LAPORAN FARMAKOLOGI

23
LAPORAN Praktikum Farmakologi Uji Efektifitas Anti Sedatif dan Hipnotika Tingkat 2A Disusun oleh Kelompok III Chintya Tifani Beauty Sofiandari (138909) Muhammad Tri Sutrsino 138949) Norma Susilasari (138955) Rizka Febriani Lestari (138975)

description

Praktikum Farmakologi

Transcript of LAPORAN FARMAKOLOGI

Page 1: LAPORAN FARMAKOLOGI

LAPORAN

Praktikum Farmakologi

Uji Efektifitas Anti Sedatif dan Hipnotika

Tingkat 2A

Disusun oleh

Kelompok III

Chintya Tifani Beauty Sofiandari (138909)Muhammad Tri Sutrsino 138949)

Norma Susilasari (138955)Rizka Febriani Lestari (138975)

Akademi Farmasi Yarsi Pontianak Tahun Ajaran 2014/2015

Page 2: LAPORAN FARMAKOLOGI

PERCOBAAN III

Laporan Uji Efektifitas Anti Sedatif Dan Hipnotika

BAB I

PENDAHULUAN

A. TUJUAN PRAKTIKUM

Mahasiswa diharapkan dapat mempelajari pengaruh obat penekanan susunan saraf pusat.

B. DASAR TEORI

Obat sedatif adalah obat yang secara efektif dapat mengurangi ansietas dan

menimbulkan efek menenangkan dengan sedikit atau tidak ada efek pada fungsi motorik

atau mental. Obat hipnotik dapat menimbulkan rasa mengantuk, memperlama dan

mempertahankan keadaan tidur yang sedapat mungkin menyerupai keadaan tidur yang

alamiah. Dalam Kamus Kedokteran Dorland, sedatif berarti menghilangkan iritabilitas

dan kegaduhan atau obat yang bekerja seperti itu,sedangkan hipnotik berarti

menimbulkan tidur, juga agen yang menyebabkan hal itu.

Obat sedatif-hipnotik merupakan golongan obat yang menekan susunan saraf

pusat.namun efek hipnotik lebih bersifat depresan terhadap susunan saraf pusat dari pada

sedatif.obat sedatif menekan aktifitas mental,menurunkan respon terhadap rangsangan

emosi sehingga menenangkan.obat hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah

tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis.Beberapa obat dalam

golongan hipnotik dan sedatif,khususnya benzodiazepine dan barbiturat.

Dalam praktikum ini akan diamati efek sedatif dari beberapa obat melalui

percobaan penggunaan parameter protarot,daya cengkram,reflek kornea dan dimeter

pupil mata.

Mekanisme kerja:

Pengikatan GABA (asam gama aminobutirat) ke reseptornya padamembrane sel

akan membuka salutan klorida, meningkatkan efek konduksi korida. Aliran ion klorida

yang masuk menyebabkanhiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari

ambang letupdan meniadakan pembentukan kerja potensial. Benzodiazepin terikatpada

Page 3: LAPORAN FARMAKOLOGI

sisi spesifik dan berafinitas tinggi dari membrane sel, yang terpisahtetapi dekat reseptor

GABA.

Reseptor benzodiazepine terdapat hanya pada SSP dan lokasinya sejajar dengan

neuron GABA.Peningkatan benzodiazepine memacu afinitas reseptor GABA untuk

neurotransmitter yang bersangkutan, sehingga saluran klorida yang berdekatan lebih

sering terbuka. Keadaan tersebut akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan

neuron. (Mycek, 2001)

Diazepam bekerja pada reseptor di otak yang disebut reseptor GABA. Hal ini

menyebabkan pelepasan neurotransmitter yang disebut GABA di dalam

otak.Neurotransmiter merupakan bahan kimia yang disimpan dalam sel-selsaraf di otak

dan sistem saraf. Mereka yang terlibat dalam transmisi pesanantara sel saraf.

GABA adalah neurotransmitter yang berfungsi sebagaialami 'saraf-

menenangkan' agen. Ini membantu menjaga aktivitas saraf di otak seimbang, dan

terlibat dalam mendorong kantuk, mengurangi kecemasan dan relaksasi otot. Sebagai

diazepam meningkatkan aktivitas GABA dalam otak, meningkatkan efek menenangkan

dan hasil dalam kantuk, penurunan kecemasan dan relaksasi otot.

Efek terhadap organa.

a. Sedasi: Sedasi dapat didefinisikan sebagai penurunan responsterhadap tingkat stimulus

yang tetap dengan penurunan dalamaktivitas dan ide spontan. Perubahan tingkah laku

ini terjadi padadosis efektif hipnotik sedative yang terendah.

b. Hipnotis: Berdasarkan definisi, semua hipnoik sedative akanmenyebabkan tidur jika

diberikan pada dosis yang cukup tinggi.

 

 c. Anastesi: Benzodiazepin tertentu, termasuk diazepam dan midazolam telah digunakan

secara intravena dala anastesi. Benzodiazepin yang digunakan dalam dosis tinggi

sebagai pembantu untuk anastesi umum, bisa menyebabkan menetapnya depresi

respirasi pascaanastesi. Hal ini mungkin berhubungan dengan waktu paruhnya

yang relative lama dan pembentukan metabolit aktif.

Page 4: LAPORAN FARMAKOLOGI

d. Efek antikonvulsi: Kebanyakan hipnotik sedative sanggupmenghambat perkembangan

dan penyebaran aktivitas epileptiformisdalam susunan saraf pusat. Ada sejumlah

selektivitas pada obattertentu yang dapat menimbulkan efek antikonvulsi tanpa

depresisusunan saraf pusat yang jelas sehingga aktivitas fisik dan mentalrelative tidak

dipengaruhi. Diazepam mempunyai kerja selektif yangberguna di klinik untuk

menanggulangi keadaan bangkitan kejang.

e. Relaksasi otot: Benzodiazepin merelaksasi otot volunter yangberkontraksi pada

penyakit sendi atau spasme otot.

f. Efek pada fungsi respirasi dan kardiovaskular: Pada dosis terapeutik dapat

menimbulkan depresi pernapasan pada penderita paruobstruksi

Benzodiazepin

Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu

anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia

retrograde. Benzodiazepine banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan

benzodiazepine dari barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi

penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat

dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepin telah banyak digunakan

sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien

dalam monitorng anestesi. Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan

penggunaan

diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil.

Struktur Kimia Benzodiazepin

Benzodiazepine disusun sebuah ring benzene bergabung menjadi sebuah

diazepine ring yang berisi tujuh molekul.

Mekanisme Kerja

Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gammaaminobutyric

acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak

mengaktifkan reseptor GABA melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA

terhadap neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi

hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel

Page 5: LAPORAN FARMAKOLOGI

tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde,

potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal. Efek sedatif timbul dari

aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari resptor GABA di

otak (korteks serebral, korteks serebelum, thalamus). Sementara efek ansiolotik timbul

dari aktifasi GABA sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala).

Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan

perbedaan potensi (affinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan

menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik

(penyerapan, distribusi, metabolisme dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut

lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehinggakeadaan hipoalbumin pada

cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini.

Benzodiazepin menurunkan degradasi adenosin dengan menghambat tranportasi

nuklesida. Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan

oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenasi melalui

vasodilatasi arteri korener) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung

Efek Samping

Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada penggunaan

lama benzodiazepine. Sedasi akan menggangu aktivitas setidaknya selama 2 minggu.

Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut

jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada

pasien dengan penyakit paru kronis. Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi

kebutuhan akan obat anestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan

midazolam akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek

analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan

efek analgesik opioid.

Diazepam

Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut lemak dan memiliki durasi

kerja yang lebih panjang dibanding midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut

organik (propilen glikol, sodium benzoate) karena tidak larut dalam air. Larutannya

pekat dengan pH 6,6-6,9.Injeksi secara IV atau IM akan menyebabkan nyeri.

Page 6: LAPORAN FARMAKOLOGI

Farmakokinetik

Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1

jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd

diazepam besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga

dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus. Ikatan protein

benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan

kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga

pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis

hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.

Metabolisme

Diazepam mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim mikrosom hati

menjadi desmethyldiazepam dan oxazepam serta sebagian kecil temazepam.

Desmethyldiazepam memiliki potensi yang lebih rendah serta dimetabolisme lebih

lambat dibanding oxazepam sehingga menimbulkan keadaan mengantuk pada pasien 6-

8 jam setelah pemberian. Metabolit ini mengalami resirkulasi enterohepatik sehingga

memperpanjang sedasi. Desmethyldiazepam diekskresikan melalui urin setelah

dioksidasi dan dikonjugasikan dengan asam glukoronat.

Waktu Paruh

Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan semakin panjang pada

pasien tua, obese dan gangguan fungsi hepar serta digunakan bersama obat penghambat

enzim sitokrom P-450. Dibandingkan lorazepam, diazepam memiliki waktu paruh yang

lebih panjang namun durasi kerjanya lebih pendek karena ikatan dengan reseptor

GABAA lebih cepat terpisah. Waktu paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam. Pada

penggunaan lama diazepam dapat terjadi akumulasi metabolit di dalam jaringan dan

dibutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk mengeliminasi metabolit dari plasma.

Efek pada Sistem Organ

Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas. Namun, pada

penggunaan bersama dengan obat penekan CNS lain atau pada pasien dengan penyakit

Page 7: LAPORAN FARMAKOLOGI

paru obstruktif akan meningkatkan resiko terjadinya depresi napas. Diazepam pada

dosis 0,5-1 mg/kg IV yang diberikan sebagai induksi anestesi tidak menyebabkan

masalah pada tekanan darah, cardiac output dan resistensi perifer. Begitu juga dengan

pemberian anestesi volatile N2O setelah induksi dengan diazepam tidak menyebabkan

perubahan pada kerja jantung. Namun pemberian diazepam 0,125-0,5 mg/kg IV yang

diikuti dengan injeksi fentanyl 50 μg/kg IV akan menyebabkan penurunan resistensi

vaskuler dan penurunan tekanan darah sistemik.

Pada otot skeletal, diazepam menurunkan tonus otot. Efek ini didapat dengan

menurunkan impuls dari saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam didapatkan bila

konsentrasi plasmanya > 1000ng/ml.

Penggunaan Klinis

Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah digantikan oleh

midazolam. Sehingga diazepam lebih banyak digunakan untuk mengatasi kejang. Efek

anti kejang didapatkan dengan menghambat neuritransmitter GABA. Dibanding

barbiturat yang mencegah kejang dengan depresi non selektif CNS, diazepam secara

selektif menghambat aktivitas di sistem limbik, terutama di hippokampus.

BAB II

ALAT DAN BAHAN

1. Alat :

- Spuit injeksi dan jarum ( 1 ml)

- Rotarod ( batang berputar )

2. Bahan :

- Fenobarbital / Luminal

- Diazepam / kloral hidrat/ meprobamat

- Aquabidest

- Klorpromasin

- Hewan uji : Mencit

Page 8: LAPORAN FARMAKOLOGI

BAB III

PROSEDUR KERJA

1. Siapkan semua peralatan yang dibutuhkan

2. Bila belum tersedia buat larutan dan suspensi dari bahan-bahan uji yang diperlukan

3. Kelompokan mencit yang akan digunakan dengan jumlah 4 ekor tiap kelompok.

4. Adaptasikan mencit-mencit tersebut dengan meletakkannya paa alat rotarod selama 5

menit.

5. Tandai mencit dari masing-masing kelompok dan berikan bahan-bahan uji sebagai

berikut :

- Kelompok I (kontrol) diberikan aquabidest secara per oral

- Kelompok II diberi fenobarbitale 80 mg/kg BB secara per oral

- Kelompok III diberi klorpomasin 100 mg/kg BB secara per oral

- Kelompok IV diberi diazepam/kloral hidrat/meprobamat 20-50 mg/kg BB sacara

per oral.

6. Lakukan percobaan pada menit-menit ke 15, 30, 60 dan 120 dengan meletakkan

mencit-mencit tersebut di atas rotarod dalam 2 menit.

7. Amati beberapa kali mencit-mencit itu terjatuh dari rotarod.

8. Selain itu amati juga hal-hal sebagai berikut :

- Refleks balik badan dan kornea

- Perubahan diameter pupil mata

- Daya cengkram

9. Catat jumlah dan ukur dari masing-masing hasil pengamatan.

Page 9: LAPORAN FARMAKOLOGI

BAB IV

HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

Data Pengamatan

Tabel hasil pengamatan rata-rata dari kelompok 1-10

KelompokRute

Pemberian Onset DurasiBalik Badan

0-15menit

15-30 menit

30-45 menit

1 Peroral 13’’ -2 Peroral 11’’ 5’’’ - 4,25 kali 3,5 kali 10,75 kali3 Peroral 15’’ 17’’’ - 1,75 kali 0,75 kali 1,25 kali4 Peroral 3’’ 48’’’ - 2 kali 1,25 kali 2,75 kali5 Peroral -6 Peroral 5’’ 44’’’ - 2,75 kali 3,75 kali 5 kali7 Peroral 5’’ 6’’’ - 4,25 kali 20,5 kali 7,5 kali8 Peroral 7’’ 1’’’ - 14,75 kali 17,75 kali 6,5 kali9 Peroral 15’’ 2’’’ - 3 kali 6 kali 5 kali10 Peroral 11’’ - 3 kali 6 kali 16 kali

Keterangan : ‘ : jam

‘’ : menit

‘’’ : detik

Konversi Manusia ke mencit = 0,0026 x 5 mg = 0,013 mg/ml

Dosis Diazepam Larutan stok 60 ml = 0,013 x 60 ml = 0,78 mg

Cmc 2 % = 2

100x60=1,2 mg

- Air Kurpus 10 % = 0,12 ml5 mg 270 mg

0,78 mg x

x = 270 x 0,78

5=¿42,12 ml

Diazepam yang harus di timbang untuk 60 ml = 42,12 mg

Volume Pemberian Peroral pada mencit (dosis max. 1ml)

Rumus = BB

B . maxx1 ml

Mencit I = 27,330

x1 ml=¿ 0,91 ml

Mencit II = 2330

x1 ml=¿ 0,77 ml

Mencit III = 2230

x1 ml=¿ 0,73 ml

Page 10: LAPORAN FARMAKOLOGI

Mencit IV = 2530

x1 ml=¿ 0,83 m

Page 11: LAPORAN FARMAKOLOGI

BAB V

PEMBAHASAN

Secara klinis obat-obatan sedatif – hipnotik digunakan sebagai obat-obatan

yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan

kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan

sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 2 kelompok, yakni:

1.      Benzodiazepin

2.      Barbiturat

Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus,

yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan

amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan dalam praktik klinik.

Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat,

potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya

toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah

banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai pramedikasi dan

menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi. Dalam masa

perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu,

benzodiazepine memiliki antagonis khusus, yaitu flumazenil.

Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-

aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga kanal

klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan

mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan

efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alcohol, antikonvulsi dan

relaksasi otot skeletal.

Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang

merupakan 60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum,

thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2

(Hipokampus dan amigdala).

Page 12: LAPORAN FARMAKOLOGI

  Perbadaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan

perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan

menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik

(penyerapan, distribusi, metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine

larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan

hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan

efek obat ini.

     Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat

transportasi nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung

(penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan

meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan semua fungsi

fisiologi proteksi jantung.

Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki

durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan

dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam

air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan

menyebabkan nyeri.

Farmakokinetik untuk Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan

mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan

lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai

otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan

terdapat dalam sirkulasi fetus.

Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak.

Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein

plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang

rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari

diazepam.

Pada percobaan kali ini, dilakukan percobaan untuk mnegetahui efek

hipnotik suatu obat dan tingkat efek yang ditimbulkan sesuai dengan dosis yang

diberikan. Percobaan ini menggunakan 4 ekor mencit sehat yang diberikan dosis

Page 13: LAPORAN FARMAKOLOGI

obat yang berbeda-beda. Obat hipnotik sedatif yang diberikan pada praktikum ini

yaitu diazepam injeksi peroral dengan dosis 5 mg, obat ini termasuk dalam

golongan benzodiazepine. Sebelum diberikan obat, mencit ditimbang terlebih

dahulu untuk mengetahui berat badan sehingga dapat menetukan dosis yang

diberikan. Mencit I menerima dosis I diazepam ( 0,91mL/27,3g ), mencit II akan

menerima dosis II diazepam ( 0,77 mL/23g ) , mencit III akan menerima dosis III

diazepam ( 0,73 mL/22g ) dan mencit IV akan menerima dosis diazepam ( 0,83

ml/25g ) Setelah menghitung dosis yang diberikan, melaului injeksi peroral.Hal

yang diamati dalam percobaan yaitu onset sedasi obat(waktu dari pemberian obat

sampai munculnya sedasi), onset hipnotis obat(waktu dari pemberian obat sampai

muncul efek hipnotik/tidur), durasi sedasi(waktu munculnya sedasi sampai tidur),

dan durasi hipnotik/tidur(waktu dari tidur sampai bangun kembali) masing-masing

mencit. Hasil yang didapatkan dari rata-rata mencit 1- 4 yaitu didapatkan onset nya

adalah pada waktu 11 menit 5 detik dengan balik badan pada waktu 0 -15 menit

adalah 4,25 kali , pada menit ke 15-30 menit adalah 0,75 kali dan pada 30-45 menit

adalah 1,25 kali. Untuk durasi tidak dapat ditentukan karena keterbatasan waktu ,

jadi durasi dari percobaan ini selesai nya tidak diketahui.

Dari hasil ini membuktikan bahwa onset dan durasi efek hipnotik sedatif

yang dihasilkan suatu obat, salah satunya tergantung pada dosis yang diberikan.

Pada pemberian dosis yang rendah, onset dan durasi sedasi dan hipnotik muncul

dalam waktu lama akibat jumlah obat yang diberikan sangat sedikit. semakin

banyak dosis maka akan menimbulkan efek yang lebih cepat dan obat hipnotik

sedatif yang baik adalah obat yang memiliki onset tidur yang cepat.

Ada beberapa kondisi klinis yang dapat menyebabkan pengunaan obat diazepam

sebagai obat sedative dan hipnotik, yaitu :

- Meredakan ansietas

- Insomnia

- Sedasi dan amnesia sebelum dan selama tindakan medis dan bedah

- Pengobatan epilepsi dan keadaan bangkitan kejang

Page 14: LAPORAN FARMAKOLOGI

- Sebagai komponn anastesi yang seimbang (pemberian intravena)

- Mengendalikan keadaan putus-obat etanol atau hipnotik-sedatif lain

- Relaksasi otot pada kelainan neuromuskular spesifik

- Bantuan diagnostik atau terapi dalam bidang psikiatri

Dosis diazepam untuk efek sedasi adalah 5 mg 2 kali sehari. (Katzung, farmakologi

dasar & klinik, 2010)

Dosis diazepam untuk efek sedasi adalah 5-10 mg, diberikan 3-4 kali per hari (KLL)

(Farmakologi dan terapi, FKUI).

Page 15: LAPORAN FARMAKOLOGI

BAB VI

KESIMPULAN

Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil praktikum yang didapatkan belum maksimal .Hal ini tidak sesuai bisa

dikarenakan ketidaktelitian praktikan misalnya saat memberikan sediaan ke

hewan coba yang diberi dengan dosis berlebih ataupun kurang dan juga

kesalahan bisa terjadi ketika praktikan tidak memperhatikan waktu sebenarnya

hewan coba mulai tertidur ataupun sadar kembali. Kemudian menurut literatur

efek yang ditimbulkan dari zat uji diazepam ini yaitu merangsang waktu tidur,

depresi dan rasa nyeri.

2. Semakin besar dosis yang diberikan semakin cepat waktu onset sedasi, durasi

sedasi, dan onset hipnotis yang terjadi. Tetapi durasi sedasi yang terjadi

menjadi semakin lama.

3. Golongan benzodiazepin bekerja pada SSP

4. Ada beberapa kondisi klinis yang dapat menyebabkan pengunaan obat

diazepam sebagai obat sedative dan hipnotik, yaitu : Meredakan

ansietas,Insomnia,Sedasi dan amnesia sebelum dan selama tindakan medis

dan bedah,Pengobatan epilepsi dan keadaan bangkitan kejang,Sebagai

komponn anastesi yang seimbang (pemberian intravena),Mengendalikan

keadaan putus-obat etanol atau hipnotik-sedatif lain,Relaksasi otot pada

kelainan neuromuskular spesifik dan Bantuan diagnostik atau terapi dalam

bidang psikiatri

Page 16: LAPORAN FARMAKOLOGI

DAFTAR PUSTAKA

Alfred Goodman Gilman, 2006, Goodman & Gilman’s The Pharmacological

Basis of Therapeutics 11th Edition (electronic Version), Mc-Graw Hill

Medical Publishing Division, New York).

Nelson., M.H, 2006. Sedative Hipnotic Drugs. (accessed from :

http://pharmacy.wingate.edu/faculty/mnelson/PDF/Sedative_Hypn

otics.pdf on 2nd November 2012).

Stoelting RK, Hillier SC. 2006. Opioid Agonists and Antagonists. In :

Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition.

Philadelphia :Lipincott William & Wilkins

Rothfles, Petel. 2011. Opioid and sedative-hypnotic coverage: An update.

(accessed from: http://www.bcmj.org/worksafebc/opioid-and-sedative-

hypnotic-coverage-update on 2nd November 2012).

Tjay TH, Rahardja K. 2002. Sedativa dan Hipnotika: Obat-obat Penting

Edisi Ke-5. Jakarta : Gramedia.