Referat Asma

46
Paru - Asma Bronkial I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan. Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa kanak-kanak, menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah yang berarti, karena penyakit kronis. Asma merupakan diagnosis masuk yang paling sering di rumah sakit anak dan berakibat kehilangan 5-7 hari sekolah secara nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki- laki dan 7-10% anak wanita dapat menderita asma pada suatu saat selama masa kanak-kanak. Sebelum pubertas sekitar dua kali anak laki-laki yang lebih banyak terkena daripada anak wanita; setelah itu insidens menurut jenis kelamin sama. Asma dapat menyebabkan gangguan psikososial pada keluarga. Namun dengan pengobatan yang tepat, pengendalian gejala yang memuaskan hampir selalu dimungkinkan. 1.2. Rumusan Masalah - 1 -

Transcript of Referat Asma

Page 1: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya

reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan

timbulnya penyempitan luas saluran nafas bagian bawah yang dapat

berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan pengobatan.

Asma merupakan penyebab utama penyakit kronis pada masa

kanak-kanak, menyebabkan kehilangan hari-hari sekolah yang berarti,

karena penyakit kronis. Asma merupakan diagnosis masuk yang paling

sering di rumah sakit anak dan berakibat kehilangan 5-7 hari sekolah

secara nasional/tahun/anak. Sebanyak 10-15% anak laki-laki dan 7-10%

anak wanita dapat menderita asma pada suatu saat selama masa kanak-

kanak. Sebelum pubertas sekitar dua kali anak laki-laki yang lebih banyak

terkena daripada anak wanita; setelah itu insidens menurut jenis kelamin

sama. Asma dapat menyebabkan gangguan psikososial pada keluarga.

Namun dengan pengobatan yang tepat, pengendalian gejala yang

memuaskan hampir selalu dimungkinkan.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana Patofisiologi Asma ?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Menjelaskan Patofisiologi Asma

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Menjelaskan Anatomi Paru – paru

2. Menjelaskan Fisiologi Pernapasan

3. Menjelaskan Patofisiologi Asma

1.4. Manfaat

Meningkatkan pengetahuan dokter umum mengenai Penyakit Asma

- 1 -

Page 2: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Paru dan Fisiologi Pernapasan

Gambar 2.1. Sistem Respirasi

Paru-paru memiliki luas area permukaan kurang lebih 40m2 untuk

pertukaran udara. Setiap paru memiliki :

- Apeks yang mencapai ujung sternum costa-1

- Permukaan kostovertebral yang melapisi dinding dada

- Basis yang terletak di atas diafragmadan permukaan mediastinum yang

menempel dan membentuk struktur mediastinum di sebelahnya.

2.1.1. Struktur Paru

Paru kanan terdiri atas tiga lobus, yaitu lobus atas, lobus tengah

dan lobus bawah yang terbagi oleh fisura oblikus dan horizontal. Paru kiri

hanya terdiri dari dua lobus, yaitu lobus atas dan lobus bawah karena

hanya memiliki fisura oblikus.

2.1.2. Sistem Perdarahan

Bronkus dan jaringan parenkim paru mendapat aliran darah darah

dari a. Bronkialis yang merupakan cabang – cabang dari aorta torakalis

descenden. V. bronkialis yang juga berhubungan dengan v. pulmonalis,

mengalirkan darah ke v. azigos dan v. hemizigos. Alveoli mendapat darah

deoksigenasi dari cabang-cabang terminal a. Pulmonalis dan darah yang

- 2 -

Page 3: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang v. pulmonalis. Dua

v. pulmonalis mengalir darah kembali ke tiap paru ke atrium kiri jantung.

2.1.3. Sistem Limfatik

Limfe mengalir kembali dari perifer menuju kelompok kelenjar

getah bening trakeo-bronkial hilar lalu menuju trunkus limfatikus

mediastinal.

2.1.4. Persarafan

Pleksus pulmonalis terletak pada setiap apex paru. Pleksus terdiri

dari serabut simpatis ( dari trunkkus simpatikus ) dan serabut parasimpatis

( dari n. vagus ). Serabut eferen dari pleksus mempersarafi otot-otot

bronkus dan serabut aferen diterima dari memberan mukosa memberan

bronkioli dan alveoli.

2.1.5. Mekanisme Respirasi

Paru-paru memiliki tekanan negatif pada ruang interpleura yang

dapat menjaga agar paru-paru tetap pada keadaan setengah inflasi.

Inspirasi

Saat inspirasi ada tiga otot yang berkontraksi, yaitu

kontraksi m. Interkostalis eksternal atas yang berfungsi

untuk memperbesar diameter A-P dari toraks atas, kontraksi

m. Interkostalis eksternal bawah memperbesar diameter

transeversal toraks bawah dan kontraksi diafragma yang

memperpanjang toraks internal ke arah vertikal. Perubahan

ini meningkatkan volume paru dan oleh karena itu

menyebabkan reduksi tekanan intrapulmonal sehingga

udara terhisap ke dalam paru-paru.

Pada saat inspirasi, m. strenokleidomastoid, mm. skalenus

anterior dan medius, m. serratus anterior serta mm.

pektoralis mayor minor membantu memaksimalkan

kapasitas toraks.

Semua otot ini disebut otot-otot pernapasan.

Ekspirasi

- 3 -

Page 4: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Ekspirasi terjadi akibat adanya relaksasi pasif otot-otot

inspirasi dan daya rekoil elastis ( elastic recoil ) dari paru-

paru. Pada ekspirasi paksa otot abdomen membantu

mengangkat diafragma.

2.2. Definisi Asma Bronkial

Asma adalah keradangan kronis saluran napas dengan banyak sel dan

elemen sel yang berperan, yang menyebabkan obstruksi aliran udara dan

peningkatan airway hyperresponsiveness, yang menimbulkan episode berulang

dari wheezing, sesak napas, dada terasa sesak, dan batuk, terutama pada malam

hari atau pada pagi dini hari yang dapat sembuh secara spontan dengan atau tanpa

pengobatan. Episode gejala respirasi tersebut biasanya terkait dengan obstruksi

jalan napas yang menyeluruh yang seringakali reversibel. Asma dikenal sebagai

penyakit jalan napas reaktif, kompleks asma mungkin mencakup bronkitis mengi,

mengi akibat virus, dan asma terkait atopik. Disamping bronkokonstriksi, radang

merupakan faktor patofisiologi yang penting yang melibatkan eosinofil, monosit

dan mediator imun dan telah menimbulkan tanda alternatif bronkitis eosinofilik

deskuamasi kronis.

2.3. Epidemiologi Asma Bronkial

Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,

terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini

adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada

wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala

di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.

Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan

menggunakan kuesioner ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in

Children) tahun 1995 menunjukkan, prevalensi asma masih 2,1%, dan meningkat

tahun 2003 menjadi dua kali lipat lebih yakni 5,2%. Kenaikan prevalensi di

Inggris dan di Australia mencapai 20-30%. National Heart, Lung and Blood

Institute melaporkan bahwa asma diderita oleh 20 juta penduduk amerika.

Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di

RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak

- 4 -

Page 5: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

yang menderita asma adalah 25 – 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%)

dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki – laki (52,86%).

2.4. Etiologi Asma Bronkial

Penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti. Namun dapat

disimpulkan adalah bahwa pada penderita asma saluran pernapasannya memiliki

sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan (bronchial

hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas) seperti polusi udara (asap, debu,

zat kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa,

bau/aroma menyengat (misalnya; parfum) dan olahraga.

2.5. Faktor Resiko

Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Atopi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun

belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita

dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat

yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita

sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan

dengan faktor pencetus.

b. Hiperreaktivitas bronkus

Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai

rangsangan alergen maupun iritan.

c. Jenis Kelamin

Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini

adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma

lebih besar pada wanita usia dewasa.

d. Ras

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI)

merupakan faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin

dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan

meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun

- 5 -

Page 6: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita

obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru,

morbiditas dan status kesehatan.

2.6. Faktor Pencetus

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan

penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar

yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan

meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan

oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa

faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah :

1. Faktor Lingkungan

a. Alergen dalam rumah

b. Alergen luar rumah

2. Faktor Lain

a. Alergen makanan

b. Alergen obat – obat tertentu

c. Bahan yang mengiritasi

d. Ekspresi emosi berlebih

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif

f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

2.7. Klasifikasi

Tabel 1. Klasifikasi derajat keparahan asma

Gejala Faal Paru

STEP 1

Intermittent

Gejala < 1 kali/minggu

Jarang eksaserbasi

Gejala nocturnal < 2

kali/bln

FEV 1 ≥ 80% predicted

atau PEF ≥ 80%

personel best

Variabilitas PEF 20%

STEP 2

Mild persistent

Gejala < 1 kali/ minggu

tetapi < 1 kali/hari

Eksaserbasi dapat

FEV 1 ≥ 80% predicted

atau PEF ≥ 80%

personel best

- 6 -

Page 7: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

menggaggu aktivitas

dan tidur

Gejala nocturnal

>2kali/bulan

Variabilitas PEF 20-

30%

STEP 3

Moderate persistent

Gejala setiap hari

Eksaserbasi dapat

mengganggu aktivitas

dan tidur

Gejala nocturnal >1x /

minggu

Setiap hari

menggunakan agonis

beta2 kerja pendek

inhalasi

FEV 1 60-80% predicted

atau PEF 60-80%

personel best

Variabilitas PEF >30%

STEP 4

Severe persistent

Gejala setiap hari

Eksaserbasi sering

Gejala nocturnal asma

sering

Keterbatasan aktivitas

fisik

FEV 1 ≤60% predicted

atau PEF ≤60%

personel best

Variabilitas PEF >30%

2.8. Patofisiologi Asma Bronkial

Asma ditandai 3 kelainan utama pada bronkus yaitu :

Bronkokonstriksi otot bronkus

Inflamasi mukosa dan

Bertambahnya sekret yang berada di jalan nafas

Pada stadium permulaan terlihat mukosa jalan nafas pucat, terdapat edema

dan sekresi lendir bertambah. Lumen bronkus dan bronkiolus menyempit akibat

spasme. Terlihat kongesti pembuluh darah, infiltrasi sel eosinofil bahkan juga

dalam sekret di dalam lumen saluran nafas. Bila sering terjadi dan lama atau

dalam stadium lanjut, akan terlihat deskuamasi epitel, penebalan membran hialin

basal, hiperplasi serat elastin, hiperplasi dan hipertrofi otot bronkus dan jumlah sel

- 7 -

Page 8: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

goblet bertambah. Pada asma menahun atau pada serangan yang berat terdapat

penyumbatan bronkus oleh mukus yang kental yang mengandung eosinofil.

Gambar 2.2. Patogenesa Asma Bronkial

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot

bronkus, sumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi

bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas

menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat

terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi

peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF) dan pasien akan

bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan

hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas

berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot-otot bantu

napas. Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara

obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus

Puncak Ekspirasi) sedangkan penurunan KVP (Kapasitas Vital Paru)

menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat

terjadi baik pada saluran napas yang besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi

menandakan ada penyempitan di saluran napas besar, sedangkan pada saluran

napas yang kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.

- 8 -

Page 9: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru.

Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang

melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin

merupakan kelainan pada asma sub-klinis. Untuk mengatasi kekurangan oksigen,

tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi

akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang

kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik.

Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan

alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya

pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan

bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi

CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2

(hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas.

Hipoksemia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan

konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu

peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya

memperburuk hiperkapnia. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada

asma akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut : 1). Gangguan ventilasi berupa

hipoventilasi. 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi di mana distribusi ventilasi

tidak setara dengan sirkulasi darah paru. 3). Gangguan difusi gas di tingkat

alveoli. Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan : hipoksemia, hiperkapnia,

asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.

Gambar 2.3. Respon kekebalan tubuh

- 9 -

Page 10: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Munculnya asma alergik maupun non-alergik dijumpai adanya inflamasi

dan hiperreaktivitas saluran napas. Oleh karena itu, dikenal 2 jalur untuk

mencapai kedua keadaan tersebut, yaitu :

Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE

Pada jalur IgE, masuknya mukus ke dalam tubuh akan

diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells = sel penyaji antigen),

untuk selanjutnya hasil olahan allergen akan dikomunikasikan

kepada sel Th (T penolong). Sel T penolong inilah yang akan

memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel

plasma membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit,

makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit

untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi. Mediator-

mediator inflamasi seperti mukus, prostaglandin (PG), leukotrin

(LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksan (TX)

dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding bronkus, edema

saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus dan fibrosis

sub epitel sehingga menimbulkan hiperreaktivitas saluran napas

(HSN).

Jalur saraf otonom.

Tabel 2. Patofisiologi Asma

- 10 -

Page 11: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma

- 11 -

Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas

Hiperreaktivitas

pemicu

Banyak Sel :Sel MastEosinofilNetrofilLimfosit

Melepas MEDIATOR :HistaminProstaglandin (PG)Leukotrien (L)Platelet Activating Factor (PAF), dll

Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema saluran napas

Obstruksi difus saluran napas

BATUK, MENGI, SESAK

Page 12: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

MediatorPengaruh terhadap

asma

Histamin

LTC4, D4,E4

Prostaglandin dan Thromboksan

A2

Bradikinin

Platelet-activating factor (PAF)

Kontruksi otot polos

Histamin

LTC4, D4,E4

Prostaglandin dan Thromboksan

E2

Bradikinin

Platelet-activating factor (PAF)

Chymase

Radikal oksigen

Udema mukosa

Histamin

LTC4, D4,E4

Prostaglandin

Hidroxyeicosatetraenoic acid

Sekresi mukus

Radikal oksigen

Enzim proteolitik

Faktor inflamasi dan sitokin

Deskuamasi epitel

bronkial

2.9. Diagnosa

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

2.9.1. Anamnesis

- 12 -

Page 13: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa

batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan

dengan cuaca, seringnya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang waktu

subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang

kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor lainnya. Penderita asma

akan mengeluhkan sesak nafas karena udara pada waktu bernafas tidak

dapat mengalir dengan lancar pada saluran nafas yang sempit dan hal ini

juga yang menyebabkan timbulnya bunyi ngik-ngik pada saat bernafas.

Pada penderita asma, penyempitan saluran pernafasan yang terjadi dapat

berupa pengerutan dan tertutupnya saluran oleh dahak yang diproduksi

secara berlebihan dan menimbulkan batuk sebagai respon untuk

mengeluarkan dahak. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat

keluarga dan adanya riwayat alergi.Gambar dibawah ini adalah gambar

penampang paru dalam keadaan normal dan saat serangan asma.

Gambar 2.4. Sebelum dan sesudah serangan asma

2.9.2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat

obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat,

frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi

memanjang disertai ronki kering dan mengi.

2.9.3. Pemeriksaan Laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral

Cursshman, kristal Charcot Leyden).

2.9.4. Pemeriksaan Penunjang

Spirometri

- 13 -

Page 14: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk

mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan

saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai

dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama

(VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20%

atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan

diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal

paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus.

Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk

membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas

pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri

dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja

(exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik

seperti metakolin dan histamin.

Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk

menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala

serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas,

pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma

yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak

memperlihatkan adanya kelainan.

Tabel 4. Diagnosis Asma

- 14 -

Page 15: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

2.9.5. Diagnosis Banding

Bronkitis kronik

- 15 -

Page 16: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang

mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2

tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat.

Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi

dan menurunkan kemampuan jasmani.

Emfisema paru

Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan

batuk dan mengi jarang menyertainya.

Gagal jantung kiri

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan

timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea.

Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi

sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan

fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.

Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal

jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan

disertai darah (haemoptoe).

2.9.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan serangan asma dilakukan berdasarkan derajat beratnya

serangan asma baik berdasarkan cara bicara, aktivitas, tanda-tanda fisis, nilai

APE, dan analisis gas darah dan terdiri dari pengobatan non-medikamentosa dan

pengobatan medikamentosa :

Pengobatan non-medikamentosa

Waktu serangan :

Pemberian O2

Pemberian cairan

Pada serangan asma berat yang berlangsung lama ( status

asmatikus ) ada kecenderungan terjadi dehidrasi.

Drainase postural

- 16 -

Page 17: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Membantu pengeluaran dahak agar tidak timbul pemnyumbatan,

dengan cara “Chest Physiotherapy”

Menghindari paparan alergen

Di luar serangan

Penyuluhan

Penderita perlu mengetahui mengenai penyakitnya, apa

pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan

bagaimana menghindari timbulnya serangan.

Pengendali emosi

Relaksasi fisik dapat dibantu dengan latihan napas.

Imunoterapi / desentisasi

Menentukan jenis alergen dengan uji kulit atau provokasi

bronchial, kemudian setelah diketahui penyebabnya dilakukan

desentisasi.

Pengobatan medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala

obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.

Waktu serangan

Bronkodilator

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot

polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang

berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan

batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan

hiperesponsif jalan napas. Obat-obat bronkodilator adalah :

- Golongan adrenergik

o Adrenalin

- 17 -

Page 18: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai

berat. Pemberian secara subkutan dengan dosis adrenalin

larutan 1:1000 harus dilakukan hati-hati pada penderita usia

lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian

intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus

dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Dosis :

0.3 cc ditunggu selama 15 menit, apabila belum reda diberi

lagi.

0.3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 mneit

kemudian.

Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0.1-0.2 cc

o Beta-2 adrenergik selektif

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin,

fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia.

Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat.

Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi

otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan

mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan

modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan

terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat

sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

- Golongan metilsantin

Efeknya adalah menghambat kerja enzim Phospho-

Diesterase dan enzim phospho-diesterase ini memudahkan

c. AMP menjadi 5-AMP.

o Aminofilin : larutan dari ampul 10 cc berisi 240mg

diberikan iv, pelan 5-10 menit, diberikan 5-10cc.

Aminofilin dapat diberikan apabila setelah 2 jam

dengan pemberian adrenalin tidak memberikan

hasil.

- Golongan antikolinergik

- 18 -

Page 19: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya

memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik

pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan

menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga

menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan

iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium

bromide dan tiotropium bromide serta sulfas atropin.

Antihistamin

Antihistmain masih menjadi perdebatan.

Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai

obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal

tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan

dengan bronkodilator lain). Efek kortikostreoid adalah memperkuat

efek kerja beta adrenergik. Kortikosteroid sendiri tidak mempunyai

efek bronkodilator. Macam kortikosteroid :

Kortikosteroid inhalasi

Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk

mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan

perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas,

mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan

memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi

pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

Tabel 5. Dosis gkortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi

Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

 

200-500 ug

200-400 ug

500-1000 ug

100-250 ug

400-1000 ug

 

500-1000 ug

400-800 ug

1000-2000 ug

250-500 ug

1000-2000 ug

 

>1000 ug

>800 ug

>2000 ug

>500 ug

>2000 ug

- 19 -

Page 20: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

 

100-400 ug

100-200 ug

500-750 ug

100-200 ug

400-800 ug

 

400-800 ug

200-400 ug

1000-1250 ug

200-500 ug

800-1200 ug

 

>800 ug

>400 ug

>1250 ug

>500 ug

>1200 ug

 

 

Kortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu

diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka

panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.

Antibiotika

Antibiotika digunakan bila :

- Sebagai profilaksis infeksi

- Ada infeksi sekunder

Ekspektoransia

Bahan-bahan yang mempermudah keluarnya sekret dari bronkus

yaitu :

- Air minum biasa : untuk pengencer sekret

- Glyceril guaiacolat

- Kalium jodide

- N-acetyl-cystein : sekretolitik

Di luar serangan

Disodium chromoglycate (DSCG)

Efeknya adalah : menstabilkan dinding membran dari sel mast atau

basofil sehingga :

- Mencegah terjadinya degranulasi dari sel mast

- Mencegah pelepasan histamin

- Mencegah pelepasan SRS-A ( Slow Reacting Substance of

Anaphylaxis )

- 20 -

Page 21: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

- Mencegah pelepasan ECF (Eosinophyl Chemotatic Factor)

Asma Episodik Jarang

Asma episodik jarang cukup diobati dengan reliever berupa bronkodilator

beta agonis hirupan (inhaler/spray) kerja pendek (short acting β2-agonist, SABA)

atau golongan xantin kerja cepat, bila terjadi gejala/serangan. Kendala

penggunaan spray ini adalah harganya yang mahal dan tidak tersedia di semua

tempat. Selain itu pemakaian inhaler (Metered Dose Inhaler/MDI atau Dry

Powder Inhaler/DPI) ini memerlukan teknik penggunaan yang benar (untuk anak

besar), dan memerlukan alat bantu (untuk anak kecil/bayi). Bila obat hirupan tidak

ada, maka beta agonis diberikan per oral (obat minum). Penggunaan xantin kerja

cepat (teofilin) sebagai bronkodilator makin kurang perannya dalam tata laksana

asma, karena batas keamanannya (margin of safety) sempit. Namun mengingat di

Indonesia obat beta agonis oral tidak selalu ada, maka dapat menggunakan teofilin

dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping.

Asma Episodik Sering

Jika penggunaan beta agonis hirupan sudah lebih dari 3x per minggu

(tanpa menghitung penggunaan sebelum aktivitas fisik), atau serangan

sedang/berat terjadi lebih dari sekali dalam sebulan, maka penggunaan anti

inflamasi sebagai pengendali (controller) diperlukan, yakni steroid hirupan dosis

rendah. Obat steroid yang sering digunakan pada anak adalah budesonid, sehingga

digunakan sebagai standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan

100-200 mg/hari budesonid (50-100 mg/hari flutikason) untuk anak berusia kurang

dari 12 tahun, dan 200-400 mg/hari budesonid untuk anak berusia di atas 12 tahun.

Pada penggunaan dosis 100-200 mg/hari belum dilaporkan adanya efek samping

jangka panjang.

Sesuai dengan mekanisme dasar asma yaitu inflamasi/peradangan kronik,

controller berupa anti inflamasi membutuhkan waktu untuk menimbulkan efek

terapi. Penilaian dilakukan setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk

mengendalikan inflamasinya. Apabila masih tidak respons (masih terdapat gejala

asma atau gangguan tidur atau aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan dengan

- 21 -

Page 22: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

tahap kedua, yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai dengan 400 mg/hari,

yang termasuk dalam tata laksana asma persisten.

Prinsip pengobatan adalah : jika tata laksana suatu derajat penyakit asma

sudah sesuai dengan panduan, namun respon tetap tidak baik dalam 6-8 minggu,

maka derajat tata laksana berpindah ke yang lebih berat (step-up). Sebaliknya jika

asmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke yang

lebih ringan (step-down). Bila memungkinkan, steroid hirupan dihentikan

penggunaannya.

Catatan: sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi (1) pelaksanaan

penghindaran pencetus, (2) cara penggunaan obat, dan (3) penyakit penyerta

yang mempersulit pengendalian asma (seperti rinitis dan sinusitis).

Asma Persisten

Cara pemberian steroid hirupan apakah dimulai dari dosis tinggi ke rendah

selama gejala masih terkendali, atau sebaliknya dimulai dari dosis rendah ke

tinggi hingga gejala dapat dikendalikan, tergantung pada kasusnya. Dalam

keadaan tertentu, khususnya pada anak dengan penyakit berat, dianjurkan untuk

menggunakan dosis tinggi dahulu, disertai steroid oral jangka pendek (3-5 hari).

Selanjutnya dosis steroid hirupan diturunkan sampai dosis terkecil yang masih

optimal.  Setelah pemberian steroid hirupan dosis rendah tidak mempunyai

respons yang baik, diperlukan terapi alternatif pengganti, yaitu meningkatkan

steroid menjadi dosis medium atau tetap steroid hirupan dosis rendah ditambah

dengan LABA (long acting beta-2 agonist) atau ditambahkan teophylline slow

release (TSR) atau ditambahkan anti-leukotriene receptor (ALTR). Dosis

medium adalah setara dengan 200-400 µg/hari budosenid (100-200 µg/hari

flutikason) untuk anak berusia kurang dari 12 tahun, dan 400-600 µg/hari

budosenid (200-300 µg/hari flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun.

Apabila dengan pengobatan lapis kedua selama 6-8 minggu tetap terdapat gejala

asma, maka dapat diberikan alternatif lapis ketiga, yaitu dapat meningkatkan dosis

kortikosteroid sampai dengan dosis tinggi, atau tetap dosis medium ditambahkan

dengan LABA, atau TSR, atau ALTR. Yang dimaksud dosis tinggi adalah setara

dengan > 400 µg/hari budesonid (> 200 µg/hari flutikason), untuk anak berusia

- 22 -

Page 23: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

kurang dari 12 tahun, dan > 600 µg/hari budesonid (> 300 µg/hari flutikason)

untuk anak berusia di atas 12 tahun.

Penambahan LABA pada steroid hirupan dibuktikan dapat memperbaiki

FEV1, menurunkan gejala asma, dan memperbaiki kualitas hidup. Apabila dosis

steroid hirupan sudah mencapai > 800 mg/hari namun tidak mencapai respon,

maka baru menggunakan steroid oral (sistemik). Jadi penggunaan kortikosteroid

oral sebagai controller (pengendali) adalah jalan terakhir. Langkah ini diambil

hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat.

Sebagai dosis awal, steroid oral dapat diberikan 1-2 mg/kgBB/hari. Dosis

kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi

hari.

Pemberian antileukotrien (zafirlukas) dikontraindikasikan pada kelainan

hati. Pemberian obat anti histamin generasi baru non sedatif (misalnya setirizin

dan ketotifen), dipertimbangkan pada anak dengan asma yang disertai rinitis.

Cara Pemberian Obat

Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral

dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Keuntungan pemberian

pengobatan inhalasi :

lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan

napas

efek sistemik minimal atau dihindarkan

beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak

terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin).

Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan

inhalasi daripada oral.

Tabel 6. Jenis alat inhalasi disesuaikan dengan usia

Umur Alat inhalasi

< 2 tahun Nebuliser (alat uap)

  MDI (Metered Dose Inhaler) dengan spacer Aerochamber,

Babyhaler

5-8 tahun Nebuliser

- 23 -

Page 24: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

  MDI dengan spacer

  DPI (Dry Powder Inhaler): Diskhaler, Turbuhaler

> 8 tahun Nebuliser

  MDI dengan spacer

  DPI

  MDI tanpa spacer

Jenis Terapi Inhalasi

Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah

dibawa, tidak mahal, secara selektif mencapai saluran napas bawah, hanya sedikit

yang tertinggal di saluran napas atas, serta dapat digunakan oleh anak, orang

cacat, dan orang tua. Namun keadaan ideal tersebut tidak dapat sepenuhnya

tercapai. Berikut beberapa alat terapi inhalasi :

MDI (Metered Dose Inhaler ) tanpa Spacer

- 24 -

Page 25: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Gambar 2.5. MDI tanpa spacer

MDI (Metered Dose Inhaler) dengan Spacer

Gambar 2.6. MDI dengan spacer

- 25 -

Page 26: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Spacer (alat penyambung) akan menambah jarak antara alat dengan mulut,

sehingga kecepatan aerosol pada saat dihisap menjadi berkurang. Hal ini

mengurangi pengendapan di orofaring (saluran napas atas). Spacer ini berupa

tabung (dapat bervolume 80 ml) dengan panjang sekitar 10-20 cm, atau bentuk

lain berupa kerucut dengan volume 700-1000 ml. Penggunaan spacer ini sangat

menguntungkan pada anak.

Dry Powder Inhaler (DPI)

Penggunaan obat dry powder (serbuk kering) pada DPI memerlukan

hirupan yang cukup kuat. Pada anak yang kecil, hal ini sulit dilakukan. Pada anak

yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang

memerlukan koordinasi dibandingkan MDI. Deposisi (penyimpanan) obat pada

paru lebih tinggi dibandingkan MDI dan lebih konstan. Sehingga dianjurkan

diberikan pada anak di atas 5 tahun.

Gambar 2.7. Dry powder inhaler

Nebulizer

- 26 -

Page 27: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Alat nebulizer dapat mengubah obat yang berbentuk larutan menjadi

aerosol secara terus-menerus, dengan tenaga yang berasal dari udara yang

dipadatkan, atau gelombang ultrasonik. Aerosol yang terbentuk dihirup penderita

melalui mouth piece atau sungkup. Bronkodilator yang diberikan dengan

nebulizer memberikan efek bronkodilatasi yang bermakna tanpa menimbulkan

efek samping. Hasil pengobatan dengan nebulizer lebih banyak bergantung pada

jenis nebulizer yang digunakan. Ada nebulizer yang menghasilkan partikel aerosol

terus-menerus, ada juga yang dapat diatur sehingga aerosol hanya timbul pada

saat penderita melakukan inhalasi, sehingga obat tidak banyak terbuang.

Gambar 2.8. Nebulizer

Pemakaian alat perenggang (spacer) mengurangi deposisi (penumpukan)

obat dalam mulut (orofaring), sehingga mengurangi jumlah obat yang tertelan,

dan mengurangi efek sistemik. Deposisi (penyimpanan) dalam paru pun lebih

baik, sehingga didapatkan efek terapetik (pengobatan) yang baik. Obat hirupan

dalam bentuk bubuk kering (DPI = Dry Powder Inhaler) seperti Spinhaler,

Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler, Easyhaler, Twisthaler memerlukan inspirasi

(upaya menarik/menghirup napas) yang kuat. Umumnya bentuk ini dianjurkan

untuk anak usia sekolah.

- 27 -

Page 28: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Tabel 8. Pengobatan sesuai berat asma

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Asma

Medikasi pengontrol

harian

Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain

Asma Intermiten

Tidak perlu -------- -------

Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug

BD/hari atau ekivalennya)

Teofilin lepas lambat Kromolin

Leukotriene modifiers

------

Asma Persisten Sedang

 

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid

(400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan

agonis beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers

Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Ditambah teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat

 

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah ³ 1 di bawah ini: teofilin lepas

lambat leukotriene

modifiers

glukokortikosteroid oral

Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg

ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

- 28 -

Page 29: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

2.10. Status Asmatikus

Status asmatikus merupakan diagnosis klinik yang ditentukan oleh

semakin beratnya asma yang tidak responsif terhadap obat-obat yang biasanya

efektif. Penderita dikatakan dalam keadaan status asmatikus bila :

- Serangan akut terlalu sering berulang dalam waktu yang

singkat, sehari 2-3 kali

- Tidak mendapatkan pengobatan yang adekuat saat serangan

akut

- Gangguan dalam pengaturan napas seperti : banyak bicara,

teriak-teriak, banyak menangis

- Jumlah dosis alergen yang terus-menerus dan banyak

- Serangan akut berulang namun tidak beristirahat

- Adanya stres psikis yang terus-menerus

- Adanya infeksi saluran napas yang tidak diobati

- Penderita memiliki kemunduran faal paru, obstruksi atau

restriksi

Disebut penderita status asmatikus bila tida ada kemajuan setelah dua jam

pemberian pengobatan serangan akut. Para penderita status asmatikus adalah

orang-orang yang kekurangan oksigen (hipoksemik). Oleh karenanya oksigen

dengan kadar yang dikendalikan dengan teliti selalu terindikasi, untuk

mempertahankan oksigenasi jaringan. Oksigen dapat diberikan dengan sangat

efektif melalui pipa hidung bercabang. Atau masker dengan kecepatan aliran 2-3

L/menit. Kadar oksigen yang cukup untuk mempertahankan tekanan oksigen

arteri parsial 70-90 mmHg atau saturasi oksigen lebih besar daripada 92% adalah

optimal

2.10.1. Pengobatan Status Asmatikus

Bronkodilator

Adrenalin

Aminofilin

Kortikosteroid

Pemberian cairan

Antibiotik

- 29 -

Page 30: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Pemberian oksigen

2.11. Prognosis

Prognosis jangka panjang asma anak pada umumnya baik. Sebagian besar

asma anak hilang atau berkurang dengan bertambahnya umur. Sekitar 50% asma

episodik jarang sudah menghilang pada umur 10-14 tahun dan hanya 15% yang

menjadi asma kronik pada umur 21 tahun. Dua puluh persen asma episodik sering

sudah tidak timbul pada masa akil baliq, 60% tetap sebagai asma episodik sering

dan sisanya sebagai asma episodik jarang. Hanya 5% dari asma kronik/persisten

yang dapat menghilang pada umur 21 tahun, 20% menjadi asma episodik sering,

hampir 60% tetap sebagai asma kronik/persisten dan sisanya menjadi asma

episodik jarang. Pada penderita dengan serangna terus-menerus sering mengalami

bronkitis akan jatuh pada kelompok penyakit paru obstruktif menahun dan ini

akan sering disertai dengan penyakit infeksi lain maka prognosanya jelek.

DAFTAR PUSTAKA

- 30 -

Page 31: Referat Asma

Paru - Asma Bronkial

Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2.

Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita

Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.

2001. h 477 – 82.

Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu

Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000.

1311-18.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang

Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.

Morris MJ. Asthma. [ updated 2013 June 10]. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall

Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan

Imunoglobulin G (Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma

di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Medan :

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.

Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe

Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 67–72

Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma.

Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.

Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah

Kedokteran Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.

Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 –

87.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis &

Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-5

- 31 -