Bab i, II, III Tetanus

28
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan otot-otot rangka. Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka. Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4–0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan

description

asuhan keperawatan mengenai penyakit tetanus

Transcript of Bab i, II, III Tetanus

Page 1: Bab i, II, III Tetanus

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium

tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan

otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot

masseter dan otot-otot rangka.

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman

clostiridium tetani yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara

proksimal dan diikuti kekakuan seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini

selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-

5 x 0,4–0,5 milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram

positif dan hidupnya anaerob. Spora dewasa mempunyai bagian yang ber

bentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh genderang (drum stick).

Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini

(tetanospasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf

perifer setempat. Toksin mi labil pada pemanasan, pada suhu 65ºC akan

hancur dalam 5 menit. Di samping itu dikenai pula tetanolisin yang bersifat

hemolisis, yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Page 2: Bab i, II, III Tetanus

Setelah menyusun makalah ini diharapkan mampu melaksanakan asuhan

keperawatan pada pasien dengan Tetanus.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan makalah ini adalah :

a. Mengetahui Pengertian dari Tetanus

b. Mengetahui Etiologi dari Tetanus

c. Mengetahui Patofisiologi dari Tetanus

d. Mengetahui Manifestasi Klinis dari Tetanus

e. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik pada Tetanus

f. Mengetahui Komplikasi pada Tetanus

g. Mengetahui Penatalaksanaan Medis pada Tetanus

h. Mengetahui Askep pada pasien dengan Tetanus

C. SISTEMATIKA PENULISAN

Makalah ini terdiri dari 4 bab yang disusun secara sistematik dengan

urutan sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan yang terdiri dari : Latar Belakang, Tujuan

Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

Bab II : Konsep Dasar Penyakit yang terdiri dari : Anatomi Fisiologi,

Pengertian, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi Klinik,

Pemeriksaan Diagnostik, Komplikasi, dan Penatalaksanaan

Medik.

Page 3: Bab i, II, III Tetanus

Bab III : Asuhan Keperawatan yang terdiri dari : Pengkajian, Diagnosa

Keperawatan, Perencanaan, dan Evaluasi.

Bab IV : Penutup yang terdiri dari : Kesimpulan dan Saran.

Page 4: Bab i, II, III Tetanus

BAB IIKONSEP DASAR PENYAKIT

A. ANATOMI FISIOLOGIS

B. PENGERTIAN

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman

Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal

dan diikuti kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot massater

dan otot-otot rangka.

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena

mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari

bahasa Yunani yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit

ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia

menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum, melengkungnya

punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis

pernapasan.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa tetanus adalah penyakit

infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium tetani, yang

ditandai dengan gejala kekakuan dan kejang otot.

C. ETIOLOGI

Clostiridium tetani adalah kuman yang berbentuk batang seperti penabuh

genderang berspora, golongan gram positif, hidup anaerob. Kuman ini

Page 5: Bab i, II, III Tetanus

mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik (tetanus spasmin), yang

mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat.

Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh

adanya luka yang dalam dengan perawatan yang salah.

Faktor predisposisi

1. Umur tua atau anak-anak.

2. Luka yang dalam dan kotor.

3. Belum terimunisasi

Page 6: Bab i, II, III Tetanus

D. PATOFISIOLOGI

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan

pada tetanus -Hipertermi

-Hipotermi

-Aritmia

-Takikardi

Hipoksia berat

O2 di otak

Kesadaran

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan

-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -PK. Hipoksemia

-Gangguan Komunikasi -Ggn. Perfusi Jaringan

Terpapar kuman Clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum Tulang Belakang

Saraf OtonomOtak

Tonus otot Menempel pada Cerebral

GangliosidesMengenai Saraf Simpatis

Hilangnya keseimbangan tonus otot

Kekakuan otot

Sistem Pencernaan Sistem Pernafasan

Page 7: Bab i, II, III Tetanus

Verbal -Ggn. Pertukaran Gas

-Kurangnya

pengetahuan Ortu

-Dx,Prognosa, Perawatan

E. MANIFESTASI KLINIK

Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang

makin bertambah terutama pada rahang dan leher. Dalam waktu 48 jam

penyakit ini menjadi nyata dengan :

1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot

mastikatoris.

2. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector

trunki).

3. Ketegangan otot dinding perut.

4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu

anterior.

5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut

mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

6. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan

sering marupakan gejala dini.

7. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas

inferior dalam keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal

kuat. Keadaan tetap sadar. Spasme mula-mula intermitten diselingi

Page 8: Bab i, II, III Tetanus

periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut

disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus

karena kontraksi yang kuat.

8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan

laring. Retensi urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur

kolumna vertebralis dapat pula terjadi karena kontraksi otot yang sangat

kuat.

9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.

10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian

tekanan cairan otak.

Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:

1. Tetanus Local

Otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian

paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan

menghilang tanpa sekuele.

2. Tetanus general

Merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk,

trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan

manifestasi awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik—

meluas.Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi

lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya spasme

berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh

periode relaksasi.

Page 9: Bab i, II, III Tetanus

3. Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-

2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka.Paling

menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah

saraf otak VII diikuti tetanus umum.

Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :

1. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.

2. Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila

dirangsang.

3. Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas

terutama pada rahang.

2. Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L, peninggian tekanan

otak, deteksi kuman sulit.

3. Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler.

G.KOMPLIKASI

1. Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di

dalam rongga mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi

sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.

2. Asfiksia

3. Atelektaksis karena obstruksi secret.

4. Fraktura kompresi.

Page 10: Bab i, II, III Tetanus

H. PENATALAKSANAAN MEDIK

1. Non Farmakologi

a. Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.

b. Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus

makanan diberi pada sonde parenteral.

c. Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.

d. Menjaga jalan nafas agar tetap efisien

e. Mengatur cairan dan elektrolit.

2. Farmakologi

a. Antitoksin

Antitoksin 20.000 iu/1.m/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan setelah

dipastikan tidak ada reaksi hipersensitivitas.

b. Anti kejang/Antikonvulsan

1) Fenobarbital (luminal) 3 x 100 mg/IM. untuk anak diberikan mula-

mula 60-100 mg/1.M lalu dilanjutkan 6 x 30 mg hari (max. 200

mg/hari).

2) Klorpromasin 3 x 25 mg/IM/hari untuk anak-anak mula-mula 4-6

mg/kg BB.

3) Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/IM/4 jam, dll.

c. Antibiotik

Page 11: Bab i, II, III Tetanus

Penizilin prokain 1,1 juta u/hari atau tetrasiflin 1 gr/hari/IV. Dapat

memusnakan tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.

BAB IIIASKEP TETANUS

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Keperawatan

Page 12: Bab i, II, III Tetanus

a. Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,

tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi

b. Identitas orang tua :

1) Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat

2) Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat

c. Identitas sudara kandung.

2. Keluhan utama/alasan masuk RS.

3. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

b. Riwayat kesehatan masa lalu

c. Antenatal Care

d. Natal Care

e. Postnatal Care

f.Riwayat kesehatan keluarga

4. Riwayat imunisasi

5. Riwayat tumbuh kembang

a. Pertumbuhan fisik

b. Perkembangan tiap tahap

6. Riwayat Nutrisi

a. Pemberian ASI

b. Susu Formula

c. Pemberian makanan tambahan

d. Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini

Page 13: Bab i, II, III Tetanus

7. Riwayat Psikososial.

8. Riwayat Spiritual.

9. Reaksi Hospitalisasi

Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap.

10. Aktifitas sehari-hari

a. Nutrisi

b. Cairan

c. Eliminasi BAB/BAK

d. Istirahat tidur

e. Olahraga

f.Personal Hygiene

g. Aktifitas/mobilitas fisik

h. Rekreasi

11. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum klien

b. Tanda-tanda vital

c. Antropometri

d. Sistem pernafasan

e. Sistem Cardiovaskuler

f.Sistem Pencernaan

g. Sistem Indra

Page 14: Bab i, II, III Tetanus

h. Sistem muskulo skeletal

i. Sistem integument

j. Sistem Endokrin

k. Sistem perkemihan

l. Sistem reproduksi

m.Sistem imun

n. Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi

sensorik, fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen.

12. Pemeriksaan tingkat perkembangan

a. 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik

halus, bahasa, personal sosial)

b. 1 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial).

13. Tes Diagnostik

14. Terapi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kebersihan jalan napas tidak efektif b/d penumpukan sputum pada

trakea dan spame otot pernapasan.

2. Gangguan pola napas b/d jalan napas terganggu akibat spasme otot-

otot pernafasan.

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b/d efek toksin (bakterimia).

4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kekakuan otot

pengunyah.

5. Risiko terjadi cedera b/d sering kejang.

Page 15: Bab i, II, III Tetanus

C. PERENCANAAN

Dx 1 : Kebersihan jalan nafas tidak efektif b/d penumpukan sputum pada

trakea dan spame otot pernafasan.

Tujuan : Jalan nafas efektif.

Kriteria Hasil :

1. Klien tidak sesak, lendir atau sluam tidak ada

2. Pernafasan 16-18 kali/menit.

3. Tidak ada pernafasan cuping hidung.

4. Tidak ada tambahan otot pernafasan.

5. Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas

normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg).

Intervensi :

1. Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala ekstensi.

R/ Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan cara untuk

meluruskan rongga pernapasan sehingga proses respiransi tetap

berjalan lancar dengan menyingkirkan pembuntuan jalan napas.

2. Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi mendengarkan suara napas

(adakah ronchi) tiap 2-4 jam sekali.

R/ Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernapasan akibat atas

cairan atau sekret yang menutupi sebagian dari saluran pernapasan

sehingga perlu dikeluarkan untuk mengoptimalkan jalan napas.

Page 16: Bab i, II, III Tetanus

3. Bersihkan mulut dan saluran napas dari sekret dan lendir dengan

melakukan suction.

R/ Suction merupakan tindakan bantuan untuk mengeluarkan sekret,

sehingga mempermudah proses respirasi.

4. Oksigenasi.

R/ Pemberian O2 secara adequat dapat mensuplai dan memberikan

cadangan O2, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam.

R/ Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan napas

disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan

capilary refill time yang memanjang/lama.

6. Observasi timbulnya gagal nafas.

R/ Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi

yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical

ventilation).

7. Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer sekresi (mukolitik).

R/ Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang kental sehingga

mempermudah pengeluaran dan mencegah kekentalan.

Dx 2 : Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu

akibat spasme otot-otot pernafasan.

Tujuan : Pola nafas teratur dan normal.

Page 17: Bab i, II, III Tetanus

Kriteria Hasil :

1. Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahan O2.

2. Tidak sesak, pernapasan normal 16-18 kali/menit

3. Tidak sianosis.

Intervensi :

1. Monitor irama pernapasan dan respirati rate.

R/ Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan dari pernapasan

dapat dilihat dari frekuensi, jenis pernapasan,kemampuan dan irama

napas.

2. Atur posisi luruskan jalan napas.

R/ Jalan napas yang longgar dan tidak ada sumbatan proses respirasi

dapat berjalan dengan lancar.

3. Observasi tanda dan gejala sianosis.

R/ Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi ketidakadekuatan

suply O2 pada jaringan tubuh perifer.

4. Oksigenasi.

R/ Pemberian O2 secara adequat dapat mensuplai dan memberikan

cadangan O2, sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

5. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam.

Page 18: Bab i, II, III Tetanus

R/ Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya gangguan nafas

disertai dengan kerja jantung yang menurun timbul takikardia dan

capilary refill time yang memanjang/lama.

6. Observasi timbulnya gagal napas.

R/ Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi diperlukan intervensi

yang kritis dengan menggunakan alat bantu pernapasan (mekanical

ventilation).

7. Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah.

R/ Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses difusi dan perfusi

jaringan.

Dx 3 : Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) b/d efek toksin (bakterimia).

Tujuan : Suhu tubuh normal

Kriteria hasil : 36-37ºC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-

10.000/mm3.

Intervensi :

1. Atur suhu lingkungan yang nyaman.

R/ Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi dan suhu tubuh

individu sebagai suatu proses adaptasi melalui proses evaporasi dan

konveksi.

2. Pantau suhu tubuh tiap 2 jam.

Page 19: Bab i, II, III Tetanus

R/ Identifikasi perkembangan gejala-gejala ke arah syok exhaustion.

3. Berikan hidrasi atau minum yang cukup adequate.

R/ Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan merupakan

kompresi badan dari dalam.

4. Lakukan tindakan teknik aseptik dan antiseptik pada perawatan luka.

R/ Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan toksin yang masih

berada disekitar luka.

5. Berikan kompres dingin bila tidak terjadi ekternal rangsangan kejang.

R/ Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk menurunkan suhu

tubuh dengan cara proses konduksi.

6. Laksanakan program pengobatan antibiotik dan antipieretik.

R/ Obat-obat antibakterial dapat mempunyai spektrum luas untuk

mengobati bakteria gram positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik

bekerja sebagai proses termoregulasi untuk mengantisipasi panas.

7. Kolaboratif dalam pemeriksaan lab leukosit.

R/ Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih dari 10.000 /mm3

mengindikasikan adanya infeksi dan atau untuk mengikuti

perkembangan pengobatan yang diprogramkan.

Dx 4 : Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d kekakuan otot

pengunyah.

Page 20: Bab i, II, III Tetanus

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil :

1. BB optimal.

2. Intake adekuat.

3. Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg%.

Intervensi :

1. Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesulitan dalam makan dan

pentingnya makan bagi tubuh.

R/ Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan dari otot pengunyah

sehingga klien mengalami kesulitan menelan dan kadang timbul refleks

balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang adequat

diharapkan klien dapat berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.

2. Kolaboratif :

a. Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur kasar.

R/ Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien dari tingkat

membuka mulut dan proses mengunyah.

b. Pemberian carian per IV line.

R/ Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien dengan

ketidakmampuan mengunyak atau tidak bisa makan lewat mulut

sehingga kebutuhan nutrisi terpenuhi.

c. Pemasangan NGT bila perlu.

Page 21: Bab i, II, III Tetanus

R/ NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan juga untuk

memberikan obat.

Dx 5 : Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

Tujuan : Cedera tidak terjadi

Kriteria hasil :

1. Klien tidak ada cedera.

2. Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman.

Intervensi :

1. Identifikasi dan hindari faktor pencetus.

R/ Menghindari kemungkinan terjadinya cedera akibat dari stimulus

kejang.

2. Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai

pengaman.

R/ Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.

3. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel.

R/ Antisipasi dini pertolongan kejang akan mengurangi resiko yang

dapat memperberat kondisi klien.

4. Lindungi pasien pada saat kejang.

R/ Mencegah terjadinya benturan/trauma yang memungkinkan

terjadinya cedera fisik.

Page 22: Bab i, II, III Tetanus

5. Catat penyebab mulai terjadinya kejang.

R/ Pendokumentasian yang akurat, memudahkan pengontrolan dan

identifikasi kejang.

D. EVALUASI

1. Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada, pernafasan 16-18

kali/menit, tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada tambahan otot

pernafasan, dan Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas

Darah dalam batas normal (pH= 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2

= 80-100 mmHg).

2. Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan O2,

tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit, dan tidak sianosis.

3. Suhu normal 36-37ºC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-

10.000/mm3.

4. BB klien optimal, intake adekuat, dan hasil pemeriksaan albumin 3,5-5

mg%.

5. Klien tidak ada cedera, tidur dengan tempat tidur yang terpasang

pengaman.