REFERAT SIROSIS HEPATIS

38
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN ..................................... KATA PENGANTAR......................................... BAB I. PENDAHULUAN.................................... BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................... a. Anatomi hepar …………………………………………………….. b. Fisiologi hepar……………………………………………………… c. Definisi..................................... d. Epidemiologi................................. e. Etiologi………………………………………………………………. f. Klasifikasi………………………………………………………….. g. Manifestasi klinik…………………………………………………… h. Patofisiologi ............................... i. Diagnosis.................................... j. Tatalaksana.................................. k. Komplikasi................................... l. Prognosis.................................... BAB III. KESIMPULAN.................................... DAFTAR PUSTAKA.........................................

description

Refreat Sirosis

Transcript of REFERAT SIROSIS HEPATIS

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................................

KATA PENGANTAR...............................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN........................................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................

a. Anatomi hepar ……………………………………………………..

b. Fisiologi hepar………………………………………………………

c. Definisi...............................................................................................

d. Epidemiologi......................................................................................

e. Etiologi……………………………………………………………….

f. Klasifikasi…………………………………………………………..

g. Manifestasi klinik……………………………………………………

h. Patofisiologi ......................................................................................

i. Diagnosis............................................................................................

j. Tatalaksana.........................................................................................

k. Komplikasi.........................................................................................

l. Prognosis............................................................................................

BAB III. KESIMPULAN...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

Di Negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga 

pada pasien yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh

dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sirosis hati merupakan penyakit

hati yang paling sering ditemukan dalam ruang perawatan bagian penyakit dalam.

Sirosis merupakan akhir dari perubahan patologis dari berbagai macam penyakit hati.

Istilah sirosis pertama kali dikemukakan oleh Laennec pada tahun 1826. Berasal dari istilah

yunani “scirrhus” dan digunakan untuk menjelaskan tekstur hati yang seperti jeruk yang terlihat

pada saat autopsy. Banyak bentuk cedera hati yang ditandai dengan fibrosis. Fibrosis

didefinisikan sebagai penumpukan komponen  matriks ekstraselular (ex, kolagen, glikoprotein,

proteoglikan) yang berlebihan pada hati. Respons terhadap cedera hati yang seperti ini berpotensi

untuk reversibel. Namun, pada kebanyakan pasien, sirosis merupakan proses yang bersifat

irreversibel.  Progresi cedera hati menjadi sirosis dapat berlangsung dalam minggu sampai

tahun. 

Seringkali terjadi, antara temuan histologis dan gambaran klinis tidak sesuai. 

Beberapa pasien sirosis asimtomatis dengan tingkat harapan hidup yang tinggi, sementara pasien

lain mengalami berbagai macam gejala yang berat dari penyakit hati tahap akhir dan memiliki

tingkat survival yang terbatas. Tanda dan gejala yang didapatkan dapat berasal dari penurunan

fungsi sintetis hepar (ex, koagulopati), penurunan kemampuan detoksifikasi hati (ex, hepatic

encephalopathy), atau hipertensi portal (ex, perdarahan varices).

Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai 

dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di Negara maju, maka kasus

sirosis hati yang dating berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit ini,

dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain,

sisanya ditemukan saat autopsi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

a. Anatomi hepar

Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih  

25% berat badan orang dewasa yang menepati sebagian besar kuadran kanan atas abdomendan

merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Hepar menempati

daerah hipokondrium kanan tetapi lobus kiri dari hepar meluas sampai ke epigastrium. Hepar

berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior hepar mengikuti bentuk

dari batas kosta kanan. Hepar secara anatomis terdiri dari lobus kanan yang berukuran lebih

besar dan lobus kiri yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh

ligamentum falsiforme. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior  dan posterior oleh fisura

segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan

lateral oleh ligamnetum falsiformis yang terlihat dari luar.Pada daerah antara ligamentum

falsiform dengan knadung empedu di lobus kanan dapat ditemukan lobus kuadratus dan lobus

kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan ligamnetum venosum pada permukaan

posterior.

Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada 

permukaan posterior yang melakat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang 

merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan 

ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ : 

bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang  

vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat 

masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatis.

Gambar 1. Anatomi Hepar

Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena  

porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika keluar dari aorta dan 

memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan  

kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatika. Vena 

hepatika mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk 

dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar, 

darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh  

limpa dan usus. Darah yang berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan  

setiap lobulus dilewati oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah  

halus yang berjalan di antara lobulus hepar disebut ena interlobular.

Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran cerna, dan  

arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri. Arteri dan vena hepatika 

ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara sel-

sel hepar yang membentuk lamina hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam  

vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika. 

Pembuluh-pembuluh ini membawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami 

deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah  

dioksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis.  

Anterior ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan septum diantara lobulus yang berdekatan, 

dan banyak arteriol kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga  

jarak ke septum interlobularis.

Gambar 2. Pembuluh darah pada hepar

Hepar terdiri atas bernacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar, sedangkan 

sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel 

nonparenkimal yang termasuk didalamnya endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata 

berbentuk seperti bintang.

Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena hepatika

dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan vena porta menuju

vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap sebagai

konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus.

Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai benyak mikrofili.

Mikrofili juga tempak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan

penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan

penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya.

Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh 

ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid adalah sel

fagositik Kuppfer yang merupakan bagian terpenting dalam sistem retikuloendotelial dan 

sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang

dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam

perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor

kunci pembentukan fibrosis di hepar.

b. Fisiologi hepar

  Hepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu bekerja 

sebagai tempat penampungan darah yang bermakna disaat volume darah berlebihan dan mampu

menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga merupakan suatu

kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan

substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan mensintesis

berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi

metabolisme lain Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh  hepar adalah:

1. Membentuk dan mengekskresi empedu

Hati menyekresi sekitar 500 hingga 1000 ml empedu kuning setiap hari. Unsur utama

empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin), kolesterol,

garam anorganik, dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting

untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus, sebagian besar garam empedu akan 

direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi ke hati, serta kembali  dikonjugasi dan disekresi.

Bilirubin (pigmen empedu) adalah hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit yang sudah tua;

proses konjugasi berlangsung di dalam hati dan diekskresi ke dalam empedu. 

2. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat 

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu

sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari  usus halus menjadi glikogen,

mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu  ditimbun di dalam hati kemudian hati akan

memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut

glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, 

selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah

pentosa.

3. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak 

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam

lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

Senyawa 4 karbon – badan keton

Senyawa 2 karbon – active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol) 

Pembentukan kolesterol 

Pembentukan dan pemecahan fosfolipid 

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi 

dimana serum kolesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.

4. Fungsi hati sebagai metabolisme protein 

Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati

juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati

memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg

membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea

merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga

dibentuk di limpa dan sumsum tulang ß – globulin hanya dibentuk di dalam hati.

5. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah 

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan

koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Untuk

pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi dibutuhkan vitamin K.

6. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin 

Vitamin larut lemak (A,D,E,K) disimpan di dalam hati, Vitamin yang paling banyak

disimpan dalam hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12

juga disimpan.

7. Fungsi hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin

Sel hepar mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat

bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi

banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin membentuk

ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hepar sampai diperlukan. 

8. Fungsi hati sebagai detoksikasi 

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan  dilakukan

oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya

menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif. 

9. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas 

Sel kupffer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan 

melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupffer juga ikut memproduksi globulin sebagai

mekanisme imun hati.

10. Fungsi hemodinamik 

Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±  1500 cc/

menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri  hepatica ± 25% dan di

dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh

faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu latihan,

terik matahari, dan shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah

c. DefinisiSirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir  fibrosis

hepatik yang berlangsung progresif. Sirosis secara histologis didefinisikan sebagai proses hepatik

yang difus yang ditandai dengan fibrosis dan konversi / perubahan arsitektur hati yang normal

menjadi struktur nodul-nodul regeneratif yang abnormal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat

berukuran kecil (mikronoduler) atau besar (makronodular). Gambaran ini terjadi akibat nekrosis

hepatoseluler.Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan

vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati.

 Secara lengkap, sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi

pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak

teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami

regenerasi. 

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum

adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai  gejala-gejala dan

tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis

kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat

dibedakan melalui pemeriksaan biopsy hati.

d. Epidemiologi

Di Amerika Serikat,penyakit hati kronis dan sirosis menyebabkan 35.000 kematian tiap

tahunnya. Sirosis menempati urutan kesembilan sebagai penyebab kematian di AS, sekitar 1,2%

dari kematian. Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan

waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu otopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di

Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit

hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati

akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan

sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.

Menurut PPHI- INA ASL (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) laporan rumah sakit

umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang

dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang

dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis pada pria:wanita adalah 2,1:1 dan usia rata-rata 44

tahun.

e. Etiologi

Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat infeksi virus 

hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari  

sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan penyebab 

yang tidak diketahui (10-20%). Adapun beberapa etiologi dari sirosis hepatis antara lain :

Penyakit infeksi

Hepatitis kronik aktif

Hepatitis virus

Ascending cholangitis 

Sepsis neonatal 

Kelainan bilier

Atresia bilier

Sindrom alagile

Kista koledukus

Fibrosis hepatis kongenital

 

Kelainan metabolik  

Defisiensi α1 antitripsin

Cystic fibrosis

Fruktosemia

Galaktosemia’Hemokromasitosis

Glicogen storage

Hepatic porphyria

Histiosis X

Nieman Pick Disease

Penyakit Wilson

Sindrom Budd-Chiari

Gagal jantung kongestif

Veno occlusive liver disease

 Kelainan Vaskuler

Sindrom Budd-Chiari

Gagal Jantung Kongestif

Veno occlusive liver disease

Bahan toksik

Bahan organic

Obat-obatan

Kelainan nutrisi

Malnutrisi

Total parenteral alimentation

Idiopati

f. Klasifikasi

A. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :

1. Mikronodular

Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati 

mengandung nodul halus dan kecil yang merata.Sirosis mikronodular besarnodulnya sampai 3

mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga

dijumpai campuran mikro dan makronodular

2. Makronodular

Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi,

mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas

dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)

A. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :

1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati.

Pada stadium  kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium

ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.

2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini 

Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.

B. Klasifikasi sirosis hati menurut Child – Pugh

g. Manifestasi klinik

Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis 

Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A, Child B, 

hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami 

penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang 

paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada 

pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk: 

1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah 

2. Asites, edema pada tungkai

3. Hipertensi portal

4. Kelelahan 

5. Kelemahan 

6. Kehilangan nafsu makan 

7. Gatal 

8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang

sakit. 

Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai 

cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber 

energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme.

h. Patofisiologi

Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati 

yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan 

unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan  

darah, dan ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan 

unsur-unsur dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang bersirosis 

menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari  

rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat pada vena portal, dan tekanan 

dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang disebut hipertensi portal. Karena 

rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena portal, darah dalam vena 

portal mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena dengan 

tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu untuk 

menambah atau mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan 

kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak normal antara

darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang membypass hati yang menjurus   pada

banyaknya manifestasi-manifestasi dari sirosis.

Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan

peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem  

vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran, 

terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan 

oleh adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena 

splanikus. Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi 

vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler 

dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi  

presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra 

hepatik).

Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan penyakit 

hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis. Tekanan portal normal  

berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam 

sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga normal. Hipertensi portal dapat terjadi ekstra

hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan

penyebab 50-70% hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik

penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan supra hepatik

lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak mempunyai

riwayat penyakit hati sebelumnya.

Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan 

saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirosis, canaliculi adalah abnormal 

dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara sel-

sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu 

menghilangkan unsur-unsur beracun secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam 

tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.

i. Diagnosis A. Gambaran Klinik

Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu

pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal

sirosis hepatis meliputi : (6)

perasaan mudah lelah dan lemah

selera makan berkurang

perasaaan perut kembung

Mual

berat badan menurun

pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan

hilangnya dorongan seksualitas.

Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul

komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi: (6)

hilangnya rambut badan

gangguan tidur

demam tidak begitu tinggi

adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,

ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena, serta

perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

B. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis antara lain : (5)

a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase) dan SGPT

(serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi

tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat disbanding ALT. Namun, bila enzim ini

normal, tidak mengeyampingkan adanya sirosis

b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi

yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier

primer.

c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP. Namun, pada

penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alcohol dapat

menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada

sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)

e. globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari

sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang selanjutnya menginduksi immunoglobulin.

f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan akibat sirosis

g. Na-serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas.

h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi

porta sehingga terjadi hipersplenisme.

Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :

a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta

b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk melihat adanya

asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning

untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

Dari diagnosis sirosis hepatis, kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan menggunakan

klasifikasi child-pugh.

Klasifikasi Child-Pugh

Scoring Ensefalopati Hepatik

Grade 0 :Ensefalopati hepatic ringan (sebelumnya dikenalisebagai ensefalopati

subklinik).Tidak ada perubahan pada perilaku dan kehidupan harian.  Gangguan minimal

pada fungsi memori, konsentrasi, pola berpikir, dan koordinasi.Asterixis tidak ada.

Grade 1 :Kesadaran menurun mulai kelihatan, konsentrasi terganggu.Hypersomnia,

insomnia, dan gangguan pola tidur. Euphoria, depressi, dan mudah  marah.Tidak dapat

melakukan kalkulasi mudah Asterixis dapat di deteksi.

Grade 2 :Lethargy atau apathy. Disorientasi. Perilaku aneh. Slurred speech.

Asterixis yang jelas. Perubahan perilaku yang jelas, dan tidak terlalu mampu melakukan

perintah sederhana .

Grade 3 :Somnolen, tidak mampu sama sekali melakukan perintah sederhana,

disorientasi waktu dan tempat, amnesia, cepat marah, disorientasi bahasa.

Grade 4 :Comatous dengan atau tanpa rangsang nyeri

j. Tatalaksana

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk mengurangi

progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,

pencegahan, dan penanganan. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan menghindari

obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana tidak ada koma

hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000

kkal/hari.

1) Penatalaksanaan Sirosis Kompensata

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untk mengurangi progresi

kerusakan hati. Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, terapi pasien ditunjukan

untuk menghilangkan eiologinya, diantaranya :

Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik

Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat menghambat

kolagenik

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif

Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi

menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

Pada peytakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya sirosis

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama. Lamivudin

diberikan 100mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Interferon alfa diberikan

secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu selama 4-6 bulan.

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar.

Interferon diberikan secara subkutan dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi

ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan

2) Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata

Asites

- Tirah baring

- Diawali dengan diet rendah garam : untuk asite ringan dicoba dulu dengan istirahat

dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan, bila gagal penderita harus

dirawat. Diet rendah garam yaitu sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari

- Kombinasi dengan obat-obatan diuretic : 100-200 mg/hari. Pemberian diuretic hanya

bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan,

namun respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa edem

kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Mengingat salah satu komplikasi akibat

pemberian diuretic adalah hipokalemi dan hal ini dapat mencetuskan encephalopathy

hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolakton, dimulai dosis rendah serta

dapat dinaikan dosisnya tiap 3-4 hari. Bilamana pemberian spironolakton tidak

adekuat, dapat dikombinasi dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160

mg/hari)

- Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti dengan pemberian

albumin.

Peritonitis Bakterial Spontan

- Diberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti cefotaksim secara

parenteral selama lima hari atau quinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya

tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin (400 mg/hari) selama 2-3

minggu.

Varises Esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering

dinomor duakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prrinsip

penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil,

dalam keadaan ini maka dilakukan :

- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfuse

- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu

: untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi

darah sebelum dan sesudah berdarah diberikan obat penyekat beta (propranolol),

Octriotide dan Somatostatin (saat perdarahan akut)

- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan

perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi/

Ligasi atau Oesophageal Transection

Hepatorenal Sindrome

- Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR

- Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, 

pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan

infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Restriksi

cairan,garam, potassium dan protein.

- Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan

dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga

tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada

Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi.

Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi

ginjal.

Ensefalopati Hepatik

Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :

1. mengenali dan mengobati factor pencetus

2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin

yang berasal dari usus dengan jalan :

- Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam

amino rantai cabang

- Pemberian antibiotik (neomisin) untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia

- Pemberian lactulose/ lactikol untuk mengeluarkan amonia

3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter

- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)

- Tak langsung (Pemberian AARS)

Diet rendah protein Sindrom Hepatorenal

k. Komplikasi

1. Edema dan ascites 

Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk 

menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama 

berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki-

kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut 

edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah 

ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan 

suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari 

tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan 

juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ 

perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut, 

ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.

2.Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) 

Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteri-

bakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang 

sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang 

masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam 

vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul 

didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan, 

lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh 

karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial 

peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang 

mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-

gejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan 

kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.

3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices) 

Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung 

dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika 

tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di 

sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai 

jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah 

vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas 

dari lambung.

Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan 

yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung 

bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices; 

lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang 

pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) 

atau lambung. 

Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja 

didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang.

Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena

perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang

tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis. 

4. Hepatic encephalopathy 

Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan  penyerapan

digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika menggunakan

protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsur-unsur yang mereka

lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian  dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari

unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak. Biasanya,

unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal ke hati dimana mereka

dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya). 

Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari 

otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang 

hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara 

gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat 

lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan perhitungan-

perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang 

tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan 

kematian. 

5. Hepatorenal syndrome 

Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal 

syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjal-

ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada 

kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan 

oleh perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya. 

Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal 

untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin 

yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti 

penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.

l. Prognosis

Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai sirosis.

Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani

operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati,

dan status nutrisi. Klasifikasi Child-Turcotte berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka

kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan C berturut-turut

100%,80%, dan 45%. Sirosis hepatis menjadi buruk apabila: Ikterus yang menetap atau bilirubin

darah > 1,5 mg%, Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar, Kadar albumin rendah

(< 2,5 gr%), Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus, Hati mengecil, Perdarahan akibat varises

esophagus, Komplikasi neurologis, Kadar protrombin rendah,Kadar natriumn darah rendah (<

120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg.(5)

BAB III

KESIMPULAN

Untuk penanganan pada sirosis hepatis prinsipnya adalah mengurangi progesifitas

penyakit, menghindarkan dari bahan-bahan yang dapat merusak hati, pencegahan, serta

penanganan komplikasi. Mengingat pengobatan sirosis hati hanya merupakan simptomatik dan

mengobati penyulit, maka prognosa Sirosis Hepatis bisa buruk. Namun penemuan sirosis hati

yang masih terkompensasi mempunyai prognosa yang baik. Oleh karena itu ketepatan diagnosa

dan penanganan yang tepat sangat dibutuhkan dalam penatalaksanaan sirosis hati.

Pengobatan pada sirosis hati dekompensata diberikan sesuai dengan komplikasi yang

terjadi. Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang menyertai. Beberapa tahun

terakhir, metode prognostik yang paling umum dipakai pada pasien dengan sirosis adalah sistem

klasifikasi Child-Turcotte-Pugh, yang dapat dipakai memprediksi angka kelangsungan hidup

pasien dengan sirosis tahap lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jameson, Cirrhosis Hepatitis and 

Treatment, Harrison;s Principles of Internal Medicine, 16th edition,2005

2. Finlayson, Sanders, Crash course Internal Medicine, Primary Biliary 

Cirrhosis 3rd edition, 2007

3. Elaine N. Marieb, Katja hoehn ,Human Anatomy and Physiology, 7th edition, 2007,page

914

4. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael, Ascites, The Merck Manual, 18th edition,

Volume 1,2006 page 188

5. Stephen J. Mcphee, Maxine A. Papadakis,Hepatology, Current Medical 

Diagnosis and Treatment,2008

6. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael, Fibrosis and Cirrhosis, The 

Merck Manual, 18th edition, Volume 1, 2006 page 214

7. Mark, Robert, Thomas, Justin, Michael, Portal systemic Encephalopathy, 

The Merck Manual, 18th edition, Volume 1, 2006 page 197

8. Mansjoer, A., dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Media 

Aesculapius Fakultas Kedokteran UI: Jakarta. 

9. Fauci, A.S. et all. 2008. Cirrhosis and its complications in Harrison’s Principlesof

Internal Medicine 17th Edition. Mc-Graw Hill: USA

10. Putz, R. & Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Batang Badan, 

Panggul, Ekstremitas Bawah Edisi 22 Jilid 2. EGC: Jakarta

11. Junqueira, L.C.,et all. 1997. Histologi Dasar. EGC: Jakarta

12. Ganong, W.F. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta"