Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

31
ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM ENDOKRIN KONSEP PENYAKIT & ASKEP PENYAKIT “HIPERPROLAKTIMIA” Di susun oleh : 1. Dahlia Wati 2. Geri Lannier 3. Ratih Pratiwi 4. Reni Rosalina 5. Winda Aprisa DOSEN PEMBIMBING : Ns. Anjulmi Fizna,S.kep PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA PALEMBANG 2012

Transcript of Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Page 1: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEM ENDOKRIN

KONSEP PENYAKIT & ASKEP PENYAKIT

“HIPERPROLAKTIMIA”

Di susun oleh :

1. Dahlia Wati

2. Geri Lannier

3. Ratih Pratiwi

4. Reni Rosalina

5. Winda Aprisa

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Anjulmi Fizna,S.kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA

PALEMBANG

2012

Page 2: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga kami

sebagai penyusun dapat menyelesaikan ASKEP “HIPERPROLAKTIMIA”

ASKEP yang kami buat ini merupakan kumpulan dari berbagai sumber

yang kami susun dan kami rancang sesuai dengan keperluan dan sebagai

pendukung proses belajar serta mengajar.

Kami menyadari dalam penyusunan ASKEP ini masih banyak

terdapat kekurangan, tetapi kami berharap kiranya ASKEP ini dapat

wawasan dan khasana ilmu dibidang keperawatan terutama di dalam

matakulia sitem endokrini baik bagi penyusun sendiri maupun

pembacanya.

Tak lupa juga kami ucapkan terimah kasih pada dosen pembimbing

yang telah membantu kami dalam penyusunan ASKEP ini, juga kepada

teman – teman tim penyusun serta pihak – pihak tekait atas tersusunnya

ASKEP ini.

Kritik dan saran bagi perbaikan ASKEP ini sangat dinantikan oleh

penyusun agar ASKEP ini menjadi lebih relevan dan lebih sempurna.

Akhir kata kami sebagai penyusun mohon maaf jika terdapat

kesalah pahaman pada ASKEP ini karena “tak ada gading yang tak retak”

Palembang, Juli 2012

Penyusun

Page 3: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2.Tujuan ....................................................................................... 5

1.3.Manfaat ..................................................................................... 6

BAB II. TINJAUAN TEORITIS

2.1.Definisi hiperprolaktimia ........................................................... 7

2.2.Etiologi ....................................................................................... 7

2.3.Manesfestasi klinis ................................................................... 10

2.4.Anatomi fisiologi ........................................................................ 12

2.5.Patofisiologi ............................................................................... 15

2.6.Pemeriksaan penunjang ........................................................... 17

2.7.Penatalaksana ........................................................................... 20

2.8.Komplikasi ................................................................................ 21

2.9.Prognosis .................................................................................. 21

2.10.patoflow ................................................................................... 22

BAB III. TINJAUAN ASKEP

3.1.Pengkajian ................................................................................. 22

3.2.Diagnosa keperawatan .............................................................. 23

3.3.Rencana Tindakan keperawatan ............................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 26

Page 4: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Hiperprolaktinemia adalah meningkatnya kadar PRL darah, kadang

kala disebabkan stres; jika patogis, keadaan ini menyebabkan galaktorea,

haid tidak teratur, dan subfertilitas. Pada ria, dapat terjadi disfungsi ereksi,

ginekomastia ( pembesaran payudara ), dan penurunan massa otot. Penyakit

ini dapat terjadi akibat pemberian antagonis dopamin (mis, metoklopramid),

tumor hipofisis besar yang sering nonfungsional, dan prolaktinoma.

Prolaktinoma yakni tumor hipofisis penghasil prolaktin yang dapat dibagi

menurut ukurannya menjadi makroadenoma (>1 cm) atau mikroadenoma

(<1 cm). Penyebab tersering terjadinya amenore sekunder adalah

hiperprolaktinemia yakni sekitar 18,8 %. Hiperprolaktinemia merupakan

keadaan dimana prolaktin meningkat secara abnormal (kadar normal

prolaktin adalah 10 – 28 µg/L). Sekitar 0,4-10 % hiperprolaktinemia terjadi

pada orang normal, 9-15 % menyebabkan oligominore dan amenore

sekunder, galaktore 25%, dan sekitar 43-70% mengalami amenore dan

galaktore. Berbagai keadaan dapat menyebabkan peningkatan ringan

konsentrasi prolakatin serum, seperti stress, dan stimulasi payudara.

(Amanda Sullivan,dkk.2008)

Hiperprolaktinemi adalah suatu keadaan peningkatan kadar prolaktin

serum melebihi 25 ng/ml pada kondisi basal. Nilai normal serum prolaktin

adalah 5-25 ng/ml; lebih rendah pada laki-laki dan anak-anak serta

mengalami variasi harian yaitu meningkat pada malam hari, maksimal pada

pukul 01.00-06.00 dini hari. Meningkatnya kadar prolaktin sering me-

nimbulkan berbagai gangguan sistem reproduksi. Terdapat 10-25 %

perempuan dengan galaktorea tanpa gangguan siklus haid, disertai

hiperprolaktinemi ; dan 75% mengalami galaktorea dan amenorea

disebabkan oleh hiperprolaktinemi. Berbagai gangguan haid timbul karena

hiperprolaktinemi memblok poros hipotalamus - hipofiseovarium di

hipotalamus, sehingga terjadi penurunan sekresi FSH dan LH. Penurunan

Page 5: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

sekresi FSH dan LH mengganggu proses folikuloge-nesis, sehingga sekresi

estrogen menurun. Estrogen yang rendah menyebabkan LH surge tidak

terjadi, sehingga ovulasi tidak terjadi(. Sekitar 54 % kasus anovulasi

disebabkan oleh hiperprolaktinemi. Sedangkan hampir 20 % kegagalan

ovulasi disebabkan hiperprolaktinemi (WHO).

Samal S dkk (2002) dengan studi prospektif pada 200 sampel

penelitian wanita infertil bulan Juni 1997 sampai dengan Juli 1999 di India,

menggunakan kadar prolaktin serum >25 ng/ml sebagai batasan

hiperprolaktinemi, diperoleh 22 kasus (11%) hiperprolaktinemi (p < 0,05).

Pada penelitian tersebut didapatkan nilai hiperprolaktinemi antara 26-75

ng/ml dan hanya 1 kasus lebih dari 76 ng/ml; pada penelitian ini didapatkan

3 kasus kadar prolaktin serum > 50 ng/ml.

Hiperprolaktinemi merupakan salah satu faktor penyebab anovulasi

pada wanita infertil. Pada 35 sampel penelitian wanita infertil di India

didapatkan hasil dengan hiperprolaktinemi 7 kasus (20%). (Mishra R dkk,

2002).

Pada 100 wanita infertil Pakistan didapatkan 82 kasus (82%)

hiperprolaktinemi dan 18 kasus (18%) normoprolaktinemi sebagai kontrol;

analisis mendapatkan hasil bermakna (p<0,05) bahwa hiperprolaktinemi

berperan sebagai penyebab infertil. Selain memeriksa kadar serum prolaktin

juga diperiksa serum LH, serum FSH, estrogen dan progesteron. (Kalsum A.,

Jalali S., 2002).

Hiperprolaktinemi pada penderita infertil dengan anovulasi di

Indonesia termasuk di RSUP Sanglah Denpasarbelum pernah diteliti,

padahal kasus anovulasi banyak ditemukan pada penderita infertil. Oleh

karena itu akan diteliti risiko anovulasi pada penderita infertil dengan

hiperprolaktinemi di RS Sanglah Denpasar tahun 2002. fertil RS Sanglah

Denpasar dalam periode 1 Juli 2002 sd. 31 Juni 2003. Kriteria inklusi adalah

penderita infertil, anovulasi, bersedia ikut dalam penelitian. Kriteria eksklusi

adalah tumor ovarium dan kelainan bawaan ovarium. Jumlah sampel

minimal berdasarkan penghitungan di atas dari hasil penelitian adalah 57,

Page 6: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

sehingga total sampel penelitian menjadi = 114 kasus. Telah dilakukan

penelitian menggunakan rancangan kasus-kontrol untuk mengetahui risiko

anovulasi dengan hiperprolaktinemia pada penderita infertil. Penelitian

dilaksanakan di RS Sanglah Denpasar, mulai 1 Juli 2002 sampai jumlah

sampel cukup. Dari 114 kasus yang memenuhi kriteria sebagai subyek

penelitian, 57 kasus infertil dengan anovulasi dan 57 kasus infertil dengan

ovulasi sebagai kontrol. Berikut akan diuraikan hasil penelitian sesuai

dengan tujuan penelitian. Pada 57 kasus infertil dengan anovulasi, 19

(33,3%) kasus hiperprolaktinemi, sedangkan pada kasus infertil dengan

ovulasi sebagai kontrol, 10 (17,5 %) kasus hiperprolaktinemi. Odd ratio =

2,35 berarti pasien infertil dengan hiperprolaktinemi akan berisiko anovulasi

2,35 kali lebih besar daripada tanpa hiperprolaktinemi, walaupun secara

statistik tidak berbeda bermakna (p=0,085).

Hiperprolaktinemi dapat menyebabkan gangguan fungsi reproduksi,

karena hiperprolaktinemi dapat mengakibatkan keadaan anovulasi.

Dilaporkan 54% kasus anovulasi disebabkan karena hiperprolaktinemi.

Sedangkan anovulasi ini bertanggungjawab terhadap 33,5% kasus-kasus

infertilitas(14). Salah satu penyebab gangguan ovulasi adalah

hiperprolaktinemi (Lisa A).

Selain kadar prolaktin perlu juga diperiksa kadar estrogen, LH dan

FSH. Kadar prolaktin bersifat dinamis. Jika kadar prolaktin >50 ng/ml maka

20% terdapat pada tumor hipofise, bila kadar prolaktin 100 ng/ml maka

50% terdapat pada tumor hipofise dan kadar prolaktin > 100 ng/ml maka

100 % terdapat pada tumor hipofise (Artikel Cermin Dunia Kedokt. 2008; 35(1) :

28-31 dgt ).

Prolaktin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 199 asam

amino dengan berat molekul 23 kD. Rantai polipeptida prolaktin

dihubungkan oleh dua jembatan disulfida. Pembentukan prolaktin dikode

oleh gen yang terletak padak romosom 6 p22.2, p21.3. Pit-1 merupakan

faktor transkripsi yang berikatan dengan gen prolaktin sehingga memicu

Page 7: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

produksi prolaktin di hipofisis anterior. Strukturprolaktin menyerupai

hormon pertumbuhan dan hormon plasenta laktogen. (Davis J.R.E..2004)

Gambar 1. Struktur Prolaktin

Prolaktin merupakan hasil produksi utama kelenjar hipofisis yang

disintesa dan disekresi oleh sel-sel laktotrof dari kelenjar hipofisis anterior.

Prolaktin juga dihasilkan di luar hipofisis, yaitu oleh kelenjar mammae,

plasenta, uterus dan limfosit T. Pada kehamilan, prolaktin juga disekresi

oleh sel stroma endometrium desidualis. Fungsi utama prolaktin adalah

untuk memicu perkembangan payudara saat hamil serta merangsang dan

mempertahankan proses laktasi. (Shenenberger D. 2001)

Secara tidak langsung prolaktin turut mengatur sekresi hormon

hipofisis yang berperan pada fungsi gonad,termasuk luteinizing hormone

(LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH). Hal ini adalah karena

prolaktin dapat berikatan dengan reseptor spesifik di gonad selain dari sel

limfoid, dan hepar. Sekresi prolaktin bersifat pulsatil, dalam 24 jam terjadi

40 kali pengeluaran. (Goffin V..2005)

Prolaktin akan meningkat pada saat tidur, stress, kehamilan, dan saat

dilakukan stimulasi pada dinding dada. Nilai prolaktin puasa normal

umumnya adalah kurang dari 30 ng/mL. Hormon prolaktin dikatakan

berhubungan dengan hormon pertumbuhan karena susunan asam aminonya

mirip dengan hormon pertumbuhan dan laktogen plasenta. Hormon-hormon

ini mempunyai persamaan genom, struktur dan ciri biologi protein.

Page 8: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Prolaktin merupakan hormon hipofisis yang unik, hal ini karena regulasi

oleh hipotalamus adalah melalui kontrol inhibitorik oleh dopamin

hipotalamus. Tidak seperti hormon hipofisis anterior lainnya, pengaruh

hipotalamus dominan adalah berupa inhibitori tonik. Hipotalamus

mensekresi prolactin-release-inhibiting factor (PIF) dan prolactin-releasing

factor (PRF) yang mengatur keseimbangan prolaktin dalam darah. Jika

keseimbangan ini terganggu, maka terjadilah hiperprolaktinemia yang

seringkali ditemukan sebagai bagian dari permasalahan endokrinologi,

obstetridan ginekologi. (Rajasoorya C. 2001)

Pada kesempatan ini , kami akan membahas asuhan keperawatan

khususnya asuhan gangguan sistem endokrin yaitu hiperprolaktinemia.

1.2. TUJUAN

1.2.1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada

gangguan sistem endokrin hiperprolaktinemia yang holistik dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan sesuai dengan

kondisi klien.

1.2.2. Tujuan khusus

1. Mahasiswa mampu menerapkan pengkajian pada klien dengan

Hiperproklatinemia sesuai dengan kondisi klien.

2. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada

klien dengan Hiperproklatinemia sesuai dengan kondisi klien.

3. Mahasiswa mampu melakukan intervensi keperawatan pada

klien dengan hiperproklatinemia sesuai dengan kondisi klien.

4. Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada

klien dengan hiperproklatinemia sesuai dengan kondisi klien.

5. Mahasiswa mampu mengevaluasi dari proses keperawatan

yang dilakukan sesuia dengan kondisinya.

1.3. MANFAAT

Page 9: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

1. Bagi Mahasiswa

Dari askep ini akan menyediakan informasi yang sangat berguna untuk

meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai penyakit

hiperprolaktimia.

2. Bagi STIK Bina Husada Palembang

Untuk pendidikan keperawatan, informasi yang didapat dari makalah ini

akan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi pengembangan

pembelajaran asuhan keperawatan miokarditis.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1. DEFINISI

Hiperprolaktinemia adalah meningkatnya kadar PRL darah, kadang

kala disebabkan stres; jika patogis, keadaan ini menyebabkan galaktorea,

haid tidak teratur, dan subfertilitas. Pada ria, dapat terjadi disfungsi ereksi,

ginekomastia ( pembesaran payudara ), dan penurunan massa otot. Penyakit

ini dapat terjadi akibat pemberian antagonis dopamin (mis, metoklopramid),

tumor hipofisis besar yang sering nonfungsional, dan prolaktinoma.

Prolaktinoma yakni tumor hipofisis penghasil prolaktin yang dapat dibagi

Page 10: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

menurut ukurannya menjadi makroadenoma (>1 cm) atau mikroadenoma

(<1 cm). (Chris Brooker.,2008).

Hiperprolaktimia adalah suatu fenomena yang dinamakan stalk effect,

akibatnya, kenaikan ringan PRL serum, bahkan pada pasien adenoma

hipofisis, tidak selalu menunjukan adanya tumor pensekresi PRL. (Mitchell,

Kumar, Abbas & Fausto.2008)

Hiperprolaktimia adalah adalah peningkatan kadar PRL yang terjadi

pada wanita yang tidak hamil dan dapat menyebabkan amenorrhoea atau

galactorroea atau keduanya. (Dr. M Fidel Ganis Siregar, SpOG,2010).

2.2. ETIOLOGI

Banyak penyebab hiperprolaktinemia yang perlu dipertimbangkan

sebelum mendiagnosa hiperprolaktinemia sebagai suatu gangguan hipofisis.

Penyebab tersering hiperprolaktinemia adalah kehamilan, hipotiroidisme,

pemakaian obatanta gonis dopamin (termasuk fenotiazin dan

metoklopramid). Hiperprolaktinemia juga merupakan manifestasi utama

dari sindrom ovarium polikistik. Penyebab tersering hiperprolaktinemia

yang berasal dari hipofisis adalah mikroadenoma dan hiperprolaktinemia

idiopatik.

Penyebab terjadinya hiperprolaktinemia adalah :

1. Gangguan pada hypothalamus, misalnya hipotiroid primer, dan insufisiensi

adrenal. Mekanisme terjadinya hiperprolaktinemia dalam hal ini adalah oleh

karena terjadinya peningkatan thyrotropin releasing hormone (TRH)

dihipotalamus dan penurunan metabolismenya.

Tiroksin mempunyai efek hambatan terhadap sekresi

prolaktin.Kekurangan hormone tiroid (hipotiroid), khususnya hipotiroid

primer menyebabkan kadar TRH endogen dan TSH meningkat. Hal ini

disebabkan oleh bertambahnya kepekaan hipofisis pada keadaan hipotiroid.

TRH merangsang laktotrof untuk mensintesis prolaktin yang berlebihan,

sedangkan biosintesis Prolaktin Inhibiting Factor (PIF) menurun, sehingga

wanita dengan hipotiroidakan mengalami hiperprolaktinemia.

Page 11: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Meningkatnya kadar prolaktin plasma menyebabkan wanita dengan

hipotiroid akan mengalami gangguan fertilitas yang berat. Hal ini akan

menyebabkan gangguan siklus haid, dari oligomenore sampai amenore dan

anovulasi. Pada hipotiroidisme pula, jaringan payudara akan menjadi lebih

pekaterhadap prolaktin, meski pada kadar yang normal sekalipun.

Sehinggah iperprolaktinemia pada keadaan hipotiroidisme hampir selalu

menampilkan galaktore. Pada keadaan ini sering dijumpai hingga sella

tursika melebar. Selain itu pada keadaan-keadaan seperti nyeri prahaid,

galaktore atau kadar PRL yang tinggi harus dipikirkan adanya tiroid.

Hubungan tingginya kadar prolaktin dengan hipotiroid dapat

dijelaskan sebagai berikut. Akibat tidak adanya reaksi umpan balik negative

dari T3 dan T4terhadap hipofisis anterior, maka hipofisis tersebut akan

melepaskan hormone pelepas tiroid dalam jumlah yang banyak, dan ini akan

memicu T3 dan T4 dan juga sekresi prolaktin. Dengan demikian hipotiroid

hampir selalu menimbulkan hiperprolaktinemia, yang akhirnya akan

mengganggu fungsi ovarium. Kadar prolaktin yang tinggi akan menekan

FSH dan LH sehingga menyebabkan gangguan pematangan folikel. Di

samping itu prolaktin yang tinggi juga menyebabkan peningkatan sekresi

androgen dari kelenjar adrenal yaitu dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAs).

Kadar androgen yang tinggi ini selanjutnya akan menghambat pematangan

folikel.

2. Gangguan pada hipofisis, misalnya tumor pada hipofisis baik berupa mikro

ataupun makro prolaktinoma, infiltrasi penyakit lain terhadap hipofisis

sepertituberculosis, dan sarcoidosis,

hypothalamic stalk Interruption Hal ini dapat terjadi karena adanya

gangguan atau hambatan dari transport dopamine dihypothalamus dan atau

terjadinya sekresi growth hormone dan prolaktin. Suplai pendarahan

abnormal pada tumor hipofisis atau tangkainya, dapat mengganggu sirkulasi

hipotalamus ke tangkai hipofisis dan ke sel laktotrof.

3. Obat-obatan. Misalnya Dopamine-receptor antagonists (

phenothiazines,butyrophenones,thioxanthenes, risperidone, metoclopramide,

Page 12: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

sulpiride,pimozide), Dopamine-depleting agents (methyldopa, reserpine),

Anti histamin2(AH2) seperti cimetidine, anti hypertensi (verapamil), dan

anti depresan golongantrisiklik, estrogen dan opiate. Estrogen dapat

menyebabkan hiperprolaktinemia oleh karena estrogen memiliki sifat positif

terhadap laktotrof. Dan obat-obatopiate menyebabkan hiperprolaktinemia

karena dapat menstimulasi reseptoropiod pada hipotalamus.

4. Neurogenik, seperti adanya luka pada dinding dada misalnya luka operasi,

lukabakar, dan herpes zoster. hal ini adalah akibat refleks abnormal dari

stimulasi cedera tersebut sehingga terjadi peningkatan prolaktin. Refleks

tersebut berawal pada saraf intercostalis yang menjalar ke spinal cord lalu

menuju mesensefalon hingga sampai pada hipotalamus yang pada akhirnya

mengurangi pelepaskan dopamine.

5. Penurunan eliminasi prolaktin dalam tubuh. Misalnya pada gagal ginjal,

daninsufisiensi hepar. Hal ini disebabkan oleh rendahnya bersihan prolaktin

dalam sirkulasi sistemik tubuh dan stimulasi prolaktin langsung pada pusat.

6. Molekul abnormal, misalnya makroprolaktinemia. Molekul abnormal

inimerupakan bentuk polimerik prolaktin yang berikatan dengan IgG

sehingga prolaktin tidak dapat berikatan dengan reseptornya dan tidak dapat

dieliminasi

7. Idiopatik

Sekresi dan pelepasan prolaktin dimediasi oleh dopamin, dan

semua proses yang mengganggu sekresi dopamin atau mengganggu transpor

dopamin ke pembuluh darah portal dapat menyebabkan hiperprolaktinemia.

Terdapat 10 kali lipat peningkatan prolaktin selama kehamilan, setelah

senam, makan, dan pada stimulasi dinding dada. Stress fisik dan psikologik

juga dapat meningkatkan kadar prolaktin Metoklopramid, fenotiazin, dan

antagonis butirofenon dapat menyebabkanpeningkatan prolaktin sampai

melebihi 100 µg/L. Begitu juga dengan risperidon,inhibitor oksidase

monoamine dan anti depresan trisiklik dapat meningkatkan kadar prolaktin

melalui efeknya terhadap transpor dopamin ke pembuluh portal. Obat-

obatan lainnya yang dapat meningkatkan kadar prolaktin adalah verapamil,

Page 13: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

estrogen, serotonin-reuptake inhibitor, reserpin dan metildopa, walaupun

peningkatannya tidak signifikan (antara 25-100 µg/L).

Akromegali merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan

hiperprolaktinemia. Pada penderita akromegali, hormon prolaktin juga

disekresi bersama dengan hormon pertumbuhan. Tumor hipofisis non

fungsional juga dapat menekan tangkai hipofisis sehingga terjadi

peningkatan prolaktin dalam kadar antara25-100 µg/L. Beberapa pasien

hipotiroidisme primer dapat menderita hiperprolaktinemia ringan akibat

meningkatnya sintesa TRH ( thyrotropin-releasing hormone ). Sedang pada

penderita gagal ginjal kronik, prolaktin meningkat karena terjadi penurunan

klirens hormon tersebut. Bila tidak ditemukan penyebab yang spesifik, maka

ditegakkan diagnosis hiperprolaktinemia idiopatik.

2.3. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang terkait dengan hiperprolaktinemia dapat disebabkan oleh

beberapa faktor: efek langsung dari prolaktin yang berlebihan, seperti

induksi galaktorea atau hipogonadisme; efek dari lesi struktural (seperti

tumor hipofisis), yang menyebabkan gejala nyeri kepala, gangguan lapang

pandang, atau yang terkait disfungsi sekresi hormon hipofisis anterior.

Pasien biasanya datang dengan keluhan gangguan menstruasi – amenorea

atau oligomenorea – atau siklus regular tetapi dengan infertilitas. Kadang,

pasien dapat mengeluh menoragia atau galaktorea. Galaktorea jarang terjadi

pada wanita postmenopause akibat kurangnya estrogen. Pada fase lanjut

dapat timbul gejala akibat perluasan tumor (mis. nyeri kepala, gangguan

visus,dan oftalmoplegi eksterna) atau gejala-gejala akibat kegagalan

kelenjar adrenal atau gangguan tiroid sekunder.

Page 14: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Manifestasi klinis hiperprolaktinemia umumnya berasal dari efek

prolaktinpada payudara dan fungsi gonad. Kurang lebih 90% penderita

wanita dengan hiperprolaktinemia mengalami galaktorea. Galaktorea dapat

terjadi unilateral ataubilateral, klinis atau sub-klinis, spontan atau

dirangsang, dan dapat bersifat encer atau kental. Namun galaktorea bukan

ciri khas dari hiperprolaktinemia karena ia dapat terjadi tanpa adanya

hiperprolaktinemia.

Gejala tersering pada wanita premenopause adalah amenorea dan

infertilitas. Wanita amenore karena hiperprolaktinemia tidak mengalami

atrofi payudara seperti pada wanita postmenopause lainnya. Pada

pemeriksaan, didapatkan payudara dan areola terbentuk sempurna dengan

tuberkel Montgomery yang hiperplastik. Bila dilakukan pemijatan dari arah

perifer menuju areola untuk mengosongkan duktus laktaris, diikuti dengan

penekanan areola untuk mengosongkan sinus laktaris, dapat ditemukan

galaktorea. Efek prolaktin terhadap gonad kemungkinan disebabkan oleh

gangguan pulsatilitas normal dari gonadotrophin-releasing hormone

(GnRH) dan perubahan sekresi luteinizinghormone (LH) dan follicle-

stimulating hormone (FSH). Hal ini akan berakibat pada anovulasi, dengan

gejala amenorea atau oligomenorea dan infertilitas. Biasanya penderita

mengalami oligomenorea, namun dapat juga mengalami menstruasi teratur.

Hiperprolaktinemia juga akan mengakibatkan osteoporosis sekunder

yaitu penurunan densitas mineral tulang pada tulang punggung. Setelah nilai

prolaktin kembali ke nilai normal, densitas tulang dapat meningkat kembali

tetapi tidak mencapai nilai normal.

Manifestasi klinis akibat peningkatan kadar prolaktin dapat dibagi dalam 2

kelompok, yakni yang diakibatkan secara langsung oleh kadar prolaktin

yang berlebihan dan manifestasi klinis akibat hipogonadisme.

2.4. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Page 15: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Hipofisa merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang terletak di

dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak. Hipofisis mengendalikan

fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin lainnya, sehingga disebut kelenjar

pemimpin, atau master of gland. kelenjar hipofisis terdiri dari dua lobus, yaitu

lobus anterior dan lobus posterior.

1. Fungsi hipofisis anterior ( adenohipofise )

menghasilkan sejumlah hormon yang bekerja sebagai zat pengendali

produksi dari semua organ endokrin yang lain.

Hormon pertumbuhan (somatotropin ) : mengendalikan

pertumbuhan tubuh (tulang, otot, dan organ-organ lain).

Hormon TSH : mengendalikan pertumbuhan dan aktivitas

sekretorik kelejar tiroid.

Hormon ACTH : mengendalikan kelenjar suprarenal dalam

menghasilkan kortisol yang berasal dari kortex suprarenal.

Hormon FSH : pada ovarium berguna untuk merangsang

perkembangan folikel dan sekresi esterogen. Pada testis, homon ini

berguna untuk merangasang pertumbuhan tubulus seminiferus, dan

spermatogenesis.

Hormon LH : pada ovarium, untuk ovulasi, pembentukan korpus

luteum, menebalkan dinding rahim dan sekresi progesteron. Dan

pada testis, untuk sekresi testoteron

Hormon Prolaktin : untuk sekresi mamae dan mempertahankan

korpus luteum selama hamil.

2. Fungsi hipofisis posterior

Page 16: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Anti-diuretik hormon (ADH): mengatur jumlah air yang melalui

ginjal, reabsorbsi air, dan mengendalikan tekanan darah pada

arteriole.

Hormon oksitosin : mengatur kontraksi uterus sewaktu melahirkan

bayi dan pengeluaran air sususewaktu menyusui.

HORMON PROLAKTIN Adalah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar

pituitari atau kelenjar hipofisis bagian anterior (depan). Hormon ini ada

pada laki2 dan perempuan. Prolaktin benyak terdapat pada ibu yang sedang

menyusui, karena ia adalah hormon penting yang merangsang kelenjar susu

untuk memproduksi susu, sehingga pada saat diperlukan siap berfungsi.

Hormone ini juga diproduksi oleh plasenta.

Fungsi hormon prolaktin yaitu :

1) Berperan dalam pembesaran alveoli dalm kehamilan

2) Mempengaruhi inisiasi kelenjar susu dan mempertahankan laktasi.

3) Menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI

4) Hormon ini juga mengatur metabolisme pada ibu, sehingga kebutuhan zat

oleh tubuh ibu dapat dikurangi dan dialirkan ke janin.

Kadar normal hormon prolaktin di dalam darah sekitar 5-10 ng/mL.

Sekresi hormon prolaktin meningkat pada masa hamil, stres fisik dan

mental, keadaan hipoglikemia. Keluarnya hormon prolaktin, menstimulasi

sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI dan hormon ini juga keluar

dalam ASI itu sendiri. Ketika bayi menyusu, rangsangan sensorik itu

dikirim ke otak. Otak kemudian bereaksi mengeluarkan hormon Prolaktin

yang masuk ke dalam aliran darah menuju kembali ke payudara. Hormon

Prolaktin merangsang sel-sel pembuat susu untuk bekerja, memproduksi

susu.

Page 17: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Sel-sel pembuat susu sesungguhnya tidak langsung bekerja ketika bayi

menyusu. Sebagian besar hormon Prolaktin berada dalam darah selama

kurang lebih 30 menit, setelah proses menyusui. Jadi setelah proses

menyusu selesai, barulah sebagian besar hormon Prolaktin sampai di

payudara dan merangsang sel-sel pembuat susu untuk bekerja. Jadi, hormon

Prolaktin bekerja untuk produksi susu berikutnya. Susu yang disedot/dihisap

bayi saat ini, sudah tersedia dalam payudara, di Sinus Laktiferus.

HORMON OKSITOSIN

Adalah hormone yang dihasilkan kelenjar hipofisis bagian posterior

(belakang).

Setelah menerima rangsangan dari payudara, otak juga mengeluarkan

hormon Oksitosin selain hormon Prolaktin.

Hormon Oksitosin diproduksi lebih cepat daripada Prolaktin.

Hormon ini juga masuk ke dalam aliran darah menuju payudara.

Di payudara, hormon Oksitosin ini merangsang sel-sel otot untuk

berkontraksi.

Oksitosin berfungsi :

Mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan.

Merangsang terjadinya kontraksi yang penting dalam proses pembukaan

vagina sebelum melahirkan dan ketika proses melahirkan.

Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar

alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu.

Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down / milk ejection

reflex.

Membantu mengembalikan uterus pada ukuran sebelumnya dan membantu

menghentikan pendarahan pasca persalinan.

2.5. PATOFISIOLOGI

Fungsi primer prolaktin adalah untuk menstimulasi sel epitel payudara

untuk berproliferasi dan merangsang produksi air susu. Estrogen

Page 18: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

menstimulasi proliferasisel laktotrof hipofisis, dan meningkatkan kuantititas

sel ini pada wanita usia premenopause, terutama saat kehamilan. Namun,

laktasi dihambat oleh kadar estrogen dan progesteron yang tinggi saat

kehamilan. Penurunan kadar estrogen dan progesteron yang cepat pada

periode pasca persalinan akan menyebabkan terjadinya laktasi. Saat laktasi

dan menyusui, ovulasi dapat ditekan akibat supresi gonadotropin oleh

prolaktin.

Seperti kebanyakan hormon hipofisis anterior lainnya, prolaktin

diregulasioleh hormon hipotalamus lewat sirkulasi portal hipotalamus-

hipofisis. Pada umumnya, sinyal dominan adalah bersifat inhibitorik tonik,

yang menghalangi pelepasan prolaktin. Hal ini dimediasi oleh neuro

transmitter dopamin, yang bekerja pada reseptor tipe-D2 yang terdapat pada

sel laktotrof. Sedangkan sinyal stimulatorik dimediasi oleh hormon

hipotalamus, yaitu TRH ( thyrotropin-releasing hormone ) danVIP (

vasoactive intestinal peptide ). Keseimbangan antara kedua sinyal tersebut

menentukan jumlah prolaktin yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis

anterior. Jumlahyang dikeluarkan melalui ginjal turut menentukan

konsentrasi prolaktin di dalam darah. Maka pada hipotiroidisme (keadaan di

mana kadar TRHnya tinggi) dapat terjadi hiperprolaktinemia. VIP

meningkatkan kadar prolaktin sebagai respons dari menyusui dengan

meningkatkan kadar adenosine 3’,5’-cyclic phosphate (cAMP).

Menurunnya kadar dopamin dapat menyebabkan sekresi prolaktin

yang berlebihan. Proses yang dapat mengganggu sintesis dopamin, transpor

dopamin kekelenjar hipofisis, atau efeknya terhadap sel laktotrof, dapat

mengakibatkan hiperprolaktinemia.

Secara praktis, dapat diingat 3P – Physiological, Pharmacological dan

Pathological. Secara fisiologis, peningkatan prolaktin dapat merupakan

akibat dari kehamilan dan stress. Agen farmakologik yang dapat

menyebabkan hiperprolaktinemia antara lain adalah neuroleptik, dopa

blockers, antidepressan, danestrogen. Penyebab patologik antara lain adalah

penyakit hipotalamo-hipofisis, cedera tungkai hipofisis, hipotiroidisme,

Page 19: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

gagal ginjal kronis dan sirosis hati. Manifestasiklinis pada

hiperprolaktinemia adalah akibat pengaruh hormon terhadap jaringan target

prolaktin, yaitu sistem reproduksi dan jaringan payudara dari kedua jenis

kelamin.

Gambar 2. Bagan penyebab hiperprolaktinemia.

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Kemungkinan kehamilan harus selalu disingkirkan, kecuali pada pasien

pasca menopause atau pada pasien yang telah menjalani histerektomi.

Hiperprolaktinemia merupakan hal normal pada pasca persalinan. Sampel

sebaiknya tidak diambil pada saat tidak puasa, setelah aktivitas olahraga

yang berlebihan, pada penderita sindroma ovarium polikistik, setelah

riwayat operasi atau trauma pada dinding dada, atau pada penderita dengan

gagal ginjal atau sirosis hati. Namun,kondisi-kondisi tersebut biasanya

menunjukkan kadar prolaktin kurang dari 50ng/mL. Hal serupa dapat

ditemukan pada penderita hipotiroidisme dan pemakai obat yang menekan

kadar dopamin atau memblokir reseptor dopamin sentral.Pemeriksaan

hormone prolaktin sebaiknya dilakukan pada saat puasa, istirahat, danpada

jam 10 malam.

Anamnesis terarah mengenai riwayat pemakaian obat-obatan juga

sebaiknya dilakukan karena banyak obat dapat mengakibatkan

hiperprolaktinemia, dengan kadarprolaktin kurang dari 100 ng/mL. Obat-

obat tersebut antara lain adalah:

Page 20: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Antagonis reseptor dopamin (fenotiazin, butirofenon,

risperidon,metoklopramid, sulpiride)

Dopamine-depleting agents (metildopa, reserpin)

Lain-lain (isoniazid, antidepresan trisiklik, verapamil, estrogen, opiat)

Setelah menyingkirkan kemungkinan tersebut di atas dan

menyingkirkan suatu lesi hipotalamus, tiga kemungkinan diagnosis harus

dipertimbangkan:

mikro-adenoma (lebih sering pada wanita premenopause),

makro-adenoma (lebih seringwanita postmenopause), atau

tidak ada tumor sama sekali.

Jika tidak dapat ditegakkan adanya suatu lesi tumor, maka didiagnosis

sebagai hiperprolaktinemia idiopatik.Dikatakan suatu mikoradenoma

adalah bila diameter terbesar tumor kurang dari 10mm (diameter maksimal

suatu kelenjar hipofisis yang normal adalah 10 mm) dan dikatakan

makroadenoma jika ukurannya lebih atau sama dengan 10 mm.

Kadarnormal prolaktin adalah di bawah nilai 18 ng/mL (360 mU/L).

Prolaktinoma biasanya disertai dengan kadar prolaktin lebih dari 250

ng/mL, kecil kemungkinan terjadi prolaktinoma bila kadar prolaktin kurang

dari 100 ng/mL. Nilai prolaktinserum pada pasien mikro adenoma biasanya

kurang dari 200 ng/mL dan pada pasien makroadenoma biasanya nilainya

lebih dari 200 ng/mL. Jika kadar prolaktin adalah lebih dari 100 ng/mL atau

kurang dari 250 ng/mL, harus dilakukan pemeriksaan radiologi, khususnya

MRI. Jika dengan MRI, diagnosis adenoma masih tidak dapat ditegakkan,

maka didiagnosis sebagai hiperprolaktinemia idiopatik.

Derajat peningkatan prolaktin serum dapat membantu membedakan

penyebabnya: minimal (hingga 1000 mU/l) mungkin terkait dengan

stress,hipotirodisme dan sindrom ovarium polikistik; sedang (hingga 5000

mU/l) terkait dengan mikroprolaktinoma dan sindrom gangguan tangkai

hipofisis, peningkatan diatas 10000 mU/l umumnya indikasi akan suatu

makroadenoma hipofisis.

Page 21: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Secara umum, hiperprolaktinemia ditemukan pada pasien dengan

keluhanutama seperti amenorea, galaktorea, dan infertilitas. Kadang

dibutuhkan pengukurankadar prolaktin puasa. Untuk mendeteksi hipotiroid,

dilakukan pengukuran hormon TSH. Perlu dilakukan pengukuran kadar

ureum kreatinin untuk mendeteksi gagalginjal. Tes kehamilan perlu

dilakukan, kecuali pada pasien yang telah menopause atau pada pasien yang

telah dilakukan histerektomi. Pasien dengan makroadenoma perlu dievaluasi

untuk mencari suatu hipohipofisisme.

Gambar 3. Alur diagnosis hiperprolaktinemia

MRI merupakan pemeriksaan penunjang gold standard bagi penderita

hiperprolaktinemia yang telah dipastikan penyebabnya bukan proses

fisiologis,kehamilan, obat obatan atau hipotiroidisme. MRI dapat

mendeteksi adenoma sampai ukuran sekecil 3-5 mm.

Anatomi kelenjar hipofisis paling baik dilihat dengan pemeriksaan

MRI.Dengan MRI dapat dilihat kiasma optik, sinus kavernosus, dan

hipofisis itu sendiri(baik kelenjar normal atau suatu tumor), dan tangkainya.

Maka dapat diketahuihubungan antara struktur-struktur tersebut. Jika tidak

ada fasilitas MRI, dapatdipakai CT scan namun resolusinya kurang bagus

dibanding MRI sendiri, CT scantidak dapat mendeteksi mikroadenoma.

Pengukuran tunggal kadar prolaktin dalam satu sampel darah cukup

untuk menunjukkan suatu hiperprolaktinemia. Namun karena sifat alami

sekresi prolaktinyang pulsatil dan sekresi prolaktin dapat dipengaruhi stress,

maka hasil 25-40 µg/Lperlu diulang sebelum ditegakkan diagnosis

hiperprolaktinemia. Kebanyakanpenyebab hiperprolaktinemia dapat

disingkirkan dengan anamnesis dan pemeriksaanfisis, tes kehamilan,

Page 22: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

penilaian fungsi tiroid dan fungsi ginjal. Dalam kasusprolaktinoma,

diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan MRI atau CT scan

sebagaialternatif.

Gambar 4. Gambaran pemeriksaan MRI yang menunjukkan mikroadenoma

danmakroadenoma. Mikroadenoma (anak panah, Gambar 3A) merupakan

suatu massaintrasellar hipodens, dengan diameter 4 mm. Makroadenoma

(anak panah, Gambar4B) merupakan massa, dengan diameter 1 cm, dengan

perluasan ke kiasma optik.

2.7. PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi adalah untuk meredakan gejala hiperprolaktinemia atau

mengurangi ukuran tumor. Penatalaksanaan sebaiknya memperhatikan

penyebab terjadinya hiperprolaktinemia, seperti dengan menghentikan obat

obatan yang mengakibatkan hiperprolaktinemia dan pada penderita dengan

hipotiroidisme dengan memberikanterapi hormone replacement.

Medikamentosa

Dopamine agonist , bromocriptine mesylate merupakan obat pilihan

utama Bromocriptine dapat menurunkan kadar prolaktin sebanyak

70-100%, dan memulihkan proses ovulasi pada wanita usia

premenopause. Pada pasien dengan intoleransi bromocriptine atau

resisten terhadap obat tersebut, dapat diberikan cabergoline. Terapi

diberikan selama 12-24 bulan dan dihentikan jika kadar prolaktin

Page 23: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

telah kembali ke nilai normal. Bromocriptine juga dapat digunakan

untuk mengecilkan ukuran makroadenoma. Jika pengobatan

medikamentosa gagal, maka indikasi untuk dilakukan operasi.

Operasi

Indikasi untuk suatu operasi hipofisis antara lain adalah pasien

dengan intoleransi obat, tumor yang resisten terhadap terapi

medikamentosa, atau pada pasien dengan gangguan lapangan

pandang yang persisten meskipun telah diberikan terapi

medikamentosa (manifestasi akibat penekanan tumor).

Pasien dengan hiperprolaktinemia dan tumor hipofisis kecil dapat

diobati dengan operasi Samada, atau dengan pendekatan

transfenoidal.

Gambar 5. Penanganan Hiperprolaktinemia

2.8. KOMPLIKASI

Komplikasi tergantung dari ukuran tumor dan efek fisiologik dari kondisi

tersebut;komplikasi hiperprolaktinemia antara lain adalah kebutaan,

pendarahan, osteoporosis,dan infertilitas.

Page 24: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

2.9. PROGNOSIS

Sebanyak 90–95 % pasien dengan mikroadenoma mengalami

penurunan sekresi prolaktin secara gradual, jika konsisten dengan

pengobatan minimal selama 7 tahun.

Sepertiga pasien dengan hiperprolaktinemia dapat mengalami

resolusi tanpa pengobatan.

Angka rekurensi hiperprolaktinemia adalah 80%, dan bila terjadi

maka pasien memerlukan terapi medis jangka panjang.

Page 25: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

PATOFLOW HIPERPROLAKTEMIA

Menyebabkan gangguan kelenjar

hipofisis

Amenore Penekanan kelenjar

hipofisis di hipothalamus

oleh tumor

Perubahan

setatus

kesehatan klien

Pasca operasi

Tidak ada

menstruasi

Menyebabkan

gangguan genital

Tidak terjadi

infertilitas

Penurunan libido

dan impoten

Disfungsi

seksual

Penurunan prduksi

hormon estrogen

Kulit menjadi

abnormal

keelastisannya

Abnormal produksi

prolaktin dan

pembesaran mamae

Perubahan citra

tubuh

Merangsang

pengeluaran

BPH

Nyeri kepala

Hipotiroid primer, insufisiensi adrenal, gangguan hipofisis (tumor),obat-obatan

neurogenik, luka di dinding dada,penurunan eleminasi dlm tubuh, molekul abnormal dan

ideopatik

HIPERPROAKTI

MIA

Insisi

Syaraf eferen

thalamus

Medula spinalis

Syaraf aferen

Kurang

pengetahuan

Suplai o2

menurun

Latargi

Perawatan luka

yang tidak

adekuat

Tanda-tanda infeksi

(rubor,dolor,color

dll)

Resti

infeksi

Terjadi penekanan

neuro sensoris

Perubahan

sensoris

perseptual

penglihatan

Krisis

situasi

Koping

Individu

Tdk

efektiv

ansietas

Informasi

tdk adekuat

Kurang

pengeta

huan

Personal

hygene Defisit

Perawatan

diri

Page 26: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

BAB III

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN

1. Riwayat penyakit ; manisfestasi klinis tumor hipofise berpariasi tergantung pada

hormon manayang disekresi berlebihan. Tanyakan manisfestasi klinis dari peningkatan

prolaktin, GH dan ACTH mulai dirasakan.

2. Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.

3. Keluhan utama, mencakup :

Perubahan tingkat energi, kelelahan dan latargi.

Nyeri pada punggung dan perasaan tidak nyaman.

Dispaneuria dan pada peria disertai dengan imptensia.

Nyeri kepala, kaji P,Q,R,S,T.

Gangguan penglihatan seperti menurunnya ketajaman penglihatan, penglihatan

ganda.

Kesulitan dalam hubungan seksual.

Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita) mencakup keteraturan,

kesulitan hamil.

Libido seksual menurun.

Impotensia.

4. Pemeriksaan fisik mencakup :

Pemeriksaan ketajaman penglihatan akibat kompresi saraf optikus, akan

dijumpai penurunan fisik

Periksa adakah pembesaran yang abnormal pada payudara

Inspeksi adakah tanda-tanda infeksi terutama di daerah ginetalia

Perkusi dada dengar adakah suara abnormal dari pembesaran jantung.

5. Pemeriksaan diagnostik

Kadar prolaktin serum; ACTH, GH

Resiko gangguan

integritas kulit

Intoleransi

aktivitas

Page 27: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Foto tengkorak

CT Skan Otak

Tes supresi dengan Dexamethason

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Perubahan citra tubuh yang b/d perubahan penampilan fisik.

2. Disfungsi seksual yang b/d penurunan libido; infertilasi.

3. Nyeri ( kepala ) b/d penekanan jaringan oleh tumor.

4. Takut b/d ancaman kematian akibat tumor otak.

5. Ansietas b/d ancaman terhadap perubahan setatus kesehatan

6. Koping individu tidak efektiv b/d hilangnya kontrol terhadap tubuh.

7. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, latargi.

8. Perubahan sensoris-perseptual (penglihatan) b/d gangguan transmisi impuls akibat

tumor.

9. Resiko gangguan integritas kulit ( kekeringan) b/d menurunnya kadar hormonal.

10. Resti Infeksi b/d tidak ada atau sedikitnya cairan vagina.

3.3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. DX 1 : Perubahan citra tubuh yang b/d perubahan penampilan fisik.

Tujuan : Agar Klien memiliki kembali citra tubuh yang positiv.

Intervensi keperawatan

a. Non pembedahan

Menyakinkan klien bahwa sebagian gejala dapat berkurang dengan

pengobatan ( ginekomastia, galaktorea).

Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.

b. Pemberian obat-obatan

Mengkolaborasi dengan petugas lainya seperti pemberian :

Bromokriptin (parlodel).

2. DX 2 : Disfungsi seksual yang b/d penurunan libido; infertilasi.

Tujuan : agar klien dapat melakukan hubungan lagi dan mencapai tingkat kepuasan

pribadi dari fungsi seksual.

Page 28: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Intervensi keperawatan

Mengidentifikasi masalah spesifik mengenai pengalaman klien terhadap

fungsi seksualnya.

Mendorong agar klien ingin mendiskusikan masalah tersebut dengan

pasangannya.

Mengolaborasi pemberian obat-obatan bromokriptin.

Bila masalah ini timbul setelah hipofisektomi, mengkolaborasi

pemberian gonadotropin.

3. DX 3 : Nyeri ( kepala ) b/d penekanan jaringan oleh tumor.

Tujuan : Agar nyeri di kepala pasien berkurang dan skala nyerinya dapat di ukur.

Intervensi Keperawatan :

Mengkaji skala nyeri

Mencatat karakteristik nyeri, lokasi, intensitas, lama, dan

penyebarannya

4. DX 4 : Takut b/d ancaman kematian akibat tumor otak

Tujuan : Agar pasien tidak merasa ketakutan lagi tentang penyakitnya.

Intervensi keperawatan :

memberikan informasi kepada klien tentang penyakitnya.

Memberikan motivasi agar klien tetap tegar dalam menghadapi cobaan

penyakit yang di deritanya.

5. DX 5 : Ansietas b/d ancaman terhadap perubahan setatus kesehatan.

Tujuan : dalam waktu 1x24 jam kecemasan klien berkurang.

Intervensi keperawatan :

Membantu klien mengekspresikan perasaan marah,

kehilangan, dan takut.

Mengkaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, damping

klien, dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku

merusak.

Page 29: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan.

Memberi lingkungan yang tenang dan suasana penuh

istirahat.

6. DX 6 : Koping individu tidak efektiv b/d hilangnya kontrol terhadap tubuh.

Tujuan : Agar klien dapat menyerap informasi yang diberikan tentang penyakitnya.

Intervensi keperawatan :

Membantu klien agar klien bisa tenang dalam menyerap informasi yang

di berikan.

7. DX 7 : Intoleransi aktivitas b/d kelemahan, latargi.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam aktivitas klien mengalami peningkatan.

Intervensi keperawatan :

Meningkatkan istirahat klien, batasi aktivitas, dan berikan

aktivitas senggang yang tidak berat.

Menjelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat

aktivitas. Contoh : bangun dari kursi, bila tak ada nyeri,

ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan

8. DX 8 : Perubahan sensoris-perseptual (penglihatan) b/d gangguan transmisi impuls

akibat tumor.

Tujuan : Agar dalam 24 jam ketajaman penglihatan klien dapat di minimalisir.

Intervensi Keperawatan :

Mengkaji visus klien.

Menginspeksi adakah kelainan di mata pasien.

Mengkolaborasikan obat-obatan dengan petugas kesehatan lain.

9. DX 9 : Resiko gangguan integritas kulit ( kekeringan) b/d menurunnya kadar

hormonal.

Tujuan : meberikan rasa nyaman pada tubuh pasien

Intervensi keperawatan :

Kaji skala keelastisan kulit, kelembapan kulit

Page 30: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

10. DX 10 : Resti Infeksi b/d pasca pembedahan

Tujuan : tidak terjadinya infeksi pada klien

Intervensi keperawatan :

Memberikan edukasi kepada keluarga pasien cara pembersihan dan

perawatan pasca beda

Membersihkan tempat tidur klien

Membersihkan tempak insisi

Tanyakan pada klien ada keluhan atau tidak

Page 31: Asuhan Keperawatan Sistem Endokrin

DAFTAR PUSTAKA

1. Brooke Chris. 2008.Ensiklopedia Keperawatan.EGC.jakarta

2. Davis J.R.E., Prolactin and Reproductive Medicine. In : Current Opinion inObstetrics

and Gynecology, Lippincott, Manchester, UK; 2004:331-7.

3. Dr. M Fidel Ganis Siregar, SpOG. Hiperandrogenemia,Hiperprolactinemia

Dan Hirsutisme. Departemen Obstetri Dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2010

4. Goffin V., Bernichtein S., Touraine P., Kelly P.A., Development and

potentialclinical uses of human prolactin receptor antagonists, [September] 2005,

[cited 2012 juli], Available from : http://endry.endojurnal.org

5. Mitchell,dkk.2008. BS Dasar Patologis penyakit ed 7. EGC.jakarta

6. Mishra R dkk, 2002. artikel kedokteran.didownlod juli 2012. Di

www.kalbe.com

7. Rajasoorya C., Hyperprolactinaemia and its Clinical Significance. In: SingaporeMedical

Journal 2001, 61(9):398-401.

8. Rumahhorbo, hotma. 1999. Askep Klien dengan gangguan sistemendokrin. EGC.

Jakarta.

9. Shenenberger D., Hyperprolactinemia, [August] 2001, [cited 2012 juli],Available

from : http://www.edimicine.com

10. Sullivan Amanda,dkk.2008. Panduan Pemeriksaan Antenatal.EGC.jakarta