semua anggota masyarakat, laki-laki dan perempuan.
3.3 Dasar Hukum PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs
Inpres 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional telah
menginstruksikan kepada Menteri; Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departemen; Pimpinan
Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara; Panglima Tentara Nasional Indonesia;
Kepala Kepolisian Republik Indonesia; Jaksa Agung Republik Indonesia; Gubernur; Bupati/
Walikota diantaranya untuk : “Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan programpembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta
kewenangan masing-masing.”
Dasar hukum yang secara eksplisit mengamanahkan tentang perencanaan dan penganggaran
responsif gender diantaranya:
1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 Tahun 2003 tentang Pedoman
Pengarusutamaan Gender di Daerah dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk
masing-masing Provinsi, Kabupaten dan Kota sekurang-kurangnya minimal sebesar 5 %
(lima persen) dari APBD Provinsi, Kabupaten dan Kota. Namun dalam perkembangannya
Kepmendagri ini direvisi oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 yang
tidak lagi memberikan alokasi anggaran khusus untuk gender karena dalam prakteknyasering terjadi kesalahan pahaman dimana anggaran responsif gender hanya untuk BPPKB
atau pun khusus anggaran perempuan. Padahal idealnya perencanaan dan penganggaran
responsif gender harus dilakukan oleh semua institusi.
2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Dalam Permendagri ini Pasal yang secara
khusus mengatur tentang perencanaan dan penganggaran responsif gender ada pada
pasal 4, 5, dan 6 (mengatur tentang perencanaan responsif gender) serta pasal 26,27, dan
28 (mengatur tentang pendanaan). Namun belum secara khusus menyebutkan tentang
penganggaran responsif gender. Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah daerah
berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan berperspektif
gender yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau
RPJMD, Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD. Penyusunan kebijakan, program,
dan kegiatan pembangunan berperspektif gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui analisis gender.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
32/72
18 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender di Daerah. Perubahan dilakukan terhadap pasal 1, pasal 4, pasal
5 dan penambahan pasal 5A, pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 11 dan pasal
12. Pasal yang secara khusus mengatur PPRG ada dalam Pasal 1, pasal 4, pasal 5 dan pasal
5A. Hal yang baru dan belum ada sebelumnya adalah tentang amanah penyusunan Gender
Budget Statement (GBS) dalam Pasal 5A ayat 1.
4. Surat Edaran Nomor : 270/M.PPN/11/2012, Nomor : SE-33/MK.02/2012, Nomor: 050/4379A/SJ,
dan Nomor: SE 46/MPP-PA/11/2012 Tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan
Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Yang Responsif Gender (STRANAS).
Kebijakan PPRG ke depan diarahkan pada: (1) Pelembagaan PPRG dengan membangun
komitmen pejabat tertinggi dan tinggi K/L dan Pemerintah Provinsi; (2). Koordinasi instansi
penggerak dengan K/L teknis dan SKPD teknis; dan (3)Peningkatan kapasitas K/L dalam
melakukan analisis gender untuk menyusun Lembar ARG.
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2014. Dalam bagian lampiran V yang
mengatur Hal Khusus Lainnya point 40 mengamanahkan untuk melaksanakan PPRG denganmengacu kepada SE Nomor : 270/M.PPN/11/2012, Nomor : SE-33/MK.02/2012, Nomor:
050/4379A/SJ, dan Nomor: SE 46/MPP-PA/11/2012 Tentang Strategi Nasional Percepatan
Pengarusutamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Yang Responsif
Gender (STRANAS). Kemudian dalam implementasi untuk perencanaan dan penganggaran
responsif gender mengacu dan tidak bertentangan dengan payung hukum perencanaan,
penganggaran, standar pelayanan minimal, dan gender.
Kotak 2
Dasar Hukum PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs
Perencanaan
• UU No.25 /2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
• UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;
• UU No.12/2008 tentang Pemerintahan Daerah;
• PP No. 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi
Pelaksanaan Pembangunan Daerah;
• Permendagri No.54/ 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor
8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
• Permendagri Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian
dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2014.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
33/72
19Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Kotak 2
Dasar Hukum PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs
Penganggaran
• UUD 19 45 tentang Konstitusi Negara;
• UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;• UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;
• UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara;
• UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;
• PP No. 58/2005 tentang Keuangan Daerah;
• Permendagri 13/2006 yang disempurnakan oleh Permendagri 59/2007 tentang Tata
Cara Pengelolaan Keuangan Daerah;
• Permendagri No. 27 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2014 SPM Pendidikan dan Kesehatan;
• Peraturan Pemerintah No. 65/ 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan
Standar Pelayanan Minimal;
• Peraturan Pemerintah No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan PemerintahanAntara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/
Kota;
• Peraturan Pemerintah No. 79/2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal;
• Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 741/Menkes/PER/VII/2008 Tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
• Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 15/ 2010 tentang Standar Pelayanan
Minimal Pendidikan Dasar Kabupaten/Kota.
Gender
• UU No. 7/1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan;• Inpres No.9/2000 tentang Pengarus Utamaan Gender dalam Pembangunan
Nasional;
• Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan;
• Permendagri 15/ 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG di Daerah
• Permendagri 67/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG di daerah
• Surat Edaran Nomor : 270/M.PPN/11/2012, Nomor : SE-33/MK.02/2012, Nomor:
050/4379A/SJ, dan Nomor: SE 46/MPP-PA/11/2012 Tentang Strategi Nasional
Percepatan Pengarusutamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran
Yang Responsif Gender (Stranas PPRG)
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
34/72
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
35/72
21Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
PPRG memastikan pelayanan
dasar yang manfaatnya dapat
dirasakan secara adil
oleh laki-laki dan perempuan.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
36/72
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
37/72
23Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
BAB IV
KONSEP PERENCANAAN DAN
PENGANGGARAN RESPONSIF GENDERUNTUK PENCAPAIAN SPM DAN MDGS
4.1 Kharakteristik Perencanaan dan Penganggaran Responsif
Gender untuk Pencapaian SPM dan MDGsPerencanaan dan penganggaran responsif gender bukanlah suatu upaya penyusunan rencana
dan anggaran yang terpisah. Perencanaan dan penganggaran responsif gender untuk pencapaianSPM dan percepatan MDGs merupakan sebuah pendekatan penyusunan perencanaan dan
penganggaran untuk menjawab kebutuhan pelaksanaan SPM dan pencapaian MDGs dengan
didahului oleh analisis gender. Dengan demikian masalah yang menyebabkan pencapaian
SPM belum seperti diharapkan dapat ditelaah dan ditemukan akar masalahnya sehingga dapat
diidentifikasikan tindakan-tindakan atau pun kegiatan yang harus dilakukan untuk mengatasinya.
Dengan demikian pengalokasian anggaran dapat disusun dengan lebih tepat. Berikut gambar
keterkaitan SPM, MDGs dan gender dengan perencanaan dan penganggaran.
Gambar di atas memperlihatkan bahwa perencanaan dan penganggaran merupakan sebuah
proses untuk mencapai keluaran yang berupa pencapaian SPM, yang kemudian akan berkontribusi
untuk pencapaian MDGs dimana pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup manusia yang
terefleksi pada IPM. Serta meningkatnya keadilan penerima manfaat pembangunan bagi laki-laki
dan perempuan yang terefleksi pada IPG maupun pemberdayaan perempuan yang terefleksi dari
IDG.
Keterkaitan perencanaan dan penganggaran
dengan SPM, MDGs, dan Gender
MDGS
IPM/IPG/IDG
SPM
Perencanaan Penganggaran
Dampak
Hasil
Keluaran
Proses
Gender
Gender Gender
4 E
sumber: Sri Mastuti, 2012
Gambar 1
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
38/72
24 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
Demi menjamin agar dampak peningkatan kualitas hidup manusia yang secara berkeadilan itu
tercapai maka dalam proses perencanaan perlu menggunakan 4E yaitu ekonomis, efisien, efektif
dan equity. Ekonomis artinya bagaimana agar terjadi penghematan dari sisi sumber daya yang
digunakan. Kemudian bagaimana dengan sumber daya yang terbatas tercapai hasil-hasil yang
diharapkan sesuai dengan target yang optimal, dengan demikian efisiensi tercapai. Tetapi yang
juga tidak kalah pentingnya juga efektifitas dimana tujuan dapat tercapai sesuai rencana. Equity
juga harus menjadi pertimbangan agar menjamin adanya pemerataan distribusi sumber dayadan pengurangan kesenjangan penerima manfaat. Agar 4 E dapat diterapkan secara proporsional
maka perspektif gender sangat diperlukan.
Penyusunan perencanaan penganggaran berbasis SPM, MDGs dan responsif gender hendaknya
berbasis pada data terpilah baik data kuantitatif maupun data kualitatif yang tersedia. Jika datanya
belum tersedia maka perlu dilakukan pengumpulan data. Kemudian data-data tersebut mesti
dikaji dan dianalisa secara kritis. Hal ini penting mengingat hasil analisa yang dilakukan nantinya
akan menjadi acuan bagi penentuan kegiatan dan anggaran prioritas yang akan dialokasikan
untuk percepatan pencapaian SPM dan MDGS. Data yang digunakan dapat berupa data kualitatif
maupun kuantitatif. Di sini keberadaan data gender yang memberikan informasi tentang
keterkaitan isu-isu gender dengan data terpilah berdasarkan jenis kelamin akan menjadi penting
dan sangat membantu mempertajam hasil analisa.
Perencanaan penganggaran berbasis SPM, MDGs dan responsif gender tetap menjunjung
prinsip-prinsip perencanaan dan penganggaran yang baik sebagaimana yang telah ditetapkan
dalam Undang Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Prinsip-prinsip tersebut
adalah mengedepankan transparansi, partisipasi, akuntabel, ekonomis, efisien, efektif, tertib, dan
responsif.
Nilai tambah dari perencanaan penganggaran berbasis SPM, MDGs dan responsif gender,
justru terletak dari penggunaan perspektif gender dalam mengidentifikasikan kebutuhan,
pengalokasian, dan mengkaji dampak anggaran bagi laki-laki maupun bagi perempuan.
Kotak 3Karakteristik Perencanaan dan Penganggaran
Berbasis SPM, MDGs dan Berkesetaraan Gender
1. Mengintegrasikan SPM, MDGs dan kesetaraan gender dalam penyusunan
perencanaan dan penganggaran.
2. Bukan merupakan mekanisme perencanaan dan penganggaran terpisah dari
mekanisme yang sudah ada.
3. Perencanaan dan penganggaran yang didahului oleh analisa data dengan
menggunakan perspektif gender untuk mengidentifikasikan permasalahan dalam
pencapaian SPM dan MDGs serta isu gender yang ada.
4. Perencanaan dan penganggaran yang tetap mengedepankan prinsip-prinsiptatalaksana pemerintahan yang baik ( good governance)
Perencanaan dan penganggaran berbasis SPM, MDGs dan responsif gender dapat dibagi atas tiga
kategori, yaitu:
1) Alokasi anggaran untuk mendukung pencapaian SPM dan MDGS yang menjawab
kebutuhan khusus gender.
Di sini alokasi anggaran untuk pencapaian SPM dan MDGs diperuntukkan bagi pemenuhan
kebutuhan praktis gender. Artinya jika terdapat alokasi anggaran ini maka kebutuhan khusus
laki-laki dan atau kebutuhan khusus perempuan untuk dapat menjalankan peran domestik
dan sosialnya dapat berjalan dengan baik. Namun dampak dari alokasi ini tidak sampai pada
perubahan relasi atau pun kesenjangan sosial, politik dan ekonomi yang ada antara laki-laki
dan perempuan. Contoh: Alokasi anggaran untuk program/kegiatan menurunkan angka
kematian ibu melalui peningkatan cakupan peserta K4 dan cakupan persalinan oleh tenaga
kesehatan terlatih.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
39/72
25Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
2) Alokasi anggaran untuk memberikan perlakuan khusus sementara (tindakan afirmatif)
demi menjamin kesempatan dan percepatan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan.
Alokasi ini diperuntukkan bagi upaya mengatasi kesenjangan gender akibat perbedaan
akses, partisipasi, kontrol dan manfaat karena konstruksi sosial dan budaya setempat. Latar
belakang sosial, budaya, pendidikan, lingkungan, dan keyakinan ikut berkontribusi dalam
mempengaruhi kedudukan dan posisi laki-laki dan perempuan terhadap sumber daya.
Akibatnya jika tidak dilakukan analisis terlebih dahulu terhadap kebutuhan sasaran program/kegiatan, maka salah satu kelompok, baik laki-laki atau pun (umumnya) pada perempuan,
mengalami kesenjangan dalam penerimaan akses dan manfaat dari layanan publik atau pun
manfaat pembangunan secara menyeluruh. Oleh karenanya untuk mengurangi kesenjangan,
maka perlu memberikan perlakuan khusus sementara (tindakan afirmatif) kepada kelompok
yang tertinggal.
Contoh: Alokasi anggaran untuk pemerataan layanan pendidikan melalui peningkatan
partisipasi sekolah anak laki-laki dan perempuan, di mana ada perbedaan yang nyata dalam
tingkat partisipasi antara anak laki - laki dan anak perempuan. Contoh lainnya: Program
peningkatan mutu pendidikan melalui kegiatan sertifikasi guru sekolah dengan memberikan
perlakuan khusus sementara bagi kelompok guru perempuan yang berada di daerah tertinggal
dan terisolir, karena umumnya guru perempuan tidak atau sulit meninggalkan keluarga dantempatnya bekerja.
3) Alokasi anggaran untuk program dan kegiatan umum yang terkesan netral, termasuk
kegiatan yang mendukung.
Dalam kategori ini perlu dilakukan analisa gender untuk mengidentifikasikan isu-isu gender
yang ada pada SPM/MDGs. Analisa gender hendaknya dilakukan oleh para perencana sendiri
atau pun bekerjasama dengan focal point gender di SKPD yang bersangkutan dan juga
organisasi masyarakat sipil termasuk kalangan perguruan tinggi. Hal ini sangat penting dan
diutamakan karena program dalam setiap tujuan MDGs maupun indikator SPM, sesungguhnya
terdapat isu gender yang jika diabaikan dapat berakibat pada kurang efektifnya pencapaian
SPM dan MDGs.
Contoh: Alokasi anggaran untuk peningkatkan cakupan peserta keluarga berencana (KB)
aktif. Biasanya kegiatan ini hanya ditujukan kepada para istri saja, sehingga para suami jarang
yang menjadi peserta KB. Tak jarang juga ada istri yang tidak bersedia menjadi peserta KB
karena tidak diijinkan suaminya. Ketika istri dihadapkan pada kondisi tidak cocok dengan
semua jenis alat kontrasepsi, para suami juga masih jarang yang bersedia menjadi asebtor
KB. Kurangnya pengetahuan akan alat kontrasepsi pria bahkan tak jarang terjadi kesalah
pahaman berkontribusi bagi masih rendahnya minat para suami menjadi peserta KB. Oleh
karena demikian, kegiatan komunikasi informasi dan edukasi KB hendaknya mencakup
peserta laki-laki dan perempuan.
4.2. Penerapan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender
dalam Anggaran Berbasis KinerjaAnggaran memiliki fungsi yang cukup strategis dalam pelaksanaan pembangunan. Fungsi
anggaran dapat dilihat dari perspektif ekonomi dan perspektif administrasi.
Dari perspektif ekonomi anggaran memiliki fungsi:
1. Fungsi alokasi, yaitu instrumen untuk penyediaan barang dan jasa guna pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Dalam kontek PPRG untuk pencapaian SPM dan percepatan MDGS,
anggaran merupakan instrumen belanja guna memenuhi kebutuhan baik barang maupun
jasa dengan memberikan kesempatan yang setara bagi laki-laki dan perempuan untuk
menerima manfaat. Kebutuhan di sini meliputi kebutuhan praktis maupun kebutuhan
strategis gender.
2. Fungsi distribusi, yaitu alat untuk memastikan pembangunan memberikan manfaatyang adil bagi rakyat. Anggaran menjadi instrumen untuk mendistribusikan pendapatan
dan belanja untuk memastikan setiap anggota masyarakat memperoleh manfaat dari
pembangunan baik laki-laki maupun perempuan, anak perempuan dan anak laki-laki.
-
8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS
40/72
26 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs
3. Fungsi stabilisasi, merupakan alat untuk memastikan terjadinya pembangunan yang
berkelanjutan dengan mengontrol angka pertumbuhan dan menekan inflasi. Dalam rangka
mengendalikan pertumbuhan dan inflasi keberadaan pekerja sektor informal dan industri
kecil tentu tidak dapat diabaikan. Di sini peran perempuan yang pada umumnya banyak
bekerja di sektor informal dan industri kreatif tentu perlu diperhatikan.
Fungsi anggaran dari perspektif administrasi yaitu: (1) Fungsi perencanaan. (2) Fungsi manajemen.(3) Fungsi pengawasan. (4) Fungsi Evaluasi. Dalam konteks perencanaan dan penganggaran
responsif gender, fungsi administrasi diimplementasikan sebagai alat untuk mewujudkan visi,
misi maupun penerapan strategi dan pelaksanaan program dan kegiatan.
Dalam banyak visi, misi maupun strategi pembangunan di daerah mencantumkan peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan prima. Bahkan ada daerah seperti Provinsi Sulawesi
Tenggara dalam RPJMD 2009-2013 mencantumkan secara eksplisit bahwa pengarusutamaan
gender menjadi salah satu strategi pembangunannya. Oleh karena itu, dalam penyusunan
anggaran daerah sudah semestinya dinyatakan secara eksplisit program, kegiatan dan anggaran
responsif gender untuk pencapaian SPM dan MDGs. Pelaksanaannya mesti dimonitor dan
dievaluasi.
Penerapan anggaran responsif gender untuk pencapaian SPM dan MDGs sejalan dengan semangat
asas umum pengelolaan keuangan daerah yang mengedepankan pada prinsip ekonomis, efektif,
efisien dan adil.
Kotak 4Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Dalam pasal 4 Permendagri No. 13 Tahun 2006 telah jelas disebutkan tentang Asas Umum
Pengelolaan Keuangan Daerah, yaitu:
1) Tertib. Keuangan daerah dikelola secara tepat waktu, tepat guna yang didukung
dengan bukti – bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan;
2) Taat pada peraturan perundang-undangan. Pengelolaan keuangan daerah
berpedoman pada peraturan perundang-undangan;
3) Efektif. Membandingkan pengeluaran dengan hasil yang diperoleh. Melihat
pencapaian hasil p