Post on 09-Apr-2016
description
SIROSIS HEPATIS
PENDAHULUAN
Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat
nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan
ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Banyak penyakit hati yang ditandai dengan pembentukan fibrosis. Fibrosis ini
berasal dari deposit komponen matriks ekstraseluler (contohnya: kolagen,
glikoprotein, proteoglikan) di dalam hati. Pada umumnya proses ini bersifat
reversibel, tapi pada sirosis, proses ini bersifat ireversibel.
Istilah sirosis pertama kali diperkenalkan oleh Laennec pada tahun 1826. Kata
sirosis berasal dari bahasa Yunani kirrhos yang berarti permukaan hati yang berwarna
kuning orange.
Secara klinis, sirosis hepatis dibagi menjadi sirosis hepatis kompensata dan
sirosis hepatis dekompensata. Pada sirosis hepatis kompensata belum terdapat gejala
klinis yang nyata, sedangkan sirosis hepatis dekompensata ditandai dengan gejala-
gejala dan tanda klinis yang jelas.
EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 40% pasien sirosis asimptomatis. Pada keadaan ini sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan
insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya
sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Angka
kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis daripada
wanita dengan perbandingan 2-4,5 : 1, dan terbanyak didapat pada dekade kelima.
ETIOLOGI
Hepatitis virus (B, C, D, G)
Infeksi hepatitis C dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan pada
hati yang dapat menimbulkan sirosis dalam beberapa dekade.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 1Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
Virus hepatitis B merupakan penyebab sirosis hati yang paling umum
di seluruh dunia, khususnya di Asia Tenggara. Hepatitis B, sama halnya
seperti hepatitis C, dapat menyebabkan inflamasi dan kerusakan hati yang
dapat menimbulkan sirosis dalam beberapa dekade. Hepatitis D, yang terjadi
pada individu yang sudah menderita hepatitis B, juga meningkatkan koinfeksi
sirosis.
Alkohol
Alkohol menyebabkan sirosis pada 15% pecandu alkohol berat dalam
waktu lebih dari satu dekade. Jumlah alkohol yang dapat menimbulkan sirosis
bervariasi pada tiap-tiap individu. Pada wanita, asupan alkohol 2-3 gelas per
hari sudah dapat menimbulkan sirosis, sedangkan pada pria 3-4 gelas per hari.
Alkohol merusak hati dengan menghambat metabolisme normal dari protein,
lemak dan karbohidrat.
Metabolik
a) Genetic hemochromatosis (iron overload)
Biasanya dijumpai pada individu dengan riwayat sirosis dalam
keluarga, hiperpigmentasi kulit, diabetes mellitus, pseudogout, dengan
kardiomiopati, yang semuanya merupakan tanda kelebihan zat besi.
b) Wilson’s disease (copper overload)
Kelainan autosomal resesif ini ditandai dengan kadar serum
seruloplasmin yang rendah dan kadar zink yang meningkat pada biopsi
hati. Juga ditemukan cincin Kayser-Fleisher pada kornea dan perubahan
status mental.
c) Alpha antitrysin deficiency
d) Defisiensi alpha 1-antitrypsin (AAT)
e) Cystic fibrosis
f) Galactosemia
g) Glycogen storage disease
h) Hereditary tyrosinemia
i) Hereditary hemorrhagic telangiestasi
j) Abetalipoproteinemia
k) Porphyria
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 2Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
Biliary disease
a) Extrahepatic biliary obstruction
b) Intrahepatic biliary obstruction
Primary biliary cirrhosis
Dapat asimptomatik atau dengan keluhan fatigue, pruritus dan
ikterus pada kulit dengan hepatomegali.
Primary selerosing cholangitis (PSC)
PSC merupakan penyakit kolestatik progresif yang digambarkan
dengan pruritus, steatorrhea, defisiensi vitamin yang larut dalam
lemak, dan penyakit metabolik tulang. PSC berhubungan erat dengan
inflammatory bowel disease (IBD), khususnya kolitis ulseratif.
c) Childhood biliary discase
Byler’s disease (progressive childhood cholestasis)
Alagilles syndrome (arteriohepatic dysplasia)
Aegenaes syndrome (cholestasis with lymphedema)
Zeliweger’s syndrome
Indian childhood cirhosis
Venous outflow obstruction
a) Budd – Chiari syndrome
b) Veno – Oclusive disease
c) Severe right – sided heart failure
Drugs, toxins, chemicals : methotrexate, amiodarone, penggunaan
acetaminophen secara lama
Immunologik
a) Autoimmune hepatitis
Penyakit ini menyerang sistem imun hati dan menyebabkan inflamasi
hati, yang akhirnya menimbulkan jaringan parut dan sirosis.
b) Graft – Versus – Host disease
Lain-lain
a) Infeksi : syphilis, schistosomiasis
b) Sarcoidosis
c) Non-alcoholic steatohepatitis (NASH)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 3Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
Pada NASH, lemak tertimbun dalam hati dan akhirnya menyebabkan
jaringan ikat. Tipe hepatitis ini dihubungkan dengan diabetes, malnutrisi
protein, obesitas, penyakit jantung koroner, dan pengobatan dengan
kortikosteroid. Hal ini sama dengan yang terjadi pada penyakit hati akibat
alkohol, tetapi pasien tidak mempunyai riwayat penggunaan alkohol.
d) Jejunoileacal bypass for obesity
e) Hypervitaminosis A
f) Crylogenik
PATOLOGI
Secara makroskopik, hati awalnya membesar tetapi dengan semakin
progresifnya penyakit ini, hati menjadi lebih kecil. Permukaannya ireguler,
konsistensinya keras, dan warnanya kuning (jika berhubungan dengan steatosis).
Berdasarkan ukuran nodul, ada 3 tipe makroskopik hati yaitu mikronodular,
makronodular, dan sirosis campuran. Pada bentuk mikronodular (sirosis Laennec atau
sirosis portal), nodul berukuran kurang dari 3 mm. Pada sirosis makronodular (sirosis
pasca nekrotik) nodul berukuran lebih dari 3 mm. Pada sirosis campuran terdapat
bermacam-macam nodul dengan ukuran yang berbeda-beda.
Secara mikroskopik sirosis ditandai dengan pembentukkan nodul-nodul yang
dikelilingi oleh septa fibrosa. Dalam nodul ini, pembentukkan hepatosit cenderung
terganggu. Traktus portal, vena sentral dan pola radial hepatosit tidak ada. Septa
fibrosa ini penting dan dapat menggambarkan infiltrat radang, seperti limfosit dan
makrofag.
PATOGENESIS
Peradangan sel sel hati yang menahun menimbulkan nekrosis hati yang luas
(hepatoselular) kemudian terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya
jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun
etiologinya berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama. Septa
bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah menjadi parut.
Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta yang satu dengan yang lainnya
atau dengan port sentral (bridging necrosis).
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 4Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran
dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan gangguan aliran
darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal demikian dapat juga terjadi pada
sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan
nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikuloendotel, terjadi fibrogenesis dan septa
aktif. Jaringan kolagen berubah dari reversibel menjadi ireversibel bila telah terbentuk
septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa
ini bergantung pada etiologi sirosis.
Dari keterangan di atas dapat dilihat bahwa terjadinya sirosis bisa secara
mekanik, imunologis dan campuran.
Terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut,
timbul peradangan luas, nekrosis luas, dan pembentukan jaringan ikat yang luas
disertai pembentukan nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik. Jadi
fibrosis pasca nekrotik adalah dasar timbulnya sirosis hati.
Pada mekanisme terjadinya sirosis secara imunologis, dimulai dengan kejadian
hepatitis viral akut yang menimbulkan peradangan hati, nekrosis (necrosis bridging)
dengan melalui hepatitis kronis agresif diikuti timbulnya sirosis hati. Perkembangan
sirosis dengan cara ini memerlukan waktu sekitar 4 tahun, sel yang mengandung virus
ini merupakan sumber rangsangan terjadinya proses imunologis yang berlangsung
terus sampai terjadi kerusakan hati.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala Sirosis
Keluhan pasien tergantung pada fase penyakitnya. Stadium awal sirosis sering
tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan
kesehatan rutin atau karena penyakit lain. Gejala awal (sirosis kompensata) meliputi :
o Mudah lemas dan lelah
o Selera makan berkurang
o Perasaan perut kembung
o Mual, kadang mencret atau konstipasi
o Berat badan menurun
o Pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar,
dan hilangnya dorongan seksualitas.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 5Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama
bila timbul kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi :
oHilangnya rambut badan
oGangguan tidur, kelelahan, anoreksia, malaise, otot mengecil
oDemam tidak begitu tinggi
oGangguan pembekuan darah seperti: perdarahan gusi, perdarahan saluran
cerna (muntah darah dengan atau tanpa melena), epistaksis, gangguan siklus
haid
o Ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat
oPerubahan mental
Tanda klinis
oSpider angioma-spider angiomata (spider telangiektasi)
Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Sering
ditemukan di bahu, muka dan lengan atas.
oEritema palmaris
Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan
oPerubahan kuku
Muchrche’s nails
Berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna normal kuku,
diperkirakan akibat hipoalbumin
Terry’s nail
Bagian 2/3 proksimal kuku tampak putih dan bagian 1/3 distal berwana
merah
Clubbing finger
oKontraktur Dupuytren
Kontraktur fleksi jari-jari akibat fibrosis fascia palmaris
oOsteoartropati hipertrofi
Periostitis proliferatif kronik pada tulang panjang yang dapat menimbulkan
nyeri.
oGinekomastia
oAtrofi testis hipogonadisme
Menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada sirosis
alkoholik dan hemokromatosis.Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 6Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
oUkuran hati bisa membesar, normal atau mengecil
oSplenomegali
Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.
Sering ditemukan terutama pada sirosis nonalkoholik.
oAsites
Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta
oCaput medusa
Vena kolateral pada dinding perut
oMurmur Cruveilhier-Baumgarten
Bunyi vena yang terdengar pada daerah epigastrium akibat hubungan
kolateral antara sistem portal dengan vena umbilikus pada hipertensi portal.
oFetor hepatikum
Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi
dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
o Ikterus
Kuning pada kulit, mata, membran mukosa akibat peningkatan kadar
bilirubin (lebih dari 2-3 mg/dl). Urin juga tampak berwarna gelap seperti teh
pekat, mungkin disebabkan proses penyakit yang berkelanjutan atau
transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran
empedu atau terbentuknya thrombus saluran empedu intrahepatik.
oAsterixis
Gerakan mengepak-ngepak dan dorsofleksi tangan yang bilateral asinkron
pada pasien dengan ensefalipati hepatik.
Kadang-kadang pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan
aktivitas sirosis itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis
dan melena saja akibat perdarahan varises esofagus. Perdarahan bisa masif dan
menyebabkan pasien jatuh ke dalam renjatan / syok. Pada kasus lain, pasien SH
datang dengan gangguan kesadaran berupa ensefalopati hepatik sampai koma
hepatikum. Ensefalopati bisa akibat kegagalan hati pada SH fase lanjutan akibat
perdarahan varises esofagus.
Hematologi
Anemia, Trombositopenia, Lekopenia, DIC, Gangguan fungsi koagulan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 7Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
Paru
Sindrom hepato – Pulmoner
Ginjal
Sindrom hepatorenal, Hiperaldosteron sekunder
Jantung
Sirkulasi hiperdinamik
Endokrin
Hipogonadisme, Feminisisasi, Diabetes, Hiperparatiroidisme
Neurologi
Neuropati perifer
Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosis SH dengan
adanya
Splenomegali
Ascites
Edema pretibial
Perdarahan varises (hematemesis)
Laboratorium biokimia khususnya penurunan albumin
Tanda kegagalan hati berupa : eritema palmaris, spider naevi, vena kolateral
DIAGNOSIS
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan
diagnosis sirosis hepatis. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin
bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat,
laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksan penunjang lainnya.
Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hepatis terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan
sirosis hepatis dini.
Pemeriksaan penunjang pada sirosis hepatis meliputi :
Pemeriksaan laboratorium
Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat
transaminase (SGPT) meningkat, tapi tidak begitu tinggi. AST lebih
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 8Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak
mengesampingkan adanya sirosis.
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali harga batas
normal atas.
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) meningkat
Bilirubin bisa normal pada sirosis hepatis kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis lanjut.
Albumin menurun sesuai dengan perburukan sirosis
Globulin meningkat
Protrombin time memanjang, mencerminkan derajat disfungsi sintesis
hati
Natrium serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites
Anemia monokrom normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom
makrositer
Pemeriksaan lainnnya
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi portal. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang.
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati,
ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Selain itu USG juga bisa untuk melihat
asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining
adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
Serologi dengan pemeriksaan HBsAg/Anti-HCV untuk mengetahui
kemungkinan etiologi dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein) untuk mengetahui
ada/tidaknya keganasan. Esofagoskopi untuk melihat varises esofogus, kelebihannya
dapat melihat langsung sumber perdarahan dan tanda-tanda yang mengarah akan
kemungkinan terjadinya perdarahan. Punksi Ascites untuk memeriksa tanda-tanda
infeksi (SBP : Spontan Bacterial Peritonitis), sel tumor, perdarahan dan eksudat,
kultur cairan, pemeriksaan kadar protein, amylase dan lipase. Pemeriksaan lain adalah
dengan CT-Scan.
Diagnosis pasti suatu penyakit hati seperti SH dapat ditegakkan secara
mikroskopis dengan melakukan biopsi hati.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 9Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
Cara biopsi :
Biopsi membuta (biopsi hati perkutaneus) melalui sela iga 8 – 9 – 10 depan linea
aksilaris media kanan dengan menggunakan jarum Menghini. Aspirasi
dilakukan pada posisi pernapasan ekspirasi dalam teknik one second needle
biopsy.
Biopsi terarah dengan jarum Vim Silverman / Trucut sambil melakukan
peritoneoskopi. Biopsi hati / mikroskopis dapat menegakkan diagnosis SH
sekitar 80% sedangkan dengan peritoneoskopi (makro / mikroskopis) mendekati
100%.
Biopsi sulit dikerjakan dalam keadaan ascites yang banyak dan hati mengecil.
Sebelum biopsi dilakukan pemeriksaan koagulasi darah terutama jumlah
trombosit dan waktu protrombin. Bila perlu sebelum dilakukan biopsi diberikan
Vitamin K injeksi berturut-turut selama 3 hari.
Indikasi biopsi hati :
Menentukan keparahan dan kronisitas hepatitis (kofirmasi hepatitis kronik
aktif).
Konfirmasi keberadaan dan etiologi suatu penyakit hati kronik bila timbul
keraguan sebelumnya (hasil biopsi diagnosis spesifik seperti penyakit hati
alkoholik, hemokromatosis).
PUO (Pyrexia of Unknown Origin) dengan kenaikan SAP / fosfatase lindi,
kemungkinan suatu proses infiltrat hati seperti penyakit hodgkin dan
sarkoidosis.
Mendiagnosis penyakit sistemik pada keadaan hepatomegali. Keganasan primer
dan sekunder.
Kontra indikasi biopsi :
Tidak kooperatif
Gangguan kesadaran
Hemangioma
Kista hidatid
Gangguan kesadaran
Sepsis lokal
Obstruksi ekstrahepatik komplit
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 10Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
KOMPLIKASI
Morbiditas dan mortalitas sirosis hepatis tinggi akibat dari komplikasi yang
ditimbulkannya. Oleh karena itu, kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan
pencegahan dan penanganan komplikasinya.
Sirosis hepatis dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, seperti :
Peritonitis bakterial spontan
Infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intraabdominal. Biasanya tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri
abdomen.
Sindrom hepatorenal
Terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum
kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus.
Ensefalopati hepatik
Merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hepar. Mula-mula ada
gangguan tidur berupa insomnia dan hipersomnia, selanjutnya dapat timbul
gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
Sindrom hepatopulmonal
Terdapat hidrotoraks dan hipertensi portopulmonal.
Perdarahan varises
Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20-40% pasien
sirosis dengan varises esofagus yang pecah akan menimbulkan perdarahan.
Karsinoma hepatoselular
PENATALAKSANAAN
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresivitas penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa
menambah perusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak
ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 g/Kg BB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 11Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
Tatalaksana pasien sirosis kompensata ditujukan untuk mengurangi
progresivitas kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,
diantaranya:
Alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati
dihentikan penggunaannnya.
Hepatitis autoimun
Bisa diberikan steroid atau imunosupresif
Penyakit Wilson
Diberikan D Penicilamine 20 mg/kgBB/hari yang akan mengikat kelebihan
cuprum dan menambah ekskresi melalui urin.
Hemokromatis
Flebotomi setiap minggu sampai kadar besi menjadi normal dan diulang
sesuai kebutuhan
Penyakit hati nonalkoholik
Menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Hepatitis virus B
Interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama.
Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap
hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan
menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa
diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh.
Hepatitis virus C kronik
Kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon
diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu
dan dikombinasi ribavirin 800-1000mg/hari selama 6 bulan.
Penatalaksanaan sirosis dekompensata:
Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 g
atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg
sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan
0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 12Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi
dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa
ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya 160 mg/hari.
Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa
hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatik
Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa
digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet protein
dikurangi sampai 0,5 g/kg BB per hari, terutama diberikan yang kaya asam
amino rantai cabang.
Varises esofagus
Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat beta blocker
(propanolol). Waktu pendarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin,
bolus 250 mcg dilanjutkan tetesan infus kontinu 250 mcg/jam atau
oktreotid/sandostatin, Bolus 100 mcg dilanjutkan dengan tetesan infus
kontinu 25 mcg/jam selama 8 - 24 jam atau langsung dalam bentuk tetesan
infus kontinu dalam dosis 25 – 50 mcg/jam selama 8 – 24 jam. Diteruskan
dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Hematemesis melena
- Pemasangan NGT untuk mengetahui apakah perdarahan berasal dari
saluran cerna, disamping untuk melakukan bilas lambung dengan air es
dan mengetahui apakah perdarahan masih berlangsung.
- Jika perdarahan banyak, sistolik < 100 mmHg, nadi 100x/menit atau Hb
< 9 g/dl diberi IVFD dekstrosa / saline / transfusi darah.
Vasopressin 2 Amp 0,1 g dalam 1 kolf D5/saline/4 jam 3x sehari.
Vasopressin menimbulkan efek samping insufisiensi koroner,
sehingga untuk pasien yang mempunyai resiko sebaiknya diberikan
somatostatin
- Pemasangan SB tube
- Vitamin K
- Antasida
- AH2 reseptor
- Neomisisn untuk sterilisasi usus
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 13Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
- Ampisilin / sefalosporin untuk mencegah infeksi sitemik
- Laktulosa
- Clysma
Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau
aminoglikosida.
Sindrom hepatorenal
Mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam
dan air.
Transplantasi hati
Terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan
transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.
PROGNOSIS
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertainya.
Klasifikasi Child-Pugh juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang
akan menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar bilirubin, albumin, ada tidaknya
asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan
C. Klasifikasi Child Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan
hidup selama 1 tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100%,
80%, dan 45%.
Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati
Derajat Kerusakan Minimal Sedang Berat
Bilirubin serum
(mu.mol/dl)
<35 35-50 >50
Albumin serum (g/dl) >35 30-35 <30
Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar
PSE/ensefalopati Nihil Minimal Berat
Nutrisi Sempurna Baik Kurus
Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease
(MELD) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 14Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo,Aru W. Sirosis Hati. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4.
Nurdjanah, Siti. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006; p.445-48
2. Cirrhosis. Cited from: http://en.wikipedia.org/wiki/Cirrhosis on February 2007
3. Cirrhosis.Cited from: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm on
February 2007
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 15Fakultas Kedokteran Universitas TarumanagaraRSPI Sulianti Saroso