2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

download 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

of 72

Transcript of 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    1/72

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    2/72

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    3/72

    PANDUAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER 

    UNTUK PENCAPAIAN SPM DAN MDGs

    Penulis :

    Sri Mastuti

    Penyunting :

     Theresia Erni

    Desain sampul dan tata letak :

    Rosalin

     

    Dicetak di Jakarta – Juli 2014

    Publikasi ini didanai oleh Department of Foreign Affairs, Trade and Development (DFATD) Canada

    melalui Proyek BASICS. Sebagian atau seluruh isi buku ini, termasuk ilustrasinya, boleh diperbanyak

    dengan syarat disebarkan secara gratis dan mencantumkan sumbernya. Versi elektronik dokumen ini

    dapat diunduh dari situs internet www.basicsproject.or.id

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    4/72

    SEKILAS TENTANG PROYEK BASICS

    BASICS (Better Approaches for Service Provision through Increased

    Capacities in Sulawesi) atau Peningkatan Pelayanan Dasar melalui

    Pengembangan Kapasitas di Sulawesi, adalah proyek kerjasama

    antara Pemerintah Kanada melalui Department of Foreign Affairs,

     Trade and Development (DFATD) dengan Pemerintah Indonesia

    melalui Kementerian Dalam Negeri. Cowater International dipilih

    sebagai penyedia bantuan teknis serta pengelola dana bantuan

    dari Pemerintah Kanada sesuai kesepakatan yang dimuat dalam

    dokumen Project Implementation Plan (PIP).

    Sejak tahun 2009 Proyek BASICS bekerja di 10 Kabupaten/

    Kota di Propinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tenggara dalamrangka berkontribusi bagi percepatan pencapaian Standar

    Pelayanan Minimal (SPM) dan Tujuan Pembangunan Milenium

    (Millenium Development Goals/MDGs) pada sektor kesehatan

    dan pendidikan, Lima kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Utara

    terdiri dari: Kota Bitung, Kab. Minahasa, Kab. Minahasa Utara, Kab.

    Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, dan Kab. Kepulauan Sangihe.

    Sedangkan lima kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tenggara

    meliputi Kota Baubau, Kab. Buton Utara, Kab. Wakatobi, Kab.

    Konawe Selatan dan Kab. Kolaka Utara. Pada tahun 2014, Proyek

    BASISC menambah empat Kabupaten sebagai mitra kerja di

    Propinsi Sulawesi Utara (Kab. Kepulauan Talaud dan Kab. Minahasa

     Tenggara) dan Propinsi Sulawesi Tenggara (Kab. Bombana danKab. Konawe Utara).

    Proyek BASICS mempunyai dua komponen utama. Komponen

    pertama adalah pengembangan kapasitas (Capacity

    Development) yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas

    para pihak (eksekutif, legislatif, organisasi masyarakat sipil) di

    daerah dalam meningkatkan kualitas pelayanan dasar kesehatan

    dan pendidikan, melalui: (1) peningkatan kapasitas Pemerintah

    Daerah dalam perencanaan dan penganggaran; (2) penguatan

    kapasitas DPRD dalam melakukan fungsi legislasi, budgeting, dan

    pengawasan terkait penyediaan pelayanan dasar yang berkualitas

    bagi masyarakat; (3) penguatan kapasitas organisasi masyarakat

    sipil dalam mendukung dan mengawasi kinerja penyelenggaraanpelayanan dasar kesehatan dan pendidikan di daerah; dan (4)

    pengarusutamaan gender dalam perencanaan dan penganggaran

    pelayanan dasar kesehatan dan pendidikan.

    Komponen kedua adalah BASICS Responsive Initiative (BRI)

    yang merupakan dana hibah yang diberikan kepada Pemerintah

    Kabupaten/Kota untuk mendukung inovasi atau praktik cerdas

    yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan

    dasar kesehatan dan pendidikan untuk percepatan pencapaian

    Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan dan pendidikan dan

     Tujuan Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/

    MDGs).

    Informasi lebih lanjut tentang Proyek BASICS dapat dilihat pada

    www.basicsproject.or.id

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    5/72

    iPanduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Daftar Isi 

    DAFTAR ISI i

    KATA PENGANTAR iii

    DAFTAR ISTILAH iv

    BAB I PENDAHULUAN 1

    1.1 Latar Belakang 1

    1.2 Tujuan Penyusunan Panduan 3

    1.3 Ruang Lingkup Panduan 3

    1.4 Landasan Hukum Penyusunan Panduan 3

    1.5 Proses Penyusunan Panduan 3

    BAB II KONSEP GENDER DAN ANGGARAN RESPONSIF GENDER 7

    2.1 Konsep Gender 72.2 Anggaran Responsif Gender 8

      2.2.1 Pengertian 8

      2.2.2 Ciri Anggaran Responsif Gender 8

      2.2.3 Prinsip Anggaran Responsif Gender 9

      2.2.4 Prasyarat Anggaran Responsif Gender 9

    BAB III URGENSI PPRG UNTUK PENCAPAIAN SPM & MDGs 13

    3.1 Arti PPRG untuk Pencapaian SPM dan MDGs 13

    3.2 Tujuan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender 17

    3.3 Dasar Hukum PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs 17

    BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDERUNTUK PENCAPAIAN SPM DAN MDGS 22

    4.1 Kharakteristik Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender

    untuk Pencapaian SPM dan MDGs 22

    4.2. Penerapan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender

    dalam Anggaran Berbasis Kinerja 24

    BAB V PENGINTEGRASIAN PPRG UNTUK PENCAPAIAN SPM DAN MDGs

    DALAM DOKUMEN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN 31

    5.1 Analisa Gender dalam Perencanaan dan Penganggaran 31

    5.2 Pengintegrasian PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs

    dalam Dokumen Perencanaan Daerah 33

    5.3 Pengintegrasian PPRG dalam Dokumen Penganggaran 35

    BAB VI INSTRUMEN PPRG UNTUK PENCAPAIAN SPM DAN PERCEPATAN MDGS 37

    6.1 Gender Analisis Pathway (GAP) 37

    6.2. Gender Budget Statement (GBS) 41

    6.3 Monitoring dan Evaluasi 43

    DAFTAR PUSTAKA 45

    LAMPIRAN 1 46

    LAMPIRAN 2 49

    LAMPIRAN 3 52

    LAMPIRAN 4 53

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    6/72

    ii Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Daftar Tabel,

    Kotak & Gambar 

    Tabel

     Tabel 1 Indeks IPM, IPG, dan IDG 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011 16

     Tabel 2 Langkah-langkah Pengintegrasian Gender dalam Dokumen Perencanaan 34

     Tabel 3 Langkah-Langkah Pengintegrasian Gender dalam Dokumen Penganggaran 36 Tabel 4 Matrik Gender Analysis Pathway 39

     Tabel 5 Format Gender Budget Statement 42

     Tabel 6 Keterkaitan GAP dan GBS 43

     Tabel 7 Alur Monitoring dan Evaluasi PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan

    MDGS

    44

    Kotak 

    Kotak 1 Empat Alasan Pentingnya Perencaan dan Penganggaran Responsif Gender 13Kotak 2 Dasar Hukum PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs 18

    Kotak 3 Karakteristik Perencanaan dan Penganggaran Berbasis SPM, MDGs, dan

    Berkesetaraan Gender

    23

    Kotak 4 Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah 25

    Kotak 5 Contoh Isu Gender dalam SPM Bidang Kesehatan 31

    Kotak 6 Contoh Isu Gender dalam SPM Bidang Pendidikan 32

    Kotak 7 Langkah-Langkah PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs 37

    Kotak 8 TIPS Dalam Melakukan Analisis GAP 41

    Gambar

    Gambar 1 Keterkaitan Perencanaan dan Penganggaran dengan SPM, MDGs, dan

    Gender

    22

    Gambar 2 Konsep Kerangka Kinerja 26

    Gambar 3 Ilustrasi Analisis Gender dalam Dokumen Perencanaan dan Penganggaran 33

    Gambar 4 Alur Perencanaan Program dan Penganggaran 36

    Gambar 5 Proses Perencanaan & Penganggaran 43

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    7/72

    iiiPanduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Kata Pengantar 

    Proyek BASICS merupakan satu program kerjasama antara Pemerintah Kanada 1 dan PemerintahIndonesia2  untuk mendukung perbaikan pelayanan publik dalam pencapaian Standar Pelayanan

    Minimal (SPM) dan Millenium Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Milenium,

    khususnya di sektor pendidikan dan kesehatan, dalam era desentralisasi. Proyek BASICS memiliki

    komitmen yang kuat untuk mengarusutamakan gender dalam seluruh program dan kegiatan yang

    dilakukan. Upaya tersebut sejalan dengan komitmen Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan

    strategi pengarusutamaan gender dalam pelaksanaan pembangunan yang telah memperlihatkan

    kemajuan yang signifikan dalam lima tahun terakhir, baik di pusat dan daerah.

    Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000, pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG)

    diwajibkan kepada seluruh kementerian maupun lembaga pemerintah dan non pemerintah di pemerintah

    nasional, provinsi maupun kabupaten/kota untuk menyusun program dalam perencanaan, pelaksanaan,

    pemantauan, dan evaluasi dengan mempertimbngkan permasalahan kebutuhan aspirasi perempuanpada pembangunan dalam kebijakan, program, dan kegiatan. Strategi tersebut dilaksanakan melalui

    sebuah proses memasukkan analisa gender ke dalam program kerja pengintegrasian pengalaman,

    aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan perempuan dan laki-laki dalam proses pembangunan. Terbitnya

    Surat Edaran Bersama (SEB) antara Bappenas, Kementerian Keuangan, Kemneterian Dalam Negeri, dan

    Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 3  tahun 2012 yang diikuti dengan

    terbitnya Permendagri Nomor 27 Tahun 20134  semakin memperkuat landasan hukum pelaksanaan

    perencanaan dan penganggaran responsif gender di tingkat pemerintah daerah.

    Selama ini, masih ada anggapan bahwa melakukan analisis gender berarti menambah beban

    pekerjaan. Namun, sesungguhnya perencanaan dan penganggaran rensponsif gender bukanlah

    berarti melakukan dua kali perencanaan, tetapi hanya memastikan bagaimana agar perspektif gender

    dapat diintegrasikan dalam setiap tahapan perencanaan dan penganggaran. Karena itulah, sebuah

    perencanaan dan penganggaran responsif gender akan mendiagnosa dan memberikan jawaban yanglebih tepat kebutuhan program dan anggaran pendidikan dan kesehatan bagi perempuan dan laki-

    laki, dan pada akhirnya mendukung tercapainya target indikator kinerja kegiatan yang telah ditetapkan

    menuju pencapaian SPM dan MDGs.

    Buku Panduan ini disusun untuk memberikan informasi dan langkah-langkah di dalam menyusun

    kebijakan, program, dan kegiatan di bidang pendidikan dan kesehatan dengan pendekatan anggaran

    responsif gender dalam rangka pencapaian SPM dan MDGs. Kemudian sebagai pelengkap panduan

    BASICS juga menerbitkan Modul Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk

    Pencapaian SPM Urusan Pendidikan dan Kesehatan.

    Secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Joanne Prindivile, Bapak Timothy Babcock,

    Ibu Maya Rostanty, Bapak Sahabuddin, Ibu Waode Muslihatun, dan Ibu Fanty Frida Yanti, yangtelah memberikan masukan yang berharga dalam penyusunan buku panduan ini. Semoga panduan ini

    dapat memberikan manfaat dalam mengimplementasikan perencanaan dan penganggaran pelayanan

    dasar pendidikan dan kesehatan yang responsif gender di daerah menuju pencapaian SPM dan MDGs.

     Jakarta, Maret 2014

    Bill Duggan

    Project Director BASICS

    1 BASICS didukung oleh Department of Foreign Affairs, Trade and Development (DFATD) dari Pemerintah Kanada

    2 Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) adalah mitra dari pihak Pemerintah Indonesia untuk BASICS.

    3 Surat Edaran Bersama Menteri yaitu Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pem-

    berdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 270/M.PPN/11/ 2012, No.SE-‐33/MK-‐02/2012, No.050/4379A/SJ, No.SE 46/MPP-‐PA/11/2012 tentang Strategi

    Percepatan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG) Melalui Perencanaan Dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG)

    4 Permendagri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2014

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    8/72

    iv Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Daftar Istilah Analisis Gender Identifikasi secara sistematis tentang isu-isu gender

    yang disebabkan karena adanya pembedaan peran

    serta hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki.

    Analisis gender perlu dilakukan, karena pembedaan-

    pembedaan ini bukan hanya menyebabkan adanya

    pembedaan diantara keduanya dalam pengalaman,

    kebutuhan, pengetahuan, perhatian, tetapi juga

    berimplikasi pada pembedaan antara keduanya

    dalam memperoleh akses dan manfaat dari hasil

    pembangunan, berpartisipasi dalam pembangunan

    serta penguasaan terhadap sumberdaya

    pembangunan.

    Anggaran Berbasis Kinerja ABK Penyusunan anggaran yang didasarkan atas

    perencanaan kinerja. ABK terdiri dari program dan

    kegiatan yang akan dilaksanakan serta indikator

    kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran

    Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Daerah

    APBD Rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah

    yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah

    daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan

    Daerah.

    Anggaran Responsif Gender ARG Anggaran yang merespon kebutuhan, permasalahan,

    aspirasi dan pengalaman perempuan dan laki-laki

    yang tujuannya untuk mewujudkan kesetaraan dan

    keadilan gender.

    Bersifat Indikatif Data dan informasi, baik tentang sumber daya

    yang diperlukan maupun keluaran dan dampak

    yang tercantum di dalam dokumen rencana, hanya

    merupakan indikasi yang hendak dicapai dan tidak

    kaku.

    Beijing Declaration and Platformfor Action BDPFA Landasan Aksi Beijing yang merupakan hasil dariKonferensi Dunia tentang Perempuan ke IV yang

    diselenggarakan di Beijing dan merupakan landasan

    aksi bagi Negara-negara di dunia untuk melaksanakan

    CEDAW dengn fokus pada 12 area kritis untuk

    melaksanaan pemberdayaan perempuan.

    Convention on the Elimination

    of All Forms of Discrimination

    Against Women

    CEDAW Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

    terhadap Perempuan. Suatu instrumen internasional

    yang menetapkan persamaan hak antara laki-laki

    dan perempuan di semua bidang – politik, ekonomi,

    sosial, budaya dan sipil. Konvensi ini ditetapkan oleh

    Perserikatan Bangsa Perserikatan Bangsa-Bangsa pada

    18 Desember 1979 dan mulai berlaku pada tanggal 3

    Desember 1981.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    9/72

    vPanduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Data Terpilah Data terpilah menurut jenis kelamin, status dan

    kondisi perempuan dan laki-laki di seluruh bidang

    pembangunan yang meliputi kesehatan, pendidikan,

    ekonomi dan ketenagakerjaan, bidang politik dan

    pengambilan keputusan, bidang hukum dan sosial

    budaya dan kekerasan.

    Gender Perbedaan sifat, peranan, fungsi, dan status antara

    perempuan dan laki-laki yang bukan berdasarkan

    pada perbedaan biologis, tetapi berdasarkan relasi

    sosial budaya yang dipengaruhi oleh struktur

    masyarakat yang lebih luas. Jadi, gender merupakan

    konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai

    perkembangan zaman.

    Gender Analysis Pathway GAP Disebut juga alur kerja analisis gender, merupakan

    model/alat analisis gender yang dikembangkan oleh

    Bappenas bekerjasama dengan Canadian InternationalDevelopment Agency (CIDA), dan Kementerian

    Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

    Anak (KPP&PA) untuk membantu para perencana

    melakukan pengarusutamaan gender.

    Gender Budget Statement GBS Pernyataan anggaran responsif gender atau Lembar

    Anggaran Responsif Gender adalah dokumen

    pertanggungjawaban spesifik gender yang disusun

    pemerintah yang menunjukkan kesediaan instansi

    untuk melakukan kegiatan berdasarkan kesetaraan

    gender dan mengalokasikan anggaran untuk

    kegiatan-kegiatan tersebut.

    Gender Development Index GDI Disebut juga Indeks Pembangunan Gender, yaitu

    indikator yang dikembangkan oleh UNDP yang lebih

    menaruh perhatian pada penggunaan kapabilitas

    dan pemanfaatannya dalam kesempatan-kesempatan

    dalam hidup. GDI mengukur pencapaian dimensi dan

    variabel yang sama dengan HDI (Human Development

    Index), namun menangkap ketidakadilan dalam hal

    pencapaian antara perempuan dan laki-laki.

    Hasil (outcome) Segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya

    keluaran dari kegiatan-kegiatan dalam satu program.

    Indikator Kinerja Instrumen untuk mengukur kinerja, yaitu alat ukur

    spesifik secara kuantitatif dan/atau kualitatif untuk

    masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan/atau

    dampak yang menggambarkan tingkat capaian kinerja

    suatu program atau kegiatan. Untuk mengukur output

    pada tingkat Kegiatan digunakan instrumen Indikator

    Kinerja Kegiatan (IKK), sedangkan untuk mengukur

    hasil pada tingkat Program digunakan instrumen

    Indikator Kinerja Utama (IKU).

    Indeks Pemberdayaan Gender IPG Indikator komposit yang diukur melalui partisipasi

    perempuan di bidang ekonomi, politik, danpengambilan keputusan.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    10/72

    vi Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Indeks Pembangunan Manusia IPM Indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan

    manusia yang dibangun melalui pendekatan tiga

    dimensi dasar yang meliputi harapan hidup, tingkat

    pendidikan, dan pendapatan.

    Isu Gender Suatu kondisi yang menunjukkan kesenjangan

    perempuan dan laki-laki atau ketimpangan gender.

    Kondisi ketimpangan gender ini diperoleh dengan

    membandingkan kondisi yang dicita-citakan (kondisi

    normatif) dengan kondisi gender sebagaimana

    adanya (kondisi subyektif).

    Keadilan Gender Perlakuan adil bagi perempuan dan laki-laki dalam

    keseluruhan proses kebijakan pembangunan nasional,

    yaitu dengan mempertimbangkan pengalaman,

    kebutuhan, kesulitan, hambatan sebagai perempuan

    dan sebagai laki-laki untuk mendapat akses dan

    manfaat dari usaha-usaha pembangunan; untuk ikut

    berpartisipasi dalam mengambil keputusan (seperti

    yang berkaitan dengan kebutuhan, aspirasi) serta

    dalam memperoleh penguasaan (kontrol) terhadap

    sumberdaya seperti dalam mendapatkan/penguasaan

    keterampilan, informasi, pengetahuan, kredir dan lain-

    lain.

    Kebijakan Umum Anggaran KUA Dokumen yang memuat kebijakan bidang

    pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi

    yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.

    Kegiatan Bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu

    atau beberapa SKPD sebagai bagian dari pencapaian

    sasaran terukur pada suatu program, dan terdiri dari

    sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya

    baik yang berupa personil (sumber daya manusia),

    barang modal termasuk peralatan dan teknologi,

    dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua

     jenis sumber daya tersebut, sebagai masukan (input)

    untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk

    barang/jasa.

    Kegiatan Prioritas Kegiatan yang ditetapkan untuk mencapai secara

    langsung sasaran program prioritas.

    Keluaran (output) Barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan, yang

    dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran

    dan tujuan program dan kebijakan.

    Kesenjangan Gender (gender

    gap)

    Ketidakseimbangan atau perbedaan kesempatan,

    akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara

    perempuan dan laki-laki yang dapat terjadi dalam

    proses pembangunan.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    11/72

    viiPanduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Kesetaraan Gender Kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan

    laki-laki untuk memperoleh kesempatan dan hak-

    haknya sebagai manusia, agar mampu berperan

    dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi,

    sosial budaya, pendidikan, pertahanan, keamanan

    nasional dan kesamaan dalam menikmati hasil yang

    dampaknya seimbang.

    Kinerja Prestasi kerja berupa keluaran dari suatu kegiatan atau

    hasil dari suatu program dengan kuantitas dan kualitas

    terukur.

    Millenium Development Goals MDGs Disebut juga Tujuan Pembangunan Milenium adalah

    hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari

    189 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang

    mulai dijalankan pada September 2000, dan mencakup

    delapan sasaran untuk dicapai pada 2015, yaitu: (1)

    mengakhiri kemiskinan dan kelaparan, (2) pendidikan

    universal, (3) kesetaraan gender, (4) kesehatan anak,

    (5) kesehatan ibu, (6) , penanggulangan HIV/AIDS, (7)

    kelestarian lingkungan, dan (8) kemitraan global.

    Pengarusutamaan Gender PUG Strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan

    gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan,

    penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi

    atas kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan.

    Perencanaan Suatu proses untuk menentukan tindakan masa

    depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan

    memperhitungkan sumber daya yang tersedia.

    Perencanaan dan

    Penganggaran Responsif

    Gender

    PPRG Instrumen untuk mengatasi adanya perbedaan atau

    kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat

    pembangunan bagi perempuan dan laki-laki dengan

    tujuan untuk mewujudkan anggaran yang lebih

    berkeadilan.

    Perencanaan yang Responsif

    Gender

    Perencanaan yang dibuat oleh seluruh lembaga

    pemerintah, organisasi profesi, masyarakat dan

    lainnya yang disusun dengan mempertimbangkan

    empat aspek seperti: peran, akses, manfaat dan kontrol

    yang dilakukan secara setara antara perempuan danlaki-laki. Artinya adalah bahwa perencanaan tersebut

    perlu mempertimbangkan aspirasi, kebutuhan

    dan permasalahan pihak perempuan dan laki-laki,

    baik dalam proses penyusunannya maupun dalam

    pelaksanaan kegiatan.

    Program Bentuk instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih

    kegiatan yang dilaksanakan oleh SKPD atau masyarakat,

    yang dikoordinasikan oleh pemerintah daerah untuk

    mencapai sasaran dan tujuan pembangunan daerah.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    12/72

    viii Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Rencana Kerja Dokumen rencana yang memuat program dan

    kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran

    pembangunan, dalam bentuk kerangka regulasi dan

    kerangka anggaran.

    Rencana Kerja dan Anggaran RKA Dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi

    rencana pendapatan, rencana belanja program dan

    kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai

    dasar penyusunan APBD.

    Rencana Kerja Pembangunan

    Daerah

    RKPD Dokumen perencanaan daerah untuk periode 1 (satu)

    tahun atau disebut dengan rencana pembangunan

    tahunan daerah.

    Rencana Kerja RENJA Dokumen perencanaan SKPD untuk periode 1 (satu)

    tahun.

    Rencana Pembangunan JangkaMenengah Daerah

    RPJMD Dokumen perencanaan daerah untuk periode 5 (lima)tahun.

    Rencana Strategis RENSTRA Dokumen perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima)

    tahun.

    Responsif Gender Perhatian dan kepedulian yang konsisten dan

    sistematis terhadap perbedaan-perbedaan

    perempuan dan laki-laki di dalam masyarakat yang

    disertai upaya menghapus hambatan-hambatan

    struktural dan kultural dalam mencapai kesetaraan

    gender.

    Sasaran Target atau hasil yang diharapkan dari suatu program

    atau keluaran yang diharapkan dari suatu kegiatan.

    Standar Pelayanan Minimal SPM Ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar

    yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak

    diperoleh setiap warga secara minimal.

    Stranas

    PPRG

    Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan

    Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Yang

    Responsif Gender

    Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD Perangkat Pemerintah Daerah (Provinsi maupun

    Kabupaten/Kota) yang bertugas membantu

    penyusunan kebijakan, koordinasi, dan pelaksanaan

    kebijakan yang menjadi urusan daerah. Ke dalam SKPD

    termasuk Sekretariat Daerah, Staf-staf Ahli, Sekretariat

    DPRD, Dinas-dinas, Badan-badan, Inspektorat Daerah,

    lembaga-lembaga daerah lain yang bertanggung

     jawab langsung kepada Kepala Daerah, Kecamatan-

    kecamatan (atau satuan lainnya yang setingkat), dan

    Kelurahan/Desa (atau satuan lainnya yang setingkat).

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    13/72

    ixPanduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Pengarusutamaan Gender adalah

    strategi untuk menghilangkan

    hambatan yang menyebabkan

    tidak tercapainya kesetaraan dankeadilan gender.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    14/72

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    15/72

    1Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Bab I

    Pendahuluan

    1.1 Latar BelakangIndonesia merupakan salah satu negara yang ikut menandatangani Convention on the Elimination

    of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) pada tahun 1980 yang dengan tegas

    menolak segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Sebagai wujud komitmen tersebut,

    Pemerintah Indonesia meratifikasi Konvensi CEDAW5 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

    1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap

    Perempuan. Kemudian pada tahun 1995, Indonesia juga mendukung Beijing Platform for Action

    (BPFA)6 atau Landasan Aksi Beijing.

    Komitmen internasional dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan juga tertuangdalam Millenium Development Goals (MDGs)7  atau Tujuan Pembangunan Milenium pada tahun

    2000 yang merupakan deklarasi bersama dari 189 negara yang berkomitmen untuk bersama-

    sama mewujudkan pembangunan yang berpusat pada kesejahteraan manusia dengan 8 tujuan

    utama. Tujuan ke-3 MDGs secara khusus mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

    perempuan. Tujuan MDGs lainnya terkait dengan pengurangan kemiskinan, pendidikan,

    kesehatan ibu dan anak, penanggulangan penyakit menular, kelestarian lingkungan hidup, dan

    mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Indonesia merupakan salah satu

    negara yang ikut menandatangani Deklarasi Milenium tersebut. Dengan demikian, Pemerintah

    Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan pembangunan demi meningkatkan

    kesejahteraan rakyat dengan menghormati prinsip kesetaraan gender.

    Dalam rangka mempercepat pencapaian MDGs pada tahun 2015, Pemerintah Indonesia telah

    menetapkan Standar Pelayanan Minimal bagi pelayanan dasar. Standar Pelayanan Minimalyang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang

    merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sampai

    dengan tahun 2011 telah ditetapkan Standar Pelayanan Minimal dari 13 Kementrian/Lembaga

    yang selanjutnya menjadi pokok-pokok acuan bagi pemerintah daerah dalam penerapan SPM.

    Peraturan tentang SPM yang dikeluarkan Kementrian/Lembaga tersebut menjadi bagian yang

    tidak terpisahkan dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan, dan

    pertanggungjawaban di daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada

    masyarakat dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Tantangannya kemudian adalah

    memastikan bahwa pelayanan dasar yang diberikan oleh Pemerintah dapat dirasakan manfaatnya

    baik oleh laki-laki maupun perempuan sesuai dengan kebutuhan dan pengalamannya.

    5 Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) adalah suatu instrumen standar internasional yang diadopsi oleh Perserikatan

    Bangsa-Bangsa pada 18 Desember 1979 dan mulai berlaku pada tanggal 3 Desember 1981. CEDAW menetapkan secara universal prinsip-prinsip persamaan hak an-

    tara laki-laki dan perempuan. Konvensi menetapkan persamaan hak untuk perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, di semua bidang – politik, ekonomi,

    sosial, budaya dan sipil. Lihat http://cedaw-seasia.org/docs/indonesia/CEDAW_text_Bahasa.pdf.

    6 Beijing Declaration and Platform For Actions atau biasa disebut Beijing Platform for Actions (BPFA) merupakan rekomendasi dan hasil Konferensi tingkat Dunia

    tentang Perempuan ke IV yang diselenggarakan di Beijing, China, pada tahun 4-15 September 1995. Konferensi yang bertema : Persamaan, Pembangunan, Per-

    damaian ini telah menghasilkan sejumlah rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh negara-negara anggota PBB dalam upaya meningkatkan akses dan kontrol

    kaum perempuan atas sumber daya ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

    7 MDGs merupakan Deklarasi Milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang mulai dijalankan

    pada September 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan mas-

    yarakat pada 2015. Target ini merupakan tantangan utama dalam pembangunan di seluruh dunia yang terurai dalam Deklarasi Milenium, dan diadopsi oleh 189

    negara serta ditandatangani oleh 147 kepala pemerintahan dan kepala negara pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT ) Milenium di New York pada bulan Septem-

    ber 2000.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    16/72

    2 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Sejak tahun 1997 Indonesia telah berkomitmen untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan

    gender yang tertuang sebagai salah satu tujuan dari GBHN 1997-2002. Namun komitmen tersebut

    mengalami beberapa kendala dalam implementasinya, karena masih banyak yang memaknai

    komitmen tersebut sebagai pengalokasian program khusus bagi perempuan. Hal ini berdampak

    pada munculnya resistensi dan kesalahpahaman tentang upaya tersebut. Oleh karenanya

    kemudian dikenalkanlah strategi pengarusutamaan gender (PUG).Strategi ini dituangkan dalam

    Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam PembangunanNasional, yang ditujukan kepada seluruh instansi pemerintah, swasta dan masyarakat baik di

    pusat dan di daerah.

    Kemudian untuk memastikan pelaksanaanya PUG di daerah, dikeluarkan Peraturan Menteri

    Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 (yang kemudian disempurnakan dan diperbaiki melalui

    Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011) tentang Pedoman Umum Pelaksanaan

    Pengarusutamaan Gender di Daerah. Bahkan pada tahun 2012 Kementerian Perencanaan

    Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan

    Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah menerbitkan Surat Edaran

    Nomor : 270/M.PPN/11/2012, Nomor : SE-33/MK.02/2012, Nomor: 050/4379A/SJ, dan Nomor: SE

    46/MPP-PA/11/2012 Tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender Melalui

    Perencanaan dan Penganggaran Yang Responsif Gender (Stranas PPRG).

    Penerapan perencanaan dan penganggaran responsif gender menunjukkan komitmen

    pemerintah terhadap kondisi dan situasi kesenjangan perempuan dan laki-laki yang masih terjadi,

    sekaligus juga melaksanakan konvensi internasional yang telah diratikasi (seperti CEDAW) dan

    kesepakatan internasional yang sudah ditandatangani (seperti Landasan Aksi Beijing dan MDGs).

    Persoalannya inisatif untuk melaksanakan berbagai komitmen dan kebijakan tersebut masih

    dilakukan secara terpisah dan belum terintegrasi. Hal ini tak jarang berdampak pada tingkat

    efisiensi dan efektifitas pencapaian hasil dari masing-masing komitmen. Padahal banyak inisiatif

    dan alat-alat yang telah dikembangkan untuk masing–masing isu yang sering menguras tenaga,

    waktu dan biaya yang tidak sedikit.

    Upaya untuk mengintegrasikan sesungguhnya sudah dimulai dengan dikeluarkannya Petunjuk

    Pelaksanaan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender bagi Pemerintah Daerah yangterlampir dalam Stranas PPRG. Disini ada upaya mengintegrasikan PPRG untuk pencapaian MDGs.

    Sementara tentang SPM juga telah disinggung namun baru sebatas sebagai salah satu fokus

    dari pelaksanaan PPRG pada program dan kebijakan untuk penyelenggaraan pelayanan kepada

    masyarakat.

    Upaya lain juga tampak pada Permendagri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan

    Anggaran Belanja dan Pendapatan Daerah tahun 2014. Dalam bagian penjelasan dalam

    Permendagri ini juga diamanahkan agar memprioritaskan belanja untuk pelaksanaan urusan wajib

    agar sesuai dengan SPM yang telah ditetapkan. Selain itu juga diamanahkan untuk melakukan

    perencanaan dan penganggaran responsif gender. Namun Kementrian Dalam Negeri dalam hal

    ini Direktorat Jenderal Keuangan Daerah tidak mengatur lebih lanjut bagaimana SPM dan PPRG

    ini dilakukan dan dapat saling menguatkan. Padahal berdasarkan pengalaman BASICS dan paramitra kerja di daerah untuk penyusunan perencanaan dan penganggaran responsif gender dalam

    rangka percepatan pencapaian SPM dan MDGs dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan

    khusus.

    Oleh karena itu BASICS terpanggil untuk berkontribusi dengan mendokumentasikan instrumen

    dan pengalaman yang digunakan dalam mendampingi mitra kerja di daerah dalam melakukan

    PPRG untuk pencapaian SPM dan Percepatan MDGs. Panduan ini berupaya mengintegrasikan

    SPM, MDGS dan gender dalam menyusun perencanaan dan penganggaran, sehingga dapat

    berkontribusi dalam mendorong mekanisme dan sistem perencanaan dan penganggaran yang

    lebih baik.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    17/72

    3Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    1.2 Tujuan Penyusunan Panduan Tujuan dari penyusunan Panduan ini adalah untuk:

    1. Memberikan pedoman bagi para perencana dalam menyusun Anggaran Responsif Gender

    (ARG), khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan, dalam upaya pemenuhan SPM

    pendidikan dan kesehatan serta pencapaian MDGs.

    2. Memampukan para perencana untuk mengintegrasikan perspektif gender dalam setiap

    tahap perencanaan dan penganggaran, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan.

    1.3 Ruang Lingkup PanduanRuang lingkup dari Panduan ini dibatasi pada perencanaan dan penganggaran responsif gender

    (PPRG) di bidang pendidikan dan kesehatan, dengan menggunakan:

    1. Teknik Gender Analysis Pathway (GAP); dan

    2. Teknik penyusunan Gender Budget Statement (GBS).

    Dalam panduan ini diulas bagaimana melakukan perencanaan program dan kegiatan

    pembangunan dalam mendorong percepatan pencapaian SPM dan MDGs Pendidikan dan

    Kesehatan. Hal baru yang ditawarkan adalah bagaimana kebijakan untuk pencapaian SPM, MDGs

    dan kesetaraan gender benar-benar diacu dan diterjemahkan dalam penyusunan perencanaan

    dan penganggaran. Dari sisi perencanaan dan penganggaran responsif gender (PPRG) panduan

    ini menawarkan bagaimana instrumen PPRG bisa digunakan untuk mendukung pencapaian SPM

    dan MDGs.

    1.4 Landasan Hukum Penyusunan Panduan1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang

    Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025;

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

    Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom;

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Antara

    Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

    4. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalamPembangunan Nasional;

    5. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas

    Pembangunan Nasional Tahun 2010;

    6. Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan;

    7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan

    Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan

    Pengarusutamaan Gender di Daerah;

    8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2013 tentang Perubahan

    atas Permendiknas Nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan

    Dasar;

    9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan

    Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Tahun 2014.

    10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 741/MENKES/PER/2008 tentang

    Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

    11. Surat Edaran Bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,

    Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan

    Perlindungan Anak Nomor 270/M.PPN/11/2012, Nomor SE-33/MK-02/2012, Nomor

    050/4379A/SJ, Nomor SE 46/MPP-PA/11/2012 tentang Strategi Percepatan Pelaksanaan

    Pengarusutamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    18/72

    1.5 Proses Penyusunan PanduanPanduan ini disusun berdasarkan penilaian kebutuhan dalam workshop persiapan penyusunan

    yang melibatkan focal point gender yang meliputi unsur Bappeda, BKBPP, Dinas Kesehatan, Dinas

    Pendidikan dan Organisasi Masyarakat Sipil dari kabupaten/kota dan provinsi wilayah kerja BASICS.

    Kemudian draft panduan disusun, diujicoba secara terbatas pada Dinas Pendidikan Kota Bau-Bau

    dan Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan, dan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara.

    Uji coba baru dilakukan untuk perencanaan dan penganggaran tahunan di sektor pendidikan dankesehatan pada program terpilih saja.

    Kemudian draft panduan ini juga telah direview oleh reviewer terpilih yaitu: Ibu DR. Ir. Sulikanti,M.

    Sc (Deputi PUG Bidang Ekonomi KPP dan PA), Ibu Hj. Nur Endang Abbas, SE, MSi (Kepala BPPKB

    Provinsi Sultra, saat ini menjabat sebagai Kepala BKD Provinsi Sultra ), Bapak Drs. Sudjiton, M.M

    (Kepala Bappeda Kota Bau Bau, sekarang menjabat sebagai Sekda Kabupaten Wakatobi), dan

    Bapak Noldy Tuerah, Ph.D (Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Utara, periode 2011-2013). Selain

    itu juga telah mendapat masukan dari peserta Lokakarya Nasional Pencapaian SPM melalui

    Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Percepatan MDGs yang dilakukan pada

    tanggal 26-28 September 2012 di Jakarta.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    19/72

    Gender merupakan konstruksisosial budaya tentang peran,

    perilaku, tanggung jawab,

    serta karaketeristik yang dianggap

    pantas untuk perempuan dan

    laki-laki.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    20/72

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    21/72

    7Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Bab II

    Konsep Gender

    dan Anggaran Responsif Gender

    2.1 Konsep GenderGender adalah konsep yang mengacu pada peran dan tanggungjawab perempuan dan laki-laki

    yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial budaya masyarakat (WHO, 2010).

    Istilah gender relatif baru masuk dalam khazanah pembangunan, termasuk pembangunan

    kesehatan, sehingga masih banyak terjadi kerancuan dalam memahaminya apalagi

    mengaplikasikannya. Kerancuan itu bermula dari pemahaman yang keliru tentang ‘gender’ yang

    sering diartikan sebagai jenis kelamin, khususnya perempuan; padahal, istilah ‘jenis kelamin/ sex’

    berbeda dengan gender.

    Jenis kelamin mengacu pada perbedaan karakteristik biologis dan siologis yang membedakan

    perempuan dan laki-laki. Jenis kelamin bersifat kodrati dan universal (berlaku di mana saja) dan

    tidak bisa dipertukarkan satu sama lain. Contoh dari sifat jenis kelamin antara lain: Perempuan

    dapat melahirkan, menstruasi, menyusui, laki-laki tidak; Perempuan mempunyai payudara yang

    berfungsi untuk menyusui, sedangkan laki-laki tidak memilikinya; Laki-laki mempunyai jakun,

    mempunyai testis, menghasilkan sperma, sedangkan perempuan tidak.

    Gender mengacu pada peran, perilaku, kegiatan serta karakteristik sosial lainnya yang dibentuk

    oleh suatu masyarakat atau budaya tertentu berdasarkan persepsi yang pantas untuk perempuanatau pantas untuk laki-laki. Persepsi gender dipraktikkan melalui perbedaan cara perempuan dan

    laki-laki dibesarkan, diajari berprilaku, dan diharapkan untuk ‘menjadi perempuan’ dan ‘menjadi

    lelaki’ menurut budaya masyarakatnya. Praktik ini direproduksi secara turun temurun.

    Gender beragam, bisa berubah-ubah dan bersifat dinamis. Contohnya antara lain:

    1. Beberapa pekerjaan yang dulu dianggap hanya cocok untuk laki-laki saja (seperti dokter,

    pilot, montir mobil, supir, dll) atau hanya cocok untuk perempuan saja (seperti guru TK,

    penjahit, juru masak, pekerja salon, dll) sekarang sudah dapat dilakukan baik oleh perempuan

    maupun laki-laki.

    2. Peran sebagai pencari nafkah bagi keluarga sekarang dapat dilakukan baik oleh laki-laki

    maupun perempuan, demikian juga dengan peran dalam mengurus rumah tangga sertamerawat dan membesarkan anak.

    3. Peran di bidang sosial kemasyarakatan dan politik yang dulu dianggap sebagai dunia laki-

    laki, sekarang sudah banyak digeluti oleh perempuan. Dan tidak sedikit perempuan yang

    berperan sebagai politisi, anggota legislatif, pemimpin organisasi masyarakat sipil, bahkan

    pemimpian negara.

    4. Perbedaan dan peran gender sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan

    ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Namun demikian, kondisi ideal tersebut belum

    tercipta karena masih terjadi ketidakadilan dan ketidaksetaraan atau diskriminasi gender.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    22/72

    8 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dapat terjadi dalam beberapa bentuk atau manifestasi,

    yakni :

    1. Stereotipe, yaitu menempatkan wanita sebagai mahluk lemah, mahluk yang perlu dilindungi,

    tidak penting, tidak punya nilai ekonomi, orang rumah, bukan pengambil keputusan, dan

    lain-lain;

    2. Subordinasi : yaitu menempatkan perempuan pada posisi di bawah laki-laki karenasteorotipnya sebagai mahluk lemah, tidak boleh mengambil keputusan dibandingkan laki-

    laki, tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk bekerja atau berproduksi, pendidikan,

    dan lain-lain;

    3. Marginalisasi, yaitu kondisi terpinggirkan, tidak diperhatikan atau diakomodasi dalam

    berbagai hal yang menyangkut kebutuhan, kepedulian, pengalaman, dan lain-lain;

    4. Beban majemuk, artinya perempuan bekerja lebih beragam daripada laki-laki, dan lebih lama

    waktu kerjanya, misalnya fungsi reproduktif dan peran sebagai pengelola rumah tangga,

    termasuk bekerja di luar rumah;

    5. Kekerasan terhadap perempuan, artinya perempuan mendapatkan serangan sik, seksual

    atau psikologis tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan. Kekerasan bisa

    berbentuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara

    sewenang-wenang, baik yang terjadi di ranah publik, tempat kerja, atau dalam kehidupan

    rumah tangga.

    Untuk mengurangi bentuk ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender tersebut diatas, maka perlu

    meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pembuat kebijakan (policy maker) dan pelaksana

    kebijakan tentang konsep dan isu gender, karena jika para pembuat dan pelaksana kebijakan

    masih memiliki pola pikir, sikap dan tingkah laku yang buta gender akan menghasilkan kebijakan

    netral atau bias gender karena tidak mempertimbangkan pengalaman, aspirasi, dan kebutuhan

    laki-laki dan perempuan yang berbeda. Oleh karena itu, para pembuat dan pelaksana kebijakan

    perlu sensitif gender agar dapat menghasilkan kebijakan, program dan kegiatan yang memastikan

    laki-laki dan perempuan memperoleh keadilan dan kesetaraan dalam akses, partisipasi, kontrol

    dan manfaat dalam setiap bidang pembangunan.

    Isu gender dalam bidang pendidikan dan kesehatan adalah masalah kesenjangan perempuandan laki-laki dalam hal akses, peran atau partisipasi, kontrol dan manfaat yang diperoleh mereka

    dalam pembangunan kesehatan. Kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat antara

    perempuan dan laki-laki dalam upaya atau pelayanan kesehatan secara langsung menyebabkan

    ketidaksetaraan terhadap status kesehatan perempuan dan laki-laki, sehingga kesenjangan

    tersebut harus menjadi perhatian dalam menyusun kebijakan/program sehingga kebijakan/

    program bisa lebih terfokus, e sien dan efektif dalam mencapai sasaran. Oleh karena itu, isu

    kesehatan tidak boleh hanya dilihat pada masalah service delivery (penyediaan layanan) saja,

    tetapi juga perlu melihat pada hubungan sosial budaya yang menyebabkan perbedaan status dan

    peran perempuan dan laki-laki dan relasi antara keduanya di masyarakat.

    2.2 Anggaran Responsif Gender

    2.2.1 PengertianAnggaran Responsif Gender (ARG) merupakan sistem penganggaran yang mengakomodasikan

    keadilan bagi perempuan dan laki-laki dalam memperoleh akses, manfaat, berpartisipasi

    dalam mengambil keputusan dan mengontrol terhadap sumber-sumber daya serta kesetaraan

    terhadap kesempatan dan peluang dalam memilih dan menikmati hasil pembangunan bidang

    kesehatan.

    2.2.2 Ciri Anggaran Responsif GenderCiri utama ARG adalah menjawab kebutuhan perempuan dan laki-laki, serta memberikan

    manfaat kepada perempuan dan laki-laki secara setara. Melalui anggaran responsif gender

    kesenjangan gender diharapkan dapat dihilangkan atau setidaknya dapat dikurangi.

    Anggaran Responsif Gender dibagi atas 3 kategori, yaitu:1. Anggaran khusus target gender, yaitu alokasi anggaran yang diperuntukkan untuk

    memenuhi kebutuhan dasar khusus perempuan atau laki-laki. Contoh : Program Making

    Pregnancy Safer (MPS), pengadaan kondom gratis bagi laki-laki, dan lain-lain.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    23/72

    9Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    2. Anggaran kesetaraan gender, yaitu alokasi anggaran untuk mengatasi masalah

    kesenjangan gender. Melalui analisis gender akan diketahui adanya kesenjangan

    dalam relasi antara laki-laki dan perempuan dalam akses, partisipasi, kontrol dan

    manfaat terhadap sumber daya. Kategori ARG ini juga termasuk untuk alokasi program/

    kegiatan untuk keperluan kebutuhan strategis gender, untuk mengejar kekurangan/

    ketertinggalannya. Contoh : program beasiswa dengan kuota khusus bagi perempuan/

    laki-laki untuk mencapai kesetaraan partisipasi dan manfaat dalam jenjang pendidikantertentu, suami siaga, penolong persalinan oleh tenaga kesehatan laki-laki untuk daerah

    terisolir, Jumantik laki-laki dan perempuan di setiap RT.

    3. Anggaran pelembagaan kesetaraan gender. Merupakan alokasi anggaran untuk

    penguatan kelembagaan PUG. Contoh: penyusunan pedoman PUG dan PPRG,

    penyusunan profil gender, pembentukan kelompok kerja PUG.

    2.2.3 Prinsip Anggaran Responsif GenderARG bekerja dengan cara menelaah dampak dari belanja suatu kegiatan terhadap perempuan

    dan laki-laki, dan kemudian menganalisa apakah alokasi anggaran tersebut telah menjawab

    kebutuhan perempuan serta kebutuhan laki-laki. Oleh karena itu ARG melekat pada struktur

    anggaran (program, kegiatan, dan output) yang ada dalam Rencana Kerja Anggaran (RKA)SKPD. Suatu output yang dihasilkan oleh kegiatan akan mendukung pencapaian hasil

    (outcome) program. Hanya saja muatan subtansi/materi output yang dihasilkan tersebut

    dilihat dari sudut pandang (perspektif) gender.

    Dengan perkataan lain, tujuan dari ARG bukan berfokus pada penyediaan anggaran dengan

     jumlah tertentu untuk pengarusutamaan gender, tapi lebih luas lagi, yaitu bagaimana

    anggaran keseluruhan dapat memberikan manfaat yang adil untuk laki-laki dan perempuan.

    Prinsip tersebut mempunyai arti:

    1. ARG bukanlah anggaran yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan;

    2. ARG sebagai pola anggaran yang akan menjembatani kesenjangan status, peran dan

    tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan;

    3. ARG bukanlah dasar yang “valid” untuk meminta tambahan alokasi anggaran;4. Adanya ARG tidak berarti adanya penambahan dana yang dikhususkan untuk program

    perempuan;

    5. Bukan berarti bahwa alokasi ARG hanya berada dalam program khusus pemberdayaan

    perempuan;

    6. ARG bukan berarti ada alokasi dana 50% laki-laki – 50% perempuan untuk setiap kegiatan;

    7. Tidak harus semua program dan kegiatan mendapat koreksi agar menjadi responsif

    gender, namun ada juga kegiatan yang netral gender

    2.2.4 Prasyarat Anggaran Responsif GenderPada dasarnya setiap perencanaan dan penganggaran program diharapkan bisa menerapkan

    ARG, namun demikian penerapan ARG bisa berlangsung dengan baik apabila didukung

    dengan prasyarat sebagai berikut:1. Kemauan politik yang tertera dalam dokumen perencanaan strategis suatu Kementerian/

    Lembaga termasuk kemauan dari para perencana program di K/L untuk menerapkan

    ARG;

    2. Ketersediaan data yang terpilah menurut jenis kelamin;

    3. Sumberdaya manusia yang memadai (perencana dan penanggungjawab program yang

    mampu melakukan analisis gender);

    4. Kemampuan untuk mengembangkan dan melakukan pemantauan dan evaluasi

    kebijakan, program dan kegiatan yang responsif gender.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    24/72

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    25/72

    11Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    PPRG merupakan instrumen

    untuk mengatasi kesenjangan

    antara laki-laki dan perempuandan mewujudkan keadilan

    dalam pembangunan.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    26/72

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    27/72

    13Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Bab III

    Urgensi PPRG

    untuk Pencapaian SPM & MDGs

    3.1 Arti PPRG untuk Pencapaian SPM dan MDGsPerencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG) bukan merupakan model perencanaan

    dan penganggaran yang terpisah dari mekanisme yang telah ada. PPRG juga tidak berarti meminta

    atau pun memberikan beban tambahan bagi anggaran. PPRG dilakukan untuk memastikan agar

    perencanaan dan penganggaran responsif terhadap kebutuhan laki-laki dan perempuan, serta

    berkontribusi untuk mengurangi kesenjangan penerima manfaat pembangunan. Ada beberapa

    alasan PPRG penting diantaranya seperti yang diulas di bawah ini.

    Kotak 1Empat Alasan Pentingnya Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender

    1. Instrumen untuk menerjemahkan dan melaksanakan komitmen, kebijakan dan

    regulasi pemerintah ke dalam tataran praksis.

    2. Instrumen untuk melaksanakan fungsi dan tujuan negara untuk mewujudkan

    kesejahteraan dan keadilan seluruh warga negara.

    3. Membuat perencanaan dan penganggaran menPjadi lebih efektif dan efisien.

    4. Berkontribusi untuk mengurangi kesenjangan tingkat penerima manfaat

    pembangunan.

    1) Perencanaan dan penganggaran responsif gender merupakan instrumen untuk

    menerjemahkan dan melaksanakan komitmen, kebijakan dan regulasi pemerintah.

    Indonesia terikat pada komitmen untuk melaksanakan CEDAW atau Konvensi Penghapusan

    Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Beijing Platform for Actions atau Landasan

    Aksi Beijing, dan MDGs.

    CEDAW menetapkan secara universal prinsip-prinsip persamaan hak antara laki-laki dan

    perempuan. Konvensi menetapkan persamaan hak untuk perempuan, terlepas dari status

    perkawinan mereka, di semua bidang – politik, ekonomi, sosial, budaya dan sipil. Konvensi

    mendorong diberlakukannya perundang-undangan nasional yang melarang diskriminasi

    dan mengadopsi tindakan-tindakan khusus-sementara untuk mempercepat kesetaraan de

    facto antara laki-laki dan perempuan, termasuk merubah praktek-praktek kebiasaan danbudaya yang didasarkan pada inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau peran

    stereotipe untuk perempuan dan laki-laki8.

    Beijing Platform for Actions merupakan landasan aksi bagi negara-negara di dunia untuk

    melaksanakan CEDAW yang fokus pada 12 area kritis, yaitu : (1) Perempuan dan kemiskinan;

    (2) Perempuan dan pendidikan; (3) Perempuan dan kesehatan; Kemudian (4) Kekerasan

    terhadap perempuan; (5) Perempuan dan konflik bersenjata; (6) Perempuan dan ekonomi;

    (7) Perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan keputusan; (8) Mekanisme kelembagaan

    untuk memajukan perempuan; (9) Hak-hak azasi untuk perempuan; (10) Perempuan dan

    media masa; (11) Perempuan dan lingkungan hidup; (12) Anak perempuan9.

    8 Lihat http://cedaw-seasia.org/docs/indonesia/CEDAW_text_Bahasa.pdf.

    9 Lihat www.un.org.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    28/72

    14 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Sedangkan MDGs atau Tujuan Pembangunan Milenium adalah hasil kesepakatan kepala

    negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) berupa delapan

    butir tujuan untuk tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015.

    Adapun ke-8 tujuan itu adalah : (1) Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; (2) Mencapai

    pendidikan dasar untuk semua; (3) Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

    perempuan;(  4) Menurunkan angka kematian anak; (5) Meningkatkan kesehatan ibu; (6)

    Memerangi HIV AIDs, malaria, dan penyakit menular lainnya; (7) Memastikan kelestarianlingkungan hidup; dan (8) Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan10.

    Kemudian dalam rangka mendorong percepatan pencapaian MDGS, Pemerintah Indonesia

    telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman

    Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal dan Peraturan Menteri Dalam Negeri

    Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan

    Minimal.

    Saat ini telah terdapat 15 Kementerian/Lembaga yang telah menyusun SPM, diantaranya

    Permendiknas No. 15 Tahun 2010 yang telah disempurnakan oleh Permendiknas No. 23 Tahun

    2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Kabupaten/Kota. SPM bidang

    kesehatan ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota.

    Dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, Pemerintah

    Indonesia juga telah menetapkan berbagai kebijakan yang menjadi landasan bagi

    urgensi pelaksanaan PPRG diantaranya: Intsruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang

    Pengarusutamaan Gender dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 tahun 2011 tentang

    Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman

    Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah.

    Implikasi dari peraturan tersebut dibutuhkan adanya kelembagaan dan penguatan kapasitas

    serta fasilitas agar Pengarusutamaan Gender benar-benar dapat diimplementasikan dalam

    berbagai bidang pembangunan. Oleh karenanya perlu didukung oleh perencanaan dan

    penganggaran yang responsif gender.

     2) Instrumen melaksanakan fungsi dan tujuan negara untuk mewujudkan kesejahteraan dan

    keadilan bagi seluruh warga negara.

    Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, menetapkan bahwa tujuan negara adalah

    melindungi, mencerdaskan, mensejahterakan dan mewujudkan keadilan. Oleh karena

    demikian, tujuan negara ini juga menjadi tujuan dari pembangunan Indonesia. Dalam rangka

    mencapai tujuan pembangunan, pemerintah telah mengubah paradigma pembangunan dari

    paradigma pembangunan tradisional yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan

    penimbunan modal menjadi paradigma baru yang menekankan pada growth (pertumbuhan)

    and equity (keadilan).

    Di tingkat internasional, Millenium Development Goals (MDGs) menjadi tujuan pembangunanyang hendak dicapai. Salah satunya adalah perlunya diwujudkan keadilan pembangunan

    agar bisa dirasakan manfaatnya oleh seluruh lapisan masyarakat, baik laki-laki maupun

    perempuan yang secara terus-menerus diupayakan oleh Gerakan Perempuan di dunia.

    Gerakan Perempuan kontemporer menggunakan pendekatan Gender and Development

    (GAD), yang fokus untuk mengubah ketimpangan gender dengan melihat relasi laki-laki dan

    perempuan dan menginginkan perempuan dan laki-laki memperoleh manfaat bersama dari

    pembangunan. Sebelumnya, pendekatan yang digunakan adalah Women in Development

    (WID) yang memusatkan perhatian pada perempuan dan mendorong perempuan

    diikutsertakan dalam pembangunan yang dikongkritkan dalam bentuk program khusus

    perempuan menjadi pendekatan

    10 Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium#

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    29/72

    15Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan, antara lain: birokrasi, regulasi,

    anggaran, sumberdaya manusia dan masyarakat sipil (organisasi masyarakat, pers dan

    perguruan tinggi) yang memerankan sebagai pelaku kontrol sosial. Pasal 23 ayat 1 Undang-

    Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa anggaran negara harus dikelola secara transparan

    dan akuntabel untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan demikian, anggaran

    merupakan alat untuk mewujudkan tujuan dan menjalankan fungsi negara. Kebijakan

    anggaran yang disusun merupakan refleksi dari prioritas dan keberpihakan pemerintah dalampembangunan.

    3) PPRG membuat perencanaan dan penganggaran menjadi lebih efektif dan efisien.

    Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara merupakan aturan yang

    menandai perubahan sistem anggaran dari anggaran tradisional ke anggaran berbasis kinerja

    (performance based budgeting). Undang-Undang ini kemudian diturunkan dalam aturan-

    aturan pelaksanaannya, yaitu: Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pedoman

    Pengelolaan Keuangan Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dan

    revisinya, yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman

    Pengelolaan Keuangan Daerah. Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut perencanaan dan

    penganggaran harus berbasis kinera.

    Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah penyusunan anggaran yang didasarkan atas

    perencanaan kinerja. ABK terdiri dari program dan kegiatan yang akan dilaksanakan serta

    indikator kinerja yang ingin dicapai oleh suatu entitas anggaran. Anggaran berbasis kinerja

    fokus pada pemberian layanan. Jika anggaran tradisional hanya melaporkan jumlah dana yang

    dialokasikan dan dibelanjakan, maka anggaran kinerja melaporkan apa yang telah dilakukan

    dengan uang yang ada. Oleh karena itu, dalam ukuran keberhasilan tidak ditentukan oleh

    habis/tidaknya anggaran melainkan ditentukan oleh tercapai/tidaknya indikator kinerja yang

    telah ditetapkan. Dengan demikian, indikator kinerja merupakan elemen utama yang perlu

    diperhatikan. Penganggaran berbasis kinerja bertujuan untuk membuat anggaran lebih

    ekonomis11 , efisien12 dan efektif 13 .

    4) Penerapan PPRG didasarkan atas semangat yang sama untuk membuat anggaran menjadi

    lebih ekonomis, efisien dan efektif. PPRG dapat berkontribusi positif untuk mewujudkantujuan dari penganggaran berbasis kinerja karena pada PPRG dilakukan analisis situasi/ 

    analisis gender.

    Dalam analisa situasi dilakukan pemetaan peran perempuan dan laki-laki, kondisi perempuan

    dan laki-laki, kebutuhan perempuan dan laki-laki serta permasalahan perempuan dan laki-

    laki. Dengan demikian analisis gender akan melihat, meneliti dan memberikan jawaban yang

    lebih tepat untuk memenuhi kebutuhan perempuan dan laki-laki melalui penetapan program/

    kegiatan dan anggaran, menetapkan kegiatan apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi

    kesenjangan gender, dan siapa yang sebaiknya dijadikan target sasaran dari sebuah program/

    kegiatan, kapan dan bagaimana program/kegiatan akan dilakukan.

    5) Mengurangi kesenjangan tingkat penerima manfaat pembangunan

    Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 telah jelas disebutkan tentangAsas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah, yang biasa disebut dengan 10 asas umum

    pengelolaan keuangan daerah, yaitu : tertib, taat pada peraturan perundang undangan,

    efektif, efisien, ekonomis,transparan, bertanggung jawab, keadilan, kepatutan, dan manfaat

    untuk masyarakat.

    Dari peraturan tersebut secara jelas diamanahkan agar dalam pengelolaan keuangan daerah

    dimana didalamnya termasuk APBD harus mengedepankan keadilan, kepatutan dan manfaat

    untuk masyarakat. Ini berarti setiap warga negara baik laki-laki maupun perempuan berhak

    untuk memperoleh manfaat yang setara dari pembangunan baik di desa maupun di kota.

    Namun realitasnya masih ditemukan kesenjangan penerima manfaat pembangunan,

    diantaranya seperti yang dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

    11 Ekonomis berarti memperoleh masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.

    12 Efisien bermakna mencapai hasil maksimum dengan pengeluaran tertentu

    13 Efektif berbarti membandingkan pengeluaran dengan hasil yang diperoleh. Melihat pencapaian hasil program dengan target yang telah ditentukan.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    30/72

    16 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Tabel 1 Indeks IPM, IPG, dan IDG 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2011

    Provinsi IPM IPG IDG

    1.Nanggroe Aceh Darussalam 72,16 65,76 52,06

    2.Sumatera Utara 74,65 70,34 67,39

    3.Sumatera Barat 74,28 69,55 64,62

    4.Riau 76,53 66,17 65,34

    5.Jambi 73,3 63,95 58,59

    6.Sumatera Selatan 73,42 66,84 68,34

    7.Bengkulu 73,4 68,45 69,33

    8. Lampung 71,94 63,5 65,86

    9. Bangka Belitung 73,37 60,79 56,03

    10. Kepulauan Riau 75,78 64,69 60,62

    11.DKI Jakarta 77,97 74,01 74,7

    12. Jawa Barat 72,73 63,25 68,08

    13. Jawa Tengah 72,94 66,45 68,9914.Yogyakarta 76,32 73,07 77,84

    15.Jawa Timur 72,18 65,61 68,52

    16. Banten 70,95 63,35 66,58

    17.Bali 72,84 58,24 58,59

    18.Nusa Tenggara Barat 66,23 56,7 56,57

    19.Nusa Tenggara Timur 67,75 65,33 58,9

    20.Kalimantan Barat 69,66 64,78 56,39

    21. Kalimantan Tengah 75,06 69,8 69,48

    22. Kalimantan Selatan 70,44 65,59 62,99

    23.Kalimantan Timur 76,22 61,07 61,29

    24. Sulawesi Utara 76,54 68,6 68,61

    25. Sulawesi Tengah 71,62 63,03 66,08

    26. Sulawesi Selatan 72,14 62,75 63,38

    27. Sulawesi Tenggara 70,55 64,79 65,26

    28. Gorontalo 70,82 57,67 62,12

    29.Sulawesi Barat 70,11 65,86 64,62

    30.Maluku 71,87 67,76 76,51

    31. Maluku Utara 69,47 65,35 59,38

    32. Papua Barat 69,65 59,24 57,5433. Papua 65,36 62,69 57,74

    Indonesia 72,71 67,8 69,14

    Sumber: Diolah dari Data Pembangunan Manusia Berbasis Gender Tahun 2006-2012

    Kerjasama BPS dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 

    Data di atas menunjukkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antar daerah berbeda satu

    sama lainnya, demikian juga dengan Indeks Pembangunan Gender (IPG) maupun Indeks

    Pemberdayaan Gender (IDG). Jika dicermati daerah yang IPM-nya tinggi belum tentu memiliki

    IPG dan IDG yang tinggi juga. Ini menunjukkan bahwa kesenjangan antara penerima manfaat

    pembangunan tidak saja terjadi antar wilayah tetapi juga antara laki-laki dan perempuan

    dalam satu wilayah yang sama.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    31/72

    17Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Disinilah letak pentingnya PPRG karena membantu para perencana untuk menemukan faktor

    kesenjangan dan penyebab kesenjangan. Apakah yang berasal dari internal organisasi (sumber

    daya manusia, leadership, budaya organisasi, dan lain sebagainya) maupun yang berasal dari

    eksternal organisasi (budaya, kondisi ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya). Hal ini

    dapat diidentifikasi dengan menggunakan analisis gender. Dengan berhasil ditemukannya

    akar masalah dari kesenjangan penerima manfaat maka para perencana akan dapat dengan

    tepat menyusun rencana program dan kegiatan yang akan dilakukan untuk mengatasikesenjangan penerima manfaat.

    3.2 Tujuan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender

    PPRG merupakan sebuah pendekatan penyusunan perencanaan dan penganggaran yang

    bertujuan untuk:

    1. Memberikan pedoman dalam melaksanakan program/kegiatan dan pengelolaan anggaran

    dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan keadilan.

    2. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pengambil keputusan tentang isu-isu

    gender dalam kebijakan/program/kegiatan dan anggaran pemerintah.

    3. Mendorong kesetaraan akses, kontrol, partisipasi dan penerima manfaat pembangunan,

    baik laki-laki dan perempuan.4. Mewujudkan perencanaan dan penganggaran yang ekonomis, efisien, efektif, dan adil.

    5. Mendorong akuntabilitas pemerintah dalam menjalankan komitmennya untuk mewujudkan

    kesetaraan gender dan kesejahteraan semua anggota masyarakat, laki-laki dan perempuan.

    3.3 Dasar Hukum PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs

    Inpres 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional telah

    menginstruksikan kepada Menteri; Kepala Lembaga Pemerintahan Non Departemen; Pimpinan

    Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara; Panglima Tentara Nasional Indonesia;

    Kepala Kepolisian Republik Indonesia; Jaksa Agung Republik Indonesia; Gubernur; Bupati/

    Walikota diantaranya untuk : “Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya

    perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan programpembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta

    kewenangan masing-masing.”

    Dasar hukum yang secara eksplisit mengamanahkan tentang perencanaan dan penganggaran

    responsif gender diantaranya:

    1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 Tahun 2003 tentang Pedoman

    Pengarusutamaan Gender di Daerah dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Negara (APBN), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk

    masing-masing Provinsi, Kabupaten dan Kota sekurang-kurangnya minimal sebesar 5 %

    (lima persen) dari APBD Provinsi, Kabupaten dan Kota. Namun dalam perkembangannya

    Kepmendagri ini direvisi oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 yang

    tidak lagi memberikan alokasi anggaran khusus untuk gender karena dalam prakteknyasering terjadi kesalahan pahaman dimana anggaran responsif gender hanya untuk BPPKB

    atau pun khusus anggaran perempuan. Padahal idealnya perencanaan dan penganggaran

    responsif gender harus dilakukan oleh semua institusi.

    2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Umum

    Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender di Daerah. Dalam Permendagri ini Pasal yang secara

    khusus mengatur tentang perencanaan dan penganggaran responsif gender ada pada

    pasal 4, 5, dan 6 (mengatur tentang perencanaan responsif gender) serta pasal 26,27, dan

    28 (mengatur tentang pendanaan). Namun belum secara khusus menyebutkan tentang

    penganggaran responsif gender. Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah daerah

    berkewajiban menyusun kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan berperspektif

    gender yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah atau

    RPJMD, Rencana Strategis SKPD, dan Rencana Kerja SKPD. Penyusunan kebijakan, program,

    dan kegiatan pembangunan berperspektif gender sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

    dilakukan melalui analisis gender.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    32/72

    18 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    3. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan

    Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan

    Pengarusutamaan Gender di Daerah. Perubahan dilakukan terhadap pasal 1, pasal 4, pasal

    5 dan penambahan pasal 5A, pasal 6, pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 11 dan pasal

    12. Pasal yang secara khusus mengatur PPRG ada dalam Pasal 1, pasal 4, pasal 5 dan pasal

    5A. Hal yang baru dan belum ada sebelumnya adalah tentang amanah penyusunan Gender

    Budget Statement (GBS) dalam Pasal 5A ayat 1.

    4. Surat Edaran Nomor : 270/M.PPN/11/2012, Nomor : SE-33/MK.02/2012, Nomor: 050/4379A/SJ,

    dan Nomor: SE 46/MPP-PA/11/2012 Tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan

    Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Yang Responsif Gender (STRANAS).

    Kebijakan PPRG ke depan diarahkan pada: (1) Pelembagaan PPRG dengan membangun

    komitmen pejabat tertinggi dan tinggi K/L dan Pemerintah Provinsi; (2). Koordinasi instansi

    penggerak dengan K/L teknis dan SKPD teknis; dan (3)Peningkatan kapasitas K/L dalam

    melakukan analisis gender untuk menyusun Lembar ARG.

    5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan

    Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2014. Dalam bagian lampiran V yang

    mengatur Hal Khusus Lainnya point 40 mengamanahkan untuk melaksanakan PPRG denganmengacu kepada SE Nomor : 270/M.PPN/11/2012, Nomor : SE-33/MK.02/2012, Nomor:

    050/4379A/SJ, dan Nomor: SE 46/MPP-PA/11/2012 Tentang Strategi Nasional Percepatan

    Pengarusutamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran Yang Responsif

    Gender (STRANAS). Kemudian dalam implementasi untuk perencanaan dan penganggaran

    responsif gender mengacu dan tidak bertentangan dengan payung hukum perencanaan,

    penganggaran, standar pelayanan minimal, dan gender.

    Kotak 2

    Dasar Hukum PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs

    Perencanaan

    • UU No.25 /2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

    • UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah;

    • UU No.12/2008 tentang Pemerintahan Daerah;

    • PP No. 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi

    Pelaksanaan Pembangunan Daerah;

    • Permendagri No.54/ 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor

    8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan

    Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

    • Permendagri Nomor 23 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan, Pengendalian

    dan Evaluasi Rencana Kerja Pembangunan Daerah Tahun 2014.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    33/72

    19Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Kotak 2

    Dasar Hukum PPRG untuk Pencapaian SPM dan Percepatan MDGs

    Penganggaran

    • UUD 19 45 tentang Konstitusi Negara;

    • UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara;• UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara;

    • UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan

    Negara;

    • UU No. 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;

    • PP No. 58/2005 tentang Keuangan Daerah;

    • Permendagri 13/2006 yang disempurnakan oleh Permendagri 59/2007 tentang Tata

    Cara Pengelolaan Keuangan Daerah;

    • Permendagri No. 27 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2014 SPM Pendidikan dan Kesehatan;

    • Peraturan Pemerintah No. 65/ 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan

    Standar Pelayanan Minimal;

    • Peraturan Pemerintah No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan PemerintahanAntara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/

    Kota;

    • Peraturan Pemerintah No. 79/2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana

    Pencapaian Standar Pelayanan Minimal;

    • Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 741/Menkes/PER/VII/2008 Tentang Standar

    Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;

    • Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 15/ 2010 tentang Standar Pelayanan

    Minimal Pendidikan Dasar Kabupaten/Kota.

    Gender

    • UU No. 7/1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap

    Perempuan;• Inpres No.9/2000 tentang Pengarus Utamaan Gender dalam Pembangunan

    Nasional;

    • Inpres Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan;

    • Permendagri 15/ 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG di Daerah

    • Permendagri 67/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan PUG di daerah

    • Surat Edaran Nomor : 270/M.PPN/11/2012, Nomor : SE-33/MK.02/2012, Nomor:

    050/4379A/SJ, dan Nomor: SE 46/MPP-PA/11/2012 Tentang Strategi Nasional

    Percepatan Pengarusutamaan Gender Melalui Perencanaan dan Penganggaran

    Yang Responsif Gender (Stranas PPRG)

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    34/72

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    35/72

    21Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    PPRG memastikan pelayanan

    dasar yang manfaatnya dapat

    dirasakan secara adil

    oleh laki-laki dan perempuan.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    36/72

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    37/72

    23Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    BAB IV

    KONSEP PERENCANAAN DAN

    PENGANGGARAN RESPONSIF GENDERUNTUK PENCAPAIAN SPM DAN MDGS

    4.1 Kharakteristik Perencanaan dan Penganggaran Responsif

    Gender untuk Pencapaian SPM dan MDGsPerencanaan dan penganggaran responsif gender bukanlah suatu upaya penyusunan rencana

    dan anggaran yang terpisah. Perencanaan dan penganggaran responsif gender untuk pencapaianSPM dan percepatan MDGs merupakan sebuah pendekatan penyusunan perencanaan dan

    penganggaran untuk menjawab kebutuhan pelaksanaan SPM dan pencapaian MDGs dengan

    didahului oleh analisis gender. Dengan demikian masalah yang menyebabkan pencapaian

    SPM belum seperti diharapkan dapat ditelaah dan ditemukan akar masalahnya sehingga dapat

    diidentifikasikan tindakan-tindakan atau pun kegiatan yang harus dilakukan untuk mengatasinya.

    Dengan demikian pengalokasian anggaran dapat disusun dengan lebih tepat. Berikut gambar

    keterkaitan SPM, MDGs dan gender dengan perencanaan dan penganggaran.

    Gambar di atas memperlihatkan bahwa perencanaan dan penganggaran merupakan sebuah

    proses untuk mencapai keluaran yang berupa pencapaian SPM, yang kemudian akan berkontribusi

    untuk pencapaian MDGs dimana pada akhirnya akan meningkatkan kualitas hidup manusia yang

    terefleksi pada IPM. Serta meningkatnya keadilan penerima manfaat pembangunan bagi laki-laki

    dan perempuan yang terefleksi pada IPG maupun pemberdayaan perempuan yang terefleksi dari

    IDG.

    Keterkaitan perencanaan dan penganggaran

    dengan SPM, MDGs, dan Gender

    MDGS

    IPM/IPG/IDG

    SPM

    Perencanaan Penganggaran

    Dampak

    Hasil

    Keluaran

    Proses

    Gender

    Gender Gender

    4 E

    sumber: Sri Mastuti, 2012

    Gambar 1

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    38/72

    24 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    Demi menjamin agar dampak peningkatan kualitas hidup manusia yang secara berkeadilan itu

    tercapai maka dalam proses perencanaan perlu menggunakan 4E yaitu ekonomis, efisien, efektif

    dan equity. Ekonomis artinya bagaimana agar terjadi penghematan dari sisi sumber daya yang

    digunakan. Kemudian bagaimana dengan sumber daya yang terbatas tercapai hasil-hasil yang

    diharapkan sesuai dengan target yang optimal, dengan demikian efisiensi tercapai. Tetapi yang

     juga tidak kalah pentingnya juga efektifitas dimana tujuan dapat tercapai sesuai rencana. Equity

     juga harus menjadi pertimbangan agar menjamin adanya pemerataan distribusi sumber dayadan pengurangan kesenjangan penerima manfaat. Agar 4 E dapat diterapkan secara proporsional

    maka perspektif gender sangat diperlukan.

    Penyusunan perencanaan penganggaran berbasis SPM, MDGs dan responsif gender hendaknya

    berbasis pada data terpilah baik data kuantitatif maupun data kualitatif yang tersedia. Jika datanya

    belum tersedia maka perlu dilakukan pengumpulan data. Kemudian data-data tersebut mesti

    dikaji dan dianalisa secara kritis. Hal ini penting mengingat hasil analisa yang dilakukan nantinya

    akan menjadi acuan bagi penentuan kegiatan dan anggaran prioritas yang akan dialokasikan

    untuk percepatan pencapaian SPM dan MDGS. Data yang digunakan dapat berupa data kualitatif

    maupun kuantitatif. Di sini keberadaan data gender yang memberikan informasi tentang

    keterkaitan isu-isu gender dengan data terpilah berdasarkan jenis kelamin akan menjadi penting

    dan sangat membantu mempertajam hasil analisa.

    Perencanaan penganggaran berbasis SPM, MDGs dan responsif gender tetap menjunjung

    prinsip-prinsip perencanaan dan penganggaran yang baik sebagaimana yang telah ditetapkan

    dalam Undang Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Prinsip-prinsip tersebut

    adalah mengedepankan transparansi, partisipasi, akuntabel, ekonomis, efisien, efektif, tertib, dan

    responsif.

    Nilai tambah dari perencanaan penganggaran berbasis SPM, MDGs dan responsif gender,

     justru terletak dari penggunaan perspektif gender dalam mengidentifikasikan kebutuhan,

    pengalokasian, dan mengkaji dampak anggaran bagi laki-laki maupun bagi perempuan.

    Kotak 3Karakteristik Perencanaan dan Penganggaran

    Berbasis SPM, MDGs dan Berkesetaraan Gender

    1. Mengintegrasikan SPM, MDGs dan kesetaraan gender dalam penyusunan

    perencanaan dan penganggaran.

    2. Bukan merupakan mekanisme perencanaan dan penganggaran terpisah dari

    mekanisme yang sudah ada.

    3. Perencanaan dan penganggaran yang didahului oleh analisa data dengan

    menggunakan perspektif gender untuk mengidentifikasikan permasalahan dalam

    pencapaian SPM dan MDGs serta isu gender yang ada.

    4. Perencanaan dan penganggaran yang tetap mengedepankan prinsip-prinsiptatalaksana pemerintahan yang baik ( good governance)

    Perencanaan dan penganggaran berbasis SPM, MDGs dan responsif gender dapat dibagi atas tiga

    kategori, yaitu:

    1) Alokasi anggaran untuk mendukung pencapaian SPM dan MDGS yang menjawab

    kebutuhan khusus gender.

    Di sini alokasi anggaran untuk pencapaian SPM dan MDGs diperuntukkan bagi pemenuhan

    kebutuhan praktis gender. Artinya jika terdapat alokasi anggaran ini maka kebutuhan khusus

    laki-laki dan atau kebutuhan khusus perempuan untuk dapat menjalankan peran domestik

    dan sosialnya dapat berjalan dengan baik. Namun dampak dari alokasi ini tidak sampai pada

    perubahan relasi atau pun kesenjangan sosial, politik dan ekonomi yang ada antara laki-laki

    dan perempuan. Contoh: Alokasi anggaran untuk program/kegiatan menurunkan angka

    kematian ibu melalui peningkatan cakupan peserta K4 dan cakupan persalinan oleh tenaga

    kesehatan terlatih.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    39/72

    25Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

     2) Alokasi anggaran untuk memberikan perlakuan khusus sementara (tindakan afirmatif)

    demi menjamin kesempatan dan percepatan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan.

    Alokasi ini diperuntukkan bagi upaya mengatasi kesenjangan gender akibat perbedaan

    akses, partisipasi, kontrol dan manfaat karena konstruksi sosial dan budaya setempat. Latar

    belakang sosial, budaya, pendidikan, lingkungan, dan keyakinan ikut berkontribusi dalam

    mempengaruhi kedudukan dan posisi laki-laki dan perempuan terhadap sumber daya.

    Akibatnya jika tidak dilakukan analisis terlebih dahulu terhadap kebutuhan sasaran program/kegiatan, maka salah satu kelompok, baik laki-laki atau pun (umumnya) pada perempuan,

    mengalami kesenjangan dalam penerimaan akses dan manfaat dari layanan publik atau pun

    manfaat pembangunan secara menyeluruh. Oleh karenanya untuk mengurangi kesenjangan,

    maka perlu memberikan perlakuan khusus sementara (tindakan afirmatif) kepada kelompok

    yang tertinggal.

    Contoh: Alokasi anggaran untuk pemerataan layanan pendidikan melalui peningkatan

    partisipasi sekolah anak laki-laki dan perempuan, di mana ada perbedaan yang nyata dalam

    tingkat partisipasi antara anak laki - laki dan anak perempuan. Contoh lainnya: Program

    peningkatan mutu pendidikan melalui kegiatan sertifikasi guru sekolah dengan memberikan

    perlakuan khusus sementara bagi kelompok guru perempuan yang berada di daerah tertinggal

    dan terisolir, karena umumnya guru perempuan tidak atau sulit meninggalkan keluarga dantempatnya bekerja.

    3) Alokasi anggaran untuk program dan kegiatan umum yang terkesan netral, termasuk

    kegiatan yang mendukung.

    Dalam kategori ini perlu dilakukan analisa gender untuk mengidentifikasikan isu-isu gender

    yang ada pada SPM/MDGs. Analisa gender hendaknya dilakukan oleh para perencana sendiri

    atau pun bekerjasama dengan focal point gender di SKPD yang bersangkutan dan juga

    organisasi masyarakat sipil termasuk kalangan perguruan tinggi. Hal ini sangat penting dan

    diutamakan karena program dalam setiap tujuan MDGs maupun indikator SPM, sesungguhnya

    terdapat isu gender yang jika diabaikan dapat berakibat pada kurang efektifnya pencapaian

    SPM dan MDGs.

    Contoh: Alokasi anggaran untuk peningkatkan cakupan peserta keluarga berencana (KB)

    aktif. Biasanya kegiatan ini hanya ditujukan kepada para istri saja, sehingga para suami jarang

    yang menjadi peserta KB. Tak jarang juga ada istri yang tidak bersedia menjadi peserta KB

    karena tidak diijinkan suaminya. Ketika istri dihadapkan pada kondisi tidak cocok dengan

    semua jenis alat kontrasepsi, para suami juga masih jarang yang bersedia menjadi asebtor

    KB. Kurangnya pengetahuan akan alat kontrasepsi pria bahkan tak jarang terjadi kesalah

    pahaman berkontribusi bagi masih rendahnya minat para suami menjadi peserta KB. Oleh

    karena demikian, kegiatan komunikasi informasi dan edukasi KB hendaknya mencakup

    peserta laki-laki dan perempuan.

    4.2. Penerapan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender

    dalam Anggaran Berbasis KinerjaAnggaran memiliki fungsi yang cukup strategis dalam pelaksanaan pembangunan. Fungsi

    anggaran dapat dilihat dari perspektif ekonomi dan perspektif administrasi.

    Dari perspektif ekonomi anggaran memiliki fungsi:

    1. Fungsi alokasi,  yaitu instrumen untuk penyediaan barang dan jasa guna pemenuhan

    kebutuhan masyarakat. Dalam kontek PPRG untuk pencapaian SPM dan percepatan MDGS,

    anggaran merupakan instrumen belanja guna memenuhi kebutuhan baik barang maupun

     jasa dengan memberikan kesempatan yang setara bagi laki-laki dan perempuan untuk

    menerima manfaat. Kebutuhan di sini meliputi kebutuhan praktis maupun kebutuhan

    strategis gender.

    2. Fungsi distribusi,  yaitu alat untuk memastikan pembangunan memberikan manfaatyang adil bagi rakyat. Anggaran menjadi instrumen untuk mendistribusikan pendapatan

    dan belanja untuk memastikan setiap anggota masyarakat memperoleh manfaat dari

    pembangunan baik laki-laki maupun perempuan, anak perempuan dan anak laki-laki.

  • 8/17/2019 2014-11!28!1 PPResponsif Gender Untuk Pencapaian SPMMCGS

    40/72

    26 Panduan Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender untuk Pencapaian SPM & MDGs

    3. Fungsi stabilisasi,  merupakan alat untuk memastikan terjadinya pembangunan yang

    berkelanjutan dengan mengontrol angka pertumbuhan dan menekan inflasi. Dalam rangka

    mengendalikan pertumbuhan dan inflasi keberadaan pekerja sektor informal dan industri

    kecil tentu tidak dapat diabaikan. Di sini peran perempuan yang pada umumnya banyak

    bekerja di sektor informal dan industri kreatif tentu perlu diperhatikan.

    Fungsi anggaran dari perspektif administrasi yaitu: (1) Fungsi perencanaan. (2) Fungsi manajemen.(3) Fungsi pengawasan. (4) Fungsi Evaluasi. Dalam konteks perencanaan dan penganggaran

    responsif gender, fungsi administrasi diimplementasikan sebagai alat untuk mewujudkan visi,

    misi maupun penerapan strategi dan pelaksanaan program dan kegiatan.

    Dalam banyak visi, misi maupun strategi pembangunan di daerah mencantumkan peningkatan

    kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan prima. Bahkan ada daerah seperti Provinsi Sulawesi

     Tenggara dalam RPJMD 2009-2013 mencantumkan secara eksplisit bahwa pengarusutamaan

    gender menjadi salah satu strategi pembangunannya. Oleh karena itu, dalam penyusunan

    anggaran daerah sudah semestinya dinyatakan secara eksplisit program, kegiatan dan anggaran

    responsif gender untuk pencapaian SPM dan MDGs. Pelaksanaannya mesti dimonitor dan

    dievaluasi.

    Penerapan anggaran responsif gender untuk pencapaian SPM dan MDGs sejalan dengan semangat

    asas umum pengelolaan keuangan daerah yang mengedepankan pada prinsip ekonomis, efektif,

    efisien dan adil.

    Kotak 4Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah

    Dalam pasal 4 Permendagri No. 13 Tahun 2006 telah jelas disebutkan tentang Asas Umum

    Pengelolaan Keuangan Daerah, yaitu:

    1) Tertib. Keuangan daerah dikelola secara tepat waktu, tepat guna yang didukung

    dengan bukti – bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan;

    2) Taat pada peraturan perundang-undangan. Pengelolaan keuangan daerah

    berpedoman pada peraturan perundang-undangan;

    3) Efektif. Membandingkan pengeluaran dengan hasil yang diperoleh. Melihat

    pencapaian hasil p