Laporan Praktikum Farmakologi NSS

36
LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI ANESTESI UMUM BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEM Asisten : Suryo Adi Kusumo G1A009 KELOMPOK 1 Indrasti Banjaransari G1A010020 Anna Rumaisyah A G1A010021 Mayunda Riani G1A010022 Ratih Paringgit G1A010023 Lutvi Aulia S G1A010024 Andrian Novatmiko G1A010025 Firda Sofia G1A010026 Khozatin Zuni F G1A010027 Oryzha Triliany G1A010028 Galuh Ajeng P G1A010029 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

description

laporan praktikum farmako blok nss fakultas kedokteran dan ilmu-ilmu kesehatan universitas jenderal soedirman

Transcript of Laporan Praktikum Farmakologi NSS

Page 1: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI

ANESTESI UMUM

BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEM

Asisten :

Suryo Adi Kusumo

G1A009

KELOMPOK 1

Indrasti Banjaransari G1A010020

Anna Rumaisyah A G1A010021

Mayunda Riani G1A010022

Ratih Paringgit G1A010023

Lutvi Aulia S G1A010024

Andrian Novatmiko G1A010025

Firda Sofia G1A010026

Khozatin Zuni F G1A010027

Oryzha Triliany G1A010028

Galuh Ajeng P G1A010029

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

Page 2: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

2013BAB I

PENDAHULUAN

A. Tujuan

1. Umum

Setelah menyelesaikan percobaan ini, mahasiswa dapat menjelaskan

perbedaan potensi relatif dari beberapa obat anastesi umum.

2. Khusus

Setelah percobaan ini, mahasiswa dapat :

a. Menjelaskan stadium anastesi umum secara singkat.

b. Menjelaskan perbedaan beberapa obat anastesi umum dalam waktu

tertentu.

B. Definisi

1. Anastesi Umum :

Keadaan hilangnya kesadaran disertai analgesia, amnesia dan

seringkali diikuti dengan relaksasi otot-otot rangka.

2. Anastetik Umum :

Agen/ obat-obat yang dapat menimbulkan efek anastesi umum.

Page 3: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang

artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok, yaitu

anestesia lokal, hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran, dan

anestesia umum, hilangnya rasa sakit disertai hilangnya kesadaran (Handoko,

2006).

Obat anestesi umum adalah obat atau agent yang dapat menyebabkan

terjadinya efek anesthesia umum yang ditandai dengan penurunan kesadaran

secara bertahap karena adanya depresi susunan saraf pusat. Menurut rute

pemberiannya, anestesi umum dibedakan menjadi anestesi inhalasi dan anestesi

intravena. Keduanya berbeda dalam hal farmakodinamik maupun farmakokinetik

(Bagian Farmakologi Unsoed, 2011).

Tahap- tahap penurunan kesadaran dapat ditentukan dengan pengamatan

yang cermat terhadap tanda-tanda yang terjadi, terutama yang berhubungan

dengan koordinsi pusat saraf sirkulasi, respirasi, musculoskeletal dan fungsi-

fungsi otonom yang lain pada waktu- waktu tertentu. Beberapa anestetik umum

berbeda potensinya berdasar sifat farmasetika obat juga mempengaruhi potensi

anestesinya. Potensi anestetik yang kuat dapat disertai dengan potensi depresi

susunan saraf pusat yang kuat, sehingga perlu dilakukan pementauan yang ketat,

untuk menghindari turunnya derajat kesadaran sampai derajat kematian

(Katzung, 2002).

Sampai sekarang mekanisme terjadinya anestesia belum jelas, meskipun

dalam fisiologi susunan saraf pusat dan perifer terdapat kemajuan hebat. Oleh

karena itu, timbul berbagai teori berdasarkan sifat obat anestetik, yaitu :

Page 4: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

1. Teori Koloid

Teori ini mengatakan bahwa dengan pemberian zat anestetik terjadi

penggumpalan sel yang menimbulkan anestesia yang bersifat reversibel

diikuti dengan proses pemulihan.

2. Teori Lipid

Teori ini mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kelarutan zat

anestetik dalam lemak terhadap timbulnya anestesia. Makin larut zat

anestetiknya, makin kuat sifatnya.

3. Teori Adsorpsi dan Tegangan Permukaan

Teori ini menghubungkan potensi zat anestetik dengan kemampuan

menurunkan tegangan permukaan. Pengumpulan zat anestetik pada

permukaan sel menyebabkan proses metabolisme dan transmisi neural

terganggu sehingga timbul anestesia.

4. Teori Biokimia

Teori ini mengatakan bahwa pemberian zat anestetik dapat

menghambat pengambilan oksigen di otak melalui proses penghambatan

sistem fosforilasi oksidatif.

5. Teori Neurofisiologi

Teori ini menyatakan bahwa pemberian zat anestetik akan

menurunkan transmisi sinaps di ganglion cervicalis superior dan

menghambat formatio reticularis asenden untuk berfungsi menpertahankan

kesadaran.

6. Teori fisika

Terdapat hubungan potensi anestesia dengan aktivitas termodinamik

dan ukuran molekul zat anestetik tersebut (Handoko, 2006).

Page 5: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

B. Jenis Anestesi Umum

Obat anestetik umum dibagi menjadi 3 golongan menurut bentuk fisiknya,

yaitu anastetik gas, anastetik menguap (volatil), serta anastetik parenteral (iv).

Berikut contoh obat dari masing-masing golongan obat tersebut (Katzung, 2002):

1. Anastetik gas :

Nitrogen monooksida (N2O), Siklopropan

2. Anastetik menguap (volatil) :

Eter, Enfluran, Isofluran, Halotan, Metoksifluran, Etil klorida, Trikloretilen,

Fluroksen.

3. Anastetik parenteral (iv) :

Barbiturat : Natrium Tiopental, Natrium Metoheksital, Natrium Tiamilal.

Ketamin, Droperidol dan Fentanil, Diazepam, Etomidat, Propofol.

Anestesi umum dibagi kedalam dua kelompok yaitu:

1. Anastesi intravena (IV)

Pemakaian obat anestesia intravena dilaksanakan untuk induksi

anestesia, induksi dan pemeliharaaan anestesia bedah singkat, suplementasi

hipnosis pada anestesia atau analgesia lokal, dan sedasi pada beberapa

tindakan medik (Handoko, 2006)

a. Barbiturat

Seperti anestesi inhalasi, barbiturat dapat menghilangkan kesadaran

dengan blokade sistem stimulasi di formatio reticularis (Handoko, 2006)

b. Ketamin

Ketamin adalah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar

dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat anestetik dan kataleptik dengan

kerja singkat. Sifat anelgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi

lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik,

bahkan kadang-kadang tonus sedikit meninggi (Handoko, 2006)

Page 6: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

c. Droperidol dan Fentanil

Fentanil dan droperidol tersedia dalam kombinasi tetap dan digunakan

untuk menimbulkan analgesia neuroleptik dan anestesia neuroleptik

(Handoko, 2006)

d. Diazepam

Obat ini dapat menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang

disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Obat

ini juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat

neuromuskular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam figunakan

untuk menimbulkan sedasi basal pada anestesia regional, endoskopi, dan

prosedur dental, serta untuk induksi anestesia pada penderita penyakit

kardiovaskular (Handoko, 2006)

Anestetik ideal adalah (Katzung, 2002):

1) Cepat menghasilkan hypnosis

2) Mempunai efek analgesia

3) Menimbulkan amnesia pasca anesthesia

4) Dampak burujnya mudah dihilangkan dengan antagonisnya

5) Cepat dieliminasi dari tubuh

6) Pengaruh farmokinetiknya tidak dipengaruhi oleh disfungsi organ.

2. Anastesi inhalasi

Merupakan anastesi yang diinduksi melalui system pernafasan.contoh sediana

yang ada adalah isofluran, desfluran, sevofluran, dan dinitrogen oksida. Obat obat

tersebut berifat folatil atau mudah menguap.bentuk anestesi inhalasi ideal adalah

Berbau enak dan tidak merangsang selaput lendir, Mula kerja cepat dan tidak

terdapat efek samping, Sadar kembali tanpa ada efek samping, Melemaskan otot-

otot, Tidak menambah perdarahan kapiler selama waktu pembedahan (Katzung,

2002).

Page 7: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

a. Farmakokinetika

Kedalaman anestesi ditentukan dari kadar anestetik di dalam sistem syaraf

pusat. Kecepatan mencapai kadar di dalam jaringan otak yang efektif

(kecepatan induksi anestesi) tergantung pada berbagai faktor farmakokinetika

yang mempengaruhi ambilan dan distribusi anestetika. Faktor – faktor ini

menetukan perbedaan kecepatan transfer anestetika inhalasi dari paru – paru

ke dalam darah dan dari darah ke otak serta jaringan – jaringan lain. Faktor ini

pula nantinya akan mempengaruhi kecepatan pemulihan dari keadaan

anestesia. Kecepatan suatu anestetika mencapai otak tergantung pada sifat

kelarutan dari anestetika tersebut, kadarnya dalam udara yang dihirup,

kecepatan ventilasi paru, aliran darah ke paru, dan perbedaan konsentrasi

anestetika antara darah arteri dan campuran darah vena (tekanan parsial)

(Masters, 2002).

b. Farmakodinamika

Anestetika inhalasi secara spontan menekan dan membangkitkan

aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sasaran utama dari berbagai

anestetika umum ini adalah reseptor GABAA-kanal klorida, yaitu suatu

mediator utama dari transmisi sinaps inhibitorik. Reseptor tersebut merupakan

susunan pentametrik dari lima protein yang berasal dari beberapa subkelas

polipeptida (Masters, 2002).

c. Anastetik Gas

Anastesi gas umumnya dapat memiliki potensi yang rendah sehingga

hanya digunakan untuk induksi dan operasi yang ringan. Anastesi gas tidaklah

mudah larut di dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat

meningkat. Batas keamanan antara efek anastesia dan efek letal cukup besar.

Obat anastetik gas ini dapat dibagi menjadi nitrogen monoksida dan

siklopropan (S & Elysabeth, 2007).

Page 8: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

1) Nitrogen monoksida

Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak

berbau, tidak berasa dan lebih berat dari udara. Nitrogen monoksida

biasanya disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam tabung

baja. Tekanan penguapan pada suhu kamar yaitu kerang lebih 50

atmosfer. Anestetik ini selalu digunakan dalam campuran dengan

oksigen. Nitrogen monoksida sukar larut dalam darah, diekskresi dalam

bentuk utuh melalui paru-paru dan sebagian kecil melalui kulit. Gas ini

tidak mudah terbakar tetapi dapat dikombinasikan dengan zat anastetik

yang mudah terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan misalnya

campuran eter dan nitrogen monoksida (S & Elysabeth, 2007).

Potensi anastetik nitrogen monoksida kurang kuat tetapi stadium

induksi dilewati dengan cepat karena kelarutannya yang buruk dalam

darah. Perbandingan nitrogen monoksida dan oksigen yaitu 85:15 pada

stadium induksi dapat dilewati dengan cepat. Untuk mempertahankan

anatesia biasanya digunakan perbandingan nitrogen monoksida dan

oksigen sebesar 70:30 tetapi bila digunakan nitrogen monoksida 65%

tanpa medikasi preanastetik penderita tidak dapat mencapai stadium

eksitasi. Relaksasi otot kurang baik sehingga untuk mendapatkan

relaksasi yang cukup sering ditambahkan obat pelumpuh otot (S &

Elysabeth, 2007).

Nitrogen monoksida mempunyai efek analgesic yang baik

dengan inhalasi 20% nitrogen monoksida dalam oksigen efeknya seperti

efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesic

maksimum yaitu kurang lebih 35%. Gas ini sering digunakan pada partus

yaitu dengan pemberian 100%. Nitrogen monoksida pada waktu kontraksi

uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi

Page 9: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

dan 100% oksigen pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya

hipoksia (S & Elysabeth, 2007).

Kadar nitrogen monoksida 80% hanya sedikit mendepresi

kontraktilitas otot jantung sehingga peredaran darah tidak terganggu. Efek

pada pernapasan belum diselidiki secara mendalam, dikatakan induksi

dengan pentotal dan inhalasi nitrogen monoksida menyebabkan

berkurangnya responspernapasan terhadap karbon dioksda. Pada anastesia

yang lama, nitrogen monoksidadapat menyebabkan mual, muntah dan

lambat sadar. Gejala sisa hanya terjadi bila ada hipoksia atau alkalosis

karena hiperventilasi (S & Elysabeth, 2007).

2)Siklopropan

Siklopropan merupakan anastetik gas yang kuat, berbau spesifik,

tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk

cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak sehingga

digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam

darah sehingga menginduksi dengan cepat yaitu sekitar 2-3 menit.

Stadium pembedahan tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10%

volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dicapai

dengan kadar 20-35% volume dan tingkat 4 dicapai dengan kadar 35-50%

volume. Sedangkan pemberian dengan kadar 1% volume dapat

menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah

delirium yang terkadang timbul maka diberikan pentotal secara intravena

sebelum inhalasi siklopropan (S & Elysabeth, 2007).

Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah

jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga

siklopropan merupakan anastetik terpilih pada penderita syok.

Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium,

bradikardi sinus, ekstrasistol atrium, ritme atrioventrikular dan ritme

Page 10: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

begimi. Pemberian atropine IV dapat menimbulkan ekstrasistol ventrikel

karena efek katekolamin menjadi lebih dominan (S & Elysabeth, 2007).

Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah

terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan

hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering

timbul rasa mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi

siklopropan melali paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan

diekskresi dalam bentuk karbon dioksida dan air. Siklopropan dapat

digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic

digunakan 1-2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapai induksi

siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen sedangkan untuk dosis

penunjang digunakan 10-20% (S & Elysabeth, 2007).

d. Obat Anestesia yang mudah menguap

1) Dietil Eter

Anestesi umum adalah meniadakan nyeri secara sentral disertai

hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Status anestesi umum pada

dasarnya mencakup analgesia, amnesia, hilangnya kesadaran,

terhambatnya refleks sensoris dan otonomik, serta dalam banyak kasus

relaksasi otot. Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya

tonus otot sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan. Hanya

eter yang memiliki trias anestesia (analgesia, hipnosis, dan relaksasi otot).

Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka

trias anestesi diperoleh dengan menggabungkan perbagai macam obat.

Hipnosis didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran,

isofluran, sevofluran). Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik,

NSAID tertentu. Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas

otot (muscle relaxant) (Katzung, 2002).

Page 11: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

Eter yang terpenting adalah etil eter yang dalam kehidupan sehari-

hari maupun dalam perdagangan disebut eter. Kegunaan utama eter

adalah sebagai pelarut dan obat bius (anestesi) pada operasi. Etil eter

adalah obat bius yang diberikan melalui pernapasan, seperti halnya

kloroform atau siklopropana. Eter merupakan cairan tidak berwarna,

mudah menguap, berbau khas mengiritasi saluran napas, mudah

terbakar/meledak, dan dapat terurai oleh udara serta cahaya. Salah satu

sifat eter mudah terurai oleh udara dan cahaya hal tersebut berkaitan

dengan konsentrasi anestesi dalam udara. Konsentrasi anestesika inhalasi

yang dihirup mempunyai efek langsung pada tekanan di dalam darah

arteri. Menurut hukum fick, meningkatnya konsentrasi anestesi yang

dihirup akan meningkatkan kecepatan induksi anestesi dengan jalan

meningkatkan kecepatan transfer di dalam darah (Katzung, 2002).

2) Chloroform

Nama lainnya yaitu trichloromathane, methane tricloride,

tricloroform, methy trichloride, dan formyl trichloride atau dengan

formula molekulnya adalah CHCl3. Chloroform sanagt baik dan cepat

diabsorbsi, dimetabolis, dan dieliminasi oleh hewan mamalia ataupun

manusia baik melalui oral, inhalation, atau dermal exposure. Pada

manusia dosis tunggal cloroform secara oral adalah 0,5 dan 50-52% dapat

diserap oleh tubuh dan melalui proses metabolisme diubah menjadi

karbondioksida. Level puncak dalam darah adalah hingga 1,5 jam dan

memiliki waktu paruh 13 sampai dengan 90 menit. Chloroform dosis

tunggal secara inhalasi adalah 5mg dan terserap dlaam tubuh hingga 80%

(Watts, 2004).

Secara umum, kloroform memunculkan gejala-gejala yang sama

keracunan pada manusia seperti di laboratorium hewan. Kloroform

digunakan di masa lalu untuk menginduksi (besar exposure 24-73 g/m3

udara) dan pada anstesi medis (besar exposure 12-48 g/m3 udara).

Page 12: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

Namun, praktek ini dihentikan karena menyebabkan kematian karena

pernapasan, aritmia jantung, dan gagal jantung. Pemberian chloroform

dapat menyebabkan anestesi, mual, histeris, muntah, ikterik, koma

hepatikum, dan kerusakan hati. Pada autopsi ditemukan hati nekrosis dan

degenari sel. Selain itu ditemukan juga renal tubular necrosisi hingga

menimbulkan gagal ginjal (Watts, 2004).

3) Alkohol

Merupakan preparat yang paling cepat menimbulkan efek anestesi

pada praktikum dibandingkan dengan kloroform dan eter. Alkohol

merupakan depresan sistem saraf pusat. Pada kadar dalam darah yang

tinggi alkohol menyebabkan koma, depresi pernapasan dan kematian.

Alkohol mempengaruhi sejumlah besar protein membran yang berperan

dalam tranduksi sinyal, termasuk reseptor-reseptor neurotransmiter

berbagai amine, asam amino dan opioid, enzim-enzim seperti Na/k

ATPase dan beberapa kanal ion Ca2+. Pada jantung akan mempengaruhi

kontraktilitas miolkard, sedangkan pada otot polos akan menyebabkan

vasodilatasi dan relaksasi langsung otot polos yang disebabkan oleh

metabolitnya, yaitu asetildehid. Efek farmakodinamik tersebutlah yang

kemungkinan menyebabkan alkohol lebih cepat menimbulkan efek

anestesi (Watts, 2004).

Penggunaan alkohol akan berpengaruh pada sistem saraf pusat,

kardiovaskuler dan gastrointestinal terutama pada penggunaan kronik.

Pengaruh alkohol pada sistem gastrointestinal yaitu dapat menyebabkan

kerusakan hati, dapat meningkatkan sekresi lambung dan pankreas serta

merubah rintangan mukosa, sehingga akan meningkatkan risiko terjadinya

gastritis dan pankreatitis. Pengaruh pada sistem saraf yaitu akan

menyebabkan neurotoksisitas dan dapat terjadi defisit neurologi dan

merusak ketajaman visus. Pada sistem kardiovaskuler alkohol akan

menyebabkan kardiomiopati dan menghambat proliferasi semua elemen

Page 13: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

seluler di dalam sumsum tulang, serta mengganggu keseimbangan cairan

dan elektrolit (Watts, 2004).

Dalam Katzung 2002 menyatakan terdapat satu jenis anestesi

umum selain anestesi intravena dan anestesi inhalasi yaitu anestesi

berimbang. Anestesi Berimbang adalah memakai anestesi inhalasi dan

intravena. Anestesi intravena biasanya dipergunakan sebagai induksi

anestesi dan selanjutnya digunakan anestesi inhalasi sebagai relaksan otot.

(Katzung, 2002)

Page 14: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

1. Alat

a. 3 buah beaker glass 1000 cc

b. Kapas

c. Kertas selofan

d. Spuit tuberkulin

e. Jarum suntik

2. Bahan

a. Chloroform

b. Etanol 95%

c. Eter

3. Hewan Coba

3 Binatang percobaan : Tikus Putih

4

B. Rencana Kerja

Tutup dengan kertas selofan

AChloroform

BEtanol 95%

CEter

Page 15: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

Tetesi kertas selofan dengan obat anastesi inhalasi sesuai label beaker glass

Chloroform Etanol 95% Eter 0,25 cc 0,25 cc 0,25 cc

Page 16: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PERCOBAAN

Anestik

Umum

Waktu

Permulaan

Eksitasi Anestesi Kematian Jmlh

W I W I W I

Ether 13.58 14.09 6 mnt 14.15 - - -

Chloroform 13.58 13.59 1 mnt 14.00 9 mnt 14.09 -

Alkohol 95% 13.58 14.11 - - - - -

Keterangan : W : Waktu

I : Interval

Jmlh : Jumlah

B. PEMBAHASAN

1. Ether

Tikus putih yang diberikan ether mengalami eksitasi pada jam 14.09,

ini ditandai dengan tikus putih gelisah karena depresi pernapasan, tidak mau

diam dan mencari-cari udara selain di tabung. Interval stadium eksitasi 6

menit kemudian mengalami stadium anestesi yaitu pada jam 14.15. Stadium

anestesi ditandai dengan tikus putih diam, tidak bergerak sama sekali hanya

bernafas. Sedangkan, tikus putih tersebut tidak dilanjutkan sampai mengalami

kematian karena tikus putih yang diberi kloroform mengalami kematian

terlebih dahulu. Hasil praktikum menunjukkan ether lebih kuat sifat

anestesinya dari pada alkhohol 95% dan lebih lemah sifat anestesinya

daripada kloroform.

Page 17: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

Tidak didapatkan urin yang menunjukkan kesesuaiannya dengan teori

bahwa eter dapat menyebabkan konstriksi pembuluh darah di ginjal sehingga

menurunkan laju filtrasi di glomerulus. Eter dapat menyebabkan iritasi saluran

napas dan merangsang sekresi kelenjar bronkus. Penggunaan eter pada sistem

tertutup dalam kombinasi dengan oksigen atau N2O tidak dianjurkan pada

pembedahan dengan tindakan kauterisasi sebab ada bahaya timbulnya ledakan

(Setiabudy, 2008).

2. Chloroform

Tikus putih yang diberikan chloroform mengalami eksitasi pada jam

13.59,ini ditandai dengan tikus putih gelisah karena depresi

pernapasan,tidak mau diam dan mencari-cari udara selain di tabung.

Interval stadium eksitasi 1 menit kemudian mengalami stadium anestesi

yaitu pada jam 14.00. Stadium anestesi ini ditandai dengan tikus putih

diam,tidak bergerak sama sekali hanya bernafas. Sedangkan tikus putih

tersebut tidak dilanjutkan sampai mengalami kematian terlebih dahulu.

Chloroform menyebabkan rasa terbakar pada saluran tubuh yang dilewati,

seperti dalam hal ini karena melalui inhalasi maka ada rasa terbakar pada

saluran inhalasi sehingga tikus terlihat sangat gelisah. Chloroform sangat

mudah menguap, dan chloroform ini juga dapat menembus sawar darah

otak dalam waktu singkat karena sifatnya yang larut dalam lemak (City

Plastic, 2009).

Beberapa efek cepat dari chloroform yang dapat dilihat pada tikus

percobaan adalah mengantuk, lemas, depresi akibat sifat kerjanya yang

mengiritasi pernafasan dan mengganggu sistem saraf pusat.. Efeknya

yang dapat merusak hepar, jantung, dan ginjal dan diikuti dengan

kehilangan kesadaran dan reflek terlihat dengan melemahnya reflek otot

dari otot rangka sampai otot bantu pernafasan (City Plastic, 2009).

Dengan uraian pembahasan chloroform di atas, menunjukkan kerja

chloroform yang cepat efek nya dibandingkan eter dan alcohol 95 % .

Page 18: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

3. Alkohol 95 %

Tikus putih yang diberikan alcohol 95% mengalami eksitasi pada jam

13.44,ini ditandai dengan tikus putih gelisah karena depresi

pernapasan,tidak mau diam dan mencari-cari udara selain di tabung.

Efek alkohol 95% terhadap tikus percobaan paling lambat dari bahan

uji lainnya. Hal ini dapat terjadi karena efek alkohol terhadap sistem saraf

pusat yang lebih lambat dibandingkan bahan yang diuji lainnya. Walaupun

alkohol memiliki efek pada sistem saraf pusat yang membahayakan,

alkohol atau etanol itu sendiri bukan merupakan obat yang poten yang

dapat digunakan untuk memberikan efek pada sistem saraf pusat. Ambang

efek alkohol secara umum tidak muncul hingga konsentrasi etanol realtif

tinggi di dalam darah. Konsentrasi dapat dicapai di dalam darah sebesar 5-

10 mmol/L. Jika asupan alkohol tinggi dalam satu waktu saja, efek sistem

saraf pusat dapat tercapai (Katzung, 2002).

C. APLIKASI KLINIS

1. Insomnia

Kadang-kadang suatu sedatif hipnotika dinyatakan lebih baik

daripada sedatif hipnotika lainnya dalam mengatasi gangguan tidur,

berdasarkan kerja yang berbeda pada arsitektur tidur. Benzodiazepine

menerunkan tidur REM dan gelombang lambat sesuai dengan dosis, meski

penurunan ini tidak sebesar yang disebabkan oleh barbiturate. Zolpidem

kurang mampu mempengaruhi pola tidur jika dibandingkan dengan

benzodiazepine. Obat yang dipilih haruslah obat yang menyebabkan tidur

dengan cepat (memperpendek mula tidur) dan lama tidur yang cukup,

dengan efek “hangover” yang minimum, misalnya rasa kantuk, disforia,

Page 19: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

depresi mental, atau depresi motorik pada keesokan harinya. Obat-obat

lama seperti chloral hydrate, secobarbital, dan pentobarbital masih

digunakan, tetapi pada umumnya benzodiazepine lebih disukai pasien

(Katzung, 2002).

2. Generalized Anxiety Disorder

Generalized anxiety disorder atau kecemasan yang berlebihan tanpa

alasan atas kejadian-kejadian dalam kehidupan ini biasanya ditangani

dengan obat-obatan, biasanya dalam hubungannya dengan psikoterapi.

Benzodiazepine tetap merupakan obat yang paling umum digunakan untuk

penananganan keadaan-keadaan kecemasan, termasuk gangguan

kecemasan umum. Karena gejala-gejala kecemasan dapat disembuhkan

dengan banyak jenis benzodiazepine, maka tidaklah selalu mudah untuk

memperlihatkan keunggulan satu obat atas obat lainnya. Namun demikian,

alpazolam terutama efektif pada penanganan penderita gangguan panik dan

agorafobia, dan dalam hal ini lebih selektif dibandingkan terhadap

benzodiazepine lainnya (Katzung, 2002).

3. Nyeri Ginjal Akut & Kolik Bilier

Keadaan akut pada nyeri gagal ginjal dan kolik bilier yang parah

seringkali memerlukan agonis opioid yang kuat untuk menghilangkan

nyeri. Namun, obat dapat menimbulkan peningkatan tonus otot polos yang

kemudian dapat menimbulkan peningkatan paradoksal pada nyeri sekunder

akibat peningkatan spasme. Peningkatan dosis opioid biasanya berhasil

memberikan efek analgesi yang kuat (Katzung, 2002).

Page 20: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

BAB V

KESIMPULAN

Dari hasil praktikum dapat di simpulkan sebagai berikut :

1. Efek anestesi blok terjadi hanya pada sebagian atau hanya pada saraf tunggal

yang mempersarafi daerah tertentu saja, sedangkan pada katak yang dilakukan

anestesi spinal, berpengaruh secara luas, dalam artian mampu menganestesi

seluruh tubuh.

2. Etil Kloride membentuk efek pendinginan pada permukaan kulit dengan cara

menguap secara cepat dan mengganggu kemampuan tubuh untuk merasakan sakit.

Hal ini terjadi karena dingin mengurangi kecepatan hantaran saraf dari serat C dan

serat A-delta.

3. Berbagai obat anestesi lokal dapat memberikan efek hilang rasa raba dan nyeri

pada daerah tertentu dari tubuh.

4. Setiap obat anestesi memiliki kecepatan dan kekuatan anestesi yang berbeda.

Page 21: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

Evaluasi

1. Stadium Anestesi umum terbagi 4 yaitu :

a. Stadium I ( Analgesia), stadium analgesia di mulai sejak saat pemberian

anestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium ini pasien tidak lagi

merasakan nyeri (analgesia), tetapi masih tetap sadar dan dapat mengikuti

perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan

seperti mencabut gigi dan biopsy kelenjar.

b. Stadium II (eksitasi), stadium in di mulai sejak hilangnya kesadaran sampai

munculnya pernapasan yang teratur yang merupakan tanda dimulainya

stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak mengalami delirium

dan eksitasi dengan gerakan-gerakan di luar kehendak. Pernapasan tidak

teratur, kadang-kadang apnea dan hiperpnea, tonus otot rangka meninggi,

pasiennya meronta-ronta, kadang sampai mengalami inkontinensia , dan

muntah. Ini terjadi karena hambatan pada pusat inhibisi. Pada stadium ini

dapat terjadi kematian, maka stadium ini harus diusahakan cepat dilalui.

c. Stadium III (anesthesia), stadium III ini dimulai dengan timbulnya kembali

pernapsan yang teratur dan berlangsung sampai pernapasan spontan hilang.

Keempat tingkat dalam stadium pembedahan ini dibedakan dari perubahan

pada gerakan bola mata, reflex bulu mata dan konjungtiva, tonus otot, dan

lebar pupil yang menggambarkan semakin dalamnya pembiusan.

Tingkat 1 : pernapasan teratur, spontan, dan seimbang antara

pernapasan dada dan perut, gerakan bola mata terjadi di luar

kehendak, miosis, sedangkan tonus otot rangka masih ada.

Tingkat 2 : pernapasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola

mata tidak bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas,

dan refleks laring hilang sehingga pada tingkat ini dapat dilakukan

Page 22: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

Tingkat 3 : pernapasan perut lebih nyata dari pernapasan dada

karena otot interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna,

pupil lebih lebar tetapi belum maksimal

Tingkat 4 : pernapasan perut lebih sempurna karena otot

interkostal lumpuh total, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat

lebar dan reflex cahaya hilang. Pembiusan hendaknya jangan sampai

ke tingkat 4 ini sebab pasien akan mudah sekali masuk dalam

stadium IV.

d. Stadium IV ( depresi medulla oblongata), stadium ini dimulai dengan

melemahnya pernapasan perut dibanding dengan stadium III tingakt 4,

tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps, dan jantung

berhenti berdenyut. Keadaan ini dapat segera disusul kematian, kelumpuhan

napas di sini tidak dapat diatasi dengan pernapsan buatan, bila tidak didukung

oleh alat bantu napas dan sirkulasi.

2. faktor yang mempengaruhi dalam anestesi umum adalah tekanan parsial, kelarutan

anestetik dalam darah, kadar anestetik dalam udara inspirasi, ventilasi paru, kecepatan

aliran darah paru

3

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: Laporan Praktikum Farmakologi NSS

Bagian Farmakologi. (2011). Petunjuk Praktikum Farmakologi Blok NSS.

Purwokerto : Universitas Jenderal Soedirman.

City Plastics. 2009. Material Safety Data Sheet, Chloroform.

http://www.cityplastics.com.au/pdf/chloroform%20msds.pdf. Diakses tanggal

19 Maret 2013

Handoko, Tony. 2006. Anestetik Umum dalam Farmakologi dan Terapi. Jakarta :

FKUI

Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2 Edisi 8. Jakarta :

Salemba Medika.

Masters, Susan B. 2002. AlkohoL dalam : Farmakologi Dasar dan Klinik Bertram G.

Katzung Buku 2. Edisi delapan. Jakarta : Salemba Medika.

Neal, M. J. (2002). General Anasthesia. In Medical Pharmacology at a Glance.

London: Kings College London The Rayne Institute.

Setabudy, Rianto. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI.

S, Z. D., & Elysabeth. (2007). Anastetik Umum dalam Farmakologi dan Terapi.

Jakarta: FKUI

Watts, Petter. 2004. Chloroform. United Nations Environment Programme, the

International Labour Organization, and the World Health Organization, and

produced within the framework of the Inter-Organization Programme for the

Sound Management of Chemicals. WHO: Geneva

Page 24: Laporan Praktikum Farmakologi NSS