bab 1 & 2 tetanus

34
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani yang dimanifestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikiuti kekakuan seluruh badan.Kekauan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang,ramping berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron.Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob,spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang tempatnya di ujung penabuh genderang (drum stick).Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik.Toksin ini (tetanospasmin) mula- mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemansan,pada suhu 65 0 C akan hancur dalam 5 menit. Disamping itu dikenali pula tetanolisinyang bersifat hemolisis,yang perannya kurang berarti dalam proses penyakit. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Apa definisi dari tetanus ? 1.2.2 Apa etiologi dari tetanus ? 1.2.3 Apa patofisiologi dari tetanus ? 1.2.4 Apa manifestasi klinis dari tetanus ? 1.2.5 Apa evaluasi diasnoktik dari tetanus ? 1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan dari tetanus ? 1.2.7 Bagaimana askep dari tetanus ?

description

tetanus

Transcript of bab 1 & 2 tetanus

Page 1: bab 1 & 2 tetanus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman

clostridium tetani yang dimanifestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan

diikiuti kekakuan seluruh badan.Kekauan tonus otot ini selalu nampak pada otot

masester dan otot rangka.Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang,ramping

berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5 milimikron.Kuman ini berspora termasuk golongan Gram

positif dan hidupnya anaerob,spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat

yang tempatnya di ujung penabuh genderang (drum stick).Kuman mengeluarkan

toksin yang bersifat neurotoksik.Toksin ini (tetanospasmin) mula-mula akan

menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada

pemansan,pada suhu 650C akan hancur dalam 5 menit. Disamping itu dikenali pula

tetanolisinyang bersifat hemolisis,yang perannya kurang berarti dalam proses

penyakit.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa definisi dari tetanus ?

1.2.2 Apa etiologi dari tetanus ?

1.2.3 Apa patofisiologi dari tetanus ?

1.2.4 Apa manifestasi klinis dari tetanus ?

1.2.5 Apa evaluasi diasnoktik dari tetanus ?

1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan dari tetanus ?

1.2.7 Bagaimana askep dari tetanus ?

1.2.8 Bagaimana pencegahan primer,sekunder,tersier dari tetanus?

1.3 Tujuan

1.3.1 Umum

1.3.1.1 Untuk mengetahui tetanus asuhan keperawatan pada pasien tetanus.

1.3.2 Khusus

1.3.2.1 Mengetahui definisi dari tetanus.

1.3.2.2 Mengetahui etiologi dari tetanus.

Page 2: bab 1 & 2 tetanus

1.3.2.3 Mengetahui patofisiologi dari tetanus.

1.3.2.4 Mengetahui manifestasi klinis dari tetanus.

1.3.2.5 Mengetahui evaluasi diasnoktik dari tetanus.

1.3.2.6 Mengetahui penatalaksanaan dari tetanus.

1.3.2.7 Mengetahui asuhan keperawatan dari tetanus.

1.3.2.8 Mengetahui pencegahan primer,sekunder,tersier dari tetanus.

1.4 Manfaat

Dari makalah ini diharapkan mahasiswa dan pembaca dapat memahami

pengertian dan asuhan keperawatan dari tetanus. Dan dapat mencegah terjadinya

penyakit tersebut. Mengetahui tanda dan gejala sehingga kita sebagai perawat mampu

bertindak sesuai dengan asuhan keperawatan.

Page 3: bab 1 & 2 tetanus

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman

Clostridium tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksimal dan diikuti

kekuatan otot seluruh badan.Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot master dan

otot-otot rangka (Hendarwanto cit Soeparman,1987).

Tetanus adalah penyakit akut yang disebabkan oleh clostridium tetani yang

dihasilkan oleh exsotoksin (Ns.Haryanto,S.Kep).

Tetanus adalah penyakit yang akut dan kadang fatal yang disebabkan oleh

neurotoksin(tetanospasmin) yang dihasilkan oleh clostridium tetani yang sporanya

masuk melalui luka (kamus kedokteran dorlan).

Tetanus adalah penyakit akibat infeksi luka oleh bakteri clostridium tetani

dengan gejala kejang-kejang(Ahmad A.K Miuda,kamus kedokteran).

Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh clostridium

tetani,pada kulit/luka.Tetanus merupakan manifes dari intoksikasi terutama pada

disfungsi neuromuscular,yang disebabkan oleh tetanospasmin, toksin yang dilepas

oleh clostridium tetani.Keadaan sakit diawali dengan terjadinya spasme yang kuat

pada otot rangka dan diikuti adanya kontraksi paroksismal.Kekakuan otot terjadi pada

rahang(lockjaw) dan leher pada awalnya,setelah itu akan masuk ke seluruh tubuh

(BrookI.,2000).

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena

mempengaruhi sistem saraf dan otot.Kata tetanus di ambil dari bahasa Yunani yaitu

tetanos dari teitenin yang berarti menegang.Penyakit ini adalah penyakit infeksi di

mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trimus (lockjaw),spasme otot

umum,melengkungnya punggung (opistotonus),spasme glotal,kejang dan spasme dan

paralisis pernafasan.

Tetanus adalah gangguan neurologi yang ditandai dengan meningkatnya tonus

otot dan spasme,yang disebabkan oleh tetanospasmin,suatu toksin protein yang kuat

yang dihasilkan oleh clostridium tetani.Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus

Page 4: bab 1 & 2 tetanus

termasuk didalamnya tetanus neunatorum,tetanus generalisata dan gangguan

neurologis lokal (Gatoet Ismanoe,Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi 4,2006).

2.2 Etiologi

Penyakit tetanus disebabkan oleh kuman Clostridium Tetani. Kuman ini banyak

terdapat dalam kotoran hewan memamah biak seperti sapi,kuda dan lain-lain.Sehingga

luka yang tercemar dengan kotoran hewan banyak berbahaya bila kemasukan kuman

tetanus.Tusukan paku yang berkarat sering juga membawa clostridium tetani kedalam

luka lalu berkembang baik.Bayi yang baru lahir ketika tali pusarnya dipotong bila alat

pemotong yang kurang bersih dapat juga kemasukan kuman tetanus.

Clostrodium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat

anaerob,membentuk spora (tahan panas),gram-positif,mengeluarkan eksotoksin yang

bersifat neurotoksin(yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), patogenesis

bersimbiosis dengan mikroorganisme piogenik(pyogenic).

Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda, usus kuda,dan tanah yang

dipupuk kotoran kuda.Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka dalam,luka

tusuk,luka dengan jaringan mati(corpus alienum)karena merupakan kondisi yang baik

untuk proliferasi kuman anaerob.Luka dengan infeksi piogenik di mana bakteri

piogenik mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang

penting bagi tumbuhnya basil tetanus.

2.3 Patofisiologi

Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan aneorobit berubah menjadi

bentuk fegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksindalam jaringan yang

anaerobit ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya

Page 5: bab 1 & 2 tetanus

tekanan oksigen jaringan akibat adanya pus,nekrosis jaringan,garam kalsium yang

dapat diionisasi.Secara intra aksonal toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan

waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan aktivitas serabutnya.Belum terdapat

perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin telah terkumpul dalam

sel.Dalam sumsum tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf lower motorneuron

keluksinafs dari spinal inhibitorineurin.Pada daerah inilah toksin menimbulkan

gangguan pada inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan.

Clostridium tetani harus bersimbiosis dengan organisme piogenik.Basil tetanus

tetap berada di daerah luka dan berkembang baik sedangkan eksotoksinnya beredar

mengikuti sirkulasi darah sehingga terjadi toksemia (toksemia murni tanpa disertai

bakteremia maupun sepsis).

Hipotesis cara bekerjanya toksin,yaitu pertama toksin diserap oleh ujung-ujung

syaraf motorik dan mencapai sel-sel kornu anterior medula spinalis,melalui axis

silinder (kemudianmenyebabkan kegiatan motorik seperti kejang).Kedua toksin

diangkut oleh aliran darah ke SSP,hal ini dapat dibuktikan dengan baik,ATS bereaksi

pada toksin yang hanya ada di darah.

2.4 Manifestasi Klinis

Manifestsi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai

kejang yanghebat. Masa timbulnya gejala awal tetanus sampai kejang disebut awitan

penyakit, yang berpengaruh terhadap prognostik.

Manifestasi klinis pada tetanus ada 4 macam yaitu :

a. Tetanus lokal

Tetanus lokal merupakan bentuk penyakit tetanus yang ringan dengan angka

kematian dengan 1%.Gejalanya meliputi kekauan dan spesesme yang menetap

disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka.Tetanus luka yang

berkembang menjadi tetanus umum.

b. Tetanus sefalik

Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inskubasi 1-2 hari,yang

disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis.Gejalanya berupa

trismus,disfagia,rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial.Tetanus sefal

jarang terjadi,dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya

biasanya jelek.

c. Tetanus umum

Page 6: bab 1 & 2 tetanus

Bentuk tetanus yang sering ditemukan. Gejala klinis berupa

trimus,iritable,kekakuan leher,susah menelan,kekakuan dada dan perut

(opisthotonus), fleksi dan abduksi lengan serta ekstensi tungkai,rasa sakit dan

kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan

ringan seperti sinar,suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tepat baik.

d. Tetanus neonatorum

Tetanus pada bayi baru lahir,disebabkan adanya infeksi tali pusat,umumnya karena

tekhnik pemotongan tali pusat yang aseptik dan ibu yang tidak mendapat imunisasi

yang adekuat.Gejala yang sering timbul adalah ketidak kemampuan untuk

menetek, kelemahan,irritable, diikuti oleh kekakuan dan spasme. Posisi tubuh

klasik : trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus yang

berat dengan lordosis lumbal. Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada

siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal,

ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi

jari-jari kaki. Kematian biasanya disebabkan henti nafas, hipoksia, pneumonia,

kolaps sirkulasi dan kegagalan jantung paru.

Derajat penyakit tetanus menurut modifikasi dari klasifikasi Ablett’s :

a. Derajat I (ringan)

Trismus ringan sampai sedang, kekakuan umum, spasme tidak ada, disfagia

tidak ada atau ringan, tidak ada gangguan respirasi.

b. Derajat II (sedang)

Trismus sedang dan kekakuan jelas, spasme hanya sebentar, takipneu dan

disfagia ringan.

c. Derajat III (berat)

Page 7: bab 1 & 2 tetanus

Trismus berat, otot spastis, spasme spontan, takipneu, apnoeic spell, disfagia

berat, takikardia dan peningkatan aktivitas sistem otonomi.

d. Derajat IV (sangat berat)

Derajat III disertai gangguan otonomik yang berat meliputi sistem

kardiovaskuler, yaitu hipertensi berat dan takikardi atau hipotensi dan

bradikardi, hipertensi berat atau hipotensi berat. Hipotensi tidak berhubungan

dengan sepsis, hipovolemia atau penyebab iatrogenik.

Bila pembagian derajat tetanus terdiri dari ringan, sedang dan berat, maka

derajat tetanus berat meliputi derajat III dan IV.

2.5 Evaluasi Diagnostik

2.6 Penatalaksanaan

1. Dasar

a. Memutuskan invasi toksin dengan antibiotik dan tindakan bedah.

a) Antibiotik

Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman tetanus

bentuk vegetatif. Clostridium peka terhadap penisilin grup beta laktam

termasuk penisilin G, ampisilin, karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain.

Kuman tersebut juga peka terhadap klorampenikol, metronidazol,

aminoglikosida dan sefalosporin generasi ketiga.

Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin

prokain 1,2 juta 1 kali sehari.Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis

100.000 unit/kgBB/hari IV selama 10-14 hari.Pemakaian ampisilin 150

mg/kg/hari dan kanamisin 15 mg/kgBB/hari digunakan bila diagnosis

tetanus belum ditegakkan, kemudian bila diagnosa sudah ditegakkan diganti

Penisilin G.

Rauscher(1995) menganjurkan pemberian metronidazole awal secara

loading dosis 15 mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 7,5 mg/kgBB selama 1

jam perinfus setiap 6 jam.Hal ini pemberian metronidazole secara bermakna

menunjukkan angka kematian yang rendah, perawatan di rumah sakit yang

pendek dan respon yang baik terhadap pengobatan tetanus sedang.Pada

penderita yang sensitif terhadap penisilin maka dapat digunakan tetrasiklin

Page 8: bab 1 & 2 tetanus

dengan dosis 25-50 mg/kg/hari,dosis maksimal 2 gr/hari dibagi 4 dosis dan

diberikan secara peroral.

Bila terjadi pneumonia atau septikemia diberikan metisilin 200

mg/kgBB/hari selama 10 hari atau metisilin dengan dosis yang sama

ditambah gentamisin 5-7,5 mg/kgBB/hari.

b) Perawatan luka

Luka dibersihkan atau dilakukan debridemen terhadap benda asing

dan luka dibiarkan terbuka. Sebaiknya dilakukan setelah penderita

mendapat anti toksin dan sedasi. Pada tetanus neonatorum tali pusat

dibersihkan dengan betadine dan hidrogen peroksida, bila perlu dapat

dilakukan omphalektomi.

b. Netralisasi toksin

a) Anti tetanus serum

Dosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-100.000

unit,setengah dosis diberikan secara IM dan setengahnya lagi diberikan

secara IV, sebelumnya dilakukan tes hipersensitifitas terlebih dahulu. Pada

tetanus neonatorum diberikan 10.000 unit IV.

Udwadia (1994) mengemukakan sebaiknya anti tetanus serum tidak

diberikan secara intrathekal karena dapat menyebabkan meningitis yang

berat karena terjadi iritasi meningen. Namun ada beberapa pendapat juga

untuk mengurangi reaksi pada meningen dengan pemberian ATS intratekal

dapat diberikan kortikosteroid IV, adapun dosis ATS yang disarankan 250-

500 IU.

b) Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)

Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama pada

tetanus dengan dosis 3000-6000 unit secara IM, HTIG harus diberikan

sesegera mungkin. Kerr dan Spalding (1984) memberikan HTIG pada

neonatus sebanyak 500 IU IV dan 800-2000 IU intrathekal. Pemberian

intrathekal sangat efektif bila diberikan dalam 24 jam pertama setelah timbul

gejala.Namun penelitian yang dilakukan oleh Abrutyn dan Berlin (1991)

menyatakan pemberian immunoglobulin tetanus intratekal tidak memberikan

keuntungan karena kandungan fenol pada HTIG dapat menyebabkan kejang

Page 9: bab 1 & 2 tetanus

bila diberikan secara intrathekal. Pemberian HTIG 500IU IV atau IM

mempunyai efektivitas yang sama.

Dosis HTIG masih belum dibakukan, Miles (1993) mengemukakan

dosis yang dapat diberikan adalah 30-300IU/kgBB IM, sedangkan Kerr

(1991) mengemukakan HTIG sebaiknya diberikan 1000 IU IV dan 2000 IU

IM untuk meningkatkan kadar antitoksin darah sebelum debridemen luka.

c. Menekan efek toksin pada SSP

a) Benzodiazepin

Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering

digunakan.Obat ini mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan

pelemas otot yang kuat. Pada tingkat supraspinal mempunyai efek sedasi,

tidur, mengurangi ketakutan dan ketegangan fisik serta penenang dan pada

tingkat spinal menginhibisi refleks polisinaps. Efek samping dapat berupa

depresi pernafasan,terutama terjadi bila diberikan dalam dosis besar.Dosis

diazepam yang diberikanpada neonatus

adalah0,3-0,5mg/kgBB/kalipemberian.Udwadia(1994),pemberian diazepam

pada anak dan dewasa 5-20 mg 3 kali sehari, dan pada neonatus diberikan

0,1-0,3 mg/kgBB/kali pemberian IV setiap 2-4 jam. Pada tetanus ringan

obat dapat diberikan per oral, sedangkan tetanus lain sebaiknya diberikan

drip IV lambat selama 24 jam.

b) Barbiturat

Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30 mg

untuk neonatus dan 100 mg untuk anak-anak tiap 8-12 jam, bila dosis

berlebihan dapat menyebabkan hipoksisa dan keracunan. Fenobarbital

intravena dapat diberikan segera dengan dosis 5 mg/kgBB, kemudian 1

mg/kgBB yang diberikan tiap 10 menit sampai otot perut relaksasi dan

spasme berkurang. Fenobarbital dapat diberikan bersama-sama diazepam

dengan dosis 10 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis melalui selang nasogastrik.

c) Fenotiazin

Klorpromazin diberikan dengan dosis 50 mg IM 4 kali sehari (dewasa), 25

mg IM 4 kali sehari (anak), 12,5 mg IM 4 kali sehari untuk neonatus.

Fenotiazin tidak dibenarkan diberikan secara IV karena dapat menyebabkan

syok terlebih pada penderita dengan tekanan darah yang labil atau hipotensi.

Page 10: bab 1 & 2 tetanus

b. Umum

Penderita perlu dirawat dirumah sakit, diletakkan pada ruang yang tenang

pada unit perawatan intensif dengan stimulasi yang minimal. Pemberian cairan dan

elektrolit serta nutrisi harus diperhatikan. Pada tetanus neonatorum, letakkan

penderita di bawah penghangat dengan suhu 36,2-36,5oC (36-37oC), infus IV

glukosa 10% dan elektrolit 100-125 ml/kgBB/hari. Pemberian makanan dibatasi 50

ml/kgBB/hari berupa ASI atau 120 kal/kgBB/hari dan dinaikkan bertahap. Aspirasi

lambung harus dilakukan untuk melihat tanda bahaya. Pemberian oksigen melalui

kateter hidung dan isap lendir dari hidung dan mulut harus dikerjakan.

Trakheostomi dilakukan bila saluran nafas atas mengalami obstruksi oleh

spasme atau sekret yang tidak dapat hilang oleh pengisapan. Trakheostomi

dilakukan pada bayi lebih dari 2 bulan. Pada tetanus neonatorum, sebaiknya

dilakukan intubasi endotrakhea.

Bantuan ventilator diberikan pada :

1. Semua penderita dengan tetanus derajat IV.

2. Penderita dengan tetanus derajat III dimana spasme tidak terkendali dengan

terapi konservatif dan PaO2.

3. Terjadi komplikasi yang serius seperti atelektasis, pneumonia dan lain-lain.

c. Pembedahan

a) Problema pernafasan:trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa

minggu:instubasi trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.

b) Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

2.7 Pencegahan pada Tetanus

Pencegahan penyakit tetanus meliputi :

1. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 bulan.

2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2x.

3. Pencegahan terjadinya luka dan merawat luka secara adekuat.

4. Pemberian anti tetanus serum.

Page 11: bab 1 & 2 tetanus

2.8 Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,

pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,

dan penanggung biaya.

2. Keluhan Utama

Panas badan tinggi

Kejang

Penurunan tingkat kesadaran.

3. Riwayat Penyakit Saat Ini

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui

predisposisi penyebab sumber luka. Di sini harus ditanya dengan jelas tentang

gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah

buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian

lebih dalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering

menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya

menurunkan keluhan kejang tersebut.

Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan

dengan toksin tetanus yang menginflamasi jaringan otak. Keluhan perubahan

perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit dapat terjadi

letargi, tidak responsif, dan koma.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan

adanya hubungan atau adanya predisposisi keluhan sekarang meliputi

pernahkah klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam misalnya

tertusuk paku, pecahan kaca, terkena kaleng, atau luka yang menjadi kotor;

karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau kecelakaan dan timbul

luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan patah tulang terbuka.

Page 12: bab 1 & 2 tetanus

Adakah porte d’ entree lainnya seperti luka gores yang ringan kemudian

menjadi bernanah dan gigi berlubang dikorek dengan benda kotor.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Secara patologi tetanus tidak diturunkan karena tidak adanya peran

herediter dilhat dari penyebab tetanus itu sendiri. Perawat perlu menanyakan

apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainnya.

6. Pemeriksaan Fisik (ROS : Review of System)

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem (B1-B6) dengan

fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

Pada klien tetanus biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari

normal 38-40oC. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi

dan toksin tetanus yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu tubuh.

Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan penurunan perfusi jaringan otak.

Apabila disertai dengan peningkatan frekuensi pernafasan sering berhubungan

dengan peninglatan laju metabolisme umum. TD biasanya normal.

B1 (Breathing)

a. Inspeksi

1. Batuk

2. Produksi sputum

3. Sesak nafas

4. Penggunaan otot bantu nafas

5. Peningkatan frekuensi pernafasan

b. Palpasi thorak

1. Taktil premitus seimbang kanan dan kiri.

c. Auskultasi

1. Ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi secret

2. Kemampuan batuk yang menurun.

B2 (Blood)

Page 13: bab 1 & 2 tetanus

a. Syok hipovolemik

b. TD biasanya normal

c. Peningkatan heart rate

d. Adanya anemis karena hancurnya eritrosit.

B3 (Brain)

a. compos mentis

b. Penurunan pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien

sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai

tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitorng pemberian

asuhan.

Fugsi serebri

a. Status mental: observasi penampilan klien dengan tingkah lakunya.

b. Nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik

yang pada klien tetanus tahap lanjut biasanya status mental klien

mengalami perubahan.

Pemeriksaan saraf kranial

Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi penciuman

tidak ada kelainan.

Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.

Saraf III, IV, VI. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien tetanus mengeluh

mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya. Respons

kejang umum akibat stimulus rangsang cahaya perlu diperhatikan perawat

untuk memberikan intervensi menurunkan stimulasi cahaya tersebut.

Saraf V. Reflek masester meningkat. Mulut mencucu seperti mulut ikan (ini

adalah gejala khas dari tetanus)

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut

(trismus)

Saraf XI. Didapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan leher

(mendadak).

Page 14: bab 1 & 2 tetanus

Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi, dan indra

pengecapan normal.

Sistem motorik

a. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan.

b. Koordinasi pada tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.

Pemeriksaan refleks

a. Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau

periosteum derajat refleks pada respons normal.

Gerakan involunter

a. Tidak ditemukan adanya tremor, Tic, dan distonia.

b. Kejang umum terutama pada anak dengan tetanus disertai peningkatan

suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal

kortikal yang peka.

Sistem sensorik

a. Perasaan raba normal.

b. Perasaan nyeri normal.

c. Perasaan suhu normal, idak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh..

d. Perasaan proprioseptif normal dan perasaan diskriminatif normal.

B4 (Bladder)

a. Penurunan volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi

dan penurunan curah jantung ke ginjal.

b. Adanya retensi urine karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang

sebaiknya pengeluaran urine dengan menggunakan kateter.

B5 (Bowel)

a. Mual sampai muntah dihubungkan dengan penigkatan produksi asam

lambung.

Page 15: bab 1 & 2 tetanus

b. Pemenuhan nutrisi pada klien tetanus menurun karena anoreksia dan

adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan) merupakan tanda khas

pada tetanus.

c. Adanya spsme otot menyebabkan kesulitan BAB.

B6 (Bone)

a. Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien.

b. Menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji apabila klien mengalami

patah tulang terbuka yang memungkinkan port d’ entree kuman

Clostridium tetani, sehingga memerlukan perawatan luka yang optimal.

Adanya kejang memberikan risiko pada fraktur vertebra pada bayi,

ketegangan, dan spasme otot pada abdomen.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan

sputum pada trakea dan spame otot pernafasan.

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat

spasme otot-otot pernafasan.

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin

(bakterimia).

4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan

otot pengunyah.

5. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang.

6. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

intake yang kurang dan oliguria.

7. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara.

8. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi

lemah dan sering kejang.

9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan

penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.

10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang.

C. Intervensi Keperawatan

1. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum

pada trakea dan spame otot pernafasan.

Page 16: bab 1 & 2 tetanus

Tujuan : Jalan nafas efektif

Kriteria Hasil :

- Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada

- Pernafasan 16-18 kali/menit

- Tidak ada pernafasan cuping hidung

- Tidak ada tambahan otot pernafasan

- Hasil pemeriksaan laboratorium darah analisa gas darah dalam batas normal

(pH = 7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)

Intervensi Rasional

Bebaskan jalan nafas dengan mengatur posisi

kepala ekstensi

Secara anatomi posisi kepala ekstensi

merupakan cara untuk meluruskan rongga

pernafasan sehingga proses respiransi tetap

berjalan lancar dengan menyingkirkan

pembuntuan jalan nafas.

Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi

mendengarkan suara nafas (adakah ronchi)

tiap 2-4 jam sekali

Ronchi menunjukkan adanya gangguan

pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang

menutupi sebagian dari saluran pernafasan

sehingga perlu dikeluarkan untuk

mengoptimalkan jalan nafas.

Bersihkan mulut dan saluran nafas dari

sekret dan lendir dengan melakukan suction

Suction merupakan tindakan bantuan untuk

mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah

proses respirasi

Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat

mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,

sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya

gangguan nafas disertai dengan kerja jantung

yang menurun timbul takikardia dan capilary

refill time yang memanjang/lama.

Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi

diperlukan intervensi yang kritis dengan

menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical

Page 17: bab 1 & 2 tetanus

ventilation)

Kolaborasi dalam pemberian obat pengencer

sekresi(mukolitik)

Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret

yang kental sehingga mempermudah

pengeluaran dan memcegah kekentalan

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme

otot-otot pernafasan.

Tujuan : Pola nafas teratur dan normal

Kriteria Hasil :

- Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen

- Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit

- Tidak sianosis.

Intervensi Rasional

Monitor irama pernafasan dan respirati rate Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan

dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi,

jenis pernafasan,kemampuan dan irama nafas.

. Atur posisi luruskan jalan nafas. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada

sumbatan proses respirasi dapat berjalan dengan

lancar.

Observasi tanda dan gejala sianosis Sianosis merupakan salah satu tanda

manifestasi ketidakadekuatan suply O2 pada

jaringan tubuh perifer

. Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat

mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,

sehingga mencegah terjadinya hipoksia

Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya

gangguan nafas disertai dengan kerja jantung

yang menurun timbul takikardia dan capilary

refill time yang memanjang/lama.

Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi

diperlukan intervensi yang kritis dengan

menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical

Page 18: bab 1 & 2 tetanus

ventilation).

Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas

darah.

Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses

difusi dan perfusi jaringan dapat

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin

(bakterimia).

Tujuan : suhu tubuh normal

Kriteria : 36-37oC, hasil lab. sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3

Intervensi Rasional

Atur suhu lingkungan yang nyaman. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi

dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses

adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.

Pantau suhu tubuh tiap 2 jam Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah

syok exhaustion

Berikan hidrasi atau minum ysng cukup

adequate

Cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan

merupakan kompresi badan dari dalam

Lakukan tindakan teknik aseptik dan

antiseptik pada perawatan luka.

Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan

toksin yang masih berada disekitar luka.

Berikan kompres dingin bila tidak terjadi

ekternal rangsangan kejang.

Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk

menurunkan suhu tubuh dengan cara proses

konduksi.

Laksanakan program pengobatan antibiotik

dan antipieretik

Obat-obat antibakterial dapat mempunyai

spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria gram

positif atau bakteria gram negatif. Antipieretik

bekerja sebagai proses termoregulasi untuk

mengantisipasi panas.

Kolaboratif dalam pemeriksaan lab

leukosit.

Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih

dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya

infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan

pengobatan yang diprogramkan

4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot

pengunyah.

Page 19: bab 1 & 2 tetanus

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria Hasil :

- BB optimal

- Intake adekuat

- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

Intervensi Rasional

Jelaskan faktor yang mempengaruhi

kesulitan dalam makan dan pentingnya

makanabagi tubuh

Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan

dari otot pengunyah sehingga klien mengalami

kesulitan menelan dan kadang timbul refflek

balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan

yang adequat diharapkan klien dapat

berpartsipatif dan kooperatif dalam program diit.

Kolaboratif :

Pemberian diit TKTP cair, lunak atau bubur

kasar.

Pemberian carian per IV line

Pemasangan NGT bila perlu

Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan klien

dari tingkat membuka mulut dan proses

mengunyah.

Pemberian cairan perinfus diberikan pada klien

dengan ketidakmampuan mengunyak atau tidak

bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan

nutrisi terpenuhi.

NGT dapat berfungsi sebagai masuknya

makanan juga untuk memberikan obat

5. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang.

Tujuan : cedera tidak terjadi

Kriteria Hasil :

- Klien tidak ada cedera

- Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

Intervensi Rasional

Identifikasi dan hindari faktor pencetus Menghindari kemungkinan terjadinya cedera

akibat dari stimulus kejang

Tempatkan pasien pada tempat tidur pada Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika

Page 20: bab 1 & 2 tetanus

pasien yang memakai pengaman terjadi kejang

Sediakan disamping tempat tidur tongue

spatel

Antisipasi dini pertolongan kejang akan

mengurangi resiko yang dapat memperberat

kondisi klien

Lindungi pasien pada saat kejang Mencegah terjadinya benturan/trauma yang

memungkinkan terjadinya cedera fisik

Catat penyebab mulai terjadinya kejang Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan

pengontrolan dan identifikasi kejang

6. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan

intake yang kurang dan oliguria.

Tujuan : klien tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan.

Kriteria Hasil:

- Membran mukosa lembab

- Turgor kulit baik

Intervensi Rasional

Kaji intake dan out put setiap 24 jam Memberikan informasi tentang status cairan

/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian

Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran

mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam

Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan

hidrasi seluler

Berikan dan pertahankan intake oral dan

parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m,

NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan

perkembangan kondisi pasien

Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh

Monitor berat jenis urine dan

pengeluarannya

Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan

tubuh

Pertahankan kepatenan NGT Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan

berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan

kebutuhan cairan

D. Evaluasi

Page 21: bab 1 & 2 tetanus

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data

subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan

keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan

langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI,

1989;162).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium

tetani,dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksimal dan diikuti kekuatan

otot seluruh badan.Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot master dan otot-otot

rangka (Hendarwanto cit Soeparman,1987).

2. Penyakit tetanus disebabkan oleh kuman Clostridium Tetani. Kuman ini banyak

terdapat dalam kotoran hewan memamah biak seperti sapi,kuda dan lain-lain.

3. Manifestsi klinis tetanus bervariasi dari kekakuan otot setempat, trismus sampai

kejang yanghebat.

4. Penatalaksanaannya dengan, memutuskan invasi toksin dengan antibiotik,

netralisasi toksin (anti tetanus serum, HTIG), menekan efek toksin pada SSP

(benzodiazepine, barbiturate, fenotiazin) dan pembedahan.

5. Pencegahan penyakit tetanus meliputi :

a. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 bulan.

b. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2x.

c. Pencegahan terjadinya luka dan merawat luka secara adekuat.

d. Pemberian anti tetanus serum.

3.2 Saran

Page 22: bab 1 & 2 tetanus

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2010. Asuhan Keperawatan pada Tetanus.

http://pastakyu.wordpress.com/2010/01/21/asuhan-keperawatan-pada-tetanus/.

Diakses tanggal 19 Oktober 2012 Pukul 13.04 WIB

B.Batticaca, Fransisca. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem

Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika

Ridzwan. 2010. Tetanus.http:// tetanus .blogspot.com . Diakses pada tanggal 30 Oktober

2012 Pukul 21.45 WIB

Rizfalda.2011.Tetanus.http:// tetanus. medicastore.com . Diakses pada tanggal 25 Oktober

2012 Pukul 09.23 WIB

Sudoyo,Aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi IV. Jakarta Pusat: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Wahyu, Kadek. 2012. AskepTetanus. http://sixxmee.blogspot.com/2012/03/askep-

tetanus.html . Diakses tanggan 19 Oktober 2012 Pukul 13.07 WIB

Page 23: bab 1 & 2 tetanus