BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asuhan Keperawatan ...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Asuhan Keperawatan ...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja 2011).
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau
gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan. Halusinasi hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata
(Kusumawati, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
ransangan internal (pikiran) dan rangsangan ekternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan suara padahal
tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono, 2010). Halusinasi
pendengaran atau akustik adalah kesalahan dalam mempersepsikan suara
yang disengar klien. Suara bisa menyenangkan, ancaman, membunuh, dan
merusak (yosep, 2010).
2 Faktor predisposisi
Menurut (Stuart dan Sudeen, 2009) faktor predisposisi dapat meliputi :
a. Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat
penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan Napza.
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
7
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien adanya kegagalan yang berulang,
kurangnya kasih sayang, atau overprotektif.
c. Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
3 Faktor presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo, 2014)
:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stres lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
8
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
4 Mekanisme Koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologi
termasuk :
a. Regresi, menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku
kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan
dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi
ansietas.
b. Proyeksi, keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri (sebagai
upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi).
c. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik maupun
psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar sumber
stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun dan lain-
lain, sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan
bermusuhan.
5 Rentang Respon
Menurut (Stuart & Laraia, 2009) halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalan rentang respon neurobiologis. Ini
merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya
akurat mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui pancaindra (pendengaran,
penglihatan, penghidu, pengecapan, peraban), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun sebenarnya stimulus
tersebut tidak ada. Rentang respon tersebut dapat digambarkan seperti
dibawah ini ( Muhith, 2015 ) :
Respon Adaptif Respon Maladaptif
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
9
Pikiran logis Pikiran terkadang
menyimpng
Kelainan pikiran
Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Emosional berlebihan /
dengan pengalaman
kurang
Tidak mampu mengontrol
emosi
Perilaku sosial Perilaku ganjil Ketidak teraturan
Hubungan sosial Menarik diri Isolasi sosial
Gambar 2.1 Rentang Respon Neurobiologis ( Muhith, 2015 )
Keterangan :
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecakan maslah
tersebut respon adaptif:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada keyantaan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman ahli.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan.
6 Respon psikososial
Respon psikososial meliputi :
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang yang menimbulkan
gangguan.
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena ransangan
panca indra.
c. Emosi berlebihan atau berkurang .
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
10
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas
kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang
lain.
7 Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan,
adapun respon maladaptif meliputi :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi perubahan sesuatu yang timbul dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan sesuatu yang tidak teratur.
2.1.2 Pengkajian Halusinasi
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan yang sistematis dalam pengumpilan data dari berbagai sumber
untuk mengevaluasi dan mengindentifikasimstatus kesehatan klien. (Abdul
Muhith, 2015:4) . Adapun pengkajian meliputi :
a. Identitas klien meliputi biodata pasien.
b. Keluhan utama
Setelah dilakukan wawancara dan observasi, muncul data subyektif dan
obyektif dari hasil wawancara dan observasi. ( Ah Yusuf,dkk, 2015 :106)
1) Data subjektif (DS)
a) Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
b) Merasakan sesuatu melalui indra perabaan, penciuman, perabaan, atau
pengecapan
2) Data objektif (DO)
a) Distorsi sensori
b) Respons tidak sesuai
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
11
c) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium
sesuatu
d) Menyendiri dan marah-marah tanpa sebab
c. Aspek Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
yang di alami seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stres berkepanjang
menyebabkan teraktivitasnya neurotransmiter otak, sehingga dapat
menimbulkan kelainan bawaan atau cedera pada otak, kekurangan nutrisi
pada fisik (Yosep 2010).
d. Aspek Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi, isi dari halusinasi
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi
menetang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat
sesuatu terhadap kekuatan tersebut (Yosep 2010).
e. Aspek Intelektual
Individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri
untuk melawan impuls yang menekan, namum merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien dan jarang akan mengontrol semua perilaku klien (Yosep 2010).
f. Aspek Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal dan
comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan. Klien asik dengan halusinasinya, seolah-olah ia
merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung
mengikutinya (Damayanti, M & Iskandar (2012.62).
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
12
g. Aspek Spritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas,
tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara
spiritual untuk menyucikan diri, irama sikardiayanya terganggu, karena
ia sering tidur larut malam dan bangun sangat siang. Saat terbangun
merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan
dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk (Damayanti, M
& Iskandar (2012)
2.1.3 Diagnosa Keperawatan
Gangguan sensori persepsi Halusinasi Pendengaran.
Menurut (SDKI, 2016) diagnosa pada gangguan jiwa halusinasi adalah
gangguan persepsi sensori. Gangguan persepsi sensori adalah suatu
perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal maupun eksternal yang
disertai dengan respon yang berkurang, berlebih atau terdistorsi. Gangguan
persepsi sensori disebabkan oleh gangguan penglihatan, pendengaran,
penghidungan, perabaan, hipoksia serebral, penyelahgunaan zat, usia lanjut,
pemajanan toksin lingkungan.
Diagnosa gangguan persepsi sensori memiliki dua tanda dari gejala
mayor dan minor. Tanda gejala mayor antara lain: mendengarkan suara
bisikan alam melihat bayangan, merasakan sesuatu melalui indera perabaan,
penciuman, pengecapan, penderita kadang bersikap seolah melihat,
mendengar, mengecap, meraba, atau menciumsesuatu, distorsi sensori dan
kadang penderita berespon tidak sesuai. Sedangkan tanda minor antara lain:
penderita menyatakan kesal, saat dilakukan pengamatan klien tampak
menyendiri, melamun, konsentrasi buruk, disorientasi waktu, tempat,
situasi, melihat ke satu arah, mondar-mandir, bicara sendiri.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
13
2.1.4 Perencanaan Tindakan Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan
Perencanaan
Intervensi Rasional
Tujuan Kriteria
Evaluasi
Gangguan Persepsi
Sensori TUM:
Klien dapat
mengontrol
halusinasi yang
dialaminya
TUK:
a. Klien dapat
mengenal
halusinasinya
Setelah 1x
interaksi klien
menyatakan
perasaan dan
responnya saat
mengalami
halusinasi:
a. Marah
b. Takut
c. Sedih
d. Senang
e. Cemas
f. Jengkel
Observasi:
a. Monitor
perilaku yang
mengindikasi
halusinasi
b. Monitor dan
sesuaikan
tingkat aktivitas
dan stimulasi
lingkungan
c. Monitor isi
halusinasi
(kekerasan atau
membahayakan
diri).
Observasi:
a. Klien dapat
menjelaskan
terjadinya
halusinasi
b. Agar klien
tetap dalam
keadaan aman
dan nyaman
c. Klien tetap
keadaan stabil
dan dapat
mengontrol
halusinasinya
TUK:
Klien dapat
mengontrol
halusinasinya
Setelah 1x
interaksi klien
menyebutkan:
a. Tindakan yang
biasanya
dilakukan
untuk
mengatasi
halusinasi
b. Menyebutkan
cara baru
mengontrol
halusinasi
c. Dapat memilih
dan
memperagakan
cara mengatasi
halusinasi
d. Melaksanakan
cara yang telah
dipilih untuk
mengendalikan
halusinasinya
e. Mengikuti
terapi aktivitas
kelompok
Terapeutik:
a. Pertahankan
lingkungan yang
aman
b. Lakukan
Tindakan
keselamatan
Ketika tidak
dapat
mengontrol
perilaku (limit
setting,
pembatasan
wilayah,
pengekangan
fisik dan
seklusi)
c. Diskusikan
perasaan dan
respons terhadap
halusinasi
d. Hindari
perdebatan
tentang validitas
halusinasi.
Terapeutik:
a. Klien tetap
terjaga dari
bahaya
b. Klien dapat
mengontrol
halusinasi yang
dapat
membahayaka
n diri sendiri
maupun orang
lain serta
lingkunganya
c. Klien dapat
memahami apa
yang terjadi
pada dirinya
saat halusinasi
d. Agar klien
tetap nyaman
dan tidak
tersinggung
oleh orang lain.
TUK:
a. Klien dapat
dukungan dari
Setelah 1x
pertemuan
keluarga, keluarga
Edukasi:
a. Anjurkan
memonitor
Edukasi:
a. Klien dapat
mengontrol
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
14
keluarga dalam
mengenal
halusinasinya
b. Klien dapat
menerapkan
terapi yang
dilakukan
menyatakan
setuju:
a. Untuk
mengikuti
pertemuan
dengan
keluarga
b. Keluarga
menyebutkan
pengertian,
tanda dan
gejala, roses
terjadinya
halusinasi dan
tindakan untuk
mengendalikan
halusinasi
sendiri situasi
terjadinya
halusinasi
b. Anjurkan bicara
pada orang yang
dipercaya untuk
memberi
dukungan dan
umpan balik
korektif
terhadap
halusinasi
c. Anjurkan
melakukan
distraksi
(mendengarkan
music,
melakukan
aktivitas dan
Teknik
relaksasi)
d. Ajarkan pasien
dan keluarga
cara mengontrol
halusinasi
halusinasinya
sendiri tanpa
bantuan orang
lain
b. Agar klien
mempunyai
teman untuk
mengobrol dan
dipercayainya
sendiri
c. Cara
melupakan
bahwa klien
terjadi
halusinasi dan
menjadikan
klien rileks
d. Klien dan
keluaganya
dapat
mengontrol
halusinasi
dengan cara
terapi yang
dilakukan
TUK:
Klien dapat
menerapkan terapi
music
Setelah 1x
interaksi klien
dapat mengikuti
terapi musik:
a. Klien dapat
mengikuti
perintah
b. Klien mampu
mengungkapka
n perasaan
setelah
mengikuti
terapi music
c. Klien membuat
kegiatan untuk
berinteraksi
dengan orang
lain
a. Intuksikan
pasien untuk
mengikuti
perintah
b. Tanyakan
bagaimana
perasaan
setelah
melakukan
terapi music
c. Tuntun pasien
dalam
berinteraksi
dengan orang
lain
d. Buat jadwal
untuk terapi
music dan latih
cara
berinteraksi
a. Untuk
meningkatka
n kemampuan
klien
b. Untuk
mengalihkan
pikirannya ke
hal positif
c. Untuk
mempercepat
penyembuhan
halusinasi
d. Untuk
melatih
secara rutin
2.2. intervensi Keperawatan (SIKI, 2018) (SLKI, 2019)
2.1.5 Implementasi
Tindakan keperawatan yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami
gangguan jiwa halusinasi pendengaran :
1. Mengidentifikasi penyebab terjadinya halusinasi
2. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap bersama
orang lain
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
15
3. Membina hubungan saling percaya antara perawat dengan pasien
4. Melatih klien mengontrol halusinasi dengan aktifitas terjadwal
5. Melatih klien minum obat secara teratur
6. Melatih kemampuan klien mengontrol halusinasi nya dengan cara
terapi musik klasik (Damayanti, M & Iskandar (2012)
2.1.6 Evaluasi
Melakukan Evaluasi SOAP berdasarkan kriteria hasil yang diharapkan
ekspresi wajah klien bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab
salam, mau duduk disamping dengan perawat. Klien dapat menyebutkan
waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi. Klien dapat menyebutkan
tindakan yang biasa dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.klien
dapat membina hubungan saling percaya. Klien dan keluarga dapat
menyebutkan manfaat dosis dan efek samping obat (Damayanti, M &
Iskandar (2012)
2.2 Teori terapi musik
2.2.6 Pengertian
Terapi musik adalah suatu proses yang terencana bersifat preventif,
dalam usaha penyembuhan terhadap penderita yang mengalami kelainan
atau hambatan dalam pertumbuhannya, baik fisik motorik, sosial emosional,
maupun mental intelegensi. Terapi musik menggunakan musik atau elemen
musik oleh seseorang terapis untuk meningkatkan, mempertahankan dan
mengembalikan kesehatan mental, fisik, emosional dan spiritual (Suryana,
2012, hlm 13).
Terapi musik merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang
bertujuan untuk mengurangi perilaku agresif, memberikan rasa tenang,
sebagai pendidikan moral, mengendalikan emosi, pengembangan spiritual
dan menyembuhkan gangguan psikologi. Terapi musik juga digunakan oleh
psikolog maupun psikiater untuk mengatasi berbagai macam gangguan
kejiwaan dan gangguan psikologis.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
16
Penggunaan terapi musik dimulai setelah Perang Dunia I, ketika pelaku
terapi musik hanya sekelompok pemusik dan digunakan untuk mengobati
para veteran yang memiliki trauma dari perang baik mental maupun fisik
dari perang tersebut. Setelah Perang Dunia II, terapi musik dikembangkan
secara intensif pada rumah sakit di Amerika kemudian di Eropa.
Musik merupakan sebuah rangsangan pendengaran yang terorganisasi,
terdiri atas melodi, ritme, harmoni, warna (timbre), bentuk, dan gaya. Musik
memiliki kekuatan untuk mengobati penyakit dan ketidakmampuan yang di
alami oleh seseorang. Ketika musik diaplikasikan menjadi sebuah terapi,
musik dapat meningkatkan, memulihkan, memelihara kesehatan fisik,
mental, emosional, sosial, dan spiritual dari setiap individu. Hal ini
dikarenakan musik memiliki beberapa kelebihan, seperti bersifat universal,
nyaman, menyenangkan, dan terstruktur. Perlu diingat bahwa banyak proses
dalam hidup berakar dari irama. Sebagai contoh, nafas, detak jantung, dan
pulsasi semuanya berulang dan berirama.
Manfaat musik untuk kesehatan dan fungsi kerja otak telah diketahui
sejak zaman dahulu. Para dokter Yunani dan Romawi kuno menganjurkan
metode penyembuhan dengan mendengarkan permainan alat musik seperti
harpa dan flute. Secara psikologis pengaruh penyembuhan musik pada
tubuh adalah pada kesempatan khusus untuk berinteraksi dan membangun
pendekatan emosional.
2.2.2 Jenis Terapi Musik
Semua jenis musik dapat digunakan sebagai terapi. Seperti lagu-lagu
rileksasi lagu popular, maupun klasik. Namun dianjurkan untuk memilih
lagu dengan tempo sekitar 60 ketukan per menit yang bersifat rileks. Jika
temponya terlalu cepat, maka secara tidak sadar stimulus yang masuk akan
membuat kita mengikuti irama tersebut, sehingga tidak mencapai keadaan
istirahat yang optimal. Musik klasik yang menjadi acuan adalah karya
Mozart. Hampir semua karya Mozart memilik nada-nada dengan frekuensi
tinggi, rentang nada luas, dan tempo yang dinamis (Turana, 2006).
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
17
2.2.3 Teknik terapi musik
Persiapan alat dan lingkungan:
1) Kursi dan meja.
2) Kaset CD, tape recorde, atau mp3 jenis musik yang digunakan.
3) Lingkungan yang tenang, nyaman, dan bersih.
Persiapan kilen :
1) Jelaskan tujuan, manfaat, prosedur pelaksanaan, serta meminta
persetujuan klien untuk mengikuti terapi musik.
2) Posisikan tubuh klien secara nyaman dan rileks.
Prosedur :
1) Memberi kesempatan klien memilih jenis musik.
2) Mengaktifkan tape recorder dan mengatur volume suara sesuai selera
klien.
3) Mempersilakan klien mendengar musik selama minimal 15 menit.
4) Saat klien mendengar musik arahkan untuk fokus dan rileks terhadap
lagu yang didengar dan melepaskan semua beban yang ada.
5) Setelah musik berhenti klien dipersilakan mengungkapkan perasaan
yang muncul saat musik tersebut di putar, serta perubahan yang terjadi
dalam dirinya.
Kriteria Evaluasi :
1) Mengkaji proses dan hasil terapi musik menggunakan catatan aktivitas
terapi yang di gunakan.
2) Menganalisis sesi yang telah di lakukan untuk melihat keefektifan
terapi.
3) Menganalisis hasil dan catatan terapi sehingga perawat dapat
mengetahui progres teknik yang dilakukan klien dalam
mengembangkan sesi.
4) Klien tidak mengalami kejenuhan, raut wajah tampak segar dan bugar.
(Setyoadi, 2011 :45)
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--