Laporan Kasus skabies

24
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn. M Usia : 18 tahun Jenis kelamin : perempuan Tanggal : 12 agustus 2014 Alamat : Pondok Pesantren Al-Azhar Citangkolo Pekerjaan : Pelajar II. ANAMNESIS Keluhan Utama Gatal di sela jari kaki kanan dan kiri dan pergelangan kaki kiri sejak satu minggu yang lalu. Keluhan Tambahan - Riwayat Penyakit Sekarang OS datang dengan keluhan gatal di sela jari kaki kanan dan kiri serta pergelangan kaki kiri sejak satu minggu yang lalu. Os mengaku merasa gatal terutama di malam hari. Os sering menggaruk sehingga sekarang terasa perih dan keluar cairan. Rasa panas dan terbakar dikulit disangkal oleh OS. Demam, batuk, pilek, mual, muntah disangkal oleh OS. Riwayat Penyakit Dahulu Universitas Muhammadiyah Jakarta | 1

Transcript of Laporan Kasus skabies

Page 1: Laporan Kasus skabies

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. M

Usia : 18 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Tanggal : 12 agustus 2014

Alamat : Pondok Pesantren Al-Azhar Citangkolo

Pekerjaan : Pelajar

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Gatal di sela jari kaki kanan dan kiri dan pergelangan kaki kiri sejak satu

minggu yang lalu.

Keluhan Tambahan

-

Riwayat Penyakit Sekarang

OS datang dengan keluhan gatal di sela jari kaki kanan dan kiri serta

pergelangan kaki kiri sejak satu minggu yang lalu. Os mengaku merasa gatal

terutama di malam hari. Os sering menggaruk sehingga sekarang terasa perih

dan keluar cairan. Rasa panas dan terbakar dikulit disangkal oleh OS. Demam,

batuk, pilek, mual, muntah disangkal oleh OS.

Riwayat Penyakit Dahulu

Os pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya 1 tahun yang lalu di sela

jari tangan, kemudian berobat dan sembuh kembali.

Riwayat Penyakit Keluarga

di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan yang sama.

Riwayat Pengobatan

Keluhan sekarang belum diobati

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 1

Page 2: Laporan Kasus skabies

Riwayat Alergi

Alergi udara dingin (-)

Alergi debu (-)

Alergi makanan (-)

Alergi obat (-)

Riwayat Psikososial

OS tinggal di pesantren, sekamar berjumlah 20 orang. Di kamar ada

teman yang mengalami keluhan yang sama dengan OS. Os tidur bersama-sama

dengan temannya, dengan menggunakan kasur lantai, Os juga sering bertukar

pakaian dan handuk dengan teman sekamarnya. Os mandi sekali 2x. Sabun yang

digunakan milik sendiri. Ventilasi dalam kamar tidak ada, cahaya tidak bisa

masuk ke dalam ruangan.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesan sakit : tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital

Suhu : 36,85o C

Nadi : 64x/mnt

Pernapasan : 14 x/mnt

Tekanan darah : 110/80 mmHg

Status Gizi

Antropometri

BB : 50 kg

TB : 155 cm

Status Gizi baik

Status Generalis

Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah dicabut, distribusi merata,

Wajah : Simetris, edema periorbita (-)

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 2

Page 3: Laporan Kasus skabies

Mata : Isokor (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

mata cekung (-/-), edema palpebra (-/-)

Hidung : Sekret (-), septum deviasi (-), epistaksis (-), pernapasan

cuping hidung (-)

Mulut : Mukosa bibir pucat (-), lidah kotor (-), Gusi berdarah (-)

, Faring hiperemis (-), T1 – T1

Telinga : Normotia, sekret (-/-)

Leher : Pembesaran KBG (-), pembesaran kelenjar Tiroid (-)

Kulit: ikterus pada kulit (-), pucat (-), sianosis (-), Turgor kembali cepat.

Thorax

Paru

Inspeksi : Simetris, Retraksi (-), otot napas tambahan (-)

Palpasi : vocal fremitus teraba sama pada kedua lapang

paru

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-), /

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I/II Normal, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, abdomen setinggi dada, scar (-)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Palpasi : nyeri tekan abdomen (-), pembesaran hepar/lien

(-)

Perkusi :Timpani pada 4 kuadran abdomen (+)

Ekstremitas

Atas : Akral hangat, RCT < 2detik, sianosis (-), edema(-),

Bawah: Akral hangat, RCT < 2 detik, sianosis (-), edema (-), papul

multiform di pedis sinistra dan sela jari kaki dekstra dan sinistra.

Tulang: deformitas (-), nyeri tekan (-)

Sendi : nyeri tekan (-), kemerahan (-)

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 3

Page 4: Laporan Kasus skabies

IV. RESUME

OS datang dengan keluhan gatal di sela jari kaki kanan dan kiri serta

pergelangan kaki kiri sejak satu minggu yang lalu. Os mengaku merasa gatal

terutama di malam hari. Os sering mengrauk sehingga sekarang terasa perih dan

keluar cairan.

OS pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya 1 tahun yang lalu

di sela jari tangan, kemudian berobat dan sembuh kembali

OS tinggal di pesantren, sekamar berjumlah 20 orang. Di kamar ada

teman yang mengalami keluhan yang sama dengan OS. Os tidur bersama-sama

dengan temannya, dengan menggunakan kasur lantai, Os juga sering bertukar

pakaian dan handuk dengan teman sekamarnya. Ventilasi dalam kamar tidak

ada, cahaya tidak bisa masuk ke dalam ruangan.

V. DIAGNOSIS

Working Diagnosis : Skabies

VI. PENATALAKSANAAN

Medika mentosa :

Scabimite 1 dd 1 sebelum tidur, dicuci keesokan harinya.

Oxytetra salf 2 dd 1

Non mendika mentosa

- Mandi secara teratur menggunakan sabun 2x sehari

- Mencuci sarung bantal, sprei, selimut minimal 2 minggu sekali

- Menjemur kasur, bantal minimal 2 minggu sekali

- Menjaga kebersihan ruangan tempat tidur

- Tidak saling bertukar pakaian, handuk dengan teman

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad Functionam : Dubia ad bonam

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 4

Page 5: Laporan Kasus skabies

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Skabies

2.1.1. Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi terhadap tungau sarcoptes scabiei varietas hominis. Skabies disebut

juga dengan the itch, pamaan itch, seven year itch (diistilahkan dengan penyakit

yang terjadi tujuh tahunan). Di Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama

gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit ampere, dan gatal agogo (Djuanda, 2006).

2.1.2. Epidemiologi

Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim

tropis dan subtropis. Penyakit ini dapat mempengaruhi semua jenis ras di dunia,

meskipun demikian gambaran akurat insidensinya sulit ditentukan dengan pasti

oleh karena berbagai laporan yang ada hanya berdasarkan catatan kunjungan

pasien rawat jalan di rumah sakit (Burns DA, 1998). Di beberapa negara

berkembang, penyakit ini dapat menjadi endemik secara kronik pada beberapa

kelompok. Sebagai contoh, survey di sepanjang sungai Ucayali, Peru tahun 1983

menemukan bahwa di beberapa desa semua anak penduduk asli telah mengidap

skabies. Penelitian lain di India tahun 1985 menemukan bahwa prevalensi

skabies pada anak-anak di banyak desa sebesar 100%. Hasil survey di Kuna

tahun 1986 menemukan 61% dari 756 penderita skabies berusia 1-10 tahun dan

84% pada bayi kurang 1 tahun. Di daerah Malawi, suatu penelitian

memperlihatkan bahwa insidens tertinggi terdapat pada usia 0-9 tahun

(Landwehr D, 1998).

2.1.3. Etiologi

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 5

Page 6: Laporan Kasus skabies

Sarcoptes scabiei var.hominis termasuk filum Arthropoda, kelas

Arachnida, ordo Ackarima, super family Sarcoptes. Pada manusia disebut

Sarcoptes scabiei var. hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil,

berbentuk oval, punggungnya cembung, dan bagian perutnya rata. Tungau ini

translusen, berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya, yang betina

berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih

kecil, yakni 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4

pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang

kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan

pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat

perekat (Handoko, 2008). Perkembangan penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain keadaan sosial-ekonomi yang rendah, kondisi perang,

kepadatan penghuni yang tinggi, tingkat hygiene yang buruk, kurangnya

pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta penatalaksanaan skabies

(Tabri, 2005). Transmisi atau perpindahan skabies antara penderita dapat

berlangsung melalui kontak langsung (kontak kulit), misalnya berjabat tangan,

tidur bersama, dan hubungan seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak

langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-lain

(Handoko, 2008).

2.1.4. Patogenesis

Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan

mati, kadang-kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam

terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi

menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter

sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai

jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya.

Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan menjadi larva yang

mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi

dapat juga keluar. Setelah 2-4 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2

bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki (Handoko, 2008). Seluruh

siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu

antara 8-12 hari (Handoko, 2008). Pada suhu kamar (21oC dengan kelembaban

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 6

Page 7: Laporan Kasus skabies

relatif 40-80%) tungau masih dapat hidup di luar pejamu selama 24-36 jam

(Burns DA, 1998). Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau

skabies, tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi

disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang

memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan

kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan

lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi

sekunder (Rahariyani, 2007).

2.1.5. Gejala klinis

Ciri-ciri seseorang terkena skabies adalah kulit penderita penuh bintik-

bintik kecil sampai besar. Berwarna kemerahan yang disebabkan garukan keras.

Bintik- bintik itu akan menjadi bernanah jika terinfeksi (Djuanda, 2006).

Menurut Handoko (2008), ada 4 tanda kardinal:

1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena

aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah

keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula

dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar

tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal

keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena.

Walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.

Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).

3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang

berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-

rata panjang 1 cm pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel.

Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul,

ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat predileksinya biasanya merupakan tempat

dengan stratum korneum yang tipis, yaitu: sela-sela jari tangan, pergelangan

tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola

mamae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria), dan perut

bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 7

Page 8: Laporan Kasus skabies

4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik. Dapat ditemukan

satu atau lebih stadium hidup tungau ini.

Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal

tersebut.

2.1.6. Bentuk-bentuk skabies

Menurut Djuanda (2006), terdapat bentuk-bentuk khusus antara lain:

a. Skabies pada orang bersih

Bentuk ini ditandai dengan lesi berupa papul dan terowongan yang

sedikit jumlahnya hingga sangat sukar ditemukan. Dalam penelitian dari

1000 orang penderita skabies menemukan hanya 7% terowongan.

b. Skabies in cognito

Bentuk ini timbul pada skabies yang diobati dengan kortikosteroid

sehingga gejala dan tanda klinis membaik. Tetapi tungau tetap ada dan

penularan masih bias terjadi.

c. Skabies yang ditularkan melalui hewan

Sumber utama dari skabies ini adalah anjing. Kelainan ini berbeda

dengan skabies manusia yaitu tidak terdapat terowongan. Tidak menyerang

sela-sela jari dan genitalia eksterna. Lesi biasanya terdapat pada daerah

dimana orang sering kontak atau memeluk binatang kesayangannya yaitu

paha, lengan, dan dada. Masa inkubasi lebih pendek dan transmisi lebih

mudah. Kelainan ini bersifat sementara (4-8 minggu) dan dapat sembuh

sendiri karena skabies varietas binatang tidak dapat melanjutkan siklus

hidupnya pada manusia.

2.1.7. Diagnosis Skabies

I. Anamnesis

Menurut Rahariyani (2007), beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam

anamnesis antara lain:

a. Biodata. Perlu dikaji secara lengkap untuk umur, penyakit skabies bisa

menyerang semua kelompok umur, baik anak-anak maupun dewasa bisa

terkena penyakit ini, tempat, paling sering di lingkungan yang kebersihannya

kurang dan padat penduduknya seperti asrama dan penjara.

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 8

Page 9: Laporan Kasus skabies

b. Keluhan utama. Biasanya penderita datang dengan keluhan gatal dan ada lesi

pada kulit.

c. Riwayat penyakit sekarang. Biasanya penderita mengeluh gatal terutama

malam hari dan timbul lesi berbentuk pustul pada sela-sela jari tangan,

telapak tangan, ketiak, areola mammae, bokong, atau perut bagian bawah.

Untuk menghilangkan gatal, biasanya penderita menggaruk lesi tersebut

sehingga ditemukan adanya lesi tambahan akibat garukan.

d. Riwayat penyakit terdahulu. Tidak ada penyakit lain yang dapat menimbulkan

skabies kecuali kontak langsung atau tidak langsung dengan penderita.

e. Riwayat penyakit keluarga Pada penyakit skabies, biasanya ditemukan

anggota keluarga lain, tetangga atau juga teman yang menderita, atau

mempunyai keluhan dan gejala yang sama.

f. Psikososial. Penderita skabies biasanya merasa malu, jijik, dan cemas dengan

adanya lesi yang berbentuk pustul. Mereka biasanya menyembunyikan

daerah-daerah yang terkena lesi pada saat interaksi sosial.

g. Pola kehidupan sehari-hari. Penyakit skabies terjadi karena hygiene pribadi

yang buruk atau kurang (kebiasaan mandi, cuci tangan, dan ganti baju yang

tidak baik). Pada saat anamnesis, perlu ditanya secara jelas tentang pola

kebersihan diri penderita maupun keluarga. Dengan adanya rasa gatal di

malam hari, tidur penderita sering kali terganggu. Lesi dan bau yang tidak

sedap, yang tercium dari sela-sela jari atau telapak tangan akan menimbulkan

gangguan aktivitas dan interaksi sosial.

II. Pemeriksaan fisik

Menurut Harahap (1994), dari pemeriksaan fisik didapatkan kelainan

berupa:

1. Terowongan berupa garis hitam, lurus, berkelok, atau terputus-putus,

berbentuk benang.

2. Papula, urtika, ekskoriasi dalam perubahan eksematous ialah lesi-lesi

sekunder yang disebabkan sensitisasi terhadap parasit, serta ditemukan

eksantem.

3. Terlihat infeksi bakteri sekunder dengan impetiginasi dan furunkulosis.

Lokasi biasanya pada tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti:

sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 9

Page 10: Laporan Kasus skabies

ketiak bagian depan, areola mammae (wanita), umbilikus, bokong, genitalia

eksterna (pria) dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak

tangan dan kaki bahkan diseluruh permukaan kulit, sedangkan pada remaja dan

dewasa dapat timbul pada kulit kepala dan wajah (Siregar, 2005).

Sifat-sifat lesi kulit berupa papula dan vesikel milier sampai lentrikuler

disertai ekskoriasi. Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustul lentrikuler. Lesi

yang khas adalah terowongan (kanalikulus) milier, tampak berasal dari salah

satu papula atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu- abu. Ujung

kanalikuli adalah tempat persembunyian dan bertelur Sarcoptes scabiei (Siregar,

2005).

III. Pemeriksaan mikroskopis

Menurut Tabri (2005), diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya

tungau pada pemeriksaan mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai

cara, yaitu:

1. Kerokan kulit.

Minyak mineral diteteskan di atas papul atau terowongan baru yang

masih utuh, kemudian dikerok dengan menggunakan scalpel steril untuk

mengangkat atap papul atau terowongan, lalu diletakkan di atas gelas objek,

di tutup dengan gelas penutup, dan diperiksa di bawah mikroskop. Hasil

positif apabila tampak tungau, telur, larva, nimfa, atau skibala. Pemeriksaan

harus dilakukan dengan hati-hati pada bayi dan anak-anak atau pasien yang

tidak kooperatif.

2. Mengambil tungau dengan jarum.

Jarum dimasukkan ke dalam terowongan pada bagian yang gelap, lalu

digerakkan secara tangensial. Tungau akan memegang ujung jarum dan dapat

diangkat keluar.

3. Epidermal shave biopsi.

Mencari terowongan atau papul yang dicurigai pada sela jari antara

ibu jari dan jari telunjuk, lalu dengan hati-hati diiris pada puncak lesi dengan

scalpel no.16 yang dilakukan sejajar dengan permukaan kulit. Biopsi

dilakukan sangat superficial sehingga tidak terjadi perdarahan dan tidak

memerlukan anestesi. Spesimen kemudian diletakkan pada gelas objek, lalu

ditetesi minyak mineral dan periksa di bawah mikroskop.

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 10

Page 11: Laporan Kasus skabies

4. Tes tinta Burrow.

Papul skabies dilapisi dengan tinta pena, kemudian segera dihapus

dengan alkohol. Jejak terowongan akan tampak sebagai garis yang

karakteristik berbelok-belok karena adanya tinta yang masuk. Tes ini mudah

sehingga dapat dikerjakan pada bayi/anak dan pasien nonkooperatif.

5. Kuretasi terowongan.

Kuretasi superficial sepanjang sumbu terowongan atau pada puncak

papul, lalu kerokan diperiksa dibawah mikroskop setelah ditetesi minyak

mineral. Cara ini dilakukan pada bayi, anak-anak dan pasien nonkooperatif.

2.1.8. Diagnosis Banding

Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the great

immitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal.

Sebagai diagnosis banding ialah: prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis, dan lain- lain

(Handoko, 2008).

2.1.9. Penatalaksanaan

Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :

a. Penatalaksanaan secara umum. Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan

mandi teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan

harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula

halnya dengan anggota keluarga yang beresiko tinggi untuk tertular, terutama bayi

dan anak-anak, juga harus dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu

menghindari terjadinya kontak langsung. Secara umum tingkatkan kebersihan

lingkungan maupun perorangan dan tingkatkan status gizinya. Beberapa syarat

pengobatan yang harus diperhatikan :

1. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi

pengobatan secara serentak.

2. Hygiene perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan sikat

untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika.

3. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur,

selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa

jam.

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 11

Page 12: Laporan Kasus skabies

b. Penatalaksanaan secara khusus.

Menurut Handoko (2008), obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:

1.   Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20%  dalam bentuk salep atau krim.

Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2 tahun. Sulfur adalah antiskabietik tertua yang telah lama digunakan, sejak   25 M.Cara pemakaiannya: sangat sederhana, yakni mengoleskan salep setelah mandi ke seluruh kulit tubuh selama 24 jam selama tiga hari berturut-turut.Ø Keuntungannya: harganya yang murah dan mungkin merupakan satu-satunya pilihan

di negara yang membutuhkan terapi massal.Bila kontak dengan jaringan hidup, preparat ini akan membentukhydrogen sulfide dan pentathionic acid (CH2S5O6) yang bersifat germicid dan fungicid. Secara umum sulfur bersifat aman bila digunakan oleh anak-anak, wanita hamil dan menyusui serta efektif dalam konsentrasi 2,5% pada bayi.

Ø Kerugian/Efek samping: pemakaian obat ini adalah bau tidak enak, mewarnai pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi.

2.   Emulsi benzil-benzoat (20-25%)Benzil benzoat adalah ester asam benzoat dan alkohol benzil yang merupakan

bahan sintesis balsam peru.Ø Cara Kerja: Benzil benzoat bersifat neurotoksik pada tungau skabies.Ø Cara Pemakaian: Digunakan sebagai 25% emulsi dengan periode kontak 24 jam dan

pada usia dewasa muda atau anak-anak, dosis dapat dikurangi menjadi 12,5%. Benzil benzoate sangat efektif bila digunakan dengan baik dan teratur dan secara kosmetik bisa diterima.

Ø Efek samping dari benzil benzoate dapat menyebabkan dermatitis iritan pada wajah dan skrotum, karena itu penderita harus diingatkan untuk tidak menggunakan secara berlebihan. Penggunaan berulang dapat menyebabkan dermatitis alergi. Terapi ini  dikontraindikasikan pada wanita hamil dan menyusui, bayi, dan anak-anak kurang dari 2 tahun. Tapi benzil benzoate lebih efektif dalam pengelolaan resistant crusted scabies.

3.     Gama benzena heksa klorida (gameksan=gammexane ; LindaneØ Cara Kerja: Lindane juga dikenal sebagai hexaklorida gamma benzena, adalah

sebuah insektisida yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) tungau. Lindane diserap masuk ke mukosa paru-paru, mukosa usus, dan selaput lendir kemudian keseluruh bagian tubuh tungau dengan konsentrasi tinggi pada jaringan yang kaya lipid dan kulit yang menyebabkan eksitasi, konvulsi, dan kematian tungau. Lindane dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dan feses.

Ø Cara Pemakaian:  Lindane tersedia dalam bentuk krim, lotion, gel, tidak berbau dan tidak berwarna. Pemakaian secara tunggal dengan mengoleskan ke seluruh tubuh dari leher ke bawah selama 12-24 jam dalam bentuk 1% krim atau lotion. Setelah

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 12

Page 13: Laporan Kasus skabies

pemakaian dicuci bersih dan dapat diaplikasikan lagi setelah 1 minggu. Hal ini untuk memusnahkan larva-larva yang menetas dan tidak musnah oleh pengobatan sebelumnya. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan Lindane selama 6 jam sudah efektif. Dianjurkan untuk tidak mengulangi pengobatan dalam 7 hari, serta tidak menggunakan konsentrasi lain selain 1%.

Ø Efek Samping: Efek samping lindane antara lain menyebabkan toksisitas SSP, kejang, dan bahkan kematian pada anak atau bayi walaupun jarang terjadi. Tanda-tanda klinis toksisitas SSP setelah keracunan lindane yaitu sakit kepala, mual, pusing, muntah, gelisah, tremor, disorientasi, kelemahan, berkedut dari kelopak mata, kejang, kegagalan pernapasan, koma, dan kematian. Beberapa bukti menunjukkan lindane dapat mempengaruhi perjalanan fisiologis kelainan darah seperti anemia aplastik, trombositopenia, dan pancytopenia.

4. Krotamiton 10%Krotamion (crotonyl-N-etil-o-toluidin) digunakan sebagai krim 10% atau lotion.

Tingkat keberhasilan bervariasi antara 50% dan 70%.Ø  Cara pemakaian: Hasil terbaik telah diperoleh bila diaplikasikan dua kali sehari

selama lima hari berturut-turut setelah mandi dan mengganti pakaian dari leher ke bawah selama 2 malam kemudian dicuci setelah aplikasi kedua.

Ø  Efek samping yang ditimbulkan berupa iritasi bila digunakan jangka panjang.Beberapa ahli beranggapan bahwa Krotamiton krim ini tidak memiliki efektivitas yang tinggi terhadap skabies. Krotamiton 10% dalam krim atau losion, tidak mempunyai efek sistemik dan aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak kecil.

5.     Permetrin dengan kadar 5%Ø Cara kerja: Merupakan sintesa dari pyrethroid dan bekerja dengan cara mengganggu

polarisasi dinding sel saraf parasit yaitu melalui ikatan dengan natrium. Hal ini memperlambat repolarisasi dinding sel dan akhirnya terjadi paralise parasit. Obat ini merupakan pilihan pertama dalam pengobatan scabies karena efek toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah dan kecenderungan keracunan akibat kesalahan dalam penggunaannya sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit yang terabsorpsi di kulit dan cepat dimetabolisme yang kemudian dikeluarkan kembali melalui keringat dan sebum, dan juga melalui urin. Belum pernah dilaporkan resistensi setelah penggunaan obat ini.

Ø Cara pemakaian: Permethrin tersedia dalam bentuk krim 5%, yang diaplikasikan selama 8-12 jam dan setelah itu dicuci bersih. Apabila belum sembuh bisa dilanjutkan dengan pemberian kedua setelah 1 minggu. Permethrin jarang diberikan pada bayi-bayi yang berumur kurang dari 2 bulan, wanita hamil dan ibu menyusui. Wanita hamil dapat diberikan dengan aplikasi yang tidak lama sekitar 2 jam.

Ø Efek samping:  jarang ditemukan, berupa rasa terbakar, perih dan gatal, namun mungkin hal tersebut dikarenakan kulit yang sebelumnya memang sensitive dan  terekskoriasi.

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 13

Page 14: Laporan Kasus skabies

2.1.10. Prognosis

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakain obat, serta syarat

pengobatan dapat menghilangkan faktor predisposisi, maka penyakit ini memberikan

prognosis yang baik (Handoko, 2008).

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 14

Page 15: Laporan Kasus skabies

DAFTAR PUSTAKA

1.    Handoko RP, Djuanda A, Hamzah M. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.4.

Jakarta: FKUI; 2005. 119-22.

2.    Binic I, Aleksandar J, Dragan J, Milanka L. Crusted (Norwegian) Scabies

Following Systemic And Topikal Corticosteroid Therapy. J Korean Med Sci; 25:

2010. 88-91.

3.    Scabies and Pediculosis, Orkin Miltoin, Howard L. Maibach. Fitzpatrick’s

Dermatology in General Medicine, 7th. USA: McGrawHill; 2008. 2029-31.

4.    Siregar RS, Wijaya C, Anugerah P. Saripati Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.3.

Jakarta: EGC; 1996. 191-5.

5.    Habif TP, Hodgson S. Clinical Dermatology. Ed.4. London: Mosby; 2004. 497-

506.

6.    Chosidow O. Scabies. New England J Med. 2006. July : 354/ 1718-27.

7.    Walton SF, Currie BJ. Problems in Diagnosing Scabies, A Global Disease in

Human and Animal Populations. Clin Microbiol  Rev. 2007. April. 268-79. 

8.    Johnston G, Sladden M. Scabies: Diagnosis and Treatment. British Med J. 2005.

September :17;331(7517)/619-22.

9.    Burns DA. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals, in: Burns

T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Rooks Textbook of Dermatology. Vol.2.

USA: Blackwell publishing; 2004. 37-47. 

10.     Itzhak Brook. Microbiology of Secondary Bacterial Infection in Scabies Lesions. 

J Clin Microbiol. 1995. August: 33/2139-2140.

11.    Hicks MI, Elston DM. Scabies. Dermatologic Therapy. 2009. November :22/279-

292.  

12.    Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit.Ed.1. Jakarta: Hipokrates; 2000. 109-13.

13.    Amiruddin MD. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed.1. Makassar: Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin ; 2003. 5-10. 

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 15

Page 16: Laporan Kasus skabies

14.    Hengge, R. Ulrich, Bart. J. Currie, Gerold Jager, Omar Lupi, Robert A. Schwartz.

Scabies: a Ubiquitous Neglected Skin Disease. PubMed Med. J. 2006. December.

6: 769-777

15.    P. Stone Stephen, Jonathan N. Goldfarb, Rocky E. Bacelieri. Scabies.

Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 5th. USA: McGrawHill; 2677-80

16.    Beegs Jennifer,ed. Scabies Prevention and Control Manual. Michigan. Scabies

prevention and Control Manual.

17.    Karthikeyan K. Treatment of Scabies: Newer Perspectives. Postgraduate Med J.

2005. Januari. 1(951)/7-11.

18.    Currie J.B., and James S. McCarthy. Permethrin and Ivermectin for Scabies. New

England J Med. 2010. February : 362/717-724. 

19.    Sadana, Liana Yuliawati. Krim Permethrin 5% untuk Pengobatan Scabies

(online). 2007. [cited 2010 October 19th] : [1 screens]. Available from:

URL:http://www.yosefw.wordpress.com  

20.    Anonim. (online). 2004. [cited 2010 October 14th]:[4 screens] Available from :

URL: http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Scabies

21.    Anonim. (online) 2004. [cited 2010 Oct 14th]:[1 screens] Available from : URL:

http://huddoktor.com/doctor/Exempel+p%C3%A5+ljusbehandling/741.html

22.    Anonim. (online) 1997 [cited 2010 October 1st] : [1 screens] Available from :

URL: http://www.allrefer.com

23.    Vorvick MD, Linda. Folliculitis on the Leg. (online). 2008. [cited 2010 Oct 12]:[1

screens] Available from : URL: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus

Universitas Muhammadiyah Jakarta | 16