Mini Seminar

97
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) penurunan AKI masih terlalu lambat untuk mencapai tujuan target Milenium (millenium development goals 5/MDGs 5) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah perempuan yang meninggal akibat hamil, bersalin dan nifas pada tahun 2015. Salah satu tujuan pembangunan millennium (MDGs) 2015 adalah perbaikan kesehatan maternal. Kematian maternal dijadikan ukuran keberhasilan terhadap pencapaian targed MDGs- 5, adalah penurunan 75% rasio kematian maternal. Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia menyatakan bahwa dari 5 juta kelahiran yang terjadi setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Salah satu penyebabnya dapat dikarenakan akibat anemia dan hematoma vulva. Tingginya prevalensi anemia gizi pada kehamilan melatar belakangi kematian ibu sewaktu hamil, bersalin atau nifas sebagai akibat komplikasi kehamilan atau komplikasi penangananya. Anemia berat menyebabkan kegagalan jantung atau kematian pada saat menjelang 1

description

mini seminar askeb nifas

Transcript of Mini Seminar

Page 1: Mini Seminar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut World Health Organization (WHO) penurunan AKI masih terlalu

lambat untuk mencapai tujuan target Milenium (millenium development goals

5/MDGs 5) dalam rangka mengurangi tiga per empat jumlah perempuan yang

meninggal akibat hamil, bersalin dan nifas pada tahun 2015. Salah satu tujuan

pembangunan millennium (MDGs) 2015 adalah perbaikan kesehatan maternal.

Kematian maternal dijadikan ukuran keberhasilan terhadap pencapaian targed

MDGs- 5, adalah penurunan 75% rasio kematian maternal.

Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia menyatakan

bahwa dari 5 juta kelahiran yang terjadi setiap tahunnya, diperkirakan 20.000 ibu

meninggal akibat komplikasi kehamilan dan persalinan. Salah satu penyebabnya

dapat dikarenakan akibat anemia dan hematoma vulva.

Tingginya prevalensi anemia gizi pada kehamilan melatar belakangi

kematian ibu sewaktu hamil, bersalin atau nifas sebagai akibat komplikasi

kehamilan atau komplikasi penangananya. Anemia berat menyebabkan kegagalan

jantung atau kematian pada saat menjelang atau sewaktu bersalin.Perdarahan pada

saat atau sehabis melahirkan yang bagi ibu sehat tidak membahayakan,bagi ibu

hamil dengan anemia akan menimbulkan terjadinya kematian (Prawirohardjo,

2008).

Anemia pada seorang ibu sering dijumpai pada masa kehamilan maupun

masa post partum. Hal ini terjadi akibat asupan gizi yang tidak adekuat maupun

terjadinya perdarahan pada saat proses melahirkan. Anemia terjadi jika kadar

hemoglobin dalam darah lebih rendah dari kadar normalnya. Anemia yang parah,

kadar hemoglobin dalam darah bisa berkurang dibawah 30%.

Anemia pada wanita post partum memiliki dampak yang dapat

mengganggu kesehatan ibu dan meningkatkan risiko terjadinya depresi post

1

Page 2: Mini Seminar

partum. Anemia defisiensi besi merupakan penyebab paling sering dari anemia

post partum yang di sebabkan oleh intake zat besi yang tidak cukup serta

kehilangan darah selama kehamilan dan persalinan.

Hematoma pada kasus obstetrik diakibatkan oleh cedera pembuluh darah

baik oleh karena distensi akut saat fetus melewati jalan lahir atau penggunaan alat

saat proses kelahiran. Hematoma vulva yang terbentuk saat proses kelahiran

pervaginam bervariasi kejadiannya dan merupakan kasus yang jarang ditemukan

dengan kejadian 1 dari 300 hingga 1 dari 1500 pada proses kelahiran serta

berpotensial menyebabkan komplikasi mengancam nyawa bayi (2002). Dalam

sebuah penelitian di Universitas Carolina Utara dilaporkan terdapat 29 kasus

dengan hematoma vulva sejak tahun 1975 hingga 1991 (Cunningham, 2005).

Dilaporkan oleh Ghulam Nabi Sheikh, sejak tahun 1958 – 1969 terdapat 40 pasien

dengan hematoma genital dari 37.042 kelahiran di Inggris atau sama dengan 1 :

926 kelahiran (Nelson, 2012).

Hematoma vulva melibatkan cedera dari cabang arteri pudendus (arteri

rektum inferior, arteri labialis posterior, arteri vestibulis, arteri uretra, dan arteri

klitoris dorsalis). Hematoma vulva dapat menimbulkan nyeri hebat akibat

penekanan jaringan hingga mengalami iskemik bahkan nekrosis. Terbentuknya

hematoma dapat di fasia anterior (di bawah diafragma pelvis) atau meluas pada

posterior pelvis. Estimasi kehilangan darah cukup sulit untuk diketahui secara

pasti dikarenakan ruang anterior perineal berhubungan dengan ruang subfasial

abdomen dibawah ligamentum inguinal (Cunningham, 2005).

Pemeriksaan yang tepat dibutuhkan utamanya dalam mendiagnosis disertai

penatalaksanaan melalui pendekatan konservatif hingga dalam mengenali tanda

syok bila telah terjadi kehilangan darah banyak akibat perluasan hematoma yang

membutuhkan tindakan pembedahan (Dash, 2006).

1.2 Rumusan masalah

1. Apa itu anemia dan hematoma vulva yang merupakan komplikasi pada masa

nifas ?

2. Bagaimanakah patofisiologi terjadinya anemia dan hematoma vulva pada

nifas?

2

Page 3: Mini Seminar

3. Bagaimanakah peran bidan dalam menghadapi komplikasi pada masa nifas

apabila terjadi anemia dan hematoma vulva?

1.3 Tujuan

Selesai melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan anemia hematoma

vulva, penulis berharap mendapatkan gambaran umum, menerapkan asuhan

kebidanan dan mampu mendeteksi sedini mungkin masalah atau kompilkasi yang

mungkin terjadi pada ibu nifas terutama terkait dengan anemia dan hematoma

vulva serta pernulis berharap agar dapat mengembangkan kemampuan berfikir

dalam menemukan masalah dan mencari pemecahan masalah tersebut.

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Bagi Penulis

1.4.1.1 Penulis mendapatkan pengetahuan tentang penulisan laporan dan

pengetahuan tentang asuhan kebidanan pada Ibu nifas yang

mengalami anemia dan hematoma vulva.

1.4.1.2 Sebagai media bagi penulis dalam menerapkan pendidikan dan

teori yang telah didapatkan di bangku perkuliahan serta dapat

menambah wawasan penulis dalam mempersiapkan,

mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menginformasikan

apa yang ditemukan.

1.4.2 Manfaat Bagi klien

1.4.2.1 Mengingatkan kesadaran terhadap perlunya pengetahuan mengenai

tanda-tanda bahaya dan usaha penanggulangan sehingga

diharapkan dapat di cegah secara dini.

1.4.2.2 Klien mendapatkan asuhan kebidanan yang baik.

3

Page 4: Mini Seminar

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Hematoma vulva

2.1.1 Pengertian Hematoma

Hematoma adalah pengumpulan setempat ekstravasasi darah,

biasanya membeku, di dalam organ, ruang, atau jaringan (Dorland,

2008).

Hematoma adalah jaringan lemak yang membentuk sebagian besar

dari volume labium, disuplai dengan suatu pleksus vena yng akibat

cedera, dan dapat pecah (Leveno, 2003).

Hematoma adalah pecahnya pembuluh darah vena yang

menyebabkan perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan berlansung

atau yang lebih sering pada saat persalinan (Manuaba, 1998).

2.1.2 Hematoma Vulva

Hematoma vulva merupakan hematoma yang dapat berukuran

besar, disertai bekuan darah bahkan perdarahan yang masih aktif

(Manuaba, 1998).

Hematoma vulva merupakan kumpulan pembuluh darah yang

cedera pada cabang arteri pundenda (rectal rendah, perineum, posterior

labial, dan uretra arteri, arteri dari ruang depan, dan arteri dalam dan

dorsal clitoris) yang terjadi selama episiotomi atau atau dari laserasi

perineum (Hong, 2014).

2.1.3 Patofiologi dan Etiologi Hematoma Vulva

Cedera pembuluh darah superfisial ligamentum dapat

menyebabkan hematoma vulva. Jaringan vulva dan paravaginal

merupakan jaringan ikat longgar sehingga sejumlah besar kehilangan

darah pada hematoma dapat terjadi meskipun belum memberikan gejala.

Jika cedera pembuluh darah terjadi lebih dalam hematoma vaginal atau

4

Page 5: Mini Seminar

subperitoneal dapat terjadi. Pada hematoma subperitoneal dapat terlibat

cabang arteri uterina. Ekstravasasi subperitoneal (di bawah peritoneal)

dapat masif dan berakibat fatal (Cunningham, 2005)

Trauma benda tumpul seperti pada straddle injury menyebabkan

peregangan yang cepat pada jaringan yang terkait dalam derajat dan

tingkatan tertentu dimana tingkat elastisitas jaringan tidak mampu

mengakomodasi peregangan jaringan sehingga terjadi robekan jaringan.

Tingkat kerusakan jaringan bergantung pada jenis trauma yang dialami,

lokasi trauma dan elastisitas jaringan terkait. Pada vulva utamanya pada

jaringan erektil labia mayora kaya akan anastomosis dari percabangan

arteri eksternal yakni arteri labialis posterior dan arteri pudendal

eksternal serta vena-vena yang memiliki banyak hubungan dengan sistem

vena pelvis yang tidak memiliki katup. Oleh karena itu pada cedera yang

meskipun tidak menghasilkan laserasi pada epitel, dapat menimbulkan

kerusakan jaringan internal yang signifikan termasuk di dalamnya

pembentukan hematoma (Metz, 2012)

Terbentuknya hematoma saat proses kelahiran atau setelah

persalinan disebabkan oleh distensi akut saat fetus melewati jalan lahir

sehingga pembuluh darah cedera spontan atau karena dilakukannya

tindakan episiotomi atau pertolongan persalinan menggunakan forsep.

Faktor resiko obstetri yakni pada nulipara dengan taksiran berat janin >

4000 gram, preeklampsia, kala II memanjang, kehamilan ganda, varises

vulva, atau memiliki gangguan pembekuan darah (Cunningham, 2005).

2.1.4 Tanda dan Gejala Hematoma Vulva

Hematoma tidak selalu tampak dan bahkan bisa terletak di antara jahitan,

tapi   tanda atau gejala biasanya seperti berikut :

a. Nyeri berat pada vagina atau vulva atau rectal

b. Tekanan pada vagina atau vulva atau rectal tak henti-henti

c. Tampak masa yang membuat deviasi vagina dan rectum

d. Pemeriksaan internal mungkin tidak bisa ditoleransi karena

menyebabkan nyeri yang tidak tertahan bagi ibu, yang dengan

sendirinya membantu mendiagnosis hematoma

5

Page 6: Mini Seminar

e. Tanda lain meliputi : pembengkakan yang berubah warna dan terisi

darah, jaringan edema, tanda syok hipovolemik (Chapman, 2006 )

f. Tekanan pada perineum, vagina, uretra, kandung kemih dan rectum

g. Tegang, bengkak yang berfluktuasi

h. Perubahan warna dari biru sampai biru kehitaman

i. Ligamen Yang meluas

j. Nyeri pada uterus bagian lateral, sensitive pada palpasi

k. Nyeri pada panggul

l. Terasa menonjol pada pemeriksaan rectum bagian atas

m. Distensi abdomen

n. Daerah jaringan yang teraba secara lateral berada diatas tepi panggul

(Varney, 2002 ).

2.1.5 Prognosis dan Komplikasi Hematoma Vulva

Hematoma pada genitalia setelah proses kelahiran maupun akibat

trauma dapat dengan mudah dikenali namun dapat sulit untuk

ditatalaksana. Bila hematoma yang terbentuk tidak berukuran besar dapat

sembuh dengan baik walau hanya dengan penatalaksanaan konservatif.

Kesulitan penatalaksanaan berkaitan bila perdarahan pembuluh darah

yang cedera terjadi secara akut, dan kesulitan mengenali bila telah terjadi

hematoma subperitoneal (Sheikh, 1971).

Jumlah kehilangan darah pada perdarahan/hematoma traktus

genitalia biasanya lebih banyak dari perhitungan klinis yang didapatkan.

Oleh karena itu hipovolemia dan anemia berat dapat terjadi sehingga

harus dicegah dengan pemantauan/pemeriksaan serial, persiapan

penggantian darah (transfusi) yang adekuat. Pada hematoma vulva yang

membutuhkan tindakan operatif, 50% kasus membutuhkan dilakukannya

transfuse (Cunningham, 2005).

Pada pasien yang menjalani terapi pembedahan perlu diwaspadai

terhadap resiko infeksi sehingga pemberian antibiotik profilaksis dapat

menurunkan insiden infeksi. Perlu diberikian edukasi yang baik pada

pasien untuk menjaga higienitas area vulva, dan pengenalan tanda-tanda

awal infeksi bila terjadi agar segera dideteksi dan ditangani (Metz, 2012).

6

Page 7: Mini Seminar

2.1.6 Diagnosis Hematoma Vulva

Penegakan diagnosis dilakukan melalui anamnesis yang tepat,

pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat

diketahui riwayat yang merupakan resiko terbentuknya hematoma vulva

yakni resiko non-obstetri seperti riwayat cedera saat melakukan

aktivitas/olahraga, jatuh saat mengenakan sepeda (seperti straddle

injury), trauma benda asing pada wanita yang mengalami penganiayaan

seksual. Sedangkan resiko obstetri yakni pada nulipara dengan taksiran

berat janin > 4000 gram, preeklampsia, kala II memanjang, kehamilan

ganda, varises vulva, atau memiliki gangguan pembekuan darah (Kiefer,

2012).

Pasien mengeluhkan nyeri dan bengkak pada perineum derajat

ringan hingga berat dan biasanya disertai pembesaran vulva dengan

ukuran yang bervariasi, kulit tegang, fluktuatif, dan perubahan warna

(Cunningham, 2005).

Pemeriksaan tanda vital, derajat kesadaran dilakukan disertai

pemeriksaan fisis. Tekanan darah yang rendah disertai konjungtiva pucat

merupakan tanda hipovolemia. Pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam

vagina dilakukan juga dilakukan dalam menentukan perluasan hematoma

hingga ke vaginal. Adanya fraktur dapat disesuaikan dengan riwayat

trauma yang telah dialami. Jika hematoma meluas ke atas dapat

dilakukan pemeriksaan vaginal dan palpasi abdominal untuk mencurigai

adanya hematoma subperitoneal (Singhal, 2010)

Dikutip dari kepustakaan Dash S. Vergeshe, 2006

7

Page 8: Mini Seminar

Pemeriksaan darah rutin (kadar hemoglobin dan hematokrit) perlu

dilakukan utamanya bila berkaitan dengan perdarahan yang banyak (saat

proses kelahiran). Kehilangan darah akut dapat dilihat dari penurunan

kadar hemoglobin dan hematokrit yang signifikan (Metz, 2012).

Pemeriksaan urin rutin dilakukan utamanya bila dicurigai pasien

mengalami cedera organ dalam saat trauma (hematuria) dan mengetahui

produksi urin (Metz, 2012).

Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan pada pasien dengan riwayat

trauma untuk memastikan adanya fraktur tulang dengan foto polos pelvis,

CT Scan pelvis. Bila dicurigai telah terjadi perluasan hematoma

subperitoneal hingga intraperitoneal dapat dilakukan pemeriksaan foto

polos abdomen atau ultrasonografi transabdominal yang akan

memperlihatkan adanya cairan bebas di kavum peritoneum. Bila pasien

dapat mentoleransi nyeri yang dialaminya, pemeriksaan ultrasonografi

transvaginal dapat dilakukan dan cukup spesifik untuk menentukan

adanya cairan bebas di pelvis dan abnormalitas genitalia internal (Metz,

2012).

2.1.7 Penatalaksanaan Hematoma Vulva

Hematoma yang kecil dapat dibiarkan karena segera direasobsi.

Hematoma yang atau disertai perdarahan aktif, perlu dibuka dan dicari

sumber perdarahannya untuk ligasi. Tempat hematoma dibersihkan dan

dilakukan drainase seshingga tidak memberikan peluang menjadi

kantongan yang mengandung darah (Manuaba, 1993).

Hematoma yang besar harus diinsisi untuk mengeluarkan bekuan

darah dan mengikat pembuluh darah yang pecah. Bidan yang dalam

pertolongan persalinan menghadapi hematoma sebaiknya mengirimkan

penderita ke tempat yang dapat memberikan pertolongan yang adekuat.

(Manuaba, 1998).

Hematoma vulva yang lebih kecil dapat diobati dengan kompres

es. Hematoma yang luas atau meluas dibuka lebar melalui mukosa

vagina. Darah dan bekuan darah dikeluarkan. Setelah pembuluh darah-

pembuluh yang berdarah diligasi, bila memungkinkan dilakukan

8

Page 9: Mini Seminar

perbaikan primer. Tampon vagina yang ketat dimasukkan untuk

menimbulkan hemostatik tambahan dan diangkat setelah 24 jam. Untuk

mencegah retensio urin, sebuat kateter yang dibiarkan ditempat

dimasukkan ke dalam kadung kemih. Pergantian darah dan obat-obat

analgesik sering dibutuhkan. Biasanya diberikan antibiotik profilaksis.

Imunisasi tetanus juga diberikan bila hematoma terjadi akibat trauma

eksterna. Hematoma yang trinfeksi dievakuasi dan didrainase. Setelah

biakan diperoleh, diberikan antibiotika (Taber, 1994).

Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus

genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pad amukosa vagina atau

perineum yang akimotik. Hematom yang kecil diatas dengan es analgesik

dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat

diserap kembali secara alami (Wiknjosastro, 2005).

2.2 Anemia

2.2.1 Pengertian Anemia

Anemia adalah penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar

hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah

dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia adalah keadaan

menurunnya kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah

dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan (Arisman, 2007).

2.2.2 Fisiologi Haemoglobin

Berwarna merah, merupakan pigmen pembawa oksigen dalam sel

darah merah. Hemoglobin merupakan protein dengan berat molekul

64.450. Haemoglobin terdiri dari 4 subunit. Tiap subunit mengandung

heme yang berikatan dengan konyugat polipeptida. Heme mengandung

besi yang merupakan derivat porvirin. Sedangkan polipeptida disebut

dengan globin (Ganong, 2003).

Ada dua bagian polipeptida tiap molekul hemoglobin. Pada orang

dewasa normal (hemoglobin A), terdapat 2 tipe polipeptida yang disebut

dengan rantai α yang mengandung 141 asam amino residu dan rantai β

yang mengandung 146 asam amino residu. Kemudian hemoglobin A

9

Page 10: Mini Seminar

disebut juga α2β2, tidak semua hemoglobin pada darah normal orang

dewasa adalah hemoglobin A. sekitar 2,5% hemoglobin merupakan

hemoglobin A2, dimana rantai β digantikan dengan rantai δ (α2δ2). Rantai

δ juga mengandung 146 asam amino residu, tetapi 10 residu tunggal

berbeda dengan asam amino pada rantai β (Ganong, 2003).

Hemoglobin membawa oksigen dalam bentuk oxihemoglobin,

oksigen berikatan dengan Fe2+ di dalam heme. Afinitas hemoglobin

terhadap O2 dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi 2,3

diphosphogliserat (2,3 DPG). 2,3 DPG dan H+ bersaing dengan O2 untuk

membentuk deoxihemoglobin, dengan menurunkan afinitas hemoglobin

terhadap O2 dengan menempati tempatnya pada ke empat rantai (Ganong,

2003).

Ketika darah terpapar dengan obat-obatan dan agen oksidasi

lainnya baik secara invitro maupun invivo, Fe2+ yang merupakan molekul

normal di konversi menjadi Fe3+ membentuk methemoglobin.

Methemoglobin berwarna gelap, dan ketika kadarnya dalam darah

meningkat, hal ini menyebabkan kulit berwarna kehitam-hitaman yang

disebut dengan sianosis. Beberapa oksidasi hemoglobin menjadi

methemoglobin terjadi secara normal, karena sistem enzim sel darah

merah, yaitu sistem NADH-methemoglobin reduktase, mengubah

methemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Kelainan kongenital

dimana tidak adanya sistem enzim ini menyebabkan kelainan herediter

methemoglobinemia (Ganong, 2003).

Karbon monoksida bereaksi dengan hemoglobin membentuk

monoxihemoglobin (carboxihemoglobin). Afinitas hemoglobin terhadap

O2 jauh lebih rendah dibandingkan dengan CO, dengan dampak

digantikannya O2 yang berikatan dengan hemoglobin, sehingga terjadi

penurunan kapasitas pembawa oksigen oleh darah (Ganong, 2003).

Rata-rata kandungan hemoglobin normal dalam darah adalah 16

g/dl pada laki-laki dan 14 g/dl pada wanita. Pada tubuh laki-laki dengan

berat badan 70 kg, terdapat sekitar 900 g hemoglobin dan 0,3 g globin

10

Page 11: Mini Seminar

dihancurkan dan disintesis kembali tiap jam. Heme dari hemoglobin

disintesis dari glycine dan succinyl-CoA(Ganong, 2003).

Ketika sel darah merah dihancurkan oleh jaringan sistem

makropage. Globin dari molekul hemoglobin dihancurkan dan heme

diubah menjadi biliverdin. Biliverdin kemudian dikonversi menjadi

bilirubin dan diekskresikan melalui empedu. Besi yang berasal dari heme

digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin. Besi merupakan zat

esensial untuk sintesis hemoglobin, jika tubuh kehilangan darah dan

defisiensi besi tidak dikoreksi, akan terjadi anemia defisiensi besi

(Ganong, 2003).

2.2.3 Etiologi

Anemia defisiensi besi merupakan penyebab paling sering dari

anemia postpartum yang disebabkan oleh intake zat besi yang tidak

cukup serta kehilangan darah selama kehamilan dan persalinan. Anemia

postpartum berhubungan dengan lamanya perawatan di rumah sakit,

depresi, kecemasan, dan pertumbuhan janin terhambat (Seid,2010).

Kehilangan darah adalah penyebab yang lain dari anemia.

Kehilangan darah yang signifikan setelah melahirkan dapat

meningkatkan risiko terjadinya anemia postpartum. Banyaknya cadangan

hemoglobin dan besi selama persalinan dapat menurunkan risiko

terjadinya anemia berat dan mempercepat pemulihan (Caughlan, 2010).

2.2.4 Kategori Anemia

Berikut ini kategori tingkat keparahan pada anemia (Soebroto, 2010) :

a. Kadar Hb 10 gr - 8 gr disebut anemia ringan

b. Kadar Hb 8 gr – 5 gr disebut anemia sedang

c. Kadar Hb kurang dari 5 gr disebut anemia berat

Kategori tingkat keparahan pada anemia (Waryana, 2010) yang

bersumber dari WHO adalah sebagai berikut:

a. Kadar Hb 11 gr% tidak anemia

b. Kadar Hb 9-10 gr % anemia ringan

c. Kadar Hb 7-8 gr% anemia sedang

11

Page 12: Mini Seminar

d. Kadar Hb < 7 gr% anemia berat\

Kategori tingkat keparahan anemia (Nugraheny E, 2009) adalah sebagai

berikut:

a. Kadar Hb < 10 gr% disebut anemia ringan

b. Kadar Hb 7-8 gr% disebut anemia sedang

c. Kadar Hb < 6gr% disebut anemia berat

d. Kadar Hb normal pada ibu nifas adalah 11-12 gr %

Pada penelitian ini menggunakan standart kementrian kesehatan yang

bersumber dari WHO.

2.2.5 Jenis-Jenis Anemia

a. Anemia Defisiensi Zat Besi

Anemia akibat kekurangan zat besi. Zat besi merupakan bagian dari

molekul hemoglobin. Kurangnya zat besi dalam tubuh bias

disebabkan karena banyak hal. Kurangnya zat besi pada orang dewasa

hampir selalu disebabkan karena perdarahan menahun, berulang-ulang

yang bisa berasal dari semua bagian tubuh (Soebroto, 2010).

b. Anemia Defisiensi Vitamin C

Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin C yang berat

dalam jangka waktu lama. Penyebab kekurangan vitamin C adalah

kurangnya asupan vitamin C dalam makanan sehari-hari. Vitamin C

banyak ditemukan pada cabai hijau, jeruk, lemon, strawberry, tomat,

brokoli, lobak hijau, dan sayuran hijau lainnya, serta semangka. Salah

satu fungsi vitamin C adalah membantu penyerapan zat besi, sehingga

jika terjadi kekurangan vitamin C, maka jumlah zat besi yang diserap

akan berkurang dan bisa terjadi anemia (Soebroto, 2010).

c. Anemia Makrositik

Anemia yang disebabkan karena kekurangan vitamin B12 atau asam

folat yang diperlukan dalam proses pembentukan dan pematangan sel

darah merah, granulosit, dan platelet. Kekurangan vitamin B12 dapat

terjadi karena berbagai hal, salah satunya adalah karena kegagalan

usus untuk menyerap vitamin B12 dengan optimal (Soebroto, 2010).

d. Anemia Hemolitik

12

Page 13: Mini Seminar

Anemia hemolitik terjadi apabila sel darah merah dihancurkan lebih

cepat dari normal. Penyebabnya kemungkinan karena keturunan atau

karena salah satu dari beberapa penyakit, termasuk leukemia dan

kanker lainnya, fungsi limpa yang tidak normal, gangguan kekebalan,

dan hipertensi berat (Soebroto, 2010).

e. Anemia Sel Sabit

Yaitu suatu penyakit keturunan yang ditandai dengan sel darah merah

yang berbentuk sabit, kaku, dan anemia hemolitik kronik (Soebroto,

2010). Anemia sel sabit merupakan penyakit genetik yang resesif,

artinya seseorang harus mewarisi dua gen pembawa penyakit ini dari

kedua orang tuanya. Gejala utama penderita anemia sel sabit adalah:

1) Kurang energi dan sesak nafas

2) Mengalami penyakit kuning (kulit dan mata berwarna kuning)

3) Serangan sakit akut pada tulang dada atau daerah perut akibat

tersumbatnya pembuluh darah kapiler.

f. Anemia Aplastik

Terjadi apabila sumsum tulang terganggu, dimana sumsum merupakan

tempat pembuatan sel darah merah (eritrosit), sel darah putih

(leukosit), maupun trombosit (Soebroto, 2010).

2.2.6 Gejala Anemia

Gejala yang seringkali muncul pada penderita anemia diantaranya

(Soebroto, 2010):

a. Lemah, letih, lesu, mudah lelah, dan lunglai.

b. Wajah tampak pucat.

c. Mata berkunang-kunang.

d. Nafsu makan berkurang.

e. Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa.

f. Sering sakit.

Anemia dapat menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung

pada (Soebroto, 2010):

a. Kecepatan timbulnya anemia

b. Usia individu

13

Page 14: Mini Seminar

c. Mekanisme kompensasi

d. Tingkat aktivitasnya

e. Keadaan penyakit yang mendasarinya

f. Beratnya anemia

Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia

adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya

volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokonstriksi untuk

memaksimalkan pengiriman O2 ke organ-organ vital. Warna kulit bukan

merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena dipengaruhi

pigmentasi kulit, suhu, dan keadaan serta distribusi bantalan kapiler.

Bantalan kuku, telapak tangan dan membrane mukosa mulut serta

konjungtiva merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat.

Pada anemia berat, gagal jantung kongestif dapat terjadi karena

otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi terhadap beban kerja

jantung yang meningkat. Pada anemia berat dapat juga timbul gejala-

gejala saluran cerna seperti anoreksia, mual, konstipasi atau diare, dan

stomatitis (nyeri pada lidah dan membrane mukosa mulut), gejala-gejala

umumnya disebabkan oleh keadaan defisiensi, seperti defisiensi zat besi

(Price, 2005).

2.2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Anemia

Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadahinya

asupan makanan sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan

menyusui (perubahan fisiologi), dan kehilangan banyak darah. Anemia

yang disebabkan oleh ketiga faktor itu terjadi secara cepat saat cadangan

Fe tidak mencukupi peningkatan kebutuhan Fe. Wanita usia subur

(WUS) adalah salah satu kelompok resiko tinggi terpapar anemia karena

mereka tidak memiliki asupan atau cadangan Fe yang cukup terhadap

kebutuhan dan kehilangan Fe. Dari kelompok WUS tersebut yang paling

tinggi beresiko menderita anemia adalah wanita hamil, wanita nifas, dan

wanita yang banyak kehilangan darah saat menstruasi. Pada wanita yang

mengalami menopause dengan defisiensi Fe, yang menjadi penyebabnya

14

Page 15: Mini Seminar

adalah perdarahan gastrointestinal (Departemen Gizi dan Kesehatan

Masyarakat, 2008).

Penyebab tersering anemia adalah kekurangan zat gizi yang

diperlukan untuk sintesis eritrosit, terutama besi, vitamin B12 dan asam

folat. Selebihnya merupakan akibat dari beragam kondisi seperti

perdarahan, kelainan genetik, dan penyakit kronik (Nugraheny E, 2009).

Secara garis besar penyebab terjadinya anemia gizi dikelompokkan

dalam sebab langsung, tidak langsung dan sebab mendasar sebagai

berikut:

1. Sebab langsung

a. Ketidak cukupan makanan

Kurangnya zat besi di dalam tubuh dapat disebabkan oleh

kurang makan sumber makanan yang mengandung zat besi, makanan

cukup namun yang dimakan biovailabilitas besinya rendah sehingga

jumlah zat besi yang diserap kurang dan makanan yang dimakan

mengandung zat penghambat penyerapan besi. Inhibitor (penghambat)

utama penyerapan Fe adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama

ditemukan pada biji-bijian sereal, kacang, dan beberapa sayuran

seperti bayam. Polifenol dijumpai dalam minuman kopi, teh, sayuran,

dan kacangkacangan. Enhancer (mepercepat penyerapan) Fe antara

lain asam askorbat atau vitamin C dan protein hewani dalam daging

sapi, ayam, ikan karena mengandung asam amino pengikat Fe untuk

meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan asam laktat kurang mampu

meningkatkan penyerapan Fe (Departemen Gizi dan Kesehatan

Masyarakat, 2008).

Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup

mengandung zat besi atau absorpsinya rendah, maka ketersediaan zat

besi untuk tubuh tidak cukup memenuhi kebutuhan akan zat besi. Hal

ini terutama dapat terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi

makanan kurang beragam, seperti menu makanan yang hanya terdiri

dari nasi dan kacang-kacangan. Tetapi apabila di dalam menu terdapat

pula bahan - bahan makanan yang meninggikan absorpsi zat besi

15

Page 16: Mini Seminar

seperti daging, ayam, ikan, dan vitamin C, maka ketersediaan zat besi

yang ada dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan

zat besi dapat terpenuhi.

b. Infeksi penyakit

Beberapa infeksi penyakit memperbesar resiko menderita

anemia. Infeksi itu umumnya adalah kecacingan dan malaria.

Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung,

namun sangat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi

cacing akan menyebabkan malnutrisi dan dapat mengakibatkan

anemia defisiensi besi.

Infeksi malaria dapat menyebabkan anemia. Beberapa fakta

menunjukkan bahwa parasitemia yang persisten atau rekuren

mengakibatkan anemia defisiensi besi, walaupun mekanismenya

belum diketahui dengan pasti. Pada malaria fase akut terjadi

penurunan absorpsi besi, kadar heptoglobin yang rendah, sebagai

akibat dari hemolisis intravaskuler, akan menurunkan pembentukan

kompleks haptoglobin hemoglobin, yang dikeluarkan dari sirkulasi

oleh hepar, berakibat penurunan availabilitas besi.

2. Sebab tidak langsung

Beberapa penyebab tidak langsung anemia diantaranya adalah:

kualitas dan kuantitas diet makanan tidak adekuat, sanitasi lingkungan

dan makanan yang buruk, layanan kesehatan yang buruk dan

perdarahan akibat menstruasi, kelahiran, malaria, parasit : cacing

tambang dan schistosomiasis, serta trauma. Diet yang tidak berkualitas

dan ketersediaan biologis besinya rendah merupakan faktor penting

yang berperan dalam anemia defisiensi besi.

Pola menu makanan yang hanya terdiri dari sumber karbohidrat,

seperti nasi dan umbi-umbian, atau kacang-kacangan, tergolong menu

rendah (penyerapan zat besi 5%). Pola menu ini sangat jarang atau

sedikit sekali mengandung daging, ikan, dan sumber vitamin C.

Terdapat lebih banyak bahan makanan yang mengandung zat

penghambat zat absorpsi besi, seperti fitat, serat, tannin, dan fostat

16

Page 17: Mini Seminar

dalam meni makanan ini (Departemen Gizi dan Kesehatan

Masyarakat, 2008).

Adanya kepercayaan yang merugikan seperti permasalahan

pemenuhan nutrisi pada ibu nifas yang masih sering dijumpai yaitu

banyaknya yang berpantang terhadap makanan selama masa nifas,

misalnya makan daging, telur, ikan, kacang-kacangan dll, yang

beranggapan bahwa dengan makan makanan tersebut dapat

menghambat proses penyembuhan luka setelah melahirkan juga dapat

menimbulkan anemia. Layanan kesehatan yang buruk dan hygiene

sanitasi yang kurang akan mempermudah terjadinya penyakit infeksi.

Infeksi mengganggu masukan makanan, penyerapan, penyimpanan

serta penggunaan berbagai zat gizi, termasuk besi. Pada banyak

masyarakat pedesaan dan daerah urban yang kumuh dimana sanitasi

lingkungan buruk, angka kesakitan akibat infeksi, virus dan bakteri

tinggi. Dalam masyarakat tersebut, makanan yang dimakan

mengandung sangat sedikit energy. Kalau keseimbangan zat besi

terganggu, episode infeksi yang berulang-ulang dapat menyebabkan

terjadinya anemia.

3. Sebab mendasar

a. Pendidikan yang rendah

Anemia gizi lebih sering terjadi pada kelompok penduduk yang

berpendidikan rendah. Kelompok ini umumnya kurang memahami

kaitan anemia dengan faktor lainnya, kurang mempunyai akses

mengenai informasi anemia dan penanggulangannya, kurang dapat

memilih bahan makanan yang bergizi khususnya yang mengandung

zat besi relatif tinggi dan kurang dapat menggunakan pelayanan

kesehatan yang tersedia.

b. Ekonomi yang rendah

Anemia gizi juga lebih sering terjadi pada golongan ekonomi

yang rendah, karena kelompok penduduk ekonomi rendah kurang

mampu untuk membeli makanan sumber zat besi tinggi yang harganya

relative mahal. Pada keluarga-keluarga berpenghasilan rendah tidak

17

Page 18: Mini Seminar

mampu mengusahakan bahan makanan hewani dan hanya

mengkonsumsi menu makanan dengan sumber zat besi yang rendah.

2.3 Anemia Postpartum

2.3.1 Pengertian Anemia Postpartum

Anemia post partum didefinisikan sebagai kadar hemoglobin

kurang dari 10 g/dl, hal ini merupakan masalah yang umum dalam

bidang obstetric. Meskipun wanita hamil dengan kadar besi yang

terjamin, konsentrasi haemoglobin biasanya berkisar 11-12 g/dl

sebelum melahirkan. Hal ini diperburuk dengan kehilangan darah saat

melahirkan dan pada masa nifas. Menurut analisa terbaru, kehilanngan

darah pada saat postpartum diatas 500 ml masih merupakan suatu

masalah meskipun pada obstetri modern (Huch, 1992).

2.3.2 Faktor Resiko Anemia Postpartum

Menurut Prawirohardjo (2005), faktor yang mempengaruhi anemia

pada masa nifas adalah persalinan dengan perdarahan, ibu hamil dengan

anemia, nutrisi yang kurang, penyakit virus dan bakteri. Anemia dalam

masa nifas merupakan lanjutan daripada anemia yang diderita saat

kehamilan, yang menyebabkan banyak keluhan bagi ibu dan

mengurangi presentasi kerja, baik dalam pekerjaan rumah sehari-hari

maupun dalam merawat bayi (Wijanarko, 2010).

Pengaruh anemia pada masa nifas adalah terjadinya subvolusi uteri

yang dapat menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi

puerperium, pengeluaran ASI berkurang dan mudah terjadi infeksi

mamae (Prawirohardjo, 2005). Praktik ASI tidak eksklusif diperkirakan

menjadi salah satu prediktor kejadian anemia setelah melahirkan

(Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat, 2008). Pengeluaran ASI

berkurang, terjadinya dekompensasi kordis mendadak setelah

persalinan dan mudah terjadi infeksi mamae. Di masa nifas anemia bisa

menyebabkan rahim susah berkontraksi, ini dikarenakan darah tidak

cukup untuk memberikan oksigen ke rahim.

2.3.3 Gejala Klinis

18

Page 19: Mini Seminar

Tergantung dari derajat berat atau tidaknya anemia, hal ini dapat

berdampak negative bagi ibu selama masa nifas, kemampuan untuk

menyusui, masa perawatan di rumah sakit bertambah, dan perasaan

sehat dari ibu. Masalah yang muncul kemudian seperti pusing, lemas,

tidak mampu merawat dan menjaga bayinya selama masa nifas

umumnya terjadi (Huch, 1992).

Penelitian menunjukkan bahwa wanita dengan anemia postpartum

memiliki gejala yang dapat mengganggu kondisi kesehatan ibu dan

meningkatkan risiko terjadinya depresi postpartum jika dibandingkan

dengan ibu yang tidak anemia. Dampak buruk dari perubahan emosi

dan perilaku ibu sangat mengkhawatirkan karena interaksi ibu dan bayi

akan terganggu selama periode ini dan akhirnya berdampak negatif

terhadap perkembangan bayinya (Lew, 2008).

Kebanyakan penelitian untuk mengetahui hubungan antara

defisiensi besi dan kognitif yang difokuskan pada bayi dan anak-anak,

dimana ditemukan fakta yang kuat bahwa defisiensi besi berisiko

terjadinya gangguan perkembangan kognitif sekarang dan yang akan

datang. Namun, data terbaru menunujukkan defisiensi besi juaga

berdampak buruk pada otak orang dewasa. Berbeda dengan penurunan

hemoglobin, defisiensi besi berpengaruh pada kognitif melalui

penurunan aktivitas enzim yang mengandung besi di otak. Hal ini

kemudian mempengaruhi fungsi neurotransmitter,sel, dan proses

oksidatif, juga metabolisme hormon tiroid (Bodnar, 2005).

Para ibu yang masih menderita kekurangan zat besi sepuluh

minggu setelah melahirkan kurang responsif dalam mengasuh bayinya

sehingga berdampak pada keterlambatan perkembangan bayi yang

dapat bersifat ireversibel. Untungnya, anemia postpartum bersifat dapat

diobati dan dapat dicegah (Lew, 2008).

Defisiensi besi dapat menurunkan jumlah limfosit, netrofil, dan

fungsi makrofag. Hal ini kemudian akan meningkatkan kemungkinan

terjadinya infeksi yang merupakan akibat fungsional defisiensi besi.

Memperbaiki status besi tubuh dengan adekuat akan memperbaiki

19

Page 20: Mini Seminar

sistem imun. Meskipun demikian, keseimbangan besi tubuh penting.

Meskipun besi yang dibutuhkan untuk respon imun yang efektif, jika

suplai besi terlalu banyak daripada yang dibutuhkan , invasi mikroba

dapat terjadi karena mikroba dapat menggunakan besi untuk tumbuh

dan menyebabkan eksaserbasi infeksi (Bodnar, 2005).

2.3.4 Diagnosis

Besi merupakan salah satu komponen kunci dari hemoglobin, oleh

karena itu tubuh yang kekurangan besi akan berdampak pada sistem

transportasi oksigen yang akan mengakibatkan gejala seperti napas

pendek dan lemas yang merupakan 2 gejala klasik dari anemia (Huch,

1992).

Normal kadar hemoglobin sampai hari keempat postpartum adalah

lebih dari 10 g/dl dengan kadar eritrosit paling sedikit 3,5 juta/ ml.

Ketika kadar hemoglobin di bawah 10 g/dl dan kadar eritrosit kurang

dari 3,5 juta/ ml maka dapat didiagnosis anemia, jika kadar hemoglobin

di atas 8 g/dl disebut anemia ringan dan jika berada pada level

dibawahnya maka disebut anemia berat.

2.3.5 Penatalaksanaan

Pengobatan terhadap anemia postpartum tergantung dari derajat

anemia dan faktor risiko maternal atau faktor komorbiditas. Wanita

muda yang sehat dapat mengkompensasi kehilangan darah yang banyak

lebih baik dibandingkan wanita nifas dengan gangguan jantung

meskipun dengan kehilangan darah yang tidak terlalu banyak

(Breymann. 2006).

Sebagai tambahan, kehilangan darah perlu dilihat dalam

hubungannya dengan IMT dan estimasi total blood volume (TBV).

Pertimbangan yang lain yaitu kesalahan yang dilakukan ketika

melakukan estimasi jumlah kehilangan darah. Kehilangan darah selalu

sulit untuk diprediksi, yang mana bisa dibuktikan dengan

membandingkan Hb pre-partum dan Hb postpartum (Breymann. 2006).

20

Page 21: Mini Seminar

Pengobatan terhadap anemia meliputi pemberian preparat besi

secara oral, besi parenteral, transfusi darah, dan pilihan lain yaitu

rHuEPO (rekombinan human erythropoietin) (Breymann. 2006).

Prinsip penatalaksanaan anemia adalah jika di dapatkan

hemoglobin kurang dari 10 pertimbangkan adanya defisiensi zat

pembentuk hemoglobin, periksa sepintas apakah ada hemoglobinopati

sebelum disingkirkan. Pemberian preparat besi oral sebagai pengobatan

lini pertama untuk anemia akibat defisiensi besi. Besi parenteral

diindikasikan jika preparat besi oral tidak dapat ditolerransi, gangguan

absorbsi, dan kebutuhan besi pasien tidak dapat terpenuhi dengan

preparat besi oral (Rege, 2008).

Penggunaan terapi parenteral biasanya lebih cepat mendapatkan

respon dibandingkan dengan terapi oral. Namun, bagaimanapun hal ini

bersifat lebih invasive dan lebih mahal. Rekombinan Human

Eritropoietin (rHuEPO) paling banyak digunakan untuk anemia dengan

penyakit gagal ginjal kronis. Namun rHuEPO tetap dapat diberikan

pada anemia dalam kehamilan maupun postpartum tanpa adanya

penyakit gagal ginjal kronis tanpa ada efek samping pada maternal,

fetal ataupun neonates (Rege, 2008).

Anemia yang terjadi bukan karena defisiensi (misalnya akibat

hemoglobinopati dan sindrom kegagalan sum-sum tulang) harus diatasi

dengan transfusi darah secara tepat dan bekerja sama dengan seorang

ahli hematologi (Rege, 2008).

a. Preparat besi oral

Zat besi merupakan komponen penting dari hemoglobin,

mioglobin dan banyak enzim untuk metabolisme energi. Besi

berperan terhadap transportasi dan penyimpanan oksigen dan

metabolisme oksidatif, juga pertumbuhan dan proliferasi sel.

Kebanyakan besi dalam plasma diperuntukkan untuk proses

eritropoiesis dalam sum-sum tulang. Absorsi besi dalam duodenum

mengalami proses yang kompleks yang dikontrol beberapa protein,

21

Page 22: Mini Seminar

dipengaruhi kebutuhan zat besi tubuh, konsentrasi zat besi dalam

usus, dan integritas dinding sel (Kaplinsky, 2008).

Pemberian preparat besi secara oral harus dilanjutkan sampai

beberapa bulan, sehingga tidak hanya menormalkan kadar Hb tetapi

juga menormalkan kadar besi dalam darah. Pada salah satu

penelitian, kita dapat melihat wanita postpartum dengan defisiensi

besi namun tanpa anemia yang kadar besinya dapat dikembalikan

hanya dengan suplemen besi (Breymann. 2006).

Wanita postpartum yang mengalami defisiensi besi dan anemia

memerlukan suplemen zat besi. Zat besi biasanya diberikan sampai 6

bulan. Pada kebanyakan kasus, pemberian preparat besi secara oral

tidak cukup untuk mengobatai anemia berat, jika cadangan besi

endogen juga habis dan tidak cukup besi tersedia untuk menjamin

proses eritropoiesis. Penjelasan pertama untuk hal ini adalah

kurangnya absorbsi, tidak terpenuhi pada dosis tinggi akibat efek

yang merugikan, dan kurangnya konsentrasi transferin plasma, yang

memastikan terjadinya defisiensi besi secara fungsional. Sebagai

tambahan, reaksi dapat terjadi, terutama pada operasi persalinan dan

secsio caesaria, terjadi penumpukan besi dalam makropage dan

penurunan absorbsi usus, sehingga besi tidak dapat digunakan untuk

proses hemopoiesis (Breymann. 2006).

b. Transfusi Darah

Pada dekade sebelumnya, terjadi perubahan metode terapi

terhadap transfusi darah, kecuali pada kondisi kritis, karena pasien

kurang dapat menerima. Transfusi jarang diberikan dan indikasi

transfusi sangat dibatasi (Huch, 1992).

Jika Hb kurang dari 7-8 g/dl pada periode postpartum, dimana

sudah tidak ada lagi perdarahan, keputusan untuk melakukan

transfusi harus diambil tergantung keadaan individu tersebut. Pada

wanita yang sehat, dan tidak ada gejala, pemberian transfusi darah

kurang bermanfaat (Rege, 2008).

c. Rekombinan Human Erythropoietin (rHuEPO)

22

Page 23: Mini Seminar

Suatu terapi alternative baru yang menjanjikan yaitu dengan

peningkatan proses eritropoiesis melalui penggunaan human

erythropoietin (rHuEPO). Eritropietin, sebuah hormon glikoprotein,

yang merupakan salah satu regulator humoral utama dari proses

eritropoiesis. Pada orang dewasa, hormon ini terutama diproduksi di

sel intersisiel peritubular dari parenkim ginjal. Setelah penyaringan

dan identifikasi dari asam amino pembentuk eritropoietin, gen

manusia di klon dan diisolasi, agar dapat memproduksi rHuEPO

dalam jumlah besar dengan teknik mesin genetik. Laporan pertama

kali tentang aplikasi terapi ini pada tahun 1986. Sejak saat itu terjadi

peningkatan percobaan klinis dengan rHuEPO untuk koreksi anemia.

Pada banyak kasus, terapi ini memiliki efek samping yang minimal

(Huch, 1992).

Pada pasien tanpa defisiensi produksi eritropoietin, eritropoiesis

yang normal, atau anemia akibat penyebab lainnya tetap dapat

diobati dengan rHuEPO. Sebelumnya telah dilaporkan dengan hasil

yang positif lima wanita postpartum yang diobati dengan rHuEPO

jangka pendek (Huch, 1992).

Karena kontradiksi hasil yang telah dilaporkan terhadap transfer

plasenta pada hewan percobaan dan belum ada penelitian sistematis

pada manusia, penggunaan rHuEPO masih terbatas untuk anemia

postpartum (Huch, 1992).

d. Besi Intravena

Saat ini secara internasional telah terjadi pergeseran mode terapi

untuk anemia dari transfusi darah kepada besi intravena. Transfusi

darah secara logis akan segera mengatasi kekurangan darah terutama

akibat perdarahan yang sifatnya akut, namun efek samping transfusi

yang dahulu tidak terlalu diperhitungkan kini makin menjadi

perhatian penting seiring dengan perkembangan konsep baru di

dunia kedokteran yakni patient safety (Bachnas, 2009).

Risiko transfusi darah yang tinggi diantaranya reaksi transfusi,

berupa: reaksi alergi; urtikaria; demam; dan lain sebagainya,

23

Page 24: Mini Seminar

penularan berbagai jenis penyakit infeksius, semisal: hepatitis B;

hepatitis C; HIV; CMV; toxoplasma; malaria; dan lain sebagainya,

ketidakcocokan darah (ABO-Rh mismatch), hemolisis baik tipe

cepat maupun lambat, alloimunisasi, hingga transfusion related acute

lung injury (TRALI) yang dapat berakibat pada kematian. Dengan

meningkatnya kekhawatiran ini maka beralihlah mode terapi

transfusi darah menjadi terapi besi intravena (Bachnas, 2009).

Kegagalan terapi sering terjadi dengan penggunaan preparat besi

oral. Kondisi ini terjadi ketika intake besi sudah adekuat tetapi

bermasalah pada proses absorbsi, dan distribusi besi ke sumsum

tulang untuk pembentukan hemoglobin. Untuk pasien seperti ini

pemberian besi intravena merupakan terapi yang lebih disukai

(Kaplinsky, 2008).

Kini telah ditemukan pembawa baru besi intravena yakni

sukrosa. Dengan pemberian besi sukrosa intravena kadar

hemoglobin akan meningkat pesat dalam hitungan hari. Efek

samping pun sangat minimal. Reaksi alergi minor dilaporkan pada

0,05% kasus, sementara reaksi alergi berat seperti anakfilakasis

belum dilaporkan. Sehingga besi sukrosa intravena dengan cepat

mendapat respon yang baik di seluruh dunia untuk kemudian secara

internasional menjadi terapi pilihan pertama pada anemia (Bachnas,

2009).

Dalam pertemuan Network for Advancement of Transfusion

Alternatives (NATA) April 2005, penggunaan besi sukrosa intravena

direkomendasikan untuk berbagai macam kondisi anemia,

diantaranya anemia pada kehamilan serta anemia post partum

(Bachnas, 2009).

Selain besi sukrosa, besi intravena lain yaitu besi

carboxymaltose. Besi carboximaltose merupakan preparat besi

intravena non-dextran yang dibuat untuk pemberian besi intravena

dosis tinggi. Pemberian besi carboxymaltose IV dosis tinggi terbukti

efektif untuk mengatasi anemia postpartum. Jika dibandingkan

24

Page 25: Mini Seminar

dengan SF, besi carboximaltose IV lebih dapat ditoleransi, respon

peningkatan Hb lebih cepat, korekasi terhadap anemia lebih dapat

diaandalkan (Wyck, 2007).

Contoh-contoh preparat besi intravena (Brugnara, 2009):

High molecular weight iron dextran, dulu bertahun-tahun

digunakan sebagai preparat besi intravena. Kelebihannya

memungkinkan pemberian besi dengan dosis penuh.

Bagaimanapun, karena sifat antigenitas dari makromolekul dextran

yang menyebabkan reaksi alergi yang berat, para klinisi membatasi

penggunaannya.

Low molecular weight iron dextran,merupakan besi intravena

dengan risiko terjadinya alergi jarang. Pada beberapa penelitian

pada wanita hamil dan gagal ginjal kronis menunjukkan

keberhasilan dan keamanan penggunaannya.

Iron sucrose, merupakan preparat besi intravena yang paling

populer khususnya untuk mengobati anemia ginjal. Hal ini juga

diteliti dalam bidang ginekologi, khususnya untuk anemia

postpartum, anemia dengan inflammatory bowel disease, dan pada

operasi elektif orthopedi. Pemberiannya dengan dosis 5-300

mg/perfusi dengan dosis maksimum 900 mg/ minggu (=3x300mg).

besi ini diencerkan dalam 1 ml NaCl 0,9% per mg besi dan

diberikan secara infuse 15-45 menit. Produk ini sangat aman, dan

reaksi alergi kurang dari 1/100.000 infus.

Ferric gluconate merupakan besi intravena yang lain yang

digunakan untuk pasien-pasien hemodialisa, anemia akibat kanker,

dan pasien anemia yang dirawat di ICU. Karena stabilitas

molekulnya, hanya membutuhkan sedikit yang diinfuskan tanpa

risiko efek yang serius

Ferric carboxymaltose, merupakan besi intravena yang paling

banyak beredar di Eropa. Percobaan klinis pada gagal ginjal kronis,

pengobatan anemia postpartum dan inflammatory bowel disease

memperlihatkan keberhasilan dan keamanannya. Yang paling

25

Page 26: Mini Seminar

penting pada pemberian preparat ini adalah dapat diberikan sampai

1000 mg besi, dengan hampir tidak ada risiko efek samping dengan

waktu pemberian yang singkat (15 menit).

Ferumoxytol merupakan besi oksida nanopartikel yang dilapisi

polyglucose sorbitol carboxymethylether untuk meminimalkan

sensitivitas imun sehingga dapat diberikan dosis tinggi. Percobaan

menunjukkan keberhasilan dari obat baru ini untuk anemia dengan

gagal ginjal kronis.

Penanganan anemia dalam nifas secara umum adalah sebagai

berikut:

1) Lakukan pemeriksaan Hb post partum, sebaiknya 3-4 hari

setelah anak lahir. Karena hemodialisis lengkap setelah

perdarahan memerlukan waktu 2-3 hari.

2) Tranfusi darah sangat diperlukan apabila banyak terjadi

perdarahan pada waktu persalinan sehingga menimbulkan

penurunan kadar Hb < 5 gr (anemia pasca perdarahan).

3) Anjurkan ibu makan makanan yang mengandung banyak protein

dan zat besi seperti telur, ikan, dan sayuran.

2.2.6 Pencegahan

Center for Disease Control and Prevention merekomendasikan

untuk melakukan skrining anemia terhadap wanita 4-6 minggu

postpartum, dengan perdarahan yang banyak sewaktu melahirkan, dan

pada kelahiran kembar (Bornard, 2002).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen besi

pada masa kehamilan memberikan hasil kadar hemoglobin ibu lebih

tinggi sampai 2 bulan postpartum dan konsentrasi serum feritin lebih

tinggi sampai 6 bulan postpartum. Level feritin memberikan gambaran

jumlah cadangan besi dalam tubuh (Caughlan, 2009).

Selama kehamilan, absorbsi besi lebih efisien. Hal ini

menguntungkan bagi wanita hamil yang membutuhkan peningkatan

kadar zat besi dalam tubuh. Mengingat kebutuhan kalori tidak

meningkat sebanyak itu (hanya membutuhkan 300 tambahan kalori),

26

Page 27: Mini Seminar

untuk mendapatkan kebutuhan zat besi diperlukan tambahan sebesar

3000 kalori sehari. Hal ini kemudian menyebabkan suplemen besi lebih

banyak dipilih. Besi bukan hanya satu-satunya yang mampu

mempertahankan kadar hemoglobin. Banyak dari perempuan yang

mengalami anemia tidak responsif hanya dengan pemberian preparat

besi saja. Asam folat, B12 dan protein semuanya mempunyai peran

pada struktur hemoglobin. Vitamin A dan C juga memberikan

kontribusi dalam absorbsi besi (Bornard, 2002).

Prinsip pencegahan terjadinya anemia postpartum adalah

perdarahan selama persalinan harus diminimalkan dengan

penatalaksanaan aktif pada kala tiga. Wanita dengan risiko tinggi

mengalami perdarahan harus dianjurkan untuk melahirkan di rumah

sakit. Kontrol yang ketat terhadap wanita yang berobat dengan

antikoagulan seperti low-molecular-weight-heparin (LMWH) akan

meminimalisir kehilangan banyak darah (Rege, 2008).

Berdasarkan fakta yang didukung dengan berbagai hasil penelitian,

menejemen aktif kala tiga merupakan suatu metode yang terbukti untuk

menurunkan jumlah kehilangan darah postpartum. Hb sebelum

persalinan harus dioptimalkan untuk mencegah terjadinya anemia

(Rege, 2008).

27

Page 28: Mini Seminar

D. Pathway

28

Proses persalinan

Bayi melewati jalan lahir

Distensi akut

Robekan pembuluh darah Tindakan episotomi

Kegagalan proses hemoestatis pada luka robekan

Pembuluh darah tidak terikat sempurna

HEMATOMA VULVA

Perawatan luka yang buruk

Ruptur hematoma

Perdarahan

Fx predisposisi : makrosomia, gemelli,

distosia

Blood less

ANEMIA

Fx predisposisi : riwayat anemia

saat hamil, multiparitas, psikososial

Aliran darah k e perifer ↓

Transport O2 ke jaringan ↓

Metabolisme aerob ↓

Kelelahan, keletihan

Nutrisi ↓

Defisiensi vit. C

Absorbsi Fe terganggu

Hipoksia, pucat

Hb ↓

Hb + O2 → HbO2

(terganggu)

Kompresi jaringan

Nadi ↑ RR ↑

Page 29: Mini Seminar

BAB III

KERANGKA KONSEP ASUHAN

3.1. Teori Asuhan Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan

dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari

pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan

evaluasi (Varney, 2004).

I. Pengkajian data

Pengkajian data adalah pengumpulan semua data yang dibutuhkan untuk

mengevaluasi keadaan pasien. Pengkajian data merupakan langkah pertama

mengumpulkan semua informasi yang akurat dari semua sumber yang

berkaitan dengan kondisi pasien (Varney, 2004).

1) Data subyektif

Data subyektif yaitu data yang didapat klien sebagai suatu pendapat

terhadap suatu situasi dan kejadian (Nursalam, 2001). Data subyektif yang

meliputi :

a) Identitas

Menurut Ambarwati (2010), identitas untuk mengetahui status klien

secara lengkap sehingga sesuai dengan sasaran, meliputi :

Nama : nama jelas dan lengkap, bila perlu namapanggilan

seharihari agar tidak keliru dalam pemberian pelayanan

Umur : dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya

risiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum

matang, mental dan psikisnya belum siap, apabila umur lebih dari

35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas

Suku bangsa : berpengaruh pada adat-istiadat atau kebiasaan

sehari-hari.

Agama : untuk memberikan motivasi kepada pasien sesuai

dengan agama yang dianut.29

Page 30: Mini Seminar

Pendidikan : berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk

mengetahui sejauh mana tingakat intelektualnya, sehingga bidan

dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya.

Pekerjaan : untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial

ekonominya

Alamat : ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah

bila diperlukan

b) Keluhan utama

Untuk mengetahui masalah yang dihadapi pasien yang berkaitan dengan

maa nifas (Ambarwati, 2010). Keluhan-keluhan yang dirasakan pada ibu

nifas dengan anemia sedang adalah pasien merasa pusing, lelah, dan

badan terasa lemas (Manuaba, 2001).

c) Riwayat penyakit

Riwayat penyakit sekarang

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

penyakit yang dideritaa pada saat ini yang ada hubungannya dengan

masa nifas danbayinya (Ambarwati, 2010).

Riwayat penyakit sistemik

data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinaan adanya riwayat

penyakit akut, kronis seperti : jantung, DM, hipertensi, aasma yang

dapat mempengaruhi masa nifas (Retna, 2008).

Riwayat kesehatan keluarga

Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya

pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien

dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit yang menyertai (Retna,

2008).

Riwayat keturunan kembar

Data ini diperlukan untuk menegetahui kemungkinan adanya

riwayat keturunan kembar (Wiknjosastro, 2006).

Riwayat operasi

Dikaji untuk mengetahui apakah ibu pernah melakukan operasi apa

tidak (Farrer, 2001).

30

Page 31: Mini Seminar

d) Riwayat menstruasi

Dikaji untuk mengetahui tentang menarche umur berapa, siklus berapa

hari, lama, banyaknya darah, teratur atau tidak, sifat darah dan

disminorhoe atau tidak (Prawirohardjo, 2006).

e) Riwayat KB

Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi

jenis apa, berapa lama, apakah ada keluhan selama menggunakan alat

kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke

kontrasepsi apa (Ambarwati, 2010).

f) Riwayat perkawinan

Untuk mengetahui berapa kalai menikah, satus pernikahan syah atau

tidak, karena bila melahirkan tanpa status yang jelas akan berkaitan

dengan psikologinya sehingga akan mempengaruhi proses nifas

(Ambarwati, 2010).

g) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Untuk mengetahui riwayat kehamilan yang lalu apakah aa penyulit yang

menyertai kehamilan, mengetahui apakah usia kehamilan aterm atau

premature dan normal atau tidak, untuk mengetahui nifas yang lalu

normal atau aada komplikasi dan bagaimana laktasinya (Retna, 2010).

h) Riwayat kehamilan ini

Untuk mengetahui HPHT, HPL, keluhan yang dirasakan pada trimester

I, II, III, ANC berapa kali, teratur atau tidak, penyuluhan yang pernah

didapat, berapa kali imunisasi TT selama hamil, dan pergerakan janin

dirasakan sejak mulai usia kehamilan berapa bulan (Retna, 2010)

i) Riwayat persalinan sekarang

Untuk mengetahui tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin

anak, keadaan bayi meliputi panjang badan, berat badan, penolong

persalinan. Hal ini perludikaji untuk mengetahui apakah proses

persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada

masa nifas saat ini (Ambarwati, 2010).

j) Pola kebiasaan sehari-hari

31

Page 32: Mini Seminar

Nutrisi

Dikaji untuk mengetahui tentang pola makan dan minum, frekuensi,

banyaknya, jenis makanan, dan makanan pantangan (Ambarwati,

2010).

Eliminasi

Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu buang air besar meliputi

frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air

kecil meliputi frekuensi, warna dan jumlah (Retna, 2008).

Saat masa nifas ibu harus sudah dapat buang air kecil sendiri setiap

3-4 jam (Ambarwati, 2010).

Pola istirahat

Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jumlah jam

tidur, kebiasaan sebelum tidur, istirahat sangat penting bagi ibu ifas

karena dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat

penyembuhan (Ambarwati, 2010).

Data psikososial

Untuk mengetahui respon ibu dan keluarga terhadap bayinya misal

wanita banyak mengalami banyak perubahan emosi atau psikologis

selama mas nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang

ibu (Ambarwati, 2010.

Kebiasaan sosial budaya

Untuk mengetahui pasien dan keluarga yang menganut adat istiadat

yang akan menguntungkan atau merugikan pasien khususnya pada

masa nifas misalnya pada kebiasaan pantangan makanan

(Ambarwati, 2010).

Personal hygiene

Saat masa nifas dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga

kebersihan tubuh terutama pada daerah genetalia, karena pada mas

nifas masih mengeluarkan lochea dan beritahu ibu tentang jumlah,

warna, dan bau lochea sehingga apabila ada kelainan dapat

diketahui secar dini, untuk mengetahui keadaan perinium yang

32

Page 33: Mini Seminar

meliputi oedema, hematoma, bekas luka episiotomi, heating dan

mengetahui keadaan luka pada jalan lahir (Ambarwati, 2010).

Aktifitas

Menggambarkan pola aktifitas pasien seharihari, pada pola ini perlu

dikaji untuk mengetahui pengaruh aktifitas terhadap kesehatannya

(Ambarwati, 2010). Saat masa nifas mobilisasi sedini mungkin

seperti latihan miring kanan, miring kiri dan berjalan-jalan dapat

mempercepat proses pengembalian alatalat reproduksi (Suberni,

2008).

2) Data obyektif

Data obyektif yaitu data yang dapat diobservasi dan diukur (Nursalam,

2001). Anatara lain :

a) Pemeriksaan umum

Keadaan umum : untuk mengetahui keadan umum ibu

apakah baik, sedang, buruk (Alimul, 2006). Keadaan umum pada

masa nifas dengan anemia sedang adalah baik (Notobroto, 2007).

Kesadaran : adalah ukuran dari kesadaran dan respon

seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan. Kesadaran

dibedakan menjadi komposmentis, apatis, delirium, somnolen,

sopora, koma (Shanty, 2011). Pada masa nifas kesadaran adalah

dimana keadaan ibu setelah melahirkan dalam keadaan baik tidak

mengarah pada tanda-tanda yang abnormal (Mariana, 2006). Ibu

nifas dengan anemia sedang kesadarannya adalah composmentis

(Notobroto, 2007).

Tanda vital

Tekanan darah : untuk mengetahui tekanan darah normal

atau tidak, tekanan darah normal yaitu 120/80 – 140/90 mmHg

(Saifuddin, 2002).

Suhu : suhu normal berkisar antara 36,5° C –

37,5° C tergantung pada usia (Retna, 2008). Peningkatan suhu

badan mencapai pada 24 jam pertama masa nifas pada umumnya

disebabkan karena dehidrasi, yang disebabkan oleh keluarnya

33

Page 34: Mini Seminar

cairan pada waktu melahirkan, selain itu bisa disebabkan karena

istirahatdan tidur diperpanjang selama awal pesalinan, pada

umumnya setelah 12 jam post partum suhu tubuh kembali

normal. Kenaikan suhu yang mencapai > 38°C adalah mengarah

ke tanda-tanda infeksi (Ambarwati, 2010).

Nadi : nadi normal berkisar antara 60-80x/menit,

denyut nadi diatas 100x/menit pada masa nifas adalah

mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa

diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan

darah yang berlebihan, denyut nadi dihitung selama 1 menit

penuh (Ambarwati, 2010).

Respirasi : beberapa ibu postpartum kadang-kadang

mengalami brakikardi puerperal, yang denyut nadinya mencapai

serendah-rendahnya 40 – 50x/menit. Pernafasan harus berada

dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30x/menit dihitung

selama 1 menit penuh (Theresa, 2008).

Berat badan : untuk mengetahui adanya kenaikan berat

badan selama kehamilan, penambahan berat badan rata-rata 0,3-

0,5 kg/minggu, tetapi nilai normal untuk penambahan berat

badan selama kehamilan 9-12 kg (Theresa, 2008).

Tinggi badan : untuk mengetahui tinggi badan pasien

kurang dari 140 cm atau tidak, termasuk risiko tinggi atau tidak

(Alimul, 2004).

b) Pemeriksaan sistematis

Pemeriksaan sistematis yaitu pemeriksaan dengan melihat klien dari

ujung rambut sampai ujung kaki.

Kepala rambut : untuk mengetahui apakah rambut bersih, tidak

rontok, tidak ada ketombe (Alimul, 2004).

Muka : keadaan muka pucat atau tidak, adakah kelainan,

adakah oedema (Arita, 2008). Keadaan ibu nifas dengan anemia

sedang yaitu pucat (Admin, 2009).

34

Page 35: Mini Seminar

Mata : untuk mengetahui conjunctiva berwarna

kemerahan atau tidak, sklera berwarna putih atau tidak (Alimul,

2004). Ibu ifas dengan anemia sedang terlihat pucat, konjuctiva

tidak berwarna kemerahan, dan sklera berwarna putih (Admin,

2009).

Hidung : untuk mengetahu ada benjolan atau tidak (Alimul,

2004).

Telinga : bagaimanakah keadaan telinga, ada serumen atau

tidak, simetris atau tidak (Admin, 2009).

Mulut dan gigi : untuk mengetahui bersih atau kotor, ada stomatitis

atau tudak, ada carie gigi atau tidak (Alimun, 2004).

Leher : ada pembesaran kelenjar tyrois atau tidak, ada

pembesaran kelenjar limfe atau tidak, ada tumor atau benjolan apa

tidak (Arita, 2008).

Dada dan axila

Dada

Dikaji untuk mengetahu simetris apa tidak, ada retraksi dinding

dada apa tidak (Sulistyawati, 2009).

Mammae

Untuk mengetahui simetris atau tidak, konsistensi, ada

pembengkakan atau tidak, puting menonjol atau tidak, lecet

atau tidak (Ambarwati, 2010).

Pada masa nifas pemeriksaan mammae dikaji untuk mengetahui

ASI sudah keluar atau belum (Ambarwati, 2010).

Axilla

Adakah benjolan atau tidak, ada pembengkakan atau tidak, ada

nyeri tekan atau tidak (Retna, 2008).

Eketremitas

Untuk mengetahui ada oedema atau tidak, ada varices atau tidak,

reflek patella positif atau tidak (Arita, 2008).

Pada masa nifas Hofman sign dikaji unuk mengetahui ada

tromboflebitis atau tidak, kaki oedema atau tidak (Retna, 2010).

35

Page 36: Mini Seminar

Genetalia

Perineum utuh atau terjadi rupture.Dilihat tiap 8 jam untuk

mengetahui : Tanda-tanda infeksi dan Luka jahitan perineum baik/

terbuka

Lochea

Lochea rubra = hari 1-3, berwarna kekuningan.

Lochea sanguinolenta =  hari 3-7, berwarna merah dan hitam.

Loche serosa = hari 7-14, berwarna kekuningan.

Lochea alba = setelah 14, hari berwarna putih.(Manuaba, 1998 :

93).

II. Intepretasi Data

Intepretasi data adalah penyimpulan singkat yang didapat dari hasil

melakukan pengkajian data secara subjektif dan objektif. Nantinya dari

intepretasi inilah dapat diketahui tindakan apa yang harus dilakukan. Pada

intepretasi data biasanya berisi diagnose kebidanan sesuai nomenklatur bidan

dengan data dasar dari subjektif yang telah disebutkan ibu dan objektif dari

hasil pemeriksaan bidan sendiri. Beberapa disertai masalah penyerta kondisi

ibu. Contoh intepretasi data adalah sebagai berikut:

Diagnosa : P...,....jika post partum, keadaan umum ...., jenis persalinan.........,

laktasi lancar/ tidak involusi baik/tidak, TFU........, kontraksi ........, perineum

ruptur/tidak perdarahan dengan……… diisi sesuai nomenklatur kebidanan

Masalah: - Anemis

- Cemas karena perdarahan yang terus menerus (Rustam, 1998 : 302)

III. Diagnosa Masalah Potensial dan Antisipasi

Identifikasi masalah atau diagnosa potensial ditegakkan berdasarkan

diagnosa atau masalah yang telah ditentukan. Dari diagnosa yang telah ada,

jika tidak segera teratasi maka bisa menjadi suatu masalah baru. Masalah baru

inilah yang disebut dengan diagnosa potensial. Sebagai kata lain adalah

prognosa dari diagnose kebidanan yang ditegakkan sebelumnya.

IV. Identifikasi Kebutuhan Akan Tindakan Segera Atau Kolaborasi

36

Page 37: Mini Seminar

Langkah ini dilaksanakan oleh bidan dengan rencana yang telah

ditetapkan saat menemui masalah potensial. Pada langkah ini bidan

melakukannya secara mandiri, tapi bila terjadi kegawatan perlu dilakukan

kegiatan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain jika perlu dilakukan rujukan

tergantung wilayah kerja apakah di Praktik Mandiri atau Rumah Sakit.

Pelaksanaan tindakan selalu diupayakan dalam waktu yang singkat, efektif,

hemat dan berkualitas. (Depkes RI, 1995 : 11)

V. Rencana Asuhan

Rencana Asuhan berisi tujuan, criteria hasil dan intervensi. Tujuan

itu sendiri merupakan harapan yang diinginkan oleh bidan setelah klien atau

pasien diberi asuhan kebidanan sesuai masalah yang dialami. Sebagai

contohnya adalah, kondisi ibu menjadi baik dalam 40 menit setelah mendapat

penanganan atau bisa juga ibu bersedia dirujuk jika tindakan gagal.

Kriteria Hasil, tolak ukur yang dapat diukur dengan pasti sebagai

upaya mencapai tujuan yang diinginkan. Contohnya sebagai berikut:

- Gejala kardinal dalam batas normal :

T : 100/70-130/90 mmHg

S : 36,5oC-37,5oC

N : 70-100x/menit

Rr : 16-20x/menit

-    Hb dalam batas normal (10-14 mg %)

-    Ibu tidak pucat dan kelihatan anemis

-    Perdarahan normal tanpa stolsel

-    Fundus teraba bulat dan keras

Intevensi, merupakan inti dari rencana asuhan apa yang akan

diberikan bidan terhadap klien atau pasien. Setelah mengetahui diagnosa bidan

harus tahu tindakan atau asuhan apa yang akan diberikan. Dalam intervensi

disertai dengan rasionalisasi sebagai alasan masuk akal yang melatar belakangi

mengapa tindakan tersebut harus dilakukan. Supaya tindakan tersebut

berlandaskan dan tidak sekedarnya. Sebagai contoh intervensi dalam masalah

anemia postpartum adalah sebagai berikut:

1. Berikan penjelasan tentang kondisi ibu!

37

Page 38: Mini Seminar

R/ Dengan memberi penjelasan tentang kondisinya, ibu mengerti dan

kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan.

2. Ukur haemoglobin ibu!

R/ Dengan mengukur haemoglobin ibu pemeriksa mengetahui separah apa

tingkat anemia yang dialami ibu juga untuk membantu dalam menentukan

jumlah kehilangan darah, selain itu sebagai bentuk follow-up dari tindak

lanjut masalah yang dialami. Apakah sudah membai atau semakin parah.

3. Observasi keadaan umum, TTV, involusi, lochea, laktasi, dan konsistensi

rahim!

R/ Dengan mengobservasi keadaan umum, TTV, involusi uterus, lochea,

laktasi dapat menegakkan deteksi dini adanya kelainan sehingga dapat

segera dilakukan tindakan. Selain itu, masalah anemia juga didapati dari

nadi dan pernafasan yang meningkat serta suhu dan tekanan yang menurun

sebagai kompensasi akibat kehilangan darah berlebih, keadaan umum pucat

dan hipoksia karena tidak ada oksigen yang dibawa oleh darah untuk

memberi makan jaringan, involusi uterus lochea dan laktasi merupakan

evaluasi apakah anemia tersebut mengganggu involusi dan apakah

penyebab anemia karena ibu yang tidak menyusui.

4. Pasang infus 1 atau 2 line intravena dari cairan isotonik/elektrolit dengan

kateter 18G atau melalui jalur vena sentral!

R/ Dengan memasang infus 1 atau 2 line intravena dari cairan

isotonic/elektrolit dengan kateter 18G atau melalui vena sentral dapat

mempercepat absorbsi cairan atau produk darah untuk meningkatkan

volume sirkulasi dan mencegah pembekuan serta mencegah dehidrasi

akibat kehilangan darah. (Doenges, 2001 : 493)

5. Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30o dan tubuh horizontal!

R/ Dengan melakukan tirah baring dan kaki ditinggikan 20-30o dengan

posisi tubuh horizontal dapat meningkatkan aliran baik vena, menjamin

persediaan darah ke otak dan organ vital lainnya lebih besar.

6. Pantau input dan output cairan dalam tubuh ibu!

R/ Dengan memantau input dan output cairan dalam tubuh ibu maka

diketahui dengan pasti bagaimana alur pemasukan dan pengeluaran cairan,

38

Page 39: Mini Seminar

selain menjaga kondisi ibu tetap stabil juga mencegah ibu dari dehidrasi

karena banyak kehilangan darah dan cairan.

7. Beri suplemen zat besi sesuai etiologi anemia!

R/ Dengan memberi suplemen besi dapat mengatasi anemia defisiensi besi

yag terjadi pada ibu sebab anemia sering menyertai infeksi, memperlambat

dan merusak sistem imun. (Doenges, 2001 : 496)

8. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan bervariasi!

R/ Dengan menganjurkan ibu mengkonsumsi makanan bergizi dan

bervariasi dapat membantu mencegah malnutri yang mengakibatkan

anemia defisiensi nutrisi, juga dapat mempelancar involusio.

VI. Implementasi

Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh yang telah disusun

dilaksanakan secara efisien dan aman. Tindakan yang dilakukan dalam

memberikan asuhan kepada ibu nifas normal sesuai dengan rencana yang telah

disusun berdasarkan diagnosa dan masalah yang telah timbul. Di dalam tahap

ini, bidan melakukan observasi sesuai kriteria evaluasi yang direncanakan.

Beberapa hal yang mendapat perhatian dalam tahap pelaksanaan adalah :

1. Intervensi yang dilakukan harus berdasarkan prosedur tetap yang lazim

diakukan.

2. Pengamatan yang telah dilakukan secara cermat dan tepat sesuai dengan

kriteria dan evaluasi yang telah ditetapkan.

3. Pengendalian kepala klien/pasien, sehingga secara berangsur-angsur

mencapai kondisi yang diharapkan.(Pusdiknakes, 1994 : 5-6).

VII. Evaluasi

Setelah dilakukan implementasi dilanjutkan dengan langkah evaluasi.

Evaluasi adalah tindakan pengukuran antara keberhasilan dari rencana. Jadi

tujuan evaluasi didalam manajemen kebidanan adalah untuk mengetahui sejauh

mana keberhasilan tindakan kebidanan yang dulakukan dengan metode SOAP :

S : Subyektif

Data yang merupakan informasi keluhan yang diperoleh dari hasil

wawancara langsung dengan pasien atau keluarga maupun tenaga

kesehatan lain.

39

Page 40: Mini Seminar

O : Obyektif

Pemeriksaan yang merupakan pemeriksaan fisik, laboratorium sederhana.

A : Assesment

Kesimpulan dari data subyektif dan obyektif.

P : Planning

Rencana lanjutan dari tindangan yang telah dilakukan dengan berpedoman

pada tingkap keberhasilan yang dicapai dan masalah baru yang

teridentifikasi (Depkes RI, 1995 : 9).

40

Page 41: Mini Seminar

BAB IV

ASUHAN KEBIDANAN

4.1 Kasus

Ny. D dirujuk oleh bidan dari praktik mandiri pada 27 September 2015

pukul 11.00 WIB. Ny D berusia 22 tahun merasakan kenceng-kenceng dan

mengeluarkan lendir bercampur darah pada pukul 02.00 WIB. Periksa ke Bidan

dan dilakukan observasi dan pemeriksaan sampai persalinan. Pukul 04.10 WIB

ingin mengejan dan tidak bisa ditahan dan jam 04.30 bayi lahir hidup, spontan,

perempuan, dengan BB 3100 gram dan PB 50 cm langsung menangis keras, tidak

ada kelainan, placenta lahir spontan 5 menit kemudian. Pukul 05.20 WIB tiba-tiba

ibu mengatakan pusing, keluar darah banyak dari jalan lahir dan tubuh terasa

lemas. Ibu distabilisasi dengan infus RL lalu segera dirujuk ke RSUD Caruban.

Hasil pemeriksaan didapati Tekanan Darah 90/70 mmHg, Nadi 100x/menit, suhu

37oC dan Respirasi 26x/menit. Hb 7,2 gr% dengan conjunctiva pucat, wajah dan

bibir pucat, lidah putih tetapi tidak kotor ataupun pecah-pecah, ekstrimitas dingin

dan sianosis, terdapat perdarahan dari jalan lahir.

41

Page 42: Mini Seminar

Asuhan Kebidanan

Pada Ny”D” P1001 Post Partum 2 Jam Dengan Anemia Berat.

Tanggal     : 27-09-2015                                                         No. RM : 096337

Tempat      : Ruang Pinang RSUD Caruban

Jam            : 11.30 WIB

1.      PENGKAJIAN DATA

A. Data Subyektif

1) Biodata

Istri                          Suami

Nama                           :  Ny. “D”                    Tn “J”

Umur                           :  22 tahun                   24 tahun

Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia

Agama                         :  Islam                        Islam

Pendidikan                  :  SD                         SMP

Pekerjaan                     :  Tani                          Tani

Alamat                         :  Ds. Monang RT 31 Kare

2) Keluhan Utama

Ibu mengatakan badannya lemas setelah melahirkan anak pertamanya

3) Riwayat Penyakit

a)      Riwayat penyakit ibu

Ibu mengatakan tidak pernah dan tidak sedang menderita penyakit misalnya

dengan gejala seperti batuk darah (TBC), sesak nafas (Asma), jantung berdebar-

debar (jantung koroner), sering makan, minum, kencing (Diabetes Melitus),

penyakit seluruh tubuh kuning (hepatitis), tekanan darah tinggi (hipertensi) dan

tidak sedang menderita penyakit menular maupun penyakit keturunan lainnya

tetapi ibu mengeluhkan sering lemah, letih dan pusing tiba-tiba apalagi saat

menstruasi (anemia)

b)   Riwayat penyakit keluarga

Ibu mengatakan di dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit dengan

gejala seperti batuk darah (TBC), sesak nafas (Asma), jantung berdebar-debar

42

Page 43: Mini Seminar

(jantung koroner), sering makan, minum, kencing (Diabetes Melitus), penyakit

seluruh tubuh kuning (hepatitis), tekanan darah tinggi (hipertensi) dan tidak

sedang menderita penyakit menular maupun penyakit keturunan lainnya. Di dalam

keluarga juga tidak mempunyai riwayat anak kembar.

c) Riwayat Operasi

Ibu mengatakan tidak pernah masuk rumah sakit dan tidak pernah menjalani

operasi apapun.

4) Riwayat Menstruasi

Menarche : 14 tahun

Siklus : 28 hari. Teratur

Lamanya : 7 hari

Banyaknya : hari ke 1-3 ganti pembalut 3-4x/hari

hari ke 4- hari terakhir ganti pembalut 2x/hari

Konsistensi  : encer, tidak ada gumpalan

Warna : merah segar

Bau : anyir

Keluhan : tidak ada keluhan (dysminorhea)

5) Riwayat KB

Ibu belum pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun. Rencananya ibu ingin

menggunakan KB tetapi tidak tahu metode apa yang akan dipilih.

6) Riwayat Perkawinan

Lama kawin : 1 Tahun

Pernikahan ke : 1

Usia ibu saat kawin : 21 Tahun

Usia bapak saat kawin: 23 Tahun

7) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu

Ibu mengatakan ini adalah pengalaman pertamanya memiliki anak.

8) Riwayat Kehamilan Sekarang

Ibu hamil 9 bulan periksa ke bidan 7x dan mendapat TT 2x pada usia kehamilan 3

bulan dan 4 bulan. Ibu mendapat tablet Fe, Calc dan vitamin C dan iodium 1

tablet. Ibu juga mendapat penyuluhan tentang nutrisi, personal hygiene, perawatan

43

Page 44: Mini Seminar

payudara. Ibu mengatakan telah berusaha mengikuti anjuran bidan dengan

harapan bayinya dapat lahir sehat.

9) Riwayat Persalinan Sekarang

Tanggal 27 September pukul 02.00 WIB. Ibu merasakan kenceng-kenceng dan

mengeluarkan lendir bercampur darah. Periksa ke Bidan dan dilakukan observasi

dan pemeriksaan sampai persalinan. Pukul 04.10 WIB ingin mengejan dan tidak

bisa ditahan dan jam 04.30 bayi lahir hidup, spontan, perempuan, dengan BB

3100 gram dan PB 50 cm langsung menangis keras, tidak ada kelainan, placenta

lahir spontan 5 menit kemudian. Pukul 05.20 WIB tiba-tiba ibu mengatakan

pusing, keluar darah banyak dari jalan lahir dan tubuh terasa lemas.

Perdarahan tersebut disebabkan ada robekan pada perineum dan dilakukan

penjahitan, oleh Bidan ibu dipasang infus dan langsung dirujuk ke Ruang Bersalin

RSUD Caruban. Hasilnya. Setelah itu ibu dikirim ke Ruang Pinang.

10) Riwayat Nifas Sekarang

Ibu mengatakan badannya lemas, ganti pembalut 1x, pengeluaran pervaginam

berwarna merah tua. ASI keluar lancar dan ingin menyusui bayinya secara

ekslusif.

11) Pola kebiasaan sehari-hari

a) Nutrisi

Selama nifas     :  Ibu makan makanan dari bagian Gizi RS dengan  menu nasi ½

piring, lauk telur dan tempe, sayur sop, air teh manis dan air putih 1 gelas.

b)      Eliminasi

Selama nifas     :  Ibu BAK sudah 3x tapi belum BAB

c)      Istirahat tidur

Selama nifas     :  Ibu tidak dapat istirahat karena badan terasa lemas dan sering

terbangun karena lelah setelah persalinan.

d)     Aktifitas

Selama nifas     :  Ibu tidak melakukan aktifitas apapun hanya tidur ditempat tidur

karena badan lemas pasca persalinan.

e)      Pola seksual

Selama nifas     :  Ibu tidak berhubungan seksual

f)       Personal hygiene

44

Page 45: Mini Seminar

Selama nifas     :  Setelah nifas, ibu belum mandi hanya disibin, ganti pembalut

1x, ganti baju 1x.

g)      Psikososial dan spiritual

Ibu mengatakan sangat lega anak pertamanya dapat lahir dengan selamat.

Hubungan keluarga harmonis. Sejak merasakan pusing, badan terasa lemas, ibu

cemas, takut terjadi kelainan nifas yang menimpanya sambil memejamkan mata

ibu berdoa agar semuanya berjalan dengan lancar.

h)      Kebiasaan sosial budaya

Ibu tidak menganut kebudayaan seperti pantang terhadap suatu jenis makanan,

pijat perut setelah melahirkan dan minum jamu.

B. Data obyektif

1)   Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : lemah T    : 90/70 mmHg

Kesadaran : composmentis N   : 100x/menit

BB : 65 kg S    : 37oC

TB : 155 cm Rr  : 26x/menit

2)   Pemeriksaan fisik

Kepala          :  Rambut bersih, penyebaran merata, tidak ada ketombe

Muka            :  Pucat, sembab, ekspresi lemas dan menyeringai menahan nyeri.

Mata             :  Simetris, sklera putih, conjungtiva palpebra pucat, fungsi

penglihatan baik

Hidung         :  Simetris, selaput lendir bersih fungsi pembauan baik.

Telinga         :  Simetris, tidak ada serumen dan fungsi pendengaran baik.

Mulut           :  Bibir pucat, pecah-pecah, kering, mukosa lembab, tidak ada caries,

gusi tidak bengkak, tidak ada stomatitis, lidah agak pucat.

Leher           :  Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid maupun kelenjar lymfe, tidak

ada pembendungan vena jugularis.

Dada           :  Simetris, gerakan nafas cepat, tidak ada ronchi/wheezing, irama

jantung cepat,

45

Page 46: Mini Seminar

Payudara     : Simetris, hyperpigmentasi areola mammae, puting susu menonjol

bersih, colostrum +/+. Tidak ada benjolan abnormal, tidak nyeri

tekan

Abdomen     : Ada linea nigra, tidak ada luka bekas operasi. TFU 2 jari bawah

pusat, kontraksi uterus keras, kandung kemih kosong

Genetalia     : Kotor karena perdarahan, tidak ada oedema/varices vulva, tidak ada

pembengkakan kelenjar skene, maupun bartholini, tidak ada

condiloma acuminata yang tampak perdarahan warna merah tua

(lochea rubra), tampak jahitan perineum subcutis.

Anus             : Tidak ada haemorrhoid

Ekstremitas  :  Tidak ada oedema dan varices pada tungkai ekstremitas atas

maupun ekstremitas bawah kulit teraba dingin dan sedikit pucat.

3)      Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

a)      Hb                   : 7,2 gr%

b)      HbsAg             : (-)

c)      Gol Darah       : O

2.      INTERPRETASI DATA

Dx    :   Ny “D” P1001 post partum 2 jam dengan anemia berat

Ds    :  Ibu mengatakan setelah bayinya lahir ibu mengalami perdarahan banyak

dari jalan lahir dan dirujuk oleh Bidan ke RS, sekarang ibu merasa lemas

Do   :  -          Bayi lahir spontan jam 05.30 WIB dengan BB 3100 gram PB 50

cm, tidak ada kelainan. Placenta lahir lengkap 5 menit setelah bayi

lahir.

-          Perdarahan ± 100cc

-          Keadaan umum lemah, TFU 2 jari bawah pusat CU keras, lochea

rubra, colostrum belum keluar, perdarahan bau anyir.

-          Terpasang infus RL

-          Hb       : 6,9 gr%

-          Tanda-tanda vital

T :100/70 mmHg S : 37oC

46

Page 47: Mini Seminar

N :98x/menit Rr : 26x/menit

3.      DIAGNOSA MASALAH POTENSIAL DAN ANTISIPASI

Syok Hipovolemik

4.      KEBUTUHAN AKAN TINDAKAN SEGERA DAN KOLABORASI

- Kolaborasi dengan Obgyn untuk memberikan medikamentosa berupa:

1. Ferrosulfat 3x200mg/hari per oral setelah makan

2. Ferroglukonat 3x200mg/hari per oral setelah makan

- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan pengaturan menu makan yang

baik bagi ibu anemia postpartum.

5.      RENCANA ASUHAN

Tanggal 27-09-2015          Jam      : 11.40 WIB

Tujuan       :     Setelah dilakukan asuhan kebidanan ibu dapat melalui masa nifas

dengan baik tanpa komplikasi

Kriteria Hasil     :  

-  Tanda-tanda vital baik, dengan rentang

T       : 110/70-130/90 mmHg

N      : 60-80x/menit

S       : 365oC-375oC

Rr     : 16-20x/menit

-   Perdarahan tidak lebih dari 200cc

-   Tidak terjadi syok

- TFU turun dari hari ke hari sesuai dengan proses involusi sehinga pada hari ke

10 post partum tidak teraba lagi.

-   Perdarahan normal, lochea tidak berbau.

-   Ibu dapat melakukan perawatan diri dari bayinya.

-   Ibu tampak lebih tenang

-   Muka tidak pucat

-   Konjungtiva palpebra tidak pucat

-   Ekstremitas tidak pucat dan hangat

47

Page 48: Mini Seminar

Intervensi :

1. Berikan penjelasan tentang kondisi ibu!

R: Dengan memberi penjelasan tentang kondisinya, ibu mengerti dan

kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan.

2. Ukur haemoglobin ibu!

R: Dengan mengukur haemoglobin ibu pemeriksa mengetahui separah apa

tingkat anemia yang dialami ibu juga untuk membantu dalam menentukan

jumlah kehilangan darah, selain itu sebagai bentuk follow-up dari tindak

lanjut masalah yang dialami. Apakah sudah membai atau semakin parah.

3. Observasi keadaan umum, TTV, involusi, lochea, laktasi, dan konsistensi

rahim saat ini dan setiap 6 jam!

R: Dengan mengobservasi keadaan umum, TTV, involusi uterus, lochea,

laktasi dapat menegakkan deteksi dini adanya kelainan sehingga dapat segera

dilakukan tindakan. Selain itu, masalah anemia juga didapati dari nadi dan

pernafasan yang meningkat serta suhu dan tekanan yang menurun sebagai

kompensasi akibat kehilangan darah berlebih, keadaan umum pucat dan

hipoksia karena tidak ada oksigen yang dibawa oleh darah untuk memberi

makan jaringan, involusi uterus lochea dan laktasi merupakan evaluasi

apakah anemia tersebut mengganggu involusi dan apakah penyebab anemia

karena ibu yang tidak menyusui.

4. Lakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30o dan tubuh horizontal!

R: Dengan melakukan tirah baring dan kaki ditinggikan 20-30o dengan posisi

tubuh horizontal dapat meningkatkan aliran baik vena, menjamin persediaan

darah ke otak dan organ vital lainnya lebih besar.

5. Pantau input dan output cairan dalam tubuh ibu!

R: Dengan memantau input dan output cairan dalam tubuh ibu maka

diketahui dengan pasti bagaimana alur pemasukan dan pengeluaran cairan,

selain menjaga kondisi ibu tetap stabil juga mencegah ibu dari dehidrasi

karena banyak kehilangan darah dan cairan.

6. Beri medikamentosa sesuai saran dokter dan suplemen zat besi sesuai

etiologi anemia!

48

Page 49: Mini Seminar

R: Dengan memberi suplemen besi dapat mengatasi anemia defisiensi besi

yag terjadi pada ibu sebab anemia sering menyertai infeksi, memperlambat

dan merusak sistem imun. (Doenges, 2001 : 496)

7. Lakukan transfusi darah!

R: Dengan melakukan transfusi darah dapat mengganti darah yang hilang

dan menambah volume darah karena ibu memiliki riwayat anemia ringan

sebelum kehamilan dan dikhawatirkan kondisinya bisa memburuk sewaktu-

waktu.

8. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan bervariasi!

R: Dengan menganjurkan ibu mengkonsumsi makanan bergizi dan bervariasi

dapat membantu mencegah malnutrisi yang mengakibatkan anemia

defisiensi nutrisi, juga dapat mempelancar involusio.

6.      IMPLEMENTASI

Tanggal 27-09-2015                      Jam     :11.50 WIB

Implementasi :

1. Menjelaskan kepada ibu hasil pemeriksaan bahwa kondisi ibu saat ini

mengalami anemia karena kehilangan darah setelah persalinan akibat

robekan perineum tetapi ibu akan mendapat perawatan yang baik dan tepat

sehingga kondisinya segera membaik.

2. Mengukur Hb ibu untuk mengetahui tingkat keparahan anemia yang

ditimbulkan dari perdarahan. Sealin itu juga bisa dijadikan sebagai catatan

perkembangan adakah kemajuan sehingga terjadi peningkatan Hb

3. Mengobservasi KU , TTV, involusi, laktasi, lochea:

Hasilnya    :

T : 100/70 mmHg

S : 37oC

N : 96x/menit

Rr : 24x/menit

-          Laktasi belum lancar

-          TFU 2 jari bawah pusat

-          Perdarahan ± 100cc

49

Page 50: Mini Seminar

-          Konjungtiva palpebra pucat.

4. Melakukan tirah baring dengan kaki ditinggikan 20-30o dan tubuh horizontal

supaya otak dan organ vital di bagian atas tidak kekurangan oksigen dan

supply darah.

5. Memantau input dan output cairan dalam tubuh ibu. Ibu sudah menerima

infuse RL sebanyak 3 flash. Untuk pengeluaran, ibu mengeluarkan urin

sebanyak 100cc.

6. Memberi medikamentosa sesuai saran dokter dan suplemen zat besi sesuai

etiologi anemia. Anemia yang dialami ibu ini adalah anemia defisiensi besi.

Hal ini sudah dialami ibu sejak sebelum hamil. Selain itu, kehilangan darah

yang banyak saat persalinan dan terjadi robekan perineum memperparah

anemia yang ibu alami. Ibu diberi supplemen zat besi dan obat-obat untuk

menambah darah sesuai advice dokter yaitu pemberian Ferrosulfat

3x200mg/hari dan Ferroglukonat 3x200mg/hari per oral setelah makan.

7. Transfusi sudah dilakukan, ibu mulai menerima 1 kantung darah.

8. Menganjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang bergizi dan bervariasi

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi serta dapat digunakan dalam pemulihan

kondisi tubuh dan proses laktasi. Serta makanan yang tinggi kalori dan tinggi

protein seperti telur, tempe, daging, keju, kacang-kacangan, Mengkonsumsi

makanan sebanyak 3000 kalori tiap hari. Minum sedikitnya 3 liter air setiap

hari (anjurka ibu unuk minum setiap kali menyusui).

7.    EVALUASI

Tanggal 27-09-2015                      Jam      : 13.40 WIB

S   :    Ibu mengatakan sudah merasa lebih baik tetapi masih agak lemas

O  :  - Keadaan Umum      :  cukup

-   Perdarahan normal

-   Tanda-tanda vital

   TD : 90/70 mmHg

   S : 37oC

   N : 100x/menit

50

Page 51: Mini Seminar

   Rr : 26x/menit

-   TFU 2 jari bawah pusat, muka agak pucat, konjungtiva palpebra agak

pucat.

-   CU baik, teraba keras dan bundar.

-   Perdarahan normal tidak ada stolsel.

-   Ekstremitas hangat dan tidak pucat.

A  :    Ny”D” P1001 post partum 2 jam dengan anemia berat.

P   :   -     Lakukan observasi TTV, CU, perdarahan, keadaan umum setiap 6 jam

-          Laksanakan kolaborasi dengan Dokter Obgyn untuk memberikan

terapi obat

-          Hasil Observasi

      TD       : 100/70 mmHg

      S          : 36,8oC

      N         : 94x/menit

      Rr        : 22x/menit

Kontraksi uterus keras

Keadaan umum baik

Malang, 27 September 2015

Bidan Saptya Wulan

51

Page 52: Mini Seminar

DATA PERKEMBANGAN I

Tanggal 27 September 2015 Waktu : Pukul 19.00 WIB

S : ibu mengatakan masih lemas

Ibu mengatakan masih sedikit pusing

Ibu mengatakan masih perdarahan

Ibu mengatakan telah meminum obat yang diberikan oleh petugas kesehatan

O : KU : cukup, ibu tampak anemis

Kesadaran : composmentis

TTV : TD : 100/80 mmHg Conjungtiva : pucat

N : 92 x/menit

R : 22 x/menit S : 370C

PPV : Sedikit, ± 30 cc

Kontraksi uterus : keras

Post transfusi colf I WB

Terpasang infus RL 500 cc dengan tetesan 30x/menit.

A : Ny. D P1001 12 jam post partum dengan anemia berat.

P :

1. Memberitahu ibu dan keluarga keadaan ibu.

Ibu dan keluarga sudah tahu keadaan ibu.

2. Mengobservasi KU, perdarahan dan vital sign.

KU : Cukup, PPV : sedikit, TD : 100/80mmHg, N : 92x/menit, S : 370C, R :

22x/menit.

3. Memberikan transfusi darah Colf WB ke II pada pukul 19.00 WIB.

Transfusi darah colf WB ke II telah diberikan.

4. Mengingatkan ibu untuk tetap meminum obat Ferrosulfat 3x200mg/hari

dan Ferroglukonat 3x200mg/hari per oral setelah makan.

Ibu bersedia mengikuti anjuran dari petugas kesehatan.

5. Memonitor reaksi alergi dari pemberian transfusi darah colf WB ke II

52

Page 53: Mini Seminar

Tidak ada reaksi alergi.

6. Menganjurkan ibu untuk istirahat cukup dan makan makanan yang

mengandung zat gizi besi seperti sayuran hijau, hati, dan daging yang

berwarna merah.

Ibu bersedia mengikuti anjuran

7. Menganjurkan ibu untuk mobilisasi seperti jalan.

Ibu bersedia mengikuti anjuran.

Malang, 27 September 2015

Bidan Saptya Wulan

53

Page 54: Mini Seminar

DATA PERKEMBANGAN II

Tanggal : 28 September 2015 Waktu : Pukul 07.35 WIB

S : Ibu mengatakan masih perdarahan sedikit.

Ibu mengatakan sudah tidak begitu lemas.

Ibu mengatakan telah meminum obat yang diberikan oleh petugas kesehatan.

Ibu mengatakan ASI keluar.

Ibu mengatakan telah makan makanan sesuai menu yang dianjurkan petugas

kesehatan

Ibu mengatakan akan mencoba latihan mobilisasi setelah ini.

O : KU : Cukup, Ibu tampak anemis Kesadaran : Composmentis

TTV :

-          TD : 110/90mmHg - N : 84x/menitnj

-          R : 22x/menit - S : 36,50C

-          PPV : sedikit, ± 30 cc - Conjungtiva : merah muda

-          Kontraksi : keras

A : Ny. D P1001 1 hari post partum dengan anemia ringan.

P :

1. Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan, bahwa keadaan ibu

sudah membaik, dengan hasil TD : 110/90mmHg, N : 84x/menit, R :

22x/menit, S : 36,50C.

Ibu dan keluarga sudah mengetahui tentang hasil pemeriksaan.

2. Menganjurkan ibu untuk tetap makan makanan yang mengandung zat gizi

besi.

Ibu bersedia mengikuti anjuran.

3. Mengingatkan ibu untuk tetap meminum obat Ferrosulfat 3x200mg/hari

dan Ferroglukonat 3x200mg/hari per oral setelah makan.

Ibu bersedia mengikuti anjuran dari petugas kesehatan.

4. Menganjurkan pada ibu untuk memberikan ASI pada bayinya.

54

Page 55: Mini Seminar

Ibu bersedia memberikan ASI pada bayinya.

Malang, 28 September 2015

Bidan Saptya Wulan

55

Page 56: Mini Seminar

DATA PERKEMBANGAN III

Tanggal : 1 Oktober 2015 Waktu : Pukul 09. 30 WIB

S : Ibu mengatakan sudah tidak pusing dan tidak lemas.

Ibu mengatakan perdarahan hanya flek.

Ibu mengatakan telah makan makanan sesuai dengan menu yang dianjurkan

oleh petugas kesehatan.

Ibu mengatakan sudah memberikan ASI pada bayinya.

Ibu mengatakan sudah bisa berjalan-jalan di sekitar rumah sakit.

O : KU : Baik, kesadaran : composmentis, TD: 120/80, N: 78x/menit, Rr:

20x/menit, S: 36,5 0C. Conjungtiva : merah muda. PPV : Lokia

sanguinolenta, jumlah 20cc.

A : Ny. D P1001 4 hari post partum dengan anemia ringan.

P :

1. Melakukan kolaborasi dengan Institusi Laborat untuk memeriksa Hb ulang

post transfusi II colf WB.

Hasil pemeriksaan cek Hb ulang 9,7 gr%

2. Mengingatkan ibu untuk tetap makan makanan yang mengandung zat gizi

besi seperti daging, sayuran hijau (mis: bayam), telur, hati ayam, buah-

buahan, susu.

Ibu bersedia mengikuti anjuran.

3. Mengingatkan ibu untuk tetap meminum obat Ferrosulfat 3x200mg/hari

dan Ferroglukonat 3x200mg/hari per oral setelah makan.

Ibu bersedia mengikuti anjuran dari petugas kesehatan.

4. Menganjurkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI pada bayinya.

Ibu bersedia memberikan ASI pada bayinya.

5. Menjelaskan pada ibu bahwa dirinya hari ini sudah boleh pulang,

menganjurkan pada ibu untuk kontrol 1 minggu lagi pada tanggal 8

Oktober 2015.

56

Page 57: Mini Seminar

Ibu sudah mengerti dan bersedia untuk kontrol 1 minggu lagi pada tanggal

8 Oktober 2015.

Malang, 01 Oktober 2015

Bidan Saptya Wulan

57

Page 58: Mini Seminar

BAB V

PEMBAHASAN

Di dalam asuhan kebidanan yang disampaikan merupakan asuhan

kebidanan pada ibu dengan nifas normal dalam 6 jam post partum yang memiliki

masalah anemia Ditinjau dari konsep dasar asuhan yang ada, asuhan kebidanan

yang telah dibuat sudah sesuai dengan apa yang seharusnya dikaji, berikut adalah

analisisnya:

Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan, ibu didiagnosis dengan anemia

postpartum karena perdarahan yang terjadi akibat robekan perineum. Hal ini

diperkuat dengan data anamnesis yaitu, ibu mengatakan dirujuk oleh bidan ke

rumah sakit karena perdarahan dan merasakan lemas. Dari hasil pemeriksaan juga

didapatkan ibu terlihat lemas, TTV : TD : 100/70 mmHg, Suhu : 370C, Nadi :

98x/menit, Respirasi : 26x/menit, conjunctiva pucat, wajah dan bibir terlihat

pucat, lidah putih, ekstrimitas dingin dan sianosis. Kondisi fisik ibu yang

tercermin pada hasil pemeriksaan fisik menggambarkan bahwa secara umum ibu

mengalami anemia karena banyak kehilangan darah. Keadaan ibu yang lemas

dapat mengindikasikan adanya kehilangan cairan tubuh pada ibu karena

kehilangan darah ini. Nadi yang semakin cepat juga menggambarkan tubuh ibu

berusaha untuk mengkompensasi kehilangan darah yang dialaminya dengan

meningkatkan sirkulasi yang selanjutnya berakibat pada peningkatan cardiac

output dan denyut nadi.

Untuk penatalaksanaannya, sebelum melakukan penatalaksanaan pada

anemia, dilakukan rehidrasi untuk stabilisasi cairan dalam tubuh ibu dengan

menggunakan cairan Ringer Laktat. Selanjutnya, ibu diberikan transfusi darah

untuk mengkompensasi kadar Hb ibu yang hanya 6.9 gr%. Pada observasi

lanjutan saat malam hari kondisi ibu mulai membaik, tidak lagi muncul tanda pre

syok, tanda-tanda vital berangsur-angsur membaik. Pada hari berikutnya kondisi

ibu sudah tidak lagi lemah dan Hb nya pun meningkat menjadi 10,7 gr%

meskipun terbilang masih anemia, tetapi kondisi ini sudah jauh lebih baik apalagi

ibu juga memiliki riwayat anemia sebelum hamil.

58

Page 59: Mini Seminar

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Hematoma adalah pecahnya pembuluh darah vena yang menyebabkan

perdarahan dapat terjadi pada saat kehamilan berlansung atau yang lebih

sering pada saat persalinan

2. Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus

genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pad amukosa vagina atau

perineum yang akimotik. Hematom yang kecil diatas dengan es analgesik

dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat

diserap kembali secara alami

3. Anemia post partum didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari

10 g/dl

4. Pengobatan terhadap anemia postpartum tergantung dari derajat anemia

dan faktor risiko maternal atau faktor komorbiditas

5. Bidan diharuskan dapat menegakan diagnosa melalui anamnesa yang

tepat, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat pula.

6.2 Saran

1. Mampu mendeteksi dini adanya komplikasi dalam masa nifas dan

memberikan asuhan yang tepat.

2. Memberikan KIE dengan benar mengenai masa nifas dan perawatan yang

harus dilakukan jika terjadi komplikasi.

3. Mampu memberikan dukungan psikologis bagi ibu maupun keluarga ibu

berkaitan dengan kondisi kesehatannya selama masa nifas.

4. Mampu memberikan pendampingan terhadap ibu saat melewati masa

nifasnya.

59

Page 60: Mini Seminar

DAFTAR PUSTAKA

Admin. 2009. Perawatan Payudara. Diakses tanggal 11 Oktober 2015 dari

http://www.skripsistikes.com

Alimul, Aziz. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawtan. Jakarta: EGC

Ambarwati, Eny Retna. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Jakarta: Mitra Cendekia

Arita, Murwani. 2008. Perawatan paien Penyakit Dalam. Yogyakarta: Mitra

Cendekia

B D, Wyck V, G M. Intravenous Ferric Carboxymaltose Compared With Oral

Iron in the Treatment of Postpartum Anemia A Randomized Controlled

Trial. OBSTETRICS & GYNECOLOGY. 2007;110:267-78.

Bornard LM, et a. Who Should Be Screened for Postpartum Anemia? An

Evaluation of Current Recommendations. American Journal of

Epidemiology. 2002;156:903-12.

Caughlan S. Post-Partum Anemia: Can Prenatal Supplements Prevent It? 2009

[cited 16th November 2010]; Available from:

http://www.motherandchildhealth.com/Prenatal/prenatal.htm.

Chapman, Vicky. 2006. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Kelahiran. Jakarta:

Buku Kedokteran EGC

Cunningham F.G, Hauth J. C, Leveno K. J, Gilstrap L, Bloom S.L, dan Wenstrom

K.D. Williams obstetrics. Ed. 22nd. 2005. p.470-2

Dash S, Verghese J, Nizami DJ, Awasthi RT, Jaishi S, dan Sunil M. Severe

Hematoma of the vulva : A report of two cases and a clinical review.

Kathmandu University Medical Journal. 2006 : Vol. 4 No. 2. p. 228-31

Depkes RI. (2002). Keputusan Menkes RI No. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang

Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang Wajib

Dilaksanakan Daerah.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi

Buruk. Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat.60

Page 61: Mini Seminar

Dorland, Newman. 2008. Kamus Saku Kedokteran Dorland, Ed 28. Jakarta: EGC.

Ganong WF. Reviw Of Medical Physiology 21th ed. California: Lange Medical

Books/McGraw-Hill 2003.

Huch A, Eichhorn K-H, Danko J, Lauener P-A, Huch R. Recombinant Human

Erythropoietin in The Treatment of Postpartum Anemia. Obstetrics &

Gynecologic. 1992;80:127-31.

Hong, Hye Ri, et al. 2014. A Case Of Vulvar Hematoma With Rupture Of

Pseudoneurysm Of Pudendal Artery. Korea: Obstetrics & Gynecoloy

Science.

Kiefer D, dan Roman A.S. Management of hematomas incurred as a result of

obstetrical delivery. (Abstract) (online) [cited August 27th 2012] available

in URL : http://www.uptodate.com/home/institution/m anagement-of-

hematomas.html

Leveno, Kenneth et al. 2003. Williams Manual Of Obstetri, 21ST Ed. Jakarta: EGC

Lew I. Women & Anemia: Childbirth and Postpartum Anemia. NACC (National

Anemia Action Council); 2008 [cited 16th November 2010].

Manuaba, Ida BG. 1993. Penuntun Diskusi Obstetri dan Ginekologi. Jakart: EGC.

Manuaba, Ida BG. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga

Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Metz A.S. Vulvar vaginal reconstruction. (online) [cited August 27th 2012]

available in URL : http://emedicine.medscape.com/article/270286.

Nikilah, Okti. 2009. Paritas vs Perdarahan Post Partum. Diakses

(http://oktinikilah.blogspot.com/2009/03/paritas-vs-perdarahanpostpartum-

1.html) 11 Oktober 2015, 13.00 WIB)

Nugraheny, E. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka Rihama.

Prawirohardjo,S., 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

61

Page 62: Mini Seminar

Seid, Derman. Research Revews : Treating Postpartum Anemia with Intravenous

Ferric Carboxymaltose. National Anemia Action Council; 2008 [cited

16thNovember 2010]; Available from: http://www.anemia.org/.

Sheikh G.N. Perinatal genital hematomas. Obstet Gynecol 1971. Vol. 38. p.571

Singhal VP, Neelam, Harjit K. Ankur, Pradeep K, dan Nidhi K. Traumatic

Massive vulval hematomas : Case report. Int J of Gynae Plastic Surg.

2010 : Vol. II. p. 35-7

Soebroto,I., 2009. Cara mudah mengatasi problem Anemia. Yogyakarta: Bangkit

Taber, Benzion. 1994. Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi.

Jakarta: EGC

Varney, Helen. 2002. Buku Saku Bidan. Jakarta: EGC

Waryana, 2010. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama

Wiknjosastro, H. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo

Wolf JR, Rosner MA. Postpartum Anemia. Obstetrics & Gynocology.

1953;1:387-93.

62