Tatalaksana Tetanus

download Tatalaksana Tetanus

of 5

Transcript of Tatalaksana Tetanus

  • 8/11/2019 Tatalaksana Tetanus

    1/5

    PENATALAKSANAAN

    1. Dasar

    a. Memutuskan rantai penyebaran toksin tetanus

    1. Antibiotik

    Penggunaan antibiotik ditujukan untuk memberantas kuman tetanus bentuk

    vegetatif. Clostridium peka terhadap penisilin grup beta laktam termasuk

    penisilin G, ampisilin, karbenisilin, tikarsilin, dan lain-lain. Kuman tersebut

    juga peka terhadap klorampenikol, metronidazol, aminoglikosida dan

    sefalosporin generasi ketiga.

    Penisilin G dengan dosis 1 juta unit IV setiap 6 jam atau penisilin prokain 1,2

    juta 1 kali sehari.

    Penisilin G digunakan pada anak dengan dosis 100.000 unit/kgBB/hari IV

    selama 10-14 hari.

    Pemakaian ampisilin 150 mg/kg/hari dan kanamisin 15 mg/kgBB/hari

    digunakan bila diagnosis tetanus belum ditegakkan, kemudian bila diagnosa

    sudah ditegakkan diganti Penisilin G.

    Rauscher (1995) menganjurkan pemberian metronidazole awal secara loading

    dose 15 mg/kgBB dalam 1 jam dilanjutkan 7,5 mg/kgBB selama 1 jam perinfus

    setiap 6 jam. Hal ini pemberian metronidazole secara bermakna menunjukkan

    angka kematian yang rendah, perawatan di rumah sakit yang pendek dan

    respon yang baik terhadap pengobatan tetanus sedang.

    Pada penderita yang sensitif terhadap penisilin maka dapat digunakan

    tetrasiklin dengan dosis 25-50 mg/kg/hari, dosis maksimal 2 gr/hari dibagi 4

    dosis dan diberikan secara peroral.

  • 8/11/2019 Tatalaksana Tetanus

    2/5

    Bila terjadi pneumonia atau septikemia diberikan metisilin 200 mg/kgBB/hari

    selama 10 hari atau metisilin dengan dosis yang sama ditambah gentamisin 5-

    7,5 mg/kgBB/hari.

    2.

    Perawatan luka

    Luka dibersihkan atau dilakukan debridemen terhadap benda asing dan luka

    dibiarkan terbuka. Sebaiknya dilakukan setelah penderita mendapat anti toksin

    dan sedasi. Pada tetanus neonatorum tali pusat dibersihkan dengan betadine

    dan hidrogen peroksida, bila perlu dapat dilakukan omphalektomi.

    b. Netralisasi toksin

    1. Anti tetanus serum

    Dosis anti tetanus serum yang digunakan adalah 50.000-100.000 unit, setengah

    dosis diberikan secara IM dan setengahnya lagi diberikan secara IV,

    sebelumnya dilakukan tes hipersensitifitas terlebih dahulu. Pada tetanus

    neonatorum diberikan 10.000 unit IV.

    Udwadia (1994) mengemukakan sebaiknya anti tetanus serum tidak diberikansecara intrathekal karena dapat menyebabkan meningitis yang berat karena

    terjadi iritasi meningen. Namun ada beberapa pendapat juga untuk mengurangi

    reaksi pada meningen dengan pemberian ATS intratekal dapat diberikan

    kortikosteroid IV, adapun dosis ATS yang disarankan 250-500 IU.

    2. Human Tetanus Immunuglobulin (HTIG)

    Human tetanus imunoglobulin merupakan pengobatan utama pada tetanusdengan dosis 3000-6000 unit secara IM, HTIG harus diberikan sesegera

    mungkin. Kerr dan Spalding (1984) memberikan HTIG pada neonatus

    sebanyak 500 IU IV dan 800-2000 IU intrathekal. Pemberian intrathekal sangat

    efektif bila diberikan dalam 24 jam pertama setelah timbul gejala.

  • 8/11/2019 Tatalaksana Tetanus

    3/5

    Namun penelitian yang dilakukan oleh Abrutyn dan Berlin (1991) menyatakan

    pemberian immunoglobulin tetanus intratekal tidak memberikan keuntungan

    karena kandungan fenol pada HTIG dapat menyebabkan kejang bila diberikan

    secara intrathekal. Pemberian HTIG 500IU IV atau IM mempunyai efektivitas

    yang sama.

    Dosis HTIG masih belum dibakukan, Miles (1993) mengemukakan dosis yang

    dapat diberikan adalah 30-300IU/kgBB IM, sedangkan Kerr (1991)

    mengemukakan HTIG sebaiknya diberikan 1000 IU IV dan 2000 IU IM untuk

    meningkatkan kadar antitoksin darah sebelum debridemen luka.

    c. Menekan efek toksin pada SSP

    1. Benzodiazepin

    Diazepam merupakan golongan benzodiazepin yang sering digunakan. Obat ini

    mempunyai aktivitas sebagai penenang, anti kejang, dan pelemas otot yang

    kuat. Pada tingkat supraspinal mempunyai efek sedasi, tidur, mengurangi

    ketakutan dan ketegangan fisik serta penenang dan pada tingkat spinal

    menginhibisi refleks polisinaps. Efek samping dapat berupa depresi pernafasan,

    terutama terjadi bila diberikan dalam dosis besar. Dosis diazepam yang

    diberikan pada neonatus adalah 0,3-0,5 mg/kgBB/kali pemberian. Udwadia

    (1994), pemberian diazepam pada anak dan dewasa 5-20 mg 3 kali sehari, dan

    pada neonatus diberikan 0,1-0,3 mg/kgBB/kali pemberian IV setiap 2-4 jam.

    Pada tetanus ringan obat dapat diberikan per oral, sedangkan tetanus lain

    sebaiknya diberikan drip IV lambat selama 24 jam.

    2. Barbiturat

    Fenobarbital (kerja lama) diberikan secara IM dengan dosis 30 mg untuk

    neonatus dan 100 mg untuk anak-anak tiap 8-12 jam, bila dosis berlebihan

    dapat menyebabkan hipoksisa dan keracunan. Fenobarbital intravena dapat

    diberikan segera dengan dosis 5 mg/kgBB, kemudian 1 mg/kgBB yang

  • 8/11/2019 Tatalaksana Tetanus

    4/5

  • 8/11/2019 Tatalaksana Tetanus

    5/5

    3. Berdasarkan tingkat penyakit tetanus

    a. Tetanus ringan

    Penderita diberikan penaganan dasar dan umum, meliputi pemberian antibiotik,HTIG/anti toksin, diazepam, membersihkan luka dan perawatan suportif seperti

    diatas.

    b.Tetanus sedang

    Penanganan umum seperti diatas. Bila diperlukan dilakukan intubasi atau

    trakeostomi dan pemasangan selang nasogastrik delam anestesia umum.

    Pemberian cairan parenteral, bila perlu diberikan nutrisi secara parenteral.

    c.Tetanus berat

    Penanganan umum tetanus seperti diatas. Perawatan pada ruang perawatan

    intensif, trakeostomi atau intubasi dan pemakaian ventilator sangat dibutuhkan

    serta pemberikan cairan yang adekuat. Bila spasme sangat hebat dapat diberikan

    pankuronium bromid 0,02 mg/kgBB IV diikuti 0,05 mg/kg/dosis diberikan setiap

    2-3 jam. Bila terjadi aktivitas simpatis yang berlebihan dapat diberikan betabloker seperti propanolo atau alfa dan beta bloker labetolol.

    Source:

    Rauscher LA. Tetanus. Dalam :Swash M, Oxbury J, penyunting. Clinical

    Neurology. Edinburg : Churchill Livingstone, 1991 ; 865-871