LP SH
-
Upload
lutfi-novida -
Category
Documents
-
view
12 -
download
2
description
Transcript of LP SH
STROKE HEMORAGIK
A. Definisi
Stroke atau penyakit serebrospinal adalah gangguan neurologic
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui suplay system arteri otak (1). Stroke adalah penghentian total aliran
darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik
dan kerusakan otak yang ireversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh
menit. Penyumbatan pada suatu arteri menyebabkan gangguan di area otak
yang terbatas (2). Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler (3). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut
dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya
pembuluh arteri, vena dan kapiler (4).
B. Anatomi Otak
Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak
di dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak
yang kuat.
Pada otak besar ditemukan beberapa lobus yaitu :
a. Lobus frontalis adalah bagian dari serebrum yang terletak di depan
sulkus sentralis.
b. Lobus parietalis, terdapat di depan sulkus sentralis dan dibelakangi olek
karaco oksipitalis.
c. Lobus temporalis, terdapat di bawah lateral dari fisura serebralis dan di
depan lobus oksipitalis.
d. Oksipitalis, yang mengisi bagian belakang dari serebrum.
236
Disamping pembagian dalam lobus dapat juga dibagi menurut fungsi dan
banyaknya area. Secara umum korteks serebri dibagi menjadi 4 bagian :
a. Korteks Frontalis
Merupakan area motorik yang bertanggung jawab untuk gerakan-
gerakan volunter.
b. Korteks Parietalis
Mempunyai peranan utama pada kegiatan memproses dan
mengintergrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya.
c. Lobus Temporalis
Merupakan area sensorik reseptif untuk impuls pendengaran. Korteks
pendengaran primer berfungsi sebagai penerima suara. Korteks asosiasi
pendengaran penting untuk memahami bahasa ucap, dan lesi daerah ini
(terutama pada sisi dominan) dapat mengakibatkan penurunan hebat
kemampuan memahami serta mengerti suatu bahasa serta sulit
mengulang kata-kata.
d. Lobus oksipitalis
Mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi
penglihatan dan menyadari sensasi warna. Salah satu ciri khas otak
mengendalikan sensorik dan motorik yaitu bahwa setiap hemisfer otak
terutama mengurus sisi tubuh kontra lateral.
C. Etiologi
Stroke hemoragik disebabkan oleh terjadinya perdarahan karena
hipertensi, aneurisma yang pecah atau AVM (Arterio Venous
Malformation). Faktor-faktor risiko stroke dapat dikelompokkan sebagai
berikut (5):
1. Faktor yang tidak dapat dirubah5:
a.Usia
b. Jenis kelamin
c.Riwayat keluarga
237
2. Faktor yang dapat dirubah 5:
a.Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskular, seperti:
1) Penyakit arteri koronaria
2) Gagal jantung kongestif
3) Penyakit jantung kongestif
4) Fibrilasi atrium
c.Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e.Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
f. Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral
g. Kontrasepsi oral (khususnya dengan disertai hipertensi, merokok,
dan kadar estrogen tinggi)
h. Merokok
i. Penyalahgunaan obat
j. Konsumsi alkohol
D. Patofisiologi
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya
pembuluh darah sehingga menyebabakan terjadinya perdarahan di jaringan
otak maupun ruangan otak (ventrikuler, subdural, subarahnoid). Ada dua
bentuk stroke hemoragik (5):
1. Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
atau hematom yang menekan jaringan otak dan menimbulkan oedema di
sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus,
sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
238
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2. Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM.
Aneurisma paling sering didapat pada percabangan pembuluh darah
besar di sirkulasi willisi. AVM dapat dijumpai pada jaringan otak
dipermukaan pia meter dan ventrikel otak ataupun didalam ventrikel
otak dan ruang subarakhnoid.
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarakhnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya
perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang
setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi
antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam
cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang subarakhnoid.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya
melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan,
kekurangan aliran darah otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai
bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena
akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
239
turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak
hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik
anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
E. Manifestasi Klinik
Menurut Stein (2006) pendarahan yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan gangguan neurologis. Lima tanda yang paling sering muncul
pada kejadian stroke adalah:
1. Adanya baal atau kelemahan wajah, tangan atau kaki khususnya pada
salah satu sisi yang terjadi secara tiba - tiba
2. Tiba-tiba bingung, adanya masalah dalam berbicara atau memgerti
3. Tiba-tiba mengalami masalah penglihatan pada satu atau dua mata
4. Tiba-tiba mengalami masalah dalam berjalan, pusing, kehilangan
keseimbangan atau koordinasi,
5. Nyeri kepala hebat tanpa sebab secara tiba – tiba
Stroke hemoragik secara cepat dapat mengakibatkan kerusakan fungsi otak
dan kehilangan kesadaran. Apabila pendarahan berlangsung lambat
kemungkinan pasien mengalami nyeri kepala hebat6.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan
Perilaku lambat dan hati-hati
Kelainan lapang pandang kanan
Disfagia global
Afasia
Mudah frustasi
hemiparese sebelah kiri tubuh
penilaian buruk
mempunyai kerentanan terhadap
sisi kontralateral sehingga
memungkinkan terjatuh ke sisi
yang berlawanan tersebut
240
F. Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut
Misbach (1999) dalam Ritarwan (2002), klasifikasi tersebut antara lain:
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a. Stroke iskemik
(1) Transient Ischemic Attack (TIA)
(2) Trombosis serebri
(3) Emboli serebri
b. Stroke hemoragik
(1) Perdarahan intraserebral
(2) Perdarahan subarachnoid
2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
a. Serangan iskemik sepintas atau TIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan
peredaran darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu
c. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
d. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap
241
PathwayHypertensi, aneurisma
Frontalis Parietalis
Struktur korteks
Suplai darah dan O2 ke otak berkurang
Hemoragi serebral, intraserebral
Darah masuk ke dalam jaringan otak
Ruptur pembuluh darah serebral
Lobus Cerebral
CerebellumCerebrum
Nyeri, muntah, papil edema, penurunan kesadaran
PTIK
Gangguan rasa nyaman:nyeri
Batang otak (brainstem)
Peningkatan volume (oedem serebri)
Gangguan perfusi jaringan serebral
Hemiplegi, hemiparesis
Defisit motorik
Perubahan proses pikir
Defisit kognisi Hemiparesis,
hemiplegi,kontralateral
Gangguan refleks, koordinasi tonus, kekuatan, kontraksi keseimbangan
Risti cidera
Oksipitalis TemporalisTalamus, basal
ganglia
Gangguan fungsi penglihatan
Gangguan persepsi sensori
Gangguan pengecapan, pendengaran
Defisit perawatan diri Afasia
Gangguan pengaturan hormon,suhu
Defisit hemisensorik
Hipotalamus,hipofise
Gangguan pengaturan
cairan tubuh
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Kerusakan mobilitas fisik
Medula Oblongata
Gangguan pola napas
Gangguan pengaturansaraf kranial V s/d VIII
Reflek menelan menurun
Reflek batuk menurun
Penumpukan sekret
Intake tidak adekuat
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Bersihan jalan napas tdk efektif Suzanne C Smeltzer&Brenda G Bare, 2001. Depkes,
1996. Nanda, 2005-2006
Risti cideraGgn.bicara
Kerusakan komunikasi verbal
G. Komplikasi
Komplikasi utama pada stroke hemoragik seperti Sub Arahnoid
Hemoragik (SAH) adalah seperti: Vasospasme, Hidrosephalus, dan
Disritmia. Pasien dengan stroke yang mendapatkan terapi antikoagulan
beresiko untuk terjadinya perdarahan di tempat lain. Komplikasi lainnya
antara lain (6):
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi, tromboplebitis
2. Berhubungan dengan paralise: nyeri punggung, dislokasi sendi,
deformitas, terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsi, sakit kepala
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (7):
a. Peningkatan Hb, Ht biasa menyertai pada stroke yang berat
b. Peningkatan leukosit menandakan selain adanya infeksi juga stress
fisik ataupun terjadi kematian jaringan
c. PT / PTT untuk melihat fungsi pembekuan darah sebelum pemberian
terapi koagulan
d. Lumbal Pungsi dilakukan bila tidak ada peningkatan TIK, untuk
melihat adanya perdarahan subarahnoid, ditandai dengan adanya
darah pada cairan CSF dari lumbal pungsi
2. Radiografi:
a. CT Scan, untuk melihat adanya edema, hematoma, iskemi dan infark
b. MRI : menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik,
c. EEG: Memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
d. Angiografi serebral : menentukan penyebab stroke secara spesifik,
seperti perdarahan, oklusi, ruptur, obstruksi
e. Rontgen Kepala : menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas, klasifikasi
karotis interna.
243
I. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksanaan umum ini digunakan pedoman 6B yaitu:
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan bahwa fungsi paru-paru cukup
baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah
berkurang.
2. Brain
Edema otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi
edema otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya
bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol.
Untuk mengatasi kejang-kejang yag timbul dapat diberikan
Diphenylhydantoin atau Carbamazepin.
3. Blood
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi
yang justru akan menambah iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa harus
dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa harus
dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang
ini akan mempermudah terjadinya edema. Keseimbangan elektrolit harus
dijaga.
4. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi
karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila pelu
diberikan nasogastric tube.
5. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi
retentio urinae. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia.
6. Bone
Kekuatan otot dan kelemahan anggota tubuh klien perlu diperhatikan dan
berikan posisi yang tepat untuk mencegah deformitas tulang.
244
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Monitor status mental, sensasi persepsi, control motorik
2. Memperbaiki mobilitas dan mencegah deformitas
3. Melatih kemampuan perawatan diri dan kontrol kandung kemih
4. Memperbaiki proses berpikir
Penatalaksanaan Medis :
1. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral .
2. Anti koagulan: Mencegah memberatnya trombosis dan embolisasi.
J. Pengkajian Keperawatan
Adapun pengkajiannya meliputi (8):
1. Pengkajian primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk, adanya suara tambahan seperti
gurgling, stridor maupun snoring.
b. Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar
ronchi /aspirasi
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
d. Disability
Kaji tingkat kesadaran (GCS), kaji ukuran dan reaksi pupil terhadap
cahaya, kaji kekuatan otot motorik, tonus otot.
245
2. Pengkajian Sekunder
a. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi (4).
b. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain.
c. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
d. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus.
e. Aktivitas / istirahat:
Merasa kesulitan melakukan kegiatan karena kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralisis (hemiplegia), gangguan penglihatan, gangguan
tingkat kesadaran
f. Sirkulasi:
Riwayat penyakit jantung, polisitemia, hipotensi postural, hipertensi
arterial, frekuensi nadi yang bervariasi, disritmia, perubahan irama
EKG, bruits pada arteri karotis, femoralis, iliaka yang abnormal
g. Integritas Ego:
Perasaan tidak berdaya, putus asa, emosi yang labil, kesulitan untuk
mengekspresikan diri
h. Eliminasi:
246
Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, anuria, distensi
abdomen, bising usus bisa negatif
i. Makanan/cairan:
Nafsu makan berkurang, mula muntah selama fase akut, kehilangan
sensasi pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia, adanya riwayat DM,
penngkatan lemak dalam darah, obesitas.
j. Neurosensori:
Lima area pengkajian neurologik yaitu :
1) Fungsi serebral meliputi status mental, fungsi intelektual, daya
pikir, status emosional, persepsi, kemampuan motorik,
kemampuan bahasa.
2) Fungsi syaraf cranial meliputi nervus cranial I sampai XII
3) Fungsi sensori meliputi sensasi taktil, sensasi nyeri dan suhu,
vibrasi dan propiosepsi, merasakan posisi, dan integrasi sensasi
4) Fungsi motorik meliputi ukuran otot, tonus otot, kekuatan otot,
keseimbangan dan koordinasi
5) Fungsi refleks meliputi refleks brakioradialis, patella, ankle,
kontraksi abdominal, dan babinski.
k. Nyeri / kenyamanan:
Sakit kepala, tingkah laku yang berbeda-beda, gelisah, ketegangan
otot
l. Pernafasan:
Riwayat merokok, ketidakmampuan menelan, membatukkan, nafas
tidak teratur, suara nafas ronkhi karena aspirasi
m. Keamanan:
Gangguan penglihatan, perubahan sensori persepsi, tidak mampu
mengenali objek, warna, kata dan wajah, gangguan respon terhadap
panas, dingin, kesulitan menelan, gangguan dalam memutuskan.
n. Interaksi sosial:
Masalah bicara, ketidakmampuan dalam berkomunikasi
247
3. Pengkajian 6B
a. B1 (Breath) : Sesak/ RR meningkat, nada rendah di apeks dengan
menggunakan bell dengan posisi miring ke kiri, sesak nafas dan
fatigue, batuk, pada kongesti vena ada orthopnea.
b. B2 ( Blood ) : peningkatan vena jugularis, odema tungkai, aritmia
atrial berupa fibrilasi atrium ( denyut jantung cepat dan tidak
teratur ), hemoptisis, emboli dan thrombus, kekuatan nadi melemah,
takikardi, edema perifer (mulai terjadi gagal jantung kanan), BJ 1
keras murmur sistolik, palpitasi, hemoptisis, apical diastolic murmur
c. B3 (Brain) : pusing, adanya edema otak yang ditunjukkan dengan
sering mengantuk.
d. B4 ( Bladder): Ketidakseimbangan cairan excess, oliguri
e. B5 (Bowel) : Disfagia, mual, muntah, tidak nafsu makan
f. B6 (Bone) : kelemahan, keringat dingin, cepat lelah.
K. Diagnosa dan Rencana Keperawatan (8):
1. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat
pernapasan
Tujuan: pola nafas efektif
Kriteria hasil:
a. RR 18-20 x permenit
b. Ekspansi dada normal
Intervensi:
1) Kaji frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
2) Auskultasi bunyi nafas.
3) Pantau penurunan bunyi nafas.
4) Pastikan kepatenan O2 nasal
5) Berikan posisi yang nyaman: semi fowler
6) Berikan instruksi untuk latihan nafas dalam
7) Catat kemajuan yang ada pada klien tentang pernafasan
248
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan menurunnya
refleks batuk dan menelan, imobilisasi
Tujuan: jalan nafas tetap efektif.
Kriteria hasil:
a. Klien tidak sesak nafas
b. Tidak ada ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
c. Tidak retraksi otot bantu pernafasan
d. Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Rencana tindakan:
1) Kaji dan pantau pernapasan, reflek batuk dan sekresi
2) Posisikan tubuh dan kepala untuk menghindari obstruksi jalan napas
dan memberikan pengeluaran sekresi yang optimal
3) Lakukan penghisapan sekresi sesuai indikasi
4) Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi jalan napas setiap 4 jam
5) Berikan oksigenasi sesuai advis
6) Pantau BGA dan Hb sesuai indikasi
3. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan perdarahan
intra cerebral
Tujuan: perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal
Kriteria hasil:
a. Klien tidak gelisah
b. Tidak ada keluhan nyeri kepala
c. GCS E4,V5,M6
d. Tanda-tanda vital normal (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-
36,70C, pernafasan 16-20 kali permenit)
Rencana tindakan:
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab
gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap dua jam
249
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30O dengan letak jantung (beri
bantal tipis)
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
7) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplegia
Tujuan: klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil:
a. Tidak terjadi kontraktur sendi
b. Bertambahnya kekuatan otot
c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Rencana tindakan:
1) Ubah posisi klien tiap 2 jam
2) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstremitas
yang tidak sakit
3) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
4) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
5) Tinggikan kepala dan tangan
6) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
5. Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan
penekanan pada saraf sensori
Tujuan: meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.
Kriteria hasil:
a. Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi
b. Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan
merasa
c. Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap
perubahan sensori
Rencana tindakan:
1) Tentukan kondisi patologis klien
250
2) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian
3) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien
suatu benda untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh
dinding atau batas-batas lainnya.
4) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan
yang berbahaya. Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan
pemeriksaan terhadap suhu air dengan tangan yang normal
5) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan
semua bagian tubuh yang terabaikan seperti stimulasi sensorik pada
daerah yang sakit, latihan yang membawa area yang sakit melewati
garis tengah, ingatkan individu untuk merawat sisi yang sakit.
6) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
7) Lakukan validasi terhadap persepsi klien
6. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah otak
Tujuan: proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal
Kriteria hasil:
a. Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat
dipenuhi
b. Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun
isyarat
Rencana tindakan:
1) Berikan metode alternatif komunikasi, misal dengan bahasa isyarat
2) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi
3) Bicaralah dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang
jawabannya “ya” atau “tidak”
4) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien
5) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
6) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan wicara
251
7. Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelemahan otot mengunyah dan menelan
Tujuan: tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil:
a. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
b. Hb dan albumin dalam batas normal
c. frekuensi makan tetap minimal 3 kali sehari
Rencana tindakan:
1) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek
batuk
2) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan
3) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
4) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
5) Beri makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
6) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan
lunak ketika klien dapat menelan air
7) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
8) Anjurkan klien untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan
9) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan cairan melalui iv
atau makanan melalui selang NGT
8. Gangguan konstipasi berhubungan dengan imobilisasi, intake cairan
yang tidak adekuat
Tujuan: klien tidak mengalami konstipasi
Kriteria hasil:
a. Klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa menggunakan
obat
b. Konsistensi feses lunak
c. Tidak teraba masa pada kolon
d. Bising usus normal ( 15-30 kali per menit )
252
Rencana tindakan:
1) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi
2) Auskultasi bising usus
3) Anjurkan klien makan makanan yang mengandung serat
4) Berikan intake cairan yang cukup (2 liter perhari) jika tidak ada
kontraindikasi
5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien
6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses
(laxatif, suppositoria, enema)
9. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama
Tujuan: klien mampu mempertahankan keutuhan kulit
Kriteria hasil:
a. Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka
b. Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
c. Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Rencana tindakan:
1) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan
mobilisasi jika mungkin
2) Rubah posisi tiap 2 jam
3) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-
daerah yang menonjol
4) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami
tekanan pada waktu berubah posisi
5) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar
terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
6) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas
terhadap kulit
10. Gangguan eliminasi urin (incontinensia urin) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk
berkomunikasi
Tujuan: klien mampu mengontrol eliminasi urinnya
253
Kriteria hasil:
a. Klien akan melaporkan penurunan atau hilangnya inkontinensia
b. Tidak ada distensi bladder
Rencana tindakan:
1) Identifikasi pola berkemih dan kembangkan jadwal berkemih sering
2) Ajarkan untuk membatasi masukan cairan selama malam hari
3) Ajarkan teknik untuk mencetuskan refleks berkemih (rangsangan
kutaneus dengan penepukan suprapubik, manuver regangan anal)
4) Bila masih terjadi inkontinensia, kurangi waktu antara berkemih
pada jadwal yang telah direncanakan
5) Berikan penjelasan tentang pentingnya hidrasi optimal (sedikitnya
2000 cc per hari bila tidak ada kontraindikasi)
254
DAFTAR PUSTAKA
1. Florian Lang, Stefan Silbernagl. 2000. Teks&atlas Berwarna Patofisiologi.
Jakarta: EGC.
2. Noer S., dkk. 1996. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid I. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
3. Reksoprojo S. 1995. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Bagian Bedah
FKUI.
4. J.Misbach. 1999. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta:
FKUI.
5. Sjamsuhidajat R. 1997. Buku ajar ilmu bedah.(edisi revisi). Jakarta: EGC.
6. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
buku 2, edisi 6. Jakarta: EGC.
7. Herdman, T. Heather. Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-
2014, alih bahasa Made Sumarwati dan Nike Budhi Subekti. Jakarta: EGC
8. Doenges M. Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. (edisi ke-3). EGC: Jakarta. 2000
255