Laporan Sianida Dan Pestisida

download Laporan Sianida Dan Pestisida

If you can't read please download the document

Transcript of Laporan Sianida Dan Pestisida

Laporan PraktikumHari/tanggal: Rabu, 03 Desember 2008ToksikologiDosen PJ: drh. Hernowo Permadi,M.Sc Kelompok: VI SiangKERACUNAN SIANIDA DAN PESTISIDADisusun Oleh:Kelompok VI SiangCut Desna AptrianaB04050018Eva Devari P.B04050387Charles Jonson S.B04051652Rezi Zahra AzizaB04051740Deva P. AttikasariB04051810BAGIAN FISIOLOGI DAN FARMAKOLOGIDEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGIFAKULTAS KEDOKTERAN HEWANINSTITUT PERTANIAN BOGOR2008PENDAHULUANKeracunan adalah suatu keadaan dimana di dalam tubuh hewan mengandung zat racun yang diperolehnya secara langsung maupun tidak langsung, baik yang terjadi melalui kulit maupun mulut dan menimbulkan gejala-gejala keracunan. Racun dapat berasal dari tumbuhan maupun zat kimia.Sianida merupakan senyawa kimia asphyxia yang poten dan bekerja cepat. Senyawa ini dapat bersumber dari pertambangan emas, cairan untuk fotografi, pupuk, dan tanaman. Sianida bekerja dengan menghambat enzim yang berperan di dalam respirasi jaringan sehingga oksigen tidak dapat digunakan oleh jaringan dan mengakibatkan jaringan kekurangan oksigen (anoksia).Pestisida atau senyawa kimia pembunuh hama banyak digunakan dalam bidang pertanian untuk memberantas hama tanamn maupun ektoparasit pada hewan. Ada yang digunakan dalam rumah tangga untuk memberantas nyamuk, lalat, dan serangga pengganggu lainnya. Kenyataannya, pestisida yang digunakan belum ada yang benar-benar aman bagi organisme non target. Toksisitas akibat pestisida masih sering terjadi baik disengaja ataupun tidak.Pengetahuan akan efek farmakologis dan juga efek toksik dari kedua senyawa diatas sangat diperlukan untuk mengetahui bagaimana gejala-gejala, penanggulangan, dan pengenalan racun pada keracunan kedua senyawa tersebut.TUJUANTujuan praktikum adalah diharapkan dapat memberikan pengertian yang lebih baik kepada peserta praktikum mengenai gejala-gejala, penanggulangan, dan pengenalan racun pada keracunan sianida dan pestisida. TINJAUAN PUSTAKASianida adalah senyawa kimia yang mengandung kelompok cyano CN, dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen. Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa. Beberapa adalah gas, dan lainnya adalah padat atau cair. Beberapa seperti-garam, beberapa kovalen. Beberapa molekular, beberapa ionik, dan banyak juga polimerik. Sianida yang dapat melepas ion cyanida CN sangat beracun.Besi(III) klorida, atau feri klorida, adalah suatu senyawa kimia yang merupakan komoditas skala industri, dengan rumus kimia FeCl3. Senyawa ini umum digunakan dalam pengolahan limbah, produksi air minum maupun sebagai katalis, baik di industri maupun di laboratorium. Besi(III) klorida memiliki titik lebur yang relatif rendah dan mendidih pada 315C. Uapnya merupkan dimer Fe2Cl6, yang pada suhu yang semakin tinggi lebih cenderung terurai menjadi monomer FeCl3, daripada penguraian reversibel menjadi besi(II) klorida dan gas klorin.Asetilkolinesterase (AChE) terdapat dalam dua golongan umum bentuk molekul yaitu oligomer homomerik sederhana subunit katalitik (yaitu monomer, dimer dan tetramer) dan gabungan heteromerik subunit katalitik dengan subunit struktural (Massoulie, 2000). Bentuk homomerik ditemukan sebagai jenis yang dapat larut dalam sel, diduga ditujukan untuk pengeluaran atau dihubungkan dengan membran luar sel baik melalui suatu rangkaian asam amino hidrofobik intrinsik maupun suatu glikofosfolipid terikat. Suatu bentuk heterolog yang banyak ditemukan pada sinaps neuron adalah suatu tetramer subunit katalitik terikat disulfida pada suatu subunit terikat lipid yang bermassa 20.000 dalton. Fungsi asetilkolinesterase (AChE) untuk mengakhiri kerja asetilkolin (ACh) pada taut berbagai ujung saraf kolinergik dengan organ efektor atau tempat pascasinaps. Obat-obat yang menghambat AChE disebut senyawa antikolinesterase (anti-ChE). Senyawa ini menyebabkan ACh terakumulasi di sekitar ujung saraf kolinergik sehingga kemungkinan besar mampu menghasilkan efek yang setara dengan stimulasi reseptor kolinergik yang berlebihan di seluruh sistem saraf pusat dan perifer. Sifat farmakologis senyawa anti-ChE dapat diperkirakan dengan mengetahui tempat ACh dilepaskan secara fisiologis oleh impuls syaraf, tingkat aktivitas impuls syaraf, dan berbagai respon organ efektor yang terkait dengan ACh. Senyawa anti-ChE berpotensi menghasilkan semua efek berikut yaitu stimulasi respon reseptor muskarinik pada organ efektor autonom, stimulasi diikuti dengan depresi atau paralisis semua ganglia autonom dan otot rangka (kerja nikotinik) dan stimulasi dengan depresi sesekali sesudahnya pada tempat reseptor kolinergik di SSP. ALAT DAN BAHANAlat yang digunakan dalam praktikum ini adalah spoit, tabung reaksi, tutup gabus, mortar, dan kertas piktrat. Sedangkan bahan yang digunakan adalah kelinci, mencit, larutan NaCN 1%, larutan NaNO2 1%, larutan Na2S2O3 5%, daun singkong, larutan FeSO4 10%, larutan FeCl3 10%, larutan HCl pekat, organofosfat, karbamat, atropine sulfat, larutan ammonium molybdat, dan larutan asam nitrat pekat.METODE KERJAPercobaan 1: Mengamati Gejala Klinis Keracunan Sianida dan Memberikan AntidotanyaKelinci terlebih dahulu ditimbang. Disiapkan larutan NaNO2 1% dan larutan Na2S2O3 5% pada spoit berbeda sebanyak 2,5 ml. Lalu larutan NaCN 1% dimasukkan per oral sebanyak 5-10 mg/kg BB. Diperhatikan gejala klinis yang terjadi dan dimasukkan antidota secara intravena (dimulai dari larutan NaNO2 1% kemudian larutan Na2S2O3 5%).Percobaan 2: Identifikasi CN dalam Tanaman (Uji Kertas Piktrat)Dalam tabung reaksi 1, dimasukkan aquades sebagai control negative, dalam tabung 2 NaCN 1%+ HCl dan segera tutup dengan gabus (control positif), dan gerusan daun singkong ke dalam tabung 3 (segera ditutup, bahan uji). Kertas piktrat diletakkan dalam lubang tabung dan segera dijepit dengan tutup gabus. Tabung reaksi dipanaskan dan diamati apakah ada sianida atau tidak ditandai dengan terjadinya perubahan warna kertas piktrat kuning menjadi merah bata.Percobaan 3: Identifikasi Sianida dari Sampel Asal HewanDalam percobaan ini tidak digunakan sampel asal hewan dan diganti dengan larutan NaCN. Dalam tabung reaksi dimasukkan larutan NaCN, ditambahkan larutan FeSO4 10% dan FeCl3 10% masing-masing 3 tetes lalu dipanaskan dan didinginkan. Lalu ditambahkan HCl pekat sampai endapan larut. Terbentuknya warna biru berlin (Prussian Blue) menunjukkan adanya sianida.Percobaan 4: Keracunan Insektisida Organofosfat/ KarbamatMencit disuntik secara subkutan dengan salah satu insektisida (organofasfat/karbamat) dengan dosis bertingkat dimulai dari 0,05 cc. diamati gejala klinis yang terjadi. Jika terlihat gejala sesak nafas, diberikan atropin secara IP.Percobaan 5: Identifikasi Adanya Unsur P dalam Senyawa OrganofosfatTabung reaksi ditetesi dengan beberapa tetes senyawa organofosfat lalu ditambhakan HNO3 pekat. Dipanaskan dan didinginkan lalu disaring. Ditambahkan ammonium molybdat ke dalam filtratnya. Bila terdapat unsur P akan terbentuk warna hijau kekuningan.HASIL Gejala Klinis Keracunan Sianida :Onset < 1 menit dengan gejala mucosa pucat (gejala spesifik), mulut berbusa, nafas meningkat, serta kejang-kejang.Identifikasi CN dalam Tanaman Tabel 1. Perbandingan Hasil Uji CN dalam TanamanBahan UjiWarna Kertas PikratAquades (kontrol negatif)KuningNaCN + HCl (kontrol positif)Merah bataDaun singkongMerah bataIdentifikasi Sianida dari Larutan NaCN : (+) positif, warna larutan pada tabung berubah dari hijau menjadi warna biru berlinKeracunan Organofasfat/karbamatTabel 2. Keracunan Insektisida Organofosfat/karbamatBobot badan (gram)Dosis (cc)Onset (menit)Gejala KlinisOrganofosfor210.051 menitSesak nafasKarbamat27.50.055 menitKifosis, diare0.1-Identifikasi Unsur P dalam Senyawa Organofosfat : (+) positif, warna larutan pada tabung berubah dari pink menjadi warna hijau kekuninganPEMBAHASANKeracunan adalah suatu keadaan dimana di dalam tubuh hewan mengandung zat racun yang diperolehnya secara langsung maupun tidak langsung, baik yang terjadi melalui kulit maupun mulut dan menimbulkan gejala-gejala keracunan. Racun dapat berasal dari tumbuhan maupun zat kimia. Salah satu racun yang berasal dari tumbuhan adalah singkong. Dimana didalam singkong terdapat kandungan asam cianida (HCN). Pada praktikum kali ini praktikan melakukan pengamatan gejala klinis keracunan cianida ( NaCN/KCN 1% dengan dosis 5-10 mg/kgBB) serta memberikan antidotanya ( NaNO2 1% dan Na2S2O3 5%) pada hewan coba kelinci.Dengan memasukkan NaCN / KCN 1% melalui mulut, selama kurang dari 1 menit sudah terlihat gejala-gejala klinis yang timbul pada kelinci tersebut. Gejala klinis yang timbul pada kelinci yang mengalami keracunan cianida ini sangat spesifik, yaitu berupa mucosa pucat (gejala spesifik), mulut berbusa, nafas meningkat, serta kejang-kejang. Gejala-gejala ini muncul disebabkan karena adanya daya kerja dari HCN. Daya kerja HCN dalam tubuh menganggu sistem enzim pernafasan, yaitu enzim cytochrome. Enzim ini memiliki fungsi melancarkan penggunaan O2 oleh jaringan, dengan adanya HCN dalam darah mengakibatkan terjadi penumpukan O2 pada vena dan arteri. Terlihat pada pembuluh darah vena dan arteri berwarna merah. Hal ini mengakibatkan selaput lendir pucat (cyanosis) dan hewan akan mengalami sesak nafas. Dengan kata lain bahwa racun dari sianida akan memblok pengambilan dan penggunaan dari oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Jika hal ini terus berlangsung maka dapat menyebabkan kematian.Adapun therapi atau antidota yang digunakan pada praktikum ini adalah larutan NaNO2 1% dan Na2S2O3 5% masing-masing sebanyak 2,5 ml yang disuntikan secara intravena. Selain bersifat vaso dilatator kerja dari antidota (NaNO2) ini adalah met. Hb (Hemoglobin) dari NaNO2 akan bereaksi terhadap CN dari HCN sehingga asam cianida menjadi tidak toksik. Adapun kerja Na2S2O3 5% ( Na-thiosulfonat) akan mendonor S nya dan akan berikatan dengan CN yang dilepas oleh met. Hb menjadi SCN yang bersifat non toksis. Pada pelaksanaannya, dosis Na2S2O3 boleh diulang sedangkan NaNO2 tidak boleh diulang karena dapat menyebabkan keracunan nitrit.Pada uji identifikasi CN (sianida) dalam tanaman, digunakan daun singkong sebagai bahan uji. Pada uji ini, diberikan kontrol negatif berupa aquades, kontrol positif berupa NaCN/KCN + HCl, dan bahan uji berupa daun singkong yang telah dihancurkan dengan mortar. Pada kontrol negatif, kertas pikrat yang mengandung asam pikrat dan Na2S2O3 tetap berwarna kuning, sedangkan pada kontrol positif dan bahan uji, kertas pikrat berubah warna menjadi merah bata. Hal ini menunjukkan bahwa daun singkong mengandung sianida karena seperti kontrol positif yang berupa NaCN/KCN dapat merubah warna kertas pikrat menjadi merah bata, demikian pula daun singkong. Reaksi yang terjadi adalah CN- + Na2S2O3 SCN- + NaSO3Di dalam singkong, terutama varietas Sao Pedro Petro, baik pada umbi maupun daunnya mengandung glikosida cayanogenik. Zat ini dapat menghasilkan asam sianida (HCN) atau senyawa asam biru yang bersifat sangat toksik (beracun). Umbi dan daun singkong yang mengandung racun biasanya ditandai dengan berasa pahit dan baunya langu. Perebusan dan perendaman dalam air mengalir dapat mengurangi kandungan racun yang terkandung karena, sifat dari asam sianida larut di dalam air.Sianida dalam singkong terdapat dalam dua bentuk, yaitu glukosida sianogenik atau sianida yang terikat sebagai linamarin glukosida sianogenik dan lotaustralin, serta sianohidrin atau sianida bebas dalam bentuk hidrogen sianida (HCN) bebas pada suhu di atas 26 derajat celsius dan sianogen (CN). Hidrogen sianida merupakan asam biru atau asam sianida yang bersifat meracuni tubuh. Singkong yang berwarna kebiru-biruan jangan dimakan karena jelas meracuni tubuh. Adapun sianogen dalam tubuh dapat menghambat masuknya oksigen ke dalam darah.Sianida termasuk zat goitrogenik/blocking agent. Sianida dalam darah mengganggu proses masuknya ion yodium ke dalam sel, dengan cara menggantikan posisi ion yodium, sehingga yodium yang dikonsumsi tidak dapat digunakan oleh tubuh. Mekanisme kerjanya adalah menghambat oksidasi glukosa dalam sel dengan membentuk kompleks stabil dengan sitokrom oksidase . Reaksinya adalah :ICN mengikat e memutus respirasi sel T Dari percobaan identifikasi sianida diperoleh hasil positif yang berarti terbentuk sianida denagan sampel larutan NaCN. Dengan reaksi ditunjukkan : 18NaCN + 4FeSO4 + 3FeCl3 + 8HCl Fe4(Fe(CN)6)3 + 4H2SO4 + 18NaClBesi(III) klorida memiliki struktur BI3, dimana pusat-pusat Fe(III) oktahedral saling berhubungan melalui koordinat-dua ligan klorida. Warna dari kristal besi(III) klorida tergantung pada sudut pandangnya: dari cahaya pantulan ia berwarna hijau tua, tapi dari cahaya pancaran ia berwarna ungu-merah. Besi(III) klorida bersifat deliquescent, berbuih di udara lembap, karena munculnya HCl, yang terhidrasi membentuk kabut.Dari reaksi diatas, dapat dilihat bahwa natrium sianida akan membentuk ikatan dengan besi (III) klorida dan besi sulfida membentuk sianida(ferri heksa sianoferat), asam sulfat, dan garam. Besi(III) klorida bereaksi dengan garam klorida lainnya membentuk ion tetrahedral FeCl4 yang berwarna kuning. Garam-garam dari FeCl4 dalam asam klorida dapat diekstraksikan ke dietil eter. Efek farmakologis senyawa anti-ChE yang khas terutama karena pencegahan hidrolisis ACh oleh AChE pada tempat transmisi kolinergik. Transmitter selanjutnya berakumulasi dan meningkatkan respon terhadap ACh yang dibebaskan oleh impuls kolinergik atau yang secara spontan dilepaskan dari ujung saraf. Hampir seluruh efek akut organofosfat dosis sedang dikaitkan dengan kerja ini. Pada praktikum diperoleh hasil bahwa senyawa organofosfat lebih cepat onset terjadi gejala klinis dibandingkan pada senyawa karbamat. Gejala klinis yang tampak terlihat akibat senyawa organofosfat adalah sesak nafas sedangkan gejala klinis akibat senyawa karbamat adalah kifosis dan diare. Obat-obat yang mempunyai suatu sambungan ester karbamoil seperti fisostigmin dan neostigmin dihidrolisis oleh AChE tapi lebih lambat dibandingkan ACh. Suatu peningkatan potensi dan durasi kerja anti-ChE dapat dihubungkan dengan ammonium kuartener. Inhibitor karbamoilasi yang mempunyai kelarutan dalam lipid yang tinggi mudah melintasi sawar darah-otak dan mempunyai durasi kerja yang lebih lama. Karbamat mempunyai toksisitas yang lebih rendah dikarenakan absorbs melalui kulit. Secara umum, senyawa yang banyak mengandung ammonium kuartener tidak mudah berpenetrasi ke dalam membran sel sehingga senyawa anti-ChE dalam kategori ini sedikit diabsorbsi dari gastrointestinal atau melintasi kulit dan tidak dapat masuk SSP melalui sawar darah-otak setelah pemberian dosis sedang. Di lain pihak, senyawa tersebut lebih suka bekerja pada taut neuromuscular otot rangka, bekerja baik sebagai senyawa anti-ChE maupun sebagai agonis langsung. Senyawa-senyawa ini kurang mempunyai efek pada tempat efektor dan ganglia. Sebaliknya, senyawa yang lebih larut lipid diabsorbsi dengan baik setelah pemberian oral mempunyai efek yang tersebar luas pada tempat kolinergik pusat dan perifer yang tersembunyi dalam lipid dalam waktu yang lama. Senyawa organofosfat larut lipid juga diabsorbsi dengan baik melalui kulit dan senyawa yang menguap mudah dipindahkan melintasi membrane alveolar. Hal ini sesuai dengan hasil praktikum bahwa gejala klinis yang ditimbulkan akibat organofosfat adalah sesak nafas sedangkan gejala klinis akibat senyawa karbamat adalah kifosis dan diare.Kerja senyawa anti-ChE pada sel efektor auutonom dan pada tempat kortikal dan subkortikal di SSP, tempat reseptor tersebut yang sebagian besar merupakan tipe muskarinik diblok oleh atropin. Atropine juga memblok beberapa kerja eksitatori senyawa anti-ChE pada ganglia otonom karena baik reseptor muskarinik maupun nikotinik terlibat dalam neurotransmisi ganglionik.Senyawa organofosfat mengandung unsur P karena pada uji ini didapat hasil positif yaitu larutan berubah warna hijau kekuningan. HNO3 disini berperan sebagai pengurai P organic menjadi P anorganik. Organofosfat mengandung phosphorous acid (HP(O)(OH)2) dan ikatan C-P.KESIMPULANSianida memberikan efek stimulant SSp dan gangguan respirasi. Daun singkong mengandung sianida berdasarkan uji yang telah dilakukan. Senyawa organofosfat memberikan efek gangguan respirasi dan otot licin saluran cerna (gejala tidak lansung) dan mengandung unsur P. DAFTAR PUSTAKAAnonim. 2007. Konsumsi Goitrogen Sianida dari Makanan Sehari-hari Tidak Mengurangi Efektifitas Suplementasi Kapsul Yodium di KabupatenMagelang. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2007-sukatisaid-2356. [09 Desember 2008]Goodman & Gilman. 2008. Dasar Farmakologi Terapi. Edisi ke-10. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta Holleman, A.F.; Wiberg, E. (2001). Inorganic Chemistry. San Diego: Academic Press.Massoulie. 2000. Molecular Form and Anchoring of Acetylcholinesterase. In Cholinesterases and Cholinesterase Inhibitors. Martin Dunitz. London.Muchtadi, Deddy. 2006. Keracunan. http:// www.ipb.ac.id/dept.of food. [09" www.ipb.ac.id/dept.of food. [09 Desember 2008].Peter J. F. Henderson and Henry A. Lardy, "Bongkrekic acid: An Inhibitor of Adenine Nucleotide Translocase of Mitochondria", Journal of Biological Chemistry, (1970) 245, 6, 1319.