Serosis Hepatis 2

27
Serosis Hepatis Definisi Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal ( Price & Wilson, 2005, hal. 493). Sirosis hati adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikkkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati. Penyebab meliputi malnutrisi, inflamasi (bakteri atau virus), dan keracunan (alcohol, karbon tetraklorida, acetaminoven). (Doenges, dkk, 2000, hal. 544) Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). Etiologi Ada 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati : 1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alcohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati (ilfiltrasi lemak). Secara makroskopis hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak dalam jumlah yang banyak. Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi dan degenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang

description

S

Transcript of Serosis Hepatis 2

Serosis Hepatis DefinisiSirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal ( Price & Wilson, 2005, hal. 493).Sirosis hati adalah penyakit kronis hati yang dikarakteristikkkan oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi, gangguan fungsi seluler, dan selanjutnya aliran darah ke hati. Penyebab meliputi malnutrisi, inflamasi (bakteri atau virus), dan keracunan (alcohol, karbon tetraklorida, acetaminoven). (Doenges, dkk, 2000, hal. 544)Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001). EtiologiAda 3 tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis kronis. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alcohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam sel-sel hati (ilfiltrasi lemak). Secara makroskopis hati membesar, rapuh, tampak berlemak, dan mengalami gangguan fungsional akibat akumulasi lemak dalam jumlah yang banyak. Pada kasus sirosis Laennec sangat lanjut, lembaran-lembaran jaringan ikat yang tebal terbentuk pada tepian lobules, membagi parenkim menjadi nodul-nodul halus. Nodul-nodul ini dapat membesar akibat aktivitas regenerasi dan degenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Penderita sirosis Laennec lebih berisiko menderita karsinoma sel hati primer (hepatoseluler)2. Sirosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Hepatosit dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan diselingi dengan parenkim hati normal. Sekitar 75% kasus cenderung berkembang dan berakhis dengan kematian dalam 1 hingga 5 tahun. Sekitar 25 hingga 75% kasus memiliki riwayat hepatitis virus sebelumnya. Sejumlah kecil kasus akibat intoksikasi yang pernah diketahui adalah dengan bahan kimia industry, racun, ataupun obat-obatan seperti fosfat, kontrasepsi oral, metal-dopa, arsenic, dan karbon tetraklorida.3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis). Kerusakan sel hati dimulai dari sekitar duktus biliaris. Tipe ini merupakan 2% pemnyebab kematian akibat sirosis. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Hati membesar, kerasa, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini, pruritus, malaabsorpsi, dan steatorea. Manifestasi KlinisGambaran klinis dan komplikasinya umumnya sama untuk semua tipe tanpa memandang penyebabnya, meskipun beberapa tipe sirosis individual mungkin memiliki cirri-ciri klinis dan biokimia yang agak berbeda. Masa dimana sirosis bermanifestasi sebagai masalah klinis bersifat laten, dimana perubahan-perubaha patologis bersifat lambat hingga akhirnya gejala-gejala yang tibul akan membangkitkan kesadaran akan kondisi selama masa laten yang panjang, fungsi hati mengalami kemunduran secara bertahap. Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis merupakan akibat dari dua tipe gangguan fisiologis : gagal sel hati dan hipertensi portal, yang masing-masing memperlihatkan gejala klinis berupa :1. Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol (noduler).2. Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.3. Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid tergantung pada lokasinya. Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.4. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.5. Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.6. Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.7. PatofisiologiPatofisiologi penyakit sirosis hepatis dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstra seluler matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraseluler ini. Pada cidera yang akut, sel stella membentuk kembali ekstraseluler matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stella menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cidera berkepanjangan.Peningkatan deposissi kolagen pada peresinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisisnusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepaticytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. Komplikasi1. Perdarahan gastrointestinalHipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan pecah sehingga timbul perdarahan yang masih.2. Koma Hepatikum.4. Ulkus Peptikum5. Karsinoma hepatosellural. Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.6. InfeksiMisalnya : peritonisis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru,glomerulonephritis kronis, pielonephritis, sistitis, peritonitis, endokarditis, srisipelas, septikema Penatalaksanaan1. Medisa. Asites- Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau 90mmol/hari.- Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.- Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200mg sekali sehari.- Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila edema kaki ditemukan.- Bila pemberian spironolaktin belum adekuat maka bisa dikombinasi dengan furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesisdilakukan jika jumlah asites sangat besar.b. EncephalophatyPada pasien dengan adanya ensephalophaty hepatik dapat digunakan laktulosa untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan untuk mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.c. Pendarahan EsofagusUntuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat diberikan propanolol. Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakan ligasi endoskopi atau skleroterapi.2. Keperawatana. Pengkajian keperawatan berfokuskan pada kawitan gejala dan riwayat faktor-faktor pencetusb. Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan waktu harus diperhatikanc. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani2.2 Dyspepsia DefinisiDispepsia berasal dari bahasa Yunani - (Dys-), berarti sulit , dan & psi ; (Pepse), berarti pencernaan Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk dispepsia.Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan (Arif, 2000).Dyspepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa (Dharmika, 2001).Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan kumpulan gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual. EtiologiPenyebab dyspepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :1. Dyspepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis, pankreastitis, kolesistitis dan lainnya).2. Dyspepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Manifestasi KlinisSindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri;pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.Didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi dyspepsia menjadi tiga tipe :1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia), dengan gejala : Nyeri epigastrium terlokalisasi Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid Nyeri saat lapar Nyeri episodik1. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia), dengan gejala : Mudah kenyang Perut cepat terasa penuh saat makan Mual Muntah Upper abdominal bloating Rasa tak nyaman bertambah saat makan.1. Dyspepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) PatofisiologiPerubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan. KomplikasiPerdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik. Khusus untuk perdaraban SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama. Nanum pada tukak peptik peny ebab utarnanya adalah infeksi Helicobacter pylori, sebesar 100% pada tukak duodenum dan 60-90% pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan endoskopi. Penatalaksanaan1. Modifikasi Pola HidupKlien perlu diberi penjelasan untuk dapat mengenali dan menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dyspepsia. Belum ada kesepakatan tentang bagaimana diet yang diberikan pada kasus dyspepsia. Penekanan lebih ditujukan untuk menghindari jenis makanan yang dirasakan sebagai faktor pencetus. Pola diet porsi kecil tetapi sering, makanan rendah lemak, hindari / kurangi makanan, minuman yang spesifik (kopi, alkohol, pedas, dll). Akan banyak mengurangi gejala terutama gejala setelah makan (Post prandial).2. Obat obatanSampai saat ini belum ada regimen pengobatannya yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena proses patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus dyspepsia terhadap plasebo. Antasida dapat mengurangi / menghilangkan keluhan, tetapi secara studi klinis tidak berbeda dengan efek plasebo. Agen anti sekresi, obat antagonis reseptor H2 telah sering dipakai. Dari berbagai studi yang ada, sebagian diperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo tetapi sebagian lagi tidak. Prokinetik, dari banyak studi penggunaan obat prokinetik, seperti metoklopramid, domperidon dan terutama cisapride, diperoleh hasil yang baik dipandingkan plasebo walaupun tidak jarang , didapat data tidak adanya korelasi perbaikan motilitas terhadap gejala / keluhan ataupun sebaliknya. Hal ini terutama pada kelompok kasus dyspepsia tipe dismotilitas. Eradikasi Helicobaster Pylori ; Eradikasi Hp pada kasus dyspepsia kontroversial kecuali bila pada kasus dengan Hp positif yang gagal dengan terapi konvensional dapat disarankan untuk eradikasi Hp.BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanSirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normalDispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan.3.2 Kritik dan SaranSemoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penysun dan pembaca. Kritik dan saran kami tunggu untuk pembelajaran ke depan yang lebih baikDAFTAR PUSTAKA1. Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).1. Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).1. Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.1. Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.1. Lambert JR. The Role of Helicobacter Pylori in Nonulcer Dyspepsia A Debate for. Dalam: Dooley CP. ed. Gastroenterology Clinics of North America. Philadelphia: W.B. Saunders, 1993: 141-51.1. Manan C. Sindrom Dispepsia. Dalam: Mansyur M. ed. Dispepsia. Jakarta: Yayasan Penerbit IDI, 1994: 1-7.1. Soemoharjo S. Mengenal Lebih Dekat Helicobacter Pylori Dan Penyakit Gastroduodenal. Mataram, 1997.

AsKep Sirosis Hepatis

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati. Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh system arsitekture hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat ( firosis ) di sekitar paremkin hati yang mengalami regenerasi. sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan strukture hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal. Peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel menyebabkan banyaknya terbentuk jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang di bentuk oleh sel paremkim hati yang masih sehat.akibatnya bentuk hati yang normal akan berubahdisertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah vena pota yang akhirnya menyebakan hipertensi portal. Penyebab sirosis hati beragam. selain disebabkan oleh virus hepatitis B ataupun C, bisa juga di akibatkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, bergai macam penyakit metabolik, adanya ganguan imunologis, dan sebagainya.Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada pasien yang berusia 45 46 tahun ( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker ). di seluruh dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian, 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat . Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai calon perawat dalam merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis .

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Untuk mendapatkan gambaran secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan klien sirosis hepatis. 2. Tujuan khusus Untuk memperoleh gambaran nyata mengenai:a. Pengkajian klien sirosis hepatis b. Diagnosa yang mungkin timbul pada klien sirosis hepatis c. Intervensi yang akan dilaksanakan pada klien sirosis hepatis d. Pelaksaan tindakan keperawatan pada klien sirosis hepatis

BAB IITINJAUAN TEORI

A. Konsep Medik

1. Definisi:a. Siarosis hepatis adalah penyakit kronis hati akibat tersumbat saluran empedu serta pus sehingga timbul ajaringan baru yabg berlebihan yang tidak berhubungan yang di kelilingi oleh jaringan perut (bruner and sudarth). b. Siarosis hepatis adalah penyakit yang difus di tandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul .(marillyn E. Doengoes 1996)c. Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya peradangan difus dan membran pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regresi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati (Mansjoer, 2001).Kesimpulan: Dari beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa siarosis hepatis adalah penyakit menahun di tandi dengan adanya gangguan struktur hati yaitu timbulnya jaringan baru yang berlebihan dan tidak saling berhubungan yang di kelilingi oleh jaringan perut serta gangguan aliran darah ke hati.

2. Anatomi dan Fisiologi: Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh manusia. Hati terletak di belakang tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat sekitar 1500 gram, dan dibagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan tipis jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Hepar diperdarahi oleh dua pembuluh darah utama yang mensuplai hati yaitu arteri hepatica dan vena porta. Hati menerima darah teroksigenasi dari arteri hepatica dan darah yang tidak teroksigenasi tetapi kaya akan nutrien dari vena porta hepatica. Vena porata pembawa darah yang mengandung nutrisi yang berasal dari lambung, usus halus, kolon, pancreas, lien ke hati. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.Macam-macam ligamen:1. Ligamentum falciformis: Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.2. Ligamentum teres hepatis = round ligament: Merupakan bagian bawah lig. falciformis; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis: Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.4. Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig coronaria posterior ki-ka: Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.5. Ligamentum triangularis ki-ka: Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar).

3. Etiologi: Beberapa hal yang menjadi penyebab sirosis hepatis adalah (Fkui, 1996):1. Hepatitis virus tipe B dan C2. Alkohol3. Metabolik : DM4. Kolestatis kronik 5. Toksik dari obat : INH6. Malnutrisi

4. Kasifikasi:Secara makroskopik, sirosis dibagi atas :a. Sirosis mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata diseluruh lobus, besar nodulnya sampai 3 mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular.b. Sirosis makronodular Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, dengan besar nodul lebih dari 3 mm.c. Sirosis campuran Umumnya sirosis hepatis adalah jenis campuran ini.Selain klasifikasi diatas, sirosis hepatis terbagi dalam 3 pola yaitu :a. Sirosis laennec/sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi Sirosis ini berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronik. Sirosis jenis ini merupakan 50% atau lebih dari seluruh kasus sirosis. Perubahan pertama pada hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual didalam sel-sel hati (infiltrasi lemak).Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik. Pada kasus sirosis laennec yang sangat lanjut, membagi parenkim menjadi nodula-nodula halus. Nodula-nodula ini dapat membesar akibat aktifitas regenerasi sebagai usaha hati untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel-sel degenerasi + regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada keadaan ini sirosis sering disebut sebagai sirosis nodular halus.Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada stadium akhir sirosis, dengan akibat hipertensi portal dan gagal hati.b. Sirosis post nekrotik Terjadi menyusul nekrosis berbercak pada jaringan hati, menimbulkan nodula-nodula degeneratif besar dan kecil yang dikelilingi dan dipisah-pisahkan oleh jaringan parut, berselang-seling dengan jaringan parenkim hati normal. Sekitar 25% kasus memiliki riwayat hepantis virus sebelumnya. Banyaknya pasien dengan hasil tes HbsAg positif menunjukkan bahwa hepatitis kronik aktif agaknya merupakan peristiwa yang besar peranannya.Beberapa kasus berhubungan dengan intoksikasi bahan kimia industri, dan ataupun obat-obatan seperti fosfat, kloroform dan karbon tetraklorida/jamur beracun. Sirosis jenis ini merupakan predisposisi terhadap neoplasma hati primer.c. Sirosis Billaris Kerusakan sel hati dimulai disekitar duktus billaris, penyebabnya obstruksi billaris post hepatik. Sifat empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam masa hati dengan akibat kerusakan sel-sel hati, terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus.Sumber empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler,duktulus empedu dan sel-sel hati seringkali mengandung pigmen hijau.

5. Patofisiologi: Hati pada awal perjalanan penyakitnya cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak-lemak. Hati tersebut menjadi keras dan dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi akibat pembesaran hati yang cepat sehingga menyebabkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsule glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut ukuran hati akan mengecil setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan jaringan. Apabila dapat dipalpasi maka permukaan hati akan teraba benjol-benjol (Brunner, 2001). Sirosis Laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh episode nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang di sepanjang perjalanan penyakit tersebut. Sel-sel hati tersebut secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut. Akhirnya jumlah jaringan parut melebihi jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regeneasi dapat menonjol dari bagian-bagian yang berkonstruksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidius dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun atau lebih (Brunner, 2002). Varises esofagus merupakan pembuluh darah yang berdilatasi, berkelok-kelok dan biasanya dijumpai pada sub mukosa bagian bawah, namun varises ini dapat terjadi pada bagian lebih tinggi atau meluas sampai ke lambung. Keadaaan semacam ini hampir selalu disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi obstruksi pada saluran vena porta, pada hati yang mengalami serosis. Peningkatan obstrukisi pada vena porta menyebabkan darah vena dari traktus intestinal dan limpa akan mencari jalan keluar melalui kolateral (lintasan baru untuk kembali ke atrium kanan). Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khusunya adalah pembuluh darah pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah dan lambung bagian atas. Pembuluh-pembuluh kolateral ini tidak bersifat elastis tapi bersifat rapuh, berkelok-kelok dan mudah mengalami perdarahan. Penyebab varises lainya yang lebih jarang ditemukan adalah kelainan sirkulasi dalam vena linealis atau vena kava superior dan trombosis vena hepatika. Varises esofagus yang mengalami perdarahan dapat menyebabkan kematian dan menyebabkan syok haemorargik yang menyebabkan penurunan perfusi serebral, hepatik serta ginjal. Selanjutnya akan terjadi peningkatan beban nitrogen akibat perdarahan kedalam traktus gastrointestinal dan kenaikan kadar amonia serum yang meningkatkan resiko encefalopati. Kemungkinan terjadinya perdarahan pada varises esofagus harus dicurigai jika ada hematemisis dan melena, khususnya pada klien yang biasa mengkonsumsi minuman keras. Vena yang mengalami dilatasi biasanya tidak mengalami gejala kecuali jika ada peningkatan tekanan porta yang tajam dan mukosa atau struktur yang menyangga menjadi tipis, sehingga kemungkinan akan timbul haemorargik masif. Faktor-faktor yang menimbulkan perdarahan bisa jadi dari mengangkat barang berat, mengejan pada saat defekasi, bersin, batuk atau muntah, esofagitis, atau iritasi pembuluh darah akibat makan makanan yang tidak dikunyah dengan baik atau minum cairan yang merangsang. Salisilat dan setiap obat yang dapat menimbulkan erosi mukosa, serta mengganggu replikasi sel dapat pula menyebabkan perdarahan.(Brunner, 2000)

6. Manefestasi klinik:1. Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya kerusaka yang tejadi. Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut :a. Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare.b. Demam, berat badan turun dan lekas lelahc. Asites, hidrothoraks dan edema.d. Ikterus, kadang-kadang urine menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatal.e. Hepatomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam bukan karena sebab-sebab lain, dikatakan Sirois dalam keadaan aktif. f. Hati-hati akan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.g. Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral di dinding abdomen dan thoraks, kaput medusa, wasir dan varises esofagus.

7. Komplikasi: 1. Komplikasi menurut Brunner (2000) ada dua yaitu:a. Perdarahan dan hemorargiab. Ensefalopati hepatic2. Komplikasi menurut Mansjoer (2001) ada dua yaitu:a. Hematemisis melenab. Koma hepatikum3. Komplikasi menurut Engram (2000) ada empat yaitu:a. Encefalo hepatik yang disebabkan oleh peningkatan kadar amonia darah.b. Asites ruang disebabkan oleh ekstravasase cairan serosa ke dalam rongga peritoneal yang disebabkan oleh peningkatan hipertensi portal, peningkatan reabsorpsi ginjal terhadap natrium dan penurunan albumin serum.c. Sindrom hepatorenal yang disebabkan oleh dehidrasi atau infeksi.d. Gangguan endokrin yang disebabkan oleh depresi sekresi gonadotropi

8. Pemeriksaan Diagnostik:a. Pemeriksaan Laboratorium1. Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom nomosister, hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.2. Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan billirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.3. Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.4. Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi bila CHE normal/tambah turun akan menunjukkan prognosis jelek.5. Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom hepatorenal.6. Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi transformasi ke arah keganasan.b. Pemeriksaan penunjang lainnya:1. Radiologi : dengan barium swallow dapat dilihat adanya varises esophagus untuk konfirmasi hipertensi portal.2. Esofagoskopi : dapat dilihat varises esophagus sebagai komplikasi sirosis hati/hipertensi portal.3. Ultrasonografi : pada saat pemeriksaan USG sudah mulai dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit hati.

9. Penatalaksanaan Medis: Terapi dan prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat memperpanjang timbulnya komplikasi.1. Diet rendah protein diet hati III : Protein 1g/kg bb, 55g protein, 200 kalori), bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1000-2000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2000-3000) dan tinggi protein (80-125g/hari).2. Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati I )untuk kemudian diberikan sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan klien atau meningginya hasil metabolisme protein dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik, dengan pengunaan obat-obatan yang jelas tidak hepatotoksik.4. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan memberikan asam aminoesensial berantai cabang dan glukosa.5. Pemberian robboransia. Vitamin B kompleks.

B. Konsep Askep1. Pengkajian menurut (Doenges, dkk 2000)a. Aktivitas atau istirahat, adanya kelemahan, kelelahan, letargi, penurunan masa otot atau tonus.b. Sirkulasi Riwayat perikarditis, penyakit jantung rematik, kanker (tidak berfungsinya hati menyebebkan gagal hati), disritmia, distensi pembuluh darah perutc. EliminasiFlatus, distensi abdomen, hepatomegali, splenomegali, asites, penurunan atau tidak adanya peristaltik usus, feses warna tanah liat, melena, urine gelap dan pekatd. Makanan atau cairan Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual, muntah, penurunan BB, edema umum pada jaringan, nafas berbau, perdarahan gusi.e. Neurosensori Perubahan kepribadian, penurunan mental, bingung, bicara lambat, tidak jelas atau koma.f. Nyeri atau kenyamanan Nyeri tekan abdomen atau nyeri dikuadran kanan atas, pruritis, neuronefritis perifer.g. Pernapasan Dispneaa, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi nafas tambahan, ekspansi paru terbatas, hipoksia.h. KeamananPruritus, demam, ikterik, eritema palmaris, ptechiei. Aspek psikologisKonsep diri, keadaaan emosional, pola interaksi, mekanisme kopping.j. Aspek sosial Hubungan yang berarti, budaya keluarga, lingkungan keluargak. Aspek spiritualAgama, keyakinan tentang sehat dan sakit, nilai kegiatan agama

2. Diagnosa keperawatana. Resiko injuri b/d anemia, trombositopenia, leukopenia, gangguan mekanisme pembekuan darah, penurunan kesadaran dan perdarahan gastrointestinal.b. Aktual atau resiko pola nafas tidak efektif b/d ekspansi menurun.c. Intoleransi aktivitas b/d cepat lelah, kelemahan fisik umum sekunder dari perubahan metabolisme sistemikd. Kekurangan volume cairan b/d diaree. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan untuk memproses dan mencerna makananf. Resiko kerusakan integritas kulit b/d gatal-gatal g. Resiko infeksi b/d pertahanan primer tidak adekuat (leukopenia)

3. Intervensi:a. Resiko injuri b/d anemia, trombositopenia, leukopenia, gangguan mekanisme pembekuan darah, penurunan kesadaran dan perdarahan gastrointestinal.Tujuan: dalam waktu 2x24 jam pasca intervensi pasien tidak mengalami injuri.Intervensi:1. Kaji faktor resiko injuri pada pasien sirosis hepatisR/: factor resiko injuri pada pasien sirosis bervariasi. Kondisi anemia akan meningkatkan gangguan dalam pengikatan O2 ke jaringan.2. Kaji status neurologis dan laporkan apabila terdapat perubahan status neurologis.R/: pengkajian status neurologis dilakukan pada setiap pergantian sif jaga. Setiap adanya perubahan status neurologis merupakan salah satu tanda terjadi komplikasi bedah.3. Berikan terapi sesuai pesananR/: terapi dapat mencakup penggunaan laktulosa, serta antibiotic saluran cerna yang tidak dapat diserap untuk menurunkan kadar ammonia.4. Lakukan tirah baring pada pasienR/: istirahat akan mengurangi kebutuhan dalam hati dan meningkatkan suplai darah di hati dan untuk mencegah gangguan pernafasan, sirkulasi dan vascular.5. Beri posisi duduk dan O2 3L/menitR/: untuk mencapai status pernafasan yang efesien dan maksimal b. Aktual atau resiko pola nafas tidak efektif b/d ekspansi menurun.Tujuan: dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi perubahan pola nafasIntervensi: 1. Kaji factor penyebab pola nafas tidak efektifR/: mengidentifikasi untuk mengatasi penyebabdasar dari alkalosis2. Kaji TTVR/: perubahan TTV akan memberikan dampak pada resiko alkalosis yang bertambah berat dan berindikasi pada intervensi untuk secepatnya melakukan koreksi alkalosis3. Istirahatkan pasien dengan posisi fowlerR/: posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal. Istirahat akan mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah.4. Ukur intake dan outputR/: penurunan curah jantung mengakibatkan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine output.5. Beri lingkungan tenang dan batasi pengunjungR/: lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.6. Beri O2 3L/menitR/: terapi pemeliharaan untuk kebutuhan oksigenasi.c. Intoleransi aktivitas b/d cepat lelah, kelemahan fisik umum sekunder dari perubahan metabolisme sistemik.Tujuan: dalam waktu 3x24 jam perawatan diri pasien optimal sesuai tingkat toleransi individuIntervensi:1. Kaji perubahan pada sistem saraf pusat dan status kardiorespirasiR/: identifikasi terhadap kondisi penurunan tingkat kesadaran, khususnya pada pasien sirosis hepatic dengan ensefalopati.2. Pantau respon individu terhadap aktivitasR/: beberapa pasien sirosis hepatis lebih banyak berhubungan dengan kondisi penurunan fungsi hati dengan manifestasi anemia, cepat lelah, kondisi ini dipertimbangkandalam memenuhi aktivitas pasien sehari-hari.3. Tingkatkan aktivitas secara bertahapR/: intervensi ini memudahkan pemulihan pada pasien sirosis hepatis, pascaevakuasi cairan asites dan pasien yang mempunyai toleransi yang membaik.4. Ajarkan pasien metodepenghematan energy untuk aktivitasR/: metode penghematan energy dapat mengurangi kebutuhan metabolisme pada pasien sirosis hepatis.5. Berikan bantuan sesuai tingkat toleransi ( makan, minum, mandi, berpakaian dan eliminasi).R/: teknik penghematan energy menurunkan penggunaan energy6. Bantu aktivitas sehari-hari pasienR/: perawat mambantu memfasilitasi kebutuhan pasien untuk melakukan perawatan diri, kebutuhan eliminasi masih dilakukan di tempat tidur. Menjaga kewaspadaan umum yaitu dengan menggunakan sarung tangan, celemek dan masker khususnya pada pasien sirosis hepatis dengan riwayat hepatitis B & C.d. Kekurangan volume cairan b/d diareTujuan: mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, turgor kulit baik, pengisian kapiler, nadi perifer kuat, dan haluaran urine individu sesuai.Intervensi:1. Awasi masukan dan haluaran, bandingkan dengan berat badan harian.R/: memberikan informasi tentang kebutuhan penggantian/efek terapi.2. Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.R/: indicator volume sirkulasi/perkusi.3. Periksa asites atau pembentukan edema. Ukur lingkar abdomen sesuai indikasi.R/: menurunkan kemungkinan perdarahan kedalam jaringan.4. Observasi tanda perdarahan contohnya hematuria/melena, ekimosis.R/: kadar protombin menurun dan waktu koagulasi memanjang bila absorbs vitamin K terganggu pada traktus GI dan sintesis protombin menurun karena mempengaruhi hati.5. Awasi nilai laboratorium, contohnya HB/HT, Na+ albumin, dan waktu pembekuan.R/: menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium/kadar protein yang dapat menimbulkan pembentukan edema.e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan untuk memproses dan mencerna makanan.Tujuan: menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut.Intervensi:1. Ukur masukan diet harian dengan jumlah kaloriR/: memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan/ defisiensi2. Dorong pasien untuk makan semua makanan/ makanan tambahanR/: pasien mungkin hanya makan sedikit karena kehilangan nafsu makan dan mengalami mual, kelemahan umum, malaise.3. Berikan makanan sedikit dan seringR/: buruknya toleransi terhadap makan banyak berhubungan dengan peningkatan tekanan intraabdomen/asites.4. Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.R/: perdarahan dari varises esophagus dapat terjadi pada sirosis berat.5. Anjurkan menghentikan merokok.R/: menurunkan rangsangan gaster berlebihan dan resiko iritasi/perdarahan.6. Berikan obat sesuai indikasi, contoh: tambahan vitamin, tiamin, besi, asam folat.R/: pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati yang rusak tidak dapat menyimpan vit A, B komplek, D dan K. Juga dapat terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia.f. Resiko kerusakan integritas kulit b/d gatal-gatal Tujuan: dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit.Intervensi:1. Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritis, spider navi dan infeksi.R/: perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan bilirubin pada vascular integumen.2. Kaji terhadap adanya petekie dan purpura.R/: perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat hepatitis.3. Monitor area yang mudah dijangkau pasien untuk menggaruk.R/: area-area ini sangat mudah terjadinya injuri.4. Anjurka pasien melakukan distraksi pada saat respon gatal.R/: intervensi untuk menurunkan respon gatal.5. Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.R/: menghindari iritasi integumen akibat bekas garukan dari kuku pasien yang panjang.

g. Resiko infeksi b/d pertahanan primer tidak adekuat (leukopenia)Tujuan: menunjukkan teknik melakukan perubahan pola hidup untuk menghindari infeksi.1. Hitung darah lengkap, perhatikan apakah leukosit menurun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofril.R/: penurun jumlah leukosit normal dapat diakibatkan proses penyakit atau kemoterapi, menyebabkan respon imun dan peningkatan resiko infeksi.2. Observasi tanda infeksi contohnya demam dan distres pernafasan berhubungan dengan ikterik.R/: ikterik kolestatik dan penurunan fungsi hati mungkin tanda pertama sepsis dari organisme gram negative.3. Berikan diet rendah bakteri, misalnya makanan dimasak, diproses.R/: meminimalkan sumber potensial kontaminasi bacterial.4. Berikan antibiotik tepat untuk agen pencegahan atau proses sekunder.R/: untuk mencegah atau membatasi infeksi sekunder.

BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan Sirosis Hepatis adalah penyakit menahun di tandi dengan adanya gangguan struktur hati yaitu timbulnya jaringan baru yang berlebihan dan tidak saling berhubungan yang di kelilingi oleh jaringan perut serta gangguan aliran darah ke hati

B. Saran Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit sitosis ini,hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit sirosis hepatis di lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta pasien memeriksakan dirinya ke dokter. Selainn itu asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis dan merawat klien jika berhadapan langsung dengan klien dengan sirosis hepatis.

DAFTAR PUSTAKADoenges, M .E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, JakartaEngram, B, 1999, Rencana asuhan Keperawatan, volume 3, EGC, JakartaGallo, H, 1996, Keperawatan Kritis, volume 2, EGC, JakartaNANDA, 2005, Nursing diagnosis, Philadelphia the assocation, PhiladelphiaPriharjo, R, 1993, Pengkajian Fisik Keperawatan, EGC, JakartaSuddart, B, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, EGC, JakartaWaspandji, S, 1987, Ilmu Penyakit Dalam, Balai penerbit , edisi 2, FKUI, Jakarta