264825617-LP-DM
description
Transcript of 264825617-LP-DM
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa
darah melebihi normal. Insulin yang dihasilkan koleh kelenjar pankreas sangat penting
untuk menjaga keseimbangan kadar glukosa darah yaitu untuk orang normal (non diabetes)
waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam sesudah makan dibawah 140 mg/dL. Bila
terjadi gangguan pada kerja insulin, keseimbangan tersebut akan terganggu sehingga kadar
glukosa darah cenderung naik. Gejala bagi penderita Diabetes Mellitus adalah dengan
keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan (poliphagia), banyak buang air kecil
(poliuri), badan lemas serta penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, kadar
gula darah pada waktu puasa ≥ 126 mg/dL dan kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dL
(Badawi, 2009).
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi
dalam jumlah tertentu di dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang
dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar
glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau
pankreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan
hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti diabetes
ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Hiperglikemia jangka
panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis (penyakit ginjal dan
mata) dan komplikasi neuropati (penyakit pada syaraf). Diabetes juga disertai dengan
peningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang mencakup infark miokard, stroke dan
penyakit vaskuler perifer.
2. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi diabetes militus dan ciri – ciri kliniknya antara lain:
a. Klasifikasi I
1) Klasifikasi sekarang
Tipe 1: diabetes militus
2) Klasifikasi sebelumnya
Diabetes juvenilis (juvenilistergantung insulin (IDDM) Onset diabetes)
Ciri – ciri klinik
1) Awitan terjadi pada segala usia, tetapi biasanya usia muda (< 30 tahun )
2) Biasanya bertubuh kurus pada saat didiagnosis; dengan penurunan berat badan yang
baru saja terjadi.
3) Etiologi mencakup faktor genetik, imunologi dan lingkungan
4) Sering memiliki antibodi sel pulau langerhans
5) Sering memiliki antibodi terhadap insulin sekalipun belum pernah mendapatkan terapi
insulin
6) Sedikit atau tidak mempunyai insulin endogen
7) Memerlukan insulin untuk mempertahankan kelangsungan hidup
8) Cenderung mengalami ketosis jika tidak memiliki insulin
9) Komplikasi akut hiperglikemia: ketoasidosis diabetik
b. Klasifikasi II
1) Klasifikasi sekarang
Tipe II : non insulin dependent
2) Klasifikasi sebelumnya
Diabetes awitan dewasa (maturity diabetesmellitus (NIDDM)onset diabetes)
Ciri – ciri klinik
1) Awitan terjadi dalam segala usia, biasanya >30 tahun
2) Bertubuh gemuk saat didiagnosis
3) Etiologi mencakup faktor herediter, obesitas dan lingkungan
4) Tidak ada antibodi sel pulau langerhans
5) Penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin
6) Mayoritas gula darah dapat diturunkan dengan penurunan berat badan
7) Agens hipoglikemia oral dapat memperbaiki kadar glukosa darah bila modifikasi diit
dan latihan tidak berhasil
8) Mungkin diperlukan insulin untuk jangka pendek atau jangka panjang untuk mencegah
hiperglikemia
9) Ketosis jarang terjadi kecuali dalam keadaan stres atau menderita infeksi
10) Komplikasi akut : sindrom hiperosmolar nonketotik
c. Klasifikasi III
1) Klasifikasi sekarang
Diabetes militus yg berkaitan dengandiabetes sekunder
2) Klasifikasi sebelumnya
Keadaan atau sindrom lain
Ciri – ciri klinik
1) Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan penyakit
pankreatitis, kelainan hormonal, obat-obat seperti glukokortikoid dan preparat yang
mengandung estrogen
2) Bergantung pada kemampuan pankreas untuk menghasilkan insulin; pasien mungkin
memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin.
d. Klasifikasi IV
1) Klasifikasi sekarang
Diabetes gestasional(GDM)
2) Klasifikasi sebelumnya
Diabetes gestasional (GDM)
Ciri – ciri klinik
1) Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga
2) Disebabkan oleh hormon yang disekresikan oleh plasenta yang menghambat kerja
insulin
3) Resiko terjadinya perinatal diatas normal, khususnya makrosomia
4) Diatasi dengan diit dan insulin (jika diperlukan) untuk mempertahankan secara ketat
kadar normal glukosa darah
5) Terjadi 2-5% dari seluruh kehamilan
6) Intoleransi glukosa terjadi untuk sementara waktu tetapi dapat kambuh kembali:
a) Pada kehamilan berikutnya
b) 30-40% akan mengalami diabetes yang nyata (khususnya DM tipe 2)
Faktor resiko mencakup: obesitas, usia>30 tahun, riwayat diabetes dalam keluarga,
pernah melahirkan dengan makrosomia sebelumnya.
3. Etiologi
a. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
1) Faktor genetik:
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing.
3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
b. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola
familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam
kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel
tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan
insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat
reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan
abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa
normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk
mempertahankan euglikemia. Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus
tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih
ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa
kanak-kanak.
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula
faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II.
1) Ras atau Etnis
Beberapa ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang
Amerika di Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan
orang dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus.
Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang
sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes.
2) Obesitas
Lebih dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat
gemuk. Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten
terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan
terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir
kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk
dalam peredaran darah.
3) Kurang Gerak Badan
Makin kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga
atau aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah
dibakar menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin.
Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun sampai
50%.
4) Penyakit Lain
Beberapa penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya
kadar glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes. Penyakit-
penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, penyakit
pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berlebihan.
5) Usia
Resiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di
atas 40 tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang
mengalami obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun
meningkat.
4. Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti
sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi
dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan
setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein.
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme
sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi
lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi
insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini
menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi
hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat
kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena
ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka
ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan
dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang
disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang
disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat
haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus
yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-
sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein
menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu
banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang
menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila
terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya
bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini
apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik.
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan
juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran
basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan
terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi
insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang
buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal,
penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi
ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan
ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM)
terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
5. Manifestasi Klinis
a. Gejala awal pada penderita DM adalah
1) Poliuria (peningkatan volume urine)
2) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehisrasi intrasel mengikuti
dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan
gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel
merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih,
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita
seringkali merasa lapar yang luar biasa.
4) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes
lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
b. Gejala lain yang muncul:
1) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun
dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
2) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit
seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama
candida.
4) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat
kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel
saraf rusak terutama bagian perifer.
5) Kelemahan tubuh
6) Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak
dapat berlangsung secara optimal.
7) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama
dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan
yang rusak mengalami gangguan.
8) Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas menurun karena
kerusakan hormon testosteron.
9) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia.
6. Penatalaksanaan Medik dan Keperawatan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar
glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal
(euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
a. Diet
1) Syarat diet DM hendaknya dapat:
a) Memperbaiki kesehatan umum penderita
b) Mengarahkan pada berat badan normal
c) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
d) Mempertahankan kadar KGD normal
e) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
f) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
g) Menarik dan mudah diberikan
2) Prinsip diet DM, adalah:
a) Jumlah sesuai kebutuhan
b) Jadwal diet ketat
c) Jenis: boleh dimakan/tidak
3) Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan
kalorinya.
a) Diit DM I : 1100 kalori
b) Diit DM II : 1300 kalori
c) Diit DM III : 1500 kalori
d) Diit DM IV : 1700 kalori
e) Diit DM V : 1900 kalori
f) Diit DM VI : 2100 kalori
g) Diit DM VII : 2300 kalori
h) Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
1) J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
2) J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
3) J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi
penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body
weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BBR = < BB (Kg) / TB (cm) – 100 > X 100 %
Kurus (underweight)
Kurus (underweight) : BBR < 90 %
Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
Obesitas, apabila : BBR > 120 %
Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
Normal : BB X 30 kalori sehari
Gemuk : BB X 20 kalori sehari
Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
b. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
1) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam
sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan
kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas
insulin dengan reseptornya.
2) Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
3) Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
4) Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
5) Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang
pembentukan glikogen baru
6) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam
lemak menjadi lebih baik.
c. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu
bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau
media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
d. Obat
1) Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
(1) kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
(2) kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
(1) ekstra pankreatikBiguanida pada tingkat prereseptor
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
(3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2) Insulin
a) Indikasi penggunaan insulin
(1) DM tipe I
(2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
(3) DM kehamilan
(4) DM dan gangguan faal hati yang berat
(5) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
(6) DM dan TBC paru akut
(7) DM dan koma lain pada DM
(8) DM operasi
(9) DM patah tulang
(10) DM dan underweight
(11) DM dan penyakit Graves
b) Beberapa cara pemberian insulin
(1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah
suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada
beberapa factor antara lain:
Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan
paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap
hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30
menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini
berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada
subcutan.
Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat
perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u –
10 maka efek insulin dipercepat.
(2) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-
kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan
intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
(3) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(4) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi
insulin.
7. Komplikasi
a. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia
2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner
(cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
Penderita diabetes dapat mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-
arteri besar. Penderita NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering
daripada penderita IDDM. Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme
lemak dan lipid. Selain itu, diabetes dianggap memberikan peranan sebagai faktor
dalam timbulnya hipertensi yang dapat mempercepat aterosklerosis. Pengecilan lumen
pembuluh darah besar membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan
dapat menyebabkan ischemia jaringan, dengan akibatnya timbul berupa penyakit
cerebro vascular, penyakit arteri koroner, stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit
vascular perifer.
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
Ditandai dengan penebalan dan kerusakan membran basal pembuluh kapiler,
sering terjadi pada penderita IDDM dan bertanggung jawab dalam terjadinya
neuropati, retinopati diabetik.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh
pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
b. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
1) Neuropati diabetik
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer, sistem syaraf otonom,
medula spinalis atau sistim saraf pusat.
Neuropati sensorik/neuropati perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas
bawah dengan gejala parastesia (rasa tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa
terbakar terutama pada malam hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran
terhadap postur serta gerakan tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang
berhubungan dengan tubuh) dan penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat
menimbulkan gaya berjalan yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan
suhu membuat penderita neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada
kaki tanpa diketahui.
2) Retinopati diabetik
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil pada retina selain
retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami pembentukan katarak yang
diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan pembengkakan
lensa dan kerusakan lensa.
3) Nefropati diabetik
Perubahan struktur dan fungsi ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah
pyelonefritis, lesi-lesi glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai
dengan adanya proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya
penyakit.
4) Proteinuria
5) Kelainan koroner
6) Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
Grade 0 : Tidak ada luka
Grade I : Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III : Terjadi abses
Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang
dikumpulkan atau dikaji meliputi :
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang :
1) Nama, digunakan untuk mengetahui identitas pasien agar jelas siapa pasiennya.
2) Umur, digunakan sebagai indicator untuk mengetahui indikasi penyebab DM sesuai
dengan klasifikasi DM.
3) Jenis kelamin, digunakan sebagai indicator untuk mengetahui siapa yang paling
rentan menderita penyakit DM, biasanya lebih dominan pada perempuan diakrenakan
pola aktifitas yang berbeda.
4) Alamat rumah, agama, status perkawinan, digunakan sebagai data penunjang identitas
pasien.
5) Suku bangsa, secara tradisional biasanya dapat menggambarkan pola diet orang
tersebut sehingga dapat digunakan sebagai salah satu factor pendukung penyakit DM.
6) Pendidikan terakhir, digunakan sebagai indicator tentang pemahaman pasien akan
kondisi kesehatan dan bagaimana memelihara kondisi kesehtan serta bagaimana cara
pencegahan dan mengobati saat sudah terpapar hingga tidak mencapai pada kondisi
kerusakan dan komplikasi yang lebih parah.
7) Pekerjaan pasien, digunakan sebagai indicator untuk mengetahui pola aktifitas pasien
sehari-harinya, sebab dapat dijadikan factor pendukung dalam penyakit DM.
8) Nomor registrasidan nama penanggungjawab, digunakan sebagai data penunjang
identitas pasien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit.Biasanya pada pasien dengan Diabetes Mellitus tipe II
didapatkan keluhan seperti badannya terasa lemah sekali, tekanan darah tinggi, atau
memiliki luka yang tidak kunjung sembuh.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
rumah sakit. Biasanya pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu ada riwata penyakit yang pernah diderita oleh pasien
yang dapat mengakibatkan terjadinya DM dan komlikasinya, seperti penyakit jantung,
stroke, obesitas, riwayat lahir mati, kelahiran, dengan bayi 9 bulan
4) Riwayat kesehatan keluarga :
Riwayat kesehatan keluarga adalah riwayat penyakit yang diderita keluarga seperti
DM, penyakit jantung, stroke, obesitas, riwayat lahir mati, kelahiran, dengan bayi 9
bulan.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat kesadaran → orientasi klien respon terhadap stimulasi
2) Tanda vital: N, S, TD, P, nafas bau aseton
3) Manifestasi komplikasi: tanda retinopati → ophtamoncopic
4) Suhu kulit, nadi lemah (posterior tibial dan dorsalis pedia)
5) Sensasi: tumpul dan tajam
6) Refleks
d. Psikososial
1) Gambaran klien tentang dirinya sebelum terdiagnosa dan persepsi saat ini.
2) Kapan klien terhadap kemampuan untuk melakukan tugas dan fungsi
3) Interaksi klien dengan anggota keluarga yang lain dan orang dalam pekerjaan dan
sekolah
4) Kapan kien merasa lebih stress
5) Suport dan pelayanan orang di sekitarnya
6) Depresi merasa kehilangan fungsi, kebebasan dan kontrol.
e. Laboratorium
1) Serum elektrolit (k dan Na)
2) Glukosa darah
3) BUN dan serum cretinin
4) Microalbuminuria
5) Glycosylated hemoglobin (HbA1c)
6) Nilai PH dan PCO2
2. Diagnosis Keperawatan
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh.
b. Kerusakan integritas kulit
c. Resiko infeksi
d. Intoleransi aktivitas
3. Intervensi Keperawatan
No NANDA: Nursing DiagnosisNursing Care Plan
NOC NIC
1. Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Definisi : asupan nutrisi tidak
cukup untuk memenuhi kabutuhan
metabolik.
Batasan Karakteristik :
Kram abdomen
Nyeri abdomen menghindari
makanan
Berat badan ideal 20% atau
lebih dibawah berat badan
ideal
Kerapuhan kapiler
Diare
o Status nutrisi :
masukan makanan
dan cairan
o Status nutrisi ;
asupan nutrisi
o Kontrol berat
badan
Kriteria Hasil :
1. Adanya
peningkatan berat
badan sesuai
dengan tujuan
2. Berat badan ideal
sesuai dengan
Manajemen Nutrisi
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
4. Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
5. Berikan substansi gula
6. Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih
( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
Kehilangan rambut berlebihan
Bising usus hiperaktif
Kurang makanan
Kurang informasi
Kurang minat pada makanan
Penurunan berat badan dengan
asupan makanan adekuat
Kesalahan konsepsi
Kesalahan informasi
Membran mukosa pucat
Ketidakmampuan memakan
makanan
Tonus otot menurun
Mengeluh gangguan sensasi
rasa
Mengeluh asupan makanan
kurang dari RDA
(Recommended Daily
Allowance)
Cepat kenyang setelah makan
Sariawan rongga mulut
Steatorea
Kelemahan otot pengunyah
Kelemahan otot untuk menelan
Faktor yang berhubungan :
Faktor biologis
Faktor ekonomi
Ketidakmampuan untuk
mengabsorbsi nutrien
Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan
Ketidakmampuan menelan
makanan
Faktor psikologis
tinggi badan
3. Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
4. Tidak ada tanda
tanda malnutrisi
5. Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Memantau Nutrisi
1. Monitor adanya penurunan berat
badan
2. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
3. Monitor lingkungan selama makan
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
5. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
6. Monitor turgor kulit
7. Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
8. Monitor mual dan muntah
9. Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
10. Monitor makanan kesukaan
11. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
12. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
13. Monitor kalori dan intake nuntrisi.
14. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
2. Kerusakan integritas kulit
Definisi : perubahan/ gangguan
o Integritas
jaringan :
membran kulit dan
Pressure Management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
pakaian yang longgar
epidermis dan/atau dermis.
Batasan Karakteristik :
Kerusakan lapisan kulit
(dermis)
Gangguan permukaan kulit
(epidermis)
Invasi struktur tubuh
Faktor yang berhubungan :
Eksternal
- Zat kimia, radiasi
- Usia yang ekstrim
- Kelembapan
- Hipertermia, hipotermia
- Faktor mekanik (mis :
gaya gunting (shearing
forces)
- Medikasi
- Lembap
- Imobilitasi fisik
Internal
- Perubahan status cairan
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan turgor
- Faktor perkembangan
- Kondisi
ketidakseimbangan nutrisi
(mis : obesitas, emasiasi)
- Penurunan imunologis
- Penurunan sirkulasi
- Kondisi gangguan
metabolik
- Gangguan sensasi
- Tonjolan tulang
mukosa
o Hemodialisis
Kriteria Hasil :
1. Integritas kulit
yang baik bisa
dipertahankan
(sensasi,
elastisitas,
temperatur,
hidrasi,
pigmentasi).
2. Tidak ada luka/lesi
pada kulit
3. Perfusi jaringan
baik
4. Menunjukka
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan
mencegah
terjadinya cedera
berulang
5. Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
setiap dua jam sekali
5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
pada derah yang tertekan
7. Monitor aktivitas dan mobilisasi
pasien
8. Monitor status nutrisi pasien
9. Memandikan pasien dengan sabun dan
air hangat
10.Kaji lingkungan dan peralatan yang
menyebabkan tekanan
11.Observasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik,warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal, formasi
traktus
12.Ajarkan pada keluarga tentang luka
dan perawatan luka
13.Kolaburasi ahli gizi pemberian diae
TKTP, vitamin
14.Cegah kontaminasi feses dan urin
15.Lakukan tehnik perawatan luka
dengan steril
16.Berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka
3. Resiko Infeksi
Definisi : mengalami
peningkatan resiko terserang
organisme patogenik
Faktor-faktor resiko :
Penyakit kronis
- Diabetes melitus
- Obesitas
Pengetahuan yang tidak cukup
untuk menghindari pemajanan
patogen
Pertahanan tubuh primer yang
tidak adekuat
- Gangguan peristaltis
- Kerusakan integritas kulit
(pemasangan kateter
intravena, prosedur
invasif)
- Perubahan sekresi pH
- Penurunan kerja siliaris
- Pecah ketuban dini
- Pecah ketuban lama
- Merokok
- Stasis cairan tubuh
- Trauma jaringan (mis:
trauma destruksi jaringan)
Ketidakadekuatan pertahanan
sekunder
- Penurunan hemoglobin
- Imunosupresi (mis :
imunitas didapat tidak
adekuat, agen
farmaseutikal termasuk
o Status imun
o Pengetahuan :
Kontrol infeksi
o Kontrol resiko
Kriteria Hasil :
1. Klien bebas dari
tanda dan gejala
infeksi
2. Mendeskripsikan
proses penularan
penyakit, faktor
yang
mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaanny
a.
3. Menunjukkan
kemampuan utnuk
mencegah
timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit
dalam batas
normal.
5. Menunjukkan
perilaku hidup
sehat.
Kontrol Infeksi :
1. Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain.
2. Pertahankan tekhnik isolasi
3. Batasi pengunjung bila perlu.
4. Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat
berkunjung dan setelah
berkunjung meninggalkan
pasien.
5. Gunakan sabun antimikrobia
untuk cuci tangan.
6. Cuci tangan setiap. Sebelum dan
sesudah tindakan keperawatan.
7. Gunakan baju sarung, sarung
tangan sebagai alat pelindung.
8. Pertahankan lingkungan aseptic
selama pemasangan alat.
9. Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai
dengan petunjuk umum.
10. Gunakan kateter intermiten
untuk menurunkan infeksi
kandung kencing.
11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila
perlu infection protection
(proteksiterhadapinfeksi).
13. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal.
14. Monitor hitungan granulosit,
WBC.
15. Monitor kerentangan terhadap
infeksi.
imunosupresan, steroid,
antibodi monoklonal,
imunomodulator)
- Supresi respon inflamasi
Vaksinasi tidak adekuat
Pemajanan terhadap patogen
lingkungan meningkat
- Wabah
Prosedur invasif
Malnutrisi
16. Batasi pengunjung.
17. Sering pengunjung terhadap
penyakit menular.
18. Pertahankan teknik asepsis pada
pasien yang beresiko.
19. Pertahankan tekhnik isolasi.
20. Berikan perawatan kulit dan
pada area epidema.
21. Inspeksi kulit dan membrane
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase.
22. Inspeksi kondisi luka/insisi
bedah.
23. Dorong masukan nutrisi yang
cukup.
24. Dorong masukan cairan.
25. Dorong istirahat.
26. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotic sesuai dengan resep.
27. Ajarkan pasien dan keluarga
tandadan gejala infeksi.
28. Laporkan kecurigaan infeksi.
29. Laporkan kultur positif.
4. Intoleransi aktivitas
Definisi : ketidakcukupan
energi psikologis atau fisiologis
untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari yang
harus atau yang ingin
dilakukan.
Batasan Karakteristik :
Respon tekanan darah
o Energy
conservation
o Activity tolerance
o Self care : ADLs
Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi
dalam aktivitas
fisik tanpa disertai
peningkatan
tekanan darah,
Activity Therapy
1. Observasi adanya pembatasan klien
dalam melakukan aktivitas
2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan
kelelahan
3. Monitor nutrisi dan sumber energi
yang adekuat
4. Monitor pasien akan adanya kelelahan
fisik dan emosi secara berlebihan
5. Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,
sesak nafas, diaporesis, pucat,
abnormal terhadap aktivitas.
Respon frekwensi jantung
abnormal terhadap aktivitas.
Perubahan EKG yang
mencerminkan aritmia.
Perubahan EKG yang
mencerminkan iskemia.
Ketidaknyamanan setelah
beraktivitas.
Dispnea setelah beraktivitas
Menyatakan merasa letih.
Menyatakan merasa lemah.
Faktor yang berhubungan :
Tirah baring atau
imobilisasi.
Kelemahan umum.
Ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan
oksigen.
Imobilitas
Gaya hidup monoton.
nadi, dan RR.
2. Mampu
melakukan
aktivitas sehari-
hari (ADLs) secara
mandiri.
3. Tanda-tanda vital
normal.
4. Energy
psikomotor.
5. Level kelemahan
6. Mampu
berpindah : dengan
atau tanpa bantuan
alat.
7. Status
kardiopulmonari
adekuat.
8. Sirkulasi status
baik.
9. Status respirasi :
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
perubahan hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
7. Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
10.Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
11.Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
12.Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13.Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
14.Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
15.Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
16.Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
17.Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual