Post Partum (Masa Nifas)
Transcript of Post Partum (Masa Nifas)
LAPORAN PENDAHULUAN
NAMA : M.Firdaus V.S
TEMPAT PRAKTEK: R.BRW
NIM : 06010131
TOPIK : ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN POST PARTUM
(MASANIFAS)
1. PENGERTIAN
Puerperium (masa nifas) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai
alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu.
2. ADAPTASI FISIOLOGIS MASA NIFAS
a. Tanda-tanda vital
Suhu tubuh dalam 24 jam pertama 38c. Jika hari 1-2 sampai pada hari ke 10 38c hati-
hati terhadap adanya infeksi puerperalis, infeksi saluran kemih, endometritis, mastitis dan
infeksi lain.
b. Adaptasi sistem kardiovaskuler
Tekanan darah stabil
Bradikardi (50-70x/menit) normal jika tidak ada keluhan.
Takhicardi akibat persalinan lama dan perdarahan hebat
Diaforesis dan menggigil yang disebabkan instability vasomotor. Keadaan ini normal jika
tidak disertai demam.
Komponen darah trombosit lebih aktif (resiko troboemboli).
c. Adaptasi sistem urinaria
Mekanisme persalinan dapat menyebabkan edema, laserasi, dan trauma uretraakibat tindakan
kateterisasi.
Persalinan dengan tindakan sc.dapat mengakibatkan penurunan sensifitas bladder dan
penurunan tonus bladder.
d. Adaptasi sistem endokrin
Adanya perubahan dari hormon plasenta yaitu estrogen dan progesteron yang menurun.
Hormon-hormon pituitary jadi prolaktin meningkat, FSH menurun, dan LH menurun.
Produksi ASI mulai pada hari ke 3 post partum yang mempengaruhi hormon prolaktin,
oksitosin,reflek let. Down dan reflek sucking.
e. Adaptasi sistem pencernaan
Terjadi konstipasi akibat klien takut episiotomi rusak. Penurunan tonus abdomen, kurang
intake menjelang partus dan pengaruh klisma.
f. Adaptasi sistem muskuloskeletal.
Penigkatan ukuran uterus menyebabkab distasisrektus abdominis
Sensasi ektrimitas bawah mengalami penurunan
Tromboplebitis terjadi akibat penurunan aktifitas dan peningkatan protrombin
Edema terjadi pada periode post partum dini.
g. Adaptasi Sistem reproduksi
Fundus uteri
Merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi
dilahirkan sehingga mencapai keadaan seperti sebelum hamil
WAKTU POSISI FUNDUSBERAT
UTERUS
1-2 jam
12 jam
3 hari
9 hari
5-6 mgg
Sepusat
1 cm bawah pusat
3 cm bawah pusat
Tidak teraba diatas sompisis
Tidak teraba
1000 g
750 g
600 g
500 g
Endometrium
Endometrium mengalami involusi daerah inplantasi plasenta. Nekrosis pembuluh darah
terjadi hari 2-3 post partum. Pada hari ke 7 terbentuk lapisan basal dan pada 16 hari
normal kembali.
Lohea
NAMA WAKTU BENTUK ABNORMAL
Rubra
Sanguin
olenta
Serosa
Alba
1-3 hari
4-9 hari
10 hari
Darah bekuan
Bau agak anyir
- Peningkatan perdarahan bila
meneteki
- Pink / coklat
Agak anyir
Kuning / Putih
Bekuan banyak
Bau busuk
Bau busuk
Tetap serosa
Kembali merah >
2 – 3 minggu
Serviks
Ukuran luar melebar dan memanjang.
Vagina
Beberapa saat setelah melahirkan tonus otot menurun edema membiru, terdapat laserasi,
dan saluran melebar.
Clitoris / labia
Kencang dan tidak terlalu keras.
Peritonium
Luka pada episiotomi terasa nyeri. Pada tahap early edema dan luka biru.
Payudara
Putting sus, areola mammaeu, duktus dan lobulus membesar, vaskularisasi meningkat
(Breast engorgement).Colostrum 3 PP dan ASI > 3 hari PP.
3. ADAPTASI PSIKOLOGIS IBU POST PARTUM (MENURUT RUBIN KOX ADAPTASI
IBU TERDIRI YAITU :
1. Taking In pada jam pertama sampai 1-2 hari. Ibu mengalami dependen ,pasif, fokus pada diri
sendiri.
2. Taking Hold Ibu mengalami dependen dan independen
3. Letting Go Ibu mengalami hari-hari terakhir pada minggu persalinan independen pada peran
baru
4. PATOFISIOLOGI
Post partum/masa nifas/puerperium
Aspek fisiologis Aspek psikososial
Tanda vital Sist.kardiovaskuler Sist.endokrin Sist.urinaria Kelahiran bayi
Sist.pencernaan Sist.muskuloskletal Reproduksi Perubahan dalam keluarga
Adaptasi Tidak beradaptasi
Suhu meningkat Sensasi eks.bawah
Breast engorgement Tromboplebitis
Edema Resiko ggn.proses parenting
Nyeri Ggn. Pemenuhan ADL Diuresis
Resiko gangguan proses laktasi Urgensi
Resiko infeksi puerperalis Urinary frekuency
Nafsu makan Meningkat Prod. Hormon turun.
Penurunan tonus abdomen Prolaktin meningkat Ggn. Eleminasi BAK
Prod. ASI
Resiko konstipasi Resiko ggn. Proses parenting
Bradikardia Involusi uteri
Takikardia involusi daerah impalntasi plasenta
Cerviks
Instability vasomotor Perubahan pd. vagina
Kencang pd clitoris dan labia
Diaporesis/menggigil Luka perineum
Pengeluaran kolostrum.
Gangguan rasa nyaman
Resiko infeksi puerperalis
Ggn.rasa nyaman(nyeri)
Resiko ggn proses laktasi
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Resiko defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan; diuresis;
keringat berlebihan.
2. Perubahan pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum dan saluran kemih.
3. Perubahan pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya mobilisasi; diet yang tidak
seimbang; trauma persalinan.
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b/d peregangan perineum; luka episiotomi; involusi uteri;
hemoroid; pembengkakan payudara.
5. Resiko infeksi b/d trauma jalan lahir.
6. Resiko gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi.
7. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan; kelelahan post partum.
6. ANALISA DATA
No D A T A Etiologi Masalah Paraf
1. S: Pasien mengatakan luka jahitan pada
kemaluan terasa sakit bila duduk dan
bergerak. Pasien juga mengatakan sakit
dirasa bila cebok setelah berkemih dan
buang air besar. Pasien mengatakan
jahitan terasa tegang. Ibu mengatakan
payudara terasa bengkak dan nyeri, ASI
tidak mau keluar dengan lancar.
O: Pasien meringis saat berpindah posisi,
pasien post partum hari I, riwayat
persalinan pertama kali, TD: 110/70
mmHg, N: 84 x/mnt.
Peregangan
perineum, luka
episiotomi, involusi
uteri,
pembengkakan
payudara.
Nyeri.
2. S: --
O: Luka perineoterapi masih basah, tanda
infeksi tidak ada, pasien post partum hari
I, riwayat persalinan pertama kali, pasien
meringis bila berpindah posisi, S: 37,20C.
Trauma jalan lahir;
perineoterapi.
Resiko infeksi.
3. S: Pasien banyak bertanya tentang
perawatan bayinya, pasien mengatakan
belum pernah sebelumnya merawat bayi,
pasien mengatakan persalinan ini adalah
persalinan yang pertama kali.
O: Pasien terlihat canggung dalam merawat
bayi (menggendong, memandikan,
menyusui bayi), Ibu primipara, usia 21
tahun, ASI keluar belum lancar, bayi
sering menangis karena kecukupan ASI
kurang terpenuhi.
Kurangnya
pengetahuan
tentang cara
merawat bayi.
Resiko gangguan
proses parenting.
7. RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi Rasional
Resiko defisit volume
cairan b/d pengeluaran
yang berlebihan;
perdarahan; diuresis;
keringat berlebihan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan Pasien dapat
mendemostrasikan status
cairan membaik.
Kriteria evaluasi:
tak ada manifestasi dehidrasi,
resolusi oedema, haluaran urine
di atas 30 ml/jam, kulit
kenyal/turgor kulit baik.
1. Pantau Tanda-tanda vital setiap 4 jam.
2. Warna urine.
3. Berat badan setiap hari.
4. Status umum setiap 8 jam.
5. Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30
ml/jam, haus, takikardia, gelisah, TD di
bawah rentang normal, urine gelap atau
encer gelap.
6. Konsultasi dokter bila manifestasi
kelebihan cairan terjadi.
7. Pantau: cairan masuk dan cairan keluar
setiap 8 jam.
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau
penyimpangan dari hasil yang diharapkan.
Temuan-temuan ini mennadakan hipovolemia dan
perlunya peningkatan cairan.
Mencegah pasien jatuh ke dalam kondisi kelebihan cairan
yang beresiko terjadinya oedem paru.
Mengidentifikasi keseimbangan cairan pasien secara
adekuat dan teratur.
Perubahan pola eleminasi
BAK (disuria) b/d trauma
perineum dan saluran
kemih.
Pola eleminasi (BAK) pasien
teratur.
Kriteria hasil: eleminasi BAK
lancar, disuria tidak ada,
bladder kosong, keluhan
kencing tidak ada.
1. Kaji haluaran urine, keluhan serta
keteraturan pola berkemih.
2. Anjurkan pasien melakukan ambulasi
dini.
3. Anjurkan pasien untuk membasahi
perineum dengan air hangat sebelum
berkemih.
4. Anjurkan pasien untuk berkemih secara
teratur.
Mengidentifikasi penyimpangan dalam pola berkemih
pasien.
Ambulasi dini memberikan rangsangan untuk pengeluaran
urine dan pengosongan bladder.
Membasahi bladder dengan air hangat dapat mengurangi
ketegangan akibat adanya luka pada bladder.
Menerapkan pola berkemih secara teratur akan melatih
pengosongan bladder secara teratur.
5. Anjurkan pasien untuk minum 2500-3000
ml/24 jam.
6. Kolaborasi untuk melakukan kateterisasi
bila pasien kesulitan berkemih.
Minum banyak mempercepat filtrasi pada glomerolus dan
mempercepat pengeluaran urine.
Kateterisasi memabnatu pengeluaran urine untuk
mencegah stasis urine.
Perubahan pola eleminasi
BAB (konstipasi) b/d
kurangnya mobilisasi; diet
yang tidak seimbang;
trauma persalinan.
Pola eleminasi (BAB) teratur.
Kriteria hasil: pola eleminasi
teratur, feses lunak dan warna
khas feses, bau khas feses,
tidak ada kesulitan BAB, tidak
ada feses bercampur darah dan
lendir, konstipasi tidak ada.
1. Kaji pola BAB, kesulitan BAB, warna,
bau, konsistensi dan jumlah.
2. Anjurkan ambulasi dini.
3. Anjurkan pasien untuk minum banyak
2500-3000 ml/24 jam.
4. Kaji bising usus setiap 8 jam.
5. Pantau berat badan setiap hari.
6. Anjurkan pasien makan banyak serat
seperti buah-buahan dan sayur-sayuran
hijau.
Mengidentifikasi penyimpangan serta kemajuan dalam pola
eleminasi (BAB).
Ambulasi dini merangsang pengosongan rektum secara
lebih cepat.
Cairan dalam jumlah cukup mencegah terjadinya
penyerapan cairan dalam rektum yang dapat menyebabkan
feses menjadi keras.
Bising usus mengidentifikasikan pencernaan dalam kondisi
baik.
Mengidentifiakis adanya penurunan BB secara dini.
Meningkatkan pengosongan feses dalam rektum.
Gangguan pemenuhan
ADL b/d immobilisasi;
kelemahan.
ADL dan kebutuhan beraktifitas
pasien terpenuhi secara
adekuat.
Kriteria hasil:
- Menunjukkan
peningkatan dalam
beraktifitas.
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas
menggunakan parameter berikut: nadi
20/mnt di atas frek nadi istirahat, catat
peningaktan TD, dispnea, nyeri dada,
kelelahan berat, kelemahan, berkeringat,
pusing atau pinsan.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas pada
Parameter menunjukkan respon fisiologis pasien
terhadap stres aktifitas dan indikator derajat penagruh
kelebihan kerja jnatung.
Menurunkan kerja miokard/komsumsi oksigen ,
- Kelemahan dan
kelelahan berkurang.
- Kebutuhan ADL
terpenuhi secara mandiri
atau dengan bantuan.
- frekuensi jantung/irama
dan Td dalam batas normal.
- kulit hangat, merah
muda dan kering
dasar nyeri/respon hemodinamik, berikan
aktifitas senggang yang tidak berat.
3. Kaji kesiapan untuk meningkatkan
aktifitas contoh: penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi,
peningaktan perhatian pada aktifitas dan
perawatan diri.
4. Dorong memajukan aktifitas/toleransi
perawatan diri.
5. Anjurkan keluarga untuk membantu
pemenuhan kebutuhan ADL pasien.
6. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari
aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat
tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri,
bangun dari tempat tidur, belajar berdiri
dst.
menurunkan resiko komplikasi.
Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk
menunjukkan tingkat aktifitas individu.
Komsumsi oksigen miokardia selama berbagai
aktifitas dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada.
Kemajuan aktifitas bertahap mencegah peningkatan tiba-
tiba pada kerja jantung.
Teknik penghematan energi menurunkan
penggunaan energi dan membantu keseimbangan suplai
dan kebutuhan oksigen.
Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningaktkan regangan dan mencegah aktifitas
berlebihan.
Gangguan rasa nyaman
(nyeri) b/d peregangan
perineum; luka episiotomi;
involusi uteri; hemoroid;
pembengkakan payudara.
Pasien mendemonstrasikan
tidak adanya nyeri.
Kriteria hasil: vital sign dalam
batas normal, pasien
menunjukkan peningkatan
1. Kaji tingkat nyeri pasien.
2. Kaji kontraksi uterus, proses involusi
uteri.
3. Anjurkan pasien untuk membasahi
perineum dengan air hangat sebelum
Menentukan intervensi keperawatan sesuai skala nyeri.
Mengidentifikasi penyimpangan dan kemajuan
berdasarkan involusi uteri.
Mengurangi ketegangan pada luka perineum.
aktifitas, keluhan nyeri
terkontrol, payudara lembek,
tidak ada bendungan ASI.
berkemih.
4. Anjurkan dan latih pasien cara merawat
payudara secara teratur.
5. Jelaskan pada ibu tetang teknik merawat
luka perineum dan mengganti PAD
secara teratur setiap 3 kali sehari atau
setiap kali lochea keluar banyak.
6. Kolaborasi dokter tentang pemberian
analgesik bial nyeri skala 7 ke atas.
Melatih ibu mengurangi bendungan ASI dan
memperlancar pengeluaran ASI.
Mencegah infeksi dan kontrol nyeri pada luka perineum.
Mengurangi intensitas nyeri denagn menekan rangsnag
nyeri pada nosiseptor.
Resiko infeksi b/d trauma
jalan lahir.
Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: tanda infeksi tidak
ada, luka episiotomi kering dan
bersih, takut berkemih dan BAB
tidak ada.
1. Pantau: vital sign, tanda infeksi.
2. Kaji pengeluaran lochea, warna, bau dan
jumlah.
3. Kaji luka perineum, keadaan jahitan.
4. Anjurkan pasien membasuh vulva setiap
habis berkemih dengan cara yang benar
dan mengganti PAD setiap 3 kali perhari
atau setiap kali pengeluaran lochea
banyak.
5. Pertahnakan teknik septik aseptik dalam
merawat pasien (merawat luka perineum,
merawat payudara, merawat bayi).
Mengidentifikasi penyimpangan dan kemajuan sesuai
intervensi yang dilakukan.
Mengidentifikasi kelainan pengeluaran lochea secara dini.
Keadaan luka perineum berdekatan dengan daerah basah
mengakibatkan kecenderunagn luka untuk selalu kotor
dan mudah terkena infeksi.
Mencegah infeksi secara dini.
Mencegah kontaminasi silang terhadap infeksi.
Resiko gangguan proses
parenting b/d kurangnya
Gangguan proses parenting
tidak ada.
1. Beri kesempatan ibu untuk melakuakn
perawatan bayi secara mandiri.
Meningkatkan kemandirian ibu dalam perawatan bayi.
pengetahuan tentang cara
merawat bayi.
Kriteria hasil: ibu dapat merawat
bayi secara mandiri
(memandikan, menyusui).
2. Libatkan suami dalam perawatan bayi.
3. Latih ibu untuk perawatan payudara
secara mandiri dan teratur.
4. Motivasi ibu untuk meningkatkan intake
cairan dan diet TKTP.
5. Lakukan rawat gabung sesegera
mungkin bila tidak terdapat komplikasi
pada ibu atau bayi.
Keterlibatan bapak/suami dalam perawatan bayi akan
membantu meningkatkan keterikatan batih ibu dengan
bayi.
Perawatan payudara secara teratur akan
mempertahankan produksi ASI secara kontinyu sehingga
kebutuhan bayi akan ASI tercukupi.
Mneingkatkan produksi ASI.
Meningkatkan hubungan ibu dan bayi sedini mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Unpad (1994), Obstetri Patologi, Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung.
2. Hacker Moore (1999), Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Hanifa Wikyasastro (1997), Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
4. Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000),
Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3, Peneribit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
RENCANA INTERVENSI, RASIONAL DAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No Diagnosa
Keperawatan
Rencana Keperawatan Implementasi Keperawatan Paraf
Tujuan dan Kriteria
Hasil
Rencana Intervensi Rasional Implementasi Evaluasi
1. Nyeri b/d
Peregangan
perineum, luka
episiotomi, involusi
uteri,
pembengkakan
payudara.
Pasien
menunjukkan tidak
adanya nyeri.
Kriteria hasil: vital
sign dalam batas
normal (TD: 110-
120/70-80 mmHg,
N: 70-90 x/mnt),
pasien menunjukkan
peningkatan
aktifitas, keluhan
nyeri terkontrol,
payudara lembek,
tidak ada
bendungan ASI.
Kaji tingkat nyeri pasien.
Kaji kontraksi uterus, proses
involusi uteri.
Anjurkan pasien untuk
membasahi perineum
dengan air hangat sebelum
berkemih.
Anjurkan dan latih pasien
cara merawat payudara
secara teratur.
Jelaskan pada ibu tentang
teknik merawat luka
perineum dan mengganti
PAD secara teratur setiap 3
kali sehari atau setiap kali
lochea keluar banyak.
Delegatif dokter tentang
pemberian analgesik Mef.
Acid 3x500 mg.
Menentukan intervensi
keperawatan sesuai skala
nyeri.
Mengidentifikasi
penyimpangan dan kemajuan
berdasarkan involusi uteri.
Mengurangi ketegangan pada
luka perineum.
Melatih ibu mengurangi
bendungan ASI dan
memperlancar pengeluaran
ASI.
Mencegah infeksi dan kontrol
nyeri pada luka perineum.
Mengurangi intensitas nyeri
denagn menekan rangsnag
nyeri pada nosiseptor.
2. Resiko infeksi b/d
trauma jalan lahir;
perineoterapi
Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil: tanda
infeksi tidak ada,
luka episiotomi
kering dan bersih,
vital sign dalam
batas normal (S: 36-
370C, N: 70-90
x/mnt).
Pantau: vital sign, tanda
infeksi.
Kaji pengeluaran lochea,
warna, bau dan jumlah.
Kaji luka perineum, keadaan
jahitan.
Anjurkan pasien membasuh
vulva setiap habis berkemih
dengan cara yang benar dan
mengganti PAD setiap 3 kali
perhari atau setiap kali
pengeluaran lochea banyak.
Pertahnakan teknik septik
aseptik dalam merawat
pasien (merawat luka
perineum, merawat
payudara, merawat bayi).
Delegatif pemberian
antibiotika Amoxicillin 3x500
mg.
Mengidentifikasi
penyimpangan dan kemajuan
sesuai intervensi yang
dilakukan.
Mengidentifikasi kelainan
pengeluaran lochea secara
dini.
Keadaan luka perineum
berdekatan dengan daerah
basah mengakibatkan
kecenderunagn luka untuk
selalu kotor dan mudah
terkena infeksi.
Mencegah infeksi secara dini.
Mencegah kontaminasi silang
terhadap infeksi.
Antibiotika mampu membunuh
kuman penyebab infeksi.
3. Resiko gangguan
proses parenting b/d
Gangguan proses
parenting tidak ada.
Beri kesempatan ibu untuk
melakukan perawatan bayi
Meningkatkan kemandirian ibu
dalam perawatan bayi.
kurangnya
pengetahuan
tentang cara
merawat bayi.
Kriteria hasil: ibu
dapat merawat bayi
secara mandiri
(memandikan,
menggendong,
menyusui), bayi
tidak menangis, ASI
keluar dengan
lancar.
secara mandiri.
Libatkan suami dalam
perawatan bayi.
Latih ibu untuk perawatan
payudara secara mandiri
dan teratur.
Motivasi ibu untuk
meningkatkan intake cairan
dan diet TKTP.
Lakukan rawat gabung
sesegera mungkin bila tidak
terdapat komplikasi pada ibu
atau bayi.
Keterlibatan bapak/suami
dalam perawatan bayi akan
membantu meningkatkan
keterikatan batih ibu dengan
bayi.
Perawatan payudara secara
teratur akan mempertahankan
produksi ASI secara kontinyu
sehingga kebutuhan bayi akan
ASI tercukupi.
Mneingkatkan produksi ASI.
Meningkatkan hubungan ibu
dan bayi sedini mungkin.
CATATAN PERKEMBANGAN
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi Perkembangan
1. Nyeri b/d Peregangan perineum,
luka episiotomi, involusi uteri,
pembengkakan payudara.
Data penunjang:
S: Pasien mengatakan luka
jahitan pada kemaluan terasa
sakit bila duduk dan bergerak.
Pasien juga mengatakan sakit
dirasa bila cebok setelah
berkemih dan buang air
besar. Pasien mengatakan
jahitan terasa tegang. Ibu
mengatakan payudara terasa
bengkak dan nyeri, ASI tidak
mau keluar dengan lancar.
O: Pasien meringis saat
berpindah posisi, pasien post
partum hari I, riwayat
persalinan pertama kali, TD:
110/70 mmHg, N: 84 x/mnt.
2. Resiko infeksi b/d trauma jalan
lahir; perineoterapi.
Data penunjang:
S: --
O: Luka perineoterapi masih
basah, tanda infeksi tidak
ada, pasien post partum hari
I, riwayat persalinan pertama
kali, pasien meringis bila
berpindah posisi, S: 37,20C.
3. Resiko gangguan proses
parenting b/d kurangnya
pengetahuan tentang cara
merawat bayi.
Data penunjang:
S: Pasien banyak bertanya
tentang perawatan bayinya,
pasien mengatakan belum
pernah sebelumnya merawat
bayi, pasien mengatakan
persalinan ini adalah
persalinan yang pertama kali.
O: Pasien terlihat canggung
dalam merawat bayi
(menggendong, memandikan,
menyusui bayi), Ibu primipara,
usia 21 tahun, ASI keluar
belum lancar, bayi sering
menangis karena kecukupan
ASI kurang terpenuhi.