Laporan Faal 1 Revisi

35
PRAKTIKUM MODEL FUNGSIONAL MATA A. Pendahuluan Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina danmenghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells. 1 Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata .1 Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina. 1 Pada percobaan lebar pupil dan aberasi sferis, penggunaan iris diharapkan akan memperjelas bayangan. Pada percobaan hipermetropia, bayangan diharapkan menjadi lebih jelas dengan menggunakan lensa sferis positif, sedangkan pada myopia lensa sferis negative. Pada astigmatisme, bayangan diharapkan menjadi jelas dengan lensa silindris. Pada percobaan akomodasi, dibutuhkan lensa sferis positif yang lebih kuat agar bayangan jelas. Pada mata afakia, dibutuhkan lensa sferis positif. 2 B. Tujuan Laporan Praktikum Fisiologi Modul Penginderaaan DK 4 Page 1

description

ergrg

Transcript of Laporan Faal 1 Revisi

PRAKTIKUM MODEL FUNGSIONAL MATA

A. Pendahuluan

Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan objek. Proses visual dimulai saat cahaya memasuki mata, terfokus pada retina danmenghasilkan sebuah bayangan yang kecil dan terbalik. Ketika dilatasi maksimal, pupil dapat dilalui cahaya sebanyak lima kali lebih banyak dibandingkan ketika sedang konstriksi maksimal. Diameter pupil ini sendiri diatur oleh dua elemen kontraktil pada iris yaitu papillary constrictor yang terdiri dari otot-otot sirkuler dan papillary dilator yang terdiri dari sel-sel epitelial kontraktil yang telah termodifikasi. Sel-sel tersebut dikenal juga sebagai myoepithelial cells.1

Jika sistem saraf simpatis teraktivasi, sel-sel ini berkontraksi dan melebarkan pupil sehingga lebih banyak cahaya dapat memasuki mata. Kontraksi dan dilatasi pupil terjadi pada kondisi dimana intensitas cahaya berubah dan ketika kita memindahkan arah pandangan kita ke benda atau objek yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata, pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata.1

Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33), dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada benda yang dekat dan jauh. Setelah cahaya mengalami refraksi, melewati pupil dan mencapai retina, tahap terakhir dalam proses visual adalah perubahan energi cahaya menjadi aksi potensial yang dapat diteruskan ke korteks serebri. Proses perubahan ini terjadi pada retina.1

Pada percobaan lebar pupil dan aberasi sferis, penggunaan iris diharapkan akan memperjelas bayangan. Pada percobaan hipermetropia, bayangan diharapkan menjadi lebih jelas dengan menggunakan lensa sferis positif, sedangkan pada myopia lensa sferis negative. Pada astigmatisme, bayangan diharapkan menjadi jelas dengan lensa silindris. Pada percobaan akomodasi, dibutuhkan lensa sferis positif yang lebih kuat agar bayangan jelas. Pada mata afakia, dibutuhkan lensa sferis positif.2

B. Tujuan

1. Menjelaskan padanan bagian-bagian model fungsional mata dengan bagian-bagian mata serta fungsinya

2. Mendemonstrasikan pelbagai keadaan refraksi serta tindakan koreksinya dengan menggunakan model fungsional mata:

a. Mata emetrop tanpa akomodasi

b. Mata miopia serta tindakan koreksinya

c. Mata hipermetropia serta tindakan koreksinya

3. Memahami dasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya melalui model fungsional mata

C. Alat dan Bahan

1. Model fungsional mata dengan perlengkapannya

2. Lampu senter

D. Tata Kerja

I. Mata sebagai susunan optik (Demonstrasi)

Pelajari model fungsional mata dengan perlengkapannya (lihat Gambar 1):

1. Kornea

2. Iris

3. Tiruan lensa yang diisi air

4. Retina yang dapat diatur pada 3 posisi

5. Benda yang akan diberi cahaya.

6. Lensa sferis positif

7. Lensa sferis negatif

Gambar 1. Model Fungsional Mata

II. Pembentukan bayangan benda

1. Pasang retina di posisi II (sesuai penanda bagian tengah pada retina).

2. Letakkan benda yang akan disinari cahaya di depan model mata

3. Hidupkan senter dan arahkan pada benda hingga tampak bayangan jelas pada retina (jarak benda dapat disesuaikan sampai diperoleh bayangan jelas pada retina.

III. Hipermetropia

1. Setelah diperoleh bayangan tegas (butir II nomor 3) pindahkan retina ke posisi III (sesuai penanda bagian belakang pada retina). Perhatikan bayangan menjadi kabur lagi.

2. Koreksi kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai (pada tempat lensa sferis) sehingga bayangan menjadi tegas kembali.

3. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara gunakan!

IV. Miopia

1. Angkat lensa sferis dari tempat lensa! Kembalikan retina ke posisi I. Perhatikan bayangan yang tegas.

2. Pindahkan retina ke posisi I (sesuai penanda bagian depan pada retina). Perhatikan bayangan menjadi kabur.

3. Perbaiki kelainan ini dengan meletakkan lensa yang sesuai di tempat lensa sferis sehingga bayangan menjadi tegas.

4. Catat jenis dan kekuatan lensa yang saudara gunakan!

V. Mata Afakia

1. Buat susunan seperti butir II nomor 3!

2. Lepaskan lensa sehingga terjadi mata afakia, yaitu mata tanpa lensa kristalina.

E. Hasil

1. Mata sebagai susunan optik (Demonstrasi)

2. Pembentukan bayangan benda

Bayangan yang terbentuk : Terbalik, maya, tidak diperbesar atau diperkecil (normal).

3. Hipermetropia

1. Bayangan yang terbentuk : Maya, terbalik, diperkecil, kabur.

2. Koreksi : Menggunakan lensa sferis positif.

4. Miopia

1. Bayangan yang terbentuk : Maya, terbalik, diperbesar.

2. Koreksi : Menggunakan lensa sferis negative.

5. Mata Afakia

Tidak ada bayangan terbentuk.

F. Pembahasan

1. Mata sebagai susunan optik (Demonstrasi)

Pertanyaan 1. Mengapa disediakan 3 posisi retina?

Disediakan 3 posisi retina untuk dapat mendemonstrasikan berbagai keadaan refraksi mata, yaitu :

a. mata emetrop tanpa akomodasi.

b. mata miopia.

c. mata hipermetropia.

Pertanyaan 2. Bagaimana cara membedakan lensa sferis negatif dengan lensa sferis positif?(Yang Direvisi)

Dengan menggerakkan lensa di atas deretan huruf, maka akan terlihat bahwa pada lensa positif huruf akan bergerak ke arah yang berlawanan dengan gerakan lensa, pada lensa negatif terjadi peristiwa sebaliknya.

Pertanyaan 3. Cara apakah yang lebih baik untuk menentukan jenis dan

kekuatan lensa?(Yang Direvisi)

Cara yang lebih sempurna ialah dengan menggunakan lensometer. Lensometer adalah instrumen optik yang digunakan untuk mengukur kekuatan lensa (Dioptri), mengetahui arah base lensa prisma dan mengetahui titik fokus sebuah lensa. Dalam perkembangannya Automatic Lensometer dapat pula dipergunakan untuk mengukur nilai kemampuan material lensa dalam menahan radiasi sinar Ultra Violet (UV).

2. Pembentukan bayangan benda

Pertanyaan 4. Sebutkan sifat bayangan yang terbentuk!

Sifat bayangan yang terbentuk pada saat praktikum adalah terbalik, maya, tidak diperbesar atau diperkecil (normal).

Pertanyaan 5. Sebutkan analogi keadaan ini dengan mata sebenarnya

Sifat bayangan yang terbentuk pada saat praktikum adalah terbalik, maya, tidak diperbesar atau diperkecil (normal). Pada mata emetrop, sifat bayangan yang terbentuk seharusnya nyata, terbalik, dan diperkecil.

Pupil adalah bagian mata yang berfungsi mengatur besar kecilnya cahaya yang masuk ke bola mata. Retina adalah selaput tipis di bagian belakang bola mata. Lapisan itu paling banyak mengandung saraf penglihatan. Fovea atau bintik kuning adalah bagian retina, tempat berkumpulnya ujing-ujung saraf penglihatan sehingga paling peka terhadap rangsang (impuls) cahaya.

Syarat kita dapat melihat benda adalah harus ada cayaha. Cahaya dapat berasal langsung dari sumber cahaya atau berasal dari cahaya yang dipantulkan oleh benda-benda yang ada di sekeliling kita. Cahaya masuk menembus kornea, terus melewati lensa mata, dan akhirnya sampai ke retina. Bayangan benda jatuh tepat di bintik kuning, bersifat nyata, terbalik, dan diperkecil. Bayangan itu merupakan rangsangan atau informasi yang dibawa oleh syaraf penglihatan menuju pusat syaraf penglihatan di otak. Di otak, rangsangan ditafsirkan dan barulah kemudian kita mendapat kesan melihat benda.

Lensa mata mengatur penyesuaian terhadap jarak benda dengan jalan mengatur cembung dan pipihnya lensa sehingga bayangan jatuh di retina. Proses itu disebut berakomodasi. Apabila jarak benda sangat dekat, lensa akan mencembung. Sebaliknya, apabila jarak benda jauh, lensa mata akan memipih. Lensa mata dalam keadaan secembung-cembungnya, dikatakan berakomodasi maksimum. Sebaliknya, lensa mata dalam keadaan sepipih-pipihnya, dikatakan berakomodasi minimum atau tidak berakomodasi.

3. Hipermetropia

Pertanyaan 6. Mengapa bayangan menjadi kabur?(Yang Direvisi)

Hipermetrop adalah cacat mata yang tidak dapat melihat benda-benda yang letaknya dekat.Orang yang menderita hipermetrop mempunyai bentuk bola mata terlalu pendek atau lensa mata terlalu pipih. Pada penderita ini letak punctum proximum bergeser menjauhi mata. Jika mata tidak berakomodasi, berkas cahaya itu akan mengumpul di suatu titik di belakang retina. Hal inilah

Pertanyaan 7. Lensa apa yang saudara gunakan untuk koreksi?

Lensa yang digunakan untuk koreksi pada hipermetropi adalah lensa sferis positif atau konvergen atau cembung yang bersifat mengumpulkan sinar. Lensa sferis positif atau konvergen atau cembung dapat membantu lensa mata agar dapat memfokuskan bayangan tepat di retina.

Pertanyaan 8. Mengapa bayangan menjadi kabur?

Pada myopia ketika mata melihat benda pada jarak yang jauh maka bayangan yang terbentuk jatuh di depan retina sehingga bayangan menjadi kabur.

Pertanyaan 9. Lensa apa yang saudara gunakan untuk tindakan tersebut?

Lensa yang digunakan untuk koreksi pada myopia adalah lensa sferis negative atau divergen atau cekung yang bersifat menyebarkan (memencarkan) sinar.

Pertanyaan 10. Apa contoh keadaan yang sesuai dengan kondisi mata afakia?

Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa kristalina akibat lensa dikeluarkan biasanya terjadi pada keadaan operasi katarak sehingga mata tersebut menjadi hipermetropi tinggi.

Pertanyaan 11. Bagaimana cara yang dapat dilakukan untuk mengoreksi mata afakia?

Cara mengoreksi mata afakia adalah:

1. Pemasangan lensa intraokular saat pembedahan

Lensa intraocular memberikan hasil optic terbaik. Lensa ini menyerupai posisi lensa alami. Namun karena lensa ini tidak dapat berubah bentuk, mata tidak dapat berakomodasi. Mata dengan lensa intraokular disebut sebagai pseudofakia.

2. Lensa kontak

Lensa kontak menghasilkan sedikit pembesaran bayangan retina (110%), namun ini tidak terlalu bermakna. Pemasangan, pelepasan, dan pembersihan dapat sulit dilakukan pada pasien manula atau pada pasien dengan disabilitas fisik seperti arthritis.

3. Kacamata afakia

Kacamata afakia memiliki kekurangan yaitu menginduksi banyak optik termasuk distorsi bayangan karena ketebalan lensa dan memperbesar bayangan retina sehingga menyebabkan pasien salah mengira jarak.

Pertanyaan 12. Jenis lensa apakah yang dapat digunakan untuk mengoreksi mata afakia?

Pada afakia dapat dikoreksi dengan lensa sferis positif.

Daftar Pustaka:

1. Gabriel, J.F. 1996. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC.

2. Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC.

VISUS DAN REFRAKSI

A. Pendahuluan

1. Visus (Ketajaman Penglihatan)

Ketajaman visual merupakan ketajaman atau kejernihan pada penglihatan yang bergantung dari ketajaman fokus di retina mata dan sensitifitas dari interpretasi di otak.

Ketajaman normal memiliki visus 20/20 yang merupakan jarak antara subjek dengan chart. Pengukuran ini sama dengan visus 6/6 dimana jarak 6 meter.

Dalam pemeriksaan, lensa digunakan dalam berbagai kekuatan untuk memperbaiki kelainan refraktif yang ada dan menggunakan pinhole akan memperbaiki kelainan refraktif.

2. Refraksi dan Koreksinya

a. Miopi. Pada miopi, bayangan dari benda yang jauh jatuh di depan retina. Hal ini bisa disebabkan oleh bola mata yang lebih panjang, yang disebut miopi aksial.1

Pada miopi, resep kacamata yang diberikan adalah lensa negative.

b. Hipermetropi. Pada hipermetropi, bayangan terfokus di belakang retina. Hipermetropi bisa disebabkan oleh bola mata yang lebih pendek (hiperopia aksial) atau refraksi yang menurun (hiperopia refraktif).1

Hipermetropia diatasi dengan pemberian kaca mata sferis positif terkuat yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal, agar mata bisa lebih beristirahat.

c. Astigmatisme1,2. Pada astigmatisme, mata menghasilkan bayangan dengan titik atau garis fokal multipel. Astigmat dapat diperbaiki dengan lensa silindris, yang sering dikombinasikan dengan lensa sferis.

Miopia

Hipermiopia

Astigmatisme

B. TUJUAN PRAKTIKUM

a. Tujuan Instruksional Umum

Memahami dasar-dasar refraksi dan kelainan serta tindakan koreksinya

b. Tujuan Khusus

1. Menjelaskan hubungan diskriminasi dua titik dengan sudut engelihatan miimal.

2. Menjelaskan dasar pembuatan optotipi Snellen

3. Menjelaskan pengertian visus dan refraksi pada manusia

4. Menjelaskan dasar-dasar penetapan visus menggunakan optotipi Snellen

5. Mendemonstrasikan berbagai kelainan refraksi serta prinsip tindak koreksinya

a. mata miopia serta tindakan koreksinya

b. mata hipermetropia serta tindakan koreksinya

C. ALAT DAN BAHAN

1. Optotipi Snellen

2. Seperangkat lensa percobaan (trial lense)

3. Meteran

4. Gambar kipas Lancaster-Regan

5. Occluder

D. TATA KERJA

I. Visus (Ketajaman Penglihatan)

1. Lakukan percobaan pada minimal satu orang percobaan (OP). Instruksikan OP untuk duduk menghadap optotipi Snellen pada jarak 6 m.

2. Pasang bingkai kaca mata khusus pada orang percobaan dan tutup mata kirinya dengan occluder yang tersedia dalam kotak lensa!

3. Periksa visus mata kanan OP dengan menyuruhnya membaca huruf yang saudara tunjuk. Mulailah dari baris huruf yang terbesar (seluruh huruf) sampai baris huruf yang terkecil (seluruh huruf) yang masih dapat dilihat dengan jelas dan tegas serta dibaca OP dengan benar tanpa kesalahan.

4. Catat visus mata kanan OP.

5. Ulangi pemeriksaan ini pada:

a. mata kiri

b. kedua mata bersama-sama

6. Catat hasil pemeriksaan saudara.

II. Refraksi dan Koreksinya

Dari pemeriksaan visus di atas (butir I) telah diketahui visus tanpa menggunakan lensa. Pada pemeriksaan berikut ini akan diperiksa daya bias susunan optik mata (refraksi mata).

REFRAKSI

1. Jika visus orang percobaan tanpa lensa = 6/6, maka refraksi mata itu tak mungkin miopi. Refraksi mata tersebut mungkin emetrop atau hipermetrop.

2. Untuk membedakan refraksi mata OP yang mempunyai visus 6/6 tersebut emetrop atau hipermetrop, maka dilakukan pemeriksaan sebagai berikut:

3. Pasang bingkai kacamata pada OP, tutup mata kirinya dengan occluder.

4. Pasang lensa sferis +0,25D di depan mata kanannya dan periksa lagi visusnya.

5. Jika refraksi mata kanan OP adalah emetropia, pemeriksaan dihentikan.

6. Jika refraksi mata OP adalah hipermetropia, teruskan pemasangan lensa-lensa dengan setiap kali memberikan lensa positif yang 0,25D lebih kuat.

7. Lensa positif yang terkuat, yang memberikan visus maksimal merupakan ukuran bagi derajat hipermetrop yang dinyatakan dalam dioptri (D).

8. Catat derajat hipermetropia orang percobaan dalam dioptri.

KOREKSI

1. Jika visus mata kanan OP tanpa lensa lebih kecil dari 6/6, maka refraksi mata OP biasanya miopia. Untuk menetapkan derajat miopia dilakukan pemeriksaan:

2. Pasang bingkai kaca mata khusus pada OP, tutup mata kirinya dengan occluder.

3. Pasang lensa sferis negatif di depan mata kanannya, mulai dari -0,25D dengan setiap kali memberikan lensa negatif yang 0,25D lebih kuat.

4. Periksa lagi visusnya setiap kali setelah perubahan kekuatan lensa.

5. Lensa negatif terlemah yang memberikan visus maksimal, merupakan ukuran bagi derajat miopia yang dinyatakan dalam dioptri.

6. Catat derajat miopia orang percobaan dalam dioptri.

7. Jika pada pemberian lensa sferis visus tetap tidak mencapai 6/6 maka harus diingat adanya kelainan refraksi astigmatisma. Cara memperbaiki astigmatisma dilakukan dengan lensa silindris sebagai berikut:

8. Pasang bingkai kaca mata pada OP dan tutup mata kirinya dengan occluder.

9. Pasang di depan mata kanannya lensa sferis sehingga visus OP maksimal.

E. Hasil

1. Visus tanpa koreksi

a. Michael:

Okuli Dekstra: 20/15

Okuli Sinistra: 20/15

Okuli dekstra dan sinistra: 20/15

b. Gama:

Okuli Dekstra: 20/120

Okuli Sinistra: 20/120

Okuli dekstra dan sinistra: 20/80

2. Refraksi dan Koreksinya

a. Michael tidak dilakukan koreksi

b. Gama :

Okuli dekstra: S-1,75

Okuli sinistra: S-2,00

F. Pembahasan dan jawaban pertanyaan

Gerakan maju suatu gelombang cahaya dalam arah tertentu dikenal sebagai berkas cahaya. Berkas cahaya divergen yang mencapai mata harus dibelokkan ke dalam agar dapat difokuskan kembali ke suatu titik fokus di retina peka cahaya agar memperoleh bayangan akurat sumber cahaya.2

Pada praktikum dilakukan pemeriksaan ketajaman pengelihatan menggunakan optipi snellen atau snellen chart. Hal ini merupakan sebuah uji mata untuk menilai baik tidaknya proses refraksi mata. Refraksi merupakan berbeloknya berkas sinar. Pada permukaan melengkung seperti lensa, semakin besar kelengkugan, semakin besar derajat pembelokkan dan semakin kuat lensa. Struktur yang berperan dalam hal ini adalah kornea dan lensa. Lensa mengatur derajat kelengkunganya dengan cara akomodasi yang dikendalikan oleh otot siliaris.2 Akomodasi menyebabkan seakan-akan jarak benda bertambah cembung ke dalam. Selain jarak benda, jari-jari dan diameter lensa juga bertambah saat akomodasi. Efek samping lain yang muncul saat akomodasi adalah peningkatan tekanan chamber, terutama posterior. Hal inilh yang menyebabkan munculnya rasanyeri tumpul, titambah dengan terbentuknya asam laktat dari kontraksi otot siliaris menyebabkan akomodasi mata tidak dapat dilakukan terlalu lama.5 Ketika otot siliaris melemas, ligamentum suspensorium menegang, dan ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif. Sewaktu otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada ligamentum suspensorium berkurang. Ketika tarikan ligamentum suspensorium pada lensa berkurang, lensa menjadi lebih bulat karena elastisitas inherennya yang akan meningkatkan kekuatan lensa dan lebih membelokkan sinar. 2

Para probandus yaitu Michael dan Gama melakukan praktikum ketajaman visus dengan melihat optipi snellen pada jarak 6 meter dengan memeriksa okuli dekstra terlebih dahulu, yang kemudian dilanjutkan dengan okuli sinistra dan kemudian kedua ata di periksa secara bersamaan. Occluder atau pinhole occluder merupakan cakram opak dengan satu atau lebih bulatan ditengah yang biasa dignakan untuk menguji ketajaman mata. Occluder digunakan untuk menutup salah satu mata tanpa menekan mata tersebut sehingga hasil pemeriksan tidak kabur, selain itu lubang ditengah dapat digunakan oleh probandus untuk memeriksa apakah penurunan visus yang dialami merupakan penurunan refraktif mata atau bukan, hal ini dikarenakan pinhole yang ada memfokuskan cahaya ke mata sehingga penderita yang mengalami gangguan refraktif dapat melihat dengan lebih jelas.3

Pemeriksaan pertama-tama dilakukan pada okuli dekstra yang kemudian dilanjutkan dengan okuli sinistra dan kemudian kedua okuli diperiksa secara bersamaan. Hal ini dilakukan karena saat kedua mata diperiksa secara bersamaan, visus biasanya meningkat yang mungkin dikarenakan penggunaan mata secara bersamaan membuat pengelihatan lebih fokus dan lebih tajam.

Pada probandus visus Michael pada ketiga pemeriksaan diketahui 20/15 yang artinya visus yang dimiliki michael diatas rata-rata. Pemeriksaan ini dapat diinterpretasikan bahwa michael dapat membaca huruf yang biasanya orang normal biasa membaca pada jarak 20 kaki dalam 15 kaki, sehingga mata Michael lebih tajam dibandingkan orang normal. Pada probandus tidak perlu dilakukan koreksi.

Berbeda pada Probandus kedua, Gama, dimana visus okuli dekstra dan okuli sinistra 20/120 yang artinya saudari Gama dapat membaca huruf dalam jarak 120 kaki ketika orang normal dapat membacanya dalam jarak 20 kaki. Pada visus kedua mata diketahui meningkat yaitu 20/80. Saat dilakukan koreksi dilakukan dengan menggunakan lensa sferis positif dan tidak mengalami peerbaikan sehingga digunakan lensa sferis negatif yang diketahui digunakan untuk mengoreksi gangguan miopi. Hasil visus 20/20 didapatkan setelah okuli dekstra mendapat lensa sferis negatif 1,75 dan okuli sinistra 1,50. Perbedaan ini mungkin dikarenakan adanya dominasi salah satu mata saat beraktivitas.

Kelainan refraksi mata dihasilkan dari penurunan dan penambahan konvergensi sistem lensa mata. Secara umum dikenal 2 jnis kelainan dasar refraksi mata, yaitu hipertropi dan miopi. Pada miopi, refrksi sinar terlalu konvergen, sehingga bayangan terbentuk didepan retina. Secara prinsip, penderita miopia terlalu sering menggunakan akomodasi mata. Otot siliaris menjadi lebih rigid, tonusnya meningkat dan fleksibilitasnya menurun, sehingga lambat laun otot siliaris memendek. Sedangkan pada penderita hipermetropi refraksi kurang konvergen sehingga pasien kurang dapat melihat dekat. Secara prinsip, otot siliaris penderita hipermetropi mengalami kelemahan karena proses degenerasi, tonusnya menurun, fleksibilitasnya meningkat, sehingga lambat laun panjang otot siliaris semakin panjang.5

Miopi terjadi bila bayangan benda yang terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak berakomodasi. Bila mata berukuran lebih panjang dari mata normal, kelainan yang terjadi disebut iopia aksial. Apabila unsur-unsur pembias lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata, kelainan yang terjadi disebut miopia kurvatura atau miopia refraktif.1

Pemeriksaan tajam pengelihatan harus dilakukan dalam jarak 6 meter atau setara dengan 20 kaki karena pada jarak tersebut atau lebih dari jarak tersebut berkas cahaya dianggap paralel sehingga pada jarak tersebut mata tidak berakomodasi atau jarak antara lensa dan retina selalu sama. Karena itu, tidak terdapat jarak yang lebih jauh setelah lensa untuk membawa bayangan benda dekat ke fokus.2 Sehingga pada jarak tersebut sinar seolah-olah berasal dari titik yang letaknya pada jarak tak terhingga didepan mata.4

Tajam pengelihatan diperiksa satu persatu, misalnya mata kanan terlebih dahulu, kemudian mata kiri dan dinyatakan dengan suatu pembilang/penyebut, pembilang adalah jarak antara kartu snellen dengan mata dan penyebut adalah jarak suatu huruf tertentu seharusnya dapat dilihat. Tajam pengelihatan 5/5 berarti bahwa seseorang pada jarak 5m dapat melihat huruf yang seharusnya juga dapat dilihat pada jarak 5m.4 Sehingga bila pada pemeriksaan tersebut orang percobaan hanya mampu membaca lancar tanpa kesalahan sampai baris huruf yang ditandai dengan angka 30 Ft maka visus orang tersebut adalah 20/30 dimana seseorang pada jarak 20 kaki dapat melihat huruf yang seharusnya dapat dilihat pada jarak 30 kaki.

Dasar dari pembuatan snellen chart yaitu dimana rata-rata kekuatan-pembedaan mata manusia adalah 1 menit busur. Karena huruf-huruf snellen dibuat dari unit bujur sangkar 5 x 5, huruf berukuran 20/20 memiliki sudut pengelihatan 5 menit busur pada jarak 20 kaki. Hal ini ekivalen dengan tinggi dan lebar 8,7mm (0,35 inci). Mata memperkecil suatu bayangan berjarak 20 kaki sekitar 350 kali. Dengan demikian, ukuran tinggi dan lebar huruf 20/20 adalah 1,025 mm diretina. Angka ini setara dengan kapasitas resolusi 100 garis per milimeter. Untuk pupil 6 mm, dan cahaya berpanjang gelombang 0,56 mikro meter diudara, batas teoritis absolut adalah 345 garis per milimeter.1 Kartu Snellen dibuat sedemikian rupa, sehingga huruf tertentu dengan pusat optik mata (Nodal Point) membentuk sudut sebesar 5 derajat untuk jarak tertentu.4

Visus seseorang dapat lebih dari 6/6 terbukti dari probandus Michael yang memiliki visus 20/15 yang artinya tajam pengelihatannya diatas rata-rata. Pasien yang menderita hipermetropi bisa memiliki visus normal, namun kesulitan melihat dekat.5 Hal ini dikarenakan pada jarak yang tak terhingga sumber terfokus langsung di retina sehingga tes pada snellen chart dilakukan pada jarak jauh maka bayangan dengan akomodasi lensa tepat jatuh pada retina. Sedangkan ketika melihat dekat hal ini mengakibatkan bayangan lensa jatuh dibelakang retina.2

Bila probandus yang mengalami penurunan visus dan dengan menggunakan lensa sferis positif visus semakin turun maka kemungkinan kelainan refraksi terjadi akibat bayangan terletak di depan retina sehingga pemberian sferis positif akan semaki menjauhkan letak bayangan benda karena sifatnya yang divergen, sehingga kesimpulannya kemungkinan probandus mengalami gangguan refraktif miopia. Tetapi jika visus tetap 6/6 dan dengan lensa sferis positif probandus dapat melihat lebih jelas kemungkinan probandus mengalami gangguan refraktif hiperopia dimana banyangan benda terletak dibelakang fokus retina sehingga pemberian lensa sferis negatif mendivergensikan cahaya agar tepat di titik fokus.

Penurunan visus selain terjadi pada pasien dengan gangguan refraktif miopia juga terjadi pada presbiopia dan astigmatisma. Pada pasien dengan usia 40 tahun keatas atau orang tua bias terjadi yang disebut dengan presbiopia. Pada orang tua untuk mendapat visus 6/6 dapat diberikan kaca mata sferis positif sesuai dengan umur dan tingkat menurunan visus yang biasa dialami.4

Umur

Besar dioptri

40 tahun

S + 1.00

45 tahun

S + 1.50

50 tahun

S + 2.00

55 tahun

S + 2.50

60 tahun

S + 3.00

Dan seterusnya

S + 3.00

Daftar pustaka

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophthalmology. Edisi 17. USA: McGraw-Hill; 2008.Hal 29, 387-90, 434-7.

2. Sherwood L. Human Physiology From Cells to Systems. Edisi 5. USA: Brooks/Cole; 2004. Hal 160-7, 200.

3. Lloyd, Dr. Bill(November 2,2008). How does squinting improve eyesight? WebMD.

4. Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Seagung Seto; 2005.

5. Wigh T.2007. Applied Biophysics: A molecular Aproach for Physical Scientists. Wiley and Sons,Ltd.

PERCOBAAN DIPLOPIA

A. Pendahuluan

1. Definisi

Istilah diplopia berasal dari bahasa latin yaitu diplous yang berarti ganda, dan ops yang berarti mata. Diplopia atau penglihatan ganda adalah keluhan berupa melihat dua gambaran dari satu objek.1

2. Fisiologi Penglihatan Binokuler2

Pada dasarnya, kita melihat dengan otak. Mata hanyalah sebuah organ yang menerima rangsang sensoris. Gambaran didapatkan dari proses mengartikan rangsangan yang diterima oleh retina. Saraf optikus dan jalur visual mengantarkan informasi ini ke korteks visual. Sistem sensoris menghasilkan gambaran retinal dan mengantarkan gambaran ini ke pusat pengaturan yang lebih tinggi. Sistem motorik membantu proses ini dengan mengarahkan kedua mata pada objek sehingga gambaran yang sama dibentuk di tiap retina. Otak kemudian memproses informasi ini menjadi kesan penglihatan binokuler. Hubungan antara sistem sensoris dan motoris ini tidak dapat dirasakan atau disadari.

Terdapat 3 syarat yang menentukan kualitas penglihatan binokuler:

1. Penglihatan simultan.

Retina kedua mata menerima kedua gambaran secara simultan. Pada penglihatan binokuler yang normal, kedua mata mempunyai titik fiksasi yang sama, yang akan berada di fovea sentralis kedua mata. Bayangan kedua objek yang selalu sampai ke area identik di retina, disebut sebagai titik korespondensi retina. Objek-objek yang terletak pada lingkaran imajiner dikenal sebagai horopter geometrik diproyeksikan pada titik-titik di retina ini. Horopter yang berbeda akan berlaku untuk jarak fiksasi berapapun. Oleh karena itu, gambar di kedua retina akan identik pada penglihatan binokuler yang normal. Fenomena ini dapat diperiksa dengan menampilkan gambar yang berbeda ke masing-masing retina; normalnya kedua gambar akan diterima, menimbulkan diplopia fisiologis.

Diplopia fisiologis dapat didemonstrasikan dengan menempatkan 2 pensil vertikal pada sebuah garis sesuai dengan axis visual subjek, dengan pensil kedua jaraknya kira-kira 2 kali jauhnya dari pada subjek pertama. Ketika subjek fokus pada 1 pensil, pensil yang lain akan tampak ganda.

2. Fusi.

Terjadi hanya saat kedua retina membuat impresi visual yang sama, yakni transmisi gambar-gambar identik ke otak, 2 gambaran retinal akan bercampur menjadi persepsi tunggal. Impair fusi dapat menimbulkan diplopia

3. Penglihatan stereoskopis.

Sifat ini adalah tingkat tertinggi kualitas penglihatan binokuler dan hanya mungkin jika beberapa kondisi terpenuhi. Agar objek-objek diproyeksikan pada titik korespondensi atau identik pada retina, mereka harus terletak di horopter geometrik yang sama. Objek yang berada di depan atau di belakang lingkaran ini tidak akan diproyeksikan ke titik korespondensi tapi ke titik non-korespondensi atau disparate. Hasilnya, objek-objek ini akan dianggap sebagai 2 benda (diplopia). Sedangkan objek-objek yang berada dalam jangkauan sempit di depan dan di belakang horopter difusikan sebagai gambaran tunggal. Area ini disebut sebagai area Panum. Otak memroses gambaran nonkorespondensi retina dalam area Panum sebagai persepsi visual tunggal 3-dimensi bukan sebagai gambaran ganda. Sebaliknya, otak menggunakan gambaran ganda tersebut untuk membedakan kedalaman.

(Gambar 1. Horopter Geometrik. Berkas sinar dari titik fiksasi mencapai fovea sentralis pada kedua mata pada penglihatan simultan normal. Karena itu, objek A dan B pada horopter geometrik diproyeksikan pada titik korespondensi di retina. 1b. Horopter Fisiologis. Pada jangkauan sempit di depan dan di belakang horopter (area Panum) 2 gambaran retinal masih bisa berfusi. Titik A dan B yang berada di luar area Panum, diproyeksikan ke titik nonkoresponden di retina.2)

3. Klasifikasi Diplopia

a. Diplopia Monokuler

Diplopia monokuler adalah penglihatan ganda yang timbul pada mata yang sakit saat mata yang lain ditutup. Diplopia monokuler merupakan keluhan yang dapat diberikan oleh penderita dan sebaiknya diperhatikan adalah adanya kelainan refraksi. Bila terjadi gangguan pembiasan sinar pada mata, maka berkas sinar tidak homogen sampai di makula yang akan menyebabkan keluhan ini.3

Aberasi optik dapat terjadi pada kornea yang ireguler akibat mengkerutnya jaringan kornea atau permukaan kornea yang tidak teratur. Hal ini juga terjadi pada pemakaian lensa kontak lama atau tekanan kalazion. Diplopia monokuler sering dikeluhkan oleh penderita katarak dini. Hal ini juga akibat berkas sinar tidak difokuskan dalam satu per satu. Kadang-kadang iridektomi sektoral juga memberikan keluhan diplopia.4

Kelainan di luar bola mata yang dapat menyebabkan diplopia monokuler adalah bila melihat melalui tepi kaca mata, koreksi astigmatisme tinggi yang tidak sempurna, sedang kelainan optik di dalam mata yang memberikan keluhan diplopia monokuler adalah miopia tinggi, astigmatireguler, dislokasi lensa, udara atau benda transparan dalam mata, spasme ireguler dari badan silier dan megalokornea, makulopatia, ablasi retina, iridodialis, ireguler tear film, dan katarak.4

b. Diplopia Binokuler4

Diplopia binokuler adalah penglihatan ganda terjadi bila melihat dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup. Pada esotropia atau satu mata bergulir ke dalam maka bayangan di retina terletak sebelah nasal makula dan benda seakan-akan terletak sebelah lateral mata tersebut sehingga pada esotropia atau strabismus konvergen didapatkan diplopia tidak bersilang (uncrossed) atau homonimus. Sedang pada eksotropia atau strabismus divergen sebaliknya diplopia bersilang (crossed) atau heteronimus.

Penyebab diplopia binokuler dapat terjadi karena miastenia gravis, parese atau paralisis otot penggerak mata ekstraokuler. Saraf kranial III yang mengenai satu otot kemungkinan adalah lesi nuklear.

4. Mekanisme Diplopia3

Dua mekanisme utama diplopia adalah misalignment okuler dan aberasi okuler (misal defek kornea, iris, lensa, atau retina). Kunci paling penting untuk mengidentifikasi mekanisme diplopia adalah dengan menentukan termasuk diplopia monokuler atau diplopia binokuler. Misalignment okuler pada pasien dengan penglihatan binokuler yang normal akan menimbulkan diplopia binokuler. Misalignment okuler menyebabkan terganggunya kapasitas fusional sistem binokuler. Koordinasi neuromuskuler yang normal tidak dapat menjaga korespondensi visual objek pada retina kedua mata. Dengan kata lain, sebuah objek yang sedang dilihat tidak jatuh pada fovea kedua retina, maka objek akan tampak pada dua tempat spasial berbeda dan diplopia pun terjadi.

Pada hampir semua keadaan, diplopia monokuler disebabkan oleh aberasi lokal pada kornea, iris, lensa, atau yang jarang yaitu retina. Diplopia monokuler tidak pernah disebabkan oleh misalignment okuler.

Mekanisme diplopia yang ketiga dan jarang terjadi adalah disfungsi korteks visual primer atau sekunder. Disfungsi ini akan menimbulkan diplopia monokuler bilateral dan harus dipertimbangkan saat tidak ditemukan aberasi okuler pada pasien.

Terakhir, diplopia yang terjadi tanpa penyebab patologis, biasa disebut diplopia fungsional/ fisiologis. Pasien dengan diplopia fungsional juga sering mengeluhkan berbagai gejala somatik atau neurologis.

5. Tujuan Praktikum

a. Tujuan Instruksional Umum

Memahami mekanisme timbulnya diplopia

b. Tujuan Khusus

Mendemonstrasikan peristiwa diplopia

Menjelaskan mekanisme timbulnya diplopia

6. Alat dan Bahan

-

7. Prosedur / Cara Kerja

1. Pandang suatu benda dengan kedua mata.

2. Tekan bola mata kiri dari lateral untuk menimbulkan pergeseran sumbu bola mata ke medial.

3. Perhatikan terjadinya penglihatan rangkap.

8. Hasil

Dari praktikum yang dilakukan pada hari rabu, 5 februari 2014 di Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak pada orang percobaan (OP) didapatkan hasil penglihatan menjadi rangkap ketika menekan bola mata kiri dari lateral ke medial dengan pandangan kedua mata memandang pada suatu benda.

9. Pembahasan

Pada praktikum kali ini OP percobaan melakukan penekanan bola mata kiri dari lateral ke medial membuat penglihatannya menjadi rangkap saat memandang suatu benda di hadapannya. Hal tersebut terjadi dikarenakan Lapang pandang (luas area penglihatan mata) manjadi berubah pada salah satu mata yang diberikan perlakuan pada OP. Secara teoritis harusnya lapang pandang berbentuk sirkular, namun sesungguhnya terpotong di medial oleh hidung dan superior oleh atap orbita. Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan instrument perimeter dan disebut perimetri. Pusat lapang pandang terbentuk oleh kerja sama kedua mata dan region ini disebut penglihatan binocular.

(Gambar 2. Area Lapang pandang5)

Impuls yang diterima kedua retina mengenai suatu objek berfusi di tingkat kortikal menjadi saru gambar tunggal (fusi). Titik di retina dimana suatu bayangan harus jatuh padanya agar dapat dilihat sebagai satu objek tunggal dengan penglihatan binocular disebut sebagai titik korespondesi (corresponding points). Jika satu mata didorong perlahan dari garis tengah saat pandangannya terfokus pada satu objek pada pusat lapang pandang, akan terjadi diplopia karena bayangan retina satu mata tergeser dan tidak lagi jatuh pada titik korespondesi. Saat bayangan visual tidak jatuh pada titik korespondesi retina, terjadi strabismus.

Pertanyaan 23. Bagaimana mekanisme terjadinya penglihatan rangkap pada percobaan diplopia?3

Dua mekanisme utama diplopia adalah misalignment okuler dan aberasi okuler (misal defek kornea, iris, lensa, atau retina). Kunci paling penting untuk mengidentifikasi mekanisme diplopia adalah dengan menentukan termasuk diplopia monokuler atau diplopia binokuler. Misalignment okuler pada pasien dengan penglihatan binokuler yang normal akan menimbulkan diplopia binokuler. Misalignment okuler menyebabkan terganggunya kapasitas fusional sistem binokuler. Koordinasi neuromuskuler yang normal tidak dapat menjaga korespondensi visual objek pada retina kedua mata. Dengan kata lain, sebuah objek yang sedang dilihat tidak jatuh pada fovea kedua retina, maka objek akan tampak pada dua tempat spasial berbeda dan diplopia pun terjadi.

Pada hampir semua keadaan, diplopia monokuler disebabkan oleh aberasi lokal pada kornea, iris, lensa, atau yang jarang yaitu retina. Diplopia monokuler tidak pernah disebabkan oleh misalignment okuler.

Mekanisme diplopia yang ketiga dan jarang terjadi adalah disfungsi korteks visual primer atau sekunder. Disfungsi ini akan menimbulkan diplopia monokuler bilateral dan harus dipertimbangkan saat tidak ditemukan aberasi okuler pada pasien.

Terakhir, diplopia yang terjadi tanpa penyebab patologis, biasa disebut diplopia fungsional/ fisiologis. Pasien dengan diplopia fungsional juga sering mengeluhkan berbagai gejala somatik atau neurologis.

Daftar Pustaka

1. Dudee, Jitander. Diplopia. Diakses di http://emedicine.medscape.com/article/1214490-overview (selasa, 11 februari 2014)

2. Recker D, Amann J, dan Lang G.K. 2005. Ophthalmology: A short textbook. Stutgart: Appl Wernding.

3. Pelak VS. 2004.Evaluation of diplopia: An anatomic and systemic approach. Hospital Physician

4. Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI.

5. Ganong, W.F. 2010. Review of Medical Physiology, Ganongs. 23rd edition. New York: The McGraw-Hill Companies.Inc

REFLEKS PUPIL

A. Pendahuluan

Bila sinar diarahkan ke salah satu mata, maka pupil akan berkonstriksi (refleks cahaya pupil). Pupil mata yang lain juga berkonstriksi (refleks cahaya konsensual). Serat-serat n. Optikus yang membawa impuls untuk respons pupil ini memisahkan diri dari n. Optikus dekat korpus genikulatum lateralis. Di kedua sisi, serat-serat ini masuk otak tengah melalui brakium kolikulum superior dan berakhir di nukleus pretektal. Dari nukleus ini, neuron ordo kedua menuju nukleus Edinger-Westphal ipsilateral dan kontralateral. Neuron ordo ketiga berjalan dari nukleus ini ke ganglion siliaris di n. okulomotorius, dan neuron ordo keempat berjalan dari ganglion ini ke korpus siliaris. Jaras ini terletak sebelah dorsal dari jaras untuk respons dekat. Dekat demikian, respons cahaya dapat mnghilang sedangkan respons akomodasi tetap utuh (pupil Argyll-Robertson). Salah satu penyebab kelainan ini adalah sifilis SSP, tetapi pupil Argyll-Robertson juga dapat dijumpai pada penyakit lain yang menimbulkan lesi selektif di otak tengah.1

B. Tujuan

1. Memahami dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual)

2. Mendemonstrasikan refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual)

3. Menjelaskan dasar-dasar refleks pupil langsung dan tak langsung (konsensual)

C. Alat dan Bahan

1. Penlight (lampu senter)

D. Tata kerja

1. Sorot mata kanan OP dengan lampu senter dan perhatikan perubahan diameter pupil pada mata tersebut

2. Sorot mata kanan OP dengan lampu senter dan perhatikan perubahan diameter pupil pada mata kirinya

E. Hasil

Refleks langsung

Refleks tidak langsung

Positif

Positif

F. Pembahasan

Pupil mata yang terkena cahaya senter secara tiba-tiba akan mengecil dibanding pupil mata yang tidak terkena cahaya dari senter. Mata yang terkena cahaya secara tiba-tiba akan mengecil secara cepat dan iris mendekat secara cepat, sedangkan mata yang tidak terkena cahaya tiba-tiba, pupil akan mengecil secara lambat dan iris mendekat secara lambat. Mengecilnya pupil karena cahaya lebarnya pupil diatur oleh iris sesuai dengan intensitas cahaya yang diterima oleh mata. Ditempat yang gelap dimana intensitas cahayanya kecil maka pupil akan menbesar, agar cahaya dapat lebih banyak masuk kemata. Ditempat yang sangat terang dimana intensitas cahayanya cukup tinggi atau besar maka pupil akan mengecil, agar cahaya lebih sedikit masuk kemata.

Pupil mata tergantung dari iris atau semacam otot kecil. Iris mendekati jika cahaya yang masuk terlalu terang dan iris menjauhi jika cahaya yang masuk terlalu redup. Jika mata tidak siap saat terkena cahaya maka pupil mengecil atau meredup secara langsung, kalau siap maka pupil akan mengecil atau meredup secara perlahan.

Bisa saja terjadi refleks apabila mata kiri yang di senter maka yang meredup mata kanan. Hal itu disebabkan karena ada kiasma optikus yaitu persilangan bawah otak. Kedua pupil pada keadaan normal mempunyai ukuran yang sama, bulat, dan bereaksi terhadap sinar dan saat berakomodasi atau melihat dekat.

Pertanyaan 24. Peristiwa apa yang saudara lihat di sini dan bagaimana mekanismenya ?

Pupil Mengecil. Pupil mata yang terkena cahaya senter secara tiba-tiba akan mengecil dibanding pupil mata yang tidak terkena cahaya dari senter. Ukuran pupil mata tergantung dari iris yang terdiri dari 2 macam otot kecil. Iris akan mendekat jika cahaya yang masuk terlalu terang (pupil mengecil) dan iris akan berjauhan jika cahaya yang masuk terlalu redup (pupil melebar).

Pertanyaan 25. Peristiwa apa yang saudara lihat di sini dan bagaimana mekanismenya ?

Pupil mengecil. Apabila mata kiri yang di senter maka yang meredup mata kanan. Hal itu disebabkan karena ada kiasma optikus yaitu persilangan bawah otak. Cahaya adalah merupakan stimulus utama terjadinya refleks cahaya/pupil. Cahaya yang jatuh pada retina akan menstimulasi sel-sel fotoreseptor di retina. Serabut parasimpatis preganglionik meninggalkan midbrain (otak besar) sebagai menginervasi m.sfingter pupil. Stimulus cahaya pada satu mata, akan menyebabkan terjadinya konstriksi pupil bilateral dan simetris.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur C. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC

REAKSI MELIHAT DEKAT

A. Pendahuluan

Dalam sehari-hari, manusia selalu melihat benda baik dari jarak yang jauh maupun dekat. Ketika sesorang melihat benda pada jarak yang jauh (di atas 6 meter) maka otot siliaris pada mata akan relaksasi dan cahaya paralel dari benda tersebut akan masuk ke mata secara emmetropik, cahaya benda tersebut akan tepat jatuh pada fokus retina dan terbentuk gambaran benda secara jelas. Namun selama melihat benda yang jauh tersebut otot siliaris tetap relaksasi dan benda-benda lain yang ada di jarak kurang dari 6 meter dari mata akan terlihat kabur. Hal ini karena cahaya benda dari benda yang kurang dari 6 meter tersebut jatuh di belakang retina. Ketika mata berubah melihat benda dari jauh ke benda yang dekat maka untuk memfokuskan cahaya divergen dari benda yang dekat tersebut lensa harus meningkatkan kelengkungannya sehingga benda tepat jatuh pada fokus retina. Kemampuan untuk menyesuaikan kekuatan lensa ini dikenal sebagai akomodasi.1

Selain mata berakomodasi ketika melihat dekat, pupil mata juga mengecil ketika melihat benda pada jarak yang dekat. Hal ini terjadi karena adanya kedalaman fokus sistem lensa. Semakin kecil pupil maka semakin besar kedalaman fokus sistem lensa. Bila sistem lensa memiliki kedalaman fokus yang besar, retina dapat dipindahkan jauh dari bidang fokus atau kekuatan lensanya sangat berubah dari normal sehingga bayangan benda akan tetap tegas dan tidak buram. Kedalaman fokus terbesar bisa tercapai bila pupil sangat kecil. Alasannya karena dengan lubang pupil yang kecil hampir seluruh berkas cahaya akan melalui bagian tengah lensa, dan cahaya bagian paling tengah selalu terfokus baik. Bila benda difiksasikan pada objek yang dekat, mata harus berkonvergensi. Mekanisme gerak bola mata ini dilakukan oleh otot ekstraokular dan persarafannya. saraf untuk konvergensi menimbulkan sinyal secara serentak untuk memperkuat lensa mata.2

B. Tujuan

1. Mendemonstrasikan 3 peristiwa yang terjadi pada waktu mata berubah dari melihat jauh ke melihat dekat.

2. Menjelaskan 3 peristiwa yang terjadi pada waktu mata berubah dari melihat jauh ke melihat dekat.

C. Alat dan Bahan

1. Pena

D. Prosedur

1. Instruksikan OP untuk melihat pena/ jika tidak ada bisa menggunakan jari pemeriksa yang ditempatkan pada jarak + m di depannya.

2. Sambil memperhatikan pupil OP, dekatkan jari pemeriksa sehingga kedua mata OP terlihat berkonvergensi.

E. Hasil

Perlakuan

Reaksi

Pena didekatkan ke mata OP

Pupil terlihat konstriksi/mengecil, mata terlihat berkonvergensi

Pena dijauhkan dari mata OP

Pupil terlihat berdilatasi/membesar, mata terlihat berdivergensi

F. Pembahasan

Pada praktikum reaksi melihat dekat ini, OP diminta untuk melihat pena yang diletakkan meter didepan OP. Ketika pena perlahan ke arah mata OP, terlihat perubahan yang terjadi pada pupil mata yang terlihat mengalami konstriksi/mengecil dan mata yang terlihat berkonvergensi. Sebaliknya ketika pena dijauhkan dari mata OP, terlihat pupil berdilatasi/membesar dan mengalami divergensi.

Mengecilnya pupil terjadi akibat adanya stimulasi cahaya ke retina dari benda yang didekatkan ke mata. Ketika mata melihat benda yang mendekat, mata akan menerima stimulus berupa cahaya yang akan menstimulasi retina dan stimulus tersebut diteruskan ke nervus dan traktus optikus ke corpora quadrigemina superior pada otak tengah, selanjutnya ditransmisi menuju nukleus nervus kranialis ke tiga (okulomotoris) pada kedua sisi. Selanjutnya transmisi berjalan sepanjang saraf parasimpatis dan mencapai otot iris yang mengakibatkan mengecilnya pupil. Konvergensi yang terjadi karena kedua mata berusaha memfokuskan kepada objek yang semakin mendekat.

Pertanyaan 26. Perubahan apa yang saudara lihat pada pupil?

Perubahan yang terlihat saat pena didekatkan ke mata adalah kedua pupil yang mengecil/konstriksi dan perlahan membesar/dilatasi saat pena dijauhkan.

Pertanyaan 27. Peristiwa apa saja yang terjadi pada peristiwa melihat dekat? Terangkan mekanismenya.

Ketika mata melihat benda yang mendekat, mata akan menerima stimulus berupa cahaya yang akan menstimulasi retina dan stimulus tersebut diteruskan ke nervus dan traktus optikus ke corpora quadrigemina superior pada otak tengah, selanjutnya ditransmisi menuju nukleus nervus kranialis ke tiga (okulomotoris) pada kedua sisi. Selanjutnya transmisi berjalan sepanjang saraf parasimpatis dan mencapai otot iris yang mengakibatkan mengecilnya pupil.

Sedangkan kedua mata yang terlihat berkonvergensi karena kedua mata berusaha memfokuskan kepada objek yang semakin mendekat

Daftar pustaka:

1. Barret, Kim E et all. 2010. Ganongs Review of Medical Physiology 23th Edition. USA : McGraw Hill

2. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC

BUTA WARNA

A. Pendahuluan

Buta warna adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat membedakan warna tertentu yang bisa dibedakan oleh orang dengan mata normal. Seseorang yang menderita buta warna dapat disebabkan oleh kelainan sejak lahir atau akibat penggunaan obat-obatan yang berlebihan. Buta warna umumnya diderita oleh laki-laki, sedangkan wanita hanyalah sebagai gen pembawa/resesif.1

Uji Ishihara merupakan uji untuk mengetahui adanya defek penglihatan warna, didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu dengan berbagai ragam warna.2

B. Tujuan Praktikum

1. Tujuan Instruksional Umum

Memahami buta warna organik dan fungsional

2. Tujuan Khusus

1) Menentukan ada tidaknya buta warna organik pada seseorang dan jenis kelainan buta warna seseorang (jika ada) berdasarkan buku pseudoisokromatik Ishihara.

2) Mendemonstrasikan cara menimbulkan buta warna fungsional pada seseorang dan menerangkan mekanisme terjadinya.

C. Alat dan Bahan

a. Buku pseudoisokromatik Ishihara

b. Plastik mika warna merah dan hijau

D. Prosedur

BUTA WARNA ORGANIK

a. Instruksikan OP untuk mengenali angka atau gambar yang terdapat di dalam buku pseudoisokromatik Ishihara.

b. Catat hasil pemeriksaan saudara.

BUTA WARNA FUNGSIONAL

a. Instruksikan OP untuk melihat melalui plastic mika warna merah atau hijau selama minimal 10 menit ke arah suatu bidang yang terang (awan putih).

b. Segera setelah itu, periksa keadaan buta warna yang terjadi dengan menggunakan buku pseudoisokromatik Ishihara.

c. Catat hasil pemeriksaan saudara.

E. Hasil

Nomor Plate

Jawaban Normal

Jawaban OP 1

Jawaban OP 2

1

12

12

12

2

8

8

8

3

5

5

5

4

29

29

29

5

74

74

74

6

7

7

7

7

45

45

45

8

2

2

2

9

X

X

X

10

16

16

16

11

Dapat mengikuti garis

Dapat mengikuti garis

Dapat mengikuti garis

12

35

35

35

13

96

96

96

14

Dapat mengikuti 2 garis

Dapat mengikuti 2 garis

Dapat mengikuti 2 garis

F. Pembahasan

Praktikum yang dilakukan di Universitas Tanjungpura pada hari Rabu pada tanggal 5 Februari tahun 2014 ini dilakukan dengan dua macam praktikum. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami tentang buta warna organik dan buta warna fungsional. Praktikum yang pertama adalah tes buta warna organik dan kedua adalah tes buta warna fungsional. Tes buta warna ini menggunakan buku tes buta warna (Ishiharas test) yang terdiri dari lembaran yang didalamnya terdapat titik-titik dengan berbagai warna dan ukuran. Titik berwarna tersebut disusun sehingga membentuk lingkaran. Warna titik itu dibuat sedemikian rupa sehingga orang buta warna tidak akan melihat perbedaan warna seperti yang dilihat orang normal. Pada tes buta warna organik ini, penguji menginstruksikan operator langsung membaca angka atau gambar yang terdapat dalam buku pseudoisokromatik ishihara dan diamati. Dari praktikum ini didapatkan operator dapat dengan baik membaca setiap angka atau gambar pada buku pseudoisokromatik ishihara dengan menjawab benar dengan tingkat kesalahan kurang dari 3 pertanyaan dari semua pertanyaan di buku tersebut dan tidak memiliki kesalahan penafsiran warna lebih dari tiga pada nomor urut 1 sampai 11. Hal ini bila berdasarkan aturan di buku pseudoisokromatik ishihara apabila operator dapat menjawab sebanyak 3 pertanyaan atau kurang maka tidak digolongkan buta warna dan apabila operator memiliki kesalahan penafsiran warna lebih dari 3 pertanyaan pada nomor urut 1 sampai 11 maka operator dapat dikatakan buta warna. Namun dalam pembacaan buku ini pasien agak lama dalam membaca pola yang ada di pertanyaan nomor 9 dan dibaca dengan angka 2. Dalam aturan pembacaan buku Ishihara ini apabila pada pertanyaan nomor 9, operator membaca dengan cepat dan mengatakan itu adalah angka 2 maka dapat disimpulkan menderita kelainan kekurangan reseptor penglihatan warna merah. Tetapi apabila membaca pertanyaan nomor 9 dalam waktu yang lama walau dibaca angka 2, pasien tetap dikatakan normal dikarenakan dalam aturan buku ishihara mengatakan apabila pasien membaca dalam waktu yang cukup lama, hal itu masih dikatakan normal. Hal ini disebabkan karena operator masih normal sehingga akan lebih sulit membaca angka tersebut. Kekurangan penglihatan warna merah dapat disebabkan oleh sedikit berkurangnya jumah dari sel kerucut merah.

Praktikum yang kedua mengenai tes buta warna fungsional. Pertama operator diminta melihat warna merah selama kurang lebih 10 menit. Hal ini akan mengakibatkan kelelahan dari sel kerucut untuk merespon warna dan akan terjadi suatu kejadian yang disebut negative afterimages yaitu suatu kejadian yang dialami oleh fotoreseptor mata yang pada umumnya adalah sel kerucut yang berdaptasi dari stimulus yang berlebihan dan kehilangan sensitivitasnya sehingga akan melemahkan sinyal dan sekan-akan sinyal tersebut tidak dipancarkan sehingga akan memancarkan warna komplementernya yaitu hijau. Setelah 10 menit, operator diminta membaca kembali tes Ishihara. Operator ternyata masih dapat membaca tes tersebut dengan benar walau masih kesulitan dalam membaca tes di buku Ishihara tersebut karena operator masih merasakan sensasi warna hijau. Hal ini disebabkan karena warna hijau yang tampak pada operator merupakan warna komplementer dari warna merah, begitu juga biru memiliki warna komplementer kuning seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Pertanyaan 30. Bagaimana mekanisme terjadinya buta warna fungsional? Jelaskan!

Buta warna fungsional terjadi ketika terjadinya kelelahan pada sel kerucut warna, sehingga menyebabkan terjadinya kehilangan sensitivitas dalam pemancaran sinyal pada sel kerucut yang diakibatkan karena stimulus yang berlebihan sehingga terjadi kelelahan dan pemancaran sinyal yang seakan-akan sinyal tersebut tidak dipancarkan dan akan memancarkan sinyal komplementernya, yaitu merah dengan warna komplementernya hijau.

Daftar pustaka:

1. Kementerian Kesehatan RI, Laporan Nasional Riskesdas 2007, Kementerian Kesehatan RI, http://www.ppid.depkes.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_download&gid=53&Itemid=87, 2007.

2. Ilyas, Sidarta. 2008. Edisi ketiga. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

BINTIK BUTA

A. Pendahuluan

Bagian retina yang mengadung fotoresptro sebenarnya adalah kelanjutan (perluasan) dari SSP dan bukan suatu oraga perifer terpisah. Selam perkembangan mudigah, sel retina mundur dari system saraf, sehingga lapisan-lapisan retina, yang mengejutkan, menghadapa ke belakang. Bagian saraf dari retina terdiri dari tiga lapisan sel peka rangsang, diantara lain adalah: lapisan paling luar (paling dekat dengan koroid) dan pembuluh darah berjlan disebut diskus potikus. Bagian yang mengandung sel batang dan sel kerucut , yang mana ujung-ujungnya peka saraf optic kelcahayanya menghadap ke khoroid (menjauhi sinar datang); lapisan tengah sel bipolar, dan lapisan dalam sel ganglion. Akson-akson sel ganglion menyatu untuk membentuk saraf optic, yang keluar dari retina tidak tepat dari bagian tengah. Titik di retina tempat saraf optic keluar dan pembuluh darah berjalan disebut diskus optikus. Bagian ini sering disebut sebagai bentuk buta; tidak ada bayangan yang dapat dideteksi di bagian ini karena tidak adanya sel kerucut dan sel batang. Dalam keadaan normal kita tidak menyadari adanya bintik buta ini karena pemrosesan di sentral agaknya mengisi kekosongan ini1. Secara histologis area posterior retina tempat nervus opticus meninggalkan retina tidak memiliki fotoreseptor dan dikenal sebagai bintik buta retina. Ketiadaan sel-sel fotoreseptor( sel batang dan sel kerucut) menyebabkan cahaya yang dibiaskan ke daerah diskus optikus ini tidak dapat diproses menjadi impuls saraf sehingga kita tidak dapat melihat bayangan yang dibiaskan ke daerah bintik buta ini2.Bintik buta dapat diketahui keberadaannya dengan percobaan praktikum yang dilakukan seperti di bawah ini.

B. Tujuan Praktikum

Memahami letak bintik buta terhadap fovea sentralis di retina. Dengan tujuan khususnya adalah menjelaskan cara membuat proyeksi eksternal bintik buta dan mendemonstrasikan proyeksi eksternal bintik buta terhadap fovea sentralis.

C. Alat dan Bahan

1. Kertas putih

2. Pulpen

D. Cara Kerja

1. Gambarlah tanda + di tengah sehelai kertas putih yang cukup lebar. Letakkan kertas itu di atas meja.

2. Instruksikan OP untuk menutup mata kirinya, menempatkan mata kanan tepat di atas tanda + pada jarak 20 cm, dan mengarahkan pandangannya pada tanda tersebut.

3. Dengan mata OP tetap diarahkan pada tanda +, gerakkan ujung pensil mulai dari tanda + tersebut ke lateral mata yang diperiksa, perlahan-lahan sampai ujung pensil tidak terlihat dan kemudian terlihat kembali. Beri tanda pada kertas dimana ujung pensil mulai tidak terlihat dan mulai terlihat kembali. Tetapkan titik tengahnya (beri tanda T).

4. Dengan titik T sebagai titik pusat, buat 8 garis sesuai dengan 8 penjuru angin. Gerakkan ujung pensil ke 8 garis dengan setiap kali melewati titik T sambil mata OP tetap difokuskan pada tanda palang. Buatlah tanda di kertas tiap kali ujung pensil mulai tidak terlihat dan mulai terlihat lagi (jumlah tanda: 8, selain titik T).

5. Hubungkan semua titik ini, maka ini merupakan proyeksi eksternal bintik buta mata kanan OP.

E. Hasil

F. Pembahasan

Setiap benda yang terkena cahaya akan membiaskan cahaya tersebut melalui kornea. Hasil cahaya yang terbias tersebut masuk kedalam mata melalui pupil lalu masuk kedalam lensa mata, pada lensa mata difokuskan dan jatuh pada bintik kuning. Pada bintik kuning terdapat sel batang dan sel kerucut yang peka terhadap cahaya dan berfungsi sebagai fotoreseptor. Rangsang yang diterima sel kerucut berupa cahaya akan diubah menjadi impuls untuk kemudian di kirim ke saraf optik di otak besar bagian belakang (lobusoksipitalis). Kemudian impuls yang diterima diinterpretasikan menjadi kesan melihat.

Dalam percobaan ini, didapatkan proyeksi eksternal bintik buta OP, dengan letak posisi bintik buta OP dengan jarak yang tidak jauh berbeda antara mata kanan dan mata kiri. Jarak dari palang ke titik tengah proyeksi bintik buta (titik tengah antara titik dimana benda pertama kali menghilang dan kemudian terlihat kembali) mata kanan adalah 6cm dengan lebar daerah proyeksi 2 cm. Pada mata kiri, jaraknya adalah 5,2 cm dengan lebar daerah proyeksi 1,1 cm. Bintik buta merupakan daerah pada retina yang tidak peka terhadap cahaya karena tidak memiliki sel batang dan sel kerucut. Apabila bayangan benda jatuh pada bintik kuning, benda akan terlihat karena pada bintik kuning terdapat sel batang dan sel kerucut yang akan meneruskan rangsangan yang diterima ke saraf optic untu kselanjutnya di kirim ke otak. Sedangkan bila bayangan jatuh pada bintik buta, tidak akan terjadi kesan melihat karena tidak ada sel batang dan sel kerucut yang akan meneruskan rangsangan cahaya tersebut ke saraf optik.

Pada umumnya jarak bintik buta mata kanan dan mata kiri hamper sama untuk kebanyakan orang. Jarak hilangnya tanda pada waktu pengamatan secara keseluruhan terjadi perbedaan. Namun, perbedaannya tidak terlalu signifikan dan hanya ada sedikit saja perbedaannya.

Pertanyaan 28 .Di mana letak proyeksi bintik buta terhadap gambar palang kecil dan mengapa demikian?

Letak proyeksi bintik buta terhadap gambar palang kecil berada pada daerah temporal. Jarak dari palang ketitik tengah proyeksi bintik buta (titik tengah antara titik dimana benda pertama kali menghilang dan kemudian terlihat kembali) mata kanan adalah 6cm dengan lebar daerahp royeksi 2 cm. Pada mata kiri, jaraknya adalah 5,2 cm dengan lebar daerah proyeksi 1,1 cm. Hal ini dikarenakan pada saat benda semakin digerakkan kearah temporal, maka benda tersebut akan terlihat oleh ke mata melalui jaras serabut nervus optikus di bagian nasal retina. Titik dimana benda pertama kali menghilang menandakan jaras penglihatan benda tepat jatuh pad a daerah bintik buta. Titik dimana benda terlihat kembali menandakan jaras penglihatan benda sudah melewati daerah bintik buta dan kembali jatuh pada retina yang memiliki fotoreseptor. Jarak antara keduanya menggambarkan lebar bintik buta pada mata OP.

Pertanyaan 29.Di manaletakbintikbutaterhadap fovea sentralis di retina?

Terhadap fovea sentralis di retina, bintik buta terletak lebih ke daerah nasalis dan sedikit ke bawah.

Daftar Pustaka

1. Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC

2. Mescher, Anthony L.2012. Histologi Dasar Junquerir; Teks & Atlas. Jakarta :EGC

Laporan Praktikum Fisiologi Modul Penginderaaan DK 4Page 26