Tetanus

19
A.Pendahuluan Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoxin yang dihasilkan oleh clostridium tetani yang ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang-kejang otot rangka .(5) Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. (6,7) Dinegara-negara berkembang masih sering dijumpai tetanus, ini akibat kurang memadainya program imunisasi, juga berkaitan dengan kebiasaan sosial dan kesehatan masyarakat yang tidak memadai, padahal di negara-negara maju semakin jarang. Untuk menurunkan angka kematian tetanus dan lamanya rawat tinggal dirumah sakit telah dilakukan berbagai usaha seperti hiferbaric, oksigenasi, pemakian respirator, pemberian anti tetanus serum kuda (ATS) atau tetanus immonoglobulin human (TIGH), diazepam dosis tinggi dan penggunaan anti biotika, namun angka kematiannya masih tetap tinggi. Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut menghasilkan pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ). (14) Spora Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena

description

Tetanus Tinjauan PustakaPresentasi Kasus

Transcript of Tetanus

Page 1: Tetanus

A.Pendahuluan

Tetanus adalah suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh eksotoxin yang

dihasilkan oleh clostridium tetani yang ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan

kejang-kejang otot rangka.(5) Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang

disebabkan tetanospasmin. Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh

Clostridium tetani.(6,7)

Dinegara-negara berkembang masih sering dijumpai tetanus, ini akibat kurang

memadainya program imunisasi, juga berkaitan dengan kebiasaan sosial dan kesehatan

masyarakat yang tidak memadai, padahal di negara-negara maju semakin jarang.

Untuk menurunkan angka kematian tetanus dan lamanya rawat tinggal dirumah sakit

telah dilakukan berbagai usaha seperti hiferbaric, oksigenasi, pemakian respirator, pemberian

anti tetanus serum kuda (ATS) atau tetanus immonoglobulin human (TIGH), diazepam dosis

tinggi dan penggunaan anti biotika, namun angka kematiannya masih tetap tinggi.

Tetanus disebut juga dengan "Seven day Disease ". Dan pada tahun 1890, diketemukan

toksin seperti strichnine, kemudian dikenal dengan tetanospasmin, yang diisolasi dari tanah

anaerob yang mengandung bakteri. lmunisasi dengan mengaktivasi derivat tersebut

menghasilkan pencegahan dari tetanus. ( Nicalaier 1884, Behring dan Kitasato 1890 ). (14) Spora

Clostridium tetani biasanya masuk kedalam tubuh melalui luka pada kulit oleh karena terpotong

, tertusuk ataupun luka bakar serta pada infeksi tali pusat (Tetanus Neonatorum ).

B.Etiologi

Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4-0,5

milimikro yang berbentuk spora selama diluar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan

mengeluarkan toksin bila dalam kondisi baik.Termasuk golongan gram positif dan hidupnya

anaerob. Kuman mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin)

mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada

pemanasan, pada suhu 65 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula

tetanolysin yang hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.

Page 2: Tetanus

C.Patofisiologi

Tetanus adalah suatu penyakit akut yang dihasilkan oleh eksotoxin dari clostridium

tetani, tumbuh secara anaerob, gram positif. Bakteri ini mengasilkan 2 macam eksotoxin yaitu:

-Haemolisin, yang menyebabkan haemolisis ringan jika dibiakkan pada blood agar pada

suhu 37 derajat suasana anaerob.

-Tetanospasmin (toxin tetanus) yang bertanggung jawab terhadap gambaran klinik dari

penyakit.

Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem saraf pusat dengan melewati

akson neuron atau sistem vaskuler. Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf

dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam

peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin.

Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin adalah pertama toksin diabsorbsi pada

ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat.

Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri kemudian

masuk kedalam susunan saraf pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang

menghasilkan otot-otot manjadi kejang mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2

bulan dan rata-rata 10 hari.

D.Faktor Resiko

1. Lesi kulit kronik (ulkus, abses, gangren) berhubungan dengan diabetes mellitus maupun

cedera akut

2. Penyalahgunaan narkotika parenteral

3. Usia lanjut juga merupakan faktor resiko tetanus karena imunitas menurun seiring

bertambahnya umur. Sekitar 50% dewasa tua lebih dari 50 tahun tidak kebal

tetanus karena mereka belum divaksinasi atau tidak mendapatkan booster

tetanus.

4. Pencemaran lingkungan fisik dan biologik

Lingkungan yang mempunyai sanitasi yang buruk akan menyebabkan Clostridium tetani

lebih mudah berkembang biak. Kebanyakan penderita dengan gejala tetanus sering

Page 3: Tetanus

mempunyai riwayat tinggal di lingkungan yang kotor. Penjagaan kebersihan diri dan

lingkungan adalah amat penting bukan sahaja dapat mencegah tetanus, malah pelbagai

penyakit lain.

5. Faktor alat pemotongan tali pusat

Penggunaan alat yang tidak steril untuk memotong tali pusat bayi meningkatkan risiko

penularan penyakit tetanus neonatorum. Kejadian ini masih lagi berlaku di negara-negara

berkembang dimana bidan-bidan yang melakukan pertolongan persalinan masih

menggunakan peralatan seperti pisau dapur atau sembilu untuk memotong tali pusat bayi

baru lahir (WHO, 2008).

6. Faktor cara perawatan tali pusat

Terdapat sebagian masyarakat di negara-negara berkembang masih menggunakan ramuan

untuk menutup luka tali pusat seperti kunyit dan abu dapur. Seterusnya, tali pusat tersebut

akan dibalut dengan menggunakan kain pembalut yang tidak steril sebagai salah satu

ritual untuk menyambut bayi yang baru lahir. Cara perawatan tali pusat yang tidak benar

ini akan meningkatkan lagi risiko terjadinya kejadian tetanus neonatorum (Chin, 2000).

7. Faktor kebersihan tempat pelayanan kesehatan

Tempat pelayanan kesehatan yang tidak bersih bukan saja berisiko untuk menimbulkan

penyakit. Tempat pelayanan kesehatan yang ideal sebaiknya dalam keadaan bersih dan

steril.

8. Faktor kekebalan ibu hamil

Ibu hamil yang mempunyai faktor kekebalan terhadap tetanus dapat membantu mencegah

kejadian tetanus neonatorum pada bayi baru lahir. Antibodi terhadap tetanus dari ibu

hamil dapat disalurkan pada bayi melalui darah, seterusnya menurunkan risiko infeksi

Clostridium tetani. Sebagian besar bayi yang terkena tetanus neonatorum biasanya lahir

dari ibu yang tidak pernah mendapatkan imunisasi TT (Chin, 2000).

E.Faktor Pencetus

- Alergen:

Debu rumah, tungau debu rumah, spora jamur, serpihan kulit binatang seperti

kucing, anjing, dan hewan berbulu lainnya

Air liur dan air kencing binatang peliharaan

Page 4: Tetanus

Debu rumah terdiri dari bermacam alergen, seperti sisa makanan, potongan

rambut, kulit binatang, kecoa dan serangga lainnya

- Luka tusuk, gigitan binatang maupun manusia, luka bakar, luka operasi yang tidak

dirawat dan dibersihkan dengan baik

- Otitis media purulenta, karies gigi

F. Gejala klinis

Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada

infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum. Penyakit ini biasanya terjadi

mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.

Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :

1. Trismus (kesukaran membuka mulut) karena spasme otot-otot mastikatoris.

2. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)

3. Ketegangan otot dinding perut (harus dibedakan dengan abdomen akut)

4. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.

5. Risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut mulut tertarik ke luar

dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

6. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan gejala

dini.

7. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam keadaan

ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula

intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut

disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus karena kontraksi yang

kuat.

8. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi urine

dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula terjadi

karena kontraksi otot yang sangat kuar.

9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.

10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan otak.

Page 5: Tetanus

Ada 4 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:

1. Tetanus lokal : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal

luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menhilang tanpa sekuele.

2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk,

trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam

waktu singkat konstruksi otot somatik meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup

otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya

spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode

relaksasi.

3. Tetanus sefal Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal,

yang terjadi setelah trauma kepala atau infeksi telinga seperti otitis media, di

mana C. tetani ditemukan sebagai flora pada telinga tengah. Masa inkubasinya

1 – 2 hari. Dijumpai trismus dan disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang

tersering adalah saraf VII (fasialis). Disfagia dan paralisis otot ekstraokular dapat terjadi.

Mortalitasnya tinggi.

4. Tetanus neonatorum adalah suatu bentuk tetanus infeksius yang  berat dan terjadi

selama beberapa hari pertama setelah lahir, disebabkan oleh faktor-faktor seperti

tindakan perawatan sisa tali pusat yang tidak  higienis atau pada sirkulasi bayi

laki-laki dan kekurangan imunisasi maternal

Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :

1. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.

2. Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.

3. Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

G. Diagnosis

Biasanya tidak sukar. Anamnesis terdapat luka dan ketegangan otot yang khas terutama

pada rahang sangat membantu.

Masa inkubasi berkisar 2-56 hari, 80-90% dari penderita timbul gejala dalam 14 hari.

Spora dapat tinggal "Dormat" dijaringan dalam waktu yang lama dan kemudian tumbuh menjadi

bentuk vegetatif dan memproduksi toksin bila suasana menjadi anaerob. Sebagai tanda-tanda

Page 6: Tetanus

permulaan timbul kejang otot sekitar luka, gelisah,lemah, cemas, mudah tersinggung dan sakit

kepala. Kemudian diikuti nyeri dan kaku rahang, perut dan punggung yang mengeras dan

kesukaran untuk menelan. Gambaran yang spesifik adalah kekakuan dan kejang otot. Kekakuan

mengenai 3 group utama yaitu: masseter, otot-otot perut dan otot-otot punggung. Penderita selalu

sadar penuh. Gejala-gejala sistemik dapat timbul, seperti panas akibat sepsis dan ini memberi

prognosa yang jelek. Tekanan darah menunjukkan fluktuasi, juga sering takhikardi dan keringat

banyak. Untuk menilai gradasi banyak cara bisa digunakan seperti Phillip`s score dan klasfikasi

menurut Owen Smith, MS (Emergency Surgery). [Baca bagian prognosis]

H. Diagnosis Banding

Spasme yang disebabkan oleh striknin jarang menyebabkan spasme otot rahang tetapi

didiagnosis dengan pemeriksaan darah (kalsium dan fosfat). Kejang pada meningitis dapat

dibedakan dengan kelainan cairan serebropinalis. Kejang pada Subarachnoid Hemorrhage bisa

dibedakan dengan status neurologis. Pada rabies terdapat anamnesis gigitan anjing dan kucing

disertai gejala spasme laring dan faring yang terus menerus dengan pleiositosis tetapi tanpa

trismus.

Trismus dapat pula terjadi pada angina yang berat, abses retrofaringeal, abses gigi yang

hebat, pembesaran getah bening leher. Kuduk baku juga dapat terjadi pada meningitis ( tetapi

pada tetanus kesadaran tidak menurun)

I. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang

Darah

o Glukosa darah: hipoglikemia merupakan predisposisi kejang.

o Pemeriksaan darah lengkap

o BUN: peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi

nepro toksik akibat dari pemberian obat.

o Elektrolit (K, Na): ketidakseimbangan elektroit merupakan predisposisi kejang

kalium (normal 3,80-5,00 meq/dl).

Skull Ray: untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi.

Page 7: Tetanus

EEG: teknik untuk menekan aktifitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk

mengetahui fokus aktifitas kejang, hasil biasanya normal.

J.Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.

Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000 mm3

K.Komplikasi

Pada keadaan berat timbul komplikasi seperti:

- Respirasi: henti napas pada saat kejang-kejang terutama akibat rangsangan pada waktu

memasukkan pipa lambung, aspirasi sekret pada saat atau setelah kejang, yang dapat

menimbulkan aspirasi pneumoni, atelektase, atau abses baru.

- Cardioivaskuler:hipertensi, takhikardi dan aritmia oleh karena rangsangan syampatis

yang lama.

- Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps

femoris.

- Tulang/otot:fraktur atau kompresi tulang belakang, robekan otot perut dan quardriceps

femoris. Pernah juga dilaporkan terjadi myostis ossifican.

- Metabolisme : hiperpireksi.

L.Prognosis

Dipengaruhi oleh beberapa faktor dan akan buruk pada masa tunas yang pendek (kurang

dari 7 hari), usia yang sangat mudah (neunatus) dan usia lanjut, bila disertai frekuensi kejang

yang tinggi, kenaikan suhu tubuh yang tinggi, pengobatan yang terlambat, period of onsed yang

pendek (jarak antara trismus dan timbulnya kejang) dan adanya kompikasi terutama spame otot

pernafasan dan obstruksi saluran pernafasan. Mortalitas di Amerika Serikat dilaporkan 62 %

(masih tinggi)

Page 8: Tetanus

M. Penatalaksanaan

Non-farmakologis

Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.

Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi pada

sonde parenteral.

Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.

Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu.

Mengatur cairan dan elektrolit.

Farmakologis

Antibiotika

Diberikan parenteral Peniciline 1,2 juta unit/ hari selama 10 hari i.m. Sedangkan

tetanus pada anak dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit/ kgBB/ 12 jam

secara i.m. diberikan selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap Peniciline, obat dapat

diganti dengan preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/ kgBB/ 24 jam,

tetapi dosis tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Bila

tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit/

kgBB/ 24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotika ini hanya bertujuan

membunuh bentuk vegetatif dari C. tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya.

Bila dijumpai adanya komplikasi, pemberian antibiotika broad spektrum dapat

dilakukan.

Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus Immunoglobulin (TIG) dengan dosis

3000-6000 unit, satu kali pemberian saja, secara i.m. tidak boleh diberikan secara

intravena karena TIG mengandung "anti complementary aggregates of globulin",

yang mana ini dapat mencetuskan reaksi alergi yang serius. Bila TIG tidak ada,

dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan,

dengan dosis 40.000 unit, dengan cara pemberiannya adalah 20.000 unit dari

antitoksin dimasukkan ke dalam 200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara

intravena, pemberian harus sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah

Page 9: Tetanus

dosis yang tersisa (20.000 unit) diberikan secara i.m. pada daerah pada sebelah

luar.

Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama, dilakukan bersamaan dengan

pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang berbeda.

Pemberian dilakukan secara i.m. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi

dasar terhadap tetanus selesai. Tabel 4 berikut ini memperlihatkan petunjuk

pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka.

Tabel 4 : Petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada keadaan luka.

___________________________________________________________________

RIWAYAT IMUNISASI Luka Bersih, Kecil, Luka Lainnya

___________________________________________________________________

(dosis) Tet. Toksoid (TT) Antitoksin Tet.Toksoid (TT) Antitoksin

___________________________________________________________________

Tidak diketahui ya tidak ya ya

0 – 1 ya tidak ya ya

2 ya tidak ya tidak*

3 atau lebih tidak** tidak tidak** tidak

___________________________________________________________________

* : Kecuali luka > 24 jam

** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun

*** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun

Page 10: Tetanus

Antikonvulsan

Penyebab utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang kronik yang

hebat, muscular dan laryngeal spasm beserta komplikasinya. Dengan penggunaan

obat – obatan sedasi/ muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi.

Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN

___________________________________________________________________

Jenis Obat Dosis Efek Samping

___________________________________________________________________

Diazepam 0,5 – 1,0 mg/ kgBB/ 4 jam (IM) Stupor, Koma

Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada

Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi

Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM) Depressi pernafasan

N. Pencegahan

Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan sebagai dapat paad usia 3,4 dan 5 bulan.

Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun.

Bila mendapat luka :

o Perawatan luka yang baik : luka tusuk harus di eksplorasi dan dicuci dengan

H2O2.

o Pemberian ATS 1500 iu secepatnya.

o Tetanus toksoid sebagai boster bagi yang telah mendapat imunisasi dasar.

o Bila luka berta berikan pp selama 2-3 hari (50.000 iu/kg BB/hari)

O. Prognosis

Page 11: Tetanus

TABEL PHILLIPS SCORE

1.Masa inkubasi : < 2 hari nilai 5 2-5 hari nilai 4 6-8 hari nilai 3 11-14 hari nilai 2 > 15 hari nilai 1

2. Tempat infeksi : umbilikus nilai 5 kepala/leher nilai 4 badan nilai 3 extremitas atas proximal nilai 3 extremitas bawah proximal nilai 3 extremitas atas distal nilai 2 extremitas bawah distal nilai 2 tidak diketahui nilai 1

3. immunisasi : belum pernah nilai 10 mungkin pernah nilai 8 pernah > 10 tahun yg lalu nilai 4 pernah < 10 tahun yg lalu nilai 2 imunisasi lengkap nilai 0

4. Faktor penyerta : trauma mengancam jiwa nilai 10 trauma berat nilai 8 trauma sedang nilai 4 trauma ringan nilai 2 A.S.A derajat 1 nilai 1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PROGNOSE PENYAKIT

5. Derajat Spasme epistotonus nilai 6 reflek spasme umum nilai 4 spasme terbatas nilai 3 spastistas umum nilai 2 trismus nilai 1

6. Frekwensi spasme spontan >3x/15 menit nilai 5 spontan <3x/15 menit nilai 4 kadang-kadang spontan nilai 3 <6x/12 jam nilai 0

7. Suhu badan >38.9 derajat nilai 10

Page 12: Tetanus

38,3-38,8 nilai 8 37,2-37,7 nilai 2 36,7-37,1 nilai 0

8 Pernapasan trakheostomi nilai 10henti napas tiap konpulasi nilai 8henti napas, kadang-kadang tiap nilai 4konvulasi.henti napas, hanya selama konvulasi

nilai 2normal nilai 0

<10:RINGAN, dapat sembuh sepontan 10-14: SEDANG, harus selamat dengan perawatan standar yang layak15-23: BERAT, harapan hidup tergantung pada kwalitas pengobatan.> 24 : SANGAT BERAT, umumnya berakhir dengan kematian.

Owen Smith, MS (Emergency Surgery)

Table GEJALA-GEJALA DAN PENANGANAN MENURUT GRADASI PENYAKIT

PENGOBATAN

RINGAN SEDANG BERATMasa inkubasi 14 hari 10-14 hari < 10 hariOnset 6 hari 3-6 hari < 3 hariTrimus + ++ +++Dysphagia - - +++Kekakuan - ++ +++Reflek spasme - + +++

Pengobatan

Sedasi +++ +++ +++Nutrisi Oral NHG/I.V NHG/I.VTracheostomi - + +Paralysis & IPPV - ñ +

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Tetanus

Adams. R.D,dkk : Tetanus in : Principles of New'ology,McGraw-Hill,ed 1997, 1205 - 1207.

Barkin, R. M.; Pichichero, M. E. Diphteria–Pertusis–Tetanus Vaccine Teactogenicity of Cimmercial Products. Pediatricas 1979; 63:256–260.

Behrman.E.Richard : Tetanus, chapter 193, edition 15 th, Nelson, W.B.Saunders Company, 1996, 815 -817.

Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran. Jakarta : EGC.

Sudoyo, Aru W. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam , Jakarta Universitas Indonesia Press, 1990

Thedore.R, Ilmu Bedah, Jakarta, EGC, 1993

Maryln Doengoes, Nursing Care Plan, Edisi III, Philadelpia, 1993

Selekta, Kapita. 2010. Edisi 3. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Marlyn Doengoes, Nursing care Plan, 1993