Laporan Kasus skabies
-
Upload
suci-joe-armstrong -
Category
Documents
-
view
41 -
download
0
Transcript of Laporan Kasus skabies
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. M
Usia : 18 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Tanggal : 12 agustus 2014
Alamat : Pondok Pesantren Al-Azhar Citangkolo
Pekerjaan : Pelajar
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Gatal di sela jari kaki kanan dan kiri dan pergelangan kaki kiri sejak satu
minggu yang lalu.
Keluhan Tambahan
-
Riwayat Penyakit Sekarang
OS datang dengan keluhan gatal di sela jari kaki kanan dan kiri serta
pergelangan kaki kiri sejak satu minggu yang lalu. Os mengaku merasa gatal
terutama di malam hari. Os sering menggaruk sehingga sekarang terasa perih
dan keluar cairan. Rasa panas dan terbakar dikulit disangkal oleh OS. Demam,
batuk, pilek, mual, muntah disangkal oleh OS.
Riwayat Penyakit Dahulu
Os pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya 1 tahun yang lalu di sela
jari tangan, kemudian berobat dan sembuh kembali.
Riwayat Penyakit Keluarga
di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Pengobatan
Keluhan sekarang belum diobati
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 1
Riwayat Alergi
Alergi udara dingin (-)
Alergi debu (-)
Alergi makanan (-)
Alergi obat (-)
Riwayat Psikososial
OS tinggal di pesantren, sekamar berjumlah 20 orang. Di kamar ada
teman yang mengalami keluhan yang sama dengan OS. Os tidur bersama-sama
dengan temannya, dengan menggunakan kasur lantai, Os juga sering bertukar
pakaian dan handuk dengan teman sekamarnya. Os mandi sekali 2x. Sabun yang
digunakan milik sendiri. Ventilasi dalam kamar tidak ada, cahaya tidak bisa
masuk ke dalam ruangan.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
Suhu : 36,85o C
Nadi : 64x/mnt
Pernapasan : 14 x/mnt
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Status Gizi
Antropometri
BB : 50 kg
TB : 155 cm
Status Gizi baik
Status Generalis
Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah dicabut, distribusi merata,
Wajah : Simetris, edema periorbita (-)
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 2
Mata : Isokor (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
mata cekung (-/-), edema palpebra (-/-)
Hidung : Sekret (-), septum deviasi (-), epistaksis (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Mulut : Mukosa bibir pucat (-), lidah kotor (-), Gusi berdarah (-)
, Faring hiperemis (-), T1 – T1
Telinga : Normotia, sekret (-/-)
Leher : Pembesaran KBG (-), pembesaran kelenjar Tiroid (-)
Kulit: ikterus pada kulit (-), pucat (-), sianosis (-), Turgor kembali cepat.
Thorax
Paru
Inspeksi : Simetris, Retraksi (-), otot napas tambahan (-)
Palpasi : vocal fremitus teraba sama pada kedua lapang
paru
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-), /
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I/II Normal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, abdomen setinggi dada, scar (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan abdomen (-), pembesaran hepar/lien
(-)
Perkusi :Timpani pada 4 kuadran abdomen (+)
Ekstremitas
Atas : Akral hangat, RCT < 2detik, sianosis (-), edema(-),
Bawah: Akral hangat, RCT < 2 detik, sianosis (-), edema (-), papul
multiform di pedis sinistra dan sela jari kaki dekstra dan sinistra.
Tulang: deformitas (-), nyeri tekan (-)
Sendi : nyeri tekan (-), kemerahan (-)
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 3
IV. RESUME
OS datang dengan keluhan gatal di sela jari kaki kanan dan kiri serta
pergelangan kaki kiri sejak satu minggu yang lalu. Os mengaku merasa gatal
terutama di malam hari. Os sering mengrauk sehingga sekarang terasa perih dan
keluar cairan.
OS pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya 1 tahun yang lalu
di sela jari tangan, kemudian berobat dan sembuh kembali
OS tinggal di pesantren, sekamar berjumlah 20 orang. Di kamar ada
teman yang mengalami keluhan yang sama dengan OS. Os tidur bersama-sama
dengan temannya, dengan menggunakan kasur lantai, Os juga sering bertukar
pakaian dan handuk dengan teman sekamarnya. Ventilasi dalam kamar tidak
ada, cahaya tidak bisa masuk ke dalam ruangan.
V. DIAGNOSIS
Working Diagnosis : Skabies
VI. PENATALAKSANAAN
Medika mentosa :
Scabimite 1 dd 1 sebelum tidur, dicuci keesokan harinya.
Oxytetra salf 2 dd 1
Non mendika mentosa
- Mandi secara teratur menggunakan sabun 2x sehari
- Mencuci sarung bantal, sprei, selimut minimal 2 minggu sekali
- Menjemur kasur, bantal minimal 2 minggu sekali
- Menjaga kebersihan ruangan tempat tidur
- Tidak saling bertukar pakaian, handuk dengan teman
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad bonam
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Skabies
2.1.1. Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies disebut
juga dengan the itch, pamaan itch, seven year itch (diistilahkan dengan penyakit
yang terjadi tujuh tahunan). Di Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama
gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit ampere, dan gatal agogo (Djuanda, 2006).
2.1.2. Epidemiologi
Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim
tropis dan subtropis. Penyakit ini dapat mempengaruhi semua jenis ras di dunia,
meskipun demikian gambaran akurat insidensinya sulit ditentukan dengan pasti
oleh karena berbagai laporan yang ada hanya berdasarkan catatan kunjungan
pasien rawat jalan di rumah sakit (Burns DA, 1998). Di beberapa negara
berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronik pada beberapa
kelompok. Sebagai contoh, survey di sepanjang sungai Ucayali, Peru tahun 1983
menemukan bahwa di beberapa desa semua anak penduduk asli telah mengidap
skabies. Penelitian lain di India tahun 1985 menemukan bahwa prevalensi
skabies pada anak-anak di banyak desa sebesar 100%. Hasil survey di Kuna
tahun 1986 menemukan 61% dari 756 penderita skabies berusia 1-10 tahun dan
84% pada bayi kurang 1 tahun. Di daerah Malawi, suatu penelitian
memperlihatkan bahwa insidens tertinggi terdapat pada usia 0-9 tahun
(Landwehr D, 1998).
2.1.3. Etiologi
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 5
Sarcoptes scabiei var.hominis termasuk filum Arthropoda, kelas
Arachnida, ordo Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei var. hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil,
berbentuk oval, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Tungau ini
translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina
berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih
kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4
pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang
kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan
pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat
perekat (Handoko, 2008). Perkembangan penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain keadaan sosial-ekonomi yang rendah, kondisi perang,
kepadatan penghuni yang tinggi, tingkat hygiene yang buruk, kurangnya
pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta penatalaksanaan skabies
(Tabri, 2005). Transmisi atau perpindahan skabies antara penderita dapat
berlangsung melalui kontak langsung (kontak kulit), misalnya berjabat tangan,
tidur bersama, dan hubungan seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak
langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain
(Handoko, 2008).
2.1.4. Patogenesis
Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan
mati, kadang-kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam
terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi
menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter
sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai
jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya.
Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang
mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi
dapat juga keluar. Setelah 2-4 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2
bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki (Handoko, 2008). Seluruh
siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu
antara 8-12 hari (Handoko, 2008). Pada suhu kamar (21oC dengan kelembaban
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 6
relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar pejamu selama 24-36 jam
(Burns DA, 1998). Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau
skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi
disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan
kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan
lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi
sekunder (Rahariyani, 2007).
2.1.5. Gejala klinis
Ciri-ciri seseorang terkena skabies adalah kulit penderita penuh bintik-
bintik kecil sampai besar. Berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras.
Bintik- bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi (Djuanda, 2006).
Menurut Handoko (2008), ada 4 tanda kardinal:
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.
Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-
rata panjang 1 cm pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.
Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,
ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat
dengan stratum korneum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan
tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut
bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 7
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan
satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal
tersebut.
2.1.6. Bentuk-bentuk skabies
Menurut Djuanda (2006), terdapat bentuk-bentuk khusus antara lain:
a. Skabies pada orang bersih
Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang
sedikit jumlahnya hingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari
1000 orang penderita skabies menemukan hanya 7% terowongan.
b. Skabies in cognito
Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid
sehingga gejala dan tanda klinis membaik. Tetapi tungau tetap ada dan
penularan masih bias terjadi.
c. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Sumber utama dari skabies ini adalah anjing. Kelainan ini berbeda
dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan. Tidak menyerang
sela-sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah
dimana orang sering kontak atau memeluk binatang kesayangannya yaitu
paha, lengan, dan dada. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih
mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh
sendiri karena skabies varietas binatang tidak dapat melanjutkan siklus
hidupnya pada manusia.
2.1.7. Diagnosis Skabies
I. Anamnesis
Menurut Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam
anamnesis antara lain:
a. Biodata. Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit skabies bisa
menyerang semua kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa
terkena penyakit ini, tempat, paling sering di lingkungan yang kebersihannya
kurang dan padat penduduknya seperti asrama dan penjara.
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 8
b. Keluhan utama. Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi
pada kulit.
c. Riwayat penyakit sekarang. Biasanya penderita mengeluh gatal terutama
malam hari dan timbul lesi berbentuk pustul pada sela-sela jari tangan,
telapak tangan, ketiak, areola mammae, bokong, atau perut bagian bawah.
Untuk menghilangkan gatal, biasanya penderita menggaruk lesi tersebut
sehingga ditemukan adanya lesi tambahan akibat garukan.
d. Riwayat penyakit terdahulu. Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan
skabies kecuali kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita.
e. Riwayat penyakit keluarga Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan
anggota keluarga lain, tetangga atau juga teman yang menderita, atau
mempunyai keluhan dan gejala yang sama.
f. Psikososial. Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan
adanya lesi yang berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan
daerah-daerah yang terkena lesi pada saat interaksi sosial.
g. Pola kehidupan sehari-hari. Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi
yang buruk atau kurang (kebiasaan mandi, cuci tangan, dan ganti baju yang
tidak baik). Pada saat anamnesis, perlu ditanya secara jelas tentang pola
kebersihan diri penderita maupun keluarga. Dengan adanya rasa gatal di
malam hari, tidur penderita sering kali terganggu. Lesi dan bau yang tidak
sedap, yang tercium dari sela-sela jari atau telapak tangan akan menimbulkan
gangguan aktivitas dan interaksi sosial.
II. Pemeriksaan fisik
Menurut Harahap (1994), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan
berupa:
1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus,
berbentuk benang.
2. Papula, urtika, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi
sekunder yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan
eksantem.
3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impetiginasi dan furunkulosis.
Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti:
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 9
ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia
eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak
tangan dan kaki bahkan diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan
dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah (Siregar, 2005).
Sifat-sifat lesi kulit berupa papula dan vesikel milier sampai lentrikuler
disertai ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustul lentrikuler. Lesi
yang khas adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah
satu papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu- abu. Ujung
kanalikuli adalah tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei (Siregar,
2005).
III. Pemeriksaan mikroskopis
Menurut Tabri (2005), diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya
tungau pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu:
1. Kerokan kulit.
Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang
masih utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk
mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas objek,
di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil
positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan
harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak-anak atau pasien yang
tidak kooperatif.
2. Mengambil tungau dengan jarum.
Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu
digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat
diangkat keluar.
3. Epidermal shave biopsi.
Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara
ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan
scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi
dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak
memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu
ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop.
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 10
4. Tes tinta Burrow.
Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus
dengan alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang
karakteristik berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah
sehingga dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.
5. Kuretasi terowongan.
Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak
papul, lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak
mineral. Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.
2.1.8. Diagnosis Banding
Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the great
immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal.
Sebagai diagnosis banding ialah: prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis, dan lain- lain
(Handoko, 2008).
2.1.9. Penatalaksanaan
Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :
a. Penatalaksanaan secara umum. Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan
mandi teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan
harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula
halnya dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi
dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu
menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum tingkatkan kebersihan
lingkungan maupun perorangan dan tingkatkan status gizinya. Beberapa syarat
pengobatan yang harus diperhatikan :
1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
2. Hygiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan sikat
untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika.
3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur,
selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa
jam.
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 11
b. Penatalaksanaan secara khusus.
Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep atau krim.
Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak 25 M.Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.Ø Keuntungannya: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan
di negara yang membutuhkan terapi massal.Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentukhydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.
Ø Kerugian/Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.
2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%)Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan
bahan sintesis balsam peru.Ø Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.Ø Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan
pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.
Ø Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; LindaneØ Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah
sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.
Ø Cara Pemakaian: Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 12
pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.
Ø Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.
4. Krotamiton 10%Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion.
Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.Ø Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari
selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.
Ø Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.
5. Permetrin dengan kadar 5%Ø Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu
polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.
Ø Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.
Ø Efek samping: jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan terekskoriasi.
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 13
2.1.10. Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat
pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini memberikan
prognosis yang baik (Handoko, 2008).
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 14
DAFTAR PUSTAKA
1. Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.
Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.
2. Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies
Following Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25:
2010. 88-91.
3. Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.
4. Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3.
Jakarta: EGC; 1996. 191-5.
5. Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-
506.
6. Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.
7. Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in
Human and Animal Populations. Clin Microbiol Rev. 2007. April. 268-79.
8. Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.
September :17;331(7517)/619-22.
9. Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns
T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2.
USA: Blackwell publishing; 2004. 37-47.
10. Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions.
J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.
11. Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-
292.
12. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.
13. Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10.
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 15
14. Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A. Schwartz.
Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006. December.
6: 769-777
15. P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-80
16. Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies
prevention and Control Manual.
17. Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.
2005. Januari. 1(951)/7-11.
18. Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New
England J Med. 2010. February : 362/717-724.
19. Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies
(online). 2007. [cited 2010 October 19th] : [1 screens]. Available from:
URL:http://www.yosefw.wordpress.com
20. Anonim. (online). 2004. [cited 2010 October 14th]:[4 screens] Available from :
URL: http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Scabies
21. Anonim. (online) 2004. [cited 2010 Oct 14th]:[1 screens] Available from : URL:
http://huddoktor.com/doctor/Exempel+p%C3%A5+ljusbehandling/741.html
22. Anonim. (online) 1997 [cited 2010 October 1st] : [1 screens] Available from :
URL: http://www.allrefer.com
23. Vorvick MD, Linda. Folliculitis on the Leg. (online). 2008. [cited 2010 Oct 12]:[1
screens] Available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus
Universitas Muhammadiyah Jakarta | 16