LAPORAN KASUS

77
LAPORAN KASUS VESIKOLITHIASIS DAN HIPERTROFI PROSTAT GRADE II I. IDENTITAS Nama : Ny. R Umur : 40 thn JK : Perempuan Tgl MRS : 17/06/2013 No. RM : 275075 Alamat : Dusun 2 Lumpue Tellu Kab. Bone Jaminan : JKM II. ANAMNESIS KU : Nyeri pinggang kanan AT : dialami kira-kira sejak 8 bulan yang lalu, memberat dalam 1 bulan terakhir. Nyeri hilang timbul. Nyeri menjalar hingga ke pusar serta perut bagian bawah dan sisi dalam paha kanan. Riwayat 1

Transcript of LAPORAN KASUS

Page 1: LAPORAN KASUS

LAPORAN KASUS

VESIKOLITHIASIS DAN HIPERTROFI PROSTAT GRADE II

I. IDENTITAS

• Nama : Ny. R

• Umur : 40 thn

• JK : Perempuan

• Tgl MRS : 17/06/2013

• No. RM : 275075

• Alamat : Dusun 2 Lumpue Tellu

Kab. Bone

• Jaminan : JKM

II. ANAMNESIS

• KU : Nyeri pinggang kanan

• AT : dialami kira-kira sejak 8 bulan yang lalu, memberat dalam 1 bulan

terakhir. Nyeri hilang timbul. Nyeri menjalar hingga ke pusar serta perut

bagian bawah dan sisi dalam paha kanan. Riwayat kencing berwarna merah

(+), riwayat kencing bercampur pasir (+), riwayat kencing bernanah (-),

riwayat demam (-).

1

Page 2: LAPORAN KASUS

III. PEMERIKSAAN FISIS

• STATUS GENERALIS :

KU : sakit sedang / gizi cukup

GCS : E4M6V5 = 15

Kesadaran : Composmentis

Tanda vital :

TD : 110/70mmHg

Nadi : 90x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : afebris

• STATUS UROLOGIS

Regio Costovertebra Dextra

• I : Tampak alignment tulang vertebra baik, gibbus tidak ada, warna kulit

sama dengan sekitar, massa tumor tidak tampak

• P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba.

• P : nyeri ketuk tidak ada.

Regio Costovertebra Sinistra

• I : Tampak alignment tulang vertebra baik, gibbus tidak ada, warna kulit

sama dengan sekitar, massa tumor tidak tampak

• P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba.

• P : nyeri ketuk tidak ada.

2

Page 3: LAPORAN KASUS

Regio Suprapubik

• I : Bulging tidak tampak,warna kulit sama dengan sekitar, massa tumor

tidak tampak.

• P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba.

Regio Genetalia Eksterna

Penis

• I : Tampak penis telah tersimkumsisi, OUE pada ujung gland penis, massa

tumor tidak tampak, tidak terpasang kateter.

• P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba

Scrotum

• I :Tampak warna lebih gelap dari sekitar, massa tumor tidak tampak, oedem

tidak tmpak, hematom tidak tampak

• P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba, teraba dua buah testis

dalam cavum scrotum kiri dan kanan sama besar.

Perineum

• I : Tampak warna lebih gelap dari sekitar, massa tumor tidak tampak.

• P : Nyeri tekan tidak ada, massa tumor tidak teraba.

Rectal Touche

• Sphincter ani mencekik.

• Mukosa ani licin.

• Ampula berisi feses.

• Teraba penonjolan prostat ke arah rektum 2 cm, konsistensi padat kenyal,

permukaan rata, pole atas dapat dicapai dengan palpasi bimanual, nyeri tidak

3

Page 4: LAPORAN KASUS

ada. Teraba juga massa padat keras, mobil pada buli-buli dengan palpasi

bimanual.

• Handscoon : lendir tidak ada, Feces ada, darah tidak ada.

IV. RESUME

Seorang laki-laki, 62 tahun, MRS RS wahidin rujukan dari RS Takalar dengan

keluhan sulit buang air kecil. dialami sejak kira-kira 2 tahun yang lalu SMRS. Awalnya

pasien mengeluhkan adanya hesitansi dan pasien juga mengeluh pancaran kencingnya

melemah bahkan pernah hanya menetes, pasien mengeluhkan tidak lampias setelah

kencing dan pasien juga ada riwayat nokturi dan frekuensinya 3-4 kali tiap malam.

Semakin lama keluhan ini dirasakan semakin memberat. Riwayat 1 tahun yang lalu

pasien mengeluh buang air kecil bercampur butiran seperti pasir beberapa kali, riwayat

hematuri tidak ada. Dua bulan yang lalu pasien juga kadang-kadang mengeluhkan retensi

urine dengan posisi berdiri tetapi dapat keluar jika posisi miring kiri atau miring kanan

dan terkadang adanya intermitensi. Satu bulan yang lalu pasien dibawa ke RS Takalar

karena mengeluh nyeri pada perut bawah dan sulit serta nyeri saat kencing dan dirujuk ke

RS Wahidin untuk pengobatan lebih lanjut. Skor IPSS yaitu 28. Pada pemriksaan fisis,

status generalis dan tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan rectal touche,

teraba penonjolan prostat ke arah rektum 2 cm, konsistensi padat kenyal, permukaan rata,

pole atas dapat dicapai dengan palpasi bimanual, nyeri tidak ada. Teraba juga massa

padat keras, mobil pada buli-buli dengan palpasi bimanual. Pada pemeriksaan radiologi,

pada foto thorax PA kesan KP dextra lama dan dilatio aortae. Pada foto polos abdomen

AP ditemukan tampak bayangan massa radioopak berbatas tegas tepi reguler berukuran

58x 38 mm pada rongga pelvis.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium (23/5/2013)

Pemeriksaan Hasil

4

Page 5: LAPORAN KASUS

WBC 6,82 x 10^3/uL

RBC 4,7 x 10^6/uL

HB 13,3 g/dL

HCT 37,3%

PLT 209 x 10^3/uL

GDS 87

Na/K/Cl 141/3,7/107

Ur/Cr 43/1,7

Asam Urat 6,1

Albumin 4,8

CT/BT 7’00’/3’00’

PT/APTT 11,6/25,6

PSA 2,04

HBsAg Non Reactive

2. Radiologi

Foto Thorax PA 11/4/2013)

5

Page 6: LAPORAN KASUS

• Tampak bercak berawan pada lapangan atau paru kanan dan garis-garis fibrosis

yang meretraksi hilus kanan.

• Cor CTI dalam batas normal, aorta

dilatasi

• Kedua sinus dan diafragma baik.

• Tulang-tulang intak.

Kesan : - KP dextra lama aktif

- Dilatatio aortae

USG Abdomen (10/5/2013)

• VU : Dinding dan mukosa tampak

dalam batas normal. Tampak echo

batu dengan berbagai ukuran

dengan ukuran terbesar ± 8 mm.

Kesan : Vesikolithiasis.

TRUS dan TAUS (10/5/2013)

TRUS Volume : 25,6 cc

TAUS Volume : 24,1 cc

Foto Polos Abdomen AP (20/5/2013)

6

Page 7: LAPORAN KASUS

• Tampak foto sesuai dengan identitas

pasien, tampak simetris kiri dan kanan,

psoas line intak, preperitonial fat line

tampak.

• Alignment tulang tampak baik.

• Tampak bayangan radioopak berbentuk

bulat dengan ukuran 58 mm x 38 mm

dalam cavum pelvic.

Kesan : Vesikolithiasis

Foto IVP (20/5/2013)

• 5 menit pertama, tampak kontras pada

kedua PCS ginjal dan kedua ureter.

• 15 menit, tampak sebagian kontras

sudah memasuki ke buli-buli dan

masih terdapat disepanjang ureter.

• 30 menit, tampak kontras seluruhnya

masuk ke buli-buli dan tampak

bayangan filling defect pada buli-buli

sesuai dengan gambaran pada foto

BNO.

Kesan : - Vesikolithiasis.

- Delay function kedua ginjal.

VI. DIAGNOSIS

7

Page 8: LAPORAN KASUS

Hipertrofi Prostat Grade II + Vesikolithiasis

VII. TINDAKAN

1. Vesikolitothomi

Tanggal operasi 03/06/2013

2. TUR-P

Tanggal operasi 03/06/2013

VIII. DIAGNOSIS POST OPERASI

Hipertrofi Prostat Grade II +Vesikolithiasis

IX. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

X. DISKUSI

Anamnesis yang diperoleh dari pasien ini, keluhan utamanya susah buang air

kecil, pasien juga mengeluhkan adanya hesitansi, pancaran kencingnya melemah bahkan

pernah menetes (trminal dribbling) dan juga adanya keluhan tidak lampias setelah

kencing. Riwayat nokturi dialami juga oleh pasien. Dari anamnesis diatas, hal-hal

tersebut mengacu pada gejala LUTS ( lower urinary tract symptoms) sehingga

didiagnosis dengan suspek hipertrofi prostat. Hal ini diperkuat pada pemeriksaan fisik

yang didapatkan, pemeriksaan rectal touche, teraba penonjolan prostat ke arah rektum 2

cm, konsistensi padat kenyal, permukaan rata, pole atas dapat dicapai dengan palpasi

bimanual, nyeri tidak ada.

Dari anamnesis, didapatkan juga adanya riwayat buang air kecil bercampur

butiran seperti pasir beberapa kali. Pasien juga mengeluhkan adanya retensi urin dengan

posisi berdiri tetapi dapat keluar jika posisi miring kiri atau miring kanan dan terkadang

adanya intermitensi. Hal-hal diatas mendukung diagnosis suspek batu pada buli-buli. Hal

ini didukung pada pemeriksaan rectal touche yaitu teraba massa padat keras, mobil pada

buli-buli dengan palpasi bimanual.

8

Page 9: LAPORAN KASUS

Untuk memastikan diagnosis, dianjurkan pemeriksaan laboratorium termasuk

darah rutin yang mungkin didapatkan leukositosis jika ada infeksi dan anemia jika fungsi

ginjal terganggu. Kimia darah didapatkan peningkatan kadar ureum / kreatinin jika fungsi

dari ginjal terganggu. Pemeriksaan urinalisis dan kultur urin yang didapatkan banyak

leukosit dan mungkin menandakan adanya bakteri. Dilakukan pemeriksaan PSA pada

pasien ini untuk menyingkirkan adanya keganasan pada prostat.

Pemeriksaan radiologik yang dianjurkan termasuk USG abdomen dan foto BNO-IVP.

Pada pemeriksaan USG, kemungkinan didapatkan batu pada buli-buli dan hipertrofi

prostat. Dan pada pemeriksaan TRUS and TAUS didapatkan volume prostas sebesar 25,6

cc. Pada pemeriksaan BNO-IVP, didapatkan tampak bayangan radioopak berbentuk bulat

dengan ukuran 58 mm x 38 mm dalam cavum pelvic. Sehinggal dari pemeriksaan

radiologik mendukung diagnosis pasien ini dengan vesikolithiasis dan hipertrofi prostat.

Pada penalaksanaan pada pasien ini, dilakukan vesikolitothomi, yaitu suatu

tindakan pembedahan untuk mengeluarkan batu dari buli-buli dengan membuka buli-buli

dari arterior. Pada saat pengangkatan batu didapatkan batu berwarna kekuningan dengan

ukuran 70 mm x 40 mm.

Pada pasien ini, dilakukan juga TUR-P. Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian

adenomatosa dari prostat yang menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop

dan elektrokauter. Sampai saat ini, TUR-P masih merupakan baku emas dalam terapi

BPH. Sembilan puluh lima persen prostatektomi dapat dilakukan dengan endoskopi.

Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia (sindrom TUR), dan

retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang adalah struktur uretra, ejakulasi

retrograd (75%), inkontinensia (<1%),>3.

TINJAUAN PUSTAKA

BATU SALURAN KEMIH

A. Definisi

9

Page 10: LAPORAN KASUS

Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti

batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri,

perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi.

Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam

kandung kemih (vesicolith). Proses pembentukan batu ini disebut urolithiasis

Vesikolithiasis adalah batu dalam kandung kemih dapat terbentuk ditempat

atau berasal dari ginjal masuk ke dalam kandung kemih. Karena kandung kemih

berkontraksi untuk mengeluarkan air kencing maka batu tertekan pada trigonum

yang peka itu, maka menyebabkan sangat sakit. Bisanya terdapat sedikit hematuri

dan infeksi sering menyertai keadaan ini

B. Anatomi dan Fisiologi

Vesika urinaria merupakan kantong muscular yang berfungsi untuk

menampung sementara urine, terletak didalam cavum pelvis, tepat dorsal os

pubis. Vesika urinaria dengan os pubis dipisahkan adanya spatium rotropubic

cavum retzii. Di dorsal vesika urinaria, pada laki-laki terdapat rectum dan pada

wanita ada uterus, portio supravaginalis dan vagina. Bentuk dan ukuran

vesika urinaria dipengaruhi oleh derajat pengisian dan organ di sekitarnya.

10

Page 11: LAPORAN KASUS

Vesika urianaria inferior pad wanita berhadapan dengan diafragma pelvis dan

pada laki-laki berhadapan dengan prostate.

Pada permukaan dalam vesika urinaria terdapat dua osteum uorteris dan

satu ostium urethrae. Di antara ke tiga trigonum visicae licin, rata dan melekat

erat dengan banguan yang ada di superficialnya. Di lantai trigonum visicae

terdapat musculus trigonalis, muculus ini merupakan lanjutan tunika

muscularis ureter. Musculus trigonalis ke anterior, mengadakan kondensasi

membentuk uvula visicae pada tepi otium medius prostate, atau oleh kedua

bangunan tersebut secara bersamaan. Di antara kedua ostium ureteris terdapat

plica interuretica yang ditimbulkan oleh lanjutan stratum longitudinale tunika

muscularis ureter.

Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang dikelilingi oleh otot

yang kuat, berhubungan dengan ligamentum vesika umbilikalis medius :

Bagian vesika urinaria terdiri dari :a. Fundus yaitu bagian yang menghadap ke belakang dan bawah. Bagian ini

terpisah dari rectum oleh spatium rectovesikale yang terisi oleh

jaringan ikat duktus deferent, vesika seminalis dan prostate.

b. Korpus yaitu bagian antara verteks dan fundus.

c. Verteks, bagian yang ke arah muka dan berhubungan dengan

ligamentum vesika umbilikalis.

Mukosa kandung kemih terdiri atas lapisan epitel transitional yang tebal

(5-8 lapis sel) dengan sel-sel basal yang berbentuk torak. Permukaan mukosa

lumen kandung kemih ini mensekresi suatu lapisan clicosaminoglycans,

yang merupakan suatu protein yang melindungi kandung kemih dari infiltrasi

bakteri atau zat-zat yang bersifat karsinogenik.

11

Page 12: LAPORAN KASUS

Di bawah lapisan mukosa terdapat lapisan tunika propia yang longgar, di

sini sering dijumpai serbukan tunika muskularis yang terdiri atas otot-otot polos

yang tersebar merata dimana pada muara ureter dan uretra otot ini lebih padat

dan membentuk spingter. Lapisan paling luar adalah lapisan sorosa, yang berupa

selaput tipis dan hanya terdapat pada bagian kandung kemih yang berhubungan

dengan peritoneum. Peritoneum dapat digerakan membentuk lapisan dan

menjadi lurus apabila kandung kemih berisi penuh.

Kandung

kemih dapat

mengembang dan mengempis sepertti balon karet, terletak di belakang simpisis

pubis di dalam rongga pangul. Memiliki 2 fungsi yaitu sebagai tempat

penyimpanan kemih sebelum meninggalkan tubuh dan dibantu oleh urethra

kandung kemih berfungsi mendorong kemih keluar tubuh.

Proses miksi (rangsangan berkemih) yaitu distensi kandung kemih, oleh

air kemih akan merangsang stress dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk

merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi refleks kontraksi

dinding kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinter

internus, segera diikuti oleh relaksasi spinter eksterus, akhirnya terjadi

pengosongan kandung kemih.

12

Page 13: LAPORAN KASUS

Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi

spinter internus. Dihantarkan melalui serabut-serabut saraf para simpatis.

Kontraksi spinter eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau

menghentikan miksi, control volunter ini hanya mungkin bila saraf-sarat yang

menangani kandung kemih urethra, medulla spinalis dan otak masih utuh. Bila ada

kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi inkontensia urine (urine

keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).

C. Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan

keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara

epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran

kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang

berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari

lingkungan sekitarnya

Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

1. Herediter (keturunan)

Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2. Umur

Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3. Jenis kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien

perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:

1. Geografi

13

Page 14: LAPORAN KASUS

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang

lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt

(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai

penyakit batu saluran kemih.

2. Iklim dan temperatur

3. Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang

dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet

Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu

saluran kemih.

5. Pekerjaan

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk

atau kurang aktivitas atau sedentary life.

Faktor- faktor yang mempengaruhi batu kandung kemih (Vesikolitiasis)

adalah

1. Hiperkalsiuria

Suatu keadaan dimana kadar kalsium di dalam urin lebih besar dari 250-

300 mg/24 jam, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi

hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein),

hiperparatiroidisme primer, sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan

kalsium.

2. Hipositraturia

14

Page 15: LAPORAN KASUS

Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih,

khususnya sitrat, disebabkan idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau

tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan masukan protein tinggi.

3. Hiperurikosuria

Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu

pembentukan batu kalsium karena masukan diet purin yang berlebih.

4. Penurunan jumlah air kemih

Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.

5. Jenis cairan yang diminum

Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan

jus anggur.

6. Hiperoksalouria

Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini

disebabkan oleh diet rendah kalsium, peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan

penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang mengganggu absorbsi

garam empedu.

7. Ginjal Spongiosa Medula

Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak

dijumpai predisposisi metabolik).

8. Batu Asam Urat

Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan

hiperurikosuria (primer dan sekunder).

9. Batu Struvit

15

Page 16: LAPORAN KASUS

Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan

organisme yang memproduksi urease. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar

membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman

penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau urea splitter yang

dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa

melalui hidrolisis urea menjadi amoniak, seperti pada reaksi:

CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.

Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi batunya adalah

matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple

phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease, walaupun dapat pula

terbentuk dari campuran antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.

Suasana basa ini yang memudahkan garam-garam magnesium,

ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amoniun fosfat

(MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri

atas 3 kation Ca++ Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-

16

Page 17: LAPORAN KASUS

phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea diantaranya adalah Proteus

spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun

E.coli banyak menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan

termasuk bakteri pemecah urea.

D. Epidemiologi

Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu

mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah sesuai

dengan perkembangan kehidupan suatu bangsa. Berdasarkan pembandingan data

penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara

yang mulai berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah,

terutama terdapat di kalangan anak.

Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif

rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih

bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran kemih

bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu,

penyakit batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika

Selatan.

Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak

kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12%

untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita

daripada pria.

E. Patogenesis

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama

pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine),

yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada

pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti

pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan

keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.

17

Page 18: LAPORAN KASUS

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik

maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada

dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-

keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal

yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian

akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal

yang lebih besar.

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum

cukup mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada

epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain

diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk

menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,

adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya

korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :

1. 75 % kalsium.

2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).

3. 6 % batu asam urat.

4. 1-2 % sistin (cystine).

F. Manifestasi Klinis

18

Page 19: LAPORAN KASUS

Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena

distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat

bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu

saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang

disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan

penyulit yang telah terjadi.

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang.

Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik

terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter

meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan

peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi

peregangan dari terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri.

Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran

kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction),

dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering

menjalar ke perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke

kemaluan. Mual dan muntah sering menyertai keadaan ini.

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi

hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan

nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat

hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai

infeksi didapatkan demam-menggigil.

Tanda dan gejala vesikolithiasis adalah

1. Kencing kurang lancar tiba-tiba terhenti sakit yang menjalar ke penis bila

pasien merubah posisi kencing lama, pada anak-anak mereka akan

berguling-guling dan menarik penis.

2. Kalau terjadi infeksi ditemukan tanda : sistitis, kadang-kadang terjadi

hematuria.

19

Page 20: LAPORAN KASUS

3. Adanya nyeri tekan suprasimpisis karena infeksi/ teraba adanya urine yang

banyak (retensi).

4. Hanya pada batu besar yang dapat dirasa secara bimanual.

5. Pada pria diatas 50 tahun biasanya ditemukan pembesaran prostat.

6. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan dekompensasi segera.

7. Kolik.

8. Rasa terbakar pada saat ingin kencing dan setelah kencing.

G. Diagnosis

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan

diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,

laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi

saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat

radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu

sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi.

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang

dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan

menentukan sebab terjadinya batu.

Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara

terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini

dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup

sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan

ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen

saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama

tindakan pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.

20

Page 21: LAPORAN KASUS

H. Diagnosis Banding

Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut,

misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika

dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu

dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau

apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.

Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan

apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu

saluran kemih yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang

umumnya karsinoma epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal

dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari

jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.

I. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis

dan rencana terapi antara lain:

1. Foto Polos Abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya

batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium

fosfat bersifat radio opak dan paling sering dijumpai diantara batu lain,

sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen). Urutan

radioopasitas beberapa batu saluran kemih seperti pada tabel 1.

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih

21

Page 22: LAPORAN KASUS

2. Pielografi Intra Vena (PIV)

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain

itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak yang

tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum dapat

menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi

ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

3. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV, yaitu

pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang

menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat

menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan sebagai

echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.

5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi

ginjal.

6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.

7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.

8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase alkali

serum.

J. Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya

harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi untuk

melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu telah

menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi sosial.

Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau

hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus

segera dikeluarkan.

22

Page 23: LAPORAN KASUS

Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti

diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu yang

diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat

menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang

menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.

Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Konservatif

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti disebutkan

sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi bertujuan untuk

mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum,

berupa :

b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

c. α - blocker

d. NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat

lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya

infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan

observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi,

apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan

dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien

seperti ini harus segera dilakukan intervensi.

23

Page 24: LAPORAN KASUS

24

Page 25: LAPORAN KASUS

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi

obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan

gelombang kejut untuk memecahkan batunya  Bahkan pada ESWL generasi

terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal

sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi

akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai

posisi batu ginjal.  Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.

Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.

Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis

yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing

generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan

air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan

gelatin mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga

tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.

ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan

gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk

menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di

ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang

terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat

monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL tidak boleh

digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis, gangguan pembekuan

25

Page 26: LAPORAN KASUS

darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-anak, serta berat badan

berlebih (obesitas).

Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan

anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada

kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang

valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-

jelasnya

3. Endourologi

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan

kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan

langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau

melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat

dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi

gelombang suara, atau dengan energi laser.

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu

yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat

endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian

dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen

kecil.

26

Page 27: LAPORAN KASUS

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat

diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter

bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan

segera dapat diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL

perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi.

b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan

memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),

c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi.

Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu

ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang

disebutkan di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu

tertentu, tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan

ketersediaan alat tersebut.

d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya

melalui alat keranjang Dormia).

4. Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai

untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,

pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan

terbuka itu antara lain adalah: vesikolitotomi untuk mengambil pada pada

27

Page 28: LAPORAN KASUS

vesika urinaria, pielolitotomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada

saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien

harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya

sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat

tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran kemih yang

menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.

Vesikolitotomi perkutan :

Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau

pada penderita dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu

múltipel. Tindakan ini indikasi kontra pada adanya riwayat keganasan kandung

kemih, riwayat operasi daerah pelvis, radioterapi, infeksi aktif pada saluran

kemih atau dinding abdomen.

Angka bebas batu : 85-100%.

Penyulit : tidak ada.

Waktu yang dibutuhkan : 40-100 menit.

Vesikolitotomi terbuka :

Diindikasikan pada batu dengan stone burden besar, batu keras,

kesulitan akses melalui uretra, tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau

divertikelektomi.

Angka bebas batu : 100%.

5. Pemasangan Stent

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter

terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam

penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-

tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang

melekat (impacted).

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang

tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka

28

Page 29: LAPORAN KASUS

kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih 50%

dalam 10 tahun.

K. Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur

yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada

umumnya pencegahan itu berupa :

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin 2-

3 liter per hari.

2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.

3. Aktivitas harian yang cukup.

4. Pemberian medikamentosa.

Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan

menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.

2. Rendah oksalat.

3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.

4. Rendah purin.

Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita

hiperkalsiuri tipe II.

L. Komplikasi

Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi

akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan ginjal,

kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan.

Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter

memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang

signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah

avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau

pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan

29

Page 30: LAPORAN KASUS

perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK

dan migrasi stent.

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya

disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,

terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih besar dari yang

ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian besar penderita tidak

dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.

Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat menyebabkan

terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang

berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi lainnya dapat

terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah

pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun

noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL,

atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan

obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan

paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi

yang adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat

menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.

Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,

demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit

dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian

pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat

dibandingkan PNL.

Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi

keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi

terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali pada

hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka mencapai

25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada

pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya.

30

Page 31: LAPORAN KASUS

Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi

terbuka kurang dari 1%.

Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),

urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat trauma

parietal dan viseral. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca ESWL,

dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali

normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL

pada anak.

Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria yang

memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8% kasus akibat

perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin. Pada satu kasus

dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi

leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan

pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah

dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi terbuka.

M. Prognosis

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu,

dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk

prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah

terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor

obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan

bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa

fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL,

80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh

pengalaman operator.

31

Page 32: LAPORAN KASUS

HIPERTROFI PROSTAT

A. Definisi

Hipertrofi prostat adalah pertumbuhan berlebihan dari sel-sel (hiperplasia)

kelanjar periuretral prostat yang akan mendesak jaringan prostat.

B. Anatomi dan Histologi Kelenjar Prostat.

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus (kerucut) terbalik yang dilapisi

oleh kapsul fibromuskuler,yang terletak disebelah inferior vesika urinaria,

mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah

anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang

dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar

yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.

Pada bagian anterior digantung oleh ligamentum pubo-prostatika yang

melekatkan prostat pada simpisis pubis. Pada bagian posterior prostat terdapat

vesikula seminalis, vas deferen, fasia denonvilliers dan rectum. Fasia denonvilliers

berasal dari fusi tonjolan dua lapisan peritoneum, fasia ini cukup keras dan

biasanya dapat menahan invasi karsinoma prostat ke rectum sampai suatu stadium

lanjut. Pada bagian posterior ini, prostat dimasuki oleh ductus ejakulatorius yang

berjalan secara oblique dan bermuara pada veromentanum didasar uretra prostatika

persis dibagian proksimal spingter eksterna. Pada permukaan superior, prostat

melekat pada bladder outlet dan spingter interna sedangkan dibagian inferiornya

terdapat diafragama urogenitalis yang dibentuk oleh lapisan kuat fasia pelvis, dan

perineal membungkus otot levator ani yang tebal. Diafragma urogenital ini pada

wanita lebih lemah oleh karena ototnya lebih sedikit dan fasia lebih tipis.

32

Page 33: LAPORAN KASUS

Gambar 1. kelenjar prostat dan uretra

Menurut klasifikasi Lowsley; prostat terdiri dari lima lobus: anterior,

posterior, medial, lateral kanan dan lateral kiri. Sedangkan menurut Mc Neal,

prostat dibagi atas 4 bagian utama:

1. Bagian anterior atau ventral yang fibromuskular dan nonglandular. Ini

merupakan sepertiga dari keseluruhan prostat. Bagian prostat yang

glandular dapat dibagi menjadi 3 zona (bagian 2,3 dan 4).

2. Zona perifer, yang merupakan 70 % dari bagian prostat yang glandular,

membentuk bagian lateral dan posterior atau dorsal organ ini. Secara

skematik zona ini dapat digambarkan seperti suatu corong yang bagian

distalnya terdiri dari apex prostat dan bagian atasnya terbuka untuk

menerima bagian distal zona sentral yang berbentuk baji. Saluran-

saluran dari zona perifer ini bermuara pada uretra pars prostatika bagian

distal.

3. Zona sentral, yang merupakan 25 % dari bagian prostat yang glandular,

dikenal sebagai jaringan kelenjar yang berbentuk baji sekeliling duktus

ejakulatorius dengan apexnya pada verumontanum dan basisnya pada

33

Page 34: LAPORAN KASUS

leher buli-buli. Saluran-salurannya juga bermuara pada uretra prostatika

bagian distal. Zona central dan perifer ini membentuk suatu corong

yang berisikan segmen uretra proximal dan bagianventralnya tidak

lengkap tertutup melainkan dihubungkan oieh stroma fibromuskular.

4. Zona transisional, yang merupakan bagian prostat glandular yang

terkecil (5 %), terletak tepat pada batas distal sfinkter preprostatik yang

berbentuk silinder dan dibentuk oleh bagian proximal uretra. Zona

transisional dan kelenjar periuretral bersama-sama kadang-kadang

disebut sebagai kelenjar preprostatik.

Prostat diperdarahi oleh arteri vesika inferior, arteri pudendalis interna arteri

hemoroidalis medialis. Arteri utama memasuki prostat pada bagian infero-lateral

persis dibawah bladder neck, ini harus diligasi atau didiatermi pada waktu operasi

prostatektomi. Darah vena prostat dialirkan kedalam fleksus vena periprostatika

yang berhubungan dengan vena dorsalis penis, kemudian dialirkan ke vena iliaka

interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena presakral. Oleh karena struktur

inilah sering dijumpai metastase karsinoma prostat secara hematogen ke tulang

pelvis dan vertebra lumbalis.

Persarafan kelenjar prostat sama dengan persarafan kandung kemih bagian

inferior yaitu fleksus saraf simpatis dan parasimpatis. Aliran lymph dari prostat

dialirkan kedalam lymph node iliaka interna (hipogastrika), sacral, vesikal dan

iliaka aksterna

Kelenjar prostat dikelilingi oleh otot polos yang berkontraksi selama

ejakulasi, mengeluarkan lebih kurang 0,5 ml cairan prostat tetapi fungsi pasti cairan

ini belum diketahui, paling tidak sebagai medium pembawa sperma.

Prostat adalah organ yang bergantung kepada pengaruh endokrin, dapat

dianggap imbangannya (counterpart) dengan payudara pada wanita. Pengetahuan

mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti, tetapi pada pengebirian kelenjar

prostat jelas akan mengecil. Jadi prostat dipengaruhi oleh hormon androgen,

ternyata bagian yang sensitive terhadap androgen adalah bagian perifer, sedangkan

yang sensitive terhadap estrogen adalah bagian tengah. Karena itu pada orang tua

34

Page 35: LAPORAN KASUS

bagian tengahlah yang mengalami hiperplasia, oleh karena sekresi androgen yang

berkurang sedangkan estrogen bertambah secara relatif ataupun absolut.

C. Etiologi

Belum diketahui secara pasti, saat ini terdapat beberapa hipotesis yang

diduga sebagai penyebab timbulnya hipertrofi prostat antara lain :

1. Teori DHT (dihidrotestosteron). Testosteron dengan bantuan enzim 5-a

reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar

prostat.

2. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk

merangsang pertumbuhan epitel.

3. Teori stem cell hypotesis. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying.

Sel aplifying akan berkembang menjadi sel transit yang tergantung secara

mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya androgen sel ini akan

berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat yang normal.

4. Teori growth factors. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di

bawah pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth

factor (EGF) dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya

penurunan ekspresi transforming growth factor-b (TGF-b), akan

menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan

menghasilkan pembesaran prostat.

5. Teori Hormonal. Teori ini dibuktikan bahwa sebelum pubertas dilakukan

kastrasi maka tidak terjadi BPH, juga terjadinya regresi BPH bila dilakukan

kastrasi. Selain androgen (testosteron/DHT), estrogen juga berperan untuk

terjadinya BPH. Dengan bertambahnya usia akan terjadi perubahan

keseimbangan hormonal, yaitu antara hormon testosteron dan hormon

estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi

testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer dengan

pertolongan enzim aromatase, dimana sifat estrogen ini akan merangsang

terjadinya hiperplasia pada stroma, sehingga timbul dugaan bahwa testosteron

diperlukan untuk inisiasi terjadinya proliferasi sel tetapi kemudian

35

Page 36: LAPORAN KASUS

estrogenlah yang berperan untuk perkembangan stroma. Kemungkinan lain

ialah perubahan konsentrasi relatif testosteron dan estrogen akan

menyebabkan produksi dan potensiasi faktor pertumbuhan lain yang dapat

menyebabkan terjadinya pembesaran prostat. Dari berbagai percobaan dan

penemuan klinis dapat diperoleh kesimpulan, bahwa dalam keadaan normal

hormon gonadotropin hipofise akan menyebabkan produksi hormon androgen

testis yang akan mengontrol pertumbuhan prostat. Dengan makin

bertambahnya usia, akan terjadi penurunan dari fungsi testikuler

(spermatogenesis) yang akan menyebabkan penurunan yang progresif dari

sekresi androgen. Hal ini mengakibatkan hormon gonadotropin akan sangat

merangsang produksi hormon estrogen oleh sel sertoli. Dilihat dari fungsional

histologis, prostat terdiri dari dua bagian yaitu sentral sekitar uretra yang

bereaksi terhadap estrogen dan bagian perifer yang tidak bereaksi terhadap

estrogen.

D. Epidemiologi

Hiperplasia prostat merupakan penyakit pada pria tua dan jarang

ditemukan sebelum usia 40 tahun. Prostat normal pada pria mengalami peningkatan

ukuran yang lambat dari lahir sampai pubertas, waktu itu ada peningkatan cepat

dalam ukuran, yang kontinyu sampai usia akhir 30-an. Pertengahan dasawarsa ke-5,

prostat bisa mengalami perubahan hyperplasia. Keadaan ini dialami oleh 50% pria

yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun.

E. Patogenesis

Perubahan paling awal pada BPH adalah di kelenjar periuretra sekitar

verumontanum. Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler,

nodul asinar atau nodul campuran fibroadenomatosa. Hiperplasia glandular terjadi

berupa nodul asinar atau campuran dengan hiperplasia stroma. Kelenjar-kelenjar

biasanya besar dan terdiri atas tall columnar cells. Inti sel-sel kelenjar tidak

menunjukkan proses keganasan.

Proses patologis lainnya adalah penimbunan jaringan kolagen dan elastin

36

Page 37: LAPORAN KASUS

di antara otot polos yang berakibat melemahnya kontraksi otot. Hal ini

mengakibatkan terjadinya hipersensitivitas pasca fungsional, ketidakseimbangan

neurotransmiter, dan penurunan input sensorik, sehingga otot detrusor tidak stabil.

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya

gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini

berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak

uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra

vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan

kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha

adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun

kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis,

yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.

Berbagai keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan dan resistensi

uretra. Selanjutnya hal ini akan menyebabkan sumbatan aliran kemih. Untuk

mengatasi resistensi uretra yang meningkat, otot-otot detrusor akan berkontraksi

untuk mengeluarkan urine. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan

perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,

terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor

ini disebut fase kompensasi

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan

pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang

dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus1. Dengan semakin meningkatnya

resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam fase dekompensasi dan akhirnya

tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin. Tekanan

intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-

ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,

hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

37

Page 38: LAPORAN KASUS

F. Manifestasi klinis

Gejala hyperplasia prostat menurut Boyarsky, dkk (1977) dibagi atas

gejala obstruktif dan gejala iritatif. Gejala obstruktif disebabkan karena

penyempitan uretra pars prostatika karena didesak oleh prostat yang membesar dan

kegagalan otot detrusor untuk berkontraksi cukup kuat dan atau cukup lama

sehingga kontraksi terputus-putus. Gejala-gejalanya antara lain;

1. Harus menunggu pada permulaan miksi (Hesistency)

2. Pancaran miksi yang lemah (Poor stream)

3. Miksi terputus (Intermittency)

4. Menetes pada akhir miksi (Terminal dribbling)

5. Rasa belum puas sehabis miksi (Sensation of incomplete bladder

emptying)

Manifestasi klinis berupa obstruksi pada penderita hipeplasia prostat masih

tergantung tiga factor, yaitu:

a. Volume kelenjar periuretral

b. Elastisitas leher vesika, otot polos prostat dan kapsul prostat

c. Kekuatan kontraksi otot detrusor

Gejala iritatif disebabkan oleh karena pengosongan vesica urinaris yang

tidak sempurna pada saat miksi atau disebabkan oleh karena hipersensitifitas otot

detrusor karena pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada vesica,

sehingga vesica sering berkontraksi meskipun belum penuh., gejalanya ialah :

1. Bertambahnya frekuensi miksi (Frequency)

2. Nokturia

3. Miksi sulit ditahan (Urgency)

38

Page 39: LAPORAN KASUS

4. Disuria (Nyeri pada waktu miksi)

Gejala-gejala tersebut diatas sering disebut sindroma prostatismus. Secara

klinis derajat berat gejala prostatismus itu dibagi menjadi :

Grade I : Gejala prostatismus + sisa kencing tidak ada

Grade II : Gejala prostatismus + sisa kencing > 50 ml

Grade III : Retensi urin dengan sudah ada gangguan saluran kemih

bagian atas + sisa urin > 150 ml.8

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah

bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat gangguan miksi

yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic

Symptom Score). Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang

berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan

dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan

miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas

hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7.

Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat,

yaitu: - Ringan : skor 0-7

- Sedang : skor 8-19

- Berat : skor 20-35

Timbulnya gejala LUTS merupakan menifestasi kompensasi otot vesica

urinaria untuk mengeluarkan urin. Pada suatu saat otot-otot vesica urinaria akan

mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang

diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

International Prostatic Symptom Score

Pertanyaan Jawaban dan skor

39

Page 40: LAPORAN KASUS

Keluhan pada bulan terakhirTidak

sekali<20% <50%

50

%>50%

Hampir

selalu

a. Adakah anda merasa buli-

buli tidak kosong setelah

berkemih

0 1 2 3 4 5

b. Berapa kali anda berkemih

lagi dalam waktu 2 menit0 1 2 3 4 5

c. Berapa kali terjadi arus urin

berhenti sewaktu berkemih0 1 2 3 4 5

d. Berapa kali anda tidak dapat

menahan untuk berkemih0 1 2 3 4 5

e. Beraapa kali terjadi arus

lemah sewaktu memulai

kencing

0 1 2 3 4 5

f. Berapa keli terjadi bangun

tidur anda kesulitan memulai

untuk berkemih

0 1 2 3 4 5

g. Berapa kali anda bangun

untuk berkemih di malam hari0 1 2 3 4 5

40

Page 41: LAPORAN KASUS

Jumlah nilai : 0 = baik sekali 1 = baik 2 = kurang baik 3 = kurang

4 = buruk 5 = buruk sekali

G. Diagnosis

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk

menegakkan diagnosis, penyakit ini perlu ditunjang dengan pemeriksaan

radiologik, laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan

adanya penyakit ini.

Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Eamination (DRE) sangat

penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan

tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain

seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada perabaan

prostat harus diperhatikan1:

a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)

b. Simetris/ asimetris

c. Adakah nodul pada prostate

d. Apakah batas atas dapat diraba

e. Sulcus medianus prostate

f. Adakah krepitasi

Colok dubur pada hiperplasia prostat menunjukkan konsistensi prostat

kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak

didapatkan nodul. Sedangkan pada carcinoma prostat, konsistensi prostat keras dan

atau teraba nodul dan diantara lobus prostat tidak simetris. Sedangkan pada batu

prostat akan teraba krepitasi.

Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria

bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila sudah terjadi

41

Page 42: LAPORAN KASUS

pnielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica

urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus mulai

diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula

diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat

menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra anterior,

fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus

H. Diagnosis Banding

Pada pasien dengan keluhan obstruksi saluran kemih di antaranya:

1. Struktur uretra

2. Kontraktur leher vesika

3. Batu buli-buli kecil

4. Kanker prostat

5. Kelemahan detrusor, misalnya pada penderita asma kronik yang

menggunakan obat-obat parasimpatolitik.

Pada pasien dengan keluhan iritatif saluran kemih, dapat disebabkan oleh :

1. Instabilitas detrusor

2. Karsinoma in situ vesika

3. Infeksi saluran kemih

4. Prostatitis

5. Batu ureter distal

6. Batu vesika kecil.

I. Pemeriksaan Penunjang

42

Page 43: LAPORAN KASUS

Pemeriksaan Laboratorium

· Darah

Ureum, kreatinin, elektrolit, Blood urea nitrogen, Prostate Specific

Antigen (PSA), Gula darah

· Urine

Kultur urin dan test sensitifitas, urinalisis dan pemeriksaan mikroskopis,

sedimen

Laboratory FindingsUrinalisa dapat memberikan bukti adanya infeksi.

Residual urin biasanya meningkat (> 50 cc), dan waktu laju aliran urin akan

menurun ( 10 ng/mL, kanker harus dicurigai (normal < 4 ng/mL). Serum alkaline

phosphatase biasanya meningkat jika tumor telah menyebar ke tulang.Prostatitis

akut dapat menyebabkan gejal-gejala obstruksi, tetapi pasien biasanya mengalami

infeksi saluran kemih (ISK) atau bisa dalam sepsis. Prostat terasa nyeri terutama

dengan penekanan meskipun secara halus.Striktur uretra mengurangi kaliber

pancaran urin. Biasanya terdapat riwayat gonorrhea atau trauma lokal. Retrograde

urethrogram akan menunjukkan area stenosis. Striktur juga dapat menghambat

pasase kateter.

Pemeriksaan pencitraan

a. Foto polos abdomen (BNO)

Dari sini dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan misalnya

batu saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikel kandung kemih juga dapat

untuk menghetahui adanya metastasis ke tulang dari carsinoma prostat

b. Pielografi Intravena (IVP)

Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai filling defect/indentasi prostat

pada dasar kandung kemih atau ujung distal ureter membelok keatas berbentuk

43

Page 44: LAPORAN KASUS

seperti mata kail (hooked fish). Dapat pula mengetahui adanya kelainan pada

ginjal maupun ureter berupa hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit

(trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli – buli). Foto setelah miksi dapat

dilihat adanya residu urin.

c. Sistogram retrograde

Memberikan gambaran indentasi pada pasien yang telah dipasang kateter

karena retensi urin.

d. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)

Deteksi pembesaran prostat dengan mengukur residu urin

e. MRI atau CT scan

Jarang dilakukan. Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan

bermacam – macam potongan

Pemeriksaan lain

Uroflowmetri

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran ditentukan oleh daya

kontraksi otot detrusor, tekanan intravesika, resistensi uretra. Angka normal

laju pancaran urin ialah 12 ml/detik dengan puncak laju pancaran mendekati 20

ml/detik. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6 – 8 ml/detik

dengan puncaknya sekitar 11 – 15 ml/detik.

Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)

Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri

tidak dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya

kontraksi otot detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut

dilakukan pemeriksaan tekanan pancaran dengan menggunakan Abrams-

Griffiths Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan

laju pancaran urin dapat diukur.

44

Page 45: LAPORAN KASUS

Pemeriksaan Volume Residu Urin

Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat

sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin

yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun

kurang akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.

J. Penatalaksanaan

Terapi BPH dapat berkisar dari watchful waiting di mana tidak diperlukan

teknologi yang canggih dan dapat dilakukan oleh dokter umum, hingga terapi

bedah minimal invasif yang memerlukan teknologi canggih serta tingkat

keterampilan yang tinggi. Berikut ini akan dibahas penatalaksanaan BPH berupa

watchful waiting, medikamentosa, terapi bedah konvensional, dan terapi minimal

invasif.

Watchful Waiting

Watchful waiting dilakukan pada penderita dengan keluhan ringan (skor

IPSS 3):

1. Pasien diberi nasihat agar mengurangi minum setelah makan malam agar

mengurangi nokturia.

2. Menghindari obat-obat parasimpatolitik (mis: dekongestan).

3. Mengurangi kopi.

4. Melarang minum minuman alkohol agar tidak terlalu sering buang air kecil.

Penderita dianjurkan untuk kontrol setiap tiga bulan untuk diperiksa:

skoring, uroflowmetri, dan TRUS.

5. Bila terjadi kemunduran, segera diambil tindakan.

45

Page 46: LAPORAN KASUS

Terapi Medikamentosa

Pilihan terapi non-bedah adalah pengobatan dengan obat

(medikamentosa). Terdapat tiga macam terapi dengan obat yang sampai saat ini

dianggap rasional, yaitu dengan penghambat adrenergik a-1, penghambat enzim 5a

reduktase, dan fitoterapi.

Penghambat adrenergik a-1

Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor a-1 yang banyak ditemukan

pada otot polos ditrigonum, leher buli-buli, prostat, dan kapsul prostat. Dengan

demikian, akan terjadi relaksasi di daerah prostat sehingga tekanan pada uretra pars

prostatika menurun dan mengurangi derajat obstruksi. Obat ini dapat memberikan

perbaikan gejala obstruksi relatif cepat.

Efek samping dari obat ini adalah penurunan tekanan darah yang dapat

menimbulkan keluhan pusing (dizziness), lelah, sumbatan hidung, dan rasa lemah

(fatique). Pengobatan dengan penghambat reseptor a-1 masih menimbulkan

beberapa pertanyaan, seperti berapa lama akan diberikan dan apakah efektivitasnya

akan tetap baik mengingat sumbatan oleh prostat makin lama akan makin berat

dengan tumbuhnya volume prostat. Contoh obat: prazosin, terazosin dosis 1

mg/hari, dan dapat dinaikkan hingga 2-4 mg/hari. Tamsulosin dengan dosis 0.2-0.4

mg/hari2.

Penghambat enzim 5a reduktase

Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim 5a reduktase, sehingga

testosteron tidak diubah menjadi dehidrotestosteron. Dengan demikian, konsentrasi

DHT dalam jaringan prostat menurun, sehingga tidak akan terjadi sintesis protein.

Obat ini baru akan memberikan perbaikan simptom setelah 6 bulan terapi. Salah

satu efek samping obat ini adalah menurunnya libido dan kadar serum PSA2.

Contoh obat : finasteride dosis 5 mg/hari.

Kombinasi penghambat adrenergik a- 1 dan penghambat enzim 5a

46

Page 47: LAPORAN KASUS

reduktase

Terapi kombinasi penghambat adrenergik a-1 dan penghambat enzim 5a

reduktase pertama kali dilaporkan oleh Lepor dan kawan-kawan pada 1996.

Terdapat penurunan skor dan peningkatan Qmax pada kelompok yang

menggunakan penghambat adrenergik a-1. Namun, masih terdapat keraguan

mengingat prostat pada kelompok tersebut lebih kecil dibandingkan kelompok lain.

Penggunaan terapi kombinasi masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Fitoterapi

Terapi dengan bahan dari tumbuh-tumbuhan poluler diberikan di Eropa

dan baru-baru ini di Amerika. Obat-obatan tersebut mengandung bahan dari

tumbuhan seperti Hypoxis rooperis, Pygeum africanum, Urtica sp, Sabal serulla,

Curcubita pepo, Populus temula, Echinacea purpurea, dan Secale cerelea. Masih

diperlukan penelitian untuk mengetahui efektivitas dan keamanannya.

Terapi Bedah Konvensional

PenatalaksanaanIndikasi managemen operasi adalah penurunan fungsi

ginjal dan gejala-gejala lain yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Karena

derajat obstruksi berjalan dengan lambat pada kebanyakan pasien, terapi

konservatif dapat juga adekuat. Obat-obatan yang merelaksasi kapsul prostat dan

spinter internal (α-adrenergic blocking agent) atau yang menurunkan volume

prostat (5 α-reductase inhibitor atau antiadrogen) telah dicoba dengan tingkat

keberhasilan yang cukup tinggi.

Penatalaksanaan prostatitis kronik adalah untuk mengurangi gejala.

Resolusi dari komplikasi sistitis biasanya akan dapat tercapai. Dalam rangka

melindungi tonus vesikal, pasien sebaiknya diperingatkan agar segera BAK ketika

terjadi urgensi. Memaksa cairan urin keluar dalam waktu yang pendek

menyebabkan pengisian VU yang cepat, dan menurunkan tonus vesikal; ini adalah

penyebab umum dari retensi urin akut dan oleh sebab itu harus dihindari. Pasien-

47

Page 48: LAPORAN KASUS

pasien dengan gejala obstruksi urin sebaiknya menghindari pemakaian obat flu

termasuk antihistamin, karena juga dapat menyebabkan retensi urin. Terapi

konservatif ini hanya sementara menolong.Kateterisasi diharuskan untuk retensi

urin akut. BAK spontan dapat kembali normal, tetapi kateter sebaiknya dibiarkan

terpasang selam 3 hari sementara tonus detrusor kembali normal. Jika ini gagal,

terapi konservatif atau operatif diindikasikan.

Terdapat empat pendekatan klasik yang digunakan dalam prostatectomy:

transurethral, retropubic, suprapubic, dan perineal. Transurethral dipilih pada

pasien dengan berat prostat di bawah 50 g karena morbiditas lebih rendah dan

perawatan di RS lebih singkat. Prostat yang lebih besar memerlukan tindakan

bedah terbuka, tergantung dengan pilihan dan pengalaman dari urologist. Angka

kematian rendah dalam masing-masing prosedur (1–2%). Potensi risiko tertinggi

jika pendekatan transperineal digunakan, tetapi impotensi kadang-kadang terjadi

setelah reseksi prostat transuretra.Pendekatan alternative dalam penatalaksanaan

BPH adalah transurethral incision of the prostate (TUIP). Prosedur ini terdiri dari

insisi prostat pada leher VU ke atas verumontanum, sehingga memungkinkan

ekspansi seluruh uretra prostat. Terutama efektif ketika titik primer obstruksi

disebabkan di "median bar" atau bibir leher VU letak tinggi posterior.Terapi

alternatif lainnya yang kini sedang berkembang adalah teknik minimally invasive

seperti transurethral vaporization, laser prostatectomy, transurethral microwave

thermotherapy, transurethral needle ablation, dan high intensity focused

ultrasound ablation of the prostate.Prognosiskebanyakan pasien dengan gejala

yang khas BPH dapat mengalami perbaikan dan peningkatan fungsi kemih.

Prostatektomi digolongkan dalam 2 golongan:

1. Prostatektomi terbuka :

a. Prostatektomi suprapubik transvesikalis (Freyer)

b. Prostatektomi retropubik (Terence Millin)

48

Page 49: LAPORAN KASUS

c. Prostatektomi perinealis (Young)

2. Prostatektomi tertutup :

a. Reseksi transuretral.

b. Bedah beku

Open simple prostatectomy

Indikasi untuk melakukan tindakan ini adalah bila ukuran prostat terlalu

besar, di atas 100 gram, atau bila disertai divertikulum atau batu buli-buli. Dapat

dilakukan dengan teknik transvesikal atau retropubik. Operasi terbuka

memberikan morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi daripada TUR-P1-2.

Terapi Invasif Minimal

Transurethral resection of the prostate (TUR-P)

Prinsip TUR-P adalah menghilangkan bagian adenomatosa dari prostat

yang menimbulkan obstruksi dengan menggunakan resektoskop dan

elektrokauter. Sampai saat ini, TUR-P masih merupakan baku emas dalam terapi

BPH. Sembilan puluh lima persen prostatektomi dapat dilakukan dengan

endoskopi3. Komplikasi jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia

(sindrom TUR), dan retensi karena bekuan darah. Komplikasi jangka panjang

adalah struktur uretra, ejakulasi retrograd (75%), inkontinensia (<1%),>3.

Transurethral incision of the prostate (TUIP)

Dilakukan terhadap penderita dengan gejala sedang sampai berat dan

dengan ukuran prostat kecil, yang sering terdapat hiperplasia komisura posterior

(leher kandung kemih yang tinggi)3. Teknik ini meliputi insisi pada arah jam 5

dan 7. Penyulit yang bisa terjadi adalah ejakulasi retrograd.

Terapi laser

49

Page 50: LAPORAN KASUS

Terdapat dua sumber energi yang digunakan, yaitu Nd YAG dan holmium

YAG. Tekniknya antara lain Transurethral laser induced prostatectomy (TULIP)

yang dilakukan dengan bantuan USG, Visual coagulative necrosis, Visual laser

ablation of the prostate (VILAP), dan interstitial laser therapy3. Keuntungan

terapi laser adalah perdarahan minimal, jarang terjadinya sindrom TUR, mungkin

dilakukan pada pasien yang menjalani terapi antikoagulan, dan dapat dilakukan

tanpa perlu dirawat di rumah sakit3. Kerugiannya di antaranya tidak didapatkan

jaringan untuk pemeriksaan histopatologi, diperlukan waktu pemasangan kateter

yang lebih lama, keluhan iritatif yang lebih banyak, dan harga yang mahal1,2.

Efek samping yang pernah dilaporkan di Indonesia adalah perdarahan (2%), nyeri

pasca operasi (3%), retensi (19%), ejakulasi retrograd (3%), dan disfungsi ereksi

(1%).

Microwave hyperthermia

Memanaskan jaringan adenoma melalui alat yang dimasukkan melalui

uretra atau rektum sampai suhu 42-45oC sehingga diharapkan terjadi koagulasi.

Trans urethral needle ablation (TUNA)

Alat yang dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur,

dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma dan mengalirkan

panas, sehingga terjadi koagulasi sepanjang jarum yang menancap di jaringan

prostat.

High intensity focused ultrasound (HIFU)

Melalui probe yang ditempatkan di rektum yang memancarkan energi

ultrasound dengan intensitas tinggi dan terfokus.

Intraurethral stent

Adalah alat yang secara endoskopik ditempatkan di fosa prostatika untuk

mempertahankan lumen uretra tetap terbuka. Dilakukan pada pasien dengan

harapan hidup terbatas dan tidak dapat dilakukan anestesi atau pembedahan

50

Page 51: LAPORAN KASUS

Transurethral baloon dilatation

Dilakukan dengan memasukkan kateter yang dapat mendilatasi fosa

prostatika dan leher kandung kemih. Prosedur ini hanya efektif bila ukuran prostat

kurang dari 40 g, sifatnya sementara, dan jarang dilakukan lagi.

K. Komplikasi

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat

dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut.

a. Inkontinensia Paradoks

b. Batu Kandung Kemih

c. Hematuria

d. Sistitis

e. Pielonefritis

f. Retensi Urin Akut Atau Kronik

g. Refluks Vesiko-Ureter

h. Hidroureter

i. Hidronefrosis

KomplikasiObstruksi dan residual urin menyebabkan infeksi pada VU dan

prostat dan kadang-kadang menyebabkan pyelonephritis; ini mungkin sulit untuk

dihilangkan.Obstruksi juga dapat menyebabkan terjadinya divertkel VU. Infeksi

residual urin berperan terhadap pembentukan batu (calculi).Obstruksi fungsional

pada intravesical ureter, disebabkan oleh hipertropi trigonum, dapat menyebabkan

hydroureteronephrosis.

L. Pencegahan

51

Page 52: LAPORAN KASUS

Sekarang sudah beredar suplemen makanan yang dapat membantu mengatasi

pembesaran kelenjar prostat. Salah satunya adalah suplemen yang kandungan utamanya

saw palmetto. Berdasarkan hasil penelitian, saw palmetto menghasilkan sejenis minyak,

yang bersama-sama dengan hormon androgen dapat menghambat kerja enzim 5-alpha

reduktase, yang berperan dalam proses pengubahan hormon testosteron menjadi

dehidrotestosteron (penyebab BPH)5. Hasilnya, kelenjar prostat tidak bertambah besar.

Zat-zat gizi yang juga amat penting untuk menjaga kesehatan prostat di

antaranya adalah :

Vitamin A, E, dan C, antioksidan yang berperan penting dalam mencegah pertumbuhan

sel kanker, karena menurut penelitian, 5-10% kasus BPH dapat berkembang menjadi

kanker prostat.

1. Vitamin B1, B2, dan B6, yang dibutuhkan dalam proses metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein, sehingga kerja ginjal dan organ tubuh lain tidak terlalu berat.

2. Copper (gluconate) dan Parsley Leaf, yang dapat membantu melancarkan

pengeluaran air seni dan mendukung fungsi ginjal.

3. L-Glysine, senyawa asam amino yang membantu sistem penghantaran rangsangan

ke susunan syaraf pusat.

4. Zinc, mineral ini bermanfaat untuk meningkatkan produksi dan kualitas sperma.

Berikut ini beberapa tips untuk mengurangi risiko masalah prostat, antara lain:

1. Mengurangi makanan kaya lemak hewan

2. Meningkatkan makanan kaya lycopene (dalam tomat), selenium (dalam makanan

laut), vitamin E, isoflavonoid (dalam produk kedelai)

3. Makan sedikitnya 5 porsi buah dan sayuran sehari

4. Berolahraga secara rutin

5. Pertahankan berat badan ideal

M. Prognosis

Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap

individu walaupun gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak

52

Page 53: LAPORAN KASUS

segera ditindak memiliki prognosis yang buruk karena dapat berkembang menjadi

kanker prostat. Menurut penelitian, kanker prostat merupakan kanker pembunuh

nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru5. BPH yang telah diterapi juga

menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi penderita.

DAFTAR PUSTAKA

1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.

2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US: FA

Davis Company; 2007.

3. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies;

2001.

4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. EGC:

Jakarta

5. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034. EGC :

Jakarta.

6. Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta. 588-

589

7. Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto: Jakarta

8. Mahummad A., 2008., Benigna Prostate Hiperplasia.,

http://ababar.blogspot .com/2008/12/benigna-prostate-hyperplasia.html., 3 Maret

2009

9. Purnomo, Basuki B. Hiperplasia prostat dalam: Dasar – dasar urologi., Edisi ke –

2. Jakarta: Sagung Seto. 2003. p. 69 – 85

10. McConnel JD. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of benign

prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ. Campbell’s

urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1998.p.1429-52.

11. Arthur C. Guyton, dkk. 2006. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”. Edisi 9.

Jakarta : EGC

12. Sylvia A. Price, dkk. 2006. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit”. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC

53

Page 54: LAPORAN KASUS

54