LP CKS.docx

22
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI PADA KASUS CEDERA KEPALA SEDANG (CKS) Ruang : Kelas I Lama Nama Mahasiswa : Bq. Maya Sari A. Tanggal : 30-09-2013 NIM/ Kelompok : 97 SYE 11/ 3C 1. Konsep Dasar Teori 1.1 Definisi Cedera kepala adalah trauma yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak, dan cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. (Brunner & Suddarth, 2002) Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan GCS (Galsgow Coma Scale) antara 9 sampai 13 (Mansjoer, Arif. 2000). Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan Skala Koma Glssgow (SKG) antara 9-12 dengan kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam serta dapat mengalami fraktur tengkorak (Hudak dan Gallo, 1997)

description

ms word

Transcript of LP CKS.docx

Page 1: LP CKS.docx

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

GANGGUAN SISTEM NEUROLOGI PADA KASUS CEDERA KEPALA

SEDANG (CKS)

Ruang : Kelas I Lama Nama Mahasiswa : Bq. Maya Sari A.

Tanggal : 30-09-2013 NIM/ Kelompok : 97 SYE 11/ 3C

1. Konsep Dasar Teori

1.1 Definisi

Cedera kepala adalah trauma yang meliputi trauma kulit kepala,

tengkorak, dan otak, dan cedera kepala paling sering dan penyakit

neurologik yang serius diantara penyakit neurologik, dan merupakan

proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. (Brunner &

Suddarth, 2002)

Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan GCS (Galsgow

Coma Scale) antara 9 sampai 13 (Mansjoer, Arif. 2000).

Cedera kepala sedang adalah cedera kepala dengan Skala Koma

Glssgow (SKG) antara 9-12 dengan kehilangan kesadaran atau amnesia

lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam serta dapat mengalami

fraktur tengkorak (Hudak dan Gallo, 1997)

1.2 Etiologi

Penyebab dari cedera kepala sedang antara lain:

a. Kecelakaan sepeda motor atau lalu lintas

b. Jatuh, benturan dengan benda keras

c. Karena pukulan dengan benda tajam, tumpul dan perkelahian

d. Cerdera karena olah raga

Berbagai macam penyebab dari cedera kepala diantaranya karena

adanya percepatan mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan

atau karena perlambatan mendadak yang terjadi jika kepala membentur

Page 2: LP CKS.docx

objek yang tidak bergrak. Kerusakan otak bias terjadi pada titik

benturan pada sisi yang berlawanan 

1.3 Patofisiologi

Sebagian besar cedera otak tidak disebabkan oleh cedera langsung

terhadap jaringan otak, tetapi terjadi sebagai akibat kekuatan luar yang

membentur sisi luar tengkorak kepala atau dari gerakan otak itu sendiri

dalam rongga tengkorak. Pada cedera deselerasi, kepala biasanya

membentur suatu objek seperti kaca depan mobil, sehingga terjadi

deselerasi tengkorak yang berlangsung tiba-tiba. Otak tetap bergerak

kearah depan, membentur bagian dalam tengorak tepat di bawah titik

bentur kemudian berbalik arah membentur sisi yang berlawanan dengan

titik bentur awal. Oleh sebab itu, cedera dapat terjadi pada daerah

benturan (coup) atau pada sisi sebaliknya (contra coup).

Menurut Tarwoto dkk, adanya cedera kepala dapat mengakibatkan

kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada parenkim otak, kerusakan

pembuluh darah, perdarahan, edema, dan gangguan biokimia otak

seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler.

Patofisiologi cedera kepala dapat digolongkan menjadi 2 proses

yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder. Cedera kepala

primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat terjadi secara

langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak cedera jaringan

otak. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer,

misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan.

Perdarahan serebral menimbulkan hematoma, misalnya pada epidural

hematoma yaitu berkumpulnya antara periosteum tengkorak dengan

durameter, subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang

antara durameter dengan sub arakhnoid dan intra serebral hematom

adalah berkumpulnya darah di dalam jaringan serebral.

Kematian pada cedera kepala disebabkan karena hipotensi karena

gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi

jaringan serebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak,

Page 3: LP CKS.docx

1.4 Tanda dan Gejala

Gejala-gejala yang muncul pada cedera lokal tergantung pada

jumlah dan distribusi cedera otak. Nyeri yang menetap atau setempat,

bisanya menunjukkan adanya fraktur.

a. Fraktur Kubah Kranial menyebabkan bengkak pada sekitar fraktur,

dan atas alasan ini diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan

tanpa pemeriksaan dengan sinar-x.

b. Fraktur dasar tengkorak

Cenderung melintas sinus paranasal pada tulang frontal atau

lokasi tengah telinga di tulang temporal, dimana dapat

menimbulkan tanda seperti :

1) Hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat di

bawah konjungtiva

2) Ekimosis atau memar, mungkin terlihat diatas mastoid (battle

sign)

c. Laserasi atau kontusio otak ditunjukkan oleh cairan spinal berdarah.

d. Penurunan kesadaran

e. Sakit kepala

f. Mual, muntah

g. Pingsan

Page 4: LP CKS.docx

1.5 Pathway

Trauma kepala

Sumber : modifikasi http://worldhealth-bokepzz.blogspot.com

Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial

Terputusnya kontinuitas

jaringan otot dan vaskuler

Terputusnya kontinuitas

jaringan tulang

Jaringan otak rusak

Gangguan suplai darah ke jaringan

Iskemia

Hipoksia

Gg. Perfusi Jaringan

Kerusakan jaringan tulang ↑

Kerusakan mobilitas fisik

Kerusakan sel otak ↑

- Perubahan autoregulasi

- Odema sereberal

Kejang

Spasme otot pernafasan

Resti Gg. Pola Nafas tidak

Efektif

Stress

↑ katekolamin

↑ sekresi asam lambung

Mual dan muntah

Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Mengenai sel saraf

Penurunan kesadaran

Page 5: LP CKS.docx

1.6 Komplikasi

Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan

hematom intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.

a. Edema serebral dimana terjadi peningkatan tekanan intrakranial

karena ketidaknmampuan tengkorak utuh untuk membesar

meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak

diakibatkan dari trauma.

b. Herniasi otak adalah perubahan posisi ke bawah atau lateral otak

melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan

iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel, dan kematian.

c. Defisit neurologik dan psikologik

d. Infeksi sistemik (pneumoni, infeksi saluran kemih, septicemia)

e. Infeksi bedah neuron (infeksi luka, osteomielitis, meningitis,

ventikulitis, abses otak)

f. Osifikasi heterotopik (nyeri tulang pada sendi-sendi yang penunjang

berat badan)

1.7 Penatalaksanaan

a. Air dan Breathing

1) Perhatian adanya apnoe

2) Untuk cedera kepala sedang dan berat lakukan intubasi

endotracheal. Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen

100% sampai diperoleh AGD dan dapat dilakukan penyesuaian

yang tepat terhadap FiO2.

3) Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi

asidosis dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita

dengan pupil yang telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan

antara 25-35 mmhg.

b. Circulation

Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama

terjadinya perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk

adanya kehilangan darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak.

Page 6: LP CKS.docx

Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah

menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk

mengganti volume yang hilang sementara penyebab hipotensi

dicari.

c. Disability (pemeriksaan neurologis)

Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat

dipercaya kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak

menunjukkan respon terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi

normal kembali segera tekanan darahnya normal

Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek

cahaya pupil

2. Konsep Dasar Askep

2.1 Pengkajian

a. Biodata

Biodata meliputi nama, alamat, umur, pekerjaan, agama, suku, No.

RM, tanggal MRS dan dx. medis.

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Biasanya klien datang ke RS karena terjadinya penurunan

kesadaran akibat trauma pada kepala.

2) Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien datang ke RS karena mendapat trauma pada

kepala baik oleh benda tumpul ataupun tajam dengan keluhan

pusing atau sampai terjadi penurunan kesadaran.

3) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada RPD dikaji apakah sebelumnya klien pernah mengalami

cedera kepala, riwayat hipertensi, riwayat DM dan apakah klien

mempunyai alergi obat.

Page 7: LP CKS.docx

4) Riwayat Penyakit Keluarga

Dikaji apakah ada keluarga yang pernah mengalami kejadian

yang sama dan adakah keluarga yang menderita hipertensi dan

DM

5) Riwayat Bio-Psiko-Sosial Spiritual (modifikasi Virginia dan

Gordon)

a) Pola Nutrisi

Biasanya terjadi mual, muntah serta penurunan nafsu makan

b) Pola Eliminasi

Terjadi inkontinensia urin dan gangguan saat BAB

c) Pola Personal Hygiene

Akan terjadi defisit perawatan diri akibat dari rasa pusing,

lemah atau penurunan kesadaran

d) Pola Istirahat dan Tidur

Gangguan pola tidur dapat berupa kesulitan tidur akibat rasa

pusing atau terjadi penurunan kesadaran

e) Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman

Klien mengalami kegelisahan, rasa pusing atau sakit kepala

pada lokasi trauma dengan skala yang berbeda pada setiap

individu

f) Mempertahankan Suhu Tubuh

Suhu tubuh dapat meningkat atau menurun akibat syok

yang dialami klien

g) Pola Respirasi

perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh

hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki,

mengi positif.

h) Pola Neurologis

Terjadi penurunan kesadaran, pusing, vertigo, hilang

keseimbanagn.

Page 8: LP CKS.docx

i) Kebutuhan Spiritual

Akan terjadi keterbatasan dalam beribadah karena cedera

yang dialami terutama saat terjadi penurunan kesadaran.

j) Pola Aktivitas dan Latihan

Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan sampai

terjadi penuruna kesadaran

6) Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

Terdapat memar atau luka robekan pada kulit kepala, ada

benjolan pada kepala, ada nyeri tekan pada kepala

b) Wajah

Mengkaji apakah terdapat memar di wajah, kelainan pada

mata, hidung, telinga dan mulut. Apakah terdapat massa, lesi

dan nyeri tekan

c) Leher dan Dada

Mengkaji kesimetrisan leher dan dada, apakah tarikan

didnding dada simetris atau tidak, adakah benjolan atau luka

pada leher dan dada, serta adakah nyeri tekan.

d) Abdomen

Apakah ada kelainan pada abdomen sepertin adanya

benjolan, lesi atau luka dan nyeri tekan

e) Ekstremitas

Mengkaji apakah ada fraktur, keutuhan kulit, ada lesi,

meraba akral

7) Pemeriksaan Penunjang

a) CT Scan Kepala

Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragik, menentukan

ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.Pemeriksaan

berulang mungkin diperlukan karena pada iskemik/ infark

mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pascatrauma.

b) MRI

Sama dengan skan CT dengan/ tanpa menggunakan kontras.

Page 9: LP CKS.docx

c) EEG

Untuk memperlihatkan keberdaan atau berkembangnya

gelombang patologis

d) Pungsi Lumbal, CSS

Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan

subaraknoid

2.2 Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke

serebral, edema serebral

b. Resti pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler (cedera pasa pusat pernafasan otak), kerusakan

persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial

c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi

atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan, terapi pembatasan;

missal tirah baring, imobilisasi.

d. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

perubahan kemampuan untuk mencerna nutrient (penurunan tingkat

kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah,

menelan, status hipermetabolik

2.3 Intervensi

a. Gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran darah ke

serebral, edema serebral.

Tujuan : perfusi jaringan serebral adekuat

Kriteria Hasil : tanda-tanda vital dalam batas normal ( TD, nadi,

RR, dan suhu tubuh), pupil isokor, klien tidak

gelisah, GCS 15, tidak ada tanda peningkatan TIK

Intervensi Rasional

1. Kaji status status neurologis

yang berhubungan dengan

tanda-tanda TIK; terutama

1. mengkaji adanya

kecenderungan pada tingkat

kesadaran dan potensial

Page 10: LP CKS.docx

GCS.

2. Monitor tanda-tanda vital

secara rutin sampai keadaan

klien stabil

3. Naikkan kepala dengan sudut

15o-45o tanpa bantal dan

posisi netral.

4. Monitor asupan setiap

delapan jam sekali.

5. Kolaborasi dengan tim medis

dalam pemberian obat-

obatananti edema seperti

manitol, gliserol dan lasix.

6. Berikan oksigen sesuai

program terapy.

peningkatan TIK dan

bermanfaat dalam menentukan

lokasi, perluasan dan

perkembangan kerusakan SSP.

2. normalnya autoregulasi

mempertahankan aliran darah

otak yang konstan pada saat

ada fluktuasi tekanan darah

sistemik.

3. meningkatkan aliran balik vena

dari kepala, sehingga akan

mengurangi kongesti dan

edema.

4. pembatasan cairan mungkin

diperlukan untuk menurunkan

edema serebral.

5. dapat digunakan pada fase akut

untuk menurunkan air dari sel

otak, menurunkan edema otak

dan TIK.

6. menurunkan hipoksemia yang

dapat meningkatkan

vasodilatasi dan volume darah

serebral yang meningkatkan

TIK.

b. Resti pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler (cedera pasa pusat pernafasan otak), kerusakan

persepsi atau kognitif, obstruksi trakeobronkial

Tujuan : pola nafas tetap efektif.

Kriteria hasil : pola napas dalam batas normal frekuensi 16 – 24

x/menit dan iramanya teratur, tidak ada suara nafas

Page 11: LP CKS.docx

tambahan, gerakan dada simetris tidak 

Intervensi Rasional

1. Kaji kecepatan, kedalaman,

frekuensi, irama dan bunyi

napas.

2.  Atur posisi klien dengan

posisi semi fowler (15o – 45o).

3. Kaji reflek menelan dan batuk

klien

4. Anjurkan klien latihan napas

dalam apabila sudah sadar.

5. Lakukan kolaborasi dengan

tim medis dalam

pemberian terapi.

1. perubahan dapat

menandakan awitan

komplikasi pulmonal atau

menandakan luasnya

keterlibatan otak.

2. untuk memudahkan

ekspansi paru dan

menurunkan adanya

kemungkinan lidah jatuh

yang menyumbat jalan

napas.

3. Pada klien yang mengalami

penurunan reflek menelan

dan batuk dapat

meningkatkan resiko

gangguan pernafasan

4. Mencegah / menurunkan

atelektasis

5. untuk mencegah terjadinya

komplikasi

c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi

atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan, terapi pembatasan;

missal tirah baring, imobilisasi.

Tujuan: mampu melakukan aktivitas fisik, tidak terjadi komplikasi

dekubitus dan kontraksi sendi.

Page 12: LP CKS.docx

Kriteria hasil : klien mampu dan pulih kembali setelah pasca akut

dan gerak, mampu melakukan aktivitas ringan pada

tahap rehabilitasi sesuai dengan kemampuan.

Intervensi Rasional

1. Kaji kemampuan mobilisasi.

2. Kaji derajat ketergantungan

klien dengan menggunakan

skala ketergantungan.

3. Atur posisi klien dan ubahlah

secara teratur tiap dua jam

sekali bila tidak ada kejang.

4. Bantu klien dalam gerakan-

gerakan kecil secara pasif

apabila kesadaran menurun

dan secara aktif bila klien

kooperatif.

5. Berikan motivasi dan latihan

pada klien dalam memenuhi

1. dapat mengidentifikasi tingkat

ketergantungan klien.

2. Untuk mengetahui derajat

ketergantungan klien :

(0) : Klien mandiri

(1) : Klien memerlukan

bantuan minimal

(2) :Klien memerlukan

bantuan sedang,

pengawasan dan

pengarahan

(3) : Memerlukan bantuan

terus menerus dan

memerlukan alat Bantu

(4) : Memerlukan bantuan

total

3. perubahan posisi secara

teratur dapat meningkatkan

dan mencegah adanya

penekanan pada organ yang

menonjol.

4. mempertahankan fungsi sendi

dan mencegah penurunan

tonus otak.

5. meminimalkan atrofi otot,

meningkatkan sirkulasi,

Page 13: LP CKS.docx

kebutuhan sesuai kebutuhan.

6. Lakukan kolaborasi dengan

tim kesehatan lain

(fisioterapy).

membantu mencegah

kontraktur.

6. program yang khusus dapat

dikembangkan untuk

menemukan kebutuhan yang

berarti/menjaga kekurangan

tersebut dalam keseimbangan,

koordinasi dan kekuatan.

d. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrient (penurunan

tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk

mengunyah, menelan, status hipermetabolik

Tujuan : kekurangan nutrisi tidak terjadi.

Kreteria hasil : BB klien normal, tanda-tanda malnutrisi tidak ada,

nafsu makan tatap ada, Hb tidak kurang dari 10 gr

%.

Intervensi Rasional

1. Kaji kemampuan

mengunyah, menelan, reflek

batuk dan pengeluaran sekret.

2. Auskultasi bising usus dan

catat bila terjadi penurunan

bising usus.

3. Berikan makanan dalam porsi

1. kelemahan otot dan refleks

yang hipoaktif/ hiperaktif

dapat mengidentifikasikan

kebutuhan akan metode

makan alternatif.

2. kelemahan otot dan hilangnya

peristaltik usus merupakan

tanda bahwa fungsi defekasi

hilang yang kemudian

berhubungan dengan

kehilangan persyarafan

parasimpatik usus besar

dengan tiba-tiba.

3. dapat diberikan jika klien

Page 14: LP CKS.docx

sedikit tapi sering baik

melalui NGT maupun oral.

4. Timbang berat badan.

5. Tinggikan kepala klien ketika

makan dan buat posisi miring

dan netral setelah makan.

6. Lakukan kolaborasi dengan

tim kesehatan untuk

pemeriksaan HB, Albumin,

protein total dan globulin.

tidak mampu untuk menelan.

4. mengkaji keefektifan aturan

diet.

5. latihan sedang membantu

dalam mempertahankan tonus

otot /berat badan dan melawan

depresi.

6. pengobatan masalah dasar

tidak terjadi tanpa perbaikan

status nutrisi.

2.4 Implementasi

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan

sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan

kegiatan dapat bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama

melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor kemajuan

kesehatan klien

2.5 Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik

dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah

ditetapkan dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan

melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam

melaksanakan rencana kegiatan klien secara optimal dan mengukur

hasil dari proses keperawatan

Page 15: LP CKS.docx

DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi Asuhan Keperawatan Bedasarkan NANDA & NIC-NOC Edisi Revisi. (2012). Yogyakarta: Media Hardy

Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Doengos Merlyn E. 2009 .Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC. JakartaHudak & Gallo, 1997, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI Volume 2, EGC, Jakarta.

Mansjoer, A, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, Jakarta.

Tarwoto, et. al. (2007). Keperawatan Medikal Bedah, Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Sagung Seto.