sirosis hati

24
Sirosis Hati pada Laki-laki 58 Tahun Pendahuluan Sirosis hepatis (SH) berasal daripada perkataan Yunani kirrhos yang bermaksud kuning. 1 Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan penggantian jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan yang terjadi sebagai hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis hepatoseluler, yang mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati. 2 Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat dibangsal penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Di negara-negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat, jumlah kematian akibat SH meningkat setiap tahunnya. Diagnosis klinis SH dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri tahun 1973, yaitu bila ditemukan 5 dari 7 keadaan berikut: eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema, splenomegali, hematemesis dan melena, rasio albumin dan globulin terbalik.. Timbulnya komplikasi-komplikasi seperti asites, ensefalopati, varises esofagus menandai terjadinya pergantian dari SH fase kompensasi yang asimtomatik menjadi SH dekompensasi. 1,2 1

description

sirosis hati

Transcript of sirosis hati

Page 1: sirosis hati

Sirosis Hati pada Laki-laki 58 Tahun

Pendahuluan

Sirosis hepatis (SH) berasal daripada perkataan Yunani kirrhos yang bermaksud kuning.1

Sirosis merupakan konsekuensi dari penyakit hati kronis yang ditandai dengan penggantian

jaringan hati oleh fibrosis, jaringan parut dan nodul regeneratif (benjolan yang terjadi sebagai

hasil dari sebuah proses regenerasi jaringan yang rusak) akibat nekrosis hepatoseluler, yang

mengakibatkan penurunan hingga hilangnya fungsi hati.2

Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis

hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat dibangsal penyakit dalam atau rata-rata

47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang dirawat. Di negara-negara maju seperti Inggris

dan Amerika Serikat, jumlah kematian akibat SH meningkat setiap tahunnya.

Diagnosis klinis SH dibuat berdasarkan kriteria Soedjono dan Soebandiri tahun 1973, yaitu

bila ditemukan 5 dari 7 keadaan berikut: eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral atau

varises esofagus, asites dengan atau tanpa edema, splenomegali, hematemesis dan melena,

rasio albumin dan globulin terbalik.. Timbulnya komplikasi-komplikasi seperti asites,

ensefalopati, varises esofagus menandai terjadinya pergantian dari SH fase kompensasi yang

asimtomatik menjadi SH dekompensasi.1,2

Pada kasus ini, seorang laki-laki berusia 58 tahun datang ke UGD RSUD dengan keluhan

perut membesar disertai sesak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pada pasien

terjadinya kembung dan mual. Riwayat buang air besar dan kecil adalah normal. Pasien

memiliki riwayat sakit kuning 3 tahun lalu, beberapa kali kambuh, dan dokter mengatakan

bahawa beliau menderita hepatitis B.

Anamnesis

Anamnesis memain peran yang sangat penting dalam mendiagnosis sesuatu penyakit. Yang ditanyakan pada anamnesis meliputi identitas

1

Page 2: sirosis hati

pasien, keluhan pasien, riwayat penyakit yang diderita dan sebagainya. Berikut adalah sistematika dari anamnesis:

Identitas pasien

Pada pasien ditanyakan beberapa perkara mengenai identitas seperti nama pasien, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, agama, status pernikahan, tanggal lahir.

Keluhan dan riwayat penyakit

Keluhan utama adalah keluhan yang membawa pasien ke dokter. Keluhan tambahan yaitu keluhan-keluhan yang lain disamping keluhan utama. Riwayat penyakit sekarang adalah penjabaran dari keluhan utama. Riwayat penyakit dahulu terutama yang berkaitan dengan keluhan/penyakit yang diderita saat ini. Riwayat penyakit keluarga untuk menandai adanya faktor herediter atau penularan.

Pada kasus ini, yang harus ditanyakan adalah riwayat penyakit hepatitis, riwayat konsumsi alkohol, riwayat pemakaian obat NSAID, anti reumatoid, anti tuberkulosis, atau obat kemoterapi. Selain itu, harus ditanyakan apakah pasien merupakan petugas kesehatan yang mudah terpapar dengan darah, atau pasien hemodialisis. Perlu ditanyakan juga apakah sering berganti pasangan karena mungkin didapatkan virus dari hubungan seksual.

Hasil daripada anamnesis didapatkan bahawa seorang laki-laki 58 tahun dengan keluhan perut membesar disertai sesak sejak 1 minggu yang sebelum masuk rumah sakit. Selain itu terjadinya kembung dan mual. Riwayat buang air besar dan air kecil adalah normal. Pasien memiliki riwayat sakit kuning 3 tahun yang lalu, beberapa kali kambuh dan dokter mengatakan beliau mengalami sakit hepatitis B.

Pemeriksaan Fisik

Terdapat beberapa pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan. Pertama sekali pasien harus dinilai kesadarannya saat dia sampai ke rumah sakit dan menilai derajat sakitnya. Sebelum dimulakan pemeriksaan fisik,

2

Page 3: sirosis hati

pemeriksaan tanda-tanda vital seperti tekanan darah, suhu tubuh, kadar nadi dan kadar pernafasan pada pasien harus dilakukan. Setelah itu dilanjutkan dengan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi.

Inspeksi

Semasa melakukan inspeksi, pemeriksa melaporkan bentuk abdomen (datar/membuncit /cekung atau skopoid) dan (simetris/asimetris). Selain itu harus dilihat sama ada terdapat kelainan pada warna kulit dan adanya lesi kulit seperti vesikel, pustula, papula atau sikatrik. Setelah itu diperhatikan jenis bekas luka. Sekiranya di bagian depan, pasien pernah melakukan Kolesistektomi, laparotomi, reseksi kolon, appendiktomi, herniorafi, sectio atau caesaria dan sekiranya luka di bagian belakang pasien pernah melakukan adrenalektomi atau nefrektomi. Seterusnya dilihat sama ada terdapat pembuluh darah kolateral, caput medusa, hernia atau striae. Akhir sekali dilihat apakah terdapat benjolan/massa diperut (contohnya pada hematoma, mioma).

Auskultasi

Auskultasi dilakukan pada kuadran abdomen secara sistematis (kuadran kanan bawah, kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kiri bawah). Setelah melakukan auskultasi laporkan sekiranya terdapat kelainan pada bising usus. Pada auskultasi didengarkan sama ada terdapat bunyi patologis pada abdomen seperti metalik sound pada ileus obstruktif, bruit hepar pada hepatoma, atau sistolik aorta abdominal pada aneurisma aorta abdominalis.

Palpasi

Sebelum menyentuh pasien, tangan dihangatkan terlebih dahulu dan pasien diminta supaya memfleksikan kedua kakinya. Pasien juga ditanyakan apakah terdapat sebarang nyeri pada abdomennya.

Palpasi umum adalah dengan melakukan palpasi superfisial pada abdomen dimulai dari daerah yang tidak nyeri secara sistematis sesuai kuadran. Setelah itu melakukan palpasi dalam pada abdomen dengan

3

Page 4: sirosis hati

kedua tangan dimulai dari daerah yang tidak nyeri sesuai kuadran. Akhir sekali memberikan laporan ada/tidaknya nyeri, rigiditas, massa/benjolan superfisial dan dalam

Setelah itu dapat dilakukan palpasi hati untuk mencari perbesaran hati dari kuadran kanan bawah menuju ke arah inferior costae dextra saat pasien inspirasi. Setelah iu dilakukan palpasi mencari perbesaran hati dari regio suprapubic menuju ke processus xyphoideus saat pasien inspirasi. Bila terdapat perbesaran hati, dilaporkan ukuran perbesaran (jari/cm) di bawah arcus costae kanan, dan di bawah processus xiphoideus, tepi (tajam/tumpul), konsistensi (lunak/kenyal/tumpul), permukaan (licin/berbenjol-benjol) dan melihat apakah adanya nyeri atau tidak.

Palpasi limpa juga dapat dilakukan. Pertama sekali, identifikasi pembagian garis Schuffner I-VIII harus dilakukan. Palpasi dilakukan dari SVIII menuju ke SI. apabila terdapat perbesaran, laporkan ukuran sesuai garis Schuffner, konsistensi (kenyal/keras), nyeri/tidak.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dengan kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 110/menit, suhu 36oC, pernafasan 20x/menit, konjungtiva anemis, sklera subikterik, ada vena kolateral di abdomen, lien SII, pekak berpindah positif, nyeri tekan abdomen negatif, palmar eritem positif, flapping tremor negatif.

Pemeriksaan Penunjang

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang

melakukan pemeriksaan rutin. Terdapat beberapa pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk

menilai tahap kerusakan hati seseorang penderita.

Pada sirosis hepatis bisa dijumpai Hb rendah, anemia normokrom normositer,

hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia bisa akibat hipersplenisme (lien

membesar) dengan leukopenia dan trombositopenia (jumlah leukosit dan trombosit kurang

dari nilai normal). Kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yg kurang baik.

Kenaikan kadar enzim transaminase/ SGOT, SGPT tidak merupakan petunjuk tentang

berat dan luasnya kerusakan jaringan parenkim hepar. Kenaikan kadarnya dalam serum

4

Page 5: sirosis hati

timbul akibat kebocoran dari sel yg mengalami kerusakan. Peninggian kadar gamma GT

sama dengan transaminase, ini lebih sensitif tetapi kurang spesifik. Pemeriksaan laboratorium

bilirubin, transaminase, dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.

Kadar albumin yang menurun merupakan gambaran kemampuan sel hati yang

berkurang. Penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin merupakan tanda

kurangnya daya tahan hati dalam menghadapi stress seperti tindakan operasi

Pemeriksaan CHE (kolinesterase) penting dalam menilai kemampuan sel hati. Bila

terjadi kerusakan sel hati, kadar CHE akan turun. Pada perbaikan sel hepar, terjadi kenaikan

CHE menuju nilai normal. Nilai CHE yang bertahan dibawah nilai normal, mempunyai

prognosis yang buruk.

Pemanjangan PT (Protrombin Time) merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.

Pemberian vitamin K parenteral dapat memperbaiki PT (Protrombin Time). Pemeriksaan

hemostatik pada pasien sirosis hepatis penting, dalam menilai kemungkinan perdarahan baik

dari varises esofagus, gusi maupun epistaksis (mimisan).

Pemeriksaan Marker serologi, penanda virus seperti HBsAg/HBsAb, HBeAg/HBeAb, HBV

DNA, HCV RNA, adalah penting dalam menentukan etiologi sirosis hepatis.

Pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) penting dalam menentukan apakah telah terjadi

transformasi ke arah keganasan. Nilai AFP yg terus meningkat mempunyai nilai diagnostik,

kearah hepatoma/ kanker hepar primer. Nilai AFP > 500-1000 mempunyai nilai diagnostik

suatu kanker hati primer.

Pada pemeriksaan lab, didapatkan Hb 10g/dl, leukosit 2200/uL, Ht 29%, Thrombosit 58000/UI.

Parasentesis sebaiknya dilakukan pada setiap pasien asites baru. Pemeriksaan yang sering digunakan untuk menilai asites adalah serum-ascites albumin gradient (SAAG) untuk menentukan apakah asites eksudat atau transudat.

Ultrasonografi (USG) merupakan pemeriksaan rutin pada kasus ini karena non-invasif dan mudah. Hal yang dapat dinilai dari USG ialah sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis stadium lanjut, hati ditemukan mengecil, nodular, permukaan irregular.

5

Page 6: sirosis hati

Selain itu, USG juga boleh digunakan untuk melihat asites, splenomegali, pelebaran dan trombosis vena porta, serta screening untuk karsinoma hati.1,2

Diagnosis KerjaPada kasus ini, seorang laki-laki berusia 58 tahun datang ke UGD RSUD dengan keluhan

perut membesar disertai sesak sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pada pasien

terjadinya kembung dan mual. Riwayat buang air besar dan kecil adalah normal. Pasien

memiliki riwayat sakit kuning 3 tahun lalu, beberapa kali kambuh, dan dokter mengatakan

bahawa beliau menderita hepatitis B. Diagnosis kerja untuk kasus ini adalah sirosis hati yang

dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sulit untuk menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang yang lainnya. Pada saat ini, penegakan diagnosis sirosis hati terdiri daripada pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.2

Diagnosis BandingTuberkulosis peritoneal2,3

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai seluruh peritoneum dan alat-alat sistem GIT, mesenterium, dan organ genitalia interna. Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan dari proses tuberkulosis di tempat lain, seringkali dari paru. Peritoneum dapat terkena tuberkulosis melalui cara seperti penyebaran hematogen dari paru-paru, melalui dinding usus

6

Page 7: sirosis hati

yang terinfeksi, dari kelenjar limfe mesenterium, dan melalui tuba falopii yang terinfeksi.2

Keluhan yang sering ialah tidak ada nafsu makan, batuk, dan demam. Pada pemeriksaan fisis gejala yang sering dijumpai ialah asites, demam, pembengkakan perut dan nyeri, pucat dan kelelahan.

Bentuk eksudatif dari tuberkulosis peritoneal adalah bentuk dengan asites yang banyak. Dari pemeriksaan cairan asites, umumnya didapatkan eksudat dengan protein lebih dari 3g/dL. Hasil kultur cairan asites didapatkan basil tahan asam, menggunakan cairan asites yang disentrifuge dengan jumlah cairan lebih dari 1 liter.

Pemeriksaan USG dapat melihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi. Adanya penebalan mesenterium dan perlengketan lumen usus. Cara yang terbaik untuk mendiagnosis penyakit ini adalah menggunakan peritoneoskopi. Gambaran yang dapat dilihat adalah:2

Tuberkel kecil atau besar pada dinding peritoneum atau pada organ lain dalam rongga peritoneum seperti hati, ligamentum, dan usus.

Perlengketan di antara usus, omentum, hati, kandung empedu dan peritoneum.

Penebalan peritoneum Cairan eksudat atau purulen, mungkin juga cairan bercampur darah

Hepatoma

Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul dari hati. Ia juga

dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk dari tipe-tipe sel yang

berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel

penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel hati (hepatosit) membentuk sampai 80% dari

jaringan hati. Jadi, mayoritas dari kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%)

timbul dari sel-sel hati dan disebut kanker hepatoselular (hepatocellular cancer) atau

Karsinoma (carcinoma).2

7

Page 8: sirosis hati

Penyebab kanker hati sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Namun kanker hati

kanker hati primer (karsinoma hepatoseluler) cenderung terjadi pada hati/liver yang  rusak

karena cacat lahir, penyalahgunaan alkohol, atau infeksi kronis akibat penyakit seperti

hepatitis B dan C, hemochromatosis (terlalu banyaknya kadar besi dalam hati) dan sirosis.

Lebih dari 50% orang yang terdiagnosa kanker hati primer, telah mengalami sirosis hati.

Mereka yang menderita kondisi genetik yang disebut hemochromatosis memiliki risiko yang

lebih besar.

Berbagai zat penyebab kanker yang berhubungan dengan kanker hati primer, termasuk

diantaranya: herbisida, aflatoksin (sejenis jamur tanaman pada gandum & palawija), dan

bahan kimia tertentu seperti vinil klorida dan arsen. Merokok plus penyalahgunaan alcohol

juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker hati.3

Pada pemeriksaan fisik, suatu hati yang membesar dan adakalanya lembut adalah penemuan

yang paling umum. Kanker-kanker hati adalah tumor-tumor yang sangat vaskuler

(mengandung banyak pembuluh-pembuluh darah). Jadi, jumlah-jumlah darah yang

meningkat yang diberikan kedalam arteri hepatik (arteri ke hati) dan menyebabkan aliran

darah yang bergolak (turbulent) dalam arteri. Pergolakan (turbulensi) berakibat pada suatu

suara yang berbeda/jelas dalam hati (hepatic bruit) yang dapt didengar dengan sebuah

stetoskop pada kira-kira satu per empat sampai setengah dari pasien-pasien dengan kanker

hati. Segala tanda dari penyakit hati yang telah lanjut (contohnya, ascites, jaundice, atau

penyusutan otot) berarti suatu prognosis yang jelek. Jarang, seorang pasien dengan kanker

hati dapat mendadak menjadi jaundice ketika tumor melongsor kedalam pembuluh empedu.

Jaundice terjadi pada situasi ini karena keduanya pengelupasan tumor kedalam pembuluh dan

perdarahan yang menggumpal dalam pembuluh dapat menghalangi pembuluh.3

Kanker hati seringkali tidak menimbulkan gejala. Ketika kanker bertambah besar, orang

mungkin melihat satu atau lebih dari gejala umum ini, rasa sakit di perut bagian atas di sisi

kanan, sebuah benjolan atau rasa berat di perut bagian atas, bengkak (kembung) pada perut,

kehilangan nafsu makan dan perut terasa penuh, penurunan berat badan tanpa sebab jelas,

kelelahan, mual dan muntah, kulit dan mata berwarna kuning, tinja pucat, dan urine berwarna

gelap, demam, sclera ikterik, dan asites.4

Manifestasi Klinik

8

Page 9: sirosis hati

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau/dan melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.2,3,5

Temuan klinis sirosis hati meliputi, spider angio maspiderangiomata (atau spider telangiektasi), suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan pada orang sehat walau umumnya ukuran lesi kecil.

Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis karena turut ditemukan pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.

Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanisme juga belum diketahui tetapi diperkirakan karena hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik.

Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.

9

Page 10: sirosis hati

Kontraktur dupuytren, akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari – jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes mellitus, distorfi refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.

Ginekomastia secara histologis, berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki – laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki – laki mengalami perubahan kearah feminism. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.

Atrofi testis hipogonadisme, menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosos dan hemokromatosis. Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Spelomegali, sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi porta daan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus pada kulit dan membrane mukosa, akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dLtidak terlihat.Warna urin terlihat gelap seperti teh. Asterixis bilateral, tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak – ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan.

Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya:2

Demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar Batu pada vesika felea akibat hemolisis Pembesaran kelejar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini

akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema.

10

Page 11: sirosis hati

EtiologiSirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih daripada 3mm) atau mikronodular (besar nodul kurang daripada 3mm) atau campuran mikro dan makronodular. Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi: 1) alkoholik, 2)kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3) biliaris, 4) kardiak, dan 5) metabolik, keturunan dan terkait obat.2

Di negara barat yang tersering adalah diakibatkan oleh alkoholik sedangkan di Indonesia, terutama adalah akibat infeksi virus hepatitis B dan C. Hasil penelitian menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebanyak 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40% , sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C. Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya.3,4,7

EpidemiologiPrevalensi sirosis hati dan penyakit hati kronik di AS diperkirakan sebesar 5,5 juta

kasus. Prevalensi terbanyak pada laki-laki dan pada usia 51-60 tahun. Data di Indonesia

belum ada, namun tercatat prevalensi sirosis hati yang dirawat di bangsal penyakit dalam

berkisar antara 3,6 %-8,4%. Kematian akibat sirosis hati di AS menurut Centers for Disease

Control and Prevention (CDCP) menempati posisi ke-10, dengan angka 25.192

kematian/tahun. Penyebab kematian pada sirosis hati antara lain koma hepatik (435

kematian/tahun), hipertensi portal (111 kematian/tahun), dan sindroma hepatorenal (443

kematian/tahun). Di California, kematian akibat sirosis hati di tahun 1999 adalah 76,1

kasus/100.000 penduduk, meningkat menjadi 83,2 kasus/100.000 penduduk di tahun 2003.

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu

pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di

Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat

penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan

perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%)

dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%. Prevalensi sirosis hati akibat

steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di Indonesia data prevalensi sirosis hati

11

Page 12: sirosis hati

belum ada, hanya laporan – laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito

Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat di Bagian

Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (2004) (tidak dipublikasi). Di Medan dalam

kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh

pasien di Bagian Penyakit Dalam.2,3,7

PatogenesisPatogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel

stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam

keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degredasi. Pembentukan

fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan antara produksi matriks ekstraseluler

dan proses degradasinya. Matriks ekstraselular terdiri dari jaringan kolagen, glikoprotein dan

proteinoglikan. Sel-sel stelata dalam ruangan perisinusoidal, merupakan sel penting untuk

memproduksi matriks ekstraselular. Sel ini dapat diaktivasi menjadi pembentuk kolagen, oleh

berbagai faktor parakrin. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus-

menerus, (misal: hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi

sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di

dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti dengan jaringan ikat.

Secara garis besar, sirosis dapat dibagi menjadi dua: kompensata dan dekompensata.

Dekompensata apabila terdapat ikterus, perdarahan varises, asites, ensefalopati hepatikum

atau karsinoma hepatika. Komplikasi paling banyak ditemukan adalah asites. Perubahan dari

kompensata menjadi tidak, adalah sekitar 5-7% pertahunnya. Sedangkan, harapan hidup

cenderung menurun jauh, dari 12 tahun pada sirosis kompensata menjadi 2 tahun pada

penderita sirosis dekompensata. Faktor prognosis buruk yang telah terbukti, adalah adanya

kegagalan organ.2-4,7

12

Page 13: sirosis hati

Gambar 1 – Perbedaan hati normal dan sirosis hati8

PenatalaksanaanEtiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan – bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Diet

yang dibutuhkan penderita sirosis hati adalah adalah karbohidrat 35-40 kkal/kgBB dan

protein 1,2-1,5 g/kgBB setiap harinya. Protein 1,2 g/kgBB diberikan pada sirosis kompensata

dengan status gizi cukup dan 1,5 g/kgBB diberikan pada sirosis kompensata disertai

malnutrisi. Sirosis yang dekompensata dengan ensefalopati akan diberikan diet rendah

protein (0,5 g/kgBB) yang kemudian ditingkatkan bertahap.

Tatalaksana pengobatan sirosis kompensata

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditunjukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditunjukan untuk menghilangkan etiologi diantaranya alkohol dan bahan – bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotomi, setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleotida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9 – 12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU (Million International Units), tiga kali seminggu selama 4 – 6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.

Pada hepatitis C kronik kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan

13

Page 14: sirosis hati

dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivitas sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat – obatan herbal juga sedang dalam penelitian. 2,5

Tatalaksana pengobatan sirosis dekompensata

Pada stadium sirosi dekompensata, pengobatan adalah diberikan mengikut komplikasinya. Pada pasien yang mengalami asites, pasien disurh tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebayak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat – obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100 – 200 mg sekali sehari. Respons diuretic bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kh/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20 – 40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.

Untuk komplikasi ensefalopati hepatik diberikan laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan ammonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil ammonia, diet protein dikurangi sampai 0,5gr/kg berat badan per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

14

Page 15: sirosis hati

Varises esophagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahanan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.

Peritonitis bacterial spontan : diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin atau aminoglikosida. Pada pasien dengan sindrom hepatorenal , dilakukan pengobatan untuk mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Pada kasus transplantasi hati dilakukan terapi definitive pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi resipien dahulu. 2,6

KomplikasiMorbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.5

Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bacterial spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.

Pada sindrom hepatorenal terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.

Salah satu manifestasu hipertensi porta adalah varises esophagus 20 sampai 40% pasiensirosis dengan varises esophagus pecah yang menimbulkan pendarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyakk duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varisesini dengan beberapa cara.

Ensefalopati hepatic, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula – mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia),

15

Page 16: sirosis hati

selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.2,4,6,7

PencegahanCara terbaik untuk mencegah hepatitis B adalah vaksinasi. Dua jenis vaksin tersedia adalah Recombivax HB dan Energix-B.3 Kedua vaksin membutuhkan tiga suntikan yang diberikan selama jangka waktu enam bulan. Efek samping, bila terjadi, biasanya ringan dan dapat termasuk rasa sakit pada daerah suntikan dan gejala mirip flu yang ringan. Juga tersedia vaksin kombinasi terhadap HAV dan HBV (Twinrix), yang menawarkan manfaat tambahan yaitu pemberian perlindungan terhadap kedua infeksi virus.1,3

Dengan tiadanya vaksin terhadap hepatitis C, cara terbaik untuk mencegah infeksi adalah untuk mengurangi risiko tersentuh oleh darah orang lain. Hal ini juga berlaku untuk orang yang sudah terinfeksi HCV, agar menghindari penularan kepada orang lain.

Cara terbaik untuk menghindari faktor risiko terbesar terhadap penularan HCV adalah untuk menghentikan penggunaan narkoba suntikan – atau tidak memulai. Jangan memakai sikat gigi, alat cukur, pemotong kuku, atau alat lain yang mungkin terkena darah secara bergantian. Bila ingin dilakukan tato atau tindikan lain, pastikan dilakukan oleh ahli yang dapat dipercaya, dan dengan cara yang bersih.3

Ketika akan menerima transfusi darah harus hati hati. Permriksaan darah donor perlu dilakukan utnuk memastiikan darah tidak tercemar virus hepatitis.bila darah mengandung virus hepatitis penerima donor akan tertular dan berisiko terkena sirosis.

Untuk mengelakkan sirosis hati antara lain adalah kurangi konsumsi alkohol atau tidak mengkonsumsi sama sekali. Meskipun kadar alkohol yang boleh mengakibatkan sirosis hati adalah sangat tinggi dan mengambil masa sekitar 10 tahun untuk timbul, tetapi sekiranya seseorang terinfeksi virus hepatitis, konsumsi alkohol akan mempercepat proses sirosis hati. Asetaminofen terutama dengan dosis tinggi (2000mg

16

Page 17: sirosis hati

per hari), dapat meracuni hati. Asetaminofen dikandungkan dalam banyak macam obat, jadi baca etiket dengan seksama.

Makan diet yang seimbang dengan sayuran segar, buah-buahan, daging tidak berlemak. Kurangi makanan dengan kandungan garam, gula atau lemak yang tinggi. Selain itu, minum banyak air – untuk membilas racun dari tubuh.

Jagalah kebersihan diri. Mandilah sebersih mungkin menggunakan sabun. Baju juga harus bersih. Cuci tangan sehabis mengerjakan sesuatu. Perhatikan pula kebersihan lingkungan. Hal itu untuk menghindari berkembangnya berbagai virus yang sewaktu-waktu bisa masuk kedalam tubuh kita.5,7

PrognosisPrognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.

Klasifikasi Child–Pugh, pasien sirosis hati dalam terminologi cadangan fungsi hati juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B dan C. Klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B dan C berturut – turut 100, 80, dan 45 %. Beberapa parameter menunjukkan keparahan hipertensi portal (misalnya asites, enselopati),

sementara yang lain memberikan informasi tentang fungsi metabolik hati (misalnya ikterus,

nilai albumin, hialuronan); kriteria tersebut ditambahkan dengan nilai Quick. Klinisi

meningkatkan nilai klasifikasi ini dengan mengalikan kriteria kelas A dengan 1, kelas B

dengan 2 dan kelas C dengan 3, sehingga skor keseluruhan mulai dari 5 (=prognosis paling

menguntungkan) dan 15 (=prognosis terburuk). Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.2,5,6

Kesimpulan17

Page 18: sirosis hati

Sirosis hepatis atau sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang disebabkan oleh multifaktorial, primer maupun sekunder. Penyebab primer salah satunya adalah kecenderungan pasien mengonsumsi minuman alkohol dalam jangka waktu yang lama. Penyebab sekundernya di dapat dari penyakit metabolisme baik genetis atau pun non genetis serta oleh karena penyakit infeksi. Diagnosis pada pasien biasanya dapat dilakukan setelah pasien datang dengan keluhan yang lebih spesifik, Setelah dilakukan anmnesis dan pemeriksaan fisik, dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium dan radiologi untuk menegakkan diagnosis banding. Terapi pada sirosis hepatis biasanya simptomatik dilihat dari kerusakan hati yang diakibatkan adalah irreversible sehingga tidak memungkinkan untuk membuat fungsi kerja hati normal kembali kecuali jika dilakukan tranplantasi hati. Pencegahan sirosis hepatis dapat dilakukan dengan mengurangi terpaparnya faktor resiko, salah satunya adalah tidak mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan dan pola konsumsi dan kegiatan hidup sehat. Prognosis pasien dengan sirosis hepatis yang sudah terjadi hepatorenal syndrome adalah buruk. Oleh karena itu, terapi sirosis hepatis dengan obat sangatlah hati-hati dan penuh pertimbangan. Prognosis juga sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.

Daftar Pustaka1. Longmore M, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E, Oxford handbook of

clinical medicine. Edisi ke 9. Tonbridge: Greengate Publishing Services, 2014. h.260-1.

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar penyakit

dalam: Sirosis hati. 5th Ed Vol 1. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD, 2010. h. 668-9.

3. Lindseth, Glenda N. Sirosis hati. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 1. Edisi ke-6. Cetakan pertama. Jakarta: EGC; 2006.h.493-501.

18

Page 19: sirosis hati

4. Schuppan D, Afdhal NH. Liver cirrhosis. Lancet. 2008 March 8; 371(9615): 838–851.

5. Sumariyono, Linda K, Wijaya. Struktur Sendi, Otot, Saraf, dan Endotel Vaskular.

Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2009. p. 668-73.

6. Adrianto P, Johannes G. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Jakarta: EGC; 2009.p.224-29.

7. Price SA, Wilson LM. Fisiologi proses-proses penyakit: hati, saluran empedu dan

pankreas. 4th ed vol 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2005.h. 439-47.

8. Gambar diunduh dari http://depts.washington.edu/hepstudy/definitions/uploads/49/

Liver_Cirrhosis.png pada 20 Juni 2015.

19