LP BPH

32
LAPORAN PENDAHULUAN BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH) A. Konsep Dasar Medis 1. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami, memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2008). Benigna Prostat Hiperplasia adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Price, 2006) Benigna Prostat Hiperplasia adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2009). Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Sudoyo, 2009). Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan

description

LP BPH

Transcript of LP BPH

LAPORAN PENDAHULUANBENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

A. Konsep Dasar Medis1. Pengertian Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat mengalami, memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2008). Benigna Prostat Hiperplasia adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan (Price, 2006)Benigna Prostat Hiperplasia adalah hiperplasia kelenjer periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2009).Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli (Sudoyo, 2009). Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 2004). Pendapat lain mengatakan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 60 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius (DoEnges, 2000).Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan prostatika dan umumnya terjadi pada pria dewasa lebih dari 60 tahun dan dapat menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. Obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius artinya terjadinya penyumbatan yang mengakibatkan hambatan buang air kecil sehingga melebihi ukuran normal.2. EtiologiHingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya BPH, namun beberapa hipotesisi menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90 tahun sekiatr 100% (Sudoyo, 2009).Etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga menjadi penyebab timbulnya Benigna Prosat, teori penyebab BPH menurut Sudoyo (2009) meliputi, Teori Dehidrotestosteron (DHT), teori hormon (ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron), faktor interaksi stroma dan epitel-epitel, teori berkurangnya kematian sel (apoptosis), teori sel stem.a. Teori Dehidrotestosteron (DHT)Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostad merupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5alfa reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.b. Teori hormon ( ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron)Pada usia yang semakin tua, terjadi penurunan kadar testosterone sedangkan kadar estrogen relative tetap, sehingga terjadi perbandingan antara kadar estrogen dan testosterone relative meningkat. Hormon estrogen didalam prostat memiliki peranan dalam terjadinya poliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosterone meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.c. Faktor interaksi Stroma dan epitel epitel.Diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya poliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. Basic Fibroblast Growth Factor (bFGF) dapat menstimulasi sel stroma dan ditemukan dengan konsentrasi yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostad jinak. bFGF dapat diakibatkan oleh adanya mikrotrauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.d. Teori berkurangnya kematian sel (apoptosis)Progam kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostatis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel, yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya, kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat baru dengan prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat, sehingga terjadi pertambahan masa prostat.e. Teori sel stemSel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berpoliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormone androgen, sehingga jika hormone androgen kadarnya menurun, akan terjadi apoptosis. Terjadinya poliferasi sel-sel BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.3. Anatomi Fisiologia. AnatomiKelenjar prostat adalah suatu kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.b. FisiologiPada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner & Suddarth, 2008).4. PatofisiologiHiperplasia prostat adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa. Jaringan hiperplastik terutama terdiri dari kelenjar dengan stroma fibrosa dan otot polos yang jumlahnya berbeda-beda. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor disebut fase kompensasi, keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi/terjadi dekompensasi sehingga terjadi retensi urin. Pasien tidak bisa mengosongkan vesika urinaria dengan sempurna, maka akan terjadi statis urin. Urin yang statis akan menjadi alkalin dan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri (Price, 2006).Obstruksi urin yang berkembang secara perlahan-lahan dapat mengakibatkan aliran urin tidak deras dan sesudah berkemih masih ada urin yang menetes, kencing terputus-putus (intermiten), dengan adanya obstruksi maka pasien mengalami kesulitan untuk memulai berkemih (hesitansi). Gejala iritasi juga menyertai obstruksi urin. Vesika urinarianya mengalami iritasi dari urin yang tertahan tertahan didalamnya sehingga pasien merasa bahwa vesika urinarianya tidak menjadi kosong setelah berkemih yang mengakibatkan interval disetiap berkemih lebih pendek (nokturia dan frekuensi), dengan adanya gejala iritasi pasien mengalami perasaan ingin berkemih yang mendesak/ urgensi dan nyeri saat berkemih /disuria (Sudoyo, 2009).Tekanan vesika yang lebih tinggi daripada tekanan sfingter dan obstruksi, akan terjadi inkontinensia paradoks. Retensi kronik. menyebabkan refluk vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus mengejan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin, dapat menyebabkan terbentuknya batu endapan didalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat juga menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluk akan mengakibatkan pielonefritis (Wim de jong, 2005).5. Manifestasi KlinikObstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Sudoyo (2009) dan tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawahGejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi)1) Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).2) Gejala pada saluran kemih bagian atas Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.b. Gejala diluar saluran kemihPasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.6. KomplikasiKomplikasi yang sering terjadi pada pasien BPH antara lain: sering dengan semakin beratnya BPH, dapat terjadi obstruksi saluran kemih, karena urin tidak mampu melewati prostat. Hal ini dapat menyebabkan infeksi saluran kemih dan apabila tidak diobati, dapat mengakibatkan gagal ginjal. (Wim de jong, 2005).Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria menjadikan media pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis (Wim de jong, 2005).7. Pemeriksaan PenunjangMenurut Mansjoer Arif (2009), pemeriksaan penunjang yang mesti dilakukan pada pasien dengan BPH adalah : a. Laboratorium1) Sedimen UrinUntuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.2) Kultur UrinMencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.b. Pencitraan1) Foto polos abdomen2) Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau kalkulosa prostat dan kadang menunjukan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin yang merupakan tanda dari retensi urin.3) IVP (Intra Vena Pielografi)Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat, penyakit pada buli-buli.4) Ultrasonografi (trans abdominal dan trans rektal)Untuk mengetahui, pembesaran prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya seperti difertikel, tumor.5) SystocopyUntuk mengukur besar prostat dengan mengukur panjang uretra parsprostatika dan melihat penonjolan prostat ke dalam rektum.8. Penatalaksanaan MedikMenurut Wim de jong (2005), dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis:a. Stadium IPada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.b. Stadium II Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)c. Stadium IIIPada stadium III reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.d. Stadium IVPada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.e. Terapi BedahIndikasinya adalah bila retensi urin berulang, hematuria, penurunan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih berulang, divertikel batu saluran kemih, hidroureter, hidronefrosis jenis pembedahan:1) TURP (Trans Uretral Resection Prostatectomy)Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan malalui uretra.2) Prostatektomi SuprapubisYaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat pada kandung kemih.3) Prostatektomi retropubisYaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki kandung kemih.4) Prostatektomi PeritonealYaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi diantara skrotum dan rektum.5) Prostatektomi retropubis radikalYaitu pengangkatan kelenjar prostat termasuk kapsula, vesikula seminalis dan jaringan yang berdekatan melalui sebuah insisi pada abdomen bagian bawah, uretra dianastomosiskan ke leher kandung kemih pada kanker prostat.B. Konsep Dasar Keperawatan1. Riwayat KeperawatanPengkajian fokus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita BPH merujuk pada teori menurut (Brunner & Suddarth, 2008) ada berbagai macam, meliputi :a) DemografiBPH kebanyakan menyerang pada pria berusia diatas 60 tahun. Hal ini dapat dikaitakan dengan keberadaan hormonal laki-laki (androgen yaitu testosteron). Hal ini, didasarkan pada fakta bahwa BPH terjadi ketika seorang laki-laki hormon estrogen meningkat dan kadar hormon testosteron menurun, dan ketika jaringan prostat menjadi lebih sensitif terhadap estrogen serta kurang responsif terhadap : Dihydrotestoterone (DHT) yang merupakan testosteron eksogen. b) Riwayat Penyakit SekarangPada pasien BPH keluhan keluhan yang ada adalah frekuensi, nokturia, urgensi, disuria, pancaran melemah, rasa tidak puas sehabis miksi, hesistensi (sulit memulai miksi), intermiten (kencing terputus-putus), dan waktu miksi memanjang dan akhirnya menjadi retensi urine (Brunner & Suddarth, 2008).c) Riwayat penyakit dahuluKaji apakah memilki riwayat infeksi saluran kemih (ISK). Infeksi saluran kemih dapat terjadi akibat stasis urin, dimana sebagian urin tetap berada dalam saluran kemih dan berfungsi sebagai media untuk organisme aktif. d) Pola kesehatan fungsional(1) EliminasiPola eliminasi kaji tentang pola berkemih, termasuk frekuensinya, ragu - ragu, menetes, pasien harus bangun pada malam hari untuk berkemih (nokturia), kekuatan sistem perkemihan. Tanyakan pada pasien apakah mengedan untuk mulai atau mempertahankan aliran kemih. (2) Pola nutrisi dan metabolismeGejala generalisata juga mungkin tampak pada pasien BPH termasuk keletihan, anoreksia, mual dan muntah dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.(3) Pola persepsi dan konsep diriMeliputi informasi tentang perasaan atau emosi yang dialami atau dirasakan pasien sebelum pembedahan dan sesudah pembedahan. Apakah pasien cemas karena kurangnya pengetahuan terhadap prosedur tindakan operasi.2. Pemeriksaan Fisika) Tekanan darah, nadi dan pernapasan dipantau dan dibandingkan dengan nilai dasar tanda-tanda vital pre operasi untuk mendeteksi hipotensi. Perawat juga mengamati pasien terhadap adanya prilaku gelisah, keringat dingin, pucat, dan setiap peningkatan nadi.b) Pemeriksaan dilakukan yang berkaitan dengan seperti nyeri pinggang, nyeri punggung dan rasa tidak nyaman pada abdomen atau suprapubis. Kemungkinan penyebabnya adalah infeksi, retensi, dan kemungkinan kolik renalis.c) Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :(1) Derajat I : Beratnya 20 gram.(2) Derajat II : Beratnya antara 20 40 gram.(3) Derajat III : Beratnya > 40 gram.

3. Penyimpangan KDM

Prolikerasi abnormal sel stremSel Prostat umur panjangFaktor UsiaHormon Estrogen & Testosterne tidak seimbang

Produksi Stroma dan epitel berlebihanSel yang mati kurangSel stroma pertumbuhan berpacu

Prostat membesar

TURPResiko PendarahanPenyempitan lumen ureter prostatika

Kurangnya informasi terhadap pembedahanObstruksi

Iritasi mukosa kandungan kencing, terputusnya jaringan

Ansietas Rangsangan syaraf diameter kecilGate kontrole terbukaLukaPemasangan DCRetensi UrinNyeri akutTempat masuknya mikroorganismeResiko Infeksi

Gangguan eliminasi urine

4. Diagnosa Keperawatana. Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destruktor ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.b. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter, trauma jaringan, insisi bedahe. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

1. 5. Intervensi Keperawatana. Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destruktor ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat.Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional

Retensi urine (akut/ kronik) berhubungan dengan obstruksi mekanik pembesaran prostat, dekompensasi otot destruktor ketidakmampuan kandung kemih untuk berkontraksi dengan adekuat. DS: Disuria Bladder terasa penuh

DO : Distensi bladder Terdapat urine residu Inkontinensia tipe luapan Urin output sedikit/tidak ada

NOC:1. Urinary elimination1. Urinary ContiunenceSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama . retensi urinpasien teratasi dengan kriteria hasil:1. Kandung kemih kosong secarapenuh1. Tidak ada residu urine >100-200 cc1. Intake cairan dalam rentang normal1. Bebas dari ISK1. Tidak ada spasme bladder1. Balance cairan seimbangNIC :Urinary Retention Care1. Monitor intake dan output2. Monitor penggunaan obat antikolinergik3. Monitor derajat distensi bladder4. Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat output urine.5. Kateterisaai jika perlu6. Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan bau dan konsistensi urine)

1. Indikator keseimbangan cairan dan kebutuhan penggantian pada irigasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan darah dan secara akurat mengkaji haluaran urine.2. Diberikan untuk melawan infeksi. Mugkin digunakan secara profilaksis. Efek samping demam.3. Membantu dan evakuasi duktus kelenjar untuk menghilangkan kongesti/inflamasi. Kontraindikasi bila infeksi terjadi.4. Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas, yang dapat mempengaruhi fungsi ginjal.5. Menghilangkan/mencegah retensi urin dan mengesampingkan adanya struktur uretral. 6. Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan mempertahankan fungsi ginjal. Dapat mengenali infeksi saluran kemih secara dini dan melakukan pengobatan secepatnya.

b. Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional

Nyeri (akut) berhubungan dengan iritasi mukosa, distensi kandung kemih.DS: Laporan secara verbal DO: Posisi untuk menahan nyeri Tingkah laku berhati-hati Gangguan tidur (mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai) Terfokus pada diri sendiri Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan) Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang) Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil) Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku) Tingkah laku ekspresif (contoh : gelisah, merintih, menangis, waspada, iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah) Perubahan dalam nafsu makan dan minumNOC : Pain Level, pain control, comfort levelSetelah dilakukan tinfakan keperawatan selama . Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil: Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkuranganda vital dalam rentang normal Tidak mengalami gangguan tidur

NIC :1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan3. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.6. Tingkatkan istirahat7. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur

1. Untuk menentukan suatu pengkajian dasar rencana perawatan.2. Untuk meningkatkan rasa kendalinya, mengurangi isolasi, dan menumbuhkan rasa percaya.3. Untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang tingkat nyeri pasien.4. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali perhatian, dan dapat meningkatkan kemampuan koping.5. Obat yang diberikan sesuai indikasi dapat menyakinkan untuk pengurangan nyeri yang adekuat.6. Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih.7. Memungkinkan pasien untuk menerima kenyataan dan menguatkan kepercayaan pada pemberi perawatan dan pemberian informasi.

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca obstruksi diuresia dan drainase cepat kandung kemih yang terlalu distensi secara kronis.DS : 1. Haus DO:1. Penurunan turgor kulit/lidah 1. Membran mukosa/kulit kering 1. Peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume/tekanan nadi 1. Pengisian vena menurun 1. Perubahan status mental1. Konsentrasi urine meningkat 1. Temperatur tubuh meningkat 1. Kehilangan berat badan secara tiba-tiba1. Penurunan urine output1. HMT meningkat1. Kelemahan

NOC: 1. Fluid balance1. Hydration1. Nutritional Status : Food and Fluid IntakeSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama.. defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, 1. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal1. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan1. Orientasi terhadap waktu dan tempat baik1. Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal1. Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal1. pH urin dalam batas normal1. Intake oral dan intravena adekuat

NIC :1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat2. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik), jika diperlukan3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin, total protein )4. Monitor vital sign setiap 15menit 1 jam5. Kolaborasi pemberian cairan IV 6. Monitor status nutrisi7. Berikan cairan oral

1. Membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membanu dalam evaluasi adanya kerusakan ginjal2. Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi3. Pembesaran prostat (obstruksi) secara nyata menyebabkan dilatasi saluran perkemihan atas (ureter dan ginjal ), berpotensi merusak fungsi ginjal dan menimbulkan uremia.4. Memampukan deteksi dini/intervensi hipovolemik sistemik. 5. Menggantikan kehilangan cairan dan natrium untuk mencegah/ memperbaiki hipovolemia6. Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi, menurunkan resiko perdarahan pasca operasi.7. Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostatis juga tindakan mencuci yang dapat membilas batu keluar. Dehidrai dan ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi sekunder terhadap kehilangan cairan berlebih (muntah dan diare).

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter, trauma jaringan, insisi bedahDiagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional

Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, kateter, trauma jaringan, insisi bedahFaktor-faktor risiko : 1. Prosedur Infasif1. Kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan 1. Malnutrisi 1. Peningkatan paparan lingkungan patogen 1. Imonusupresi 1. Tidak adekuat pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)1. Penyakit kronik1. Imunosupresi1. Malnutrisi1. Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan kulit, trauma jaringan, gangguan peristaltik)NOC : 1. Immune Status1. Knowledge : Infection control1. Risk controlSetelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil: Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi Jumlah leukosit dalam batas normal Menunjukkan perilaku hidup sehat Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam batas normal

NIC :1. Pertahankan teknik aseptif2. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung3. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum4. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing 5. Tingkatkan intake nutrisi6. Berikan terapi antibiotik:................................7. Dorong masukan cairan8. Dorong istirahat9. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

1. Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi lanjut.2. Mencegah introduksi organisme penyebab infeksi.3. Cairan garam faal/dekstrosa, elektrolit, dan NaHCO3 mungkin diinfuskan dalam sisi vena hemofolter CAV bila kecepatan ultrafiltrasi tinggi digunakan untuk membuang cairan ekstraseluler dan cairan toksik.4. Menurunkan resiko infeksi asenden.5. Meningkatkan penyembuhan dan mencegah komplikasi, menurunkan resiko perdarahan pasca operasi.6. Pengobatan cepat infeksi dapat mengamankan jalan masuk, mencegah sepsis.7. Peningkatan aliran cairan mempertahankan perfusi ginjal dan membersihkan ginjal dan kandung kemih dari pertumbuhan bakteri.8. Meningkatkan relaksasi otot, penurunan edema, dan dapat meningkatkan upaya berkemih.9. Membantu pasien dan keluarga memahami tujuan dari apa yang dilakukan dan mengurangi masalah karena ketidaktahuan. Namun kelebihan informasi tidak membantu dan dapat meningkatkan ansietas.

e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.Diagnosa Keperawatan/ Masalah KolaborasiRencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria HasilIntervensiRasional

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. DS: Pasien tidak mengetahui informasi tentang batu ginjal Pasien mencari tau tentang kondisi yang dialaminya.DO: Pasien menunjukkan perilaku yang sesuai dengan pengetahuan yang diperlihatkanNOC : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan klien dapat :Mengidentifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan mengenai perilaku promosi kesehatan atau program terapi (mis, informasi mengenai diet)NIC :Edukasi kesehatan :1. Kaji ulang proses penyakit dan harapan masa dating2. Kaji ulang program diet, sesuai dengan indikasi3. Diskusikan tentang:a. Pemberian diet rendah purin, (membatasi daging berlemak, kalkun, tumbuhan polong, gandum, alkohol)b. Pemberian diet rendah Ca (membatasi susu, keju, sayur hijau, yogurt.)c. Pemberian diet rendah oksalat (membatasi konsumsi coklat, minuman kafein, bit, bayam).4. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas dan baca labelnya.5. Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/kateter bila ada.6. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit klien7. Sediakan informasi tentang kondisi pasien8. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakitnya 9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit 10. Diskusikan pilihan terapi/perubahan pola hidup1. Memberikan pengetahuan dasar, membuat pilihan berdasarkan informasi2. Pemahaman diet, memberikan kesempatan untuk memilih sesuai dengan Informasi, mencegah kekambuhan.3. Diskusikan tentang:1) Menurunkan pemasukan oral terhadap prekursor asam urat2) Menurunkan resikopem bentukan batu kalsium.3) Menurunkan pembentukan batu oksalat.4. Obat yang diberikan untuk mengasamkan urin, atau mengalkalikan, menghindari produk kontraindikasi.5. Meningkatkan kemampuan perawatan diri dan kemandirian6. Dengan peningkatan kemungkinan berulangnya batu, intervensi segera dapat mencegah komplikasi serius.7. Menurunkan rasa cemas pasien8. Membantu dalam merencanakan perubahan jangka panjang yang perlu untuk mempertahankan status pantangan/bebas obat. Pasien mungkin mempunyai pengetahuan bebas tentang obat tapi mengabaikan kenyataan medis. 9. Factor gaya hidup dapat mempengauhi pembentukan batu 10. Membantu pasien bekerja melalui perasaan dan meningkatkan rasa control terhadap apa yang terjadi